• Tidak ada hasil yang ditemukan

Butaru : Seperti apakah visi Bapak Marco dalam memanfaatkan ruang pada masa yang akan datang?

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Butaru : Seperti apakah visi Bapak Marco dalam memanfaatkan ruang pada masa yang akan datang?"

Copied!
5
0
0

Teks penuh

(1)

Marco Kusumawijaya, Efisiensi Pemanfaatan Ruang di Masa Depan Marco Kusumawijaya merupakan seorang urbanis yang memiliki pengalaman yang panjang sebagai seorang arsitek. Pria lulusan Universitas Katolik Parahyangan ini juga dikenal sebagai perancang kota dan perencana, selain dirinya juga menjadi konsultan manajemen perkotaan bagi Pemerintah Kota. Tak hanya sebatas itu, Seorang Marco pun dikenal sebagai jurnalis dengan banyak menelurkan karya-karya tentang issue arsitektur dan perkotaan di Jakarta.

Bahkan dalam waktu 10 tahun belakangan, pria berkacamata ini juga aktif terhadap pengembangan lingkungan perkotaan, studi budaya, dan seni. Pemikiran-pemikirannya yang revolusioner memberikan pemahaman multidisiplin urbanisme dan arsitektur, sehingga dirinya banyak berkolaborasi dengan berbagai orang dengan disiplin ilmu guna mengembangkan ide-ide terbaru guna menata ruang kota dengan menekankan pada lingkungan dan kebutuhan jangka panjang.

Begitu juga dengan beranjaknya waktu yang tidak memberikan tambahan terhadap ruang hidup. Namun beranjaknya waktu ke masa depan lebih memberikan persoalan tersendiri, karena pada masa yang akan datang jumlah manusia yang menghuni ruang semakin bertambah dan menimbulkan segala permasalahan baru. Meskipun, hingga saat ini pengambil kebijakan atau Pemerintah Kota belum mampu mengatasi permasalahan mendasar yang terjadi di kota-kota besar. Ternyata apa yang terjadi saat ini dan masa depan tak lepas dari faktor bagaimana mereka dapat memanfaatkan ruang secara maksimal.

Lantas bagaimana visi dari seorang Marco melihat permasalahan kota, lebih kepada kurang efisiennya dalam pemanfaatan ruang. Sehingga pemanfaatan ruang saat ini lebih kepada ekspansi yang berjangka pendek dari pada langkah efisiensi yang berjangka panjang. Bagaimana pandangan dan pemikiran seorang Marco Kusumawijaya dalam memanfaatkan ruang, berikut petikan wawancara antara tim Buletin Tata Ruang dengan Marco Kusumawijaya selaku Director RUJAK Center for Urban Studies:

Butaru : Seperti apakah visi Bapak Marco dalam memanfaatkan ruang pada masa yang akan datang? Marco : Saya pikir selama ini pemanfaatan ruang di Indonesia sudah tidak efisien. Kalau kita ditanya bagaimana visi kita kedepan, tentunya pertama kali kita harus mengoreksi apa yang sudah lama yang memang seharusnya telah dikoreksi. Meski demikian, saat ini kita harus bisa memanfaatkan ruang dengan cara-cara yang lestari untuk di masa depan. Jadi maksud saya coba menekankan, jangan selalu berpikir seolah-olah ada hal baru yang akan terjadi pada masa yang akan datang, padahal ada hal mendasar yang tidak pernah dibereskan, salah satunya adalah pemanfaatan ruang yang efisien. Beberapa contoh pemanfaatan ruang yang tidak efisien itu berupa, kita terus menerus memperlebar kota tanpa meningkatkan kapasitas kota atau ruang yang ada. Jadi kita terus ekspansif tanpa meningkatkan ruang yang ada. Seharusnya orientasi pemanfaatan ruang kita ini ada pada intesifikasi bukan ekspansi. Memang intensifikasi ini lebih sulit karena membutuhkan pengorganisasian yang baik, membutuhkan reinvestasi yang terus menerus, tapi justru itu yang harus kita lakukan. Kalau bicara tata ruang dengan pemanfaatan ruang yang lestari bukan sekedar memanfaatkan tetapi juga terus memperbaiki atau meningkatkan ruang itu sendiri. Harus dipaksa jadi memanfaatkan ruang yang intensif tanpa melebar-lebarkan ruang, justru mendorong kita melakukan reinvestasi ke dalam ruang yang ada.

