TEKNIK PEMBENIHAN KERANG MUTIARA (Pinctada maxima) METODE INJEKSI HORMON hCG (human Chorionic Gonadotrophin) DI BALAI BESAR
RISET PERIKANAN BUDIDAYA LAUT GONDOL – BALI.
TUGAS AKHIR
Oleh :
MUH. ARDIANSYAH 08 24 040
JURUSAN BUDIDAYA PERIKANAN
POLITEKNIK PERTANIAN NEGERI PANGKAJENE DAN KEPULAUAN PANGKEP
TEKNIK PEMBENIHAN KERANG MUTIARA (Pinctada maxima) METODE INJEKSI HORMON hCG (human Chorionic Gonadotrophin) DI BALAI BESAR
RISET PERIKANAN BUDIDAYA LAUT GONDOL – BALI.
TUGAS AKHIR
Oleh :
MUH. ARDIANSYAH 08 24 040
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Menyelesaikan Studi pada Politeknik Pertanian Negeri Pangkajene dan Kepulauan
Telah Diperiksa dan Disetujui oleh Pembimbing:
Ketua
Ardiansyah.,S.Pi.,MBiotech., St.
Anggota
Ir. Zaenal Abidin Musa M.Si
Diketahui oleh:
Direktur
Prof. Dr. Ir. Mursalim., M.Sc.
Ketua Jurusan Ir. Rimal Hamal, M.P
Tanggal Lulus : 1- Agustus - 2011
KATA PENGANTAR
Puji Syukur senantiasa marilah kita panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas berkat, rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan Tugas Akhir ini tepat pada waktunya.
Dalam menyelesaikan laporan Tugas Akhir ini, tidak terlepas dari adanya bantuan dari beberapa pihak baik itu secara langsung maupun tidak langsung. Teristimewa penulis haturkan sembah sujud kepada Ibunda dan Ayahanda tercinta, Adik-Adikku dan seluruh keluarga besar yang telah banyak membantu penulis baik moril maupun motifasi dan iringan doa dengan penuh kasih sayang kepada penulis.
Ucapan terima kasih dan penghargaan yang sebesar–besarnya juga kepada Bapak Ardiansyah,S.Pi., M.Biotech. St. dan Bapak Ir. Zainal Abidin Musa, M.Si sebagai dosen pembimbing yang telah banyak memberikan pengarahan, petunjuk serta bimbingan kepada penulis dalam menyelesaikan laporan ini. Dalam kesempatan ini penulis tidak lupa mengucapkan banyak terima kasih juga kepada: 1. I-MHERE Project Sub Component B.1 Batch III yang telah mendanai pembuatan
laporan tugas akhir ini.
2. Bapak Prof. Dr. Ir. Mursalim., M.Sc. selaku Direktur Politeknik Pertanian Negeri Pangkep.
4. Bapak Apri Imam Supii, S.Pi., M.Si selaku pembimbing lapangan di Balai Besar Riset Perikanan Budidaya Laut Gondol – Bali.
5. Semua staf dan teknisi lapangan serta calon peneliti : Mas Fajar, Mas Dadang, Pak Mandul, serta Mbak Dewi.
6. Semua teman – teman di Politeknik Pertanian Negeri Pangkep utamanya teman di jurusan budidaya perikanan angkatan XXI.
7. Semua teman – teman pkl di Balai Besar Riset Perikanan Budidaya Laut Gondol – Bali.
Penulis menyadari bahwa penyusunan laporan ini masih jauh dari kesempurnaan dan masih banyak terdapat kekurangan, untuk itu saran dan kritik yang sifatnya membangun sangat diharapkan penulis demi perbaikan dimasa mendatang. Mudah–mudahan laporan ini dapat bermanfaat bagi seluruh pembaca, khususnya bagi penulis sendiri.
Pangkep, 16 Juli 2011
RINGKASAN
MUH. ARDIANSYAH (08 24 040), pengalaman kerja praktikum mahasiswa tentang teknik rangsang pemijahan (induce spawning) kerang mutiara (P.
maxima) dengan metode penyuntikan hormon hCG (human Chorionic
Gonadotrophin) di Balai Besar Riset Perikanan Budidaya Laut (BBRPBL) Gondol Desa Penyambagan, Kecamatan Gerokgak, Kabupaten Buleleng, Provinsi Bali (dibawah Bimbingan Ardiansyah dan Zainal Abidin Musa).
Kerang Mutiara (P. maxima) merupakan salah satu komoditas perikanan yang memiliki nilai ekonomis tinggi dan memiliki prospek pengembagan usaha pada masa yang akan datang. Seiring dengan bertambahnya usaha pembudidayaan kerang mutiara, maka meningkat pula kebutuhan akan benih (spat) kerang mutiara.
Tujuan dari pengalaman kerja praktikum mahasiswa ini adalah agar mahasiswa yang melakukan kegiatan tersebut dapat melaksanakan dan mempelajari secara langsung teknik pembenihan kerang mutiara (P. maxima), yang meliputi teknik pemeliharaan induk, seleksi calon induk, pembersihan induk yang akan dipijahkan, pemijahan, penanganan telur, pemeliharaan larva, pemeliharaan larva, pengelolaan kualitas air, pemanen benih (spat) dan permasalahan yang timbul serta solusinya. Metode yang dilakukan dalam PKPM ini adalah metode deskriptif dengan teknik pengambilan data meliputi data primer dan data sekunder. Pengumpulan data dilakukan dengan cara observasi lapang, wawancara, partisipasi aktif dan study literatur.
Induk kerang mutiara yang terdapat di BBRPBL Gondol – Bali berasal dari alam yaitu dari Selat Bali dan Selat Lombok yang dibeli dari penyelam. Untuk dilakukan pemijahan, dibutuhkan induk kerang mutiara yang benar-benar matang gonad. Teknik yang digunakan dalam merangsang pemijahan kerang mutiara yaitu metode penyuntikan zat kimia (hCG campur solvent steril) dengan penyuntikan di bagian pangkal gonad, kemudian diletakkan di bak fiber dengan volume 200 liter, selanjutnya dibiarkan agar memijah.
Pemijahan antara 3 induk jantan dan 3 induk betina menghasilkan telur sebanyak 16.460.000 butir telur dan yang terbuahi hanya 4.792.307 butir atau hanya sekitar 29,11 % dari jumlah telur keseluruhan, hal tersebut terjadi karena kualitas sperma induk kerang mutiara itu kurang baik (tidak merata) sehingga banyak telur yang tidak terbuahi. Setelah 20 – 24 jam telur akan berkembang menjadi larva fase D-shape yang mulai diberi pakan alami. Wadah pemeliharaan larva kerang mutiara sendiri berupa bak kerucut yang memiliki volume 500 liter, dimana kepadatan larva yaitu 5 sel per ml.
DAFTAR ISI No. halaman Teks KATA PENGANTAR ... ii RINGKASAN ... iv DAFTAR ISI ... v
DAFTAR TABEL ... vii
DAFTAR GAMBAR ... viii
DAFTAR LAMPIRAN ... ix
I. PENDAHULUAN ... 1
1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Tujuan dan Kegunaan ... 4
II.TINJAUAN PUSTAKA ... 5 2.1 Klasifikasi ... 5 2.2 Morfologi ... 5 2.3 Anatomi ... 7 2.3.1 Kaki ... 7 2.3.2 Mantel ... 8 2.3.3 Organ Dalam... 9 2.4 Kebiasaan Hidup ... 10 2.5 Reproduksi ... 11 2.5.1 Perkembangan Gonad ... 12
2.5.2 Teknik Induce Spawning (Rangsang Pemijahan) ... 14
2.7 Makanan dan Kebiasaan Makan ... 19
2.8 Kualitas Air ... 20
2.9 Pengendalian Hama dan Penyakit ... 21
III. METODE PELAKSANAAN ... 23
3.1 Waktu dan Tempat ... 23
3.2 Metode Pengumpulan Data... 23
3.3 Materi dan metode kerja ... 25
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 41
4.1 Induk Kerang Mutiara (P. maxima) ... 41
4.1.1 Pemeliharaan Induk Kerang Mutiara (P. maxima) ... 41
4.1.2 Seleksi Induk Kerang Mutiara (P. maxima) ... 43
4.1.3 Teknik Induce Spawning (Rangsang Pemijahan) ... 45
4.2 Penanganan Telur Kerang Mutiara (P. maxima)... 48
4.3 Perkembangan Telur Kerang Mutiara (P. maxima) ... 52
4.4 Pemeliharaan Larva Dan Spat Kerang Mutiara (P. maxima) ... 53
4.5 Kualitas Air untuk Larva Kerang Mutiara (P. maxima) ... 57
4.6 Kultur Pakan Alami Kerang Mutiara (P .maxima) ... 58
4.7 Pengendalian Hama dan Penyakit ... 61
V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 64
5.1 Kesimpulan ... 64
5.2 Saran ... 65
DAFTAR PUSTAKA ... 66
DAFTAR TABEL
No. halaman Teks
1. Komposisi Asam Lemak dari Beberapa Spesies Phytoplankton yang Digunakan Sebagai Pakan Larva ... 19 2. Alat yang Digunakan untuk Membenihkan Kerang Mutiara di
BBRPBL Gondol – Bali. ... 25 3. Bahan yang Digunakan untuk Membenihkan Kerang Mutiara di
BBRPBL Gondol – Bali. ... 28 4. Dosis Pupuk dan Silikat yang Digunakan dalam Kultur Pakan Alami .. 38 5. Tingkat Kematangan Gonad Induk yang Dipijahkan ... 45 6. Data Induk yang Dipijahkan dan Jumlah Spat pada Saat Panen ... 46 7. Data Induk yang Dipijahkan dan Jumlah Spat pada Saat Panen ... 51
8. Dosis Pakan Sesuai dengan Stadia Larva Kerang Mutiara (P. maxima). 57
9. Tabel Kualitas Air Larva Kerang Mutiara (P. maxima) ... 58 10. Komposisi Pupuk Na Medium untuk Pakan Jenis Non Diatom ... 60 11. Pertumbuhan Pakan Alami untuk Kerang Mutiara (P. maxima) ... 61
DAFTAR GAMBAR
No Halaman
Teks
1. Cangkang Bagian Luar Kerang Mutiara ... 6
2. Struktur Kulit Kerang Mutiara ... 7
3. Anatomi Kerang Mutiara (P. maxima) ... 7
4. Tingkat Perkembangan Kematangan Gonad pada Kerang Mutiara (P. maxima) ... 14
5. Pocket induk Kerang Mutiara (P. maxima) ... 41
6. Penyemprotan Pocket dan Pembersihan Induk Kerang Mutiara ... 42
7. Shell Opener dan Spatula ... 44
8. Gonad Induk Betina ... 45
9. Perbedaan Telur Kerang Mutiara yang Terbuahi dan yang Tidak Terbuahi ... 49
10. Penyusunan Plankton Net Penyaringan Telur Kerang Mutiara (P. maxima) ... 50
11. Penghitungan Telur Kerang Mutiara (P. maxima) ... 51
12. Proses Perkembangan Embrio Tiram Mutiara (P. maxima) ... 53
13. Kurva Jumlah Larva dari Fase ke Fase ... 54
14. Larva Kerang Mutiara (P. maxima) yang Telah Diberi Spat Collector Tampak Atas Dan Tampak Samping ... 55
15. Pupuk KW 21 ... 60
16. Kurva Pertumbuhan Phitoplankton ... 61
DAFTAR LAMPIRAN
No Halaman
Teks
1. Peta Lokasi BBRPBL Gondol ... 69
2. Denah Lokasi PKPM ... 70
3. Proses Pemijahan Kerang Mutiara (P. maxima) ... 71
4. Foto BBRPBL Gondol – Bali ... 72
5. Struktur Organisasi BBRPBL Gondol, Bali ... 74
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Salah satu komoditi ekspor nonmigas dibidang budidaya laut yang memiliki prospek cerah untuk dikembangkan adalah kerang mutiara (Pinctada
maxima). Hal ini disebabkan oleh semakin pesatnya perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi yang memungkinkan terciptanya paket teknologi budidaya sederhana, selain itu ditunjang pula dengan melimpahnya sumber daya kerang mutiara yang mengitari ribuan gugus kepulauan di Indonesia yang menjadikan wilayah ini sebagai lokasi usaha budidaya potensial.
