• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS PERBANDINGAN METODE KONVENSIONAL DENGAN METODE ACTIVITY BASED COSTING (ABC) DALAM PENETAPAN HARGA POKOK PRODUK PADA PT. PINDAD ( PERSERO )

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "ANALISIS PERBANDINGAN METODE KONVENSIONAL DENGAN METODE ACTIVITY BASED COSTING (ABC) DALAM PENETAPAN HARGA POKOK PRODUK PADA PT. PINDAD ( PERSERO )"

Copied!
22
0
0

Teks penuh

(1)

1

ANALISIS PERBANDINGAN METODE KONVENSIONAL DENGAN METODE ACTIVITY BASED COSTING (ABC)

DALAM PENETAPAN HARGA POKOK PRODUK PADA PT. PINDAD ( PERSERO )

FAHRUL ALAM MASRURI (0423017904)

ABSTRAK

Tujuan penelitian ini adalah untuk membandingkan hasil penerapan antara harga pokok konvensional yang digunakan oleh perusahaan dengan harga pokok Activity Based Costing, untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan yang signifikan dari penerapan kedua macam harga pokok. Sistem activity based costing merupakan salah satu konsep kontemporer yang diperlukan manajemen modern untuk meningkatkan kualitas proses dan output, menghilangkan waktu aktivitas yang tidak menambah nilai dan mengendalikan biaya.

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif analisis dengan pendekatan studi kasus. Penelitian ini menganalisis perhitungan biaya produksi dengan menggunakan dua metode, yaitu metode konvensional dan metode activity based costing. Adapun produk yang dijadikan sampel dalam perhitungan ini adalah produk yang dihasilkan oleh Departemen Produk Alat dan Peralatan Kapal Laut Divisi Mesin Industri dan Jasa PT. PINDAD (Persero), yaitu Deck Machinery (DM) 600 GRT, Deck Machinery (DM) 300 GRT, Deck Machinery (DM) Fast Fatrol Boat dan Deck Machinery (DM) Tug Boat.

Hasil penelitian ini diperoleh biaya produksi berdasarkan metode konvensional untuk produk Deck Machinery (DM) 600 GRT sebesar Rp. 530.461.783,82, produk Deck Machinery. (DM) 300 GRT sebesar Rp. 312.461.783,82, produk Deck Machinery (DM) Fast Fatrol Boat sebesar Rp. 1.174.663.173,53 dan produk Deck Machinery (DM) Tug Boat sebesar Rp. 184.316.408,37. Sedangkan perhitungan biaya produksi dengan sistem activity based costing untuk produk Deck Machinery (DM) 600 GRT sebesar Rp. 508.879.702,76, produk Deck Machinery (DM) 300 GRT sebesar Rp. 276.573.686,08, produk Deck Machinery (DM) Fast Fatrol Boat sebesar Rp. 1.129.419.618,08 dan produk Deck Machinery (DM) Tug Boat sebesar Rp. 172.207.676,56.

Berdasarkan hasil pembahasan, peneliti menggunakan sistem perhitungan harga pokok produksi dengan metode Activity Based Costing yang dinilai lebih memberikan manfaat yang berarti yaitu perhitungan biaya produksi dengan menggunakan metode activity based costing lebih kecil dibandingkan dengan metode konvensional, karena pembebanan biaya overhead dilakukan berdasarkan aktivitas-aktivitas yang terjadi. Pembebanan biaya overhead dalam metode Activity Based Costing tidak hanya menggunakan jam mesin sebagai pemicu biaya, melainkan juga berdasarkan jam kerja, banyaknya batch, banyaknya produk, serta fasilitas penopang produk. Sehingga perusahaan bisa melakukan penghematan dalam pengeluaran biaya produksi untuk meningkatkan daya saing produk.

(2)

2

PENDAHULUAN

Kemajuan teknologi informasi yang sedang melanda dunia dewasa ini telah menimbulkan proses globalisasi yang mempengaruhi berbagai aspek kehidupan manusia, dan bidang ekonomi adalah salah satu aspek yang bisa dikatakan langsung terpengaruh oleh karenanya. Dalam bidang ekonomi sendiri, globalisasi dapat diartikan sebagai suatu keadaan yang kegiatan ekonominya dilakukan tanpa mengenal batas negara dan kebangsaan (Borderless world).

Sebagai suatu negara yang ikut menandatangani berbagai kesepakatan perdagangan bebas, Indonesia harus siap menghadapi persaingan-persaingan yang tidak hanya berskala domestik, tetapi juga berskala internasional.

Kompetisi global yang intensif ini mendorong perusahaan untuk melakukan perubahan didalam teknologi dan proses produksi, memperbaiki efektivitas keputusan mengenai penentuan harga jual, desain produk, konsumen dan produk campuran (product & customer mix). Penyesuaian terhadap kemampuan teknologi baru dan lingkungan kompetitif secara global mengakibatkan perusahaan mengalami kendala jika masih menggunakan sistem akuntansi yang ada.

Pengawasan akan biaya adalah sangat vital. Salah satu alasan mengapa biaya perusahaan tidak dapat bersaing adalah karena sistem akuntansi biaya dengan pendekatan konvensional telah mengakibatkan distorsi pada biaya produk dan tidak dapat memberikan gambaran mengenai kesempatan untuk mengadakan perbaikan produktivitas sehingga dapat mengakibatkan manajemen salah dalam pengambilan keputusan. Artinya, sudah saatnya sekarang dibutuhkan pendekatan baru dalam sistem akuntansi biaya.

Pendekatan berdasarkan aktivitas ( Activity Based Costing ), yaitu pendekatan yang mengakomodasikan aspek teknis pelaksanaan pekerjaan atau aktivitas dengan pengumpulan, pencatatan data-data, peringkasan, analisa dan perhitungan pelaporan biaya usaha yang terjadi. Sistem akuntansi berdasarkan aktivitas menelusuri konsumsi sumber daya dalam pembebanan biaya overhead pabrik kepada pusat biaya berdasarkan sebab akibat.

Sebagai pendekatan yang baru dalam alokasi biaya pada produk, Activity Based Costing memfokuskan kepada aktivitas yang dilakukan untuk memproduksi produk aktivitas menjadi titik akumulasi biaya fundamental.

Dengan diterapkannya Activity Based Costing, khususnya dalam perusahaan manufaktur, diharapkan dapat membawa pengaruh yang signifikan terhadap keakuratan dan ketepatan penetapan harga pokok produk.

Namun sebelum perusahaan yang dijadikan objek penelitian memutuskan untuk menerapkan pendekatan Activity Based Costing dalam sistemnya, perlu kiranya diketahui signifikansi beda rata-rata hasil penerapan antara harga pokok Konvensional dengan harga pokok Activity Based Costing. Apakah ada perbedaan antara keduanya atau tidak, sehingga akan didapat informasi kuantitatif tambahan yang dapat dijadikan salah satu pertimbangan dalam pengambilan keputusan.

PT. PINDAD (PERSERO) merupakan salah satu perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dibawah pengelolaan Badan Pengelola Industri Strategis (BPIS) yang memproduksi produk militer (berupa senjata dan amunisi) dan produk komersial (berupa perkakas, energi, peralatan transportasi, tempa dan cor), yang arahnya menuju perbandingan 80% produk komersial dan 20% produk

(3)

3 militer. Sedang giat-giatnya mengadakan ekspansi baik dalam menambah aktivanya, peningkatan kemampuan teknologi, maupun perluasan pasar hasil produk-produk yang dihasilkan.

Khusus untuk melakukan perluasan pasar hasil produk-produk komersial PT. PINDAD (PERSERO) harus dapat bersaing dengan produk-produk sejenis dari luar negeri yang dalam segi harga produk-produk dari luar tersebut jauh lebih rendah. Sehingga PT. PINDAD (PERSERO) harus lebih efektif dan efisien lagi dalam memproduksi produk, khususnya dalam pengawasan biaya produksi, dimana PT. PINDAD (PERSERO) dalam menentukan harga jualnya masih menggunakan harga pokok yang dihitung berdasarkan metode konvensional (Volume-Based Costing) yang dianggap lebih praktis dan tidak memerlukan biaya yang besar.

