• Tidak ada hasil yang ditemukan

SEBUAH DESKRIPSI TENTANG SINEMATEK INDONESIA. Makalah Non-Seminar

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "SEBUAH DESKRIPSI TENTANG SINEMATEK INDONESIA. Makalah Non-Seminar"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

SEBUAH DESKRIPSI TENTANG SINEMATEK INDONESIA

Makalah Non-Seminar

Dibuat oleh:

Ramjaneo Chery Pasopati

1006711302

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Universitas Indonesia

(2)
(3)
(4)
(5)

SEBUAH DESKRIPSI TENTANG SINEMATEK INDONESIA

Ramjaneo Chery Pasopati

Departemen Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

E-mail : neo.pasopati@gmail.com Abstrak

Dalam makalah ini penulis akan membahas mengenai pentingnya keberadaan Sinematek Indonesia sebagai lembaga pengarsipan film. Pemusatan arsip akan bermanfaat bagi para peneliti dan pengamat film. Oleh karena itu Sinematek Indonesia bisa menjadi pusat pertemuan berbagai pihak dan kepentingan. Sinematek Indonesia menyimpan segala film Indonesia tanpa ada seleksi, karena mempunyai nilai bahan studi untuk berbagai disiplin ilmu. Dalam makalah ini penulis menggambarkan kondisi Sinematek Indonesia.

Kata Kunci : Indonesia, Sinematek Indonesia, perfilman nasional, pengarsipan film

Abstract

In this paper the author will discuss the importance of the existance of Sinematek Indonesia as a film archiving institution. Having a concentrated archive will benefit researchers and movie watchers. Therefore, Sinematek Indonesia it could be the meeting point for various parties and interests. Sinematek Indonesia keeps all Indonesian films without selection, as they all have value in becoming study materials for a variety of disciplines. In this paper the author describes the conditions of Indonesia Sinematek.

(6)

Perkembangan Film di Indonesia

Perjalanan dunia perfilman Indonesia sebenarnya ditandai dengan karya yang memiliki karakter kuat dan menunjukkan kesan ekspresif dari pembuatnya. Sebut saja film Lewat Djam

Malam karya Usmar Ismail yang populer pada era Indonesia di bawah kepemimpinan

Soekarno (Kristanto, 2012, hal. 3). Film ini mengekspresikan kegelisahan Usmar Ismail terhadap maraknya praktik korupsi dan kehidupan pasca kemerdekaan Indonesia yang memprihatinkan. Menurut Kristanto, film ini merupakan salah satu film terbaik Indonesia karena kelugasan penyampaian pesan oleh Usmar Ismail yang terlihat di dalam film ini (Kristanto, 2012, hal 3).

Kemudian, di era Orde Baru, terutama tahun 1980an hingga 1990an, perfilman Indonesia berkembang sebagai sebuah industri, sehingg semakin ramai dengan film-film yang bergenre komedi, horor, dan seks. Walaupun demikian, animo penonton layar lebar saat itu tinggi dan juga ditunjang dengan jumlah bioskop dengan titik tertinggi (yaitu 2,600 buah dengan 2,853 layar dan total jumlah penonton mencapai 312 juta orang; Kristanto & Pasaribu, 2011, hal. 2). Kemudian, meskipun melewati pasang surut lebih dari 10 tahun setelah itu, tepatnya tahun 2008 sampai dengan 2009, total jumlah penonton Indonesia kembali mencapai titik tertingginya dengan total penonton mencapai 30 juta (Kristanto & Pasaribu, 2011, hal. 2). Ditandai dengan jumlah produksi yang tidak terlalu berbeda, ketertarikan penonton memilih film nasional terus menurun sejak tahun 2010 hingga 2013. Jika diperhatikan dari film-film nasional terlaris sejak tahun 2008 sampai dengan 2012, akan tampak adanya sebuah hal yang bisa dikaji lebih mendalam. Film-film terlaris antara lain Laskar Pelangi, Ketika Cinta

Bertasbih, Sang Pencerah, Surat Kecil untuk Tuhan, Habibie & Ainun, dan Cinta Brontosaurus (Herlina, 2014, hal 1).

