• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 3 Proses penentuan perilaku api.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 3 Proses penentuan perilaku api."

Copied!
5
0
0

Teks penuh

(1)

6

yang diharapkan. Mesin inferensi disusun berdasarkan strategi penalaran yang akan digunakan dalam sistem dan representasi pengetahuan. Mesin inferensi yang digunakan dalam pengembangan sistem pakar ini adalah FIS.

Implementasi

Implementasi merupakan proses penerjemahan hasil representasi pengetahuan ke dalam komputer. Pada tahap implementasi ditentukan kebutuhan perangkat lunak yang mendukung sistem pakar ini. Kebutuhan tersebut antara lain meliputi sistem operasi, perangkat lunak yang relevan, serta bahasa pemrograman yang digunakan. Selain itu, ditentukan pula kebutuhan perangkat keras yang dapat mendukung pengembangan sistem ini.

Pengujian

Tahap ini merupakan tahap akhir dalam pengembangan sistem. Sistem yang telah selesai dibuat akan diuji terlebih dahulu sebelum siap digunakan oleh pengguna. Tujuan utama pengujian pada sistem pakar adalah untuk memeriksa benar atau tidaknya keluaran sistem dan mengetahui apakah sistem sudah dapat mewakili pakar dengan keahlian dan pengetahuan yang dimilikinya. Proses ini memungkinkan terjadinya perubahan sistem apabila terjadi penambahan informasi serta perbaikan sesuai dengan kebutuhan.

D Rancang Bangun Sistem

Sistem pakar ini dibangun dengan menggunakan perangkat lunak Matlab 7.0 yang telah menyertakan fasilitas toolbox fuzzy

logic berupa FIS. Parameter input yang

dimasukkan oleh pengguna akan diproses oleh FIS untuk menghasilkan keluaran akhir berupa perilaku api pada kebakaran hutan. Parameter input tersebut terdiri dari kadar air, tebal, serta muatan bahan bakar. Diagram penentuan perilaku api pada sistem ini dapat dilihat pada Gambar 3.

Penjelasan dan Rekomendasi Sistem

Setelah dilakukan proses penentuan perilaku api, sistem akan memberikan saran kepada pengguna berupa langkah pencegahan yang sebaiknya dilakukan agar tidak terjadi kebakaran hutan. Bagian ini terdapat pada fasilitas pelaporan.

Gambar 3 Proses penentuan perilaku api.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pemodelan Sistem

Sistem pakar ini dikembangkan untuk mengetahui perilaku api pada suatu proses kebakaran hutan terkendali. Perilaku api dapat ditentukan dengan melihat beberapa faktor, yaitu bahan bakar, cuaca, dan topografi.

Output sistem ini terdiri dari tinggi api, laju

penjalaran, intensitas kebakaran, serta panas yang dihasilkan pada suatu kebakaran hutan.

Sistem ini dikembangkan dengan menggunakan pendekatan sistem fuzzy.

Berdasarkan akuisisi pengetahuan, penentuan perilaku api dalam sistem ini hanya dibatasi pada faktor bahan bakar. Parameter input yang digunakan terdiri dari:

1 Kadar air bahan bakar (%) 2 Muatan bahan bakar (ton/ha) 3 Tebal bahan bakar (cm)

Berdasarkan hasil akuisisi pengetahuan dapat diketahui bahwa tinggi api diperoleh dari parameter tebal dan muatan bahan bakar sedangkan laju penjalaran diperoleh dari parameter kadar air dan muatan bahan bakar. Kadar air bahan bakar sendiri diperoleh dari kadar air daun, ranting dan batang. Demikian pula dengan muatan bahan bakar yang diperoleh dari muatan bahan bakar daun, ranting dan batang.

Tinggi api, laju penjalaran dan muatan bahan bakar digunakan untuk menentukan intensitas kebakaran hutan. Berdasarkan intensitas kebakaran dan laju penjalaran dapat diketahui panas per unit area yang dihasilkan pada suatu proses kebakaran. Model pengetahuan sistem dapat dilihat pada Gambar 4 berikut ini.