Dalam suatu industri yang dijalankan dengan baik, harga pokok dari produk yang dipasarkan harus dihitung secara tepat. Sehingga dalam penentuan Harga Pokok Produk harus benar-benar tepat dan cermat, karena Harga Pokok Produk fungsinya sangat penting bagi perusahaan Adapun tujuan perhitungan harga pokok produk, antara lain untuk menentukan harga jual produk,untuk memantau realisasi biaya produksi, untuk menghitung laba atau rugi periodik, serta untuk menentukan harga pokok persediaan produk jadi dan produk dalam proses yang disajikan dalam neraca.

Berkaitan dengan kebijakan akuntansi yang berlaku di PT. PINDAD (Persero), fungsi Harga Pokok Produk memegang peranan sangat penting karena harga pokok produk akan termasuk dalam Laporan Perhitungan Laba – Rugi perusahaan yang akan dilaporkan pada setiap periode akuntansi. Dari laporan keuangan inilah pihak menajemen dapat membuat keputusan-keputusan yang sangat strategis bagi kemajuan dan perkemnbangan perusahaan

TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Biaya

Biaya merupakan salah satu masalah yang penting, karena tanpa informasi biaya manajemen tidak memiliki ukuran apakah masukan yang dikorbankan memiliki nilai ekonomis yang lebih rendah dari nilai keluarannya, sehingga tidak memiliki informasi apakah kegiatan usahanya menghasilkan laba atau tidak. Begitu juga tanpa informasi biaya, manajemen tidak memiliki dasar untuk mengalokasikan berbagai sumber ekonomi yang dikorbankan. Menurut Mulyadi

(2000:8) mengartikan “Biaya merupakan objek yang dicatat, digolongkan,

diringkas, dan disajikan oleh akuntansi biaya.”

Ada empat unsur pokok dalam pengertian biaya tersebut diatas : 1. Biaya merupakan sumber ekonomi.

2. Diukur dengan satuan uang.

3. Yang telah atau secara potensial akan terjadi. 4. Pengorbanan tersebut untuk tujuan tertentu.

Pengertian Harga Pokok Produk

Menurut Mulyadi (2001:10) pengertian harga pokok produksi adalah “Pengorbanan sumber ekonomi untuk pengolahan bahan baku menjadi produk”. Sedangkan menurut Horngren (2000:52) yang dialih bahasakan oleh Endah

(4)

4 yang dibagikan ke produk untuk tujuan tertentu.” Berdasarkan pengertian dari definisi-definisi di atas, maka dapat disimpulkan bahwa harga pokok produksi adalah penjumlahan pengorbanan sumber ekonomi yang digunakan dalam pengolahan bahan baku menjadi produk.

Tujuan Penetapan Harga Pokok Produk.

Suatu industri yang dijalankan dengan baik, harga pokok dari produk yang dipasarkan harus dihitung secara tepat. Adapun tujuan penetapan harga pokok produk menurut Mulyadi (2000:71), antara lain sebagai berikut :

1. Untuk menentukan harga jual produk. 2. Untuk memantau realisasi biaya produksi. 3. Untuk menghitung laba atau rugi periodik.

4. Untuk menentukan harga pokok persediaan produk jadi dan produk dalam proses yang disajikan dalam neraca.

Persediaan produk tidak dapat dinilai tanpa diketahui harga pokok produk tersebut, walaupun secara kuantitas jumlah produk tersebut dapat diketahui. Selain itu, harga pokok produk juga memiliki peranan dalam pengambilan keputusan penting untuk beberapa hal, seperti menerima atau menolak pesanan khusus, membuat atau membeli bahan baku dan mempertahankan atau melanjutkan lini produk.

Sistem Akuntansi Biaya Konvensional

Prosedur Pelaksanaan Harga Pokok dengan Metode Konvensional

Sistem penentuan harga pokok produk dengan metode konvensional yang mendasarkan pada volume sangat bermanfaat jika tenaga kerja langsung dan bahan baku merupakan faktor yang dominan dalam produksi. Menurut Hansen dan Mowen (2000:57-58) yang diterjemahkan oleh Tim Salemba Empat prosedur pelaksanaan penetuan harga pokok produk dengan metode konvensional adalah sebagai berikut :

“Sistem penentuan harga pokok produk dengan metode konvensional mengasumsikan bahwa semua biaya diklasifikasikan sebagai tetap atau variabel berkaitan dengan perubahan unit atau volume produk yang diproduksi, maka unit produk atau pendorong lainnya sangat berhubungan dengan unit yang diproduksi seperti jam tenaga kerja langsung atau jam mesin, adlah satu-satunya pendorong yang dianggap penting. Karena pendorong kegiatan berdasarkan unit bukan satu-satunya pendorong yang menjelaskan hubungan penyebab, maka banyak kegiatan pembebanan biaya produk harus diklasifikasikan sebagai alokasi (alokasi adalah pembebanan biaya berdasarkan asumsi hubungan atau kemudahan)”.

Pengertian Activity Based Costing (ABC)

Menurut Supriyono (2002:230-231), metode activity based costing adalah :

“ Sistem yang terdiri dari atas dua tahap yaitu pertama melacak biaya pada berbagai aktivitas, dan kemudian ke baerbagai produk. Penentuan harga pokok produk secara konvensional juga melibatkan dua tahap, namun pada tahap pertama biaya-biaya tidak dilacak ke aktivitas melainkan ke suatu unit organisasi misalnya pabrik atau departemen-departemen. Baik pada sistem konvesional maupun sistem activity based costing, tahap kedua meliputi pelacakan biaya ke

(5)

5 berbagai produk. Perbedaan prinsip perhitungan dari kedua metode tersebut adalah jumlah cost driver yang digunakan. Sistem penetuan harga pokok produk secara activity based costing menggunakan cost driver dalam jumlah yang jauh lebih banyak dibandingkan dengan sistem konvensional yang hanya menggunakan satu atau dua cost driver berdasarkan unit. Sehingga hasilnya metode ini meningkatkan ketelitian”.

Prosedur Activity Based Costing (ABC) 1. Pengidentifikasian Aktivitas

Pengidentifikasian aktivitas-aktivitas dalam proses operasi merupakan tugas yang penting dalam pengerjaannya. Aktivitas yang diidentifikasikan haruslah cukup rinci sehingga semua bidang-bidang esensial tercakup. Penentuan besarnya aktivitas adalah menelusuri biaya-biaya dengan semua aktivitas-aktivitas yang terjadi. Dalam menentukan harga pokok yang berdasarkan kepada aktivitas, menurut Bambang Hariadi (2002:88), haruslah diadakan identifikasi terhadap sejumlah aktivitas yang dianggap menimbulkan biaya dalam memproduksi barang dan jasa dan dipisahkan menjadi kegiatan yang menambah nilai (value added) dan yang tidak menambah nilai (nonvalue added) suatu produk. Adapun tahap-tahap analisis terhadap kegiatan tersebut, adalah sebgai berikut :

a. Membuat rincian tahap-tahap proses aktivitas produksi sejak menerima barang samapai dengan pemeriksaan akhir barang jadi dan siap untuk dikirimkan ke konsumen.

b. Melakukan analisis terhadap setiap kegiatan guna menentukan kontribusi (nilai tambah) yang disumbangkan oleh aktivitas tersebut terhadap nilai tambah suatu produk.

c. Lakukan tindakan-tindakan yang dapat mengurangi aktivitas yang tidak menambah nilai tambah.

2. Model Tingkatan Activity Based Costing (ABC)

Definisi aktivitas pada perusahaan besar berbeda dengan perusahaab menengah dan kecil. Untuk perusahaan besar, aktivitas didefinisikan sebagai proses atau prosedur-prosedur yang menyebabkan kerja dan setiap proses-proses atau prosedur-prosedur tersebut mengkonsumsi waktu dan biaya yang relatif kecil sehingga perhitungan akan lebih mudah jika beberapa prosedur disatukan.