Jika dicermati, ada beberapa kecenderungan yang menyebabkan film tersebut menjadi laris. Beberapa diantaranya adalah film berbasis novel laris seperti Laskar Pelangi, Ketika Cinta

Bertasbih, Surat Kecil untuk Tuhan, Cinta Brontosaurus. Sedangkan kedua film lainnya yaitu Sang Pencerah dan Habibie & Ainun adalah biografi terkenal yaitu KH. Ahmad Dahlan dan

BJ Habibie. Sepintas dapat dilihat bahwa keberhasilan film-film terlaris Indonesia bersandar pada budaya populer lain, yaitu novel dan biografi tokoh. Kemungkinan lain yaitu, kehadiran mereka ke bioskop dapat dikatakan bukan karena film itu sendiri. Melainkan karena popularitas novel dan tokoh (Herlina, 2014, hal. 1).

(7)

Meski selera penonton film Indonesia belum dapat diidentifikasi dengan tegas, setidaknya konten film nasional cukup terlihat adanya perkembangan. Terdapat anggapan yang beredar di masyarakat dan media pada umumnya, film nasional masih didominasi oleh film-film horor dan komedi seks (Herlina, 2014 hal. 1). Akan tetapi, kenyataannya tidak begitu. Dalam segi konten, misalnya, terdapat keragaman dalam film nasional sejak tahun 2009.

Tabel 1

Keragaman Konten Film Nasional

Tahun Konten Film (dalam jumlah) Total

Drama Komedi Komedi Horor

Horor Laga Thriller Musikal Fantasi Dokumenter Animasi

2009 22 26 4 - 3 - 1 1 - 1 58

2010 28 20 3 19 3 - - 1 - - 74

2011 35 13 12 10 8 3 2 - 1 - 84

Sumber: (Herlina, 2014, hal. 2)

Keragaman tema yang dimiliki dari berbagai konten film tersebut menunjukkan adanya perubahan selera dalam masyarakat, baik pembuat film maupun penonton. Semakin banyak film nasional yang ditayangkan di bioskop membuat pilihan film nasional yang ditonton bertambah. Sehingga, akan juga berkontribusi dalam membentuk selera penonton film nasional. Hal ini akan turut membawa perkembangan pada industri film nasional.

Pentingnya Arsip Film

Pemusatan arsip akan memberikan kemudahan akses bagi para peneliti film. Tujuan didirikannya lembaga Sinematek adalah menghimpun semua data dan informasi yang berguna sebagai upaya pelestarian karya film (Biran, 1955, hal 3).

Oleh karena itu Sinematek bisa menjadi pusat pertemuan berbagai pihak dan kepentingan. Penggunaan nama Sinematek terinspirasi dari Cinematheque Francaise, yang bertujuan untuk

(8)

menghilangkan kesan bahwa lembaga ini lembaga pasif dan hanya berurusan dengan benda kuno (Rancajale et al, 2013, hal. 3). Oleh karena lembaga Sinematek Indonesia adalah suatu aktivitas kebudayaan, maka pada umumnya, lembaga ini menjadi pusat studi dan pengembangan budaya film. Banyak manfaat yang bisa ditarik dari menghimpun arsip dari berbagai pihak di Sinematek antara lain beban bagi pengembangan.

Lisabona Rahman, manajer program Kineforum Dewan Kesenian Jakarta, mengaku terpanggil untuk memperbaiki beberapa film lama Indonesia milik Sinamatek Indonesia, yang kondisinya sebagian telah rusak parah (Affan, 2012, hal. 1).

Sinematek Indonesia, yang didirikan oleh Misbach Yusa Biran, seorang sutradara film dan Asrul Sani, seorang penulis naskah pada 1975, hanya berhasil mengoleksi sekitar 14% dari sekitar 3,000 film Indonesia yang diproduksi sejak 1926 hingga 2012 (Rancajale et al, 2013, hal. 3).Oleh karena itu dengan tidak adanya pengarsipan yang baik generasi mendatang tidak akan dapat mengakses film-film nasional dan kehilangan kesempatan pembelajaran sejarah (Affan, 2012, hal. 2).

Mira Lesmana sebagai salah satu sutradara kenamaan Indonesia juga menaruh perhatian kepada Sinematek. Menurutnya Sinematek yang membutuhkan bantuan ini membuat ia tidak pernah berhenti menanamkan pengertian kepada masyarakat tentang pentingnya sebuah film. Jika koleksi film-film klasik yang disimpan Sinematek hancur maka Indonesia telah kehilangan salah satu jejak sejarahnya. Ia pun meminta pemerintah serius memperhatikan Sinematek Indonesia sekaligus menggugah kesadaran masyarakat untuk ikut berpartisipasi menyelamatkan salah satu dokumen negara ini (Suprihadi, 2012, hal. 1).

