• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS TINGKAT KESUKAAN KONSUMEN TERHADAP AIR MINUM DALAM KEMASAN (AMDK)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "ANALISIS TINGKAT KESUKAAN KONSUMEN TERHADAP AIR MINUM DALAM KEMASAN (AMDK)"

Copied!
113
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS TINGKAT KESUKAAN KONSUMEN TERHADAP

AIR MINUM DALAM KEMASAN (AMDK)

Oleh

Muhammad Arif Affandi Margolang F34102027

2009

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

Muhammad Arif Affandi Margolang. F34102027. Analisis Tingkat Kesukaan Terhadap Air Minum Dalam Kemasan (AMDK). Di bawah bimbingan Muhammad Romli dan Suprihatin. 2009.

RINGKASAN

Air adalah sumber daya alam yang sangat diperlukan bagi makhluk hidup baik pada tumbuhan, hewan bahkan manusia sekalipun. Air juga merupakan sumber daya alam yang penting dalam menunjang pembangunan ekonomi dan sosial seperti sektor industri, pembangkit listrik, pertanian, perikanan, peternakan, transportasi, pariwisata dan rumah tangga. Kebutuhan masyarakat terhadap air saat ini semakin meningkat. Hal ini disebabkan karena jumlah penduduk yang terus bertambah. Pertambahan jumlah penduduk tidak disertai dengan bertambahnya supply air minum sehingga dapat menyebabkan terjadinya kelangkaan (Nurmalina, 2003). Hal ini menjadikan bisnis AMDK sangat prospektif dan mendorong pertumbuhan industri AMDK di kota-kota besar di Indonesia.

Berdasarkan permasalahan yang dihadapi maka tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini yaitu, menganalisa tingkat kesukaan konsumen terhadap produk air minum dalam kemasan (AMDK), serta mengidentifikasi bagaimana tingkat loyalitas konsumen air minum dalam kemasan (AMDK). Sehingga dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat kepada perusahaan-perusahaan produsen AMDK, kepada konsumen dan kepada institusi.

Kegiatan penelitian ini dilaksanakan di Desa Babakan Raya Darmaga atau sekitar kampus IPB Darmaga Bogor, pada bulan Juni sampai November 2008. Variabel-variabel yang penting dalam penelitian ini adalah perilaku masyarakat, karakteristik masyarakat, stimuli pasar, dan stimuli lainnya. Adapun Indikator dari perilaku masyarakat pada proses keputusan untuk membeli suatu produk adalah pengenalan kebutuhan, pencarian informasi, penilaian alternatif, keputusan membeli dan perilaku pasca pembelian.

Dari penelitian ini didapati hasil yang menunjukkan bahwa pada dasarnya tingkat kesukaan konsumen terhadap produk AMDK adalah sama, karena pada prinsipnya rasa haus itu tidak dapat ditunda. Tingkat loyalitas konsumen terhadap produk AMDK tidak tetap, hal ini lebih dikarenakan oleh faktor yang berupa ketersediaan produk di pasar dan faktor kesukaan terhadap harga yang ditawarkan oleh produsen AMDK itu sendiri.

Berdasarkan analisis pada penelitian ini terlihat bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan dari tingkat kesukaan konsumen terhadap produk AMDK yang diujikan. Hal ini di perlihatkan oleh hasil yang diujikan kepada responden yang menyatakan uji yang dilakukan dengan informasi merek sama dengan uji yang dilakukan tanpa informasi tentang merek dari produk. Keputusan pembelian produk lebih didasari kepada ketersediaan produk tersebut di pasar, dari pada tingkat kesukaan terhadap produk itu sendiri.

(3)

Muhammad Arif Affandi Margolang. F34102027. Analyse of Consumer’s Storey Level to Bottled Drinking Water (AMDK). Under Supervision of Muhammad Romli and Suprihatin. 2009.

SUMMARY

Water is a natural resource that is necessary for the organism at both the plants, animals and even humans. Water is also the natural resources that are important in supporting economic development and social sectors such as industry, power, agriculture, fishery, animal husbandry, transport, tourism and households. Community needs to water at this time has been increasing. This is because the number of people who continue to grow. Growing number of people not accompanied by increased supply of drinking water can cause scarcity (Nurmalina, 2003). It makes business AMDK highly prospective and encourage industry growth AMDK in big cities in Indonesia.

Based on the problems faced by the goal to be achieved from this research, namely, analyzing the level of consumers prefer to drink water in the product packaging (AMDK), and identify how the level of loyalty in the consumer packaged drinking water (AMDK). So with the introduction of this research are expected to provide benefits to companies AMDK producers, to consumers and to institutions.

This research was conducted in the Village Babakan Raya Darmaga or around campus Darmaga IPB Bogor, in June until November 2008. The variables that are important in this research is the behavior of the community, community characteristics, market stimuli, and other stimuli. The indicators of public attitudes on the decision to purchase a product is the introduction of needs, information search, alternative evaluation, purchase decision and post-purchase behavior.

From this research found that the results show that in principle the level of consumers prefer products AMDK is the same, because in principle, a sense of thirst can not be delayed. Level of consumer loyalty to products AMDK not stabilized, this is more due to factors such as availability of product and factor markets in preference to the price offered by the manufacturer AMDK itself.

Based on the analysis in this research that there is no significant difference in the level of consumer preferences towards product AMDK tested. This showed in the results tested by the respondent that the test is done with the same information with the test performed without information about the brand of the product. Product purchase decisions based on the availability of more products in the market, the level of preference for the product itself.

(4)

SURAT PERNYATAAN

Saya yang bertanda tangan dibawah ini, menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa skripsi yang berjudul “ANALISIS TINGKAT KESUKAAN KONSUMEN TERHADAP AIR MINUM DALAM KEMASAN (AMDK)” adalah karya tulis saya sendiri di bawah bimbingan dosen pembimbing. Rujukan dari sumber lain telah dicantumkan di daftar pustaka.

Bogor, Februari 2009

M. Arif Affandi Margolang F341002027

(5)

ANALISIS TINGKAT KESUKAAN KONSUMEN TERHADAP

AIR MINUM DALAM KEMASAN (AMDK)

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Pada Departemen Teknologi Industri Pertanian

Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor

Muhammad Arif Affandi Margolang F34102027

2009

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(6)

INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

ANALISIS TINGKAT KESUKAAN KONSUMEN TERHADAP

AIR MINUM DALAM KEMASAN (AMDK)

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Pada Departemen Teknologi Industri Pertanian

Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor

Oleh

Muhammad Arif Affandi Margolang F34102027

Dilahirkan pada tanggal 6 Januari 1984 Di Pematang Siantar, Sumatera Utara

Tanggal Lulus : 13 Februari 2009

Menyetujui, Bogor, Februari 2009

Dr. Ir. Muhammad Romli. M,Sc. St Dr. Ir. Suprihatin, Dipl-Ing Dosen Pembimbing Akademik I Dosen Pembimbing Akademik II

(7)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan pada tanggal 6 Januari 1984, di kota Pematang Siantar Propinsi Sumatera Utara. Penulis merupakan anak ketiga dari lima bersaudara dari Bapak Jamaluddin Margolang dan Ibu Nurhayati.

Penulis lulus dari SDN VI Rantau Prapat pada tahun 1996, kemudian menyelesaikan studi di SLTPN 5 Rantau Prapat tahun 1999. Selanjutnya penulis lulus dari SMUN 5 Rantau Prapat pada tahun 2002.

Penulis diterima masuk IPB melalui jalur USMI (Undangan Seleksi Masuk IPB) pada tahun 2002. Pada tahun 2003 diterima sebagai mahasiswa Teknologi Industri pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian.

Pada tingkat pertama masuk, penulis telah mengikuti kepanitiaan pada Himpunan Mahasiswa Teknologi Industri dalam kegiatan Buka Puasa Bersama, kemudian pada tingkat dua penulis mengikuti Unit Kegiatan Mahasiswa Resimen Mahasiswa IPB (UKM MENWA IPB) dan Jabatan Terakhir di UKM MENWA IPB adalah KABID LITBANG.

Penulis pernah mengikuti kegiatan magang di perusahaan Agrowisata Tapos di Desa Tapos Ciampea Bogor dan menjadi Supervisor di PT. Vena Sentra Informasi. Selain itu juga pernah mengikuti perlombaan futsal yang diadakan HIMALOGIN antar angkatan di Departemen Teknologi Industri Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian. Penulis menyelesaikan tugas akhir yang berjudul “ANALISIS RESPON KONSUMEN TERHADAP KUALITAS AIR MINUM DALAM KEMASAN (AMDK). (Studi Kasus Desa Babakan Raya Darmaga Bogor, Jawa Barat)” untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian.

(8)

KATA PENGANTAR

Puji syukur dipanjatkan ke hadirat Allah SWT atas segala rahmat, serta karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “ANALISIS TINGKAT KESUKAAN KONSUMEN TERHADAP AIR MINUM DALAM KEMASAN (AMDK)”. Shalawat beserta salam semoga selalu tercurahkan kepada Nabi Besar Muhammad SAW.

Pada kesempatan ini, perkenankanlah penulis mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu, mendukung, serta membimbing penulis baik secara langsung maupun tidak langsung hingga skripsi ini selesai ditulis, terutama kepada :

1. Dr. Ir. Muhammad Romli selaku dosen pembimbing akademik I yang telah banyak memberikan masukan dan bimbingannya dalam menyelesaikan studi dan dalam perbaikan skripsi penulis.

2. Dr. Ir. Suprihatin, MSi selaku dosen pembimbing akademik II yang telah banyak memberikan masukan dan bimbingannya dalam menyelesaikan studi dan dalam perbaikan skripsi penulis..

