• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV ANALISIS DATA. A. Peran Struktur Kepribadian dalam Mempengaruhi Konflik. Kejiwaan Tokoh-Tokoh Sunset Bersama Rosie

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB IV ANALISIS DATA. A. Peran Struktur Kepribadian dalam Mempengaruhi Konflik. Kejiwaan Tokoh-Tokoh Sunset Bersama Rosie"

Copied!
84
0
0

Teks penuh

(1)

commit to user

BAB IV

ANALISIS DATA

A.

Peran Struktur Kepribadian dalam Mempengaruhi Konflik

Kejiwaan Tokoh-Tokoh Sunset Bersama Rosie

Struktur kepribadian adalah segi-segi kehidupan manusia yang ditentukan oleh alam tak sadarnya. Struktur kepribadian sering kali mempengaruhi konflik-konflik kejiwaan manusia yang tercermin dari setiap tutur kata ataupun tingkah lakunya. Struktur kepribadian terdiri atas Id, Ego, dan Superego. Dalam Sunset

Bersama Rosie struktur kepribadian yang mempengaruhi konflik kejiwaan

tercermin dari tokoh Rosie, Tegar Karang, Anggrek, Sakura, Jasmine, Lili, dan Sekar seperti berikut.

1. Rosie

Tokoh Rosie dalamSunset Bersama Rosie digambarkan sebagai seorang ibu yang memiliki 4 orang anak. Nama Rosie diambil dari kata rose yang berarti mawar.

Dari sistem penamaan sesuai kutipan tersebut, diketahui bahwa penamaan Rosie sesuai dengan kata rose atau mawar. Karakter mawar selalu dikaitkan dengan kecantikan kelopak bunganya. Rosie dalam Sunset Bersama Rosiejuga digambarkan sebagai seorang yang cantik.

Selain karakter cantik, dalam situs http://dewisrikandi.combunga mawar digambarkan sebagai bunga yang rapuh sehingga ia memiliki duri untuk melindungi dirinya. Sifat bunga mawar ini juga tercermin dari tokoh Rosie ketika Nathan, suaminya, meninggal dalam pengeboman Jimbaran, Bali.

(2)

commit to user

...Wajah cantik wanita berumur tiga puluh lima tahun itu sekarang terlihat merana. Seperti tidak ada lagi sisa-sisa keriangan di sana. Wajah yang dulu riang saat kami dulu berlarian mengejar capung-capung di pematang sawah. Wajah yang begitu tentram menatap sunset. Wajah yang tersipu malu saat membicarakan mimpi-mimpi hidupnya wajah yang pura-pura mengkal menghadapi ulah empat anaknya – terutama Sakura. Sekarang terlihat sendu. Gurat-gurat kesedihan tampak nyata (Tere Liye, 2012:48).

Dalam kutipan tersebut, dapat terlihat bahwa kesedihan Rosie akan kepergian Nathan, suaminya, membuatnya rapuh. Kesedihan itu tergambar dengan jelas dan menjadikannya depresi.

Kesedihan Rosie akan kematian Nathan juga membuatnya mengalami depresi akut dan harus dibawa ke tempat rehabilitasi. Depresi yang dialami Rosie ini membuatnya gagal mengenali lingkungan sekitar.

“Kita tidak puntya banyak waktu. Rosie harus segera dibawa ke pusat rehabilitasi. Ini jelas kegagalan pengenalan diri atas lingkungan sekitar. Semakin lama tidak ditangani semakin berbahaya. Gejala khas depresi akut. Rosie tidak mampu membedakan mana yang nyata mana yang tidak, kesedihan itu menarik pikirannya ke dalam pengertianbaru akan realita keseharian. Rosie tidak tahu lagi mana desah riang, mana tarikan nafas lega. Semua menjadi simbolisasi yang merenggut kebahagiaannya.” (Tere Liye, 2012:132).

Pada kutipan di atas, terlihat bahwa keinginan Rosie untuk tetap bersama Nathan membuatnya tidak bisa membedakan mana hal nyata dan mana yang hanya halusinasinya.. Dari segi tipografis, kata pengertianbaru yang dicetak miring menunjukkan bahwa alam pikiran Rosie berbeda. Rosie melihat semua yang ada di sekitarnya adalah segala hal yang membuatnya bersedih dan kehilangan kebahagiaan.

Kerapuhan Rosie juga dapat dilihat ketika Tegar, sahabatnya, meninggalkannya. Tegar yang meninggalkan Rosie karena Nathan, yang juga

(3)

sahabat Tegar mencintai Rosie. Rosie memutuskan menunda pernikahannya dengan Nathan setelah mengetahui perasaan cinta Tegar.

“Subuh ituketika orang tua ini bilang kepada Rosie. Ya, Tuhan, aku sungguh tidak menyangka apa yang akan terjadi. Rosie menangis. Gadis yang malang. Dia tidak pernah mengerti perasaannya selama ini kepada kau. Rosie ingin membatalkan pernikahan itu. Aku ingat sekali bagaimana wajahnya. Tidak. Rosie belum sempurna mengerti. Dia masih terpesona kepada Nathan. Dia ingin membatalkan pernikahan itu karena merasa amat bersalah padamu.”

“Dan Nathan juga melakukan hal yang sama. Dia juga ingin membatalkan pernikahan itu. Pemuda yang baik. Tapi apa kataku tadi, kalian benar-benar tidak pernah diguratkan untuk bersama. Malam itu aku baru menyadarinya. Kau sempurna menghilang lima tahun. Tidak tahu rimbanya. Awalnya aku pikir itu keputusan terbaik, tapi dengan melihat Rosie menangis.” Oma mengusap wajahnya. Matanya redup. “Pernikahan itu berlangsung setelah enam bulan ditunda. Apakah Rosie mencintai Nathan? Rasa kekaguman itu tentu saja cinta. Dengan pengertian dan pemahaman yang berbeda. Tapi seiring waktu, Rosie mulai mampu mendefinisikan banyak hal. Kepergian kau. Maka perasaan itu mulai tumbuh. Subur sekali. Dan betapa tidak beruntungnya, kau

kembali Tegar.... (Tere Liye, 2012:412-413).

Dalam kutipan tersebut terlihat sangat jelas bahwa struktur kepribadian yang berperan dalam diri Rossie pada saat terjadi tragedi bom Jimbaran adalah struktur Id. Struktur Id adalah struktur yang lebih mengedepankan aspek keinginan.

Id bekerja dengan relatif primitif, bersifat kacau, tidak terkendali dan bekerja atas prinsip kesenangan serta menghindari ketegangan. Id dapat dikatakan sebagai suatu dorongan atas semua keinginan manusia yang harus dipenuhi. Id tidak melihat kemungkinan atas realitas terpenuhinya keinginan tersebut.

Pada kasus Rosie, keluarga adalah zona nyamannya. Kematian Nathan memunculkan ketegangan pada diri Rosie. Ketegangan ini dikarenakan kematian Nathan merupakan sesuatu yang merenggut kebahagiaan Rosie.

(4)

commit to user

Naluri Id yang diwujudkan melalui gerakan-gerakan refleks juga dapat dilihat dari diri Rosie seperti berikut.

Rosie tidak nekad bunuh-diri. Lebih buruk dari itu – dalam artian tertentu. Dia sedang berdiri di tengah ruangan. Tertawa kesetanan. Berteriak-teriak. Memegang sapu ijuk, mengancam siapa saja yang mendekatinya...

... Rosie seketika memukul kepala Jasmine dengan sapu ijuknya.... (Tere Liye, 2012:120).

Dalam kutipan tersebut dapat terlihat dengan jelas bahwa gerakan-gerakan yang dilakukan oleh Rosie merupakan gerakan-gerakan refleks. Rosie bahkan tanpa sadar memukul anaknya. Gerakan refleks ini dapat dikatakan sebagai drive

reduction theory atau teori penurunan tegangan. Gerakan-gerakan refleks yang

dilakukan Rosie adalah cara menghindari perasaan sedih yang dialaminya.

Gerakan-gerakan refleks yang dilakukan oleh Rosie adalah pemuas dirinya. Kematian Nathan yang terjadi tepat pada saat pesta ulang tahun pernikahannya membuat Id di dalam diri Rosie ingin melampiaskan rasa marah dan kesal kepada siapa saja yang ada di sekitarnya. Dalam kutipan di atas juga terlihat bahwa Rosie sering mengatakan kepada siapa saja dengan kata ‘pergi’ atau ‘kau jahat’. Rosie manganggap orang-orang di sekitarnya sebagai pelaku dari kejadian pengeboman di Jimbaran, Bali.

Rosie yang mengalami depresi hebat dapat sembuh dengan pengakuan cinta Tegar.Peristiwa tersebut menunjukkan bahwa unsur perasaan lebih bekerja di dalam diri Rosie.

...Beruntungnya, saat aku benar-benar berputus asa akan kemajuan Rosie, enam bulan lalu Rosie mulai menunjukkan kemajuan signifikan yang menarik.

Beruntung? Aku tidak tahu apakah itu beruntung atau bukan. Karena untuk kemajuan itu, harga yang harus kubayar mahal sekali. Membuka masa lalu itu langsung di hadapan anak-anak. Kejadian mengenaskan yang akhirnya memicu pengakuan penting tersebut. Yang membuat

(5)

kebersamaanku dengan anak-anak terasa sedikit ganjil, kebersamaan dengan Rosie, dengan semua masa lalu itu. Yang membuatku merasa jangan-jangan pengertian dan pemahaman kesendirian yang kubuat selama enam tahun itu ternyata semu (Tere Liye, 2012:198).

Dalam kutipan tersebut terlihat dengan jelas bahwa kesembuhan Rosie dari depresi yang dialaminya adalah dengan pengakuan Tegar atas perasaan cintanya kepada Rosie. Penulisan miring pada kata pengakuan penting menunjukkan penekanan bahwa pengakuan cinta Tegar terhadap Rosie merupakan sebuah hal penting. Hal tersebut sama dengan memberikan suatu kenyamanan pada diri Rosie. Perasaan Rosie yang merana setelah orang yang mencintainya (Nathan) pergi sedikit demi sedikit dapat hilang karena Tegar mengakui perasaan cintanya.

Dalam kasus Rosie, dapat dikatakan bahwa depresi yang dialami Rosie disebabkan ketakutan tidak ada lagi yang mencintai dan melindunginya. Sosok Nathan sebagai suami Rosie bukan hanya membuat Rosie merasakan cinta melainkan juga merasakan perlindungan terhadap dirinya. Kematian Nathan yang bertepatan dengan ulang tahun pernikahannya membuat Rosie kehilangan semangat dan pegangan hidupnya.