Beberapa jenis kerang mutiara di Indonesia antara lain adalah P. maxima,
Pinctada margaritifera, Pinctada fucata, Pteria penguin dan Pinctada lentiginusa. Tetapi sebagai penghasil mutiara yang terpenting ada 3 jenis yaitu P. maxima, Pinctada margaritifera, dan Pteria penguin (Sutaman, 1993).
P. maxima menghasilkan mutiara dengan ukuran yang relatif lebih besar
dari semua jenis kerang penghasil mutiara. Mutiara yang dihasilkannya berwarna perak, emas dan krem. Di pasar internasional, mutiara jenis ini sering kali disebut dengan nama mutiara laut selatan (South Sea Pearl). Permintaan akan kerang mutiara jenis P. maxima akhir-akhir ini mengalami peningkatan, hal ini dikarenakan selain kualitas butiran mutiara yang dihasilkannya mempunyai harga yang tinggi, cangkangnya juga dapat dipakai sebagai bahan industri tegel, kancing, cat dan digunakan dalam pembuatan barang-barang ornamental (Mulyanto, 1987). Selain itu daging dari kerang jenis ini memiliki cita rasa yang lezat dengan kandungan protein yang tinggi (Mudassir, 1981).
Berdasarkan informasi dari Lombok, Nusa Tenggara Barat, permintaan pasar akan spat kerang ukuran dibawah 5 cm dihargai Rp.3.000 sampai Rp 5.000 per cm. Hal tersebut menjadikan kerang jenis P. maxima ini menjadi komoditas budidaya andalan (Winanto, 2004).
Namun, di Indonesia usaha budidaya kerang mutiara lebih banyak terarah pada kegiatan pembesaran dan produksi mutiara saja. Pada satu sisi, permintaan akan spat sebagai bahan baku utama dalam pembesaran dan produksi mutiara semakin meningkat, namun disisi lain, ketersediaan spat yang selama ini mengandalkan pasokan dari alam semakin lama semakin berkurang. Kegiatan penangkapan yang dilakukan secara intensif dan tidak selektif mengancam kelestarian populasi kerang mutiara di alam. Selain itu, spat hasil tangkapan dari alam juga memilki ukuran, umur, maupun kualitas yang tidak seragam, sehingga perusahaan budidaya mutiara mengalami kesulitan dalam pengaturan rencana produksi dan pemeliharaan (Hasan, 1999).
Pembenihan merupakan suatu komponen penting dalam kegiatan budidaya. Ketersediaan spat berkualitas secara berkesinambungan merupakan hal yang mutlak diperlukan dalam upaya pengembangan budidaya dan peningkatan produksi kerang mutiara di Indonesia. Meningkatnya kebutuhan spat di lain sisi semakin memberikan peluang bagi berkembangnya usaha pembenihan kerang mutiara di masyarakat. Permintaan spat ukuran 5 – 7 cm Setiap tahunnya diperkirakan mencapai 4.143.000 ekor (Winanto, dkk., 2009). Berdasarkan uraian diatas maka upaya pembenihan melalui hatchery merupakan langkah tepat untuk mengurangi penangkapan kerang mutiara di alam.
Keberhasilan hatchery kerang mutiara dalam menghasilkan benih berkualitas secara kontinyu dengan kuantitas yang mencukupi menjadi faktor penentu bagi kesinambungan industri budidaya mutiara. Oleh karena itu, untuk mengembangkan usaha pembenihan kerang mutiara, diperlukan penguasaan teknik pembenihan kerang mutiara dan mengembangkan metode pemijahan untuk meningkatkan produksi spat.
Salah satu tahapan penting dalam kegiatan pembenihan adalah proses pemijahan. Berbagai teknik pemijahan yang berkembang dewasa ini, diantaranya dengan penambahan bahan kimia (seperti amoniak), expose, kejut suhu, dan donor spermatozoa. Namun, teknik tersebut belum dapat menjamin kecukupan ketersediaan spat baik kualitas maupun kuantitas. Selain itu penggunaan salah satu teknik seperti teknik donor spermatozoa dinilai tidak ekonomis karena harus mengorbankan induk jantan sebagai donor. Olehnya itu, diperlukan inovasi teknik artificial breeding lainnya yang lebih efektif dan ekonomis tanpa harus mengorbankan induk kerang mutiara. Teknik artificial breeding yang dimaksud adalah dengan penyuntikan induk dengan menggunakan hormon hCG (Human Chorionic Gonadotrophin). Teknik ini diharapkan dapat menjadi solusi dalam menghadapi perubahan iklim dunia saat ini, karena kematangan gonad dan pemijahan induk kerang mutiara masih bergantung pada musim.
1.2. Tujuan dan Kegunaan
Kegiatan pembuatan tugas akhir ini bertujuan untuk menentukan efektivitas teknik rangsang pemijahan (induce spawning) kerang mutiara (P.
maxima) dengan penyuntikan hormon hCG (human Chorionic Gonadotrophin),
serta untuk mengetahui sejauhmana pengaruh hormon hCG terhadap proses reproduksi kerang mutiara dan tingkat kelangsungan hidup benih yang dihasilkan melalui metode tersebut.
Tugas akhir ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan acuan dalam pelaksanaan teknik rangsang pemijahan (induce spawning) kerang mutiara (P. maxima) dengan penyuntikan hormon hCG (human Chorionic Gonadotrophin), sehingga dapat menunjang pengembangan usaha pembenihan kerang mutiara serta dapat digunakan untuk menumbuhkan motivasi bagi masyarakat untuk melakukan usaha tersebut.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Klasifikasi
Kerang mutiara merupakan hewan bertubuh lunak (mollusca) yang hidup di laut, tubuhnya dilindungi oleh sepasang cangkang yang tipis dan keras (bivalvia).
Klasifikasi P. maxima menurut Barnes (1988) dan Brusca (1990) adalah sebagai berikut:
♦ Filum : Mollusca
♦ Kelas : Bivalvia
♦ Sub kelas : Lamella branchia
♦ Ordo : Anysomyaria
♦ Sub ordo : Pteriomorpha
♦ Sub famili : Pteriidae
♦ Genus : Pinctada
♦ Spesies : P. maxima
Ada beberapa jenis kerang mutiara penghasil mutiara yang terpenting ada 3 jenis yaitu P. maxima, P. margaritifera, dan Pteria penguin (Sutaman, 1993).
2.2. Morfologi
Bentuk luar kerang mutiara tampak seperti batu karang yang tidak ada tanda-tanda kehidupan. Menurut Winanto (2000), secara morfologi kerang mutiara memiliki sepasang cangkang, bentuknya pipih, berwarna kuning tua sampai kuning kecokelatan dimana bentuk, ukuran, dan warna cangkang digunakan untuk membedakan antara jenis yang satu dengan jenis lainnya. Secara lebih jelas, bentuk cangkang bagian luar kerang mutiara dapat dilihat pada Gambar 1 berikut ini:
Gambar 1. Cangkang Bagian Luar Kerang Mutiara
Menurut Wada (1991), cangkang kerang mutiara terdiri dari 3 lapisan yaitu lapisan periostracum, lapisan perismatik dan lapisan nacreous. Ketiga lapisan tersebut, jika dilihat dari zat penyusunnya masing-masing adalah sebagai berikut :
1. Lapisan periostracum adalah lapisan kulit terluar yang kasar yang tersusun dari zat organik yang menyerupai tanduk.
2. Lapisan prismatik adalah lapisan kedua yang tersusun dari kristal-kristal kecil yang berbentuk prisma dari hexagonal calcite.