3. Dr. Ir. Sukardi, MM selaku dosen penguji yang bersedia memberikan arahan dan bimbingan.

4. Seluruh dosen dan staf Departemen Teknologi Industri Pertanian yang telah memberikan ilmu dan mendukung kemajuan penulis.

5. Keluarga tercinta (Ayah, Ibu, Kak Yanti, Kak Rani, Dadan, Putri) dan Nurul Masruroh atas do’a, kasih sayang, nasihat, dorongan dan motivasi yang diberikan.

6. Sahabat-sahabat TIN 39 atas dukungan, kebersamaan, dan persahabatan yang penuh warna “We Are Tinners 39”.

7. Teman – teman di kosan Pondok The Prince dan anggota Himpunan Mahasiswa Labuhan Batu.

8. Semua pihak-pihak yang telah mendukung terselesaikannya proses penyusunan skripsi ini.

(9)

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan laporan ini masih banyak kekurangan. Oleh karena itu saran dan kritik yang membangun sangat diharapkan. Akhirnya penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi semua pihak yang membacanya.

Bogor, 13 Februari 2009

Penulis

(10)

DAFTAR ISI Hal. DAFTAR ISI ... i DAFTAR TABEL ... iv DAFTAR GAMBAR ... v LAMPIRAN ... vi I. PENDAHULUAN ... 1 A. Latar Belakang ... 1 B. Perumusan Masalah ... 4 C. Tujuan Penelitian ... 5 D. Manfaat Penelitian ... 5

E. Ruang Lingkup Penelitian ... 6

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 7

A. Prospek Industri AMDK di Indonesia ... 7

1. Deskripsi Produk ... 7

2. Perkembangan Produksi dan Konsumsi AMDK ... 7

3. Proses Produksi AMDK ... 8

4. Sistem Distribusi AMDK ... 8

B. Pemasaran ... 9

C. Harga ... 10

D. Definisi dan Pengertian Merek ... 11

E. Peranan Merek ... 12

F. Loyalitas Konsumen ... 13

G. Organoleptik ... 16

1. Penilaian Organoleptik ... 16

2. Parameter Uji Organoleptik ... 16

3. Faktor yang mempengaruhi panelis ... 18

4. Macam Uji Organoleptik ... 21

5. Panelis ... 23

H. Sitem Pendukung Keputusan ... 25

(11)

1. Penelitian Terdahulu Mengenai AMDK ... 26

2. Penelitian Terdahulu Mengenai Loyalitas Konsumen ... 27

III. METODE PENELITIAN ... 28

A. Kerangka Pemikiran ... 28

1. Kerangka Pemikiran Teoritis ... 28

a. Perilaku Konsumen ... 28

b. Proses Keputusan Pembelian ... 28

c. Faktor yang mempengaruhi perilaku konsumen ... 30

1. Pengaruh Lingkungan ... 31

2. Faktor Perbedaan Individu ... 31

3. Faktor Psikologis ... 32

2. Kerangka Pemikiran Operasional ... 33

B. Waktu dan Lokasi Penelitian ... 36

C. Penentuan Contoh (Sampel) ... 37

D. Analisis Data ... 38

E. Definisi Operasional... 38

F. Jenis dan Sumber data ... 39

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 41

A. Karakteristik Responden ... 41

1. Responden Berdasarkan Jenis Kelamin ... 41

2. Responden Berdasarkan Status Pekerjaan dan Pendidikan ... 41

3. Responden Berdasarkan Tingkat Pengeluaran Pribadi Perbulan ... 42

B. Persepsi Responden Terhadap AMDK ... 43

1. Analisis Kesadaran Merek Melalui Puncak Pikiran (Top Of Mind) .. 43

2. Motivasi dan Frekuensi Dalam Mengkonsumsi Produk AMDK ... 44

3. Berbagai Sumber Informasi yang diakses Masyarakat Tentang Produk AMDK ... 47

4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Keputusan Untuk Membeli Produk AMDK ... 48

C.Analisis Tingkat Kesukaan Konsumen Terhadap Produk AMDK ... 50

(12)

2. Sampel Dengan Informasi Merek Produk ... 56

D. Analisis Loyalitas Merek ... 62

E. Analisis Uji Beda Frekuensi ... 65

V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 72

A. Kesimpulan ... 72

B. Saran ... 73

DAFTAR PUSTAKA ... 74

(13)

DAFTAR TABEL

Hal. TABEL 1. Perkembangan Perusahaan Air Minum (PAM) di Bogor

Tahun 2002 – 2004 ... 2

TABEL 2. Perkembangan Produksi AMDK Tahun 1997 – 2002 ... 3

TABEL 3. Perkembangan Konsumsi AMDK di Indonesia Tahun 1997 – 2004 ... 4

TABEL 4. Berbagai Ukuran Kemasan AMDK ... 8

TABEL 5. Daftar Harga AMDK di Pasar ... 10

TABEL 6. Jenis dan Sumber Data yang digunakan... 40

TABEL 7. Situasi dan Kondisi Biasanya Responden Mengkonsumsi AMDK ... 47

TABEL 8. Sumber Informasi yang sering Diakses Responden Mengenai Produk AMDK ... 47

TABEL 9. Deskripsi dari Uji Statistik untuk Parameter Kejernihan Pada Uji Tahap Satu... 65

TABEL 10. Ranking dari Setip Produk untuk Parameter Kejernihan .... 65

TABEL 11. Perbandinga Uji Statistik Kruskal-Wallis dengan Variabel Grup untuk Parameter Kejernihan ... 65

TABEL 12. Deskripsi dari Uji Statistik untuk Parameter Rasa Pada Uji Tahap Satu ... 66

TABEL 13. Ranking dari Setip Produk untuk Parameter Rasa ... 66

TABEL 14. Perbandinga Uji Statistik Kruskal-Wallis dengan Variabel Grup untuk Parameter Rasa ... 66

TABEL 15. Deskripsi dari Uji Statistik untuk Parameter Kesegaran Pada Uji Tahap Satu ... 67

TABEL 16. Ranking dari Setip Produk untuk Parameter kesegaran ... 67

TABEL 17. Perbandinga Uji Statistik Kruskal-Wallis dengan Variabel Grup untuk Parameter Rasa ... 67

TABEL 18. Ranking dari Produk 1 Sebelum dan Sesudah Diketahui Merek Produk untuk Parameter Kejernihan ... 68

(14)

TABEL 19. Perbandinga Uji Statistik Wilcoxon Signed dengan Nilai Z

untuk Parameter Kejernihan ... 68 TABEL 20. Ranking dari Produk 5 Sebelum dan Sesudah Diketahui

Merek Produk untuk Parameter Kejernihan ... 68 TABEL 21. Perbandinga Uji Statistik Wilcoxon Signed dengan Nilai Z

untuk Parameter Kejernihan ... 69 TABEL 22. Ranking dari Produk 1 Sebelum dan Sesudah Diketahui

Merek Produk untuk Parameter Rasa ... 69 TABEL 23. Perbandinga Uji Statistik Wilcoxon Signed dengan Nilai Z

untuk ... 69 TABEL 24. Ranking dari Produk 5 Sebelum dan Sesudah Diketahui

Merek Produk untuk Parameter Rasa ... 70 TABEL 25. Perbandinga Uji Statistik Wilcoxon Signed dengan Nilai Z

untuk Parameter Rasa ... 70 TABEL 26. Ranking dari Produk 5 Sebelum dan Sesudah Diketahui

Merek Produk untuk Parameter Kesegaran ... 70 TABEL 27. Perbandinga Uji Statistik Wilcoxon Signed dengan Nilai Z

untuk Parameter Kesegaran ... 70 TABEL 28. Ranking dari Produk 1 Sebelum dan Sesudah Diketahui

Merek Produk untuk Parameter Kesegaran ... 71 TABEL 29. Perbandinga Uji Statistik Wilcoxon Signed dengan Nilai Z

(15)

DAFTAR GAMBAR

Hal.

Gambar 1. Manfaat dan Nilai Loyalitas Merek ... 15

Gambar 2. Sampel AMDK tanpa dan dengan Label Merek ... 19

Gambar 3. Tahap - tahap Proses Keputusan Pembelian ... 29

Gambar 4. Kerangka Operasional Penelitian ... 35

Gambar 5. Sebaran Usia Responden ... 41

Gambar 6. Tingkat Pendidikan Responden ... 42

Gambar 7. Tingkat Pengeluaran Pribadi Responden (Perbulan) ... 43

Gambar 8. Motivasi Responden Untuk Mengkonsumsi AMDK ... 45

Gambar 9. Ukuran atau Volume AMDK yang Sering Dikonsumsi .... 46

Gambar 10. Faktor-faktor Terpenting dalam Pembelian Produk AMDK ... 48

Gambar 11. Lokasi atau Tempat Responden Membeli AMDK ... 49

Gambar 12. Persentase Tingkat Kesukaan Konsumen Berdasarkan (A) Kejernihan, (B) Rasa, (C) Kesegaran untuk Produk 1 ... 51

Gambar 13. Persentase Tingkat Kesukaan Konsumen Berdasarkan (A) Kejernihan, (B) Rasa, (C) Kesegaran untuk Produk 2 ... 52

Gambar 14. Persentase Tingkat Kesukaan Konsumen Berdasarkan (A) Kejernihan, (B) Rasa, (C) Kesegaran untuk Produk 3 ... 53

Gambar 15. Persentase Tingkat Kesukaan Konsumen Berdasarkan (A) Kejernihan, (B) Rasa, (C) Kesegaran untuk Produk 4 ... 54

Gambar 16. Persentase Tingkat Kesukaan Konsumen Berdasarkan (A) Kejernihan, (B) Rasa, (C) Kesegaran untuk Produk 5 ... 55

Gambar 17. Persentase Tingkat Kesukaan Konsumen Berdasarkan (A) Kejernihan, (B) Rasa, (C) Kesegaran untuk Produk 1 ... 56