“Apakah semua ini amat menyakitkan? Sehingga kau merasa tidak sanggup lagi melanjutkan hidup. Padahal, padahal kau sungguh punya empat kuntum bunga yang membanggakan.” Aku mendesah lemah, menahan ludah.

Rosie mulai tersengal, menahan emosi. Aku tersenyum. Menyentuh jemarinya.

“Aku tahu ini amat menyakitkan. Tapi kau juga tahu, kita akan melalui semua ini bersama. Aku akan menemanimu. Anak-anak akan bersamamu. Menapak hari demi hari dengan tegar, seperti namaku, bukan? Tegar.”

Mata Rosie mulai basah. Aku terdiam. “A-k-u t-a-k t-a-h-a-n l-a-g-i.”

“Bertahanlah, Ros. Demi anak-anak.” “S-e-m-u-a-n-y-a m-e-n-y-a-k-i-t-k-a-n....” Aku menggenggam jemari Rosie. Lengang.

(6)

commit to user

Mata Rosie terpejam. Aku tahu apa yang sedang dilakukannya dengan memejamkan mata. Rosieingin menghilang. Dia ingin pergi dari sesaknya rasa sedih. Seketika kalau bisa.... (Tere Liye, 2012:109).

Pada kutipan di atas, terlihat percakapan antara Rosie dan Tegar. Pada percakapan ini, penulisan kalimat “A-k-u t-a-k t-a-h-a-n l-a-g-i” dan “S-e-m-u-a-n-y-a m-e-“S-e-m-u-a-n-y-a-k-i-t-k-a-n....” menunjukkan bahwa Rosie berbicara dengan tersengal. Sementara itu, penulisan miring pada kalimat “Demi anak-anak” menunjukkan bahwa Tegar berusaha meyakinkan Rosie untuk bertahan hidup. Kesedihan Rosie juga terlihat pada kelimat “Rosieingin menghilang” yang tercetak miring yang menunjukkan Rosie tidak sanggup merasakan kesedihannya.

Dalam diri Rosie juga terlihat adanya struktur Superego yang berperan. Struktur Superego ini terlihat saat Rosie membiarkan perasaan cintanya kepada Tegar yang saat itu memutuskan akan menikahi Sekar.

Aku menggenggam jemari Sekar menuju tengah ruangan. Aku tersenyum lebar.

Saat itulah aku menangkap siluet mereka.

Mereka ternyata datang. Rosie. Anggrek. Sakura. Jasmine. Dan Lili. Berdiri di antara tamu-tamu. Aku menggenggam jemari Sekar lebih erat. Menatap wajah-wajah itu selintas. Wajah Rosie yang menunduk. Aku tidak tahu kenapa Rosie harus memaksakan datang.... (Tere Liye, 2012:422-423).

Dalam kutipan tersebut terlihat Rosie yang memenuhi prinsip kerja Superego prinsip moral di dalam masyarakat. Rosie tidak melarang Tegar untuk menikahi Sekar dan akan datang ke pernikahan keduanya. Rosie mengalihkan perasaan sukanya dengan menerima realita bahwa Tegar akan menikah dengan Sekar. Ia mencari pemuasan lain dengan memutuskan untuk datang dan menerima pernikahan Sekar dan Tegar.

Dalam diri Rosie unsur Ego berperan untuk mempertimbangkan antara keinginannya sendiri dan moral masyarakat. Rosie yang memutuskan membiarkan

(7)

Tegar menikah dengan Sekar melalui pertentangan batin antara mengutamakan keinginannya bersatu dengan Tegar ataupun tanggapan masyarakat.Tanggapan masyarakat yang dimaksudkan disini adalah pernikahan Tegar dan Sekar yang sudah dipersiapkan dengan matang apabila dibatalkan akan membuat sebuah aib bagi keluarga kedua mempelai di masyarakat. Pada pertentangan batin inilah unsur Ego yang berdasarkan prinsip realitas berperan untuk memutuskan.

Dalam kasus ini, Rosie sudah tidak lagi mementingkan keinginannya. Ia menggunakan prinsip moral dan realitas yang ada bahwa pernikahan yang sudah direncanakan kecil kemungkinannya untuk dibatalkan. Rosie juga telah memainkan logika bahwa rasa cinta tidak selalu harus menuntut untuk bersatu.

Dapat dikatakan bahwa dalam diri Rosie, penamaan Rosie yang diambil dari rose atau mawar membuatnya memiliki karakter bunga mawar yang cantik tetapi rapuh. Rosie juga memiliki karakter bunga mawar yang selalu diartikan dengan cinta. Dalam diri Rosie, cinta berperan penting dalam membentuk kejiwaannya. Ia mengalami depresi karena kehilangan cinta dari suaminya yang meninggal. Rosie juga sembuh dari depresinya setelah mendengar pengakuan cinta dari Tegar.

Dari struktur krpribadiannya, unsur Id berperan hebat membentuk kondisi kejiwaannya setelah kejadian pengeboman Jimbaran yang menewaskan Nathan. Unsur Ego berperan untuk mempertimbangkan ketika Tegar memutuskan menikah dengan Sekar.Unsur Superegolah yang pada akhirnya digunakan oleh Rosie dengan melihat moral masyarakat atas pernikahan Tegar dan Sekar.

(8)

commit to user

2. Tegar Karang

Tokoh Tegar Karang dalam Sunset Bersama Rosie digambarkan sebagai seorang yang cerdas dan pekerja keras. Tokoh Tegar juga digambarkan sebagai tokoh yang memiliki postur tubuh yang gagah.

...Aku cerdas. Tentu saja. Aku lebih cerdas dari siapa pun. Termasuk Nathan. Apa yang dulu juga Rosie bilang? Aku memiliki wajah mengendalikan. Tentu saja. Aku lebih gagah dibanding siapapun, termasuk Nathan. Apa yang dulu Rosie sampaikan? Aku baik. Tentu saja. Aku lebih baik dibandingkan siapapun. Termasuk Nathan (Tere Liye, 2012:69).

Tegar dikisahkan bekerja di sebuah perusahaan sekuritas di Jakarta. Tegar yang gigih bekerja dikisahkan dengan mudah mencapai puncak kariernya. Tegar juga menggunakan pekerjaan sebagai pelariannya atas rasa sakit hatinya terhadap Rosie.

Perusahaan sekuritas ternama itu cocok dengan yang kubutuhkan. Mereka menuntutku bekerja sepuluh jam sehari. Berangkat pagi pulang larut malam. Yes, aku membutuhkan semua itu, maka seperti mesin aku membenamkan diri. Bekerja empat belas jam sehari. Membatukan diri dengan segala rutinitas dan pekerjaan menyebalkan. Menggunakan seluruh energiku untuk bekerja. Dengan lelah bekerja itu berarti janji tidur yang nyenyak malam ini. Membuat seluruh otakku melupakan Rosie.

Setahun berlalu, perusahaan sekuritas ternama itu terpesona dengan pekerjaanku. Amat terpesona. Karirku melesat bagai komet, terang benderang. Siapa yang tak mengenal Tegar Karang? Junior associate yang bagai kesetanan bekerja. Mengambil banyak inisiatif, tidak lelah dengan seluruh rangkaian diskusi, presentasi, dan eksekusi. Maka dengan mudah titik-titik karir kulampaui. Kecintaanku mendaki gunung memberikan fisik yang prima. Lagi pula meski sibuk bekerja aku selalu menyempatkan diri berlari setiap subuh sebelum berangkat kerja.... (Tere Liye, 2012: 69-70).

Dari sistem penamaannya. Nama Tegar Karang berasal dari dua kata yakni “tegar” dan “karang”. “Tegar”sesuai dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) berartikeras, teguh pendirian dan juga tabah.“Karang” adalahbatu kapur di laut yang terjadi dari binatang-binatang kecil jenis anthozoa (tidak bertulang

(9)

commit to user

punggung) yang mengeluarkan zat kapur; koral. Jenis batu ini memiliki tekstur yang keras dan kuat terkena hantaman ombak.

Karang biasa kita kenal sebagai suatu wujud yang keras dan kokoh. Dengan adanya ombak yang menghantamnya, karakter karang dapat dilihat sebagai sesuatu yang begitu kuatnya menghadapi serangan ombak yang tak kenal henti.Akan tetapi, dalam keadaan tertentu batu karang akan menjadi rapuh dan kekuatannya semakin melemah karena adanya proses pelapukan yang disebabkan oleh hantaman gelombang laut.

Karakter Tegar Karang dalam Sunset Bersama Rosie digambarkan sebagai sosok yang kuat tetapi rapuh. Kerapuhan tokoh Tegar Karang terlihat ketika Nathan mengungkapkan perasaan sukanya kepada Rosie.

Aku yang memperkenalkan mereka satu-sama-lain. Dua bulan berkenalan, saat kami bertiga bersama-sama mendaki Gunung Rinjani, Nathan menyatakan perasaannya ke Rosie. Cepat sekali. Teramat cepat malah. Dua bulan Nathan sebanding dengan dua puluh tahun milikku. Masa lalu mereka yang indah, sekaligus masa laluku yang getir.

Enam bulan kemudian selepas wisuda, mereka menikah. Dan aku memutuskan pergi. Jauh-jauh hari sebelum itu terjadi (Tere Liye, 2012:9).

Tegar Karang yang saat itu mencintai Rosie sejak kecil memutuskan pergi menjauh setelah pengakuan cinta Nathan. Dalam posisi ini Tegar terlihat rapuh. Tegar memutuskan pergi menjauh dengan perasaan cinta yang mengungkung dirinya.

Tegar Karang juga digambarkan sebagai seorang yang menyukai pagi. Selamat pagi.

Bagiku waktu selalu pagi. Di antara potongan dua puluh empat jam sehari, bagiku pagi adalah waktu paling indah. Ketika janji-janji baru muncul seiring embun menggelayut di ujung dedaunan. Ketika harapan-harapan baru merekah bersama kabut yang mengambang di persawahan hingga nun jauh di kaki pegunungan. Pagi, berarti satu hari yang

(10)

commit to user

mimpi-mimpi yang menyesakkan terlewati lagi; malam-malam panjang, gerakan tubuh resah, kerinduan dan helaan nafas tertahan (Tere Liye, 2012:1, 68, 187-188).

Kecintaan Tegar akan pagi ditunjukkan dengan kutipan di atas. Bagi Tegar, pagi adalah saat ia merasa kelegaan setelah berhasil melewati satu hari dengan rasa sakit hati. Tegar juga menggambarkan bahwa malam adalah saat-saat yang membuatnya resah.

Dalam memutuskan keputusannya menjauh dari Rosie, Tegar menggunakan prinsip realitas. Ia memerankan struktur Ego di dalam dirinya. Tegar tidak jadi menyatakan perasaan sukanya terhadap Rosie setelah Nathan, yang juga sahabatnya menyatakan perasaan sukanya terhadap Rosie. Tegar memutuskan pergi dari kehidupan Rosie dan Nathan karena tidak ingin merasa lebih sakit hati dan mengganggu Nathan dan Rosie.

