• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN"

Copied!
36
0
0

Teks penuh

(1)

42

4.1 Profil Perusahaan

Citilink adalah Strategic Business Unit (SBU) dari PT. Garuda Indonesia yang melayani penerbangan point-to-point dengan konsep Low Cost Carrier. Citilink berdiri pada tahun 2001 dan sesuai dengan tujuan awalnya Citilink menggarap pasar menegah ke bawah, sedangkan Garuda Indonesia tetap konsisten dalam menggarap pasar menengah ke atas. Citilink difungsikan sebagai salah satu alternatif penerbangan berbiaya murah di Indonesia. Pada awalnya Citilink mengoperasikan 5 Fokker 28 yang merupakan sisa-sisa dari armada Garuda Indonesia.

Namun pada tanggal 15 Januari 2008, Citilink menghentikan operasinya karena merugi. Citilink tidak beroperasi untuk sementara waktu dalam rangka menata ulang kebijakan dan strategi baru Citilink. Citilink berencana untuk melanjutkan

(2)

penerbangan dengan format dan layanan baru. Dan kemudian diresmikan kembali pada tanggal 8 Agustus 2008 oleh Emirsyah Sattar, CEO PT. Garuda Indonesia. Investasi yang dikeluarkan mencapai 10 juta US$, dengan rincian 60% untuk bahan bakar, 17% untuk perawatan pesawat dan sisanya untuk biaya lain-lain. Dibawah manajemen baru, Citilink menetapkan Surabaya sebagai pusatnya.

Citilink sekarang telah mengoperasikan 8 pesawat dengan tipe B737-300 (3 pesawat) dan B737-400 (5 pesawat) dan yang melayani 8 kota destinasi, Jakarta, Medan, Surabaya, Denpasar (Bali), Balikpapan, Banjarmasin, Batam dan Ujung Pandang. Citilink diharapkan dapat menjadi Strategic Business Unit yang menguntungkan selain GMF dan Aerowisata yang merupakan anak perusahaan dari Garuda Indonesia.

(3)

4. 2 Lingkungan Makro

Perubahan yang terjadi akan menciptakan lingkungan yang tidak pasti dan akan memberikan dampak pada seluruh fungsi organisasi. Maka dari itu, dalam menganalisis lingkungan makro, penting untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi sejumlah variabel penting yang nantinya akan mempengaruhi tingkat

supply dan demand suatu organisasi. Sejumlah teori dikembangkan dalam mengidentifikasi sejumlah kemungkinan yang akan memberi pengaruh kepada satu industri. Analisis PESTEL adalah salah satu kerangka yang mengklasifikasi pengaruh lingkungan sebagai kekuatan politik, ekonomi, sosial, teknologi, lingkungan dan hukum. Klasifikasi ini membedakan atara:

4. 2. 1 Politik dan Hukum

Industri penerbangan sangat rentan terhadap perubahan dalam lingkungan politik. Salah satu masalah yang dihadapi oleh maskapai penerbangan milik pemerintah adalah intervensi politik. Karena pemerintah telah memberikan bantuan kepada maskapai penerbangan tersebut, maka pemerintah juga dapat mempengaruhi manajemen dan kebijakan-kebijakannya.

Pemerintah juga sering melakukan kontrol berlebihan pada tarif penerbangan domestik yang menyebabkan jarangnya kenaikan atau malah tidak sama sekali. Namun, tarif domestik yang dijaga terlalu rendah dapat menyebabkan efek kerugian.

(4)

Hal ini dapat menyebabkan beberapa rute menjadi tidak menguntungkan. Pada saat yang sama juga, tarif rendah ini dapat memunculkan permintaan dan Passengerload factor yang tinggi. Campur tangan pemerintah juga dapat dilihat pada jadwal dan rute yang diatur oleh pemerintah.