(16)

Gambar 18.Persentase Tingkat Kesukaan Konsumen Berdasarkan (A) Kejernihan, (B) Rasa, (C) Kesegaran untuk

Produk 2 ... 57 Gambar 19.Persentase Tingkat Kesukaan Konsumen Berdasarkan

(A) Kejernihan, (B) Rasa, (C) Kesegaran untuk

Produk 3. ... 58 Gambar 20.Persentase Tingkat Kesukaan Konsumen Berdasarkan

(A) Kejernihan, (B) Rasa, (C) Kesegaran untuk

Produk 4 ... 59 Gambar 21.Persentase Tingkat Kesukaan Konsumen Berdasarkan

(A) Kejernihan, (B) Rasa, (C) Kesegaran untuk

Produk 5 ... 60 Gambar 22.Perbandingan antar dua perlakuan terhadap sampel

Berdasarkan (A) Kejernihan, (B) Rasa, (C) Kesegaran. 61 Gambar 23. Persentase Tingkat Kesukaan Harga Antar Produk.. ... 62 Gambar 24. Tingkat Loyalitas Konsumen Berdasarkan Ketersediaan

Produk. ... 63 Gambar 25. Pemilihan Minuman Alternatif. ... 64

(17)

DAFTAR LAMPIRAN

Hal. Lampiran 1. Rekapitulasi Uji Organoleptik ... 78 Lampiran 2. Lembar Kuisioner ... 81 Lampiran 3. Hasil Perhitungan Statistik dengan Software SPSS ... 84

(18)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Air adalah sumber daya alam yang sangat diperlukan bagi makhluk hidup baik pada tumbuhan, hewan bahkan manusia sekalipun. Air juga merupakan sumber daya alam yang penting dalam menunjang pembangunan ekonomi dan sosial seperti sektor industri, pembangkit listrik, pertanian, perikanan, peternakan, transportasi, pariwisata dan rumah tangga. Menurut Maslow dalam “Maslow model of Human Needs” air merupakan kebutuhan dasar yang harus dipenuhi oleh manusia terlebih dahulu (seperti juga makanan, udara dan tidur) sebelum kebutuhan lainnya terpenuhi. Berdasarkan teori tersebut dapat dikatakan bahwa air merupakan kebutuhan paling utama dan mendasar untuk kelangsungan hidup. Salah satunya adalah untuk memenuhi kebutuhan konsumsi air.

Kebutuhan masyarakat terhadap air saat ini semakin meningkat. Hal tersebut disebabkan karena jumlah penduduk yang terus bertambah. Pertambahan jumlah penduduk tidak disertai dengan bertambahnya supply air minum sehingga dapat menyebabkan terjadinya kelangkaan (Nurmalina, 2003). Menurut Radjulaini (2003), krisis air dan sumber air di Indonesia pada saat ini bersumber dari (1) jumlah penduduk yang meningkat sangat cepat, sehingga di pulau Jawa misalnya ketersediaan air hanya tinggal 1.750 m3/kapita/tahun yang berarti telah menunjukkan tingkat kritis air, apabila dibandingkan dengan standar kecukupan air yang sebesar 2000 m3/kapita/tahun. (2) Terjadinya degdradasi lingkungan akibat penebangan hutan yang dilakukan di daerah aliran sungai (DAS), sehingga mengakibatkan menurunnya kemampuan DAS untuk menyimpan air di musim kemarau. (3) Kuantitas dan kualitas air tanah (ground water) mengalami penurunan yang cukup tajam diberbagai wilayah. (4) Kegiatan eksploitasi sumber-sumber air tanah yang lebih besar dari kemampuan alam untuk mengisi kembali.

Menurut Palolongan (2003), kecenderungan konsumsi air naik secara eksponensial, sedangkan ketersediaan air bersih cenderung melambat akibat kerusakan alam dan pencemaran, yaitu diperkirakan 15% - 30% perkapita pertahun.

(19)

Menurut Suprihatin (2004), air bersih adalah air yang jernih, tidak berwarna, dan tidak berbau. Meskipun demikian, air yang jernih, tidak berwarna dan tidak berbau belum tentu aman dikonsumsi. Saat ini masyarakat mulai sadar akan kebutuhan air minum yang mempunyai kualitas baik. Terpenuhinya kebutuhan air minum dengan kualitas yang baik, memungkinkan masyarakat hidup secara sehat. Sebagian besar kebutuhan air minum tersebut selama ini diperoleh dari sumber air sumur atau dari air permukaan yang telah diolah oleh Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM). Pada Tabel 1 menjelaskan bahwa pada tahun 2004, jumlah perusahaan air bersih di Indonesia mencapai sekitar 485 perusahaan, dengan jumlah air bersih yang disalurkan kepada konsumen pada tahun 2004 sebanyak 2.586.000 meter kubik. Jumlah tersebut meningkat sebanyak 11,08% dari tahun sebelumnya yaitu 2.328.000 meter kubik.

Pada saat ini masyarakat beranggapan bahwa air yang berasal dari PDAM tidak dapat diandalkan. Hal ini disebabkan pasokan air yang sulit diperoleh terutama pada pagi hari atau pada jam-jam sibuk.

Tabel l. Perkembangan Perusahaan Air Minum (PAM) di Bogor Tahun 2002-2004

Perincian Satuan 2002 2003 2004

Banyak Perusahaan Perusahaan 469 477r 485

Air Bersih yang

disalurkan 1.000m

3

2.095 2.328 2.586

Keterangan : r = angka diperbaiki Sumber : Badan Pusat Statistik

Selain itu, air yang diperoleh dari PDAM terkadang berwarna keruh, kuning bahkan berbau tidak sedap. Berdasarkan hal tersebut maka mereka mulai beralih ke air minum dalam kemasan (AMDK). Selain faktor tersebut, peningkatan konsumsi AMDK disebabkan juga oleh berrtambahnya jumlah penduduk, tuntutan hidup sehat, dan pertumbuhan ekonomi. Hal ini menjadikan bisnis AMDK sangat prospektif dan mendorong pertumbuhan industri AMDK di kota-kota besar di Indonesia.

Menurut data Indonesian Bottled Drinking Water Association, jumlah produksi total AMDK pada tahun 2004 di Indonesia, berkisar 8.4 miliar liter

(20)

dengan omzet penjualan mencapai 4 triliun. Pada Tabel 2 dapat dilihat perkembangan produksi AMDK tahun (1997-2002).

Tabel 2. Perkembangan Produksi AMDK Tahun 1997 - 2002 No Tahun Produksi (Liter Pertahun) Pertumbuhan (%)

1 2002 6,693,671,000 18.91 2 2001 5,629,173,000 37.39 3 2000 4,097,356,000 29.36 4 1999 3,167,474,000 48.96 5 1998 2,126,393,000 (12.68) 6 1997 2,435,062,000 - Rata-rata 4,024,854,833 24.39 Sumber : Depperindag (2003)

Pada tahun 2005 omzet penjualan AMDK akan naik sebesar 15 persen. Dengan asumsi peningkatan sebesar 15 persen itu, berarti omzet penjualan produk AMDK tahun 2005 mencapai Rp. 4,6 triliun. Sementara itu, volume produksi bisa mencapai lebih dari 10 miliar liter. Maka di tahun 2008 ini diperkirakan omzet penjualan AMDK sebesar 7 triliun dengan perkiraan pertumbuhan 15% pertahunnya. Faktor yang menyebabkan omzet penjualan dan volume produksi tumbuh, yaitu perubahan kesadaran masyarakat dalam mengkonsumsi air yang bersih.

Menurut riset Frontier (2004) dalam Irawan (2005), tingkat konsumsi AMDK di Indonesia masih rendah, yaitu sebesar 47,66 liter perkapita pertahun. Bila dibandingkan dengan negara maju, seperti Amerika Serikat tingkat konsumsinya sebesar 80 liter, Perancis 130 liter dan di Italia 170 liter, sedangkan di negara Asia Uni Emirat Arab tingkat konsumsi perkapitanya dapat mencapai 113 liter, sementara itu di Thailand tingkat konsumsinya dapat mencapai 75 liter. Industri AMDK juga menghasilkan devisa melalui ekspor sebesar US $ 4,91 juta. Pada Tabel 3 dapat dilihat perkembangan konsumsi AMDK perkapita tahun (1997-2004).

(21)

Tabel 3. Perkembangan Konsumsi AMDK di indonesia Tahun 1997-2004 Tahun Konsumsi (Kilo Ltr/tahun) Konsumsi Perkapita (Liter) 2004 10.200.000 47,66 2003 8.200.000 38,86 2002 6.435.705 31,47 2001 5.600.555 27,16 2000 4.068.963 20,04 1999 3.142.845 15,64 1998 2.124.907 10,71 1997 2.417.342 12,31

Sumber : Riset Frontier dalam Irawan (2005)

Berdasarkan Keputusan Menperindag No. 167/1997, AMDK memiliki definisi yang jelas, yaitu air yang telah diolah dan dikemas serta aman untuk diminum. Air minum dalam kemasan yang aman, harus memenuhi persyaratan air minum dalam kemasan yang diatur sesuai dengan Standar Nasional Indonesia (SNI) Nomor SNI-01-3SS3-1996. Untuk hal tersebut diperlukan pengendalian mutu dari awal sampai dengan akhir meliputi, bahan baku, proses produksinya, serta produk jadi, dalam hal ini yaitu produk AMDK.

Mutu yang baik dari produk air minum akan meningkatkan kepuasan dari pelanggan. Menurut Nasution (2004), pada dasarnya kepuasan pelanggan dapat didefinisikan secara sederhana sebagai suatu keadaan dimana kebutuhan, keinginan, dan harapan pelanggan dapat terpenuhi melalui produk yang dikonsumsi. Beberapa faktor yang mempengaruhi pembelian air mineral menurut Tedjakusuma (2003), yaitu faktor pendidikan, penghasilan, harga, kualitas, distribusi dan promosi. Faktor harga mempunyai pengaruh yang dominan terhadap perilaku konsumen dalam pembelian air mineral.

