• Tidak ada hasil yang ditemukan

Ramadan, Mometum Melatih Kedisplinan Anak

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Ramadan, Mometum Melatih Kedisplinan Anak"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

Ramadan, Mometum Melatih

Kedisplinan Anak

UNAIR NEWS – Bulan Ramadan bisa menjadi momentum bagi orang

tua untuk melatih kedisplinan anak. Jadwal ibadah rutin yang lebih tertata pada bulan puasa dapat menjadi sarana tersendiri. Misalnya, karena ada waktu sahur, mengarahkan anak untuk sekalian sholat subuh pun lebih mudah.

Selanjutnya, karena ada waktu berbuka, menyuruh anak untuk sholat magrib juga makin gampang. “Momuntem-momentum tertentu kerap menjadi aspek pendukung untuk melatih kedisiplinan,” ungkap pakar Psikologi Dr Dewi Retno Suminar MSi saat ditemui di ruang kerjanya akhir pekan lalu (1/7).

Diterangkan wakil dekan III Fakultas Psikologi UNAIR ini, momentum ujian di sekolah pun bisa dimanfaatkan untuk mengenalkan anak pada kewajiban-kewajibannya. Dengan adanya evaluasi belajar tersebut, orang tua bisa lebih gampang mengingatkan anak akan pentingnya membaca, bangun pagi, dan mengesampingkan game atau permainan.

Kegiatan positif yang dilaksanakan pada momentum tertentu akan melekat pada memori anak. Dengan demikian, anak akan lebih mudah untuk memanggil ingatan tersebut dan mengaplikasikannya kembali. “Orang tua harus berperan menjaga konsistensi kedisplinan anak yang sudah dimulai,” ungkap Dewi.

Bagaimana cara menjaga konsistensi itu? Konsep reasoning harus dipakai. Maksudnya, setiap mengingatkan pentingnya suatu pekerjaan, orang tua mesti menjelaskan mengapa anak mesti melakukannya.

Sebagai contoh, mengapa anak harus sholat subuh dan magrib, karena itu bentuk ibadah pada Tuhan Yang Mahaesa. Mengapa anak harus belajar, karena itu adalah pangkal kesuksesan di masa datang. Mengapa anak harus bangun pagi, karena itu membuat

(2)

tubuh lebih segar dan siap melakukan aktifitas sepanjang hari. Jadi, orang tua tidak hanya asal perintah. Namun, mesti memberi pengertian pada anak. Dengan demikian, anak tahu efek positif dari apa yang mereka kerjakan. Bila sudah memahami manfaatnya, otomatis anak akan lebih bersemangat untuk melakoni. Anak akan mengerjakannya tanpa disuruh.

Di bagian ini, kemampuan berkomunikasi orang tua berperan penting. Termasuk, kemampuan menyelami kondisi psikologi anak. Yang jelas, anak harus dapat menerima alasan secara logis atau masuk akal. (*)

Penulis: Rio F. Rachman

Penyelenggara Tes Potensi

Akademik, Psikologi UNAIR

Tolak Adakan Pelatihan

UNAIR NEWS – Dalam proses penerimaan calon siswa-siswi SMP dan

SMA, Dinas Pendidikan Surabaya melalui Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) selalu menggunakan Tes Potensi Akademik ( T P A ) d a l a m p r o s e s s e l e k s i n y a . D i k u t i p d a r i s i t u s

www.ppdbsurabaya.net, beragam soal diajukan kepada calon siswa dalam TPA ini, diantaranya meliputi tes kemampuan berfikir, kemampuan pemahaman, dan kemampuan penalaran yang dianggap penting untuk kesuksesan siswa dalam pendidikan formal di sekolah.

Selama 3 tahun terakhir, Fakultas Psikologi (FPsi) UNAIR berkomitmen untuk menjalankan tugas sebagai penyusun dan penyelenggara Tes Potensi Akademik (TPA). Begitu juga pada

(3)

tahun 2016 ini, FPsi masih dipercaya sebagai pelaksana tugas tersebut.