3. Lapisan mutiara atau nacre adalah lapisan kulit sebelah dalam yang tersusun dari kalsium karbonat (CaCO3).
Secara skematik, struktur kulit kerang mutiara dapat dilihat pada Gambar 2 berikut ini:
Gambar 2. Struktur Kulit Kerang Mutiara
2.3. Anatomi
Secara garis besar, anatomi kerang mutiara (Gambar 3) terdiri dari tiga bagian yaitu kaki, mantel dan kumpulan organ dalam (Sutaman, 1993).
Gambar 3. Anatomi Kerang Mutiara (P. maxima)
Kaki merupakan salah satu bagian tubuh kerang yang bersifat elastis, berbentuk seperti lidah yang terdiri dari susunan jaringan otot, dapat memanjang dan memendek tiga kali dari keadaan normalnya. Kaki berfungsi sebagai alat gerak hanya pada masa mudanya sebelum menempel pada suatu substrat (Mulyanto dalam Aswan, 1996). Pada bagian kaki terdapat bisus yaitu suatu bagian tubuh yang berbentuk serabut berwarna hitam berfungsi sebagai alat untuk melekat pada suatu substrat yang disukai. Sesudah kerang menetap dengan bisusnya, kaki tidak dipergunakan lagi. Selain itu, kaki kerang berfungsi untuk membersihkan kotoran yang mungkin menempel pada insang maupun pada mantelnya (Sutaman, 1993).
2.3.2. Mantel
Seperti semua jenis mollusca, cangkang kerang mutiara terbentuk oleh mantel. Mantel ini yang membungkus organ dalam yang terletak antara cangkang dan epitel luar dan organ dalam. Mantel ini terdiri dari dua bagian yaitu belahan mantel kiri dan bagian kanan. Keduanya berhubungan satu sama lain sepanjang garis punggung bagian tengah (Mulyanto, 1987).
Mantel tidak hanya berfungsi memisahkan organ dalam dengan cangkang, tetapi juga menyeleksi unsur-unsur yang terhisap dan menyemburkan kotoran keluar. Selain itu, mantel juga berfungsi seperti insang yang menjalankan kegiatan utama pada pernafasan dan menghisap makanan (Winanto dalam Aswan. 1996). Selanjutnya Sutaman (1993) menyatakan bahwa pada sel-sel epitel luar dari mantel akan menghasilkan kristal kalsium karbonat (CaCO3) dalam bentuk kristal aragonit yang lebih dikenal dengan lapisan mutiara atau nacre. Sel-sel ini
juga membentuk bahan organik protein yang disebut kokhiolin (C32H48N2O11) sebagai bahan perekat kristal kapur.
2.3.3. Organ Dalam
Bagian ini merupakan organ yang tersembunyi setelah bagian mantel dan merupakan pusat aktivitas kehidupan dari kerang mutiara tersebut. Organ dalam ini terdiri dari otot, insang, mulut, lambung, usus, jantung, susunan syaraf dan alat kelamin (Sutaman, 1993).
Kerang mempunyai sebuah otot yang keras, terletak di tengah dan menyilang dari cangkang kiri ke kanan di dalam tubuhnya. Otot ini berfungsi untuk membuka dan menutup cangkang. Di samping otot adductor juga terdapat sepasang otot retrator pada kaki, dua pasang posterior, orbicular retractor pada mantel, intrinsic pada kaki dan perut, branchial band dan otot cardinal. Masing-masing otot tersebut mempunyai fungsi tertentu (Sutaman, 1993).
Kerang mengambil makanan dengan jalan menyaring makanan yang ada dalam laut (filter feeder). Pada insang terdapat silia yang dapat bergerak, gerakan silia menyebabkan air masuk ke dalam saluran pemasukan (inhalent shipon). Sementara itu, darah yang tidak berwarna dalam insang mengambil oksigen dari laut (Mulyanto dalam Aswan, 1996).
Makanan yang ditelan masuk dari mulut kemudian melalui kerongkongan yang pendek langsung masuk ke perut. Dari perut sisa makanan (kotoran) akan dibuang melalui saluran usus yang relatif pendek dan berbentuk lalu keluar lewat usus (Winanto, 1991).
Menurut Mulyanto dalam Aswan (1996) jantung terdiri dari satu ventrikel dan aurikel lateral. Pembuluh darah aorta anterior dan posterior membawa darah yang tidak berwarna dari jantung ke seluruh organ tubuh. Selain itu, kerang juga dilengkapi dengan sistem saraf yang terdiri dari sepasang simpul saraf pusat atau merupakan susunan saraf otak sederhana dengan tali urat saraf dan alat perasa yang sederhana (Winanto, 1991).
2.4. Kebiasaan Hidup
Kerang mutiara jenis Pinctada. sp. yang banyak dijumpai di berbagai negara seperti Filipina, Thailand, Birma, Australia, dan perairan Indonesia sebenarnya lebih menyukai hidup di daerah batuan karang atau dasar perairan yang berpasir. Di samping itu juga banyak dijumpai pada kedalaman antara 20-60 m. Untuk perairan Indonesia sendiri jenis kerang P. maxima banyak terdapat di wilayah Indonesia bagian timur, seperti Irian Jaya, Sulawesi dan gugusan laut Arafuru (Sutaman, 1993).
Menurut Sutaman (1993) kerang jenis P. maxima berbeda dengan jenis ikan yang lain, cara makan kerang mutiara ini dilakukan dengan menyaring air laut (filter feeder). Sedangkan cara mengambil makanannya dilakukan dengan menggetarkan insang yang menyebabkan air masuk ke dalam rongga mantel. Kemudian dengan menggerakkan bulu insang, maka plankton yang masuk akan berkumpul di sekeliling insang. Selanjutnya melalui gerakan labial palp plankton akan masuk ke dalam mulut.
Pertumbuhan kerang mutiara biasanya sangat tergantung pada temperatur air, salinitas, makanan yang cukup dan persentase kimia dalam air laut. Pada
musim panas dimana suhu air naik, kerang mutiara dapat tumbuh secara maksimal. Namun, jika suhu dan salinitas sepanjang tahun stabil dengan kondisi lingkungan yang ideal, maka pertumbuhan pun akan stabil pula dengan pertumbuhan maksimum bisa mencapai 1 cm per bulan (Sutaman, 1993).
2.5. Reproduksi
Tin Tun dan Winanto (1988) menyatakan bahwa semua jenis kerang mutiara bersifat hermafrodit. Hal ini dibuktikan oleh hasil penelitian terhadap jenis P. maxima dan P. margaritifera, dimana ditemukan sel gamet jantan dan betina pada hewan yang telah dewasa.
Jenis kelamin kerang mutiara biasa berubah-ubah pada setiap individu. Maksudnya dalam satu individu dapat dihasilkan dua organ kelamin. Faktor yang mempengaruhi perubahan sel kelamin kerang mutiara ini adalah ketersediaan jumlah makanan di sekitar tempat hidupnya. Jika persediaan makanan cukup, maka alat reproduksinya betina, sedangkan apabila persediaan makanan kurang, maka alat reproduksinya jantan (Winanto, 2004).
Pembuahan telur P. maxima terjadi secara ekstrenal yaitu spermatozoa membuahi telur di luar tubuh induknya. Induk mula-mula mengeluarkan gamet jantan (spermatozoa) disusul dengan gamet betina (ovum) dan selanjutnya terjadi pembuahan (fertilisasi) di dalam air. Beberapa jam setelah pembuahan terbentuk zigot. Pada keadaan ini zigot berukuran 0,1-0,2 mm dan bersifat plantonik. Setelah 24-28 jam kemudian, stadium ini berkembang ke tingkat yang lebih tinggi yang disebut veliger dimana berlangsung antara 1-3 minggu. Dan setelah itu larva
akan mengalami metamorfosis menjadi anak kerang yang disebut dengan stadium spat.
2.5.1 Perkembangan Gonad
Gonad merupakan sebuah organ yang memiliki ciri-ciri tersendiri yang terletak di antara jaringan penghubung di dasar kaki dan usus.
Menurut Tjahyo (2004), gonad pada kerang mutiara yang masih muda belum nampak secara jelas, nanti setelah dewasa barulah nampak nyata dan gonad juga telah berkembang. Berdasarkan pengalaman pengamatan secara eksternal, mikroskopis dan studi histologi maka CMFRI (1991) mengelompokkan tingkat kematangan gonad kerang mutiara (P.maxima) menjadi lima stadia/tahap (deskripsi perkembangan gonad ini hanya didasarkan pada kerang betina) yaitu:
I. Tahap 1 : Tahap Tidak Aktif/Salin/Istirahat (inactive/spent/resting)
Kondisi gonad mengecil dan bening transparan. Dalam beberapa kasus, gonad berwarna orange pucat. Rongga kosong dan sel berwarna kekuningan (lemak). Pengamatan jenis kelamin pada tahap ini sangat sulit dilakukan.