B. Perumusan Masalah

Saat ini banyak bermunculan produk-produk AMDK, baik dengan merek - merek tertentu seperti : Aqua, Ades, 2Tang, VIT, Aceros, Bening, dan sebagainya ataupun dengan air minum isi ulang. Perusahaan AMDK dengan merek tertentu menjual produknya kepada konsumen melalui distributor yang

(22)

telah ditetapkan. Distributor AMDK dengan merek tertentu menghadapi persaingan yang semakin ketat. Persaingan ini terjadi antar distributor dengan merek yang sama maupun dengan merek yang berbeda. Jumlah depot air minum isi ulang yang terus bertambah dengan harga yang lebih murah dibanding dengan merek tertentu menambah ketatnya persaingan.

Untuk mengetahui kondisi yang sebenarnya, maka analisis respon konsumen ini penting untuk dilakukan dimana masalah yang dibahas dalam penelitian ini adalah :

1. Bagaimana tingkat kesukaan dan loyalitas konsumen terhadap produk AMDK?

2. Parameter-parameter apa saja yang paling menentukan tingkat kesukaan dan loyalitas konsumen terhadap produk AMDK?

3. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi tingkat kesukaan dan loyalitas konsumen terhadap produk AMDK?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan permasalahan yang dihadapi maka tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah :

1. Menganalisa tingkat kesukaan konsumen terhadap produk air minum dalam kemasan (AMDK).

2. Mengidentifikasi bagaimana tingkat loyalitas konsumen air minum dalam kemasan (AMDK).

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan akan dapat memberikan manfaat bagi berbagai pihak yang berkepentingan yaitu :

1. Perusahaan – perusahaan AMDK, sebagai bahan masukan untuk merencanakan, menerapkan dan mengevaluasi strategi pemasaran terutama yang berkaitan dengan perubahan dan penetapan harga sehingga dapat meminimalisasi konsumen yang pindah ke merek lain karena faktor harga.

(23)

2. Sebagai masukan bagi konsumen tentang produk AMDK yang baik menurut konsumen yang telah beredar di pasaran sehingga berguna dalam proses pengambilan keputusan dalam pembelian produk AMDK tersebut.

3. Sebagai masukan bagi institusi, mahasiswa dan penulis tentang loyalitas konsumen pada produk AMDK dan juga diharapkan dapat dijadikan sebagai salah satu sumber referensi penelitian selanjutnya.

E. Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penilitian ini antara lain menganalisa hubungan antara tingkat kesukaan harga dengan loyalitas konsumen terhadap air minum dalam kemasan, tingkat kesukaan konsumen terhadap produk AMDK. Sekaligus menganalisa persepsi atau tanggapan konsumen terhadap produk air minum dalam kemasan. Hal ini dimaksudkan untuk dapat memberikan gambaran kepada perusahaan–perusahaan untuk mengevaluasi strategi pemasarannya terutama yang berkaitan dengan perubahan dan penetapan harga, sehingga dapat mengurangi konsumen yang pindah ke merek lain karena faktor harga.

Pemilihan merek tersebut dilakukan dengan alasan (1) merek Aqua, Bening, Aceros, Interqua dan Vit termasuk merek yang banyak beredar di sekitar kampus IPB Darmaga, (2) kelima merek tersebut juga yang mempunyai pangsa pangsar yang besar di sekitar kampus IPB Darmaga, (3) sedangkan merek Aqua merupakan merek AMDK yang memiliki nilai merek (brand value) yang tinggi.

Pengamatan terhadap loyalitas konsumen dilakukan pada konsumen dengan cara melakukan uji organoleptik (kesukaan) terhadap kelima merek AMDK tersebut.

(24)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Prospek Industri Air Minum dalam Kemasan di Indonesia 1. Deskripsi Produk

Air minum dalam kemasan (AMDK) selama ini seringkali disalah tafsirkan oleh masyarakat sebagai air mineral, padahal istilah ini kurang tepat digunakan. Jika dilihat dari komposisi kandungan mineralnya ternyata AMDK tidak berbeda dengan air minum biasa. Sebab AMDK yang sekarang tidak dilakukan penambahan mineral oleh produsen atau sumber mata airnya tidak mengandung kadar mineral yang memadai untuk dijadikan sebagai komoditi air mineral. Menurut definisi dari Departemen Perdagangan dan Perindustrian dalam revisi SNI 01-3553-1994, AMDK didefinisikan sebagai air yang telah diproses, dikemas dan aman untuk diminum langsung.

2. Perkembangan Produksi dan Konsumsi AMDK

Tirto Utomo atau Kwa Sien Biauw yang lahir pada 8 maret 1930, pada usia 43 tahun mulai mengusahakan AMDK dengan merek dagang Aqua. Kurangnya air minum bersih di Indonesia mengilhaminya untuk membangun perusahaan air minum botol. Adanya oranq asing yang tinggal di Indonesia merupakan pasar yang terbuka dalam bisnis AMDK, karena pada saat itu belum ada perusahaan yang memproduksi air minum botol secara komersil. Produksi komersil dimulai sejak tanggal 1 Oktober 1974, Tirto Utomo memasarkan produk Aqua kemasan 950 ml di Indonesia dengan kapasitas produksi sebesar 6 juta liter pertahun. Di Cincinati USA Tirto Utomo dinobatkan dalam "Hall Of Fame” Industri Bottled Water dan dinyatakan sebagai perintis AMDK di Asia Pasifik dan Timur Tengah. Aqua juga diakui sebagai produsen AMDK nomor tiga di dunia setelah merek Electropura dan Evian-Danone Perancis, sedangkan dari konferensi IBWA (International Bottled Water Association) di Bali, tercatat bahwa angka penjualan Aqua galon adalah nomor satu di Asia. Saat ini PT.AGM juga merupakan perusahaan yang sudah go public dan listing di Bursa Efek Indonesia. Saat ini total kapasitas produksi dari seluruh pabrik Aqua adalah 3.5 – 3.6 milyar liter sedangkan produksi total

(25)

AMDK di Indonesia berkisar 8.5 miliar liter. Semula produk Aqua ditujukan untuk masyarakat golongan menengah, perkantoran, hotel, restoran dan rumah tangga. Namun pada saat berbagai jenis kemasan baru seperti ukuran 1500 ml, 500 ml, 220 ml dari plastik mulai diproduksi sejak 1981 maka produk AMDK dapat mudah diperoleh masyarakat.

3. Proses Produksi AMDK

Sumber bahan baku AMDK adalah air pegunungan asli yang mengalir sendiri (Self Flowing Spring). Air tersebut dialirkan atau diangkut ke pabrik dengan truk yang berkapasitas ± 10.000 liter untuk diproses, kemudian air disaring untuk menghilangkan butiran pasir, selanjutnya air melewati Granulated Activated Carbon (GAC) untuk menyerap bau dan rasa. Proses selanjutnya adalah penyaringan halus dengan menggunakan alat semacam membran untuk menghilangkan butiran di atas 1 mikron agar bebas dari pencemaran bakteri patogen. Namun demikian, agar lebih higienis air tersebut masih diozonisasi atau proses Ozone Mixing Chamber, yaitu mengalirankan gas ozon dengan intensitas tertentu sebagai proses disinfeksi terakhir.

4. Sistem Distribusi AMDK

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Indocommercial (1997) dalam Kartika (1998), sistem distribusi AMDK ini tidak terlepas dari jenis yang akan dipasarkan. Kemasan AMDK secara umum dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu kemasan galon (19 liter) dan small/single pack. Pada Tabel 4 dapat dilihat berbagai ukuran kemasan AMDK.

Tabel 4. Berbagai Ukuran Kemasan AMDK

No Ukuran Kemasan Bahan

1 240 ml Plastik

2 330 ml Plastik

3 600 ml Plastik

4 1,500 ml Plastik

5 Galon (19 Itr) Plastik

6 Sports Cup Plastik

(26)

Konsumen utama AMDK kemasan galon lebih banyak dikonsumsi oleh perkantoran, hotel dan rumah tangga. Sedangkan konsumen utama AMDK kemasan single pack adalah mereka yang sedang melakukan perjalanan. Dari hal tersebut terlihat bahwa jaringan distribusi kemasan galon lebih pendek dibandingkan dengan kemasan single pack. Pada kemasan galon pendistribusiannya dilakukan langsung oleh perusahaan kepada distributor, selanjutnya dari distributor langsung pada agen atau konsumen di lapangan, sedangkan untuk kemasan single pack jalur distribusinya lebih panjang.

B. Pemasaran (Marketing)

Menurut Kotler (1999) dalam Purnawarman (2001), pemasaran adalah proses sosial dan manajerial dimana individu dan kelompok mendapatkan kebutuhan dan keinginan mereka dengan menciptakan, menawarkan dan bertukar sesuatu yang bernilai satu sama lain. Adapun tujuan pemasaran adalah mengenal dan memahami pelanggan sedemikian rupa sehingga produk cocok dengannya dan dapat terjual dengan sendirinya. Idealnya pemasaran menyebabkan pelanggan siap membeli sehingga yang tinggal hanyalah bagaimana membuat produknya tersedia. Strategi pemasaran adalah serangkaian tindakan terpadu menuju keunggulan kompetitif yang berkelanjutan. Faktor-faktor yang mempengaruhi strategi pemasaran adalah :

1. Faktor mikro, yaitu perantara pemasaran, pemasok, pesaing dan masyarakat.

2. Faktor makro, yaitu demografi/ekonomi, politik/hukum, teknologi/fisik dan sosial/budaya.

Sedangkan strategi dan kiat pemasaran dari sudut pandang penjual (4P) adalah tempat yang strategis (place), produk yang bermutu (product), harga yang kompetitif (price) dan promosi yang gencar (promotion). Sedangkan dari sudut pandang pelanggan (4C) adalah kebutuhan dan keinginan pelanggan (customer needs and wants), biaya pelanggan (cost to customer), kenyamanan (convenience) dan komunikasi (comunication). Tujuan akhir dan konsep, kiat dan strategi pemasaran adalah kepuasan pelanggan sepenuhnya "Total Customer Satisfaction".