Malam itu aku memutuskan pergi.

Sempat singgah sedetik di depan Danau Segara Anakan. Hanya untuk melemparkan jauh-jauh sekuntum bunga Edelweis yang ingin kuselipkan di rambutnya. Berusaha melemparkan sesak di hati, yang sayang tetap menelingkung hingga enam tahun kemudian. (Tere Liye, 2012: 36) Ego yang bekerja atas prinsip realitas (reality principle), artinya Tegar dapat menunda pemuasan diri atau mencari bentuk pemuasan lain yang sesuai dengan batasan lingkungan (fisik maupun sosial) dan hati nurani. Ego menjalankan proses sekunder (secondary process), artinya ego menggunakan prinsip rasional dalam mencari pemecahan masalah terbaik.

Ego yang bekerja pada diri Tegar dalam situasi ini adalah dengan menunda pemuasan dirinya terhadap rasa sukanya kepada Rosie. Ia mencari bentuk pemuasan diri yang lain dengan memutuskan pergi.

(11)

Kendati unsur Ego berperan dalam diri Tegar, akan tetapi unsur Id juga memainkan perannya terhadap diri Tegar dalam situasi ini seperti yang tercermin dalam kutipan berikut. “Aku tergugu tanpa air mata di bawah ranjang. Meringkuk. Malam-malam hanya diisi mimpi menyesakkan. Malam-malam panjang, gerakan tubuh resah, kerinduan, dan helaan napas tertahan” (Tere Liye, 2012:68).

Gerakan tubuh resah yang digambarkan oleh Tegar merupakan wujud gerakan refleks yang muncul. Gerakan refleks ini muncul sebagai proses primer sebagai pengalihan terhadap ketegangan.

Tokoh Tegar Karang menunjukkan karakter ketegaran dirinya pada saat mengasuh keempat anak Rosie. Tokoh Tegar yang harus menjadi sandaran keempat anak Rosie menunjukkan sosok yang kuat dan dapat menguatkan keempat anak Rosie.

“Jas-mine... Jas-mine sung-guh sa-yang Pa-man.”

Ya Tuhan, aku tahu maksud ucapan gadis kecil itu. Aku tahu sekali. Akulah yang membiasakan mereka mengucapkan kalimat itu dengan indah. Jangan buat aku menangis di depan mereka. Aku mohon. Karena akulah satu-satunya pegangan bagi mereka sekarang. Tetapi aku tak bisa menahannya lagi. Aku mendekap kepala Jasmine. Biarlah. Malam ini biarlah aku menangis. Anggrek beringsut memelukku. Bersama Lili dalam gendongannya. Cengkraman tangan Sakura semakin kencang.” (Tere Liye, 2012:153)

Pada tahapan Tegar menunjukkan ketegaran dirinya inilah dapat dilihat bahwa sebenarnya sosok Tegar memiliki kerapuhan. Tegar memaksakan dirinya untuk tidak menangis di depan anak-anak. Dalam lingkup masyarakat, seorang laki-laki yang menangis dapat menunjukkan kelemahan. Menangis bagi laki-laki merupakan perwujudan dari tanda lemah dan tidak berdaya. Namun, dengan Tegar menangis, dia menunjukkan kasih sayang kepada anak-anak Rosie.

(12)

commit to user

Karakter Tegar yang digambarkan mencintai anak-anak Rosie. Tegar juga digambarkan sebagai paman yang sangat baik dan dicintai oleh anak-anak Rosie. Karena sikapnya tersebut, anak-anak Rosie menganggap Tegar sebagai seorang paman yang sangat baik.

“Kau mungkin tidak pernah mendapatkan pendidikan psikolog, Tegar. Kau mungkin juga tidak berbakat menjadi psikiater,” Ayasa tertawa kecil, bergurau, “Tetapi kau dokter terbaik yang dimiliki anak-anak itu, Tegar. Kau adalah paman paling hebat, keren dan super bagi mereka. Kalau ada orang yang bisa membawa anak-anak itu melewati masa-masa sulit, maka kaulah orangnya.”

Aku menelan ludah.

“Kau penting bagi mereka. Berharga seratus kali lipat dibandingkan psikiater anak-anak ternama. Karena kau amat mencintai mereka. Itu modal hebat untuk membuat anak-anak itu kembali menjejak hari-hari mereka....” (Tere Liye, 2012: 143).

“Kau terlalu mencintai anak-anak, Tegar....” (Tere Liye, 2012:155).

Demi kecintaannya kepada anak-anak, Tegar rela melepaskan pekerjaannya di Jakarta dan membatalkan pernikahannya dengan Sekar. Kecintaan Tegar tersebut tampak pada kutipan berikut.

“KAU GILA, TEGAR! Tiga belas tahun kau bekerja untukku, tiba di posisimu sekarang dengan cepat. Seluruh reputasimu! Dan kau hari ini meneleponku, menyela acara bermain golf-ku hanya untuk bilang kau berhenti bekerja! Berhenti begitu saja! OMONG-KOSONG!”

Aku berusaha menjelaskan, terpotong di sana-sini.

‘KAU BISA MEMBAWA ANAK-ANAK ITU KE JAKARTA. Aku bisa membantu banyak. Kau berhak atas fasilitas apa pun. Tinggal sebutkan.’ Eric Theo sedikit tidak terkendali. Tabiat buruk lamanya keluar (Tere Liye, 2012:163).

Kutipan di atas menunjukkan Tegar memutuskan mengasuh anak-anak dan meninggalkan pekerjaannya. Dalam kutipan tersebut, Erick Theo yang merupakan bos Tegar terlihat marah. Kemarahan Erick atas keputusan Tegar meninggalkan pekerjaannya terlihat dari penulisan huruf kapital dalam kalimatnya.

(13)

commit to user

Selain meninggalkan pekerjaannya, Tegar juga meninggalkan Sekar dan membatalkan pertunangannya seperti berikut.

“.... Malam ini Sakura tidak bisa memainkannya. Tetapi Sakura janji, Sakura janji demi Uncle yang berbaik hati mengurus kami. Demi Uncle yang bahkan meninggalkan Bibi Sekar. Sakura berjanji akan memainkannya nanti. Sakura akan memainkannya dengan indah. Nanti.

Sakura janji.”(Tere Liye, 2012:184).

Pada kutipan tersebut, Sakura berjanji akan memainkan biolanya demi Tegar. Sakura melakukan hal tersebut karena merasa Tegar meninggalkan Sekar demi mengasuh anak-anak Rosie.

Pada situasi tersebut unsur Id di dalam diri Tegar lebih berperan. Tegar tidak memperhatikan prinsip realitas. Tegar memutuskan pilihannya berdasarkan prinsip keinginannya.

Tegar dapat dikatakan meninggalkan prinsip realitas karena rencana pernikahannya dengan Sekar yang sudah matang harus dibatalkan. Tegar tidak memikirkan pandangan lingkungan sekitarnya. Tegar juga tidak menyatakan pembatalan pernikahan itu kepada pihak keluarga Sekar.

Dalam kasus pengunduran dirinya, Tegar juga tidak lagi melihat kemungkinan membawa anak-anak ke Jakarta. Tegar memutuskan mengasuh anak-anak di Gili Trawangan. Dengan kata lain Tegar memutuskan meninggalkan kehidupannya di Jakarta demi anak-anak Rosie.

Konflik kejiwaan yang dialami Tegar Karang juga nampak dengan jelas ketika Tegar memutuskan untuk kembali ke Jakarta dan menikah dengan Sekar. Tegar merasakan kegamangan saat dia memutuskan menikah dengan Sekar dan mengetahui perasaan Rosie yang sebenarnya mencintainya.

(14)

commit to user

Linda benar. Oma juga benar. Tapi semua ini benar-benar sudah terlambat. Rosie tersedu. Menangis. Aku mendekap tubuh yang luruh ke bawah.

Tuhan, malam ini aku mulai belajar tentang kata kesempatan.

Siang tadi aku juga belajar satu makna kata penting yang seharusnya selalu disampirkan dengan kata kesempatan, yaitu kata cukup. Oma benar, semua gurat takdir ini mungkin kejam. Aku tidak pernah berani membuat kesempatan, karena aku terlanjur sepenuhnya mempercayai janji kehidupan. Malam ini, biarlah semuanya terasa lengkap. Sempurna. Aku titipkan seluruh urusan ini kepada-Mu, Tuhan. Jika Engkau menghendaki mawar itu tumbuh di atas tegarnya karang, maka biarlah itu terjadi.

Kau akan mengirimkan keajaiban itu.

Aku sudah berjanji pada Sekar. Tidak mungkin aku mengurungkan semuanya. Tidak mungkin setelah Sekar dengan berani menciptakan

kesempatan baginya. Membatalkan pertunangan. Hujan terus membungkusku dan Rosie. Air laut menjilat-jilat betis.’ (Tere Liye, 2012:416)

Dalam kasus Tegar yang tetap melanjutkan pernikahannya dengan Sekar ini, unsur Superego berperan dalam diri Tegar. Tegar tidak lagi hanya mementingkan keinginan dan kesenangannya saja. Tegar yang akhirnya tahu bahwa Rosie juga mencintainya tidak membatalkan pernikahannya dengan Sekar. Tegar memandang prinsip moral sosial bahwa ia tidak mungkin membatalkan pernikahannya dengan Sekar yang akan membuat banyak pihak terluka.

Dapat dikatakan bahwa dalam diri Tegar, terdapat karakter batu karang yang sesuai dengan namanya. Tegar memiliki pribadi yang kuat dan tegar menghadapi berbagai masalah yang menderanya. Tegar juga digambarkan sebagai tokoh yang dapat menguatkan orang-orang di sekitarnya. Namun, adakalanya Tegar memiliki kerapuhan. Kerapuhan di dalam diri Tegar ditunjukkan karena rasa cintanya baik kepada Rosie maupun kepada anak-anak Rosie sehingga menjadikan Tegar tidak dapat meninggalkan Rosie dan anak-anaknya.

Dari struktur kepribadiannya, dalam diri Tegar terdapat unsur Id dan Ego yang berperan. Unsur Id berperan dalam diri Tegar ketika ia memutuskan hal-hal

(15)

commit to user

yang membutuhkan kecepatan seperti memutuskan berhenti bekerja dari perusahaan sekuritas demi mengasuh anak-anak Rosie. Unsur Id juga berperan ketika ia merasa sakit hati kepada Rosie. Tegar sering kali melakukan gerakan refleks berupa helaan nafas maupundengan gerakan-gerakan resah.