Lingkungan politik yang tidak stabil juga dapat mempengaruhi konsumen dalam berpergian secara domestik, regional, maupun internasional. Salah satu hukum di Indonesia yang memberi dampak positif kepada maskapai penerbangan adalah dengan diberlakukannya sistem 'Bebas Fiskal bagi pemilik nomor pokok wajib pajak (NPWP)' pada tanggal 1 Januari 2009. Hal ini memicu tingginya permintaan tiket pesawat bagi penumpang yang ingin berpergian ke luar negeri. Bahkan pada awal tahun 2011, pemerintah akan memberlakukan bebas fiskal keluar negeri secara penuh.

Namun, secara keseluruhan lingkungan politik di Indonesia tidak stabil terutama pada politik keamanan dimana masih banyak saja ancaman-ancaman bom. Sebagai tambahan, hukum terus menerus berubah di Indonesia. Masalah hukum di Indonesia dapat dijadikan bargaining politik bagi siapapun yang menggunakannya untuk kepentingan pribadi maupun kelompok. Maskapai penerbangan yang dipengaruhi oleh intervensi politik seperti ini biasanya diarahkan untuk meraih tujuan politik atau internal pemerintah untuk membayar hutang politik, daripada meraih sukses komersil dari industri penerbangan.

(5)

4. 2 2 Ekonomi

Siklus bisnis memiliki dampak yang signifikan pada industri penerbangan. Selama resesi, perjalanan melalui udara akan dianggap mewah dan karena permintaan menurun maka harga tiket juga akan mengalami penurunan. Pada saat kesejahteraan, konsumen akan memanjakan diri untuk melakukan perjalanan melalui udara dan menyebabkan tingginya harga tiket.

Peristiwa WTC yang terjadi di Amerika pada tahun 2001 dan Bom Bali di Indonesia pada tahun 2002 menyebabkan hilangnya pendapatan untuk penerbangan. Hal ini terjadi karena turunnya permintaan sehingga menyebabkan tingginya biaya operasional. Di samping itu, biaya asuransi yang dibayar oleh penumpang juga otomatis akan meningkat. Hal ini mendorong industri untuk memberhentikan karyawan yang akan memicu resesi yang lebih parah lagi karena meningkatnya tingkat pengangguran. Bahkan wabah SARS di ujung timur adalah penyebab utama penurunan dalam industri penerbangan di Indonesia.

Namun, menurut The World Fact Book (2011), suku bunga di Indonesia mengalami penurunan sebesar 4.37%, dari 10.83% di tahun 2008, sampai dengan 6.46% di tahun 2009. Sedangkan untuk GDP, Indonesia mengalami peningkatan dari $932.6 miliyar pada 2008, $974.6 miliyar pada tahun 2009, dan $1.033 triliun di tahun 2010, di mana Indonesia menempati urutan ke-16 sedunia. Meningkatnya standar kehidupan, pendapatan, serta tingkat suku bunga yang lebih rendah berarti konsumen akan memiliki penghasilan lebih untuk membeli barang mewah seperti

(6)

perjalanan udara jarak jauh.

4. 2. 3 Sosial

Komponen utama dari faktor sosial adalah perubahan perilaku konsumen yang terjadi akibat dari perubahan dalam mode dan gaya. Dengan adanya perubahan tersebut, maka permintaan konsumen juga akan berubah. Sejak diberlakukannya deregulasi di Indonesia, banyak maskapai penerbangan murah yang masuk ke Indonesia sehingga persaingan harga menjadi sangat ketat, mengakibatkan turunnya harga tiket pesawat. Tren yang berubah adalah harga tiket pesawat yang dianggap mahal satu dekade lalu, sekarang sudah dapat dijangkau oleh seluruh lapisan masyarakat. Selain itu, meningkatnya popularitas liburan di luar negeri telah menyebabkan ledakan permintaan untuk perjalanan udara. Hal ini akan mempengaruhi permintaan produk perusahaan dan bagaimana perusahaan akan beroperasi.