Namun, keberlangsungan program pelestarian koleksi Sinematek Indonesia menjadi terganggu akibat adanya kebijakan Pemerintah Pusat pada tahun 2001 di mana lembaga nirlaba tidak boleh lagi menerima sokongan dana dari Pemerintah Pusat (Rancajale et al, 2013, hal. 3). Padahal, fungsi yang dijalankan oleh Sinematek Indonesia ini dapat mendukung studi lebih lanjut tentang tahapan perjalanan industri perfilman Indonesia.

Metode Penelitian

Makalah ini dikembangkan berdasarkan kajian literatur dan data sekunder. Penulis akan menggambarkan kondisi yang terjadi pada Sinematek Indonesia. Analisis dilakukan berdasarkan data-data yang diperoleh melalui tinjuan literatur,berita-berita dari media massa, maupun media sosial yang membahas tentang Sinematek Indonesia.

(9)

Pembahasan

Sejarah Sinematek Indonesia

Berdasarkan kajian literatur, penulis menemukan bahwa dibalik berdirinya Sinematek, ada cerita yang melatar belakangi Misbach Yusa Biran sebagai salah satu pendirinya (Rancajale et al, 2013, hal. 2). Misbach Yusa Biran yang merupakan sutradara film, penulis skenario, dan sastrawan yang ternama pada saat itu mulai jenuh dengan munculnya film-film nasional yang hanya mengejar keuntungan semata. Oleh karena itu banyak film-film saat itu yang mengesampingkan idealisme pembuatnya dan mengisi filmnya dengan konten yang “menjual” unsur seks, kekerasan, dan horor. Masa-masa itu membuat Misbach Yusa Biran sulit untuk memproduksi film yang sesuai dengan idealismenya, maka untuk mengobati kekecawaannya ia pun beralih menjadi pengarsip film bersama Asrul Sani (Rancajale et al, 2013, hal. 2)

Menurut Biran, Sinematek Indonesia bertujuan menjadi salah satu sarana pengembangan perfilman nasional, Sinematek diharapkan menjadi pusat kegiatan penelitian atas segala aspek perfilman dan merupakan salah satu sarana praktis dalam meningkatkan pengetahuan dan apresiasi (Rancajale et al, 2013, hal. 2).

Didirikannya Sinematek Indonesia juga tidak lepas dari jasa Ali Sadikin yang pada waktu itu menjabat selaku Gubernur DKI Jakarta (Rancajale et al, 2013, hal. 3). Dengan bantuannya Pemerintah Pusat mengucurkan sejumlah dananya untuk mendirikan Sinematek Indonesia. Saat itu Sinematek Indonesia merupakan lembaga arsip film pertama dan terbesar di Asia Tenggara. Koleksinya sebagian berasal dari donasi dan lainnya dari pembelian baik dari dalam ataupun luar negeri. Kemudian pada tahun 1977, Sinematek Indonesia bergabung dengan International Federation of Film Archives (FIAF), lalu pada tahun 1995 menjadi bagian dari Yayasan Usmar Ismail dan berlokasi di Pusat Perfilman H.Usmar Ismail (PPHUI) di Kuningan, Jakarta Selatan (Rancajale et al, 2013, hal. 2).

Kondisi Sinematek Indonesia

Kantor Sinematek Indonesia hari ini memiliki pula perpustakaan film dan gudang penyimpanan film terletak di lantai dasar. Terdapat dua ruangan teater yang berkapasitas 150 kursi dan 500 kursi. Ruang penyimpanan film merupakan sarana paling vital dari lembaga ini, yaitu bertemperatur untuk film berwarna 0° F dan untuk film hitam-putih sampai temperatur 60-80° F dengan kelembapan masing-masing 50% RH (Rancajale et al, 2013, hal. 67)

(10)

Dalam kondisi ini film bisa dilestarikan sampai sekitar 50 tahun untuk film berwarna, 100 tahun film hitam putih (Biran, 1955, hal 3). Untuk bisa mempertahankan film berwarna sampai 100 tahun temperaturnya harus 0 derajat Celcius dengan kelembaban ruangan sekitar 40% RH. Cold Storage (ruang penyimpanan berpendingin) serupa itu akan dibangun di luar kota yang temperaturnya tidak sepanas jakarta, yang rencananya akan dijadikan untuk menyimpan film arsip, sedangkan yang tempat penyimpanan saat ini hanya untuk menyimpan kopi putar (screening copy).