Namun, dalam diri Tegar, unsur Ego lebih dominan dalam mempengaruhi konflik-konflik kejiwaan. Tegar sering mengambil keputusan berdasarkan dengan prinsip realitas. Tegar tidak memaksakan perasaan cintanya kepada Rosie ketika Nathan mengungkapkan perasaan cintanya kepada Rosie. Tegar juga menggunakan unsur Superegonya dengan tidak membatalkan pernikahannya dengan Sekar kendati ia tahu Rosie mencintainya. Ego dan Superego yang berperan dalam diri Tegar membuat Tegar sering melakukan pengalihan dari apa-apa yang ia inginkan dan tidak dapa-apat tercapa-apai. Wujud pengalihan itu berupa pekerjaan dan mencintai anak-anak.

3. Anggrek

Tokoh Anggrek merupakan anak sulung dari Rosie. Anggrek digambarkan sebagai tokoh anak yang menginjak usia remaja dengan paras yang cantik, dewasa, pintar dengan rasa ingin tahu yang tinggi dan senang menulis.

Anggrek, sulung Rosie dan Nathan bulan ini genap dua belas tahun. Wajahnya mewarisi gurat muka Rosie. Keibuan dan bisa diandalkan. Rambutnya lurus tergerai. Senang mengisi waktu dengan membaca buku. Setiap kali aku berkunjung ke Lombok, maka tasku dipenuhi buku-buku pesanannya.

Hanya Anggrek yang memanggilku dengan sebutan sesuai yang diajarkan Nathan, Om. Menilik kebiasaannya, suatu saat kelak tak pelak ia berbakat menjadi pujangga.

Sejauh ini Anggrek sudah pandai menulis cerita berpuluh-puluh halaman. Pandai menjelaskan banyak hal, dan selalu bertanya hal aneh serta ganjil. “Ibu pusing, Anggrek. Kamu lebih baik tanya Om Tegar di Jakarta.” Itu kata Rosie kalau ia sudah tak bisa lagi menangani pertanyaan sulungnya. Maka Anggrek bergegas menyeruak kesibukanku melalui telepon, sms,

(16)

commit to user

– hanya bisa menjanjikan buku berikutnya yang lebih tebal, yang mungkin menjelaskan pertannyaan dirinya (Tere Liye, 2012:3-4)

Dalam kutipan di atas dapat dilihat bahwa Anggrek memiliki gurat wajah seperti Rosie. Anggrek juga dapat dikatakan sebagai anak yang penurut, yang dibuktikan dengan mengikuti ajaran Nathan untuk memanggil Tegar dengan panggilan Om.

Nama Anggrek diambil dari nama bunga anggrek. Bunga “anggrek” merupakan salah satu bunga yang tahan lama. Pada situs http://bungakatakita.blogspot.combunga “anggrek” disebutkan sebagai bunga yang cantik dibentuk dengan proses yang panjang dan lama. Dalam fase pertumbuhannya “anggrek” sering mendapat ancaman dari lingkungan yang bisa membuatnya tidak tumbuh atau bahkan mati.

Seperti halnya bunga “anggrek”, karakter Anggrek dalam Sunset Bersama

Rosie juga mengalami berbagai peristiwa buruk dalam masa pertumbuhannya.

Peristiwa awal yang menimpa Anggrek adalah peristiwa kematian ayahnya. Peristiwa tersebut mengguncang kejiwaan Anggrek. “...Anggrek tetap diam. Hanya menunduk menatap gurat tegel lantai rumah-sakit. Jemarinya menggurat-gurat mengikuti retak tegel lantai. Memeluk lutut di samping Jasmine...” (Tere Liye, 2012:46).

Dalam kutipan tersebut tampak bahwa Anggrek melakukan gerakan refleks yang merupakan pengalihan dari rasa sedihnya. Gerakan refleks yang dilakukan Anggrek berupa menggurat benda-benda yang ada di sekitarnya dengan jemarinya.

(17)

Gerakan refleks yang dilakukan oleh Anggrek merupakan manifestasi Id dalam dirinya. Gerakan-gerakan ini muncul sebagai ungkapan kesedihan Anggrek atas peristiwa kematian ayahnya.

Namun, dalam diri Anggrek juga dapat dilihat bahwa Anggrek memiliki pribadi yang kuat. Anggrek juga melakukan tanggung jawabnya sebagai anak pertama yang harus mengasuh adik-adiknya.

...Setidaknya saat Jasmine dan Anggrek menceritakan sekolah mereka hari ini, aku tidak menddengar keluhan tentang teman-temannya, guru, atau siapapun yang menyinggung-nyinggung kejadian Jimbaran. Mereka riang seperti biasanya. Tetapi ini sepotong fakta yang tidak pernah aku ketahui hingga dua tahun kemudian. Tadi di odong-odong ternyata Anggrek menyuruh Jasmine agar tidak bilang-bilang pada Om Tegar soal betapa sibuk teman sekelasnya bertanya tentang Ayah mereka. Sejak hari itu, disadari atau tidak Anggrek telah mengambil tanggung-jawab yang lebih besar dalam hidup dibanding usianya (Tere Liye, 2012:107).

Dalam kutipan diatas, dapat terlihat bahwa Anggrek yang mulai bertanggung jawab terhadap adik-adiknya. Dalam diri Anggrek terlihat bahwa unsur Superego bermain di dalam dirinya. Anggrek menghilangkan rasa sedihnya dan menggantinya dengan tanggung jawab merawat adik-adiknya.

Karena tanggung jawabnya, Anggrek juga menjadi anak yang dituruti dan dihargai oleh adik-adiknya.

Dan pagi itu, pagi itu aku menyaksikan satu kebaikan-Mu, Tuhan. Satu kebaikan yang menyelip di antara semua kejadian menyakitkan seminggu terakhir. Janji masa-depan yang hebat. Jani masa depan yang esok lusa membuatku bertahan atas segala kejadian ini. Aku tidak tahu bagaimana Anggrek melakukannya. Gadis kecil itu baru berumur dua belas. Tetapi gadis itu melakukan hal yang sungguh mengesankan. Ia mengambil alih urusan. Anggrek tidak berkata banyak. Gadis kecil itu hanya melangkah pelan, memegang bahu Sakura, menatap lamat-lamat wajah adiknya, lantas berbisik, “Om Tegar sudah bilang, Sakura harus tinggal.” Wajah yang amat memesona. Mereka bersitatap sekejap, dan wajah menggelembung marah Sakura padam, menunduk (Tere Liye, 2012:135).

(18)

commit to user

Pada kutipan tersebut, terlihat bahwa Sakura menghargai setiap perkataan Anggrek. Sakura yang biasanya melawan Anggrek juga menuruti permintaan Anggrek. Anggrek juga menunjukkan bahwa dirinya merupakan sosok kakak yang memiliki sifat keibuan.

...Anggrek yang menyuruh mereka untuk tidak bertanya banyak. “Ibu akan sembuh. Kita akan mengunjunginya suatu saat. Dan sebelum Om Tegar mengatakannya, sebelum Om Tegar mengajak kita ke sana, jangan pernah bilang-bilang. Jangan pernah bertanya-tanya sekalipun. Jangan ganggu Om Tegar dengan banyak hal. Om Tegar sudah terlalu sibuk mengurus kita.” Aku mencengkeram daun pintu saat melihat Anggrek mengatakan itu” (Tere Liye, 2012:191).

Dalam kasus tersebut, unsur Id dan unsur Superego di dalam diri Anggrek mengalami pertentangan. Anggrek mempertimbangkan antara perasaan sedih karena kematian ayahnya yang merupakan bagian dari unsur Id atau bertanggung jawab untuk membesarkan adik-adiknya yang merupakan bagian dari unsur Superego.

Dalam kasus ini unsur Ego yang merupakan unsur yang memperhatikan realitas yang ada memainkan peranannya. Unsur Ego di dalam diri Anggrek digunakan untuk mempertimbangkan apakah rasa sedih kehilangan ayahnya atau rasa tanggung jawab terhadap adik-adiknya yang lebih berperan. Anggrek lebih menggunakan unsur Superego yang membuatnya mengesampingkan perasaan sedih dan lebih mengendalikan perasaannya untuk dapat bertanggung jawab atas adik-adiknya.

Dalam ‘Sunset Bersama Rosie’, Anggrek juga digambarkan sebagai remaja yang bertanggung jawab terhadap dirinya sendiri dan bersifat keibuan.

Tidak ada lagi sisa-sisa kanak-kanak di wajah Anggrek. Umurnya sekarang empat belas. Kelas satu SMA. Gurat wajahnya berubah paling banyak dibandingkan adik-adiknya. Anggrek tumbuh menjadi gadis

(19)

commit to user

remaja yang mengerti benar kata tanggung-jawab. Wajahnya teduh dan mukanya tenang’ (Tere Liye, 2012:189).

Selain bertanggung jawab merawat adik-adiknya, Anggrek juga mengalihkan perasaan sedihnya dengan menulis.

Masa-masa itu, Anggrek juga akhirnya menyelesaikan satu buku indah. Bukan buku cerita yang sebelum kejadian Jimbaran hendak diselesaikannya, melainkan buku puisi. Puisi-puisi tentang adik-adiknya, dan terutama tentang aku, ‘Selamat Pagi Untuk Om Tegar’. Puisi yang mengesankan. Puisi yang menggurat seluruh kebanggaan mereka...” (Tere Liye, 2012:192).

Pada kutipan tersebut, tampak bahwa Anggrek mengalihkan perasaan sedihnya dengan menulis. Tulisan yang berisi tentang Tegar dan adik-adiknya menunjukkan ungkapan perasaan dan kasih sayang Anggrek kepada Tegar dan adik-adiknya. Ungkapan perasaan Anggrek terhadap Tegar juga dapat dilihat saat Anggrek menanyakan perasaan Tegar terhadap ibunya, Rosie.

Anggrek juga kembali duduk di sebelahku, menyentuh lenganku, “Maukah Paman menceritakannya.” Bahkan ia tidak menggunakan panggilan lazimnya kali ini.

Aku menggeleng.

“Maukah Paman menceritakannya. Tadi Anggrek melempar Bunga Edwlweis itu dengan sungguh-sungguh. Berusaha amat membenci

semuanya saat melempar. Tapi Anggrek tetap tidak bisa merasakan

kebencian sebesar itu. Kebencian yang Paman katakan saat di shelter Ibu, enam bulan lalu. Paman bilang, Paman ingin membenci Ibu selamanya, tapi Paman tidak bisa melakukannya. Bisakah Paman menceritakannya?” (Tere Liye, 2012:229).