II. Tahap 2 : Perkembangan/Pematangan (developing/maturing)
Warna transparan hanya terdapat pada bagian tertentu, material gametogenik (sel kelamin) mulai ada dalam gonad. Saat mencapai tahap lanjut, gonad mulai menyebar di sepanjang bagian posterior sekitar retraktor dan lebih jelas lagi di bagian anterior-dorsal. Gamet mulai berkembang di sepanjang dinding kantong gonad. Sebagian besar oocyt (bakal telur) bentuknya belum beraturan dan inti belum ada. Ukuran rata-rata oocyt 60
µ
m x 47,5µ
m.III. Tahap 3 : Matang (mature)
Gonad tersebar merata hampir di seluruh jaringan organ. Biasanya berwarna krem kekuningan. Sebagian besar oocyt berbentuk seperti buah pir dengan ukuran 68
µ
m x 50µ
m. Inti berukuran 25µ
m.IV. Tahap 4 : Matang Penuh / Memijah Sebagian (fully maturation / partially
spawned)
Gonad mengembung, tersebar merata, dan secara konsisten akan keluar dengan sendirinya atau jika ada sedikit trigger (getaran). Oocyt bebas dan terdapat di seluruh dinding kantong. Hampir semua oocyt rata-rata 51,7
µ
m.V. Tahap 5 : Salin (spent)
Bagian permukaan gonad mulai menyusut dan mengerut dengan sedikit gonad (kelebihan gamet) tertinggal di dalam lumen (saluran-saluran di dalam organ reproduksi) pada kantong. Jika ada oocyt maka jumlahnya hanya sedikit dan bentuknya bulat. Ukuran rata-rata oocyt 54,4
µ
m. Deskripsi tahap salin biasanya digunakan pada kondisi setelah oogenesis, selanjutnya secara cepat akan berubah ke tahap salin istirahat (tahap 1 : spent resting). Tingkat perkembangan gonad pada kerang dapat dilihat pada Tabel 1 :Tabel 1. Tingkat Kematangan Gonad pada Induk Kerang Mutiara. Tingkat
Kematangan Gonad
Kondisi Matang Gonad
(TKG) I <50% II 50-70% III 70-80% IV 80-100% Keterangan :
I. Mulut II.Gonad III.Pangkal kaki
IV. Kaki V. Byssus
2.5.2 Teknik Rangsang Pemijahan
Pemijahan terjadi oleh karena kontraksi otot dengan ekstruksi berturut-turut 1 atau 2 menit dengan cara menutup cangkang dengan kuat (Tranter, 1958). Pemijahan alami biasanya dimulai dengan pemijahan yang jantan lebih dahulu. Pengeluaran spermatozoa merangsang betina untuk memijah.
Reaksi pemijahan kerang mutiara sangat dipengaruhi oleh komponen yang terdapat dalam telurnya. Apabila telah mengalami perkembangan dengan baik, maka kontraksi otot adductor terjadi berulang-ulang dan penutupan kedua katub menyebabkan pengeluaran sel-sel gamet selama satu atau dua jam. Setelah
pengeluaran sel-sel gamet, kerang mutiara akan mengalami pematangan gonad yang telah dilengkapi dengan byssus.
Sutaman (1993) menyatakan bahwa proses pemijahan dapat dilakukan dengan dua cara yaitu dengan manipulasi lingkungan dan secara kimiawi.
1. Pendekatan lingkungan yang sering dilakukan adalah dengan stimulasi suhu
secara bertahap dari 28oC sampai 35oC hingga kerang memijah.
2. Secara kimiawi yaitu melalui penyuntikkan hormon, dalam beberapa kasus,
kerang dalam bak pemijahan tidak dapat memijah secara alamiah. Hal ini bisa terjadi karena kondisi lingkungan tidak memungkinkan untuk proses pematangan gonad dan pemijahan. Oleh karena itu, perlu dilakukan pemijahan melalui penggunaan rangsang hormon untuk mempercepat proses pemijahan. Biasanya, pemijahan dengan menggunakan hormon akan menghasilkan benih berkualitas lebih rendah dari pada benih dari hasil pemijahan secara alamiah. Namun, kelebihan perlakuan ini di antaranya mudah ditentukan saat pemijahan sehingga akan mempermudah persiapkan penyediaan pakan alami untuk mencukupi kuantitas yang dibutuhkan.
Hormon untuk merangsang pemijahan antara lain golongan gonadotropin. LHRH-a, dan steroid. Gonadotropin adalah hormon berbahan baku protein yang dihasilkan oleh kelenjar hipofisa. Hormon ini memanipulasi gonad sehingga bisa matang dan berovulasi. Hormon gonadotropin bisa berbentuk ekstrak kelenjar hipofisa ikan dan gonadotropin mamalia (seperti HCG = Human chorionic gonadotropin; LH = luteinizing hormon; FSH = follicle stimulating hormon; dan PMSG = pregnant mare
serum gonadotropin). Penggunaan hormon gonadotropin bisaanya merupakan kombinasi antara ekstrak kelenjar hipofisa ikan dan gonadotropin mamalia.
Adapun teknik yang dilakukan dalam tugas akhir, yaiutu melalui teknik kimiawi yaitu melalui injeksi hormon hCG (hormon Chorionic
Gonadotropin). hCG adalah hormon gonadotropin yang disekresi oleh
wanita hamil dan disintesa oleh sel-sel sintitio tropoblasdari placenta. HCG
mempunyai dua rangkaian rantai peptida yaitu α yang mengandung 92 asam
amino dan β mengandung 145 asam amino. HCG biasanya diproduksi dari
plasenta mamalia. HCG berperan dalam pemecahan dinding folikel saat akan terjadi ovulasi. LH (Litunuising Hormon) adalah hormon perangsang ovulasi yang kuat, hCG memiliki potensi LH. Fungsi LH dalam sel theca akan
merangsang prostaglandin (PGE) dan PGF2α dari asam arachidonad. PGF2α
juga mempunyai peran penting dalam pecahnya folikel dan pengeluaran oosit yang telah matang.
Pada manusia sendiri hCG (human Chorionic Gonadotropin) berinteraksi dengan reseptor LHCG dan mempromosikan pemeliharaan korpus luteum selama awal kehamilan, menyebabkan ia mengeluarkan hormon progesteron. Progesteron memperkaya rahim dengan lapisan tebal pembuluh darah dan kapiler sehingga dapat menopang pertumbuhan janin.
Selanjutnya dikatakan bahwa pembuahan (fertilisasi) terjadi secara eksternal di dalam media air setelah didahului dengan pengeluaran spermatozoa dari kerang jantan. Sedangkan telur akan dikeluarkan 45 menit
kemudian. Telur yang dibuahi akan tampak berada di dasar dengan diameter sekitar 47,5
µ
m.2.6. Perkembangan Larva
Setelah menetas menjadi larva, sebelum menjadi spat, larva kerang mutiara akan mengalami berbagai bentuk perubahan (metamorfosa), diantaranya :
a) Fase Veliger (D Shape Larvae)
Fase veliger atau larva bentuk D (D shape) dicapai setelah larva berumur 18-20 jam dan berukuran 70 µ x 80 µ. Larva fase veliger bersifat fotopositif sehingga tampak berenang-renang di sekitar permukaan air. Dengan melakukan sirkulasi air yang harus benar-benar diperhatikan.
b) Fase Umbo
Setelah 12-14 hari, larva mengalami metamorphosis menjadi fase umbo (130 µ x 135 µ) yang ditandai dengan adanya tonjolan (umbo) pada bagian dorsal.
c) Fase Eye Spot (Bintik Hitam)
Fase bintik hitam (eye spot) terjadi pada hari ke-16 dan ke-17 dengan ukuran 200 µ x 190 µ. Posis eye spot berada di sebelah bawah promordia kaki (Winanto, 2004).
d) Fase Pediveliger
Larva mencapai fase pediveliger atau umbo akhir setelah berumur 18-20 hari dengan ukuran 210 µ x 200 µ. Larva ini mulai mencari tempat untuk menempel atau menetap.
e) Fase Plantigrade
Fase transisi atau fase akhir kehidupan planktonis larva terjadi pada hari ke 20-22, Ukuran larva plantigrade sekitar 230 µ x 210 µ yang ditandai dengan tumbuhnya cangkang baru disepanjang periphery dan memproduksi benang-benang bisus untuk menempelkan diri pada substrat.
f) Fase Spat
Larva mulai memasuki fase spat setelah berumur 23-25 hari dengan ukuran rata-rata 325-353 mikron, dimana pada fase ini ditandai dengan terlihatnya insang pada bagian tubuh larva. Menurut Winanto (2004), spat ditandai dengan terbentuknya garis lurus engsel serta berkembangnya bagian ujung bawah anterior dan posterior. Benang-benang bissus tumbuh dengan sempurna. Secara utuh bentuk spat seperti kerang mutiara dewasa, hanya garis-garis pertumbuhannya masih terlihat jelas.
Larva yang sehat dicirikan oleh aktivitas gerak, distribusi dan warna di bagian perut. Larva yang sehat tampak bergerak aktif berputar-putar dengan menggunakan silia dan menyebar merata, terutama dibagian lapisan permukaan dan tengah air. Larva yang tidak sehat atau kondisinya kurang baik akan berada di lapisan air bagian bawah dan di dasar bak. Jika pakan yang dikonsumsi I. galbana dan P. maxima secara mikroskopis dapat diamati maka tampak larva yang sehat akan banyak makan (kenyang) sehingga perutnya berwarna kuning tua, sedangkan larva yang cukup makan (sedang) bagian perutnya berwarna kuning dan tidak mau makan bagian perutnya berwarna kuning muda. Warna larva dapat bervariasi, tergantung jenis pakan yang dikonsumsi. Namun, larva yang sehat biasanya
berwarna cokelat keemasan, terutama di bagian saluran pencernaan (digestive
diverticulum). Pada fase awal, warna larva dapat berubah nyata jika
mengonsumsi pakan dengan warna yang berbeda. Namun, seiring dengan pertumbuhan larva dan cangkangnya pun semakin tebal maka pengaruh warna pakan tidak terlihat lagi.
2.7. Makanan dan Kebiasaan Makan
Kerang mutiara termasuk hewan pemakan plankton (plankton feeder). Pakan utama tersebut adalah phytoplankton. Pakan merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan pemeliharaan larva sampai spat di laboratorium. Oleh karena itu, ketersediannya harus dalam jumlah yang cukup, berkesinambungan dan tepat waktu.
Menurut Imai (1982), Darmaraj et.al. (1991), CMFRI (1991),
phytoplankton berukuran kurang dari 10
µ
merupakan makanan utama larvakerang mutiara. Jenis alga yang penting sebagai pakan larva dan umum digunakan adalah Isochrysis galbana. Beberapa jenis mikro alga lainnya adalah
Pavlopa sp., Chaetoceros sp., Nannocloropsis spp., chromulina dan Dictaria.
Pakan yang diberikan dapat bervariasi tergantung pada fase pertumbuhan larva dan spat.