Koleksi film Sinematek Indonesia per 2012 mencapai 187 judul film cerita dalam bentuk positif (film yang gambar dan suaranya sudah digabungkan) dan 548 judul film negatif (film yang gambar dan suaranya terpisah; Supriadi, 2012, hal. 1).

Dengan banyaknya koleksi yang dimiliki oleh Sinematek Indonesia tentunya dibutuhkan biaya perawatan yang tidak sedikit. Namun pendanaan ini tidak didukung oleh kebijakan Pemerintah Pusat.

Perdebatan mengenai pengembangan film secara formal berada di tangan Departemen Penerangan, sehingga gubernur pengganti Ali Sadikin tidak mau mengurus Komples Perfilman H. Usmar Ismail pada tahun 1977 , Sementara itu Departemen Penerangan menolak untuk mengurus dan menyediakan dana untuk pusat perfilman tersebut, dengan alasan bangunan-bangunan itu bukan mereka yang mendirikan. Di tahun 2000an kebijakan Pemerintah Pusat juga menghentikan pendanaan. Sehingga, Sinematek Indonesia selalu mengalami dana dalam keberlangsungannya (Rancajale et al, 2013, hal. 3).

Dari sekitar 2,000 film, para pekerja hanya bisa merawat 20 film per hari secara berkala (Suprihadi, 2012, hal. 1). Siklus perawatan satu film hanya bisa dilakukan setiap enam bulan sekali (Suprihadi, 2012, hal. 1). Padahal, idealnya satu film harus dirawat setiap empat bulan sekali agar tidak termakan asam dan karat. Ada sekitar 500 film yang perlu diselamatkan dari kehancuran.

Selain dibersihkan, film-film tersebut harus segera direstorasi agar bisa diputar kembali. Ironisnya karena banyak koleksi yang sudah rusak, pihak Sinematek menetapkan sebagian besar film tidak akan diputar lagi mengingat media filmnya sudah sangat tipis (Suprihadi, 2012, hal. 1). Beberapa film yang sudah rusak warnanya sudah berubah karena asam. Ketika plastik tempat penyimpanan film dibuka, bau asam sangat menyengat nyaris membuat orang tersedak (Suprihadi, 2012, hal 1). Selain itu bayak film yang putus ketika sedang dibersihkan

(11)

karena kondisinya sudah rapuh. Film-film tersebut terpaksa disambung agar bisa utuh kembali (Suprihadi, 2012, hal. 1).

Usaha Peremajaan Sinematek Indonesia

Usaha untuk memperbaiki film atau merestorasi koleksi Sinematek Indonesia bukan tidak pernah dilakukan. Dengan bantuan National Museum of Singapore (NMS) film karya Usmar Ismail, Lewat Djam Malam berhasil direstorasi. Menurut penulis dan kritikus film Kristanto,

Lewat Djam Malam dipilih untuk direstorasi karena dinilai merupakan benchmark film

Indonesia sepanjang masa, sekaligus karya terbaik Usmar Ismail (Kristanto, 2012, hal. 3). Proses restorasi berlangsung di Bologna, Italia. Film tersebut diperiksa kondisinya, kerusakan-kerusakannya, lalu kemudian diperbaiki, baik gambar maupun suaranya sehingga film kembali memiliki kualitas terbaik.

Selama satu setengah tahun proses restorasi berjalan dan upaya yang dilakukan pun tidak sia-sia karena film ini berhasil kembali kepada kualitas terbaiknya. Kemudian pencapaian terbaik setelah itu adalah dengan ditayangkannya Lewat Djam Malam dalam Festival Film International Cannes, dan sambutan penonton cukup luar biasa karena 80% kursi terisi penuh (Sekarjati, 2012, hal. 1). Pada Agustus 2011, proses restorasi Lewat Djam Malam dimulai di kota Bologna, Italia. Film tersebut diperiksa kondisinya, kerusakan-kerusakannya, lalu kemudian diperbaiki, baik gambar maupun suaranya, dengan target film tersebut adalah untuk mencapai kualitas terbaik. Target restorasi film tersebut adalah untuk mencapai kualitas terbaiknya seperti saat pertama kali ditayangkan pada tahun 1954.