Pertanyaan-pertanyaan Anggrek kepada Tegar menunjukkan bahwa adanya harapan dalam diri Anggrek terhadap Tegar. Anggrek yang berharap Tegar masih mencintai ibunya berharap agar Tegar dan Rosie dapat bersatu. Anggrek juga mengungkapkan keinginan tersebut seperti pada kutipan berikut.

“Apakah, apakah Om masih mencintai Ibu seperti dulu?” Anggrek tetap menunduk, seperti bertanya ke pasir yang diinjaknya.

(20)

commit to user

lembut menerpa wajah mengisi detik waktu berlalu. Aku menatap gadis remaja itu dengan muka kebas. Anggrek setelah sekian lama tertunduk, mengangkat kepalanya, balas menatapku.

Aku mengenali harapan dari tatapan itu.

“Maafkan Anggrek kalau pertanyaan itu mengganggu Om. Maafkan. Tapi Anggrek tidak bisa menahan diri untuk tidak menanyakannya Anggrek ingin bilang.... Ingin bilang, kalau Anggrek senang sekali melihat Om bersama-sama kami terus. Sakura juga senang. Jasmine juga. Lili, Lili juga akan senang sekali.” Suara Anggrek tersendat (Tere Liye, 2012:281).

Pada kutipan di atas, terlihat dengan jelas bahwa Anggrek menginginkan Tegar menjadi ayahnya. Anggrek mengutarakan keinginannya secara langsung kepada Tegar. Keinginan Anggrek ini dapat dikarenakan Anggrek telah menganggap Tegar sebagai pengganti ayahnya.

Dalam situasi ini, Anggrek menggunakan prinsip Id di dalam dirinya. Anggrek mengutarakan apa yang menjadi keinginannya. Anggrek mengutamakan prinsip kesenangan dalam dirinya. Unsur Ego yang ada di dalam diri Anggrek berperan dengan melihat realita kemungkinan Tegar dapat bersatu dengan ibunya, Rosie. Realita ini terbentuk karena baik Tegar maupun Rosie dalam posisi tidak sedang menjalin hubungan dengan siapapun.

Keinginan Anggrek untuk membuat Rosie dan Tegar bersatu pada akhirnya gagal karena Tegar akan menikah dengan Sekar membuat Anggrek merasa kecewa. “...Wajah Anggrek terlihat terluka. Dalam urusan ini, hanya Anggrek yang tahu semua bukan sekedar tentang pindah”(Tere Liye, 2012:395)

Dalam kutipan tersebut terlihat bahwa Anggrek terluka atas keputusan Tegar menikahi Sekar dan meninggalkan keluarganya. Anggrek merasa keinginannya untuk menyatukan Rosie dan Tegar tidak dapat terwujud.

“Ternyata Om tidak lagi mencintai Ibu.” Anggrek berkata lirih. Aku menelan ludah mendengar kalimat sulung Rosie.

(21)

Aku mendekap kepala Anggrek. Berbisik. Itu tidak sesederhana itu,

Sayang. Tidak pernah sesederhana itu. Urusan ini bukan tentang lebih

mencintai atau kurang mencintai. Bukan tentang masih mencintai atau

tidak lagi mencintai.

Lima belas menit berlalu, Anggrek hanya diam. Menatap ke depan. Beranjak masuk lagi ke kamar, tanpa bicara sepotong kata pun. Aku sempat menatap wajah terlukanya beberapa kejap. Maafkan Om, tidak bisa memenuhi janji yang terucapkan saat melihat tukik penyu berlarian ke lautan luas. Maafkan Om, Anggrek (Tere Liye, 2012:398).

Keinginan Anggrek untuk menyatukan Tegar dan Rosie merupakan sebuah dorongan dari unsur Id di dalam dirinya. Pada kasus ini Anggrek tidak hanya memperhatikan sebatas keinginannya saja melainkan juga unsur realitas (Ego) yang dapat tercapai karena status Rosie dan Tegar yang sendiri. Anggrek juga dapat melihat prinsip moral masyarakat bahwa Tegar bukanlah anggota keluarga Rosie yang tinggal dan menjalin hubungan dekat dengan Rosie.

Dalam konteks sosial, masyarakat beranggapan bahwa seorang laki-laki dan perempuan yang tinggal dalam satu rumah tanpa ikatan pernikahan adalah sebuah hal yang kurang pantas di masyarakat. Pada situasi Tegar dan Rosie, Anggrek menganggap dengan bersatunya Tegar dan Rosie adalah suatu hal yang pantas dilakukan dalam ikatan pernikahan.

Ketika Tegar memilih menikahi Sekar, maka Anggrek mengalami kekecewaan. Kekecewaan Anggrek tidak disampaikan secara langsung melainkan dengan tatapan Anggrek terhadap Tegar yang terlihat terluka. Anggrek tidak memaksakan keingianannya kepada Tegar untuk menikahi Rosie. Anggrek telah menggunakan prinsip Ego di dalam dirinya untuk mempertimbangkan antara keinginannya untuk menyatukan Tegar dan Rosie ataukah unsur sosial terkait persiapan pernikahan Tegar dan Sekar. Unsur Ego di dalam diri Anggrek

(22)

commit to user

menguatkan bahwa Anggrek harus memperhatikan unsur sosial yang ada. Dalam hal ini Super Ego dalam diri Anggrek yang bekerja.

Pada diri Anggrek, karakter nama bunga “anggrek” mempengaruhinya dalam berkarakter. Anggrek dalam masa pertumbuhannya mengalami beberapa kendala yang dimulai dengan kematian ayahnya, depresi yang dialami Rosie dan juga keinginanya menyatukan Tegar dan Rosie yang gagal. Akan tetapi, Anggrek tetap menjalankan kewajibannya sebagai kakak bagi ketiga adiknya dengan baik dan berhasil menjadi penulis.

Struktur kejiwaan yang lebih dominan mempengaruhi diri Anggrek adalah unsur Superego. Unsur Ego lebih digunakan untuk mempertimbangkan antara keinginannya (unsur Id) ataukah prinsip moral sosial (unsur Superego). Unsur Id dalam diri Anggrek muncul ketika ia mengalami kesedihan karena meninggalnya ayahnya. Unsur Id muncul melalui gerakan-gerakan refleks seperti menggurat benda di sekitarnya.

4. Sakura

Sakura adalah anak kedua Rosie dan Nathan. Sakura digambarkan sebagai anak yang pintar, supel dan aktif. Sakura juga digambarkan sebagai anak yang jahil dan pintar bermain musik.

Sakura, anak kedua Rosie dan Nathan, dua bulan lalu menginjak usia sembilan tahun. Sekecil itu ia lancar bicara empat bahasa asing, maksudku meski lancar tetap dengan kosa-kata terbatas. Kemampuan Sakura ini bisa dimengerti, karena Nathan dan Rosie mengurus resor kecil Gili Trawangan, Lombok. Resor yang dipenuhi turis dari Australia, Inggris, Jepang, dan Hongkong – tak peduli musim apa pun.

Sakura selalu memanggilku Uncle. Terkadang jahil mengajakku

berbincang dengan bahasa bangsa Samurai. Tertawa senang melihat

Uncle-nya yang manyun tidak mengerti. Sakura menyukai segala hal yang

berbau komik. Maka kamarnya dipenuhi poster-poster tokoh serial favoritnya. Ia anak yang aktif, memiliki otak kanan sama hebatnya dengan otak kiri. Sakura pandai bermain musik, aku yang dulu mengajarinya

(23)

menyukai musik. Biola adalah favoritnya dan bulan depan Sakura ikut resital biola di Jakarta.

Belum lagi gaya bicara dan tingkahnya, semua orang tahu Sakura jahil dan super-ngeles. “Salah siapa? Ia sempurna meniru Uncle-nya,” Itu kata Rosie sambil tertawa, setahun silam saat sakura mengotot membawa dan menyembunyikan kucingnya, si Putih, di balik gaun, ketika pesta keluarga sedang berlangsung. Kucing itu kabur, dan berlarian di atas meja-meja makanan, membuat pesta “makin meriah” (Tere Liye, 2012: 4-5).

Dalam kutipan tersebut, terlihat bahwa Sakura adalah anak yang ceria. Sakura juga dapat digolongkan sebagai anak yang cerdas karena dapat menguasai empat bahasa asing pada usianya yang masih kecil. Sakura juga dapat dikatakan sebagai anak yang jahil dan nakal karena sering tidak menurut dan bertindak sesukanya.

Nama Sakura diambil dari nama bunga khas Jepang, “sakura”. Dalam situs http://muhamad-mustain.blog.ugm.ac.id bunga “sakura” adalah lambang adanya kebahagiaan dan kesedihan bagi orang Jepang. Bunga “sakura” melambangkan kebahagiaan ketika mulai bermekaran sedangkan ketika berguguran melambangkan kesedihan. Bunga “sakura” juga diartikan sebagai bunga janji. Dikatakan demikian karena bunga “sakura” selalu bermekaran ketika musim semi tiba. Bunga ini tidak akan mekar pada musim lain dan sebagai pertanda datangnya musim semi.

Sakura dalam Sunset Bersama Rosie digambarkan sebagai anak yang periang. Karakter periang yang dimiliki Sakura sering membuat orang di sekitarnya menjadi senang. Dapat dikatakan karakter Sakura ini sama halnya dengan karakter bunga “sakura” yang merupakan lambang kebahagiaan.

Belum lagi gaya bicara dan tingkahnya, semua orang tahu Sakura jahil dan super-ngeles. “Salah siapa? Ia sempurna meniru Uncle-nya,” Itu kata Rosie sambil tertawa, setahun silam saat sakura mengotot membawa dan menyembunyikan kucingnya, si Putih, di balik gaun, ketika pesta keluarga

(24)

commit to user

sedang berlangsung. Kucing itu kabur, dan berlarian di atas meja-meja makanan, membuat pesta “makin meriah” (Tere Liye, 2012:5).

“UNCLE! UNCLE!”

Sakura berteriak kencang melihatku melewati bingkai pintu, membuat dokter yang melakukan cek terakhir kali menoleh – setengah kaget sebenarnya. Sakura kalau teriak selalu saja tidak tahu tempat, waktu, dan suasana. Clarice yang berdiri bersandarkan dinding ruangan tertawa. Made dan Kadek mengangguk ke arahku.

Aku melangkah mendekati ranjang Sakura, tersenyum, “Konichiwa.” Sakura mengangguk-angguk. Baik, baik.

Tetapi tidak sebaik intonasi kalimat Sakura yang amat riang, tubuh gadis kecil itu masih terbungkus gips dan perban. Selang infus dan belalai medis lainnya sudah dilepas. Wajah Sakura cerah, itu membuat perbedaan banyak dengan kondisi tubuhnya... (Tere Liye, 2012:115-116).