Menurut Supriyono (2002:237), ada empat tingkatan aktivitas yaitu :

a. Unit Level Activities

Adalah aktivitas yang dikerjakan setiap kali satu unit produk diproduksi, besar kecilnya aktivitas ini dipengaruhi oleh jumlah unit produk yang diproduksi. Sebagai contoh tenaga langsung, jam mesin, dan jam listrik (energi) digunakan setiap saat satu unit produk dihasilkan.

b. Batch Level Activities

Adalah aktivitas yang dikerjakan setiap kali sutau batch diproduksi, besar kecilnya aktivitas ini dipengaruhi oleh jumlah batch produk yang diproduksi. Contoh aktivitas yang termasuk dalam kelompok ini adalah aktivitas setup, aktivitas penjadwalan produks, aktivitas pengolahan bahan, aktivitas inpeksi.

c. Product Level Activities

Adalah aktivitas yang dikerjakan untuk mendukung berbagai produk yang diproduksi oleh perusahaan. Aktivitas ini mengkonsumsi masukan untuk

(6)

6 mengembangkan produk atau memungkinkan produk diproduksi dan dijual. Aktivitas ini dapat dilacak pada produk secara individual, namun sumber-sumber yang dikonsumsi untuk aktivitas tersebut tidak dipengaruhi oleh jumlah produk atau batch produk yang diproduksi. Contoh aktivitas yang termasuk dalam kelompok ini adalah aktivitas penelitian dan pengembangan produk, perekayasaan proses, spesifikasi produk, perubahan perekayasaan, dan peningkatan produk.

d. Facility Level Activities

Meliputi aktivitas untuk menopang proses pemanufakturan secara umum yang diperlukan untuk meyediakan fasilitas atau kapasitas pabrik untuk memproduksi produk namun banyak sedikitnya aktivitas ini tidak berhubungan dengan volume atau produk yang diproduksi. Aktivitas ini dimanfaatkan secara bersama oleh berbagai jenis produk yang berbeda. Contoh aktivitas ini mencakup misalnya manajemen pabrik, kebersihan, pajak bumi dan bangunan (PBB), serta depresiasi pabrik.

3. Pemicu Biaya dan Pemilihan Pemicu Biaya

Menurut Supriyono (2002:221), cost driver atau driver biaya adalah “Faktor-faktor penyebab yang menjelaskan konsumsi overhead”. Ada 3 faktor yang menentukan cost driver, yaitu :

1. Diversitas Produk

Produk dikatakan berdiversitas bila mengkonsumsi aktivitas-aktivitas dalam proporsi yang berbeda-beda.

2. Biaya Relatif Aktivitas

Biaya relatif dari berbagai aktivitas adalah seluruh ukuran mengenai berapa besar biaya tiap aktivitas yang dinyatakan dalam presentase dari total biaya produksi.

3. Diversitas Volume

Diversitas volume terjadi bila produk dalam ukuran batch yang berbeda-beda.

Prosedur Pembebanan Dua Tahap Metode Activity Based Costing (ABC)

Menurut Supriyono (2002:231-234), prosedur pembebanan 2 tahap metode activity based costing meliputi :

1. Prosedur Tahap Pertama

Pada tahap pertama penentuan harga pokok berdasarkan aktivitas meliputi 4 langkah sebagai berikut :

a. Penggolongan berbgai aktivitas.

b. Pengasosiasian berbagai biaya dengan aktivitas. c. Penentuan kelompok-kelompok biaya (cost pools). d. Penentuan tarif kelompok (pool rate).

2. Prosedur Tahap Kedua

Dalam tahap kedua, biaya untuk setiap kelompok biaya overhead dilacak ke berbagai jenis produk. Hal ini dilaksanakan dengan menggunakan tarif kelompok yang dikonsumsi oleh setiap produk.

Perbandingan Metode Konvensional dengan Activity Based Costing (ABC)

Dari uraian teori-teori diatas, maka terlihat jelas bahwa ada perbedaan yang sangat signifikan antara metode konvensional dengan metode activity based costing dalam menentukan harga pokok produk Perbedaan itu terlihat ketika dalam pembebanan biaya overhead pabrik, dimana dalam metode konvensional

(7)

7 pembebanan dilakukan dengan menggunakan cost drive sedangkan dengan metode activity based costing lebih dari dua cost drive. Menurut Bambang

Hariadi (2002:78), perbandingan antara metode konvensional dengan metode

activity based costing adalah sebagai berikut : Tabel 2.1

Perbandingan Metode Konvensional dengan Metode Activity Based Costing Metode konvensional Metode Activity Based Costing 1. Mengalokasikan overhead

berdasarkan satu atau dua basis alokasi yang non representatif, sehinggal gagal menyerap konsumsi yang benar menurut produk individual.

1. Activity based costing menggunakan aktivitas-aktivitas sebagai pemicu untuk menentukan berapa besar setiap oerhead tidak langsung dari setiap mengkonsumsikan.

2. Sistem konvensional membagi biaya overhead ke dalam unit (unit based measurement).

2. Activity based costing mengkonsumsi overhead ke dalam empat kategori yaitu unit, batch, produk dan “penopang fasilitas” (facility sustaining). 3. Fokus konvensional adalah pada

kinerja keuangan jangka pendek, seperti laba. Apabila sistem konvensional digunakan untuk penetapan harga dan untuk mengidentifikasikan produk yang menguntungkan, angka-angkanya tidak dapat diandalkan atau dipercaya.

3. Fokus activity based costing adalah biaya, mutu dan faktor waktu.

4. Sistem biaya konvensional tidak memisahkan overhead ke dalam biaya yang berhubungan dengan batch dari produk yang biayanya merupakan penopang produk (Product sustaining), seperti aktivitas penyiapan mesin dan peralatan dengan penanganan material.

4. Sistem activity based costing mempunyai kemampuan untuk mengukur konsumsi overhead berdasarkan aktivitas batch dan penopang produk serta mengalokasi overhead secara akurat ke produk.

Sumber : Akuntansi Manajemen.Suatu Sudut Pandang, Bambang Hariadi, (2002:78)

METODE PENELITIAN a. Jenis Penelitian

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif analisis dengan pendekatan studi kasus.

b. Desain Penelitian

Penelitian dilakukan dengan membandingkan dua data mengenai penentuan harga pokok dengan menggunakan sistem biaya konvensional dan sistim activity based costing. Dengan melakukan perbandingan apakah ada perbedaan atau tidak dari kedua sistem biaya tersebut. Penelitian dilakukan dalam waktu bersamaan terhadap sejumlah unit atau individu baik secara

(8)

8 sensus atau penggunaan sampel terhadap masalah atau fenomena yang akan diselidiki. Fenomena yang akan diselidiki terdiri dari atas dua variabel yaitu besarnya perhitungan harga pokok produk dengan metode konvensional dan besarnya harga pokok produk dengan metode activity based costing

c. Sampel Data

Sampel yang di pakai dalam penelitian adalah data produk D.M 600 GRT, D.M 300 GRT, D.M Fast Fatrol Boat. D.M Tug Boat, Fishing Equipment dan Passerger Seat.

d. Prosedur Pengumpulan Data

Ada dua jenis data yang dipakai peneliti dalam perumusan dan pemecahan masalah membutuhkan data primer dan data sekunder.

1. Data Primer

Data primer adalah data yang diperoleh melalui penelitian langsung di PT. PINDAD (PERSERO) Bandung Divisi Mesin Industri dan Jasa Departemen Produk Alat dan Peralatan Kapal Laut.

2. Data Sekunder

Data sekunder adalah data yang diperoleh dengan jalan menelaah, mempelajari, dan mengadakan perbandingan serta menarik kesimpulan. Untuk memperoleh data-data yang diperlukan dalam penelitian ini, peneliti menggunakan teknik pengumpulan data sebagai berikut :

a) Penelitian Lapangan (Field Research)

Yaitu pengumpulan data secara langsung dengan mengadakan penelitian terhadap objek yang diteliti untuk memperoleh data primer dengan melakukan :

1) Observasi, yaitu pengamatan langsung terhadap aktivitas-aktivitas perusahaan yang erat hubungannya dengan masalah yang diteliti. 2) Kuesioner, yaitu teknik pengumpulan data dengan membuat

pertanyaan-pertanyaan pada pihak manajemen perusahaan yang berhubungan dengan masalah yang diteliti.