Butaru : Bagaimana caranya untuk mewujudkan visi kota lestari tersebut?

Marco : Kita bisa lihat dari berbagai segi. Pertama kita tentunya harus memperkecil eksplotasi ekologi berarti mengurangi penggunaan energi, mengurangi modus transportasi dengan mesin dan bahan bakar, meningkatkan transportasi dengan modus tanpa mesin, berarti jalan kaki dan naik sepeda. Juga mengurangi kebutuhan untuk transportasi itu sendiri. Itu berarti membutuhkan tata ruang yang kompak, yang nyaman untuk jalan kaki dan nyaman untuk kendaraan tidak bermesin. Dalam hal ini sepeda. Selain itu tentu menyeimbangkan kembali penggunaan air dengan penyimpanan air, menyeimbangkan kembali emisi polusi dengan penyerapan polusi, saya rasa itu intinya.

(2)

Butaru : Karena ruang itu tidak bertambah, pada kondisi masa yang akan datang akan terjadi kepadatan penduduk, lalu seperti apakah penataan ruang yang baik?

Marco : Karena ruang tidak bertambah, maka kita tidak bisa terus menerus memperlebar penggunaan ruang. Tapi kita harus berusaha menggunakan ruang yang ada dengan lebih banyak orang melalui cara reinvestasi dan penataan kembali. Sehingga ruangan yang sama dapat menampung lebih banyak orang, bukan semakin sedikit menampung orang seperti yang terjadi pada saat ini.

Butaru : Langkah apa saja yang harus diambil untuk memperbaiki keadaan ini?

Marco : Kalau dari segi tata ruang, kita harus balik kepada prinsip yang tadi saya sebutkan, kita harus mengembalikan kota sebagai tempat hunian, bukan hanya sebagai tempat kerja, baik dalam pengertian harus dikembalikan pada satu tingkat yang nyaman, bukan seperti sekarang yang selalu membagi-bagi secara horisontal. Kita bisa membagi penggunaan ruang secara vertikal. Jadi pengertian land use ini terlalu simple, seolah-olah dibaginya horisontal dan tidak vertikal. Saya rasa jangan dilupakan soal disiplin. Tetapi disiplin yang kurang itu menurut saya dapat ditingkatkan kalau memang penataan ruang itu lebih serius dalam pengertian lebih berdasar pada perhitungan-perhitungan. Menurut saya sekarang itu orang mudah mengubah tata ruang karena dua hal, pertama karena tidak diketahui oleh masyarakat secara luas, dan kedua tidak ada dasar-dasar perhitungan yang tegas. Sehingga seolah-olah kalau diubah sedikit nggak apa-apa deh, sederhananya seperti itu. Kedua mungkin tidak diketahui oleh masyarakat, saya rasa diperlukan partisipasi, karena godaan untuk tidak disiplin itu mudah sekali kalau tidak ada pengawasan bersama.

Butaru : Bagaimana dengan masalah transportasi yang dihubungkan dengan konsep lestari tadi?

Marco : Masalah transportasi itu penting, karena kita mengeluarkan banyak energi pada transportasi, karena itu harus hati-hati dalam merencanakan transportasi, yang mulai harus diarahkan kepada ramah lingkungan. Tidak mudah memilih, karena sering menemui kontradiksi seperti yang sering ditemui oleh Kementrian Pekerjaan Umum (PU) yang terus membangun jalan tol, padahal secara prinsip kita tahu penambahan jalan tidak menyelesikan masalah. Tapi mengapa itu dilakukan terus menerus karena berpikiran jangka pendek, karena tekanan harus menyenangkan masyarakat dalam jangka pendek, tapi kita tidak mampu melakukan yang jangka panjang. Karena perencanaan yang jangka panjang itu lebih sulit. Menata ruang itu lebih sulit, saya pikir harus hati-hati juga dalam pengertian membangun jalan tol tidak apa-apa asal itu dilakukan sebagai langkah sementara. Tapi harus yakin sesudah itu ada langkah –langkah jangka panjang yang harus dilakukan.

Butaru : Bagaimana pandangan Bapak tentang kondisi Jakarta yang diprediksi akan tenggelam?