Akan tetapi, semenjak hadirnya maskapai penerbangan yang memakai konsep

Low Cost Carrier, kecelakaan pesawat semakin meninggi. Bahkan ada juga pesawat yang hilang (Adam Air). Hal tersebut mengakibatkan larangan terbang ke Eropa pada tahun 2006 sampai dengan tahun 2009 karena menurut pemerintah Eropa standar Indonesia masih jauh di bawah rata-rata (Damardono, 2008). Kecelakaan yang terjadi mengakibatkan maskapai penerbangan untuk bertanggung jawab dalam melakukan berbagai kompensasi kepada masyarakat. Namun, pada tahun 2008 dan 2009 belum terdapat kecelakaan yang berakibat fatal, akan tetapi tetap ada kecelakaan minor yang

(7)

beberapa kali terjadi. Citilink adalah salah satunya.

4. 2. 4 Teknologi

Teknologi berperan penting dalam menentukan efisiensi sebuah perusahaan penerbangan. Banyak maskapai penerbangan di Indonesia yang telah menggunakan teknologi online-ticketing, dimana pembelian tiket tidak lagi dilakukan melalui agen, melainkan melalui sistem booking lewat internet. Dengan beradaptasi dengan teknologi yang sudah maju, sebuah perusahaan akan mendapatkan keuntungan, yaitu data yang diakses berupa real time serta pengurangan biaya yang signifikan. Beberapa perusahaan penerbangan yang menggunakan sistem online-ticketing adalah PT. Indonesia Air Asia, Citilink dan PT. Lion Airlines.

Kini, seiring perkembangan internet, penggunaan e-learning pun tumbuh pesat sebagai salah satu cara dalam mencapai objektif perusahaan. Sebagai contoh, Garuda Indonesia, dengan inovasi dan kreatifitasnya dapat memanfaatkan sumber daya murah, yakni dengan program open source bernama Moodle untuk dikembangkan menjadi software Learning Management System (LMS). Garuda Indonesia menerima penghargaan E-learning Award 2007, dengan peringkat pertama kategori The Best Online Learning.

Selain itu, Garuda Indonesia juga telah menerapkan aplikasi berbasis teknologi informasi, diantaranya yaitu proses pengadaan secara online ( e-Procurement) dan melakukan lelang real-time online (e-Auction) yang di akhir tahun

(8)

2006 mendapatkan penghargaan E-Procurement & E-Auction Award

kategori˜application of B2B dari Kementrian Negara BUMN. Bagi Garuda Indonesia, transformasi melalui pemanfaatan teknologi dapat membantu Garuda Indonesia untuk memiliki keunggulan bersaing melalui inovasi dan pengembangan sistem dan teknologi informasi yang tepat untuk peningkatan strategi bisnis yang kompetitif.

Dilihat dari sisi teknologi pesawat, perusahaan penerbangan di Indonesia terus mengikuti laju perubahan teknologi. Salah satunya adalah dengan memiliki pesawat modern yang lebih ekonomis yang memungkinkan adanya operator bertarif rendah. Selain itu, maskapai penerbangan di Indonesia juga mendalami aktivitas R&D yang memungkinkan perbaikan produk yang sudah ada sampai dengan saran akan produk baru.

4. 2. 5 Lingkungan

Dalam 30 tahun belakangan tercatat terjadi 60 kasus kerusakan mesin pesawat akibat abu vulkanik di Indonesia (Kementrian Energi dan Sumber Daya Mineral, 2010). Kasus kerusakan mesin pesawat di Indonesia sudah terjadi pada saat peristiwa letusan gunung Galunggung beberapa tahun lalu. Namun, salah satu faktor lingkungan di Indonesia yang merugikan hampir semua maskapai penerbangan adalah peristiwa meletusnya gunung merapi di Yogyakarta pada tanggal 26 Oktober 2010 baru-baru ini. Abu vulkanik yang mencapai ketinggian penerbangan sangat membahayakan pesawat karena dapat menggangu mesin pesawat. Peristiwa ini sangat

(9)

merugikan industri penerbangan dimana mereka harus menjaga atau memperbaiki mesin yang rusak serta membatalkan rute penerbangan ke Yogyakarta. Selain itu, pembatalan penerbangan juga mengharuskan perusahaan penerbangan bertanggung jawab dalam pengembalian tiket pesawat yang sudah dibeli.