Tabel 2. Kandungan EPA, Omega-3 dan HUFAs dari Beberapa Spesies Phytoplankton yang Digunakan Sebagai Pakan Larva (% Total Asam Lemak).
Sumber : Winanto (2000).
2.8. Kualitas Air
Beberapa faktor yang mempengaruhi pertumbuhan dan kelangsungan hidup larva dan spat diantaranya kualitas air, pakan dan kondisi fisiologis organisme. Selain itu juga tergantung dari berbagai unsur pokok kimia dalam air seperti mikronutrien (fosfat, nitrat/nitrit, amoniak dan silikat) (Tjahjo, 2004).
a. Salinitas
Winanto (2004) mengemukakan bahwa dilihat dari habitatnya, kerang mutiara lebih menyukai hidup pada salinitas tinggi. Kerang mutiara dapat hidup pada salinitas 24 ppt dan 50 ppt tetapi hanya untuk jangka waktu yang pendek yaitu sekitar 2-3 hari. Pemilihan lokasi pembenihan sebaiknya di perairan yang memiliki salinitas antara 32-35 ppt. Kondisi perairan seperti ini baik untuk pertumbuhan dan kelangsungan hidup larva dan spat. Pada salinitas 14 ppt dan 5 ppt dapat mengakibatkan kematian pada kerang mutiara hingga 100% (Winanto, 2004).
Spesies EPA Total Omega-3
HUFAs
Tetraselmis tetrathele Nannochloropsis oculata Pavlopa lutheri
Isochrysis clone tahiti Isochrysis galbana Phaeodactylum tricormutum Skeletonema costatum 6,4 30,5 13,8 0,5 3,5 8,6 13,8 8,1 42,7 23,5 3,3 22,5 9,6 15,5
b. Suhu
Perubahan suhu memegang peranan penting di dalam aktivitas biofisiologi kerang mutiara di dalam air, seperti aktivitas filtrasi dan metabolisme. Umumnya, suhu yang baik untuk kelangsungan hidup kerang mutiara berkisar 25-30oC.
Dalam kondisi laboratorium, suhu yang bervariasi dapat mempengaruhi
waktu penempelan larva kerang mutiara. Pada suhu 28-29oC, larva akan
menempatkan diri untuk menetap dan melekat pada substrat setelah 24 hari.
Selanjutnya pada rentang suhu 24-27oC larva akan melekat setelah 32 hari.
Perubahan suhu walaupun kecil selama pemeliharaan larva dapat mengakibatkan
kematian. Suhu air yang baik untuk pemeliharaan larva berkisar 25-27oC
(Winanto, 2004).
c. Derajat Keasaman (pH) Air
Derajat keasaman air yang layak untuk P. maxima berkisar 7,8-8,6. Sementara pada pH 7,9-8,2 kerang mutiara dapat berkembang dan tumbuh dengan baik (Winanto, 2004).
Menurut Winanto (2004) pada prinsipnya, habitat kerang mutiara di perairan adalah pH lebih tinggi dari 6,75. Kerang tidak akan bereproduksi kembali jika pH lebih dari 9,00. Aktivitas kerang akan meningkat pada pH 6,75-7,00 dan menurun pada pH 4,0-6,5. Pada kisaran pH tersebut, jumlah kerang yang normal hanya sekitar 10%.
d. Oksigen Terlarut (DO)
Bagi organisme akuatik yang dibudidayakan, oksigen terlarut dapat menjadi faktor pembatas kelangsungan hidup dan perkembangannya. Kerang
mutiara dapat hidup baik pada perairan dengan kandungan oksigen terlarut berkisar 5,2-6,6, ppm (Winanto, 2004).
2.9. Pengendalian Hama dan Penyakit
Hama umumnya menyerang bagian cangkang. Hama tersebut berupa jenis teritip, cacing, dan polichaeta yang mampu mengebor cangkang kerang. Hama yang lain berupa hewan predator, seperti gurita dan ikan sidat. Upaya pencegahan dengan cara membersihkan hama-hama tersebut dengan manual pada periode waktu tertentu.
Penyakit kerang mutiara umumnya disebabkan parasit, bakteri, dan virus. Parasit yang sering ditemukan adalah Haplosporidium nelsoni. Bakteri yang sering menjadi masalah antara lain Pseudomonas enalia, Vibrio anguillarum, dan
Achromobacter sp.
Sementara itu, jenis virus yang biasanya menginfeksi kerang mutiara adalah virus herpes. Upaya untuk mengurangi serangan penyakit pada kerang mutiara antara lain :
a) Selalu memonitor salinitas agar dalam kisaran yang dibutuhkan untuk menjaga kesehatan kerang,
b) Menjaga agar fluktuasi suhu air tidak terlalu tinggi, seperti pemeliharaan kerang tidak terlalu dekat ke permukaan air pada musim dingin,
c) Lokasi budidaya dipilih dengan kecerahan yang cukup bagus, dan d) Tidak memilih lokasi pada perairan dengan dasar pasir berlumpur.
3.1. Waktu dan Tempat
Tugas akhir ini disusun berdasarkan hasil kegiatan Pengalaman Kerja Praktik Mahasiswa (PKPM) yang telah dilaksanakan selama ±3 bulan yaitu mulai bulan Maret - Juni 2011 di Balai Besar Riset Perikanan Budidaya Laut (BBRPBL) Gondol, Bali.
3.2. Metode Pengumpulan Data
Metode yang dilaksanakan dalam penulisan tugas akhir ini dengan melakukan pengambilan data yang meliputi data primer dan data sekunder.
3.2.1 Data Primer
Data primer ini secara langsung diperoleh dari pencatatan hasil observasi, partisipasi aktif dan wawancara.
3.2.1.1 Observasi
Observasi atau pengamatan secara langsung adalah cara pengambilan data dengan menggunakan indra mata tanpa ada alat pertolongan standar lain untuk keperluan tersebut. Dalam penyusunan tugas akhir ini observasi dilakukan terhadap berbagai hal yang berhubungan dengan kegiatan manajemen & Teknis pembenihan kerang mutiara (P. maxima) yang meliputi : pemeliharaan induk, pemijahan, penetasan telur, pemeliharaan larva dan kultur pakan alami.
Wawancara merupakan proses memperoleh keterangan dengan cara tanya jawab sambil bertatap muka antara si penanya dengan si penjawab. Wawancara disini dilakukan dengan cara tanya jawab dengan pembimbing, teknisi dan staf perusahaan mengenai permasalahan dalam pembenihan kerang mutiara (P.
maxima) khususnya dalam hal teknik pembenihan Kerang Mutiara (P. maxima).
3.2.1.3 Partisipasi Aktif
Partisipasi aktif dilakukan dengan cara mengikuti secara langsung beberapa kegiatan dalam pembenihan kerang mutiara (P. maxima). Misalnya persiapan benih, persiapan proses pemijahan, pemijahan, pemberian pakan dan lain-lain.
3.2.2 Data sekunder
Data sekunder adalah data yang telah dikumpulkan dan dilaporkan orang dari luar penyelidik sendiri yang merupakan data asli. Data sekunder diperoleh dari laporan-laporan terdahulu, studi literatur dan pustaka yang menunjang untuk mencari keterangan ilmiah teoritis dari literatur.
3.3 Materi dan Metode Kerja 3.3.1 Alat dan Bahan
3.3.1.1 Alat
Alat-alat yang digunakan dalam kegiatan ini, dapat dilihat pada tabel 3 dibawah ini :
Tabel 3. Alat yang Digunakan untuk Membenihkan Kerang Mutiara di BBRPBL Gondol – Bali.
Alat Fungsi Gambar
• Bak fiber glass ukuran ½ ton (500 liter).
• Untuk pemeliharaan larva, spat dan induk.
• Bak fiberglass volume 100 liter.
• Untuk aklimatisasi induk dan pemijahan
• Spat Collector • Untuk tempat perlekatan
larva setelah menjadi spat
• Filter case 10, 5, 3, 1, 0,5 dan 0,2 µm.
• Untuk menyaring air laut
• Selang ½ inci • Alat untuk mengalirkan air
ke bak-bak pemeliharaan.
• Pompa • Memompa air laut dan air
tawar Tabel 3. Lanjutan...
• Sand filter • Menyaring air laut
• Sedgwick - Rafter, counting cell dan hand counter
• Untuk menghitung jumlah kepadatan larva dan pakan alami
• UV (ultra violet) water stability
• Untuk mensterilkan air laut sebelum masuk ke wadah kultur algae
• Blower • Untuk menyuplai oksigen
• AC • Untuk menstabilkan suhu
ruangan kultur plankton
• Peralatan seleksi induk (tang, baji dan spatula)
• Untuk membuka cangkang kerang, menopang kerang agar cangkangnya tetap terbuka dan alat untuk menyibak insang kerang.
• Mikroskop dan mikrometer
• Untuk melihat jumlah kepadatan plankton dan larva pada haemocytometer dan counting cell
• Timbangan analitik • Untuk menimbang bahan-bahan kimia sebagai nutrien algae untuk bertumbuh. Tabel 3. Lanjutan...
• Peralatan kualitas air (Handrefrakometer, pH meter, termometer dan DO meter)
• Untuk mengukur salinitas air, pH, suhu dan oksigen terlarut pada air laut.
• Peralatan gelas • Untuk kegiatan kultur murni
• Autoclave dan kompor gas
• Mensterilkan air laut sebagai media kultur algae
• Peralatan kerja • Untuk membantu kegiatan
pembenihan
• Plankton net • Alat untuk memanen telur
yang terbuahi dan menyaring larva saat pergantian air
• Selang plastik • Bagian dari aerator
• Batu aerasi • Untuk menghasilkan
gelembung saat mesuplai oksigen
• Ember • Tempat menampung pakan
alami saat pemberian pakan Tabel 3. Lanjutan...
• Gayung • Alat yang digunakan untuk memberikan pakan alami
• Gelas ukur dan wadah lainnya
• Alat yang dipakai sebagai wadah penampungan larva dan penampungan pakan alami sebelum diberika ke larva.