Inisiatif restorasi film ini berasal dari NMS, yang kemudian bekerja sama dengan Yayasan Konfiden dan Sinematek Indonesia (Sekarjati, 2012, hal. 1) Pada awalnya, pihak NMS yang diwakilkan oleh Philip Cheah menghubungi Lisabona Rahman dan Lintang Gitomartoyo selaku penggerak Yayasan Konfiden, untuk memberitahukan bahwa NMS memiliki program restorasi film dan kali ini mereka tertarik merestorasi film Indonesia (Sekarjati, 2012, hal. 1). Hal ini karena fokus program NMS sendiri memang tidak hanya untuk Singapura, tetapi juga Asia Tenggara. Lisabona kemudian mengarahkan pihak NMS ke Kristanto untuk bantuan dan rekomendasi. Kemudian Kristanto merekomendasikan Lewat Djam Malam, dengan alasan

(12)

film ini adalah pemenang FFI pertama pada 1955, dan film ini membicarakan hal yang masih sangat relevan saat ini yaitu kasus korupsi.

Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, permasalahan yang dialami Sinematek Indonesia adalah karena keterbatasan dana dalam merawat koleksi film-film mereka. Efek yang melanda Sinematek Indonesia perawatan prasarana koleksi film-filmnya. Padahal, koleksi film-film tersebut merupakan warisan budaya yang perlu dilestarikan agar menjadi pembelajaran bagi generasi muda Indonesia seterusnya.

Namun di sisi lain, kebijakan pemerintah pun tidak akan bisa diubah begitu saja. Akhirnya, untuk mengatasi keterbatasan dana, para pekerja Sinematek Indonesia memangkas biaya dan jadwal perawatan koleksi film-filmnya.

Efek yang ditimbulkan jika tidak adanya Sinematek Indonesia adalah kesulitan mengakses film-film klasik nasional yang sebenarnya bisa menjadi bahan pembelajaran budaya yang berkembang di Indonesia dari masa ke masa. Terutama bagi penggiat film Indonesia, manfaat yang terbesar adalah dapat mempelajari segala gaya pembuatan film nasional dan perspektif sutradara film klasik nasional.

Kesimpulan

Perkembangan film nasional saat ini dapat dilihat dengan beragam jenis film yang dibuat oleh sineas Indonesia. Bahkan beberapa film diantaranya berhasil mencetak rekor penonton dan pemasukan besar. Tentunya perkembangan film nasional saat ini tidak lepas dari sejarah film nasional yang telah memulai dari tahun 1926.

Bukti nyata adalah proses restorasi film Lewat Djam Malam karya Usmar Ismail (1954), Melalui kerjasama dengan National Museum of Singapore dan Konfiden, para pengurus Sinematek Indonesia melakukan restorasi untuk mengangkat kembali sebuah film yang pantas menjadi benchmark film Indonesia. Selain itu, film tersebut juga mengangkat persoalan yang relevan hingga kini (korupsi). Tidak beberapa lama setelah film tersebut berhasil direstorasi, penghargaan menjadi film pembuka pada Festival Film International Cannes pun menjadi layak untuk Lewat Djam Malam. Film ini memiliki nilai sejarah penting, yang kini tidak perhatian Pemerintah Pusat meskipun individu-individu di belakang pengarsipannya terus bekerja keras mempertahankan keberlangsungannya.

(13)

Saran

Berdasarkan hasil penelitian dan analisis yang dilakukan oleh peneliti, peneliti memberikan saran sebagai berikut:

1. Para penggiat film nasional sebaiknya meningkatkan dukungan moril dan materil kepada Sinematek Indonesia, karena lembaga itu adalah sarana pengembangan perfilman nasional. Lembaga ini berfungsi menjadi pusat kegiatan penelitian atas segala aspek perfilman. Selain itu, lembaga ini juga merupakan salah satu sarana praktis dalam meningkatkan pengetahuan dan apresiasi, dan penting untuk dipertahankan.

2. Pemerintah Pusat dengan Pemerintah Daerah sebaiknya bersama-sama menetapkan kebijakan yang mengatur tentang sumber dana operasional Sinematek Indonesia. Tentunya, dana yang akan rutin diberikan tersebut adalah dana yang mencukupi kebutuhan operasional Sinematek Indonesia.