4. 3 Lingkungan Industri (Porter Five Forces)

4. 3. 1 Ancaman Masuk Pendatang Baru

Sejak diberlakukannya deregulasi aturan penerbangan niaga Republik Indonesia, banyak maskapai penerbangan murah yang masuk ke Indonesia. Hal ini menyebabkan tingginya persaingan antara maskapai penerbangan dan persaingan harga yang terus berlanjut. Untuk dapat mempertahankan harga yang sama dengan pesaing, sebuah perusahaan harus dapat mengurangi pengeluaran. Namun, tidak semua maskapai penerbangan dapat bertahan di pasar. Banyak maskapai penerbangan yang mengalami kerugian, salah satu contohnya seperti Adam Air yang menutup operasinya pada tahun 2008 dan Mandala pada tahun 2010. Bahkan Garuda Indonesia sendiri sempat mengalami kerugian yang cukup signifikan.

Persyaratan modal yang tinggi dan besarnya investasi yang diperlukan mencegah banyaknya pendatang baru untuk dapat masuk ke dalam industri penerbangan. Kalaupun pendatang baru memiliki modal, pemerintah Indonesia menyatakan akan menjamin perlindungan maksimal kepada maskapai nasional.

(10)

Perlindungan yang diberikan pemerintah adalah maskapai asing hanya diizinkan menerbangi rute regional dari menuju lima bandara yang disiapkan pemerintah dari luar negeri secara searah (point-to-point) ke bandara asal mereka. Yaitu Bandara Soekarno-Hatta Jakarta, Bandara Polonia Medan, Bandara Ngurah Rai Denpasar, Bandara Juanda Surabaya, dan Bandara Hasanudin Makassar. Maskapai luar negeri tidak akan diberikan izin untuk menerbangi rute domestik.

Namun, potensi pendatang baru dari operator Full Service Carrier juga dapat menjadi ancaman untuk operator Low Service Carrier di masa depan dan untuk jangka panjang. Akan tetapi untuk saat ini, maskapai penerbangan Full Service Carrier di Indonesia hanya dipegang oleh PT. Garuda Indonesia dan Citilink adalah

Strategic Business Unit dari PT. Garuda Indonesia. Dengan demikin, jika dilihat dari sudut pandang Citilink, ancaman masuk pendatang baru adalah lemah atau rendah.

4. 3. 2 Daya Tawar Pemasok

Dari model analisis, adalah mungkin untuk menyimpulkan bahwa daya tawar pemasok tinggi kerena industri penerbangan di Indonesia, terutama pada rute Jakarta-Medan dan Jakarta-Surabaya dimonopoli oleh Boeing dan Airbus (Lampiran 1). Hampir semua proses membeli atau menyewa pesawat hanya dilakukan melalui dua perusahaan ini. Selain itu, operator penerbangan murah juga sangat bergantung kepada bahan bakar minyak. Sedikit kenaikan harga saja sudah memberi dampak yang signifikan terhadap harga tiket pesawat. Namun, untuk kebutuhan lainnya

(11)

seperti makanan dan minuman yang dijual di dalam pesawat, teknologi, sampai dengan tenaga kerja, jumlah pemasok di Indonesia sudah cukup banyak.

Akan tetapi, hal ini tidak memberikan dampak kepada Citilink karena salah satu keunggulan yang dimiliki oleh Citilink adalah mereka sebagai Strategic Business Unit dari PT. Garuda Indonesia. Hampir semua kebutuhan Citilink di-supply oleh perusahaan induknya. Mulai dari Citilink yang beroperasi dengan memakai pesawat Garuda Indonesia, pemeliharaan pesawat sampai dengan divisi pemasaran dan

procurementnya. Di sisi lain, para pemasok juga bergantung kepada PT. Garuda Indonesia karena PT. Garuda Indonesia sendiri memiliki market share kedua terbesar di Indonesia setelah PT. Lion Airlines. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa kekuatan daya tawar pemasok untuk Citilink adalah medium.