Namun dengan ditetapkannya FPsi UNAIR sebagai penyelenggara, banyak isu yang berkembang di masyarakat terkait pengadaan pelatihan-pelatihan yang berkaitan dengan TPA tersebut. Selaku Humas TPA 2016, Margaretha, S.Psi., P.G.Dip.Psych., M.Sc, mengatakan bahwa pihak FPsi tidak memiliki kerjasama dengan pihak lain dalam pembuatan soal-soal Try Out tersebut.

“Fakultas Psikologi Universitas Airlangga berkomitmen untuk menjalankan tugas yang telah dipercayakan ini, dan tidak pernah melakukan atau menyediakan latihan TPA dalam bentuk apapun,” terang Margaretha. “Kami juga tidak pernah bekerjasama dengan pihak lain untuk membuat try-out TPA,” imbuhnya.

Untuk mengatasi isu yang berkembang di masyarakat, Margaretha menegaskan, jika ada pihak yang menyediakan sebuah latihan TPA, maka hal tersebut bukanlah atas nama UNAIR.

“Perlu dipahami, jika anda berhadapan dengan orang yang menyediakan layanan latihan TPA, maka sudah pasti bukan bagian penyelenggaraan kerja dari Fakultas Psikologi Universitas Airlangga,” himbaunya. “Jika memang pihak luar mengadakan pelatihan, maka telah kita sepakati untuk diadakan diluar kawasan UNAIR” imbuhnya.

Senada dengan Margaretha, Rektor UNAIR, Dr. M. Nasih, S.E., M.T., Ak, berharap agar pihak penyelenggara pelatihan tersebut dapat menyampaikan informasi tersebut kepada para peserta latihan TPA. “Kami meminta lembaga bimbingan yang terkait, untuk menginformasikan kepada para peserta dan khususnya kepada para orangtua peserta, bahwa kegiatan try out tersebut tidak ada hubungannya dengan UNAIR,” serunya. (*)

Penulis : Dilan Salsabila Editor : Nuri Hermawan

(4)

Tim Psikologi UNAIR Juara

Bertahan Festival Rujak Uleg

UNAIR NEWS – “Nemu jaket ngarepe gapuro, Kresek ireng isine tahu, Ojo kaget karo Suroboyo, Lanang ganteng wedoke ayu,”

berikut adalah petikan yel-yel tim Fakultas Psikologi UNAIR yang kembali mempertahankan juara dalam Festival Rujak Uleg yang diadakan oleh Pemerintah Kota Surabaya. Penghargaan ini diraih sudah kali keempat oleh tim Psikologi UNAIR masuk dalam kelompok 15 peserta terbaik dalam festival tahunan peringatan Hari Ulang Tahun Kota Surabaya.

Sebanyak lima orang dalam satu tim menyajikan rujak cingur dalam festival yang diselenggarakan di kawasan Pecinan Kembang Jepun, Minggu (29/5). Tim yang dikapteni oleh Naning selaku Sekretaris Dekan FPsi, diawaki oleh empat orang lainnya, yakni Agus, Harri, Qomari, dan Ratna. Mereka merupakan staf kependidikan dari berbagai unit yang dinaungi oleh Fakultas Psikologi UNAIR.

Untuk menyajikan kudapan rujek uleg yang enak di lidah, tim mempersiapkan peralatan dan bahan yang telah ditentukan oleh panitia dan juri lomba. Dari segi bumbu, tim mempersiapkan komposisi yang diantaranya terdiri dari kacang, petis, gula jawa, garam, bawang putih goreng, dan pisang kluthuk. Dari segi campuran bahan, tim juga telah mempersiapkan mentimun atau kerahi, bengkuang, cingur, tahu, tempe, lontong, mangga muda, kacang panjang, dan, kecambah.

Agar rujak uleg memiliki cita rasa berbeda di lidah, Naning, salah satu tim Psikologi UNAIR memiliki resep khusus. “Kami membeli petis dari orang Madura asli. Terus, kita tambah bawang putih. Kita juga beli satu cingur. Cingur itu direbus

(5)

selama tiga jam,” tutur Naning seraya membocorkan resep rahasianya.