3.3.1.2 Bahan
Bahan yang digunakan dalam kegiatan ini dapat dilihat pada tabel 4 di bawah.
Tabel 4. Bahan yang Digunakan untuk Membenihkan Kerang Mutiara di BBRPBL Gondol – Bali.
No Bahan Fungsi Gambar
1. Kerang mutiara (P.
maxima)
Sebagai induk kerang mutiara yang akan dipijahkan 2. Pakan alami (Isochrysis sp., Chaetoceros sp., Tetraselmis chuii, Nannochloropsis dan Pavlopa lutheri)
Untuk makanan induk, larva dan spat kerang mutiara
3. Pupuk KW 21 Untuk memupuk pakan
alami Tabel 4. Lanjutan...
4. Larva dan Spat Benih kerang mutiara yang dipelihara
5. Air laut Media pemeliharaan
induk, larva dan spat
6. Sabun sunlight, porsteks, bayclin, rinso dan iodin pavodin
Bahan pencuci alat-alat kultur dan bak-bak pemeliharaan larva
7. Aluminium foil dan cling wrap.
Penutup wadah kultur algae
8. Hormon hCG dan peralatan untuk penyuntikannya.
Zat yang digunakan
untuk memicu kematangan gonad dan
pemijahan kerang mutiara.
3.3.2 Prosedur Kerja
1. Bak yang akan digunakan digosok dengan menggunakan sikat/spon sampai bersih,
2. Wadah yang telah disikat, dibilas sampai bersih dengan menggunakan air tawar agar sisa kotoran pada bak tersebut hilang. Setelah bersih, wadah selanjutnya dikeringkan.
3.3.2.2 Suplai Air
1. Pompa air/dinamo terlebih dahulu dihubungkan dengan aliran listrik. 2. Kemudian dengan bantuan dinamo, air dari laut dialirkan ke bak tandon
out-door, kemudian dari bak tandon out-door dialirkan lagi melalui sand
filter ke bak tandon in-door 1 dan dari bak tandon in-door 1 air kemudian dialirkan lagi ke bak tandon in-door 2 dengan melalui catridge filter dan filter U.V.
3. Selanjutnya air yang ditampung dalam bak tandon in-door 2 tersebut akan mengalir melalui selang yang dihubungkan dengan kran air.
4. Pada kran air dipasangkan selang, kemudian air akan dialirkan ke dalam bak pemeliharaan yang akan digunakan.
3.3.2.3 Pengisian Air
2. Selanjutnya diisi air dengan bantuan selang yang terhubung dengan sumber
air laut, dimana air sebelum masuk ke bak pemeliharaan terlebih dahulu melewati sand filter, filter catridge, dan filter U.V.
3.3.2.4 Pengukuran Kualitas Air 1. Suhu
• Thermometer dikeluarkan dari tempatnya, lalu bagian ujung bawahnya dimasukkan kedalam air media pemeliharaan.
• Selanjutnya ditunggu sampai indikator suhunya berhenti bergerak (raksanya bila thermometer raksa). Jika ujung atas pada raksanya menunjukkan suatu nilai tertentu, maka itulah nilai parameter suhu yang diukur.
• Setelah dipakai maka thermometer dibilas dan direndam dengan menggunakan air tawar bersih dan dikeringkan dengan menggunakan tissue.
2. Salinitas
a) Refraktometer ditetesi dengan akuades
b) Sisa aquadest yang tertinggal dibersihkan dengan kertas tissue c) Selanjutnya, air sampel diteteskan sebanyak 2 tetes pada kaca prisma d) Refraktometer dihadapkan ke sumber cahaya sehingga akan tampak
tampak sebuah bidang berwarna biru dan putih.
f) Selanjutnya kaca prisma dibilas dengan aquades, diusap dengan kertas tissue dan refraktometer disimpan di tempat kering.
3.3.2.5 Pergantian Air (Penyurutan dan Sirkulasi Bak Pemeliharaan Larva)
1. Plankton net disusun secara bertingkat berturut-turut dari atas kebawah dari mesh size terbesar ke terkecil, kemudian selang dipasang pada bagian ujung kran pipa pembuangan (out-let) bak pemeliharaan,
2. Kran pembuangan bak dibuka dan air dialirkan melalui plankton net sebelum terbuang ke saluran pembuangan agar larva atau telur tidak terbuang,
3. Setelah bersih, air dimasukkan kembali pada bak pemeliharaan tersebut untuk mengganti air yang telah terbuang.
3.3.2.6 Pemeliharaan Induk Kerang Mutiara (P. maxima)
1. Induk dimasukkan kedalam pocket net, kemudian digantung di dalam air di
keramba jaring apung. Setiap 2 minggu sekali induk kerang mutiara disemprot agar organisme penempel dan lendir dari kerang mutiara terlepas dari cangkang kerang mutiara,
2. Setelah induk matang gonad, induk kerang mutiara tersebut diambil dan
dipijahkan di hatchery kerang mutiara.
1. Induk kerang mutiara yang dipelihara di keramba jaring apung diangkat, dibersihkan, dan dikeluarkan dari pocket pemeliharaan,
2. Induk yang telah dikeluarkan dari pocket pemeliharaan diletakkan secara berdiri dengan bagian engsel di bagian bawah pada bak penampungan sementara,
3. Apabila ada induk yang membuka cangkangnya, maka tang segera dimasukkan kedalam celah bukaan cangkang agar cangkangnya tetap terbuka,
4. Induk yang diambil dari hasil budidaya di keramba jaring apung (KJA) alam diseleksi berdasarkan jenis kelamin dan tingkat kematagan gonad (TKG) nya.
5. Induk yang lolos seleksi dimasukan ke dalam bak fiber volume 200 liter/ 8 – 20 ekor induk yang berisi air laut yang dilengkapi dengan aerasi dan diberi pakan alami untuk diaklimatisasi (pemeliharaan sementara sebelum dipijahkan).
3.3.2.8 Pemeliharaan Induk Kerang Mutiara sebelum Dipijahkan
1. Induk kerang mutiara yang akan dipijahkan dibersihkan terlebih dahulu dengan menggunakan sikat,
2. Induk dimasukkan kedalam bak pemeliharaan induk berupa bak fiber berbentuk silinder volume 200 liter,
3. Bak pemeliharaan induk diisi air hingga ¾ bagian, selanjutnya pakan alami diberikan ke induk kerang mutiara sebelum dipijahkan (± 12 – 24 sebelum dipijahkan).
3.3.2.9 Pemijahan Induk
1. Pada saat induk kerang mutiara membuka cangkangnya di dalam bak pemeliharaan induk, tang kemudian dimasukkan kedalam celah cangkang kerang,
2. Kemudian, induk diangkat dari air dan dilakukan pengamatan TKG.
3. Bubuk hormon hCG 1500 IU (human Chronic Gonadothrophin) dicampurkan dengan Cairan Solvent steril 5 ml dengan perbandingan 1 : 1. Adapun teknik pencampuran hCG dengan solvent steril yaitu : larutan solvent steril sebanyak 5 ml diambil dengan menggunakan spoit, lalu dimasukkan kedalam botol yang berisi bubuk hCG 1500 IU hingga volume dalam botol solvent steril tersebut mencapai 5 ml.
4. Gonad induk jantan dan betina disuntik dengan larutan campuran tersebut dengan dosis 150 IU atau disetarakan dengan 0,5 ml,
5. Induk yang telah disuntik kemudian dimasukkan ke bak pemijahan,
6. Dilakukan sirkulasi (penggantian air) agar dapat merangsang terjadinya pemijahan.
3.3.2.10 Pemanenan Telur
1. Telur dialirkan dari bak pemijahan ke saringan bertingkat dengan cara disiphon,
2. Saringan yang mengandung telur kerang mutiara dibersihkan dari kotoran, 3. Telur yang telah dibersihkan dipindahkan dari saringan ke bak
3.3.2.11 Pengamatan dan Penghitungan Telur
1. 1 ml sampel telur diambil dan ditebar pada media preparat sedgwick rafter, 2. Sedgwick rafter diletakkan ke meja preparat mikroskop,
3. Lensa obyektif pembesaran 10 kali digunakan untuk memperjelas sampel yang diamati,
4. Penghitungan dilakukan dengan menggunakan alat hand counter, pada tiap kotak sedgwick rafter,
5. Jumlah telur dihitung dan hasilnya dikalikan dengan jumlah volume telur yang dihasilkan dari proses pemijahan, yaitu : 3082 butir / ml x 4000 ml = 12.328.000.
Untuk penghitungan jumlah telur, dapat digunakan rumus sebagai berikut :
Jumlah telur = Rata-Rata Jumlah Telur Sampel (Butir) X Volume Bak (ml)
Volume Sampel
Cara penghitungan rasio pembuahan (Fertilize Rate / FR) digunakan rumus sebagai berikut :
FR = Rata-Rata Jumlah Telur yang Terbuahi X 100%
Jumlah Sampel
Telur yang terbuahi atau rasio pembuahan yang diperoleh sebesar 40,36%
atau sebanyak 4.976.000 butir telur.
Berdasarkan data diatas, maka dapat di simpulkan bahwa berat rata-rata induk betina yang memijah adalah 685 gram, dan jumlah telur yag dihasilkan adalah 12.328.000 butir, jadi fekunditasnya adalah sebagai berikut :
Fekunditas = Jumlah Telur yang Dihasilkan (Butir) Bobot Rata-Rata Induk (gram)
Fekunditas = 12. 328.000
685
Fekunditas = 17997,08 butir/gram
3.3.2.12 Penetasan Telur
1. Bak penetasan telur kerang mutiara diisi air laut yang telah disterilkan, 2. Telur yang telah diamati, dimasukkan kedalam bak penetasan telur kerang
mutiara,
3. Setelah 18 – 20 jam telur kerang mutiara telah menetas dan memasuki fase D Shape, larva segera dipindahkan ke bak pemeliharaan larva.