3) Wawancara, yaitu tanya jawab secara langsung dengan bagian akuntansi produksi yang ada di dalam perusahaan tersebut.

b) Penelitian Kepustakaan (Library Research)

Penelitian ini dimaksudkan untuk memperoleh landasan teori guna mendukung data primer yang diperoleh selama penelitian. Data ini diperoleh dari buku-buku serta referensi-referensi lainnya.

e. Operasionalisasi Variabel

Operasionalisasi variabel adalah suatu cara untuk mengukur suatu konsep dan bagaimana konsep harus diukur sehingga terdapat variabel-variabel yang saling mempengaruhi dan dipengaruhi. Data yang dipakai dalam penelitian ini adalah data mengenai biaya harga pokok produk. Sedangkan untuk menarik kesimpulan dengan cara menganalisis data yaitu membandingkan hasil perhitungan harga pokok produk dengan metode konvensional dan metode activity based costing.

Variabel yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari atas dua variabel yaitu besarnya perhitungan harga pokok produk dengan metode konvensional dan besarnya harga pokok produk dengan metode activity based costing. Sistem perhitungan biaya konvensional inin menggunakan alokasi biaya dua tahap dalam mengalokasikan biaya-biayanya. Pada tahap pertama

(9)

9 biaya produksi tidak langsung dialokasikan kepada pusat biaya dan biaya-biaya yang terjadi diakumulasikan. Pada tahap kedua, biaya yang terakumulasikan dalam pusat biaya dialokasikan ke produk dengan menggunakan unit based driver.

Tabel 3.1

Perhitungan Harga Pokok Produk dengan Metode Konvensional

Kelompok Biaya Biaya Produksi

Biaya bahan baku

Biaya tenaga kerja langsung Biaya overhead pabrik

: Rp.xxxx : Rp.xxxx : Rp.xxxx

Total Biaya produksi (A) : Rp.xxxx

Produk yang dihasilkan (B) : xxxx unit Biaya produksi per unit ( C = A : B ) : Rp.xxxx

Pada pembebanan tahap kedua maka biaya produksi tidak langsung yang terkumpul dalam pusat biaya dialokasikan kepada unit produksi yang dihasilkan dengan menggunkan jam orang. Sistem activity based costing adalah sistem yang pertama kali menelusuri biaya ke aktivitas dan kemudian ke produk. Dalam sistem activity based costing dikenal adanya pembebanan biaya dau tahap. Tahap pertama pembebanan biaya pemakaian sumber daya ke aktivitas. Sedangkan tahap kedua pembebanan aktivitas ke produk berdasarkan aktivitas yang dikonsumsi.

Tabel 3.2

Perhitungan Harga Pokok Produk dengan Metode Activity Based Costing

Kelompok Biaya Biaya Produksi

Overhead : Cost Pool 1 : Cost Pool 2 : ... Rp. xxx Rp. xxx Rp. xxx

Total Biaya Overhead Rp. xxxx

Biaya Produksi Langsung : - Biaya Bahan Langsung - Biaya tenaga kerja langsung

Rp. xxxx Rp. xxxx

Total Biaya Produksi Langsung Rp. xxxx

Total Biaya Produksi Rp. xxxx

Unit yang diproduksi xxxx unit

Biaya per unit Rp. xxxx

PEMBAHASAN

a. Gambaran Umum PT. PINDAD (PERSERO)

PT. PINDAD (PERSERO) sebagai suatu BUMN mempunyai tugas-tugas pokok memproduksi seluruh kebutuhan yang diperlukan Departemen Pertahanan dan Keamanan (DEPHANKAM), memproduksi produk-produk komersial untuk kepentingan pemerintah maupun swasta, serta melakukan perdagangan untuk menyelenggarakan usaha perindustrian logam serta usaha perdagangan dalam arti seluas-luasnya.

b. Pembahasan

Pembahasan penelitian ini adalah dengan mengolah data yang didapat dari perusahaan. Pengolahan data ini mengacu pada judul serta batasan masalah yang telah dikemukakan pada bab I yaitu mengenai analisis perbandingan biaya produksi antara metode konvensional dengan metode activity based costing dari

(10)

10 hasil penelitian di Departemen Produk Alat dan Peralatan Kapal Laut Divisi Mesin Industri dan Jasa PT. PINDAD (Persero). Ada beberapa produk yang dihasilkan oleh Departemen Alat dan Peralatan Kapal Laut, diantaranya Deck Machinery 600 GRT (D.M. 600 GRT), Deck Machinery 300 GRT (D.M. 300 GRT), Deck Machinery Fast Fatrol Boat, Deck Machinery Tug Boat.

Deck Machinery 600 GRT (D.M. 600 GRT) dan Deck Machinery 300 GRT (D.M. 300 GRT) adalah peralatan kapal laut yang digunakan untuk merapatkan kapal di dermaga dan untuk menarik kapal lain. Deck Machinery Fast Fatrol Boat adalah peralatan kapal laut khusus untuk kapal-kapal patroli cepat yang digunakan untuk merapatkan kapal di dermaga dan untuk menarik kapal lain. Deck Machinery Tug Boat adalah peralatan kapal laut khusus untuk kapal-kapal penarik (tug boat) yang digunakan untuk merapatkan kapal di dermaga dan untuk menarik kapal lain. Sedangkan dari jenis prosesnya dapat dibedakan menjadi beberapa jenis proses yang dikerjakan antara lain :

1. Proses Pemotongan (Sawing) 2. Proses Pembubutan (Turning) 3. Proses Frais (Miling)

4. Proses Pengeboran (Drilling) 5. Proses Pengasahan (Grinding) 6. Proses Pemeriksaan (Controlling)

Pengumpulan data aktivitas dibatasi hanya untuk aktivitas yang berhubungan dengan produk dan bukan berhubungan dengan konsumen (seperti aktivitas pemasaran, dan administrasi umum). Sehingga ruang lingkup dari pengumpulan data aktivitas adalah aktivitas yang dilakukan di Departemen Produk Alat dan Perlatan Kapal Laut Divisi Mesin Industri dan Jasa PT. PINDAD (Persero).

Berdasarkan kaitannya dengan pembuatan produk, maka data aktivitas dibedakan menjadi dua macam yaitu aktivitas produksi dan aktivitas pendukung produksi.

1) Aktivitas Produksi (production activity)

Aktivitas produksi adalah aktivitas yang langsung berhubungan dengan proses pembuatan produk atau disebut dengan aktivitas utama. Aktivitas ini dilakukan oleh operator (tenaga kerja langsung) di sub bagian produksi. Berdasarkan pada unit kerjanya maka aktivitas utama ini dapat dibedakan menjadi beberpa aktivitas, yaitu :

a) Proses Pemotongan (Sawing)

Pusat aktivitas pemotongan bahan merupakan suatu unit kerja yang melakukan pemotongan bahan baku dari Raw Material menjadi bahan baku yang siap diproses pemesinan.

b) Proses Pembubutan (Turning)

Pusat aktivitas pembubutan merupakan suatu unit kerja yang melakukan proses bubut sehingga menjadi komponen setengah jadi dan komponen jadi dengan kepersisian kasar samapi sedang.

c) Proses Frais (Miling)

Pusat aktivitas frais/milling merupakan suatu unit kerja yang melakukan proses lanjutan dari proses pembubutan dan pekerjaan-pekerjaan bukan silindris.

(11)

11 Pusat aktivitas pengeboran merupakan suatu unit kerja yang melakukan proses pngeboran dari proses pembuatan dan perluasan lubang.

e) Proses Pengasahan (Grinding)

Pusat aktivitas pengasahan merupakan suatu unit kerja yang melakukan proses pengasahan produk dengan ketelitian yang tinggi.

f) Proses Pemeriksaan (Controlling)

Pusat aktivitas pemeriksaan merupakan suatu unit kerja yang melakukan pengukuran kesesuaian antara komponen dengan spesifikasi pada gambar kerja.

2) Aktivitas Pendukung Produksi (production support activity)

Aktivitas pendukung produksi adalah aktivitas yang dilakukan oleh tenaga tak langsung dalam mendukung aktivitas produksi. Aktivitas ini merupakan fungsi bagian organisasi diluar sub bagian produksi. Aktivitas pendukung produksi ini dikelompokkan menjadi lima pusat aktivitas yang masing-masing terdiri dari beberapa aktivitas pendukung produksi, yaitu Enjiniring, Perencanaa Pengedalian Persediaan Produksi (PPIC), Pemeriksaan Kualitas (Quality Control), Penjualan (Sales) dan Gudang.

a) Enjiniring ( Engineering )

Enjiniring adalah suatu fungsi dari organisasi yang menjembatani antara konsumen yang diwakili oleh bagian sales dengan sub bagian produksi. Aktivitas yang dilakukan oleh sub bagian ini antara lain; merancang/mendesain produk, membuat gambar produk, menentukan kebutuhan alat Bantu, menentukan urutan proses dan menentukan waktu kerja.