Marco : Tenggelam itu dalam arti kalau kita tidak melakukan apa-apa sekarang. Dan itu terjadinya perlahan, meskipun tanda- tanda itu sudah sangat nyata. Jadi sebenarnya kita masih punya waktu, tetapi waktu akan sia-sia kalau kita tidak mulai dari sekarang dengan langkah-langkah yang jelas. Langkah-langkah apa itu? Kita harus melihat tenggelamnya karena apa?, tentu ada faktor perubahan iklim, faktor ini kita bisa menyumbang pengurangan polusi bersama-sama diseluruh dunia. Tapi ada faktor lain, seperti penyedotan air yang tak terkendali, nah itukan sebenarnya bisa dilakukan dengan mengurangi. Saya pikir pemerintah harus bisa berhenti mengeluh ‘susah pak dengan masyarakat’ saya rasa itu tidak masuk akal.

Butaru : Menurut Bapak, peran apa saja yang dapat diambil Pemerintah untuk mengatasi hal tersebut? Marco : Saya ingin mengutip teman saya, salah satu staf khusus gubernur pada salah satu propinsi. Apa sih yang tidak dapat dilakukan oleh pemerintah. Pemerintah punya uang, punya wewenang, punya orang, jadi jangan bilang ‘susah mengatur masyarakat’. Tidak bisa mereka bilang seperti itu, anda (pemerintah, red) punya wewenang, anda punya polisi, anda punya Pamong Praja, yang susah itu adalah memiliki pemikiran yang jernih dan mengambil keputusan tanpa kepentingan politis diri sendiri. Saya juga ingat Ali Sadikin ketika ditanya ‘Kok gampang mengambil keputusan yang sulit’, dia jawab ‘karena memang saya tidak punya kepentingan’. Jadi kita harus curiga kalau pemerintah sulit mengambil keputusan, punya kepentingan apa?. Asal jelas untuk kepentingan umum dan jangka panjang, dan saya rasa itu mendesak juga, kemendesakan juga penting, memang kita mau tenggelam bareng-bareng. Dari pada tenggelam bareng-bareng, lebih baik memang harus ada yang dikorbankan, tapi yang dikorbankan juga harus adil. Dengan memberikan kompensasi dan sebagainya, bukan digusur. Lalu secara prinsip

(3)

kepemerintahan, saya mau mengatakan persoalannya bukan mau melakukan apa, tapi kemampuan kita untuk melakukan apa itu penting.

Ada dua hal pertama perombakan dalam birokrasi dan kepemimpinan dalam politik, dan kedua ada keterlibatan masyarakat. Keterlibatan masyarakat dalam pengertian yang didasarkan pada pemahaman yang mendalam mengapa ini harus dilakukan. Keterlibatan bukan hanya memberikan saran, tapi lebih banyak berbuat dan mengambil tindakan. Detailnya sih banyak, seperti meningkatkan serapan air, melindungi hulu, memerlukan tata ruang yang terpadu antara hilir dan hulu.

Butaru : Langkah-langkah apa saja yang harus dilakukan pemerintah dilihat dari sisi penataan ruang kota? Marco : Tata ruang pada masa depan sangat penting, dengan melihatnya pada kesatuan hilir dan hulu, barangkali kesadaran itulah yang kurang. Kalau para perencana itu melihat ruang lebih administrasi, dan lebih ekonomi. Tetapi sekarang tata ruang kita harus memberdayakan reintegrasi hulu dan hilir dari ekologi. Secara sederhana dapat kita katakan penataan ruang harus sesuai dengan nalar bumi, yang disebut ecologos. Ekologi itu berasal dari kata ecos dan logos, jadi nalar rumah, rumah kita ini ya bumi, dan ini lebih tinggi dari economos, yang menjadi asal kata ekonomi yang artinya norma rumah, norma harus tunduk pada prinsip logika. Tata ruang juga harus kembali menurut pada nalar bumi atau rumah kita antara lain integrasi hulu dan hilir, mengembalikan investasi kepada bumi supaya dia kembali pada daya dukung yang lebih besar.

Butaru : Lantas bagaimana dengan adanya rencana pemindahan Ibukota Jakarta?