- kadar air bahan bakar - tebal bahan bakar - muatan bahan bakar

data fuzzy mulai

FIS

perilaku api

(2)

7

Kadar Air Bahan Bakar Muatan Bahan Bakar

Panas per unit area Intensitas Kebakaran Tebal Bahan Bakar

Laju Penjalaran Tinggi Api Kadar Air Daun Kadar Air Ranting Kadar Air Batang Muatan Bahan Bakar Batang Muatan

Bahan Bakar Ranting Muatan

Bahan Bakar Daun

Gambar 4 Model pengetahuan sistem.

Proses Inferensia Fuzzy Proses Fuzzifikasi

1 Kadar air bahan bakar (%)

Kadar air bahan bakar digunakan untuk menentukan laju penjalaran yang terjadi pada suatu kebakaran. Pada proses fuzzifikasi, kadar air dikelompokkan menjadi dua, yaitu rendah dan tinggi. Apabila kadar air suatu bahan bakar tinggi akan sulit terjadi kebakaran karena diperlukan energi yang besar untuk memanaskan bahan bakar tersebut dan mencapai titik awal pembakaran. Kadar air bahan bakar yang diamati terdiri dari kadar air daun atau serasah, ranting dan batang.

Parameter ini direpresentasikan dengan menggunakan kurva Trapesium seperti yang terlihat pada Gambar 7. Fungsi keanggotaan kadar air bahan bakar dapat dirumuskan sebagai berikut: ); 15 30 /( ) 30 ( ; 1 ; 0 rendah[x] x 15 30 15 0 0 3 atau 0 x x x x ; 1 ); 20 30 /( ) 20 ( ; 0 tinggi[x] x 100 30 30 20 20 x x x

Gambar 5 Representasi kurva Trapesium untuk kadar air bahan bakar.

2 Muatan bahan bakar (ton/ha)

Muatan bahan bakar menunjukkan jumlah bahan bakar yang terdapat pada suatu lokasi kebakaran hutan. Muatan bahan bakar digunakan untuk menentukan tinggi api, laju penjalaran serta intensitas kebakaran. Ketersediaan bahan bakar merupakan salah satu faktor yang sangat mempengaruhi perilaku api. Apabila jumlah bahan bakar yang tersedia semakin banyak, maka tinggi api semakin tinggi, laju penjalaran semakin lambat, dan intensitas kebakaran hutan yang dihasilkan semakin besar. Hal ini berarti kebakaran yang terjadi juga semakin besar. Muatan bahan bakar yang diamati terdiri dari muatan bahan bakar daun atau serasah, ranting, dan batang.

Representasi fungsi keanggotaan muatan bahan bakar berupa kurva Gaussian (Gambar 6) yang dikelompokkan menjadi rendah dan tinggi. Sedangkan fungsi keanggotaannya adalah: 2 2 ) 84 , 20 ( 2 ) 50 ( rendah[ ] (50;20,84) x e x 2 2 ) 73 , 27 ( 2 ) 130 ( tinggi[ ] (130;27,73) x e x

Gambar 6 Representasi kurva Gaussian untuk muatan bahan bakar.

3 Tebal bahan bakar (cm)

Ketebalan bahan bakar berkaitan erat dengan susunan dan kerapatan bahan bakar yang akan mempengaruhi perilaku api yang dihasilkan. Bahan bakar yang tersusun ke atas (vertikal) akan memungkinkan api mencapai tajuk pohon dalam waktu yang lebih cepat. Sebaliknya, susunan bahan bakar yang menyebar secara horizontal akan memperlambat proses penyebaran kebakaran.

Menurut Aryanti (2002), kerapatan bahan bakar berhubungan dengan jarak antar partikel yang akan mempengaruhi persediaan udara dan perpindahan panas. Kayu akan terbakar dengan baik apabila kerapatannya tinggi dan berhenti apabila kerapatannya rendah. Sebaliknya rumput akan terbakar dengan baik apabila kerapatannya rendah dan berhenti apabila kerapatannya tinggi.

Pada proses fuzzifikasi, tebal bahan bakar dikelompokkan menjadi dua, yaitu tipis dan

(3)

8

tebal. Tebal bahan bakar digunakan untuk menentukan tinggi api. Bahan bakar yang ketebalannya tinggi akan menghasilkan tinggi api yang tinggi. Begitu pula sebaliknya, bahan bakar yang ketebalannya rendah akan menghasilkan tinggi api rendah. Representasi fungsi keanggotaan yang digunakan berupa kurva Gaussian (Gambar 5). Adapun fungsi keanggotaannya dapat dirumuskan sebagai berikut: 2 2 ) 33 , 20 ( 2 ) 30 ( tipis[ ] (30;20,33) x e x 2 2 ) 50 ( 2 ) 160 ( tebal[ ] (160;50) x e x

Gambar 7 Representasi kurva Gaussian untuk tebal bahan bakar.