Aktivitas-aktivitas ini dalam Enjiniring dapat dibagi menjadi dau kelompok yaitu data estimasi dan analisa gambar seperti pada table 4.1.

Tabel 4.1

Aktivitas bagian Enjiniring

Aktivitas Jumlah

Orang Pemicu Biaya

Data Estimasi 3 Jumlah Gambar

Analisa Gambar 1 Jumlah Gambar

Total 4

b) Perencanaan Pengendalian Persediaan Produksi (PPIC)

Perencanaan Pengendalian Persediaan Produksi merupakan sub bagian yang berfunsi untuk mendukung kelancaran proses produksi dan melakukan perencanaan serta pengendalian produk. Adapun aktivitas yang dilakukan terlihat pada table 4.2.

Tabel 4.2 Aktivitas bagian PPIC

Aktivitas Jumlah

Orang Pemicu Biaya Membuat rencana produksi dan

menganalisa material

1 Jumlah batch

Penanganan dokumen 1 Jumlah dokumen

Monitoring produksi 1 Jumlah komponen

(12)

12 c) Pemeriksaan Kualitas (Quality Control)

Pemeriksaan kualitas (Quality Control) merupakan fungsi organisasi yang melakukan pemeriksaan terhadap material yang masuk, terhadap proses yang terjadi, dan terhadap produk akhir yang dihasilkan untuk menjaga kualitas produk agar sesuai dengan spesifikasi yang diinginkan konsumen.

Tabel 4.3

Aktivitas bagian Pemeriksaan Kualitas

Aktivitas Jumlah

Orang Pemicu Biaya

Inspeksi barang masuk 1 Jumlah inspeksi

Pemeriksaan proses Jumlah proses

Pemeriksaan produk

1 Jumlah unit pemicu

Sertifikasi Jumlah sertifikat

Total 2

d) Penjualan ( Sales )

Bagian ini melaksanakan aktivitas-aktivitas yang menunujang operasional perusahaan dalam berhubungan dengan konsumen seperti melakukan pemasaran, menerima serta membuat jawaban permintaan penawaran harga dari pelanggan, memonitor permintaan oerder kepada produksi dan membina hubungan dengan pelanggan. Aktivitas penjualan seperti terlihat dapat terlihat pada tabel 4.4.

Tabel 4.4

Aktivitas bagian Penjualan

Aktivitas Jumlah

Orang Pemicu Biaya

Penanganan konsumen 1 Jumlah konsumen

Penanganan order 1 Jumlah perintah pengerjaan

Total 2

e) Gudang Produksi

Gudang produksi merupakan sub bagian dalam organisasi yang berfungsi sebagai tempat penyimpanan barang/material, barang produksi, barang non produksi, proses pemotongan bahan dan barang jadi. Pada bagian ini bahan baku dari supplayer diolah administrasinya untuk selanjutnya dikirim ke bagian proiduksi disamping itu gudang difungsikan sebagai tempat penyimpanan produk jadi sebelum dikirim ke konsumen. Seperti dijelaskan pada tabel 4.5.

Tabel 4.5

Aktivitas bagian Pemeriksaan Kualitas

Aktivitas Jumlah

Orang Pemicu Biaya Penerimaan dan penyimpanan bahan/komponen

1 Jumlah pengiriman Pengeluaran dan penyimpanan material dan barang

jadi serta pengankutan

Jumlah batch dan bobot material Administrasi (pembuatan laporan) 1 Jumlah items

Total 2

Data biaya yang diambil dalam penelitian ini meliputi biaya produksi langsung dan biaya produksi tak langsung yang terdiri dari D.M 600 GRT, D.M 300 GRT, D.M Fast Fatrol Boat. D.M Tug Boat. Biaya-biaya yang berkaitan dengan produk tersebut dibedakan menjadi :

(13)

13 1. Biaya Produksi Langsung

Biaya produksi langsung adalah biaya yang terjadi, yang penyebab satu-satunya adalah karena adanya sesuatu yang dibiayai. Biaya ini terdiri dari biaya bahan bahan langsung (direct material cost) dan biaya tenaga kerja langsung (direct labour cost).

2. Biaya Produksi Tak Langsung

Biaya produksi tak langsung atau disebut dengan overhead merupakan penjumlahan semua biaya tak langsung yang terdiri dari biaya dari bahan tak langsung, tenaga kerja tak langsung dan semua biaya tak langsung lainnya. Biaya produksi tak langsung perusahaan dikelompokkan menjadi tujuh yaitu biaya upah tak langsung, biaya kesehatan pegawai pabrik, biaya tenaga dan supplies, biaya pemeliharaan, biaya umum manufaktur, biaya penelitian dan pengembangan, dan biaya penyusutan.

Untuk lebih jelasnya biaya produksi langsung dan biaya produksi tak langsung dapat dilihat pada tabel 4.6 dan 4.7 dibawah ini.

Tabel 4.6.

Biaya Produksi Langsung (untuk empat jenis produk)

Nama Produk Biaya Bahan

Langsung

Biaya Tenaga

Kerja Langsung Jumlah

D.M 600 GRT 906,923,357.79 24,198,863.51 931,122,221.30 D.M 300 GRT 235,128,277.91 12,099,431.76 247,227,709.67 D.M Fast Fatrol Boat 1,007,691,619.84 26,237,119.04 1,033,928,738.88 D.M Tug Boat 453,461,678.89 15,628,432.69 469,090,111.58

Total 2,603,204,934.43 78,163,847.00 2,681,368,781.43

(Sumber: Sub Akuntansi Biaya Departemen Produk Alat dan Peralatan Kapal Laut)

Tabel 4.7.

Biaya Produksi Tak Langsung (untuk empat jenis produk)

Uraian DM.600 GRT DM.300 GRT DM.Fast Fatrol

Boat DM.Tug Boat Total

Biaya Bahan Tak

Langsung 51,920,538.54 25,960,269.27 56,293,773.86 33,543,645.42 167,718,227.09 Biaya Kesehatan Pegawai

Pabrik 16,874,175.02 8,437,087.51 18,295,476.50 10,901,684.76 54,508,423.79 Biaya Tenaga dan

Supplies 19,470,201.95 9,735,100.98 21,110,165.20 12,578,867.03 62,894,335.16 Biaya Pemeliharaan dan

Perbaikan 15,576,161.56 7,788,080.78 16,888,132.16 10,063,093.62 50,315,468.12 Biaya Umum Manufaktur 14,278,148.10 7,139,074.05 15,480,787.81 9,224,502.49 46,122,512.45 Biaya Pengembangan 1,298,013.46 649,006.73 1,407,344.35 838,591.14 4,192,955.68 Biaya Penyusutan 10,384,107.71 5,192,053.85 11,258,754.77 6,708,729.08 33,543,645.41

Jumlah 129,801,346.34 64,900,673.17 140,734,434.65 83,859,113.54 419,295,567.70

(Sumber: Sub Akuntansi Biaya Departemen Produk Alat dan Peralatan Kapal Laut)

Biaya overrhead yang dialokasikan untuk keempat produk ini sebesar Rp.419.295.576,70 ini merupakan biaya-biaya di luar biaya langsung yang terjadi pada departemen atau sub bagian. Pembebanan biaya overhead ke setiap bagian dilakukan dengan menggunakan Pemicu biaya yang sesuai dengan asumsi bahwa beban untuk setiap sub bagian adalah sama besarnya. Seperti tenaga kerja tidak langsung dibebankan pada sub bagian atas dasar jumlah orang. Sehingga bagian yang memiliki jumlah personil ytang banyak dibebani biaya overhead yang sangat besar. Untuk menghitung alokasi biaya tenga kerja tidak langsung pada tiap sub

(14)

14 departemen digunakan perhitungan jumlah orang yang terlibat x jam keterlibatan rata-rata x tarif standar overhead pabrik perusahaan (Rp. 9.410,-).