Marco : Karena kita sibuk mengekploitasi ruang tanpa memikirkan kalau ruang itu harus di rawat dan di investasikan. Karena kalau ruang hanya dipakai terus maka lama-lama daya dukungnya juga menurun. Makanya kita juga harus hati-hati ketika mengatakan daya dukung Jakarta tidak mencukupi, pengertian itu sebenarnya karena menurun, tapi kalau kita harus berpikir sebetulnya daya dukung itu bisa menurun maupun meningkat jadi tidak begitu saja terjadi. Jadi nggak bisa serta merta kita bilang daya dukung Jakarta tidak cukup, tidak menyelesaikan masalah, lalu kita pindah. Nanti daya dukung tempat lain juga sama. Jadi kita mesti menyelesaikan masalah ditempat, soalnya kalau kita tidak mempunyai disiplin untuk menyelesaikan masalah ditempatnya kita hanya akan menimbulkan masalah ditempat lain. Itu sebabnya saya tidak setuju kita pindah ibukota.

Butaru : Banyaknya permasalah dikota besar seperti banjir dan kemacetan, bagaimana anda melihatya dari sisi penataan kota?

Dari pengalaman kita mengadvokasi RTRW yang gagal karena respon Bappeda lambat. Maka lebih baik saya menjawab langsung seperti saya bicara kepada Kementerian PU. Ada hal yang serius yang harus dikerjakan Kementrian PU, menuntut dan membina kapasitas yang cukup kepada tiap-tiap Pemerintah Daerah untuk melakukan penataan ruang yang sungguh-sungguh. Dengan data yang jelas, ilmiah, bukan asumsi-asumsi atau paradigma yang kadang-kadang salah. Dulu tata ruang saya pikir tidak serius karena tidak terasa adanya ancaman-ancaman kerusakan, lalu ada tekanan perekonomian harus tumbuh. Soalnya tata ruang rusak pertama itu bukan fisiknya tapi kredibilitasnya. Karena tata ruang selalu dilanggar sering kali oleh perijinan, dan Pemerintah Daerah sendiri yang melanggar. Kedua karena para perencana berkolusi terhadap pelanggaran-pelanggaran tersebut. Sehingga saya melihat bukan hanya masyarakat, tetapi masyarakat malah merasa Pemerintah Daerah sendiri dan perencana sendiri yang menganggap tata ruang tersebut nggak penting. Itu satu-satunya alat kita untuk mengatur pemanfaatan yang paling penting yaitu ruang.

Jadi segala sesuatu yang dibiarkan di dalam ruang itu bisa saling merusak. Padahal kita ingin makin lama makin baik. Jadi perlu sekali kementrian PU serius memperhatikan gejala menurunnya kredibilitas perencanaan ruang. Perbaikannya gimana, perubahan paradigma dengan perencanaan tata ruang, dengan keseriusan data, pembahasan yang cukup, dan asumsi yang diperjelas, dan kembali pada nalar rumah atau bumi.

(4)

Marco : Pegangan saya ada pernyataan presiden bahwa pemindahan ibukota untuk mengurangi kemacetan. Presiden itu ngomong seperti itu. Hanya itu yang bisa saya tanggapi. Jelas kalau tujuannya itu salah. Pasalnya kemacetan sama sekali tidak ada hubungan dengan fungsi kepemerintahan. Kalau asumsinya fungsi kepemerintahan menyebabkan kemacetan maka tentunya ibukota propinsi harus pindah dong. Seperti juga Yogyakarta, Bandung, Surabaya, Medan yang banyak mengalami masalah kemacetan. Bahkan kota-kota propinsi yang tidak terlalu besar juga mengalami gejala yang sama.

Tapi kalau SBY menyebabkan macet itu iya. Karena fungsi dia sebagai Presiden dan ia tinggal di luar kota. Dan dia terlalu sering comuting. Jadi maksud saya Presiden salah satu contoh 3 juta komuter di Jabodetabek. Menurut sensus terakhir, kita punya 3 juta komuter dan terus meningkat, meningkatnya ini separarel dengan penduduk Jabodetabek. Sebetulnya penduduk Jakarta makin stabil, bahkan penduduk Jakarta Pusat dan Jakarta Selatan menurun. Jadi penyebab macet bukan hanya semata-mata fungsi pemerintahan, tapi yang paling mendasar karena komuter. Karena sebagian besar pegawai pemerintahan pusat termasuk presiden itu komuter.

Tapi presiden bagian dari komuter sehingga tertimpa macet. Kalau argumennya adalah supaya pemerintah pusat bisa berfungsi lebih baik. Itu sih tergantung anda membuatnya seperti apa, kota anda bikinnya seperti apa, kota baru, atau memindahkan pusat pemerintahannya saja. Dan itu juga harus hati-hati, karena ada potensial macet, kalau PNS juga tidak disediakan rumah-rumah yang dekat dengan kantor, maka sama saja akan terjadi masyarakat komuter.