(27)

Ada hubungan erat antara mutu suatu produk dengan kepuasan pelanggan serta keuntungan industri. Mutu yang lebih tinggi menghasilkan kepuasan pelanggan yang lebih tinggi, sekaligus mendukung harga yang lebih dan sering juga biaya lebih rendah. Eksekutif puncak masa kini melihat tugas meningkatkan dan mengendalikan mutu produk sebagai prioritas utama, sehingga setiap industri tidak punya pilihan lain kecuali menjalankan manajemen mutu total ("Total Quality Management").

C. Harga

Penetapan harga merupakan salah satu fungsi yang penting dalam pemasaran. Pada saat perusahaan menyusun program pemasaran, perusahaan dapat bersaing atas dasar harga ataupun bukan harga. Menurut Anindita (2004), konsep harga, nilai dan utiliti saling berhubungan dalam teori ekonomi. Utiliti adalah atribut dari produk yang mampu untuk memuaskan keinginan konsumen, sedangkan nilai (Value) adalah ekspresi dari suatu yang mempunyai daya tarik untuk dapat dipertukarkan dengan produk lain. Harga merupakan variabel dalam pertukaran, penetapan harga merupakan faktor penentu terhadap permintaan produk. Tetapi, harga bukan merupakan satu-satunya faktor penentu kesuksesan produk, demikian juga dalam perpindahan dari satu merek ke merek lain. Perbedaan harga antar merek AMDK yang ada di pasar tidak begitu mencolok karena setiap merek tersebut menerapkan strategi going rate pricing (harga yang sedang berlaku), yaitu penetapan harga sama atau persentase tertentu dibawah atau diatas harga pesaing. Namun demikian, harga menjadi penentu dalam persaingan antar merek. Daftar harga produk AMDK dapat dilihat pada Tabel 5 di bawah ini.

Tabel 5. Daftar Harga AMDK ukuran galon di Pasar.

Nama Produk AMDK Harga

ACEROS Rp. 7.000

AQUA Rp. 11.000

BENING Rp. 7.000

INTERQUA Rp. 8.000

(28)

D. Definisi dan Pengertian Merek

Menurut Kotler (1999), merek adalah nama, istilah, tanda, simbol, rancangan, atau kombinasi hal-hal tersebut, yang dimaksudkan untuk mengidentifikasikan barang atau jasa dari seorang atau sekelompok penjual dan untuk membedakannya dari produk pesaing. Menurut Aaker (1997), sebuah merek diartikan sebagai sebuah logo, cap atau kemasan yang diberikan untuk memberi nama atau simbol dengan tujuan menunjukan adanya suatu perbedaan. Jadi suatu merek yang melekat pada produk adalah sesuatu yang membuat produk tersebut berbeda dan lebih muda dikenali oleh Konsumen. Menurut Kotler (1999), merek juga memiliki definisi pokok yaitu :

1. Merek (Brand) yaitu suatu nama, istilah, tanda, lambang atau desain, atau gabungan semua yang diharapkan mengidentifikasi barang atau jasa dari seorang penjual atau sekelompok penjual dan diharapkan akan membedakan barang atau jasa dari produk-produk milik pesaing. 2. Nama merek (Brand Mark) yaitu sebagian dari merek dan yang dapat

diucapkan. Misalnya Nivea, Toyota, Ferrari, American Express. 3. Tanda merek dagang (Trade Mark) yaitu merek atau sebagian dari

merek yang dilindungi oleh hukum, karena kemampuannya untuk menghasilkan sesuatu yang istimewa. Tanda dagang ini melindungi penjual dengan hak istimewanya untuk menggunakan nama merek dan atau tanda merek.

4. Hak Cipta (Copyright) yaitu hak istimewa yang dilindungi undang-undang untuk memproduksi, menerbitkan, dan menjual karya tulis, karya musik atau karya seni.

E. Peranan Merek

Keputusan pertama yang harus diambil oleh suatu perusahaan adalah perlu atau tidaknya suatu merek tertentu bagi suatu produksinya. Produsen yang memutuskan untuk memberikan merek pada hasil-hasil produksinya memiliki konsekuensi bahwa perusahaan akan menghabiskan biaya lebih banyak untuk pengemasan, pelabelan, dan perlindungan hukum. Selain itu

(29)

keputusan tersebut juga mengandung resiko bahwa produksinya kemungkinan besar tidak dianggap memuaskan oleh pembeli (Kotler, 1999). Menurut Kotler (1999), produsen perlu memberikan nama merek pada produk mereka karena pemakaian merek memberikan beberapa keunggulan bagi produsen yaitu :

1. Nama merek memudahkan penjual untuk mengelola pesanan. Merek memperlancar penjual dalam mencari pesanan yang mungkin salah kirim, atau menemukan sebab-sebab bila ada tuntutan konsumen.

2. Nama merek dan tanda dagang secara hukum melindungi produsen dari pemalsuan ciri-ciri produk.

3. Merek memberi penjual peluang kesetiaan konsumen pada produk. Kesetiaan pada merek tertentu berhasil melindungi produsen dari persaingan serta pengendalian yang lebih ketat dalam merencanakan strategi bauran pemasaran.

4. Merek dapat membantu penjual dalam mengelompokan pasar kedalam segmen-segmen tertentu.

5. Citra perusahaan dapat dibina dengan adanya merek yang baik. Dengan membawa nama perusahaan, merek-merek ini sekaligus mengiklankan kualitas dan besarnya perusahaan.

Semakin meningkatnya persaingan, merek memegang peranan yang sangat penting dalam memenangkan persaingan dalam industri. Perusahaan yang berhasil membangun mereknya menjadi merek yang sangat kuat tentunya akan mampu bertahan meskipun banyak produk yang mirip muncul di pasar. Merek yang kuat akan mampu mempertahankan tingkat penjualan dan produsen akan memperoleh tingkat harga premium apabila pelanggan sudah mencapai pada tingkat loyalitas.

Salah satu peran penting merek adalah menjembatani harapan konsumen pada saat kita menjanjikan sesuatu pada konsumen, dengan demikian dapat diketahui adanya ikatan emosional yang tercipta antar konsumen dengan perusahaan penghasil produk melalui merek. Pesaing bisa saja menawarkan produk yang mirip, tetapi mereka tidak mungkin menawarkan janji emosional yang sama (Durianto et all, 2001). Disinilah sebenarnya perbedaan yang terjadi antara produk dengan merek. Produk adalah sesuatu yang

(30)

dibuat oleh produsen, sementara merek adalah sesuatu yang dibeli oleh konsumen, tetapi memiliki identitas khusus. Menurut Durianto et all (2001), merek menjadi sangat penting karena beberapa faktor seperti :

1. Emosi konsumen kadang turun dan naik, merek mampu membuat janji emosi menjadi konsisten dan stabil.

2. Merek mampu menembus setiap pagar budaya dan pasar. Dapat dilihat bahwa suatu merek yang kuat mampu diterima di seluruh dunia dan budaya.

3. Merek mampu menciptakan komunikasi interaksi dengan konsumen. Semakin kuat suatu merek, maka semakin kuat pula interaksinya dengan konsumen dan semakin banyak asosiasi merek yang terbentuk dalam merek tersebut.

4. Merek sangat berpengaruh dalam membentuk perilaku konsumen dan merek yang kuat akan sanggup mengubah perilaku konsumen.

5. Merek memudahkan proses pengambilan keputusan pembelian oleh konsumen, sehingga dengan adanya merek, konsumen dapat dengan mudah membedakan produk yang akan dibelinya dengan produk lain sehubungan dengan kualitas, kepuasan, kebanggaan, ataupun atribut lain yang melekat pada produk tersebut.

6. Merek berkembang menjadi sumber aset terbesar bagi perusahaaan.

F. Loyalitas Konsumen

Seorang pelanggan yang sudah sangat loyal tidak akan mudah memindahkan pembeliannya ke merek lain, apapun yang terjadi pada merek tersebut. Menurut Aaker (1997), loyalitas merupakan hasil akumulasi pengalaman penggunaan produk, dan tingkatan loyalitas merek adalah sebagai berikut :

1. Switcher/price buyer (pembeli yang berpindah-pindah)

Adalah tingkatan loyalitas yang paling dasar. Dalam hal ini merek memegang peranan yang kecil dalam keputusan pembelian. Konsumen

(31)

membeli suatu merek karena banyak konsumen lain membeli merek tersebut.

2. Habitual buyer (pembeli yang bersifat kebiasaan)

Adalah pembeli yang tidak mengalami kepuasan dalam mengkonsumsi suatu merek produk. Tidak ada alasan yang kuat baginya untuk membeli merek produk lain atau berpindah merek, terutama jika peralihan itu membutuhkan usaha, biaya, atau pengorbanan lain.

3. Satisfied buyer (pembeli yang puas dengan biaya peralihan)

Adalah pembeli yang puas dengan merek yang mereka konsumsi. Namun mereka dapat saja berpindah ke merek lain dengan menanggung switching cost.

4. Likes the brand (menyukai merek)

Adalah pembeli yang sungguh-sungguh menyukai merek tersebut. Rasa suka didasari oleh asosiasi yang berkaitan dengan simbol, rangkaian pengalaman menggunakan merek tersebut sebelumnya, atau persepsi kuaIitas yang tinggi.