Proses Defuzzifikasi

Berdasarkan himpunan fuzzy variabel masukan, dibentuk aturan untuk menghasilkan keluaran. Contoh aturan fuzzy adalah sebagai berikut:

If tinggi_api is tinggi and laju_penjalaran is cepat and muatan_bahan_bakar is tinggi then intensitas_kebakaran_hutan is tinggi

Aturan aturan untuk menentukan kadar air total dapat dilihat pada Lampiran 1, muatan bahan bakar total pada Lampiran 2, tinggi api pada Lampiran 3, laju penjalaran pada Lampiran 4 dan panas per unit area pada Lampiran 5. Setelah dibuat aturan, nilai keluaran berupa data kuantitatif tersebut

di-defuzzifikasi. Hasil akhir dari proses fuzzy ini

adalah perilaku api yang terdiri dari tinggi api (m), laju penjalaran (m/menit), intensitas kebakaran (kW/m), dan panas per unit area (kJ/m2).

1 Tinggi api (m)

Tinggi api yang dihasilkan dalam suatu kebakaran dipengaruhi oleh ketebalan dan muatan bahan bakar. Pada sistem ini, tinggi api merupakan hasil keluaran dari kedua variabel tersebut sekaligus merupakan input dalam penentuan intensitas kebakaran hutan.

Tinggi api direpresentasikan dengan menggunakan kurva Gaussian (Gambar 8) yang dikelompokkan menjadi dua, yaitu

rendah dan tinggi. Fungsi keanggotaan tinggi api dapat dirumuskan sebagai berikut:

2 2 ) 7 , 0 ( 2 ) 1 ( rendah[ ] (1;0,7) x e x 2 2 ) 2 ( 2 ) 5 ( tinggi[ ] (5;2) x e x

Gambar 8 Representasi kurva Gaussian untuk tinggi api.

2 Laju penjalaran (m/menit)

Laju penjalaran merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi perilaku api. Laju penjalaran dihasilkan dari fuzzifikasi variabel kadar air dan muatan bahan bakar. Kadar air dan muatan bahan bakar yang rendah akan mempercepat laju penjalaran karena tidak diperlukan waktu yang lama untuk mengkonsumsi bahan bakar. Selanjutnya laju penjalaran digunakan untuk menentukan intensitas kebakaran hutan. Lambatnya laju penjalaran api akan menghasilkan intensitas kebakaran yang tinggi karena kebakaran yang terjadi akan memakan waktu lebih lama (api tidak cepat padam) sehingga kebakaran menjadi lebih hebat.

Laju penjalaran dikelompokkan menjadi dua, yaitu lambat dan cepat. Representasi fungsi keanggotannya berupa kurva Gaussian seperti yang terlihat pada Gambar 9. Sedangkan fungsi keanggotaannya dapat dirumuskan sebagai berikut:

2 2 ) 0,8892 ( 2 ) 1 ( lambat[ ] (1;0,8892) x e x 2 2 ) 1,515 ( 2 ) 8 , 4 ( cepat[ ] (4,8;1,515 ) x e x

Gambar 9 Representasi kurva Gaussian untuk laju penjalaran.

(4)

9 A g re g as i

3 Intensitas kebakaran hutan (kW/m)

Intensitas kebakaran hutan menunjukkan kehebatan api yang terjadi dalam suatu kebakaran hutan. Intensitas kebakaran hutan secara langsung dapat menentukan tingkat kerusakan hutan yang terbakar sehingga dapat digunakan untuk mengetahui cara pencegahan kebakaran hutan. Intensitas kebakaran hutan dipengaruhi oleh tinggi api, laju penjalaran, dan muatan bahan bakar.