Tabel 4.8

Alokasi Biaya Overhead untuk Tenaga Kerja Tidak Langsung Uraian

Sub Bagian (jml

personil) Total Realisasi

Enjiniring 4 x 32 x Rp.40,000.00 Rp 5,120,000.00 PPIC 3 x 16 x Rp 40,000.00 Rp 1,920,000.00 Penjualan 2 x 1 x Rp 40,000.00 Rp 80,000.00 Pemeriksaan Kualitas 2 x 18 x Rp 40,000.00 Rp 1,440,000.00 Gudang Produksi 2 x 4.8 x Rp 40,000.00 Rp 384,000.00 Jumlah 13 orang Rp 8,944,000.00

Untuk membebankan biaya-biaya tidak langsung saat ini perusahaan menggunakan tarif tunggal yaitu dengan menjumlahkan seluruh biaya-biaya tidak langsung dibagi dengan jam orang tersedia selama satu tahun dan membedakannya ke produk dengan dasar mengalikan tarif biaya tidak langsung ini dengan jam orang terpakai.

c. Perhitungan Harga Pokok Produk dengan Sistem Akuntansi Biaya Konvensional

Sistem pehitungan biaya konvensional ini menggunakan alokasi biaya dua tahap dalam mengalokasikan biaya-biayanya. Pada tahap pertama biaya produksi tak langsung dialokasikan kepada pusat biaya dan biaya-biaya yang terjadi diakumulasikan. Pada tahap kedua, biaya yang terakumulasi dalam pusat biaya dialokasikan ke produk dengan menggunakan unit based driver.

Tabel 4.9.

Perhitungan Biaya Produksi Berdasarkan Sistem Biaya Konvensional (untuk empat jenis produk)

Uraian DM.600 GRT DM.300 GRT DM.Fast Fatrol

Boat DM.Tug Boat Total

Bahan Langsung 906,923,357.79 235,128,277.91 1,007,691,619.84 453,461,678.89 2,603,204,934.43 Tenaga Kerja Langsung 24,198,863.51 12,099,431.76 26,237,119.04 15,628,432.69 78,163,847.00

Jumlah A 931,122,221.30 247,227,709.67 1,033,928,738.88 469,090,111.58 2,681,368,781.43

Biaya Bahan Tak

Langsung 51,920,538.54 25,960,269.27 56,293,773.86 33,543,645.42 167,718,227.09 Biaya Kesehatan

Pegawai Pabrik 16,874,175.02 8,437,087.51 18,295,476.50 10,901,684.76 54,508,423.79 Biaya Tenaga dan

Supplies 19,470,201.95 9,735,100.98 21,110,165.20 12,578,867.03 62,894,335.16 Biaya Pemeliharaan dan

Perbaikan 15,576,161.56 7,788,080.78 16,888,132.16 10,063,093.62 50,315,468.12 Biaya Umum Manufaktur 14,278,148.10 7,139,074.05 15,480,787.81 9,224,502.49 46,122,512.45 Biaya Pengembangan 1,298,013.46 649,006.73 1,407,344.35 838,591.14 4,192,955.68 Biaya Penyusutan 10,384,107.71 5,192,053.85 11,258,754.77 6,708,729.08 33,543,645.41 Jumlah B 129,801,346.34 64,900,673.17 140,734,434.65 83,859,113.54 419,295,567.70 Total A + B 1,060,923,567.64 312,128,382.84 1,174,663,173.53 552,949,225.12 3,100,664,349.13 Jumlah BOP/unit 64,900,637.17 64,900,673.17 140,734,434.65 27,953,037.85 Jam Orang 2,232 1,116 2,420 1,442

Biaya Produksi / Unit 530,461,783.82 312,128,382.84 1,174,663,173.53 184,316,408.37

(15)

15 Pada pembebanan biaya tahap kedua maka biaya produksi tidak langsung yang terkumpul dalam pusat biaya dialokasikan kepada unit pruduksi yang dihasilkan dengan menggunakan jam orang. Total biaya produksi tidak langsung dialokasikan untuk empat jenis produk tersebut adalah sebesar Rp. 419,295,567.70 sehingga tarif biaya tidak langsung (overhead rate) adalah :

Total BPTL Overhead Rate =

Total Jam Orang

419,295,567.70 =

7,210

= 58,154.63 per jam orang

d. Penerapan Metode Activity Based Costing pada PT. PINDAD (PERSERO) Perhitungan Harga Pokok Produk dengan Sistem Akuntansi Biaya

Activity Based Costing

Seperti yang telah dikemukakan sebelumnya bahwa metode activity based costing menelusuri atau melacak biaya-biaya ke masing-masing aktivitas dan kemudian baru dibebankan ke produk, sedangkan pada metode konvensional biaya-biaya tidak dilacak ke aktivitas melainkan ke suatu unit organisasi misalnya departemen-departeman atau pusat biaya dan kemudian mengalokasikannya ke produk. Perhitungan harga pokok produk dengan metode konvensional kurang akurat karena biaya overhead yang dikonsumsi diasumsikan berbanding lurus dengan volume produksi, sedangkan cara perhitungan tersebut hanya cocok pada perusahaan-perusahaan yang memproduksi satu jenis produk saja.

Sistem activity based costing adalah sistem yang pertama kali menelususri biaya ke aktivitas dan kemudian ke produk. Dalam sistem activity based costing dikenal juga adanya pembebanan biaya dua tahap. Tahap pertama pembebanan biaya pemakaian sumber daya ke aktivitas. Sedangkan tahap kedua pembebanan aktivitas ke produk berdasarkan aktivitas yang dikonsumsi. Implemenmtasi dari metode activity based costing pada pembebebanan biaya tahap pertama, dimulai dari general ledger dimanba semua biaya yang dikeluarkan Departemen Produk Alat dan Peralatan Kapal Laut. PT. PINDAD (Persero) yang dicatat. Biaya-biaya dibebankan kepada aktivitas atas dasar usaha yang dilakukan. Tujuan dari pembebanan ini adalah menghitung biaya pada setiap pusat aktivitas. Pada pembebanan tahat kedua, biaya setiap pusat aktivitas dibebankan ke produk, pembebanan biaya ini atas dasar pola konsumsi yang khusus dari setiap produk. Tujuan dari pembebanan ini adalah menghitung biaya produksi dari pembuatan produk. Dasar dari setiap tahap pembebanan biaya pada sistem activity based costing ini diidentifikasikan oleh Pemicu biaya. Pemicu biaya adalah faktor penyebab timbulnya biaya. Pada tahap pertama digunakan Pemicu biaya sumber daya. Sedangkan pada tahap kedua digunakan Pemicu biaya aktivitas.

(16)

16

Tabel 4.25

Pembebanan Tahap Pertama Sistem Activity Based Costing

Uraian Kelompok

Overhead

Biaya Overhead yang dianggarkan

Kategori

Aktivitas Pemicu Biaya

Tingkat Konsumsi Pemicu Biaya

Kelompok Biaya

Total Cost Pool Overhead

Total Cost Pool Aktivitas

berlevel unit

Biaya Bahan Tak

Langsung 167,718,227.08 Unit

Biaya Bahan

Baku 2,603,204,934.43 Cost Pool 1 167,718,227.08 6.44%

Penjualan Penanganan

Konsumen 40,000.00

Produk Jml

Konsumen 1 Cost Pool 2 40,000.00 40,000.00

Enjiniring Data Estimasi 5,120,000.00 Jml Gambar 148 Cost Pool 3 5,120,000.00 34,594.59

Analisa Gambar 5,120,000.00 Jml Gambar 148 Cost Pool 3

PPIC

Penanganan

Dokumen 91,428.57 Jml Dokumen 23 Cost Pool 4

547,428.57 23,801.24

Sertifikasi 360,000.00 Jml Dokumen 23 Cost Pool 4

Administrasi

Gudang 96,000.00 Jml Dokumen 23 Cost Pool 4

Monitoring 91,428.57 Jml

Komponen 142 Cost Pool 5

451,428.57 3,179.07 Pemeriksaan Kualitas Final Inspection 360,000.00 Batch Jml

Komponen 142 Cost Pool 5

Income Process 360,000.00 Jam Inpeksi 9 Cost Pool 6

720,000.00 80,000.00

Inprocess 360,000.00 Jam Inpeksi 9 Cost Pool 6

Penerimaan Barang 128,000.00 Jml Batch 4 Cost Pool 7

272,761.90 68,190.48 Gudang

Produksi

Penanganan

Barang 91,428.57 Jml Batch 4 Cost Pool 7

Penanganan

Order 53,333.33 Jml Batch 4 Cost Pool 7

Aktivitas berlevel fasilitas

Pemeliharaan dan

Perbaikan 50,315,468.13 Fasilitas Jam Mesin 5000 Cost Pool 8 83,859,113.54 16,771.82