5. Commited buyer (pembeli yang berkomitmen) atau customer refferal Adalah pembeli yang setia dan memiliki kebanggaan dalam menggunakan suatu merek. Ciri yang utama dari kategori ini adalah tindakan pembeli untuk merekomendasikan atau mempromosikan merek yang ia gunakan kepada orang lain.

Menurut Djatmiko (2005), lebih bernilai memiliki pelanggan yang loyal daripada pelanggan yang hanya sekedar puas. Sebab pelanggan loyal merupakan sumber pendapatan perusahaan yang dapat diandalkan. Pelanggan yang loyal terhadap produk atau jasa tertentu sepanjang masa akan menggunakan produk atau jasa tersebut, sehingga berperan besar terhadap pendapatan dan keuntungan perusahaan serta keberlanjutan perusahaan.

Manfaat lain bagi perusahaan yang memiliki basis pelanggan yang loyal antara lain, menjalin bisinis dengan pelanggan loyal tentu lebih mudah dan simpel karena satu sama lain sudah saling mengenal berkat hubungan yang lama. Pelanggan yang loyal juga dapat dikuantifikasi, sehingga mempermudah

(32)

perusahaan melakukan perencanaan bisnis, misalnya menentukan kapasitas produksi, tenaga kerja, manajemen inventori dan sebagainya. Pada Gambar 1 dapat dilihat nilai dari loyalitas merek.

Gambar 1. Manfaat dan Nilai Loyalitas Merek

Sumber : Simamora (2004)

Persepsi terhadap kualitas secara kesuluruhan dari suatu produk atau jasa dapat menentukan nilai dari produk atau jasa tersebut dan berpengaruh langsung kepada keputusan pembelian konsumen dan loyalitas mereka terhadap merek. Loyalitas merek ini akan mampu memberikan gambaran tentang mungkin atau tidaknya seorang pelanggan beralih ke merek produk yang lain, terutama jika merek tersebut terdapat perubahan baik yang menyangkut harga maupun atribut lain.

Pengelolaan dan pemanfaatan merek dengan benar akan meningkatkan loyalitas merek, sehingga dapat menjadi aset strategis bagi perusahaan seperti mengurangi biaya pemasaran, meningkatkan perdagangan dan memperkuat keyakinan perantara pemasaran, menarik minat pelanggan baru serta memberi waktu untuk merespon ancaman persaingan (Durianto et all, 2001).

Riset mengenai merek menjadi sangat penting, karena pada saat ini dan masa yang akan datang persaingan pemasaran adalah persaingan antar merek. Merek yang kuat dapat dipastikan akan menguasai pasar, karena merek merupakan aset yang sangat bernilai yang dapat digunakan untuk memprediksi kelangsungan hidup perusahaan.

Loyalitas Merek

Mengurangi Biaya Pemasaran

Meningkatkan Perdagangan

Menarik Konsumen Baru

Memberi WaktuUntuk Merespon Ancaman Persaingan

(33)

G. Organoleptik

1. Penilaian Organoleptik

Penilaian dengan indera disebut juga penilaian organoleptik atau penilaian sensori yang merupakan suatu penilaian yang paling primitif (Soekarto, 1981). Proses pengenalan atau kesadaran akan sifat-sifat benda atau komoditas, karena alat tubuh indera mendapat rangsangan dari benda-benda, itu dikenal dengan sebutan penginderaan (Soekarto, 1981).

Analisis sensori adalah suatu identifikasi atau pengukuran ilmiah analisis data dan interpretasi atribut suatu produk yang diterima oleh lima indera, yaitu penglihatan, penciuman, rasa, sentuhan dan pendengaran. Ketika seseorang menganalisis suatu makanan, mereka mungkin menggunakan beberapa atau semua indera mereka, yaitu penglihatan, penciuman, rasa, pendengaran dan sentuhan (Carpenter et all, 2000).

Definisi uji organoleptik menurut Sensory Evaluation Division of the Institute of Food Technologist adalah suatu disiplin ilmu yang mengukur, menganalisis dan menginterpretasikan reaksi yang timbul ketika karakteristik bahan pangan diterima oleh indera penglihatan, penciuman, pengecap, peraba, dan pendengaran (Stone et all, 2004).

Kesadaran, kesan, dan sikap terhadap rangsangan adalah suatu reaksi psikologis atau reaksi subjektif. Oleh karena itu, penilaian terhadap kesadaran, kesan, dan sikap itu disebut juga pengukuran atau penilaian subyektif, sedangkan penilaian suatu benda dengan menggunakan alat pengukur disebut penilaian obyektif (soekarto, 1981). Penilaian organoleptik bertujuan untuk mengevaluasi kualitas suatu bahan makanan, air dan produk lainnya yang biasa dipergunakan oleh orang atau dikonsumsi (Meilgaard et all, 1999).

2. Parameter Uji Organoleptik

Tiga karakteristik utama bahan makanan dalam uji organoleptik adalah penampakan, tekstur, dan flavor (aroma, rasa ketika makanan di dalam mulut, penilaian after taste) (Carpenter et all, 2000).

(34)

a. Penampakan (Appearance)

Penampakan suatu produk selain dinilai oleh mata, juga dilihat dari persepsi terhadap tekstur dan flavor suatu produk (Carpenter et all, 2000). Berikut merupakan karakteristik bahan pangan yang termasuk ke dalam kelompok penampakan :

1. Warna,

2. Ukuran dan Bentuk, 3. Tekstur Permukaan, 4. Kejernihan (cairan),

5. Karbonasi (minuman berkarbonat/karbonasi)

Di mata konsumen, penampakan terkadang merupakan suatu parameter yang menjadi acuan dasar dalam memutuskan untuk membeli atau mengkonsumsi suatu barang (Meilgaard et all, 1999). Analisis sensori harus memperhatikan dengan cermat setiap aspek penampakan dari sampel (Amerine et all, 1965).

Warna (dan penampakan secara umum) adalah salah satu parameter visual yang penting dalam menilai suatu makanan (Francis, 1977). Bahkan, jika penampakan suatu produk tidak menarik, konsumen tidak akan menilai produk dengan parameter yang lain (flavor dan tekstur). Konsumen akan tetap menilai penampakan/warna produk tersebut (Francis, 1977).

b. Tekstur

Tekstur merupakan parameter bahan pangan selain rasa dan aroma yang dinilai berdasarkan penerimaan sensorik di dalam mulut. Tekstur dibagi menjadi tiga kategori yaitu kekentalan (untuk larutan), konsistensi (untuk pangan semi basah), dan tekstur (untuk pangan semi basah dan pangan kering) (Meilgaard et all, 1999).

c. Flavor

Definisi flavor menurut British Standard Institution adalah : “kombinasi rasa dan aroma yang dipengaruhi oleh perasaan sakit, panas, dingin, dan indera perasa lainnya”. Flavor memiliki peranan penting dalam menentukan penerimaan suatu makanan (Carpenter et all, 2000). Flavor merupakan atribut dalam bahan makanan, minuman, dan bumbu-bumbu yang didefinisikan oleh Amerine et all (1965), sebagai kesatuan persepsi yang dihasilkan dari rangsangan yang diterima

(35)

oleh indera dalam saluran pencernaan (mulut) dan saluran pernafasan. Persepsi terhadap flavor terdiri atas banyak tahap, dimulai sebelum makanan masuk mulut, bahkan sampai makanan dikunyah di dalam mulut (Carpenter et all, 2000).

Persepsi terhadap flavor dapat dibagi menjadi tiga (Carpenter et all, 2000), yaitu :

1. Aroma : mencium makanan sebelum masuk ke dalam mulut, 2. Flavor di dalam mulut : ketika makanan berada di dalam mulut, 3. After taste : sensasi yang diterima setelah makanan dikunyah.

Aroma suatu makanan terdeteksi ketika bahan volatil makanan memasuki lubang hidung dan diterima oleh sistem olfaktori.

3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Panelis Dalam Penilaian Organoleptik

a. Expectation Error

Informasi yang diterima panelis tentang suatu produk dalam analisis sensori dapat mempengaruhi hasil penilaian (Poste et all, 1991). Faktor ini dapat merusak keabsahan hasil uji yang dilakukan, namun dihilangkan dengan cara menyimpan sampel pada tempat yang tidak diketahui oleh panelis dan tidak memberikan informasi apapun yang berhubungan dengan produk. Sampel juga harus diberikan kode dan diberikan secara acak kepada panelis dalam pengujian (Meilgaard et all, 1999). Pemberian kode ini bertujuan agar panelis tidak dapat mengenali produk yang diberikan. Karena angka "1" atau "A” dianggap sebagai yang terbaik oleh banyak orang, maka kode yang diberikan terdiri dari tiga digit angka yang berbeda. Pengkodean ini dapat membantu kerahasiaan dari suatu sampel dan mengurangi bias data yang dihasilkan (Poste et a1l, 1991). Pada Gambar 2 dapat dilihat contoh dari produk AMDK yang akan di ujikan kepada konsumen. Pada gambar A adalah uji tanpa informasi merek dari produk dan pada gambar B adalah uji dengan informasi merek dari produk yang akan diujikan.