Pada kutipan di atas dapat dilihat dengan jelas bahwa Sakura adalah anak yang periang. Sakura tetap riang kendati kondisi tubuhnya masih lemah dan penuh luka. Pada situasi tersebut tampak bahwa Sakura adalah anak yang dapat membuat suasana di sekitarnya menjadi ceria.

Dalam diri Sakura, unsur Id yang mementingan kesenangan diri tampak lebih kuat. Sakura berusaha membuat dirinya senang kendati dalam situasi yang kurang mengenakkan. Sakura juga menunjukkan bahwa keberadaan dirinya membuat lingkungan di sekitarnya menjadi bahagia dan penuh keceriaan.

Unsur Id yang kuat di dalam diri Sakura membuatnya berusaha memenuhi segala kesenangannya. Sakura menggunakan unsur Ego dalam dirinya untuk mempertimbangkan cara agar dapat memenuhi kesenangannya. Sakura tidak hanya mencari cara agar dapat memenuhi segala keinginannya. Sakura melihat realitas yang ada untuk memenuhi kesenangannya tersebut.

Unsur Id yang terlihat dalam diri Sakura juga tampak pada prilakunya. Sakura adalah anak yang sering tidak dapat menahan emosinya. Sakura sering memaksakan segala hal yang ia inginkan. Prilaku Sakura tersebut dapat terlihat dalam kutipan berikut.

(25)

“Sakura juga. Sakura ingin ikut Uncle.” Sakura ikut merengek. “Tidak. Sakura tetap di sini.” Aku mendesis pelan.

“SAKURA MAU IKUT!” Sakura berteriak, bandel (Tere Liye, 2012:135). ...Tadi pagi Sakura mengamuk, ia benci sekali datang ke sini. Sepanjang pagi berteriak tidak mau. “SAKURA TIDAK MAU! SAKURA TIDAK MAU! SAKURA BENCI!” Membuat ramai seisi rumah. Aku menelan ludah, berusaha membujuk. “SAKURA TIDAK MAU MELIHAT ORANG JAHAT ITU!” Mendorong tubuhku... (Tere Liye, 2012:242). “UNCLE TEGAR TIDAK BOLEH PERGI!” Sakura berhasil melepaskan tangannya dari Anggrek. Berteriak.

Aku terdiam. Ya Tuhan, semua ini menyedihkan. Bagaimana mungkin aku bisa menatap wajah-wajah ini dan menyampaikan kabar itu. Anak-anak yang mencintaiku. Anak-anak yang selalu menghargai setiap kaliamtku. Anak-anak yang membanggakanku.

“Hentikan Sakura. Hentikan!” Anggrek menarik paksa tubuh adiknya yang mendekatiku, yang berhasil memegang tanganku, menggerak-gerakkannya. Meminta pembatalan.

Rosie menunduk. Bicaralah, Ros. Aku mohon. “Uncle tidak boleh pergi!”

Aku menatap kosong wajauh Sakura yang marah, menggeleng.

“Sakura tidak ingin lagi jepit rambut ini.” Sakura yang tersengal melemparkan jepit rambutnya. Berdiri. Berlari masuk kamarnya. Sambil menangis (Tere Liye, 2012:395-396).

Sikap marah yang ditunjukkan Sakura pada kutipan di atas menunjukkan bahwa unsur Id yang ada pada diri Sakura menuntut pemuasan. Unsur Id tersebut tidak lagi memperhatikan realita yang ada. Dalam kata lain, Sakura meninggalkan unsur Ego dan Superego yang ada di dalam dirinya.

Unsur Id yang memaksa untuk dipuaskan ini membuat tindakan refleks berupa teriakan. Teriakan sakura tersebut dapat dilihat dari penulisan dengan huruf kapital. Sakura yang marah selalu berteriak tidak terkendali. Tindakan refleks lain yang ditunjukkan oleh Sakura adalah berupa tangisan. Tangisan Sakura yang menyatakan kekecewaannya terhadap Tegar merupakan salah satu bentuk tindakan Id dalam diri Sakura yang menuntut untuk dipenuhi.

Sakura dalam Sunset Bersama Rosie juga digambarkan sebagai seorang anak yang tegar dalam menghadapi cobaan. Sakura mampu bangkit kendati

(26)

commit to user

mengalami luka yang parah karena tragedi bom Jimbaran. “Sakura terbaring di ruangan sebelah. Tangan kirinya remuk. Sepasang pin ditanamkan di lengan” (Tere Liye, 2012:42).

Pada kutipan di atas dapat dilihat bahwa kerusakan yang terjadi pada tangan kiri Sakura sangat parah. Bagi Sakura, tangan kiri merupakan bagian paling penting dari dirinya untuk menjalankan hobinya bermain biola. Kerusakan parah yang dialami Sakura tidak membuatnya merasa kehilangan semangat.

Sosok Sakura yang digambarkan sebagai sosok yang ceria juga pernah mengalami kesedihan. Kesedihan tersebut tampak pada saat Sakura mengetahui ayahnya meninggal dalam tragedi bom Jimbaran.

“Sakura.... Ibu, Kak Anggrek, Jasmine, dan Lili sore ini harus segera kembali ke Gili.”

Diam sejenak. Gadis itu lamat-lamat menatapku. “Uncle ikut?”

Aku mengangguk pelan. “Ayah ikut?”

Aku terdiam. Dari mana aku harus menjelaskan? Gadis kecil itu menatap nanar.

“Ayah ikut?” Bertanya sekali lagi.

Ya Tuhan bagaimana aku harus menjelaskan kalau Nathan sudah pergi? Semua ini sepertinya lebih baik kalau menyaksikan langsung, seperti Jasmine dan Anggrek. Lebih menyakitkan memang, tapi penjelasan kehilangan itu langsung ditanamkan di kepala mereka. Tanpa perlu pemanis kata, rangkaian kalimat yang diharapkan bisa mengurangi rasa sakit.

“A-p-a-k-a-h.... Apakah Ibu kembali ke Gili untuk menguburkan Ayah?” lemah sekali gadis kecil itu berbisik. Kalah oleh desau angin senja yang mengalir melalui teralis jendela. Sakura sempurna mengambil alih permasalahan.

Aku menelan ludah. Terpaku. Bagaimana ia tahu?

Mata Sakura berdenting, ada pelangi di sana. Gadis kecil itu mendadak terisak. Isakan yang dalam. Amat menyakitkan mendengarnya.

“Tadi.... Tadi saat Sakura tertidur sebentar, Ayah datang, Uncle Tegar. Ayah bilang, Ayah bilang akan pergi.... Pergi selamanya.”

Aku menggigit bibir. Sakura tersengal oleh sedannya. Belalai plastik yang menghujam dadanya terlihat turun naik. Tubuh gadis kecil itu bergetar. Bergetar menahan sedih.

(27)

commit to user

“Ya, Sakura.... Ibu, Kak Anggrek, Jasmine dan Lili harus menguburkan Ayah di Gili. Kita tidak akan membiarkan Ayah menunggu terlalu lama, bukan. Uncle harus menemani. Uncle berjanji akan segera kembali. Membawa Sakura pulang. Sementara Uncle belum kembali, Bibi Clare yang akan menemani Sakura di sini, juga Om Made, Om Kadek. Kau akan sendirian tanpa Uncle. Sakurea pasti bisa. Sakura kan hebat, selalu seperti Samurai sejati.” Aku mencoba tersenyum, mengelus pipinya yang tergores memanjang.

Gadis kecil itu diam sejenak. Mengatur napasnya. Sakura jarang menangis. Malah tidak pernah. Baginya hidup hanya untuk tertawa – termasuk menertawakan Uncle. Jadi dua kali lebih menyedihkan melihat wajah yang selama ini lazimnya tertawa riang malah sebaliknya, tersedu dengan seluruh kesedihan.

“Uncle.” Sakura berbisik Aku menatapnya lembut. Ya?

“Uncle, Sakura tadi melihat Ayah membawa sekuntum mawar biru” (Tere Liye, 2012:61-63).

Pada kutipan di atas terlihat bahwa Sakura bersedih dengan kematian ayahnya. Sakura yang biasanya ceria terlihat menangis. Tangisan Sakura yang berupa isakan membuat Tegar ikut merasakan kesedihan Sakura. Dalam situasi ini, unsur Superego dalam diri Sakura berperan. Sakura yang menginginkan dirinya untuk selalu bahagia harus menerima kematian ayahnya.

Sikap penerimaan Sakura terhadap kematian ayahnya nampak dengan diamnya Sakura atas penjelasan Tegar. Sakura yang sering kali membantah menerima bahwa ia harus ditinggal untuk menguburkan ayahnya. Unsur Superego di dalam dirinya membuatnya menerima bahwa pada realitanya sang ayah sudah meninggal. Unsur Ego di dalam diri Sakura membuatnya tidak memberontak dan menerima kematian ayahnya tersebut.

Bunga “sakura” yang oleh orang Jepang diartikan sebagai janji juga nampak pada diri Sakura. Sakura berjanji kepada Tegar seperti berikut.

“Sakura tidak akan bisa memainkannya, Uncle. Lihat.” Gadis kecil memperlihatkan tangan kirinya. “Malam ini Sakura tidak akan bisa memainkannya. Tetapi Sakura janji, Sakura janji demi Uncle yang berbaik

(28)

commit to user

Sakura berjanji akan memainkannya nanti. Sakura akan memainkannya dengan indah. Nanti. Sakura janji.” Gadis kecil itu menyeka ujung matanya (Tere Liye, 2012:184).

Pada kutipan di atas, Sakura berjanji untuk dapat memainkan biola demi Tegar. Sakura menganggap Tegar yang sudah merelakan tunangannya demi merawat Sakura dan saudara-saudaranya. Janji yang diberikan Sakura dipenuhinya kepada Tegar seperti yang terlihat dalam kutipan berikut.

Dan Sakura memenuhi janjinya. Aku berkaca-kaca, saat di musim penghujan tahun kedua, saat kami duduk-duduk di teras menyaksikan air hujan yang jatuh menerpa atap-atap resor, menatap siluet lampion yang terbungkus jutaan kristal air. Saat itulah Sakura memainkan biolanya. Lagu itu, lagu yang dulu dinyanyikan Jasmine di pemakaman Nathan. Gesekan biola memadamkan gemericik gerimis di atap resor, memadamkan debur ombak (Tere Liye, 2012:194).

Pada kutipan di atas dapat dilihat bahwa Sakura berusaha menepati janjinya kepada Tegar. Sakura berhasil memainkan biolanya untuk Tegar. Untuk memenuhi janjinya tersebut, Sakura melakukan segala cara. Sakura berlatih untuk dapat menggerakkan jarinya seperti yang terlihat dalam kutipan berikut. “Sakura butuh setahun penuh belajar menggunakan tangan kirinya menggesek biola. Ia kidal sekarang. Jari tengah tangan kirinya tak pernah bisa sempurna digerakkan lagi” (Tere Liye, 2012: 194).