Sebelum tim mulai berkompetisi, Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini dan para konsulat jenderal dari negara sahabat menguleg bumbu rujak dalam satu cobek besar. Setelah diberi aba-aba oleh panitia, tiap peserta meneriakkan yel-yel disertai goyangan-goyangan yang mampu membuat suasana tambah meriah.

Naning Dyah salah satu tim Psikologi UNAIR Jadi Juara Bertahan Festival Rujak Uleg Surabaya (Foto: UNAIR NEWS)

Dalam festival rujak uleg itu, panitia menganjurkan setiap tim untuk membuat sepuluh porsi rujak. Namun, karena adanya dukungan dana dari fakultas, tim Psikologi UNAIR menghidangkan 20 porsi rujak uleg. Selain menghidangkan porsi untuk pengunjung, tim juga harus membuat sepiring rujak kepada panitia untuk dinilai.

(6)

dan empat orang lainnya untuk pengunjung. Tapi kita juga tidak berhenti goyang, mbak. Biar suasananya ramai saja. Jadi, ya, nguleg sambil goyang,” tutur Sekretaris Dekan Psikologi UNAIR sambil sesekali ditimpali tawa.

Dengan tampilan kostum yang didominasi warna hijau dan merah, paras wajah mereka didandani dengan bedak yang sangat tebal. Naning mengatakan, konsep kostum mereka meniru ala Lady Gaga. Sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan juri, 45 nominasi tim terbaik dinilai dari keunikan kostum, kebersihan, kelengkapan bahan rujak uleg, dan kesinambungan gerak ketika menyanyikan yel-yel.

Lalu, juri menetapkan 15 tim terbaik dengan memperhitungkan rasa dan penyajian rujak uleg. Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini secara simbolis menyerahkan penghargaan tersebut kepada 15 tim terbaik. Mereka juga mendapatkan uang pembinaan sebesar Rp 1,5 juta per tim.

Secara keseluruhan, festival membuat makanan khas Surabaya ini diikuti oleh sekitar 1.500 tim. Peserta merupakan tim yang berasal dari perguruan tinggi, hotel berbintang, instansi pemerintahan, dan swasta. (*)

Penulis : Defrina Sukma S Editor : Nuri Hermawan

Kenali

Risiko

Kekerasan

(7)

Dini

UNAIR NEWS – Berdasarkan data dari Komisi Perindugan Anak

Indonesia (KPAI), sebanyak 60-80 persen kekerasan seksual yang terjadi pada anak dilakukan oleh orang terdekat. Alasan ini didasarkan pada sikap anak-anak yang dianggap lebih mudah diperdaya dan dimanipulasi. Biasanya, kekerasan tersebut dilakukan dengan memberikan hadiah atau sesuatu yang disukai oleh anak.

“Dari data tersebut dimaksudkan bahwa orang-orang terdekat yang harusnya memberikan rasa aman pada anak kenyataannya tidak demikian. Ada pola relasi yang aneh,” kata Margaretha Rehulina, S.Psi., P.G, Dip.Psych., M.Sc, selaku pembicara pada seminar “Cegah Kekerasan pada Anak”, Sabtu (24/4).

Pemahaman akan pentingnya mengenali risiko kekerasan pada anak perlu diberikan sejak dini, baik kepada anak maupun kepada orang tua. Hal ini perlu dilakukan agar orang tua, khususnya, agar lebih peka dan waspada terhadap relasi-relasi yang memungkinkan terjadinya kekerasan seksual pada anak.

Apa saja yang peru kita kenali untuk mengidentifikasi kekerasan seksual ada anak?

Menurut Margaretha, biasanya, beberapa tanda akan muncul jika anak mengalami kekerasan seksual. Pertama, sikap anak akan berubah, mulanya anak mulai menutup diri atau lebih sering berbicara tentang joke-joke seksual. Kedua, anak juga terlalu memperhatikan diri secara seksual yang tidak lumrah seperti anak seusianya, hal lain yang merupakan tanda-tanda yang mesti dicurigai adalah saat anak mengeluh sakit pada bagian genetalia (bagian-bagian tubuh seksual eksternal, –red). Terakhir, anak yang mengalami kekerasan seksual cenderung menarik diri dari lingkungan atau menjadi pemurung. Hal-hal tersebut perlu dikritisi sebagai tanda-tanda adanya kekerasan seksual pada anak.