(36)

(A) (B) Gambar 2. A). Sampel AMDK tanpa Label Merek B). Sampel AMDK dengan Label Merek

b. Error of Habbituation

Manusia selalu membuat kebiasan di dalam hidupnya. Hal ini dapat terjadi dalam analisis sensori dan menimbulkan suatu kesalahan yang berakibat pada penyimpangan data (Meilgaard et all, 1999). Sebagai contoh, ketika dilakukan urutan suatu produk dengan kualitas berurutan dari yang paling baik ke yang paling buruk atau sebaliknya diujikan kepada panelis. Dengan cara satu hari dilakukan pengujian terhadap hanya satu kualitas produk, maka pada hari-hari selanjutnya panelis akan memberikan kecenderungan penilaian yang sama secara terus menerus. Hal ini terjadi karena panelis beranggapan bahwa produk yang ditampilkan merupakan produk yang sama setiap harinya (Meilgaard et all, 1999).

c. Stimulus Error

Kesalahan ini timbul karena hal-hal yang secara tidak langsung mempengaruhi persepsi panelis terhadap penilaian produk. Seperti warna kemasan yang berbeda, cara penyajian yang berbeda (Meilgaard et all, 1999). Oleh karena kemungkinan terjadinya kesalahan ini sangat besar, maka kondisi yang homogen untuk semua sampel mutlak diperlukan (Poste et all, 1991). d. Logical Error

Logical error terjadi karena terdapat dua atau lebih karaktersistik produk yang saling berhububgan erat dalam persepsi panelis. Seperti bir yang berwarna

(37)

lebih pekat mempunyai rasa yang lebih enak, mayones yang lebih gelap cenderung sudah basi. Kesalahan ini dapat dikurangi dengan cara memberikan kemasan yang berwarna atau dengan menggunakan cahaya yang berwarna (Meilgaard et all, 1999).

e. Halo Effect

Ketika lebih dari satu parameter organoleptik diujikan dalam satu waktu yang bersamaan, nilainya akan cenderung mempengaruhi satu dengan yang lainnya. Pengujian secara bersamaan beberapa aspek organoleptik dan tingkat kesukaaan terhadap produk cenderung menghasilkan kesalahan yang besar bila dibandingkan dengan pengujian secara terpisah untuk masing-masing pengujian. Pengujian dilakukan dengan memisahkan pengujian untuk masing-masing parameter (Meilgaard et all, 1999).

f. Cara Penyajian Sampel (Order of Presentation of Samples)

Cara penyajian sampel yang dianjurkan untuk mengurangi terjadinya kesalahan adalah dengan menyajikannya secara acak (urutan yang tidak berpola). Hal ini dapat dilakukan dengan memberikan kode terhadap produk yang akan diuji (Meilgaard et all, 1999).

g. Mutual Suggestion

Penilaian seorang panelis dapat dipengaruhi oleh panelis yang lain. Oleh karena itu, setiap panelis ditempatkan dalam suatu bilik yang terpisah dari panelis yang lain. Hal ini bertujuan mencegah reaksi visual (reaksi mimik muka) dari seorang panelis yang akan mempengaruhi penilaian panelis yang lain. Berbicara dan berkomentar tentang produk yang disajikan merupakan hal yang tidak diijinkan dalam analisis sensori (Meilgaard et all, 1999). Selama uji berlangsung, sesama panelis diminta untuk tidak mengobrol satu dengan yang lain. Tempat uji organoleptik juga harus bebas dari kebisingan dan terpisah dari ruang preparasi (Poste et all, 1991).

h. Motivasi yang Menurun (Lack of Motivation)

Suasana dalam pengujian diusahakan senyaman mungkin. Panelis merasa bahwa melakukan pengujian adalah suatu hal yang penting dan menarik. Panelis dengan kondisi psikologi yang baik akan lebih efisien untuk

(38)

digunakan, dibanding panelis dengan kondisi psikologi yang kurang baik (Meilgaard et all, 1999).

4. Macam Uji Organoleptik a. Uji Pembedaan

Uji pembeda dapat dilakukan dengan berbagai macam cara, namun sebagian besar pengujian dilakukan berdasarkan tujuan dari pengujian itu sendiri. Uji pembeda dapat dibagi menjadi dua kelompok besar, yaitu uji beda secara keseluruhan dan uji beda untuk atribut tertentu dalam bahan pangan (Meilgaard et all, 1999).

Pada uji beda secara keseluruhan, pertanyaan yang diberikan adalah mengenai ada atau tidak adanya perbedaan antara dua atau lebih sampel yang diberikan. Uji sensori yang termasuk ke dalam kelompok uji ini adalah Triangle Test dan Duo Trio (Meilgaard et al 1999).

Pada uji beda untuk atribut tertentu, pertanyaan yang diberikan adalah pertanyaan tentang tingkatan suatu atribut dalam beberapa sampel bahan pangan. Beberapa uji yang termasuk ke dalam kelompok uji ini adalah uji perbandingan berpasangan dan n-AFC test (Alternative Forced Choice). Skala yang diberikan adalah ranking, skala garis dan magnitude estimation (ME) (Meilgaard et all, 1999).

b. Uji Penerimaan

Kelompok uji penerimaan juga disebut "Acceptance test" atau " P r e f e r e n c e test" (Soekarto, 1981). Uji penerimaan menyangkut penilaian seseorang akan suatu sifat atau kualitas suatu bahan yang menyebabkan orang menyenangi. Jika pada uji pembedaan, panelis mengemukakan kesan tentang adanya perbedaan tanpa disertai kesan senang atau tidak. Maka pada uji penerimaan, panelis mengemukakan tanggapan pribadi yaitu kesan yang berhubungan dengan kesukaan atau tanggapan senang atau tidaknya terhadap sifat sensorik atau kualitas yang dinilai (Soekarto, 1981).

Uji hedonik memperlihatkan respon seseorang akan suatu produk. Respon ini erat kaitannya dengan kesukan dan ketidaksukaan terhadap suatu produk.

(39)

Uji ini juga meliputi banyak kebiasaan manusia seperti memilih diantara dua atau lebih barang, tingkat kesukaan terhadap suatu produk, frekuensi konsumsi produk (Moskowitz, 1983).

Uji hedonik dapat mewakili komponen penting respon manusia terhadap produk makanan yang biasanya kita makan (misal : larutan gula, aroma vanili) (Carpenter e t a l l , 2000). Uji hedonik meliputi kesukaan dan ketidaksukaan manusia yang terdiri dari berbagai macam kebiasaan, seperti memilih diantara dua atau lebih produk, membuat tingkat kesukaan terhadap produk, frekuensi konsumsi produk, dan kebiasaan lain dimana seseorang harus memilih suatu produk (Carpenter et all, 2000).

Dengan adanya skala hedonik itu, sebenarnya uji hedonik secara tidak langsung juga dapat digunakan untuk mengetahui perbedaan (Soekarto, 1981). Oleh karena itu, maka uji hedonik paling sering digunakan untuk menilai secara organoleptik terhadap komoditas sejenis atau produk pengembangan (Soekarto, 1981).

c. Uji Deskriptif

Analisis deskriptif meliputi uji pembedaan dan deskripsi secara kualitatif dan kuantitatif dari parameter organoleptik dari suatu jenis produk oleh 5-100 orang panelis terlatih. Panelis dalam uji ini harus dapat mengetahui dan menjelaskan parameter yang ada di dalam produk. Aspek yang harus dijelaskan antara lain penampakan, aroma, rasa dan tekstur (Meilgaard et all, 1999).

Aspek kualitatif dari bahan pangan harus dijelaskan secara kuantitatif, tentang seberapa besar atau seberapa kuat aspek tersebut. Aspek kualitatif yang dinilai adalah penampakan, aroma, flavor, tekstur yang berbeda antar produk. Panelis untuk uji ini harus belajar untuk membedakan dan menilai seberapa kuat intensitas suatu karakteristik dalam produk (Meilgaard et all, 1999).

d. Uji Konsumen

Tujuan utama dari uji konsumen adalah untuk mengetahui secara langsung respon individu (preference dan penerimaan) atau konsumen yang potensial,

(40)

pengembangan produk atau karakteristik tertentu dari suatu produk (Meilgaard et all, 1999).

Faktor-faktor yang mendorong dilakukannya uji konsumen antara lain: 1. Biaya produksi,

2. Optimalisasi produk (perbaikan produk), 3. Pengembangan produk baru,

4. Penilaian potensi pasar, 5. Melihat kategori produk, 6. Mendukung periklanan.

5. Panelis

a. Pencicip Perorangan

Pencicip perorangan ini mempunyai kepekaan yang sangat tinggi, jauh melebihi kepekaan rata-rata manusia. Tingkat ini diperoleh disamping dari pembawaan lahir, tetapi juga karena latihan dan pengalaman yang lama. Ketajaman atau kepekaan ini biasanya hanya terhadap satu jenis komoditas (Soekarto, 1981).

b. Panelis Pencicip Terbatas

Untuk menghindari ketergantungan pada seorang pencicip perorangan, maka beberapa industri menggunakan 3-5 orang penilai yang mempunyai kepekaan tinggi yang disebut panelis pencicip terbatas (Soekarto, 1981).

c. Panelis Terlatih

Anggota panelis terlatih lebih besar daripada panelis pencicip terbatas, yaitu antara 15-25 orang. Anggotanya diambil tidak hanya personel laboratorium, tetapi dapat pula dari karyawan atau pegawai lain. Tingkat kepekaan yang diharapkan tidak perlu setinggi panelis pencicip terbatas, sedangkan tugas penilaian dan tanggung jawabnya tidak sebesar panelis pencicip terbatas (Soekart,o 1981). Panelis terlatih adalah golongan panelis yang paling sering digunakan dalam uji deskriptif. Hal ini disebabkan oleh kemampuan panelis

(41)

terlatih yang lebih baik dalam mendeskripsikan perbedaan diantara beberapa sampel (Carpenter et all, 2000).

d. Panelis Tidak Terlatih

Jika panelis terlatih biasanya digunakan untuk uji pembedaan (difftrence test), maka panelis tidak terlatih digunakan untuk menguji kesukaan (preferences test). Demikian juga dalam hal pemilihan anggota pada panelis terlatih diambil dari pegawai, sedangkan pada panelis tidak terlatih diambil dari luar. Pemilihan yang dilakukan bukan terhadap kepekaan calon anggota tetapi pemilihan itu lebih mengutamakan segi sosial seperti latar belakang pendidikan, asal daerah, kelas ekonomi dalam masyarakat dan sebagainya (Soekarto, 1981).

e. Panelis Konsumen

Panelis ini biasanya mempunyai anggota yang besar jumlahnya, yaitu 30-1000 orang. Pengujiannya biasanya mengenai uji kesukaan (preference tets) dan dilakukan sebelum pengujian pasar. Hasil uji kesukaan dapat digunakan untuk menentukan apakah suatu jenis makanan dapat diterirna oleh masyarakat. Akan tetapi, uji dengan panelis konsumen tidak menggambarkan kesediaan konsumen untuk membeli makanan itu (Soekarto, 1981).