3.3.2.13 Pemeliharaan Larva Kerang Mutiara (P. maxima)
1. Alat dan bahan yang akan digunakan terlebih dahulu dipersiapkan dan dibersihkan,
2. Bak dibersihkan dengan menggunakan sikat sampai benar-benar bersih, 3. Kemudian pipa inlet dipasang, selanjutnya aerator dan instalasi penyuplai
udara diatur kekuatannya,
4. Bak diisi dengan air laut hingga air mencapai kira-kira lebih 5/6 bagian bak,
5. Larva diberikan pakan alami dengan frekuensi pemberian pakan sebanyak 3 kali sehari dengan dosis disesuaikan dengan fase dan kepadatan larva,
6. Spat collector dipasang pada saat larva memasuki fase pediveliger.
3.3.2.14 Pengamatan Pertumbuhan Larva Kerang Mutiara (P. maxima)
1. Sampel larva kerang mutiara diambil secara acak sebanyak 1 ml dengan menggunakan pipet tetes, selanjutnya sampel ditebar pada media preparat sedgwick rafter
2. Sedgwick rafter diletakkan pada meja preparat mikroskop, 3. Pertumbuhan larva diamati dengan menggunakan mikroskop.
3.3.2.15 Pembuatan Pupuk Pakan Alami
1. Vitamin mix (B12, B1 dan biotin) terlebih dahulu dilarutkan dalam aquadest 700 ml. Tahap-tahap dalam pembuatan pupuk Na medium adalah sebagai berikut:
a. NaNO3, Na2HPO4, (Na2HPO4, EDTA, NaHCO3) dan clewat ditimbang kemudian dimasukkan kedalam erlenmeyer 1.000 ml, lalu ditambahkan sedikit air hingga volumenya mencapai 1.000 ml.
b. Selanjutnya dipanaskan dengan hot plate sampai suhunya mencapai
100oC, dan diaduk dengan pengaduk magnetik, lalu ditutup dengan
aluminium foil.
c. Jika suhu sudah mencapai 100oC dan pupuk sudah larut, erlenmeyer kemudian diangkat dan didinginkan selama 24 jam pada suhu ruang. d. Setelah dingin, larutan pupuk ditambahkan dengan vitamin mix dan
3.3.2.16 Kegiatan Kultur Pakan Alami
1. Peralatan yang akan digunakan dicuci dengan sabun dan disterilisasi dengan menggunakan HCl. Sedangkan untuk media kultur (air laut) disterilkan dengan cara direbus sampai mendidih kemudian disaring dan dimasukkan kedalam galon. Setelah itu, didinginkan pada suhu ruang. 2. Setelah dingin, dimasukkan larutan pupuk Na Medium atau KW 21
dengan dosis 1 ml/liter. Khusus untuk jenis diatomae, diberikan silikat dengan dosis 0,2 ml/liter.
3. Inokulan dimasukkan kedalam galon sebanyak 200 ml. Adapun jenis inokulan yang digunakan adalah sebagai berikut : Nannochloropsis,
Chaetoceros sp., Isochrysis sp., Pavlova luthery, Tetraselmis chuii.
Tabel 5. Dosis Pupuk dan Silikat yang Digunakan dalam Kultur Pakan Alami.
Jenis Pakan Alami Dosis Zat yang Digunakan (ml/liter)
Pupuk KW 21 Silikat Nannochloropsis 1 - Chaetoceros sp. 1 0,2 Pavlova luthery 1 - Tetraselmis chuii 1 - Isochrysis sp. 1 -
Sumber Unit Pembenihan Kerang Mutiara BBRPBL Gondol 2011.
3.3.2.17 Pemanenan Pakan Alami Kerang Mutiara (P. maxima)
Pemanenan phytoplankton yang baik dilakukan pada waktu menjelang puncak kepadatannya yaitu pada hari ke-4 dan ke-5. Hal ini dilakukan agar sisa plankton yang tidak termakan masih dapat hidup dan tidak menjadi kotoran karena mati.
3.3.2.18 Pemberian Pakan Alami ke Larva Kerang Mutiara (P. maxima)
1. Kondisi larva diperiksa dengan menggunakan senter untuk memperjelas dalam melihat kondisi larva di bak pemeliharaan larva, hal tersebut bertujuan untuk mengecek apakah larva yang dipelihara masih hidup atau mati,
2. Pakan alami diambil dari media kultur pakan alami di dalam lab kultur pakan alami dengan menggunakan gelas ukur volume 5000 ml dan volume 2000 ml (bergantung dengan volume pakan alami yang dibutuhkan) tapi terlebih dahulu pakan alami tersebut disaring dengan menggunakan saringan 53 mikron,
3. Selanjutnya pakan alami siap diberikan ke larva dengan dosis tertentu.
3.3.2.19 Pengendalian Hama dan Penyakit Kerang Mutiara (P. maxima)
1. Pocket net yang berisi induk diangkat dari media gantung pemeliharaan, baik itu dari long line maupun yang digantung di KJA,
2. Pocket net yang berisi induk di bersihkan dengan cara disemprot dengan penyemprot air dengan menggunakan mesin diesel (compressor) ,
3. Induk dikeluarkan dan dibersihkan, setelah itu induk dimasukkan lagi kedalam pocket net yang sudah bersih,
4. Pocket net kembali digantung ke long line pemeliharaan maupun ke KJA.
1. Media berupa kotak sterofoam berukuran 30x40x25 cm dengan bagian diberi es batu yang di bungkus dengan kertas koran kemudian diberi sekat dari bambu dan handuk yang merupakan alas paling dasar di bawah kolektor.
2. Aerasi pada bak dimatikan, lalu spat kolektor dikeluarkan dari bak dengan memotong tali gantungan dan pemberat yang menempel pada kolektor. 3. Kondisi spat diamati dan dilakukan penghitungan kepadatan spat tiap
kolektor.
4. Kotak sterofoam yang telah terisi di tutup rapat.
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
Pemeliharaan induk dilakukan dengan tujuan memastikan agar induk siap untuk dipijahkan. Induk dipelihara di karamba jaring apung dan longline dengan menggunakan pocket net atau keranjang kantung yang berisi 6-8 induk kerang mutiara. Pocket ini terbuat dari kawat lentur yang berbentuk persegi panjang yag berukuran 100 cm x 50 cm (Gambar 4). Pocket net digantung di keramba dan longline menggunakan tali dengan panjang ± 5 meter.
Gambar 4. Pocket Induk Kerang Mutiara (P. maxima).
Pada pemeliharaan induk, dilakukan kegiatan pembesihan dari organisme penempel (fouling organism) secara rutin setiap 2-3 bulan sekali. Kegiatan pembersihan cangkang dari organisme penempel yang tumbuh atau melekat pada cangkang yang dapat menjadi organisme yang sifatnya sebagai penyaing (kompetitor) dan pengganggu atau perusak (pest).
Pembersihan yang dilakukan bagi induk yang siap dipijahkan dimaksudkan agar fouling organism atau kotoran yang menempel pada tubuh induk tidak mengganggu telur yang dihasilkan. Induk yang telah dibersihkan kemudian diseleksi dan dibawa ke hatchery. Menurut Winanto (2004), untuk menghindari adanya organisme pengebor maka tiap 3-4 bulan sesekali perlu dilakukan perendaman dengan air tawar atau larutan garam pekat. Perendaman
tersebut akan memicu terjadinya perubahan salinitas yang mencolok sehingga semua organisme yag menempel pada cangkang dan berada di dalam cangkang akan mati. Perlakuan ini tidak berbahaya bagi induk kerang mutiara karena begitu merasakan perubahan lingkungan, induk langsung menutup cangkangnya sesegera mungkin. Kegiatan pembersihan induk kerang mutiara (Gambar 5).
Gambar 5. Pembersihan Induk Kerang Mutiara.
4.2 Seleksi Induk Kerang Mutiara (P. maxima)
A. Hasil
Tabel 6. Tingkat Kematangan Gonad Induk yang Dipijahkan.
No Kelamin TKG Keterangan
1 Betina II Tidak Memijah
2 Betina II Memijah
3 Jantan III Memijah
4 Betina II Memijah
5 Betina III Memijah
6 Jantan III Memijah
7 Betina II Tidak Memijah
8 Jantan III Memijah
B. Pembahasan
Dari tabel 6, dapat dilihat bahwa dari 8 induk (3 jantan dan 5 betina) yang di seleksi (diamati TKG-nya), hanya 4 induk yang memiliki TKG III (3 jantan
dan 1 betina) dan hanya 4 induk yang memiliki TKG II ( 4 betina). Hal tersebut terjadi akibat. Hal ini kemungkinan besar disebabkan oleh rendahnya tingkat kematangan gonad induk yang digunakan.
Keberadaan induk pada industri budidaya kerang mutiara menjadi hal yang sangat vital untuk menghasilkan spat yang sehat dan berkualitas. Untuk mendapatkan induk yang sehat dan siap untuk dipijahkan maka kegiatan seleksi induk harus dilakukan. Induk yang lolos seleksi memiliki kriteria sebagai berikut: tidak cacat, tidak terserang penyakit mantel down (mantelnya jatuh), aktif makan, umur sesuai kriterianya.
Seleksi juga memberikan perhatian terhadap tingkat kematangan gonad (TKG). Menurut Winanto (2004) bahwa persyaratan yang terpenting dari kegiatan seleksi induk adalah untuk memastikan induk kerang mutiara mempunyai tingkat kematangan gonad penuh. Pengecekan TKG dilakukan setiap 1 bulan sekali. Pengecekan TKG hanya bisa dilakukan dengan cara membuka cangkang dan mengamati secara visual perkembangan gonadnya. Pengecekan dilakukan dengan menggunakan baji, forshape, dan spatula. Pada induk betina akan terlihat berwarna kekuningan dan induk jantan akan terlihat berwarna putih susu. Kematangan gonad untuk kerang mutiara akan penuh ketika kerang mutiara berada pada tingkat kematangan gonad ke IV.