(8)

Apa yang harus dilakukan sebagai upaya intervensi supaya kekerasan seksual itu tidak terjadi pada anak?

Mengenai intervensi ini, Retha mengatakan bahwa orang tua harus mengawasi siapa teman dan pihak-pihak yang dekat dengan anak. Orang tua juga harus mengajarkan pada anak bagaimana mempertahankan diri dari cobaan perlakuan kekerasan seksual. “Kita ajarkan bahwa orang lain tidak boleh menyentuh anak dengan sembarangan. Anak harus diberi pengetahuan mengenai sentuhan yang baik, sentuhan membingungkan, dan sentuhan buruk. Sentuhan baik bertujuan menunjukkan kasih sayang. Misalnya sentuhan ayng dilakukan di pundak atau kepala. Sentuhan membingungkan kalau sudah menyentuh bagian tubuh atau lutut, dan niatnya bukan hanya menunjukkan kasih sayang saja,” imbuhnya.

Sentuhan buruk, maksud Retha, ialah bagian-bagian yang biasa ditutup ketika menggunakan pakaian renang. Jika orang lain bermaksud menyentuh, maka orang tua harus menegaskan pada anak untuk melakukan penolakan.

“Karena kita tidak mungkin bilang ke anak “Jangan berteman dengan siapapun!”. Tapi ketika ia mengalami suatu risiko kekerasan, dia harus memilah mana yang harus dikritisi mana yang harus ia tolak dan segera minta bantuan orang tua atau orang dewasa terdekat yang bisa dipercaya,” tambah dosen ahli psikologi forensik pada Fakultas Psikologi UNAIR ini.

Jika sudah terjadi kekerasan, maka dampak yang terjadi akan sangat buruk terhadap tumbuh kembang anak. Yakni bukan hanya menyangkut kesehatan fisik, namun kondisi psikis dan sosial anak akan sangat buruk. Menurut Retha, pada anak yang telah mengalami persoalan seksual akan timbul perasaan rendah harga diri, merasa bersalah, dan memiliki persoalan derpresif lainnya. Anak juga akan memiliki persoalan dengan relasi intimnya kelak ketika ia dewasa.

(9)

pencegahan sebelum kekerasan tersebut benar-benar terjadi,” kata lulusan Master Riset (Perkembangan Psikopatologi) Universiteit Utrect, Belanda ini.

Sebaliknya, apa yang harus dilakukan jika kekerasan seksual terlanjur dialami oleh anak?

Jika kekerasan seksual telah terjadi pada anak, maka orang tua harus mengajarkan pada anak tentang cara melaporkan tindakan yang telah/akan dialaminya. Yakni dengan pergi ke kepolisian, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) khusus penanganan anak, atau lembaga yang berada di bawah Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak.

“Dan yang harus dicari adalah advokasi hukum, advokasi psikologis, dan medis ketika dibutuhkan. Terutama jika terdapat luka fisik,” pungkas Retha. (*)

Penulis : Binti Q. Masruroh Editor : Nuri Hermawan

Jalan Sehat dan Senam Lansia

Warnai

Peringatan

Dies

Natalis Psikologi ke-33

UNAIR NEWS – “Mens sana in corpore sano. Di dalam tubuh yang

kuat terdapat jiwa yang sehat”. Pernyataan tersebut diucapkan oleh Dr. Nurul Hartini, M.Kes., Psikolog, dalam menyambut para peserta senam lansia dan jalan sehat yang diadakan oleh Fakultas Psikologi (FPsi) UNAIR. Acara yang bertema “Psikologi Untuk Kemanusiaan” tersebut dihelat di depan Kantor Manajemen UNAIR pada Minggu, (17/4). Senam lansia dan jalan sehat

(10)

diikuti oleh ratusan peserta yang berasal dari masyarakat sekitar serta kalangan sivitas akademika UNAIR.