Panelis konsumen yang digunakan dikelompokkan lagi menjadi beberapa kelompok yang berbeda, untuk digunakan pada pengujian produk yang berbeda pula (Meilgaard et all, 1999).

Pembagian kelompok panelis konsumen berdasarkan:

1. Frekuensi mengonsumsi produk jarang (ringan), sering (sedang), sangat sering (berat);

2. Umur anak-anak (4-12 tahun), remaja (12-19 tahun), muda (20-35), di atas 35 tahun, dan di atas 65 tahun;

3. Jenis kelamin, panelis jenis kelamin tertentu tidak dapat digunakan untuk menilai suatu jenis produk yang lebih sering dikonsumsi oleh jenis kelamin yang lain;

(42)

4. Tingkat pendapatan, faktor ini juga mempengaruhi seseorang dalam membeli barang;

5. Kondisi geografis tempat tinggal;

6. Asal negara, daerah asal, ras (suku bangsa), agama, tingkat pendidikan, pekerjaan.

Selain faktor-faktor tersebut masih ada faktor-faktor lain yang dapat dijadikan acuan dalam pembagian kelompok panelis konsumen seperti status perkawinan, jumlah dan umur anak dalam keluarga, dan lain-lain.

f. Panelis Agak Terlatih

Diantara panelis terlatih dan panelis tidak terlatih terdapat suatu panelis yang disebut panelis agak terlatih (Soekarto, 1981). Panelis dalam kategori ini mengetahui sifat-sifat sensorik dari contoh yang dinilai karena mendapat penjelasan atau sekedar latihan. Tetapi latihan yang diterima tidak cukup intensif dan tidak teratur, karena itu belum mencapai tingkat sebagai panelis terlatih (Soekarto, 1981).

Termasuk dalam kategori panelis agak terlatih adalah sekelompok mahasiswa dan atau staf peneliti yang dijadikan panelis secara musiman atau kadang-kadang. Mereka tidak diberi latihan rutin seperti pada panelis terlatih (Soekarto, 1981).

H. Sistem Pendukug Keputusan

Pada dasarnya, pengambilan keputusan adalah suatu pendekatan sistematis pada hakekat suatu masalah, pengumpulan fakta-fakta, penentuan yang matang dari alternatif yang dihadapi, dan pengambilan tindakan yang menurut perhitungan merupakan tindakan yang paling tepat (Suryadi dan Ramdhani, 1998). Pada sisi lain, pembuat keputusan kerap kali dihadapkan pada kerumitan dalam lingkup pengambilan keputusan dengan data yang begitu banyak. Untuk kepentingan itu, sebagian besar pembuat keputusan dengan memperhitungkan rasio manfaat/biaya dihadapkan pada suatu keharusan untuk mengandalkan seperangkat sistem yang mampu memecahkan masalah secara

(43)

efektif dan efisien yang kemudian disebut sistem pendukung keputusan (SPK) (Suryadi dan Ramdhani, 1998).

Persoalan pengambilan keputusan pada dasarnya adalah bentuk pemilihan dari berbagai alternatif tindakan yang mungkin dipilih, yang prosesnya melalui mekanisme tertentu dengan harapan akan menghasilkan sebuah keputusan terbaik (Suryadi dan Ramdhani, 1998). Pengambil keputusan dapat membuat keputusan dengan menggunakan satu atau beberapa pertimbangan berikut (Suryadi dan Ramdhani, 1998):

1. Fakta

Seorang pengambil keputusan yang selalu bekerja secara sistematis akan mengumpulkan semua fakta mengenai suatu masalah dan hasilnya adalah kemungkinan keputusan akan lahir dengan sendirinya. Artinya, fakta itulah yang akan memberi petunjuk keputusan apa yang akan diambil.

2. Pengalaman

Seorang pengambil keputusan harus dapat memutuskan pertimbangan pengambilan keputusan berdasarkan pengalamannya. Namun, perlu diperhatikan bahwa peristiwa-peristiwa yang lampau tidak akan pernah sama dengan peristiwa pada saat ini. Oleh sebab itu, penyesuaian terhadap pengalaman seorang pengambil keputusan senantiasa diperlukan.

H. Hasil Penelitian Terdahulu

1. Penelitian Terdahulu Mengenai AMDK

Penelitian terhadap AMDK telah banyak dilakukan, namun penelitian tentang AMDK dari segi tingkat kesukaan dan loyalitas belum pernah dilakukan. Penelitian ini perlu dilakukan karena industri AMDK terus berkembang pesat. Seiring dengan kebutuhan konsumen untuk mengkonsumsi AMDK menunjukan peningkatan setiap tahunnya. Penelitian terhadap AMDK diantaranya dilakukan oleh Enyta (2004), dalam penelitianrya yang berjudul analisis ekuitas merek AMDK di Kota Bogor. Tujuannya adalah untuk menganalisis tingkat asosiasi merek dan tingkat kesadaran merek yang dihasilkan produk AMDK, selain itu juga untuk menganalisis persepsi

(44)

konsumen terhadap kualitas merek produk AMDK dan menganalisa tingkat loyalitas merek yang dihasilkan pada produk AMDK.

Dari penelitian Enyta ini dapat disimpulkan bahwa merek Aqua secara umum mendapatkan tempat yang lebih baik pada elemen kesadaran merek (brand awareness). Merek Aqua juga memiliki kondisi yang cukup baik pada elemen loyalitas merek (brand loyalty) dengan persentase switcher/price buyer yang paling kecil. Secara menyeluruh bahwa penelitian ekuitas merek produk AMDK ini menyatakan bahwa merek Aqua memiliki ekuitas yang paling kuat diantara merek lainnya. AMDK merek lainnya diusahakan untuk memperkuat ekuitas mereknya dengan menerapkan strategi pemasaran yang efektif. Metode yang digunakan dalam penelitian tersebut adalah Importance and Performance Analysis dan Brand Switching Pattern Matrix, sedangkan data yang tidak dianalisis dengan instrumen tersebut dianalisis secara deskriptif.

2. Penelitian Terdahulu Mengenai Loyalitas Konsumen

Penelitian mengenai loyalitas konsumen telah dilakukan oleh Novindra (2003), dengan judul hubungan experiental marketing dan emotional branding dengan loyalitas konsumen susu kental manis Indomilk pada PT Indomilk. Dari hasil penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara experiental marketing dan emotional branding yang dilakukan PT Indomilk dengan loyalitas konsumen SKM Indomilk di kota Bogor. Disamping itu, hubungan tersebut memiliki nilai korelasi positif. Ini berarti semakin banyak experiental marketing dan emotional branding yang diterapkan, maka semakin tinggi pula tingkat loyalitas yang diberikan konsumen.

Gambar

Tabel 2. Perkembangan Produksi AMDK Tahun 1997 - 2002  No  Tahun  Produksi (Liter Pertahun)  Pertumbuhan (%)
Tabel 3. Perkembangan Konsumsi AMDK di indonesia Tahun 1997-2004  Tahun  Konsumsi  (Kilo Ltr/tahun)  Konsumsi Perkapita (Liter)  2004  10.200.000  47,66  2003  8.200.000  38,86  2002  6.435.705  31,47  2001  5.600.555  27,16  2000  4.068.963  20,04  1999
Tabel 4. Berbagai Ukuran Kemasan AMDK
Tabel 5. Daftar Harga AMDK ukuran galon di Pasar.
+7

Referensi

Dokumen terkait

variabel tegangan terhadap besamya guncangan yang diterima oleh sensor. Pengukuran variabel tegangan dilakukan dengan cara menggerakkan sensor secara naik turun

mengangkat beban yang seimbang antara tangan kanan dan kiri c.. posisi berjongkok bila mengangkat beban yang sangat berat

Semarang: Skripsi Tidak Diterbitkan.. ي )ةدام( عوضوم رايتخلا ،متهاردقو بلاطلا ةيصخش مهف طئارخ مسر لكش في هؤاشنإ مت ةينهذلا اهمدختسأ تيلا طاقنلا ةرود ىلع اهسردي

Bermain di rumah sakit dapat memperbaiki konsep - konsep yang salah tentang penggunaan dan peralatan dalam prosedur medis karena sambil bermain perawat menjelaskan

Pendekatan ini menggunakan teori4teori ilmu peluang dan statistik. Ciri4 ciri yang dimiliki oleh suatu pola ditentukan distribusi statistiknya. Pola yang berbeda memiliki

Agama RI tahun 2009, hal.. Kondisi kelemahan dan keunggulan demikian menjadi menggelitik dan menarik untuk dilakukan penelitian lebih lanjut. MAN 2 Bandar Lampung dalam

Hasilpra- penelitian di tempat penelitian, se- belum tindakan menunjukan bahwa dari 20 siswa, sebanyak 17 siswa masih mempunyai skor nilai 2 dan 1 yang artinya siswa tersebut belum

Berdasarkan data hasil penelitian dan pembahasan dalam penelitian ini yang didapat peneliti selama penelitian dilakukan di kelas IX SMA Negeri 3 Baubau kelas IX adalah