4.3 Teknik Induce Spawning (Rangsang Pemijahan)
A. Hasil
N o Kelamin Panjang Cangkang Lebar Cangkang Panjang Engsel Berat Waktu penyuntikan Waktu Pemijahan TKG 1 Betina 18,5 cm 17,4 cm 12,4 cm 600 gr 08. 50 Tidak II 2 Betina 17,3 cm 18,7 cm 13,5 cm 930 gr 08. 52 14. 20 II 3 Jantan 20 cm 19,5 cm 12,2 cm 850 gr 08. 54 13. 50 III 4 Betina 18,3 cm 17,2 cm 13,1 cm 675 gr 08. 56 14. 05 II 5 Betina 15 cm 15,5 cm 9,8 cm 450 gr 08. 58 14. 10 III 6 Jantan 14,4 cm 12,7 cm 9,3 cm 380 gr 09. 00 13. 50 III 7 Betina 14 cm 16 cm 12,1 cm 530 gr 09. 02 Tidak II 8 Jantan 18,5 cm 16,7 cm 11,7 cm 690 gr 09. 04 14.00 III
Jumlah Telur yang Dihasilkan 12.328.000 butir Jumlah Telur yang Terbuahi 4.976.000 butir
B. Pembahasan
Proses pemijahan yaitu proses pengeluaran sel telur oleh induk betina dan spermatozoa oleh induk jantan yang diikuti dengan perkawinan (mempertemukan spermatozoa dan telur P. maxima). Induk kerang mutiara yang mendapatkan perlakuan teknik pemijahan dengan injeksi hormon hCG tidak harus mempunyai TKG tidak kurang dari 80 %, karena melalui teknik ini, induk bisa mengalami pemijahan walaupun memiliki TKG kurang dari 80 %. Teknik rangsang pemijahan yang dilakukan adalah teknik injeksi hormon hCG (hormon Chorionic
Gonadotropin). Teknik ini dilakukan dengan cara menginjeksi hormon hCG
kebagian pangkal gonad induk kerang mutiara, dimana pada saat induk kerang mutiara membuka cangkangnya, tang dimasukkan kedalam celah cangkang lalu induk diangkat dari air. Dengan menggunakan spoit 5 ml, larutan hormon hCG disuntikkan ke bagian pangkal gonad induk jantan dan betina. Induk yang telah disuntik dimasukkan ke bak pemijahan, kemudian dilakukan sirkulasi (penggantian air) agar dapat merangsang terjadinya pemijahan. Kerang mutiara mulai menunjukkan aktivitas pemijahan 5 jam setelah dilakukan penyuntikan.
Dari tabel 7, dapat dilihat bahwa dari 8 induk (3 jantan dan 5 betina) yang di injeksi hormon hCG, hanya 6 (3 jantan dan 3 betina) yang memijah, serta dari 12.328.000 butir telur yang dihasilkan, hanya 4. 976.000 butir yang terbuahi. Hal tersebut terjadi akibat kualitas dari spermatozoa jantan yang kurang baik, dimana spermatozoa menggumpal sehingga banyak telur yang tidak terbuahi. Hal ini kemungkinan besar disebabkan oleh rendahnya tingkat kematangan gonad induk yang digunakan. Faktor lain yang berpengaruh terhadap keberhasilan induce
spawning dengan injeksi hCG ini adalah penanganan induk sebelum pemijahan.
Namun demikian, hasil ini membuktikan bahwa penggunaan metode injeksi hormon hCG mampu merangsang terjadinya pemijahan meskipun induk memiliki tingkat kematangan gonad dibawah 80%. Hal ini disebabkan karena hCG dipercaya mempunyai fungsi yang sama dengan LH (Luteinizing Hormone) dalam sel theca untuk merangsang terjadinya ovulasi. Pernyataan ini sesuai pendapat Adinegara (2006) bahwa hormon gonadotropin yang tersedia dalam bentuk FSH dan hCG mempunyai cara kerja langsung memicu ovuarium. hCG mempunyai peran yang serupa dengan LH dalam memicu pelepasan ovum, dimana induksi ovulasi tidak hanya digunakan untuk stimulasi pertumbuhan folikel saja, namun juga untuk inisiasi terjadinya ovulasi. Lebih lanjut diuraikan bahwa HCG berperan dalam pemecahan dinding folikel saat akan terjadi ovulasi. LH (Luteinizing Hormone) adalah hormon perangsang ovulasi yang kuat, hCG memiliki potensi LH. Fungsi LH dalam sel theca akan merangsang prostaglandin
(PGE) dan PGF2α dari asam arakidonat. PGF2α juga mempunyai peran penting
4.4 Penanganan Telur Kerang Mutiara (P. maxima) a. Hasil
Tabel 8. Fekunditas, Persentase Telur Terbuahi dan Menetas pada Pemijaha Kerang Mutiara dengan Penyuntikan Hormon hCG.
Kelangsungan Hidup Telur Jumlah Satuan
Fekunditas 17997,08 Butir/Gram
Jumlah Telur yang Terbuahi (FR) 40,36 %
Jumlah Telur yang Menetas (HR) 53,26 %
b. Pembahasan
Dari tabel 8, dapat dilihat bahwa fekunditas yang diperoleh dari induk kerang mutiara yang dipijahkan dengan metode penyuntikan hormon hCG, hanya 17997,08 butir/gram, Jumlah Telur yang Terbuahi (FR) hanya 40,36% dan Jumlah Telur yang Menetas (HR) hanya 53,26%. Hal tersebut terjadi akibat kualitas dari spermatozoa jantan yang kurang baik, dimana spermatozoa menggumpal sehingga banyak telur yang tidak terbuahi (FR) dan yang menetas (HR). Hal ini kemungkinan besar juga disebabkan oleh rendahnya tingkat kematangan gonad induk yang digunakan.
Telur yang terbuahi akan berbentuk bulat sempurna sementara yang tidak terbuahi akan berbentuk agak lonjong. Telur kerang mutiara memiliki ukuran antara 50 µm – 60 µm dan berwarna kuning kecoklatan. Pada awal pembuahan telur yang sudah fertil maupun yag belum fertil bergabung menjadi satu pada badan air. Hal ini sesuai dengan pernyataan Winanto (2004), proses pembuahan terjadi segera setelah kedua induk memijah (induk jantan mengeluarkan
spermatozoa dan induk betina telah mengeluarkan sel telur). Telur-telur yang belum dibuahi bentuknya lonjong yang menyerupai biji jeruk, sedangkan yang telah terbuahi berbentuk bulat dengan diameter antara 56 µm – 65 µm. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 6.
Gambar 6. Perbedaan Telur Kerang Mutiara yang Terbuahi dan yang Tidak Terbuahi.
Sel telur yang telah terbuahi cenderung berada di dasar bak untuk 1-2 hari, setelah itu telur akan naik ke permukaan. Telur yang tidak terbuahi atau telah mati maka embrionya tersebut tidak akan berkembang (perkembangannya akan berhenti pada saat fase telur tersebut mati) dan telur yang telah mati tersebut akan terjadi penyusutan volume, maka dari itu perlu adanya seleksi telur agar telur yang telah mati tidak mengganggu perkembangan telur yang hidup.
Seleksi telur dilakukan dengan cara membuka kran outlet dari bak larva dan spat lalu pada bagian ujung outlet diletakkan baskom yang berisi plankton net yang disusun secara bertingkat dengan ukuran 100 µm, 80 µm, 60 µm, 48 µm, 30 µm dan 25 µm secara berurutan (Gambar 7). Fungsi dari penggunaan plankton net tersebut diantaranya adalah untuk menyaring kotoran-kotoran yang ada pada bak larva, menyaring telur yang telah mati dan juga agar telur yang hidup tidak
Telur yang tidak terbuahi bentuknya agak lonjong Telur yang terbuahi bentuknya agak bulat
ikut terbuang. Kotoran-kotoran yang ada akan tersaring pada plankton net yang berukuran 100 µm. Pemisahan antara telur yang terbuahi dan yang tidak terbuahi, dilakukan dengan cara telur yang terbuahi akan tersaring ke plankton net yang berukuran > 30 µm, sedangkan telur yang tidak terbuahi akan berada di plankton net yang < 30 µm karena telur yang tidak terbuahi akan mengalami penyusutan diameter telur.
Gambar 7. Penyusunan Plankton Net Penyaringan Telur Kerang Mutiara (P.
maxima).
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam penanganan larva adalah kualitas air terutama suhu. Karena jika suhu terlalu dingin (rendah) maka perkembangan larva akan lambat bahkan dapat mematikan larva, begitupun jika suhunya terlalu panas (tinggi), larva kerang mutiara akan mati.
Untuk mengetahui fekunditas (jumlah telur yang dihasilkan oleh induk kerang mutiara), maka perlu dilakukan penghitungan jumlah telur. Penghitungan telur ini dilakukan dengan metode volumetrik. Pengambilan sampel telur dilakukan dengan menggunakan pipet tetes. Cara perhitungannya adalah sampel yang telah dipadatkan jumlahnya diambil sebanyak 1 ml dengan menggunakan pipet tetes dibeberapa titik. Sebelum pengambilan sampel, sebaiknya air diaduk dengan spatula atau diaerasi agar pengambilan sampel merata. Setelah itu
masukkan telur yang akan disampling ke dalam sedgwick rafter, lalu diamati dibawah mikroskop dan dilakukan penghitungan jumlah telurnya (Gambar 8).
Gambar 8. Penghitungan Telur Kerang Mutiara (P. maxima).
4.5 Perkembangan Telur Kerang Mutiara (P. maxima)
Tabel 9. Perkembangan Embrio Telur hingga Menjadi Trocopord.
No Pembelahan Sel Telur Waktu Gambar
1. Penonjolan Polar I 20-30 menit setelah
pembuahan
2. Penonjolan Polar II 35 menit setelah
pembuahan
3. Pembelahan Dua Sel 40 menit setelah
pembuahan
4. Pembelahan Empat Sel 58 menit setelah
pembuahan Tabel 9. Lanjutan...