Pada kutipan tersebut nampak bahwa demi memenuhi janjinya Sakura melatih tangan kirinya untuk menggesek biola. Sakura tidak lagi memainkan unsur Id saja di dalam dirinya. Sakura juga melihat unsur realitas (Ego) untuk memenuhi janjinya terhadap Tegar.

Sakura dalam kasus ini memainkan peran unsur Ego untuk memenuhi keinginannya. Sakura berusaha mewujudkan keinginannya dengan menggunakan realita bahwa tangan kirinya tidak dapat memainkan biola dengan sempurna

(29)

sehingga ia harus melatih tangan kirinya untuk menggesek biola. Sakura juga menggunakan unsur Superego dalam dirinya untuk melihat bahwa dalam masyarakat lazimnya orang menggunakan tangan kanan untuk menggesek biola.

Dalam diri Sakura, karakter bunga “sakura” nampak jelas. Sakura adalah anak yang ceria dan membuat orang-orang di sekitarnya ikut merasakan kebahagiaan. Namun, ketika Sakura merasakan kesedihan yang mendalam, maka orang di sekitarnya ikut merasakannya. Sakura juga seperti karakter bunga “sakura” yang memenuhi janji. Sakura menunjukkannya ketika ia memenuhi janji memainkan biola untuk Tegar.

Di dalam diri Sakura, unsur Id lebih dominan dalam membentuk kepribadiannya. Sakura sering menunjukkannya dengan sikap marah ataupun teriakan. Akan tetapi, Sakura juga sering menggunakan unsur Ego dan Superego untuk melihat realitas guna memenuhi segala keinginannya.

5. Jasmine

Jasmine adalah anak ketiga Rosie dan Nathan. Jasmine digambarkan sebagai seorang anak yang pendiam dan penurut. Jasmine juga sering melakukan tindakan yang membuat orang tersentuh.

Jasmine, anak ketiga mereka, enam bulan lalu menginjak usia lima tahun. Yang satu ini lebih pendiam – apalagi dibanding Sakura. Jasmine pemerhati yang baik. Penurut. Tidak banyak membantah seperti Sakura. Berbeda dengan dua kakaknya, ia memanggilku Paman. Menurutnya kata itu indah: Paman. Meski pendiam, Jasmine sering kali melakukan hal-hal menakjubkan. Kalimat-kalimatnya selalu menyentuh. Aku pernah mendongak terharu saat gadis kecil itu memeluk leherku dan berbisik, “Seandainya, Jasmine empat paman seperti Paman Tegar, maka Jasmine tidak perlu menunggu hingga larut malam untuk mendengar Paman bercerita” (Tere Liye, 2012:5).

(30)

commit to user

Nama Jasmine diambil dari bahasa Inggris “jasmine” yang berarti bunga melati. Dalam situs http://filsafat.kompasiana.com bunga melati selama ini sering digunakan sebagai lambang kesucian karena warnanya yang putih bersih. Bunga melati juga menggambarkan budi pekerti yang baik dan sikap rendah hati yang dilambangkan oleh bau wangi bunga melati yang lembut dan tidak menusuk. Bunga melati juga simbol kesederhanaan yang dilihat dari masa pertumbuhannya yang tergolong mudah dan tidak rewel serta ukurannya yang kecil.

Tokoh Jasmine dalam Sunset Bersama Rosie digambarkan sebagai anak yang memiliki karakter bunga melati. Jasmine selalu membuat orang tersentuh dengan sikapnya. Salah satu contoh sikap Jasmine yang membuat orang tersentuh adalah ketika Jasmine memaafkan pelaku pengeboman Jimbaran yang menewaskan ayahnya. Sikap tersebut ditunjukkan dalam kutipan berikut.

Jasmine-ku merangsek mendekati kerumunan, ia berusaha mendekat. “Om, tunggu! TUNGGU!” Jasmine dengan suara bergetar berseru. Enam petugas menghentikan langkah. Membalik badan.

Jasmine mendekat. Persis berdiri di depan tervonis hukuman mati. Mata itu berdenting menahan tangis. Ya Tuhan, gadis kecil itu sungguh menahan tangisnya. Dan ia gemetar mengulurkan setangkai mawar biru. “Kata Paman Tegar.... Kata Paman Tegar, kami tidak boleh membenci Om. Tadi pagi, Paman Tegar bilang, kami tidak boleh sedikitpun membenci Om. Meski, meski....” Jasmine tak tahan lagi, gadis kecil itu tak kuasa lagi menahan sesak di hatinya. Ia terisak, linangan air mata mengalir di lesung pipinya.

Senyaplah seluruh kegaduhan.

Bagai hutan yang ramai oleh suara jangkrik, serangga, lenguh burung hantu, desis binatang malam, tiba-tiba berhenti semuanya, seketika. Kesunyian magis menggantung di seluruh sudut ruang pengadilan.

“Jasmine... Jasmine tidak akan membenci. Demi Paman Tegar yang mengajarkan Jasmine menyulam, merajut. Jasmine.... jasmine tidak akan pernah membenci Om. Karena Jasmine percaya apa yang Paman Tegar bilang. Sungguh percaya. Ayah, kata Paman Tegar, Ayah tersenyum senang di surga kalau Jasmine bisa memaafkan Om.”

Dan gadis kecil itu tak kuasa lagi melanjutkan kalimatnya. Membalik badannya. Berlari ke arahku. Melompat ke dalam pelukkanku. Menangis tersedu.

(31)

commit to user

Membungkam seluruh kesombongan hidup (Tere Liye, 2012:244-245). Pada kutipan di atas, dapat dilihat bahwa Jasmine memaafkan pelaku pengeboman demi Tegar. Jasmine juga terlihat sangat mempercayai Tegar. Kepercayaan Jasmine terhadap Tegar terlihat dari kata “percaya” yang dicetak miring.

Pada situasi ini, Jasmine menggunakan prinsip Superego di dalam dirinya. Jasmine memaafkan pelaku pengeboman yang membuat ayahnya meninggal dan ibunya depresi. Jasmine mengesampingkan perasaan dirinya sendiri yang merasa marah dengan tindakan pelaku pengeboman. Unsur Ego di dalam diri Jasmine melihat realita bahwa ayahnya yang sudah meninggal tidak mungkin dapat kembali lagi mendorong Jasmine untuk menerima dan memaafkan tindakan pelaku pengeboman.

Jasmine di dalam kasus ini juga melihat bahwa Tegar yang mengasuhnya setelah ayahnya meninggal adalah orang yang berjasa di dalam hidupnya. Dorongan untuk memenuhi dan berterimakasih kepada Tegar mendorong unsur Ego di dalam diri Jasmine untuk menggunakan prinsip Superego dalam dirinya untuk memaafkan pelaku dan mengikhlaskan kematian ayahnya.

Sikap Jasmine yang sering berlaku hal-hal yang membuat orang lain tersentuh juga dapat dilihat ketika Jasmine membuatkan syal untuk Clarice.

... Jasmine sebelum pergi menarik tas plastik di bawah meja – tadi sengaja disembunyikannya. Mengeluarkan rajutan syal, “Buat Bibi Clare.”

Clarice terdiam sesaat menerima rajutan syal itu. Matanya bercahaya membentangkan syal. Jasmine menyulam kalimat yang indah di syal itu, “I bless the day I found you. Let it be me.” Itu lagu kesukaan Clarice. Juga lagu kesukaan Ethan, suami Clare yang meninggal tujuh tahun silam. Jasmine tidak pernah tahu apa maksudnya. Hanya pernah mendengar sekali Bibi Clare-nya bilang sekaligus menyanyikan lagu

(32)

commit to user

“Kau sungguh anak Rosie dengan hati paling baik.” Clarice memeluk Jasmine. (Tere Liye, 2012:219-220).

Pada kutipan di atas, Jasmine terlihat membuatkan syal untuk Clarice. Jasmine juga menyulamkan lirik lagu Let It Be Me yang merupakan lagu dari The Everly Brothers tahun 1955 dan dinyanyikan ulang oleh Elvys Presley. Lagu tersebut merupakan lagu kenangan Clarice dan Ethan, suaminya yang telah meninggal.

Jasmine juga mengucapkan terima kasih kepada Ayasa karena telah membantu penyembuhan ibunya. Sikap Jasmine dapat dilihat dalam kutipan berikut.

“Bibi, Bibi Ayasa tunggu.” Jasmine berseru pelan. Ayasa menghentikan gerakannya, menoleh.

Jasmine melangkah mendekat. Berdiri persis di depan Ayasa. Mata hijau gadis kecil itu terlihat memesona.

“Dulu. Waktu Jasmine datang mengantar Ibu, Bibi Ayasa bertanya apa Bibi boleh memeluk Jasmine. Sekarang, sekarang bolehkah Jasmine memeluk Bibi? Gadis kecil itu menatap lamat-lamat.

Ayasa jongkok, mengangguk, “Kau selalu boleh memeluk Bibi, Jasmine.” Jasmine tersenyum. Loncat ke tangan Ayasa yang terjulur. Memeluk penuh penghargaan.

“Dulu. Dulu waktu Bibi Ayasa bertanya apakah Ibu boleh tinggal di

shelter, Jasmine amat takut. Jasmine tidak percaya pada Bibi. Sekarang,

sekarang Jasmine senang sekali. Paman Tegar benar, Bibi Ayasa dokter yang hebat. Nanti kalau Jasmine sudah besar, Jasmine akan menjadi dokter yang hebat seperti Bibi. Sama baiknya seperti Bibi, meski jasmine tidak ingin jahil seperti Om Mitchell.” Jasmine menyeringai kecil, menyeka ujung matanya (Tere Liye, 2012:292-293).

Dari kutipan tersebut, terlihat bahwa Jasmine mengucapkan terima kasih dengan cara yang berbeda. Dengan Clarice, Jasmine memberikan syal yang disulam tulisan lirik lagu kesenangan Clare. Kepada Ayasa, Jasmine memberikan pelukan. Sikap Jasmine ini merupakan kerja unsur Id yang mencari kesenangan Jasmine. Unsur Id Jasmine ini didukung dengan unsur Ego berupa realita bahwa Clarice dan Ayasa banyak membantu keluarganya ketika mengalami musibah.

(33)

Dalam kasus tersebut, Jasmine juga menggunakan unsur Superego di dalam dirinya. Unsur Superego yang mengutamakan moral sosial mendorong Jasmine untuk berterima kasih. Dalam kaitannya dengan moral sosial, seseorang didorong untuk mengucapkan terimakasih kepada orang yang memberikan sesuatu ataupun berjasa kepada kita.