(17)

17

Tabel 4.26

Pembebanan Tahap Kedua Sistem Activity Based Costing ( Produk D.M. 600 GRT ) Uraian Cost Pool Pembebanan Biaya produksi Tak Langsung 1 2 3 4 5 6 7 8 Berkaitan dengan BBB Berkaitan dengan Konsumen Berkaitan dengan Jml Gambar Berkaitan dengan Jml Dokumen Berkaitan dengan Jml Komponen Berkaitan dengan Jam Inpeksi Berkaitan dengan Jml Batch Berkaitan dengan Fasilitas Intensitas Konsumsi 6.44% 40,000.00 34,594.59 23,801.24 3,179.07 80,000.00 68,190.48 16,771.82 Konsumsi 906,923,357.79 1 46 7 44 3 1 1547.85 Pembebanan Biaya 58,430,888.65 40,000.00 1,591,351.35 166,608.68 139,879.28 240,000.00 68,190.48 25,960,265.78 86,637,184.21 Tabel 4.27

Pembebanan Tahap Kedua Sistem Activity Based Costing ( Produk D.M. 300 GRT ) Uraian Cost Pool Pembebanan Biaya produksi Tak Langsung 1 2 3 4 5 6 7 8 Berkaitan dengan BBB Berkaitan dengan Konsumen Berkaitan dengan Jml Gambar Berkaitan dengan Jml Dokumen Berkaitan dengan Jml Komponen Berkaitan dengan Jam Inpeksi Berkaitan dengan Jml Batch Berkaitan dengan Fasilitas Intensitas Konsumsi 6.44% 40,000.00 34,594.59 23,801.24 3,179.07 80,000.00 68,190.48 16,771.82 Konsumsi 235,128,277.91 1 23 4 22 1.4 1 773.93 Pembebanan Biaya 15,148,748.91 40,000.00 795,675.68 95,204.96 69,939.64 112,000.00 68,190.48 12,980,216.75 29,309,976.41

(18)

18

Tabel 4.28

Pembebanan Tahap Kedua Sistem Activity Based Costing ( Produk D.M. Fast Fatrol Boat )

Uraian Cost Pool Pembebanan Biaya produksi Tak Langsung 1 2 3 4 5 6 7 8 Berkaitan dengan BBB Berkaitan dengan Konsume n Berkaitan dengan Jml Gambar Berkaitan dengan Jml Dokumen Berkaitan dengan Jml Komponen Berkaitan dengan Jam Inpeksi Berkaitan dengan Jml Batch Berkaitan dengan Fasilitas Intensitas Konsumsi 6.44% 40,000.00 34,594.59 23,801.24 3,179.07 80,000.00 68,190.48 16,771.82 Konsumsi 1,007,691,619.8 4 1 50 8 48 3 1 1678.22 Pembebanan Biaya 64,923,145.19 40,000.00 1,729,729.73 190,409.92 152,595.57 240,000.00 68,190.48 28,146,808.30 95,490,879.20 Tabel 4.29

Pembebanan Tahap Kedua Sistem Activity Based Costing ( Produk D.M. Tug Boat )

Uraian Cost Pool Pembebanan Biaya produksi Tak Langsung 1 2 3 4 5 6 7 8 Berkaitan dengan BBB Berkaitan dengan Konsumen Berkaitan dengan Jml Gambar Berkaitan dengan Jml Dokumen Berkaitan dengan Jml Komponen Berkaitan dengan Jam Inpeksi Berkaitan dengan Jml Batch Berkaitan dengan Fasilitas Intensitas Konsumsi 6.44% 40,000.00 34,594.59 23,801.24 3,179.07 80,000.00 68,190.48 16,771.82 Konsumsi 453,461,678.89 1 30 7 28 1.8 1 1000 Pembebanan Biaya 29,215,444.33 40,000.00 1,037,837.84 166,608.68 89,014.08 144,000.00 68,190.48 16,771,822.71 47,532,918.11

(19)

19

Keterangan lebih rinci dari masing-masing biaya produksi untuk keempat jenis produk tersebut, dapat dilihat dari tabel 4.30, tabel 4.31, tabel 4.32, dan tabel 4.33

Tabel 4.30

Biaya Produksi D.M. 600 GRT

( untuk 2 unit )

Kelompok Biaya Biaya Produksi

Overhead Cost Pool 1 : Rp. 906,923,357.79 x 6.44% Rp 58,430,888.65 Cost Pool 2 : Rp. 40,000.00 x 1 Rp 40,000.00 Cost Pool 3 : Rp. 34,594.59 x 46 Rp 1,591,351.35 Cost Pool 4 : Rp. 23,801.24 x 7 Rp 166,608.68 Cost Pool 5 : Rp. 3,179.07 x 44 Rp 139,879.28 Cost Pool 6 : Rp. 80,000.00 x 3 Rp 240,000.00 Cost Pool 7 : Rp. 68,190.48 x 1 Rp 68,190.48 Cost Pool 8 : Rp. 16,771.82 x 1547.85 Rp 25,960,265.78

Total Biaya Overhead Rp 86,637,184.21

Biaya Produksi Langsung

Biaya Bahan Langsung Rp 906,923,357.79 Biaya Tenaga Kerja Langsung Rp 24,198,863.51 Total Biaya Produksi Langsung Rp 931,122,221.30

Total Biaya Produksi Rp 1,017,759,405.51

Unit yang diproduksi 2

Biaya Produksi Per Unit Rp 508,879,702.76 Tabel 4.31

Biaya Produksi D.M. 300 GRT

( untuk 1 unit )

Kelompok Biaya Biaya Produksi

Overhead Cost Pool 1 : Rp 235,128,277.91 x 6.44% Rp 15,148,748.91 Cost Pool 2 : Rp 40,000.00 x 1 Rp 40,000.00 Cost Pool 3 : Rp 34,594.59 x 23 Rp 795,675.68 Cost Pool 4 : Rp 23,801.24 x 4 Rp 95,204.96 Cost Pool 5 : Rp 3,179.07 x 22 Rp 69,939.64 Cost Pool 6 : Rp 80,000.00 x 1.4 Rp 112,000.00 Cost Pool 7 : Rp 68,190.48 x 1 Rp 68,190.48 Cost Pool 8 : Rp 16,771.82 x 773.93 Rp 12,980,216.75

Total Biaya Overhead Rp 29,309,976.41

Biaya Produksi Langsung

Biaya Bahan Langsung 235,128,277.91

Biaya Tenaga Kerja Langsung 12,099,431.76 Total Biaya Produksi Langsung Rp 247,227,709.67

Total Biaya Produksi Rp 276,537,686.08

Unit yang diproduksi 1

(20)

20

Tabel 4.32

Biaya Produksi D.M. FAST FATROL BOAT

( untuk 1 unit )

Kelompok Biaya Biaya Produksi

Overhead Cost Pool 1 : Rp 1,007,691,619.84 x 6.44% Rp 64,923,145.19 Cost Pool 2 : Rp 40,000.00 x 1 Rp 40,000.00 Cost Pool 3 : Rp 34,594.59 x 50 Rp 1,729,729.73 Cost Pool 4 : Rp 23,801.24 x 8 Rp 190,409.92 Cost Pool 5 : Rp 3,179.07 x 48 Rp 152,595.57 Cost Pool 6 : Rp 80,000.00 x 3 Rp 240,000.00 Cost Pool 7 : Rp 68,190.48 x 1 Rp 68,190.48 Cost Pool 8 : Rp 16,771.82 x 1678.22 Rp 28,146,808.30

Total Biaya Overhead Rp 95,490,879.20

Biaya Produksi Langsung

Biaya Bahan Langsung Rp 1,007,691,619.84 Biaya Tenaga Kerja Langsung Rp 26,237,119.04 Total Biaya Produksi Langsung Rp 1,033,928,738.88