Representasi fungsi keanggotaan intensitas kebakaran hutan berupa kurva Trapesium seperti yang terlihat pada Gambar 10 dan dikelompokkan menjadi rendah, sedang, tinggi dan ekstrim. Sedangkan fungsi keanggotaannya dapat dirumuskan sebagai berikut: ); 1000 1300 /( ) 1300 ( ; 1 ; 0 rendah[x] x 1000 1300 1000 100 1300 atau 100 x x x x ) 2000 2300 /( ) 2300 ( ; 1 ); 900 1500 /( ) 1200 ( ; 0 sedang[x] x x 2300 2000 2000 1500 1500 1200 2300 atau 1200 x x x x x ) 3000 3300 /( ) 3300 ( ; 1 ); 1700 2500 /( ) 1800 ( ; 0 tinggi[x] x x 3300 3000 3000 2500 2500 1800 3300 atau 1800 x x x x x ; 1 ); 2800 3500 /( ) 2800 ( ; 0 ekstrim[x] x 4000 3500 3500 2800 2800 x x x Gambar 10 Representasi kurva Trapesium

untuk intensitas kebakaran hutan.

4 Panas per unit area (kJ/m2)

Panas per unit area merupakan panas yang dihasilkan dari pembakaran per unit area lahan. Parameter ini dipengaruhi oleh intensitas kebakaran dan laju penjalaran. Intensitas kebakaran yang tinggi akan menghasilkan panas yang tinggi pula. Panas per unit area dikelompokkan menjadi rendah dan tinggi.

Panas per unit area direpresentasikan dalam bentuk kurva Gaussian (Gambar 11). Fungsi keanggotaan panas per unit area dapat dirumuskan sebagai berikut:

2 2 ) 3000 ( 2 ) 130 ( rendah[ ] (130;3000) x e x 2 2 ) 6000 ( 2 ) 11000 ( tinggi[ ] (11000;6000) x e x

Gambar 11 Representasi kurva gaussian untuk panas per unit area. Salah satu contoh kasus proses

defuzzifikasi pada sistem ini dapat dilihat pada

Gambar 12. Input tebal dan muatan bahan bakar akan menghasilkan tinggi api. Berdasarkan range yang telah ditentukan, tebal bahan bakar sebesar 150 cm termasuk dalam kelompok tebal sedangkan muatan bahan bakar sebesar 120 ton/ha termasuk tinggi. Proses defuzzifikasi akan menghasilkan suatu nilai tunggal yang berupa tinggi api rendah atau tinggi tergantung pada nilai

defuzzifikasi-nya. Dalam hal ini, diperoleh

tinggi api sebesar 4,21 m yang termasuk dalam himpunan fuzzy tinggi.

Setiap input dieksekusi oleh aturan fuzzy dengan implikasi and sehingga akan diambil nilai fungsi keanggotaan yang minimal untuk memperoleh output. Output tersebut kemudian diagregasikan sehingga terbentuk suatu daerah

fuzzy. Selanjutnya metode Centroid akan

mengambil titik pusat daerah fuzzy.

Tebal Bahan Bakar = 150 cm

Muatan Bahan Bakar = 120 ton/ha Nilai hasil defuzzifikasi metode Centroid = 4,21 Gambar 12 Proses defuzzifikasi pada

(5)

10

Pada sistem pakar ini, terdapat validasi dalam hal pemasukan data. Apabila pengguna memasukkan nilai di luar batasan selang nilai yang telah ditentukan, maka akan muncul pesan peringatan. Sebagai contoh, apabila pengguna memasukkan nilai melebihi batasan selang (Gambar 13), maka akan muncul pesan peringatan seperti yang terlihat pada Gambar 14.

Gambar 13 Contoh kesalahan input data.

Gambar 14 Pesan peringatan apabila terjadi kesalahan dalam pengisian data.

Pengujian Sistem

Proses pengujian dilakukan untuk membandingkan hasil output sistem dengan hasil analisa pakar. Apabila sistem menghasilkan output yang mendekati hasil analisa pakar maka sistem dapat dikatakan sudah berjalan dengan baik. Pengujian dilakukan oleh pakar kebakaran hutan yang ikut terlibat dalam pembuatan sistem ini.

Pengujian dilakukan dengan memasukkan 50 contoh kasus ke dalam sistem. Input yang dimasukkan untuk menghasilkan output utama pada proses pengujian adalah:

1 kadar air bahan bakar daun 2 kadar air bahan bakar ranting 3 kadar air bahan bakar batang 4 muatan bahan bakar daun 5 muatan bahan bakar ranting 6 muatan bahan bakar batang 7 tebal bahan bakar

Adapun rincian kombinasi input pada proses pengujian dapat dilihat pada Lampiran 7.