“Senam lansia dan jalan sehat ini merupakan serangkaian acara untuk memperingati dies natalis FPsi UNAIR ke-33,” ujar Hartini, Dekan FPsi UNAIR.

Menurut Hartini, salah satu indikator kebahagiaan adalah mampu menghadirkan afek positif dan terhindar dari afek negatif. Salah satunya adalah dengan acara senam lansia dan jalan sehat. Selain sebagai sarana untuk menjaga tubuh agar tetap sehat, senam lansia dan jalan sehat juga sebagai sarana menghadirkan afek positif.

“Para peserta berkumpul saling menyapa, saling senyum satu sama lain. Rasa kekeluargaannya itu ada,” ujarnya.

Prof. Mochammad Amin Alamsjah, Ir., M.Si., Ph.D, selaku Wakil Rektor III UNAIR turut hadir menyambut acara. Prof. Amin mengungkapkan bahwa acara senam lansia dan jalan sehat ini merupakan acara yang baru dari FPsi UNAIR. Menurutnya, acara tersebut sangat bermanfaat untuk masyarakat sekitar UNAIR, khususnya para lansia.

“Ada sesuatu yang baru pada peringatan dies natalis FPsi kali ini, yaitu senam lansia. Akan sangat berguna bagi para peserta, khususnya yang sudah lanjut usia, supaya tetap terjaga kesehatannya,” ujarnya.

Masih dalam rangkaian perayaan dies natalis FPsi ke-33, pada 23-24 April nanti akan digelar bazar dan seminar. Penutupan perayaan akan diadakan pada Oktober nanti dengan menggelar Temu Ilmiah Nasional Psikologi. (*)

Penulis : Dilan Salsabila Editor : Binti Q. Masruroh

(11)

Kiat Wisudawan Terbaik Nilla

Sari, Banyak Membaca dan

Kritis

UNAIR NEWS – Sejauh ini, setidak sampai menjelang wisuda Maret

2016 lalu, kegiatan Nilla Sari Dewi Lustitiani aktif membantu salah satu layanan yang ada di fakultas, terutama dalam program kerjasama antara UNAIR dengan UNICEF pada program PAUD Pro Marginal di Jawa Timur. Ia juga aktif membantu pengambilan data penelitian “Inklusi Keuangan” dan “Kekerasan pada Perempuan”. Selebihnya wanita kelahiran Makassar 10 Desember 1985 ini mengaku hanya menghabiskan waktu untuk kuliah atau sekedar berkumpul bersama temannya.

”Bersyukur saya bisa membagi waktu kapan untuk belajar, bekerja, dan kapan bersama orang-orang yang saya senangi,” kata Nila Sari yang lulus dengan IPK 3,89, dan dinyatakan sebagai lulusan terbaik S2 Fakultas Psikologi.

Dalam tesisnya, ia mengangkat tema “Efektivitas Pelatihan Among untuk Mengurangi Kecenderungan Orangtua Melakukan Penderaan pada Anak (child abuse)“. Alasannya dengan topik itu, karena sejauh ini belum ada metode yang tepat untuk mengatasi kekerasan pada anak, terutama yang dilakukan oleh orang tua.

”Dalam pengasuhan, anak sering hanya menjadi objek belaka. Karena itu saya ingin mencoba pendekatan lain untuk meningkatkan kesadaran orang tua dan mengubah perilaku mereka agar tidak lagi melakukan penderaan atau kekerasan pada anak,” kata Nilla.

(12)

Alumni Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya Jakarta ini tidak memiliki kiat secara khusus. Hanya saja prinsip mengerjakan suatu dengan sebaik-baiknya menjadi cara yang ia lakukan.

”Sejauh ini tidak ada kiat sukses apapun. Kerjakan apapun tugas yang diberikan dengan sebaik-baiknya sesuai kemampuan kita. Banyaklah membaca dan kritislah terhadap situasi yang ada, itu cukup membantu,” tambahnya. (*)

Penulis : M Ahalla Tsauro Editor : Nuri Hermawan.