3. Masyarakat Indonesia sebaiknya mulai mendukung film nasional dengan wujud nyata yaitu ikut menonton di bioskop. Sehingga dari penjualan tiket bioskop dapat menambah pemasukan bagi pembuatnya.

Daftar Referensi

Buku

Hafiz Rancajale, Fuad Fauzi, Bonnie Triana, Akbar Yumni, Aiko Kurosawa, & Ajip Rosidi. (2013). Katalog

Filem: Anak Sabiran, Dibalik Cahaya Gemerlapan. Jakarta: Forum Lenteng

Jurnal online

Biran, M. Y. (1955). Kenapa Kita Harus Punya Sejuta Pengarsipan Film, Dipetik Januari 6, 2014 http://jurnalfootage.net/v4/kronik/kenapa-kita-harus-punya-sejuta-pengarsipan-filem

Herlina, D. (2014). Data Film Nasional, Dipetik Januari 9, 2014 http://filmindonesia.or.id/article/siapa-penonton-film-indonesia#.Us6srfRdWSo

Kristanto, J. B., & Pasaribu, J. (2011). Menonton Penonton, Dipetik Januari 6, 2014 http://filmindonesia.or.id/article/catatan-2011-menonton-penonton#.Us6uB_RdWSo

(14)

Kristanto, J. B. (2012). Film Indonesia dan Akal Sehat. Dipetik Januari 6, 2014 http://filmindonesia.or.id/article/film-indonesia-dan-akal-sehat#.Us6xjvRdWSo Website

Affan, H. (2012, Juni 30). Laporan Khusus Tokoh Lisabona Lintang. Dipetik Januari 6, 2014, dari bbc : http://www.bbc.co.uk/indonesia/laporan_khusus/2012/06/120630_tokoh_lisabona_lintang.shtml

Negara Bertanggung Jawab Selamatkan Pusat Dokumentasi Film. (2012, Mei 8). Dipetik 5 Januari, 2014,

dari seputaraceh : http://seputaraceh.com/read/7541/2012/05/08/negara-bertanggung-jawab-selamatkan-pusat-dokumentasi-film

Sekarjati, A. (2012, Agustus 8). Restorasi Film Lewat Djam Malam. Dipetik Januari 6, 2014 dari filmindonesia : http://filmindonesia.or.id/article/restorasi-film-lewat-djam-malam#.Urm7EfRdWSo Suprihadi, M. (2012, Mei 7). Pusat Dokumentasi Film Koleksi Sinematek Nyaris Hancur. Dipetik Januari 5,

2014, dari kompas :

http://entertainment.kompas.com/read/2012/05/07/18064020/Pusat.Dokumentasi.Film.Koleksi.Sinem atek.Nyaris.Hancur

Referensi

Dokumen terkait

Penentuan lokasi penelitian dilakukan dengan purposive yaitu metode penentuan daerah penelitian secara sengaja berdasarkan beberapa pertimbangan sebagai berikut, (1) Subak

Sebuah berkas sinar datang dari kaca de- ngan indeks bias bias 3/2 masuk ke air yang index biasnya 4/3, jika sudut datang nya 30 o maka :. a.Hitunglah sudut sinar biasnya.

Dari perhitungan estimasi biaya diatas sebagai asumsi biaya awal proyek di tahun 2018 di dapat jumlah biaya sebesar Rp 1.174.985.714, kemudian dibuat perhitungan nilai

elaksanaan mutasi pega'ai mempunyai anyak man!aat dan tu*uan yang sangat e"penga"u# kepada kemampuan dan kemauan ke"*a pega'ai yang mengakiatkan

bahwa berdasarkan hasil pemeriksaan terhadap bukti-bukti pendukung kebenaran nilai transaksi, penjelasan Pemohon Banding dan Terbanding dalam persidangan dan data yang ada dalam

lebih sedikit (40%) jika dibandingkan dengan kinerja guru dengan kriteria sedang (60%); (2) secara keseluruhan pada aspek pelaksanaan pembelajaran yang dilakukan

Berdasarkan hasil dan pembahasan yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa proses perbaikan dalam SOP Mini Riset ini meliputi, hal pertama adalah penambahan dokumen baku pada

Sebaliknya jika NNH makin kecil (misalnya NNH=5 ), ini berarti dari 5 pasien yang diterapi, satu diantaranya akan mengalami efek samping. • Memilih obat dengan nilai NNH terbesar