Hasil Pengujian

Menurut pakar, parameter yang paling menentukan tingkat keparahan kebakaran adalah intensitas kebakaran hutan. Pembakaran terkendali akan terjadi ketika intensitas kebakarannya rendah atau sedang. Sebaliknya, pembakaran akan menjadi tidak terkendali ketika intensitas kebakarannya tinggi atau ekstrim.

Berdasarkan hasil pengujian, intensitas kebakaran rendah akan tercapai pada kondisi kadar air bahan bakar rendah (11,71%), muatan bahan bakar rendah (66,63 ton/ha) serta ketebalan bahan bakar yang tipis (47,67 cm). Intensitas kebakaran sedang akan tercapai ketika kadar air bahan bakarnya tinggi (39,59 %), muatan bahan bakar rendah (69,1 ton/ha) dan ketebalan bahan bakar yang tipis (63,56 cm).

Sedangkan intensitas kebakaran tinggi akan tercapai pada kondisi kadar air tinggi (50,57 %), muatan bahan bakar tinggi (98,97 ton/ha) dan ketebalan bahan bakar yang tebal (86,87 cm). Intensitas kebakaran ekstrim akan terjadi ketika kadar air bahan bakarnya tinggi (59,77 %), muatan bahan bakar tinggi (107,49 ton/ha) serta ketebalan bahan bakar yang tebal (129,37 cm). Rincian hasil pengujian untuk mengetahui intensitas kebakaran hutan dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1 Rincian hasil pengujian untuk mengetahui intensitas kebakaran hutan

input output

bahan bakar kadar

air muatan tebal

intensitas kebakaran

satuan % ton/ha cm kW/m

11,71 66,63 47,67 999,86 ket. rendah rendah tipis rendah

39,59 69,1 63,56 1701,41 ket. tinggi rendah tipis sedang

50,57 98,97 86,87 2766,55 ket. tinggi tinggi tebal tinggi

59,77 107,49 129,37 3285,59 ket. tinggi tinggi tebal ekstrim

Hasil analisis pakar menyatakan bahwa intensitas kebakaran tinggi atau ekstrim seharusnya terjadi pada saat kadar air bahan bakarnya tinggi, muatan bahan bakar tinggi serta ketebalan bahan bakar tinggi (tebal). Namun pada kondisi kadar air rendah dimungkinkan terjadi intensitas kebakaran tinggi apabila muatan bahan bakarnya tinggi dan didominasi oleh batang. Bahan bakar berupa batang lebih sulit terbakar apabila

Gambar

Gambar 4 Model pengetahuan sistem.
Gambar 9  Representasi kurva Gaussian untuk  laju penjalaran.
Gambar 12  Proses  defuzzifikasi  pada  inferensia fuzzy.

Referensi

Dokumen terkait

Seperti soal No 1, bagaimana jika pipa itu digunakan untuk air pada temperatur yang sama?. Bandingkan hasil no 1 dan

Kesimpulan : Selulosa mikrokristal yang diperoleh dari kertas HVS bekas dengan variasi waktu hidrolisis 5 menit, 10 menit, 15 menit, 20 menit dan 30 menit memilki karakterisasi

1) Perilaku responden secara alami sesungguhnya adalah manifestasi kode dan aturan dalam suatu budaya, bukan sekadar rutinitas cultural. Ini cenderung dianggap

Penelitian tentang model pembelajaran kooperatif metode  CIRC  pernah dilaksanakan oleh Nurul  Inayah  dengan  judul  “Keefektifan  penerapan  pembelajran  kooperatif 

Penelitian dengan judul faktor kondisi, fekunditas, dan seks rasio ikan yang ditangkap di Sungai Serayu pada tempat bermuaranya Sungai Klawing wilayah Kecamatan Somagede

KKK dan komunikasi bawahan kepada atasan memberi sumbangan efektif terhadap komitmen organisasi sebesar 41.8%; (2) KKK memiliki hubungan positif yang signifikan

Secara garis besar permasalahan yang ingin dikemukakan dalam penelitian ini adalah tentang nilai falsafah bushido dan penyimpangannya yang terdapat dalam dwilogi novel

Even without editing of the aerial triangulation the results are feasible due to the selection of suitable parameter sets for this kind of aerial imagery. It is clearly proven,