Total Biaya Produksi Rp 1,129,419,618.08

Unit yang diproduksi 1

Biaya Produksi Per Unit Rp 1,129,419,618.08 Tabel 4.33

Biaya Produksi D.M. TUG BOAT

( untuk 3 unit )

Kelompok Biaya Biaya Produksi

Overhead Cost Pool 1 : Rp 453,461,678.89 x 6.44% Rp 29,215,444.33 Cost Pool 2 : Rp 40,000.00 x 1 Rp 40,000.00 Cost Pool 3 : Rp 34,594.59 x 30 Rp 1,037,837.84 Cost Pool 4 : Rp 23,801.24 x 7 Rp 166,608.68 Cost Pool 5 : Rp 3,179.07 x 28 Rp 89,014.08 Cost Pool 6 : Rp 80,000.00 x 1.8 Rp 144,000.00 Cost Pool 7 : Rp 68,190.48 x 1 Rp 68,190.48 Cost Pool 8 : Rp 16,771.82 x 1000 Rp 16,771,822.71

Total Biaya Overhead Rp 47,532,918.11

Biaya Produksi Langsung

Biaya Bahan Langsung Rp 453,461,678.89 Biaya Tenaga Kerja Langsung Rp 15,628,432.69 Total Biaya Produksi Langsung Rp 469,090,111.58

Total Biaya Produksi Rp 516,623,029.69

Unit yang diproduksi 3

(21)

21

KESIMPULAN DAN SARAN a. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian, maka dapat ditarik suatu kesimpulan sebagai berikut :

1) Perhitungan biaya produksi dengan sistem konvensional di Departemen Produk Alat dan Peralatan Kapal Laut Divisi Mesin Industri dan Jasa PT. PINDAD (Persero) Bandung untuk produk D.M. 600 GRT sebesar Rp. 530.461.783,82, produk D.M. 300 GRT sebesar Rp. 312.461.783,82, produk DM. Fast Fatrol Boat sebesar Rp. 1.174.663.173,53 dan produk D.M. Tug Boat sebesar Rp. 184.316.408,37. Biaya produksi ini diperoleh dari perhitungan dengan dasar jam orang sebagai cost driver, dimana untuk menghitung khususnya tarif biaya overhead pabrik dihitung dengan membagi total biaya komponen biaya overhead pabrik dengan total jam orang sehingga diperoleh tarif biaya overhead dengan sistem konvensional.

2) Perhitungan biaya produksi dengan sistem activity based costing di Departemen Produk Alat dan Peralatan Kapal Laut Divisi Mesin Industri dan Jasa PT. PINDAD (Persero) Bandung untuk produk D.M. 600 GRT sebesar Rp. 508.879.702,76, produk D.M. 300 GRT sebesar Rp. 276.573.686,08, produk DM. Fast Fatrol Boat sebesar Rp. 1.129.419.618,08 dan produk DM. Tug Boat sebesar Rp. 172.207.676,56. Biaya produksi ini diperoleh dengan perhitungan sistem activity based costing berdasarkan aktivitas yang menimbulkan biaya pada masing-masing jenis produk. Perhitungan biaya produksi dengan sistem activity based costing dibagi kedalam empat aktivitas yaitu unit level activity, batch related activity, product sustaining activities dan facility sustaining activities.

b. Saran

Untuk menyempurnakan penelitian ini, maka peneliti memberi saran-saran sebagai berikut :

1) Meskipun pada penelitian ini sistem activity based costing dengan system konvensional terdapat perbedaan yang signifikan dimana sistem activity based costing lebih memberikan hasil biaya produksi yang lebih efisien dan akurat terhadap biaya produksi produk, ada baiknya pihak perusahaan mengkaji dulu lebih dalam mengenai penerapan sistem activity based costing. baik dari segi keunggulan dan kelemahannya.

2) Dalam rangka kajian tersebut, ada baiknya pihak perusahaan mencoba menerapkan sistem activity based costing secara bertahap, selain keunggulan dari segi keakuratan terhadap biaya, persaiangan yang semakin ketat dengan perusahaan lain yang memproduksi produk sejenis untuk tahun-tahun yang akan dating semakin menuntut perusahaan untuk menerapkan system biaya yang kompetitif dan dapat bersaingan di pasar global.

3) Jika perusahaan akan menerapkan sistem activity based costing, pada tahap awal sebaiknya perusahaan menerapkan pada produk-produk yang relative tidak terlalu besar biaya produksinya.

4) Perusahaan disarankan melakukan penelitisn lebih lanjut guna mempelajari semua aspek yang berkaitan dengan penerapan sistem activity based costing, khususnya mengenai pengkonsolidasian komponen biaya produksi tak langsung, dimana dalam pengkonsolidasian ini dapat ditentukan biaya produksi tak langsung mana saja yang dapat di minimalisir atau bahkan tidak

(22)

22 dibebankan pada produk. Sistem activity based costing sangat bermanfaat dalam penelusuran biaya yang lebih akurat sehingga ini akan lebih bermanfaat pada pusat penawaran.

DAFTAR PUSTAKA

Cooper, Robin, Kaplan, Robert S, 2005. The Desiagn of Management System:

Text, Cases, and Readings, New Jersey: Prentice Hall Inc.

Haedicke, Jack and Calvin Kirby, 2005, Implementing Activity Based Costing:

The Model Approach, Participant Guide: Canada: Saping Co.

Hansen, Don R. Mowen Maryanne M, 2000, Cost Mangement : Accounting and

Control, first edition., edisi bahasa Indonesia, Jakarta, Salemba Empat.

Horngren, Charles T., George, Foster, Srikant F Datar, 2003, Cost Accounting a

Managerial Emphasis, elevanth edition, New Jersey : Prentice Hall Inc.

Hariadi Bambang, 2002, Akuntansi Manajemen Suatu Sudut Pandang, edisi pertama, Yogyakarta: BPFE.

Harnanto, 2002, Akuntansi Biaya Perhitungan Harga Pokok Produk, edisi pertama, Yogyakarta; BPFE.

Indrianto, Nur. Supomo, Bambang, 2002, Metodologi Penelitian Bisnis untuk

Akuntansi dan Manajemen, edisi pertama, Yogyakarta: BPFE.

Mulyadi, 2000, Akuntansi Biaya, edisi kelima, Yogyakarta : Bagian penerbitan STIE YKPN.

Sugiyono, 2004, Metode Penelitian Bisnis, cetakan ketujuh, Alfabeta Bandung. Supriyono, R.A, 2002, Akuntansi Biaya dan Akuntansi Manajemen untuk

Teknologi Maju dan Globalisasi, edisi pertama, Yogyakarta: BPFE.

Umar Husein, 2005, Riset Penelitian Akuntansi

Widjaya, Amin, 2002, Activity Based Costing untuk Manufaktur dan

Referensi

Dokumen terkait

dan konstitusi UUD 1945”. Masing- masing siswa mengajukan berbagai pertanyaan tentang aspek persoalan yang ingin mereka selidiki. Langkah ketiga, siswa merencanakan

Penggelapan pajak dianggap etis meskipun Direktorat Jendral Pajak telah melakukan berbagai sosialisasi mengenai perpajakan dalam rangka meningkatkan pengetahuan wajib pajak

Putusan pengadilan yang diharapkan dapat mengembalikan keseimbangan masyarakat yang terganggu tidak dapat terpenuhi.Adanya isu mafia peradilan, keadilan dapat dibeli,

Hasil analisis geomorfologi menunjukkan adanya pola bentang alam yang relatif melingkar dan pola aliran yang semi-radial, stratigrafinya disusun oleh lava andesit kohoren, breksi

Saya selaku peneliti menginginkan pendapat Saudara mengenai Analisis Pengaruh Citra Merek Dan Kualitas Produk Terhadap Loyalitas Pengguna Blackberry dengan Kepuasan sebagai

Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara Medan lebih berorientasi pada pelayanan pendidikan yang bermutu dan berkualitas, melakukan penelitian- penelitian yang bermanfaat bagi

Ruh Idhafi berasal dari Allah Yang Maha Esa, itulah yang disebut iman tauhid.. Meyakini adanya

Tabel 4.10 : Rata-rata Kepercayaan Rekan kerja Berdsarkan Kontrol Monitoring dan Non Monitoring Dengan Tingkat Kepercayaan Diri Karyawan