Argumen yang mengatakan betapa ilusionalnya ide untuk memindahkan ibukota menyelesaikan masalah kemacetan, bahkan kita tidak tahu pola tempat tinggal dan perjalanan PNS, saya tahu kamu tinggal di bogor, dan tiap hari pulang pergi ke Jakarta dan menyebabkan macet, saya tidak tahu 200.000 PNS kita tinggal di mana, apa betul mereka komuter, berapa persen sih dari mereka yang naik mobil. Mungkin ada beberapa Kementerian yang saya rasa memang sebagian PNS-nya naik mobil. Karena saya rasa Kementrian tertentu menuntut kualifikasi tertentu. Di PU itu persentase PNS yang sarjana itu tinggi. Karena kita lihat tingkat Doktor yang paling banyak itu mungkin di Bapenas dan PU, dan itu jelas dengan tingkat seperti itu mereka mampu menbeli mobil. Tapi saya rasa pada Kementrian lain belum tentu sebanyak itu. Jadi kita harus hati-hati dengan angka itu, dan itu tentunya juga nggak jelas. Pastinya yang menyebabkan macet di Jakarta itu adanya 3 juta komuter.

Butaru : Apa sih yang membuat Bapak tertarik dengan tata ruang kota?

Marco : Pada waktu saya hampir lulus, tahun 1980-an, kota menjadi penting karena disadari kembali kota sebagai pemberi alasan untuk arsitektur hidup. Kalau arsitektur tanpa kota itu tidak punya pegangan. Karena itu pada tahun itu, analisa perkotaan menjadi sangat penting. Dan pada saat yang sama muncul pandangan yang kuat kalau kota itu sendiri itu arsitektur, karena kota mempunyai yang kita sebut nalar bentuk morfologic, artinya bentuk tertentu dari suatu kota mencerminkan nilai-nilai tertentu, bagaimana masyarakat hidup dan masyarakat diorganisasikan. Mulai saat itu saya tertarik pada kota, dan saat itu memang sedang penting. Tentu saja kalau sekarang minat saya dibidang perkotaan sama dengan orang lain, karena itu menghadapi tantangan, tetapi juga sebagai peluang untuk mengubah paradigma sehingga kita bisa hidup dalam kota yang lestari.

Butaru : Langkah apa sih yang akan diambil untuk menyelamatkan Jakarta?

Marco : Langkah pertama yang harus dilakukan secara garis besar, pertama ada prinsip bahwa harus ada visi yang penting untuk menyelesaikan masalah yang ada di masyarakat, seperti, banjir dan transportasi. Kedua mengembangkan potensi Jakarta yang muncul dari survey dari koalisi warga.

Paling utama banjir dan transportasi dan itu memang benar dan sangat penting untuk kelangsungan kota baik secara ekonomi, sosial, dan budaya. Secara ekonomi kita sudajh mengetahuinya, secara sosial saat ini kita tidak bisa berpergian ke Jakarta hanya untuk bersosial saja, sedangkan secara budaya juga gitu, di luar negeri di Berlin saya kesana saya bisa nonton dua kegiatan dalam satu malam dan bisa menghadiri acara penutupan juga. Tapi kalau di Jakarta kita harus mikir untuk menonton.

Kedua untuk mengembangkan potensi keberagaman, sosial, budaya, dan ekonomi, kenapa orang ingin hidup di Jakarta karena memang ada potensi itu. Di Jakarta banyak sekali pekerjaan dan banyak pergaulan dan kebudayaan. Visi tersebut harus masuk dalam rencana kerja lima tahun. Rencana kerja lima tahun ini harus disiapkan secara sekaligus. Sekarangkan APBD dibikin tiap tahun, dan itu mencerminkan kalau Pemerintah Daerah tidak memiliki

(5)

visi untuk lima tahun yang jelas. Kalau ada tentu harus di jalankan selama lima tahun sekaligus. Menurut saya wewenang penuh untuk menyusun rencana kerja lima tahun berturut-turut pada awal kerja. Jadi dari awal telah dirancang dengan mencari kesepakatan dengan DPRD, tentu ada perubahan tapi secara prinsip itu bisa diperkirakan. Meningkatkan kemampuan birokrasi itu sangat penting. Apa pun visi gubernur kalau birokrasi tak bisa menerjemahkannya celaka sekali. Ada beberapa untuk memperbaikinya, pertama kemampuan mengantisipasi, maksudnya para birokrat itu mengeluh dengan kemacetan, padahal lima tahun yang lalu mereka kan sudah tahu dengan kondisi sekarang ini. masa tahu akan ada pertumbuhan ekonomi masa tidak antisiapsi. Berarti ada kelemahan birokrasi kita dalam hal antisiapasi. Dan itu harus dimampukan dengan bimbingan atas dasar visi yang jelas pada pimpinan politik.