Psikologi

UNAIR

Ajak

Mahasiswa

Ikuti

Program

Student Exchange

UNAIR NEWS – Dalam rangka memperkenalkan program pertukaran

pelajar ke luar negeri, Fakultas Psikologi UNAIR mengadakan acara Talkshow STUDENTS GO ABROAD dengan tema “Find out more

about exchange program and study abroad opportunity”. Acara

yang berlangsung pada Selasa (12/4) di Aula lantai 3 fakultas Psikologi ini menarik minat banyak peserta dari kalangan mahasiswa, sehingga ruangan dengan kapasitas 200 orang terpenuhi.

Dalam kesempatan tersebut, Margaretha S.Psi, P.G.Dip.Psych., M.sc, menyampaikan motivasinya kepada mahasiswa Psikologi UNAIR agar dapat memiliki keinginan yang kuat untuk ke luar negeri.

(13)

yang kedua adalah skill bahasa Inggris,” paparnya selaku ketua IOP UNAIR.

Menurutnya, jika memang sudah ada niat dan skill yang dimiliki oleh mahasiswa, tentu keluar negeri untuk pertukaran pelajar bukanlah hal yang sulit dicapai. Pasalnya Fakultas dan Universitas juga akan berusaha untuk memfasilitasi kegiatan seperti ini.

Acara tersebut dilanjutkan dengan talkshow dan sharing pengalaman, hadir sebagai pembicara yaitu Bo Nicolai Van Der Burgt Student Exchange dari Frontys Hogenschool Jerman dan juga Muhammad Asri Rahim dari Universiti Utara Malaysia.

Selain kedua mahasiswa asing tersebut, acara ini juga mendatangkan mahasiswa Psikologi UNAIR yang telah merasakan pengalaman ke luar negeri diantaranya adalah Indiraprana Katnia Amani, Sukma Rahastri Kanthi, S.Psi yang pernah ke Cina dan Trisha safira dengan pengalamannya ke Thailand, Jepang serta London tahun 2016.

Dari pengalaman ketiga pembicara ini, semuanya sepakat bahwa keinginan untuk ke luar negeri harus ada, setelah itu barulah diwujudkan dengan tindakan.

“Informasi untuk kegiatan ke luar negeri loh banyak dan bertebaran disekitar kita,” tutur Sukma.

“Kita seharusnya bangga, karena Fakultas dan Universitas sangat mendukung, buktinya semua pembiayaan saya dulu sepenuhnya difasilitasi,” imbuh Indira.

Penulis : Akhmad Janni Editor : Dylan Salsabila

(14)

“Psikologi dalam Harmoni”

Hangatkan Dies Natalis ke-33

UNAIR NEWS – Kemeriahan Dies Natalis ke-33 Fakultas Psikologi

(FPsi) UNAIR, kembali dilaksanakan dengan bingkai Keluarga Psikologi dalam Harmoni. Selain dihadiri oleh seluruh civitas FPsi UNAIR, dan alumni, kegiatan tersebut juga dihadiri oleh Senior Dekan Kedua Fakultas Psikologi periode 1997 – 2000, Prof. dr. Marlina Setiawati Mahajudin, Sp.Kj.

Semua peserta yang hadir terlihat sangat menikmati acara yang dimulai dengan pelepasan balon, senam pagi, sarapan bersama, dan serangkaian acara permainan. Selain itu, untuk mengabadikan kehangatan, panitia juga menyediakan tempat untuk berfoto bersama keluarga. Acara yang berlangsung dari pukul enam pagi hingga sebelas siang tersebut dibuka dengan sambutan Dekan Fakultas Psikologi, Nurul Hartini, M.Kes., Psikolog., “Kegiatan ini merupakan bagian dari serangkaian perayaan Dies Natalis FPsi UNAIR, dan ini juga sudah menjadi tradisi tahunan setiap dies berlangsung,” jelasnya.

Senada dengan Nurul, Rudi Cahyono, M.Psi., Psikolog., selaku dosen psikologi pendidikan tersebut juga menjelaskan bahwa keseluruhan acara yang diselenggarakan berbasis pada konsep peduli, namun khusus kegiatan senam dibingkai pada tema kekeluargaan.