Tokoh Jasmine dalam Sunset Bersama Rosie juga digambarkan sebagai seseorang yang penyayang dan bertanggung jawab terhadap adiknya. Jasmine terbiasa mengasuh adiknya yang masih kecil.

Ada yang unik dalam urusan ini. Anak terkecil Nathan dan Rosie adalah Lili. Baru genap satu tahun minggu ini. Kemana saja mereka pergi, maka Jasmine-lah yang menggendong Lili. Jasmine selalu mengotot membawa adiknya. Dulu saat umurnya masih empat tahun, menggemaskan sekali melihat Jasmine membawa-bawa adiknya, tubuh kecil itu harus membawa adiknya yang juga kecil. Tetapi sekarang, Jasmine lebih terlatih, ia pandai mengurus Lili, dengan usia yang masih berbilang jemari satu telapak tangan.

Bayangkan saja pemukiman terpencil di pedalaman, pemandangan seperti ini amat lazim, anak-anak kecil yang terpaksa mengurus adik mereka karena kedua orang tua sibuk bekerja di ladang. Tetapi Jasmine tidak terpaksa, dan resor mereka di Gili Trawangan jauh untuk dibilang terpencil. Ia senang melakukannya, amat menyayangi adiknya. Rajin mengajak adiknya berbincang. Meskipun semua tahu, Lili terlalu kecil untuk diajak bicara(Tere Liye, 2012:6).

Dari kutipantersebut, terlihat bahwa Jasmine sangat menyayangi Lili, adiknya. Jasmine yang masih kecil sering menggendong Lili dan mengajak Lili bercerita. Dalam diri Jasmine, dorongan untuk mengasuh adiknya ini berasal dari unsur Id di dalam dirinya. Jasmine mencari kesenangan dengan mengasuh adiknya. Jasmine tidak memperhatikan realita ataupun moral sosial yang ada. Tubuh Jasmine yang masih kecil, apabila digunakan untuk menggendong adiknya masih belum kuat.

(34)

commit to user

Dorongan Id yang kuat di dalam diri Jasmine inilah yang membuatnya berlatih agar terbiasa menggendong dan mengasuh Lili. Namun kendati demikian, Jasmine juga bertanggung jawabnya sebagai kakak untuk mengasuh adiknya. Sikap Jasmine ini juga ditunjukkan ketika ayahnya meninggal.

Jasmine sudah terbangun sejak tadi.

Nathan dan Rosie selalu membiasakan anak-anaknya bangu pagi. Clarice datang lagi menjelang subuh, membawa keperluan. Termasuk susu bubuk dan air panas untuk Lili. Jasmine terampil menyiapkan kebutuhan adiknya. Lili menggeliat beberapa menit kemudian. Mulai merengek ingin minum. Jasmine mengganti popok adiknya, cekatan memasang

pampers. Tidak pernah terbayangkan menyaksikan anak kecil berumur

lima tahun itu dengan wajah kosong karena seluruh kesedihan ini melakukan semua itu di sela-sela hingar-bingar koridor rumah sakit. Jasmine belum mengerti banyak hal, tapi ia paham, mulai hari ini ia akan lebih banyak mengurus adiknya (Tere Liye, 2012:47-48).

Dalam kutipan tersebut, dapat terlihat bahwa Jasmine bertanggung jawab terhadap adiknya. Jasmine mengesampingkan perasaan sedih di dalam dirinya untuk tetap mengasuh dan merawat adiknya. Jasmine tidak lagi memperhatikan kesenangannya saja dalam mengasuh adiknya. Akan tetapi, mengasuh Lili merupakan sikap tanggung jawab Jasmine sebagai kakak.

Dapat dikatakan bahwa di dalam diri Jasmine, unsur Ego dan Superego bekerja pada situasi tersebut. Sikap penerimaan Jasmine akan kematian ayahnya merupakan dorongan dari unsur Ego di dalam dirinya. Tanggung jawab Jasmine terhadap Lili merupakan dorongan Superego di dalam dirinya. Ia menggunakan prinsip moral sosial bahwa seorang kakak bertanggung jawab terhadap adiknya.

Kendati Jasmine memiliki perasaan yang halus dan bertanggung jawab, Akan tetapi ada kalanya Jasmine merasakan kesedihan yang mendalam. Kesedihan tersebut ditunjukkan Jasmine ketika ia mengetahui ayahnya meninggal.

(35)

Kesedihan Jasmine juga terlihat ketika ia mendapatkan pukulan dari ibunya yang sedang depresi dan juga mengharuskan ibunya dirawat di sebuah shelter.

“Paman....” Jasmine berbisik lemah

Aku mengusap rambut Jasmine. Menoleh. Mencoba tersenyum. “Paman Tegar, Ayah sebenarnya pergi ke mana?”

Aku terdiam. Kelu. Pertanyaan itu. “Paman Tegar?”

“Ayah tidak pergi ke mana-mana.”

“Tadi Paman Tegar bilang ke Oma, Ayah sudah pergi. Bukankah Ayah ada di sana. Dipeluk Ibu. Kenapa Ayah tidak bergerak-gerak? Ayah sakit apa?”

Aku mendongak menatap desing kipas angin dalam ruangan.

“Apakah, apakah Ayah tidak akan pernah kembali.” Suara Jasmine semakin serak, memastikan pemahamannya yang terbatas soal kematian. Aku menelan ludah. Mengangguk pelan.

Jasmine tertunduk. Satu tetes air-matanya menimpa dahi Lili. Jasmine gemetar mengusapnya. Takut membuat adiknya terbangun. Gadis kecil itu menatap adiknya teramat sendu, berbisik, “Ayah sudah pergi, Lili. Ayah sudah pergi.... Tidak akan kembali.” (Tere Liye, 2012:44-45). Pada kutipan tersebut, Jasmine yang menanyakan tentang kematian ayahnya menangis setelah mengetahui ayahnya tidak akan kembali. Pertanyaan Jasmine yang ditunjukkan dengan kalimat bercetak miring menunjukkan ketidak tahuannya tentang kematian. Tangisan Jasmine yang mengetahui kematian ayahnya merupakan sebuah tindakan Id yang bekerja secara spontan. Akan tetapi, Jasmine masih dapat mengendalikan perasaannya demi Lili. Unsur Superego dalam diri Jasmine mengendalikan perasaan sedihnya.

Kesedihan Jasmine juga ditampakkan ketika ia dipukul oleh ibunya yang depresi.

“Ibu, Ibu kenapa?” Mata Jasmine berkaca-kaca. Gemetar berusaha menyentuh ibunya.

Dan balasannya, Rosie seketika memukul kepala Jasmine dengan sapu ijuknya. Aku berteriak kencang, “JANGAN, ROS!” Terlambat. Jasmine sudah terduduk. Bukan karena rasa sakit, tetapi lebih karena tidak menyangka ibunya akan memukul kepalanya. (Tere Liye, 2012:120).

(36)

commit to user

Kesedihan Jasmine juga tampak ketika ia tahu ibunya harus dirawat di sebuah shelter.

Jasmine memeluk erat ibunya saat pulang. Rosie membalas pelukan itu. Menatap sedih anaknya. Tidak. Jasmine tidak menangis. Jasmine hanya menyeka ujung matanya yang ber-air. Setelah merajuki sebelum berangkat tadi, setelah melihat banyak potongan penjelasan, terutama dari Ayasa, setelah berpikir, Jasmine bisa merangkai sebuah penjelasan yang lebih baik.

Anak-anak yang cerdas, anak-anak yang dibiarkan berpikir dengan caranya sendiri, bisa dengan lebih mudah memahami sebuah masalah. Dan bagi Jasmine, urusan berpisah pagi ini sederhana saja, ia tidak ingin ibunya melihatnya menangis. Ia ingin ibunya tahu kalau Jasmine baik-baik saja. Hanya itu. Maka Jasmine berusaha menahan sedan. (Tere Liye, 2012:142-143).

Dari kutipan tersebut, terlihat bahwa Jasmine terlihat menahan kesedihannya karena tidak ingin ibunya tahu. Jasmine memiliki pengendalian diri yang cukup kuat. Id di dalam dirinya mendorongnya untuk bersedih. Akan tetapi, Ego dan Superego di dalam dirinya membuatnya menahan perasaan sedih tersebut demi kesembuhan ibunya.

Jasmine juga menunjukkan karakter anak di usia lima tahun yang paham dengan keadaan. Jasmine tidak menuntut banyak penjelasan ketika dipukul oleh Rosie. Jasmine juga tidak bertanya ketika Rosie harus dirawat di shelter. Dapat dikatakan bahwa Jasmine merupakan gambaran tokoh anak yang cerdas dan tidak banyak bertanya untuk mengerti situasi.

Dalam diri Jasmine juga dapat dilihat karakter anak usia lima tahun yang ingin dituruti keinginannya. Karakter itu dapat dilihat ketika Jasmine memaksa untuk tetap di rumah sakit bersama ibunya.

Clarice mengangguk, mencoba mangambil Lili dari pelukan Jasmine. Maksudnya agar Jasmine bisa berdiri dan mereka bisa ikut kembali ke penginapan. Membujuknya. Jasmine justru melotot marah, gadis kecil yang pendiam ini mendadak berteriak, “JASMINE DAN LILI MAU DI SINI!”

Referensi

Dokumen terkait

Jaringan Syaraf Tiruan (JST) merupakan salah satu teknik klasifikasi yang cukup handal dikarenakan kemampuannya dalam memprediksi ataupun mengenali suatu citra.JST mampu belajar

daripada bunyi dari speaker terdekat tadi.  Sistem tersebar dengan penunda sinyal harus digunakan di ruangan yang menunjang atau untuk mendukung sistem

After optimization of the cyclohexanol-cyclohexanone mixture, adipic acid was synthesized successfully at the yield of 68% at a reaction time of 9 h and a temperature of 90

Penulis dilahirkan di Klaten, Jawa Tengah pada tanggal 15 Desember 1955 oleh Bapak dan Ibu Pawirodikromo. Penulis adalah putra ke enam dari tujuh bersaudara. Tahun 1974

Faktor Resiko yang meningkatkan angka kematian pneumonia Bakteri,Virus,Mikroplasma ,Pneumonia Pneumonia Fungsi keluarga dalam perawatan atau pemeliharaan kesehatan Faktor

Kemudian hasil penelitian tersebut dianalisis bahwa kalau ketidakpuasan didefinisikan sebagai suatu kondisi atau perasaan tidak senang dan berharap sesuatu yang lebih

Rekapitulasi Data Skor Hasil Penilaian Organoleptik Panelis terhadap Rasa Biskuit yang Dimodifikasi dengan Tepung Umbi

The Doctor made sure of his grip on Adric’s collar with his free hand, and glanced towards the console and Romana; she was protected for the moment as long as she didn’t try to