Yang kedua peningkatan kemampuan dengan pelatihan-pelatihan teknis dan subtansi dan yang ketiga peningkatan kemampuan berinteraksi dengan masyarakat. Secara teoritis ini gampang, dan banyak birokrat yang meremehkan ini. Keterlibatan masyarakat dalam pengertian itu berupa pengawasan. Awalnya memang sulit, tapi makin lama makin biasa. Kalau secara subtansi dan teknis ada banyak pilihan. Sementara dalam hal transportasi ada 3 langkah. Butaru : Bagaimana memperbaiki masalah transportasi yang ada di Jakarta sekarang ini?

Marco : Pertama perbaiki jaringan jalan dan tidak boleh berdiri sendiri dan itu hanya jangak pandek. Kedua Sistem angkutan hukum yang baik, dan rombak tata ruang supaya mengurangi komuter. Dan ini kalau boleh saya mengkritik 17 langkah yang dilakukan Wakil Presiden dalam mengatasi transportasi tidak membahas soal tata ruang. Tata ruang satu-satunya cara yang lestari dalam arti jangka panjang dan bertahan.

Butaru : Untuk memperbaiki hal ini tentunya memerlukan pendanaan yang tidak sedikit, lantas sumber dana dari manakah untuk memperbaiki masalah transportasi?

Marco : Bagaimana menyelenggarakan itu, satu dari segi pendanaan kita harus memaksimalkan biaya dari pajak tertentu untuk keperluan tertentu. Seperti pajak kendaraan mobil dan kendaraan motor, ada pendapatan parkir. Kalau ini dikhususkan untuk membangun sistem angkutan umum tidak perlu meminjam uang dari Jepang. Dan itu hanya memerlukan kemauan politik.

Pilihan saya tumpuanya pada bus. Kalau bikin MRT itu pertama tidak fleksibel dan biayanya mahal sekali. Kalau kita lihat Cina, Thailand, India saja mulai kewalahan untuk memberikan subsidi sarana tersebut. Transportasi kalau Jakarta sudah bisa di tata maka harus dihubungkan dengan kota sekitarnya, karena memang kota-kota Jabodetabek menjadi kota pendukung ekonomi Jakarta.

Referensi

Dokumen terkait

Model pembelajaran inkuiri menurut Joyce, Weil, dan Calhoun (2011) terdiri dari 4 fase yaitu: 1) fase pertama, siswa disajikan bidang penelitian berupa fenomena

Pandangan ini menyatakan bahwa konflik tidak hanya menjadi kekuatan positif di dalam kelompok, tetapi justru mutlak perlu bagi kelompok agar dapat menghasilkan kinerja yang

menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa segala pernyataan dalam Laporan Akhir/ Skripsi/ Tesis saya yang berjudul “Uji Penambahan Jintan Hitam

Lukisan berjudul Women III adalah merupakan hasil karya yang dibuat oleh seniman yang menganut aliran lukisan abstrak ekspresionis willem de Kooning dan merupakan salah satu

an mempunyai grace period (jangka waktu) yang pasti sebelum bunga Penelitian menunjukan bahwa kesadaran akan harga akan berbeda diantara demografi yang berbeda, kompleksitas,

 perlu diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris  contoh pemuatan kata yang tidak penting:.. “Pengalaman dari Praktik Sehari-hari …” atau, “Beberapa Faktor yang

Secara sederhana dalam meng- analisis dengan teori struktural genetik, penulis mencoba menghubungkan antara unsur ekstrinsik, yaitu kehidupan petani di Jepang,

Subdit Program, Evaluasi dan dokumentasi Seksi Program dan Evaluasi Seksi Dokumentasi Subdit Kepercayaan Seksi Kelembagaan Seksi Pemberdayaan Lembaga Subdit Komunitas