“Tujuan internal dari diadakannya acara ini adalah untuk mengenang sejarah kebersamaan Psikologi dan memperkuat ikatan keluarga serta elemen-elemen didalamnya, untuk tujuan eksternalnya adalah lebih ke berbagi,” imbuhnya.

Ditemui di lokasi yang sama, Ketua BEM FPsi, Muhammad Hanifa Khairurahman, memberi komentar bahwa acara dies natalis yang diadakan sepanjang tahun ini memiliki tema dan esensi yang berbeda di masing-masing acaranya. Selain itu, ia juga

(15)

memiliki serangkaian harapan di fakultas tempatnya belajar yang tengah menjajaki usia ke-33 tahun ini.

“Kalau menurut saya pribadi, harapan saya agar Fakultas Psikologi lebih solid dalam peningkatan dan juga lebih solid untuk bekerja dalam teamwork sebagai bagian dari Universitas Airlangga,” paparnya.

Puncak acara sendiri diakhiri dengan pembagian hadiah. Semua peserta, baik karyawan, dosen, alumni, serta mahasiswa Fakultas Psikologi, berkesempatan untuk mendapatkan berbagai hadiah yang unik untuk kemudian bisa dibawa ke rumah masing-masing. (*)

Penulis: Aldi Syahrul Putra dan Raiza Aulia Editor: Nuri Hermawan

Pakar Psikologi: Seragam

Bebas Bentuk Karakter Anak

Hargai Perbedaan

UNAIR NEWS – Di Indonesia, keberagaman adalah sebuah

keniscayaan. Perbedaan latar belakang sosial, ekonomi, suku, agama dan ras sudah menjadi garis hidup bangsa. Kemajemukan itu tertuang dalam semboyan Bhineka Tunggal Ika.

Bertolak dari kenyataan tersebut, seluruh warga harus sadar dan tidak memposisikan perbedaan sebagai jurang pemisah. Sebaliknya, itulah perekat persatuan. Maka itu, pendidikan tentang pentingnya menghargai perbedaan mesti dilaksanakan secara berkesinambungan. Bahkan, sejak usia dini.

(16)

gagasan menarik terkait pendidikan tersebut. Dia menyatakan, pencetusan regulasi terkait pakaian untuk sekolah bisa dijadikan sarana mengenalkan siswa pada keanekaragaman di sekitarnya.

“Saya pernah mengusulkan kepada kepala dinas pendidikan Surabaya untuk membuat regulasi baru. Yakni, dua atau tiga hari dalam seminggu, siswa-siswi dipersilakan memakai pakaian bebas alias tidak seragam,” kata Dewi.

Dengan demikian, mereka terbiasa dengan perbedaan. Dari sana, mereka juga bisa melihat kawan-kawan dari berbagai latar belakang. Model dan jenis pakaian pun pasti tak sama. Dalam jangka panjang, mereka akan terbiasa memandang keragaman. Baik dari aspek sosial, ekonomi, budaya, bahkan agama dan lain sebagainya.

“Nah, nanti para guru bisa memberi pendampingan dan pemahaman mendasar sehungan dengan pembentukan karakter ini pada murid-murid,” ungkap dia.

Dewi tidak hanya menyampaikan ide ini pada kepala dinas pendidikan Surabaya. Dia juga mengaku sering menyisipkan gagasan ini dalam banyak seminar.

Dewi mengakui, kepala dinas pendidikan Surabaya belum mengaplikasikan ide ini. Alasannya, perlu sosialisasi terlebih dahulu pada para wali murid. Dikhawatirkan, orang tua malah jor-joran membelikan baju bagus untuk anaknya. Kalau sudah begitu, esensi dari tujuan awal ide tersebut bakal terdistorsi.

“Maka itu, perlu sosialisasi mendalam. Sehingga, para orang tua dapat memahami poin utama dari gagasan ini,” kata dia. (*) Penulis: Rio F. Rachman

(17)

Di Tengah Isu LGBT dan Efek

Negatif Internet, Mental Anak

Perlu Diperkuat

UNAIR NEWS – Belakangan ini, isu tentang LGBT menyeruak. Pun

demikian, problem terkait efek negatif internet. Termasuk di dalamnya, soal pornografi yang bisa dengan mudah terakses di dunia maya.

Anak-anak sebagai generasi penerus bangsa mesti dilindungi dari dampak dekonstruktif dua hal tadi. Orang tua dan guru mesti memiliki formula khusus yang sifatnya fundamental. Pakar Psikologi Anak Dr. Dewi Retno Suminar M.Si menyatakan, penguatan mental sejak dini adalah kunci utama membentengi anak dari ekses jelek kemajuan zaman.

Wakil Dekan III Fakultas Psikologi UNAIR ini menyatakan, kalau di masa lalu, orang tua berpikir bahwa kebutuhan anak-anak adalah sandang, papan, dan pangan. Di zaman sekarang, hal-hal tadi relatif sudah bisa teratasi. Maka itu, kebutuhan yang mestinya harus ikut diperhatikan adalah penguatan mental.

Dia mengutarakan, mental merupakan kondisi psikis seseorang saat menghadapi sesuatu di sekitarnya atau yang terjadi terhadapnya. Bila seorang anak memiliki mental yang baik, dia akan menghadapi persoalan dengan tepat. Mental yang kuat akan mampu memfilter pengaruh dari luar. Pengaruh tidak baik, pasti bisa ditolak.

Bagaimana cara menguatkan mental anak? Pertama, dengan mengajarkan disiplin bersama alasan kenapa dia harus melakukan itu. Misalnya, saat anak diminta disiplin bangun pagi, dia harus pula dijelaskan mengapa harus bangun pagi. “Nalar mereka

(18)

dibentuk. Logika diasah sehingga mulai dapat berpikir sebab dan akibat. Baik dan buruk,” ungkap dia.

Kedua, melatih anak-anak bertindak dengan orientasi Problem

Solving. Contohnya, saat kendaraannya rusak, orang tua tidak

langsung memperbaiki. Tapi, memberikan dia pertanyaan pancingan yang bisa melatih kemampuan berpikirnya. “Tanyakanlah, apa yang harus dilakukan jika kendaraan rusak. Biarkan anak menggunakan nalarnya untuk menyelesaikan masalahnya,” ungkap Dewi.

Dengan melatih kedisiplinan dan bertindak dengan orientasi

Problem Solving, mental anak-anak dilatih untuk menjadi kuat.

Kekuatan mental itu bakal membantu pertumbuhannya di masa datang. Khususnya, dalam mengatasi persoalan di sekitar dan membentengi diri dari pengaruh negatif dari luar. (*)

Referensi

Dokumen terkait

Melakukan praktik kelistrikan mesin perkakas / produksi dan mencatat temuan saat praktik yang dilakukan sebagai sumber data untuk menjawab pertanyaan.. Masing - masing anggota

Pola ungkapan informal adalah pengaturan atau susunan unsur-unsur bahasa yang sistematis menurut keteraturan dalam bahasa yang dipakai partisipan A kepada

Berdasarkan hasil wawancara kepada mahasiswa, kendala yang dihadapi mahasiswa dalam menganalisis tujuan pembelajaran adalah mahasiswa belum memahami dimensi kognitif dan

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran penggunaan antidiabetik oral yang diberikan pada pasien diabetes mellitus tipe 2 rawat jalan di RSUD Muntilan

This research entitled “The Contribution of Match -Card Game in Teaching Grammar: An Experimental Study of Grade X Students at SMAN 1 Kuripan in Academic Year

Begitu besar peran pemimpin dalam mendukung proses belajar mengajar, maka dari itu peneliti ingin membuktikan bahwa ketika kepemimpinan yang seimbang antara orientasi tugas

KH Muhammad Munawwar Affandi (Wasithah 47) established the Pondok Modern Sumber Daya At-Taqwa (Pomosda), next to PSM Tanjunganom; and now Kiai Muhammad Anwar Muttaqien