4. 3. 3 Daya Tawar Pembeli

Kekuatan daya tawar pembeli dapat dilihat salah satunya dari jumlah pembeli. Semakin besar sebuah perusahaan bergantung kepada pembeli, maka semakin tinggi kekuatan daya tawar pembeli. Dan jika dilihat dari sudut pandang Low Cost Carrier, volume pembeli sangat penting karena operator penerbangan murah mengandalkan keuntungannya lewat kapasitas kursi yang terisi pada setiap penerbangan (Passenger Load Factor). Selain itu, karena banyaknya maskapai penerbangan murah yang masuk ke Indonesia sejak diberlakukannya deregulasi, pembeli menjadi memiliki banyak pilihan.

(12)

Bertumbuhnya pengguna internet di Indonesia menyebabkan biaya beralih (switching cost) ke operator lain rendah karena calon penumpang memiliki akses terhadap informasi harga tiket. Teknologi yang sudah berkembang pesat memungkinkan calon penumpang dapat membandingkan harga tiket secara real-time

tanpa harus membandingkan harga lewat agen travel yang terkadang dapat menjadi

bias. Umumnya, jumlah pembeli akan banyak pada maskapai penerbangan yang dapat memberikan keuntungan value for money untuk mereka. Dengan demikian, jika dilihat dari sudut pandang Citilink, kekuatan daya tawar pembeli adalah tinggi.

4. 3. 4 Ancaman Produk Pengganti

Ancaman produk pengganti pada industri penerbangan adalah moda angkutan darat dan laut. Dua puluh tahun lalu, transportasi darat dan laut masih dianggap sebagai satu-satunya transportasi yang dapat digunakan untuk perjalanan jarak jauh. Tidak semua orang dapat menggunakan transportasi udara karena harga tiket pesawat yang masih relatif sangat mahal dan mewah. Namun, sejak masuknya Low Cost Carrier ke Indonesia, tiket pesawat menjadi sangat murah. Berpindahnya pengguna moda angkutan darat dan laut disebabkan karena harga tiket pesawat yang semakin murah atau selisih harga yang teralu dekat.

Selain itu, dengan menggunakan transportasi udara, penumpang dapat menghemat waktu mengingat infrastruktur kereta api dan jalan raya yang masih

(13)

buruk di Indonesia. Dan untuk kedepannya, kondisi penerbangan nasional diperkirakan tidak akan berubah dan akan terus mengarah pada Low Cost Carrier. Hal tersebut didukung dengan masih stagnannya pertumbuhan ekonomi di Indonesia sehingga aspek penghematan menjadi faktor yang sangat penting bagi konsumen. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa ancaman produk pengganti adalah rendah.

4. 3. 5 Intensitas Persaingan Antar Pemain

Faktor yang mempengaruhi persaingan adalah pertumbuhan industri. Saat ini pertumbuhan industri jasa maskapai penerbangan di Indonesia sangat tinggi dan karena pertumbuhan industrinya sangat cepat, maka jumlah pesaingnya banyak. Pada rute penerbangan Jakarta-Medan di tahun 2010, Citilink bersaing dengan Batavia Air, Indonesia Air Asia, Lion Airlines dan Sriwijaya Air dan pada rute penerbangan Jakarta-Surabaya, para pesaing Citilink adalah Batavia Air, Indonesia Air Asia, Lion Airlines, Sriwijaya Air, Mandala (mentutup operasinya pada akhir 2010) dan Merpati. Dapat dilihat bahwa beberapa pesaing Citilink berada pada segmen Low Cost Carrier.

Namun, Citilink baru saja masuk ke industri penerbangan rute Jakarta-Medan pada tahun 2010, sedangkan pada rute Jakarta-Surabaya di tahun 2009. Hal tersebut menyebabkan Citilink harus berjuang cukup keras dalam merebut pangsa pasar mengingat para pesaing yang sudah cukup lama berada di dalam industri. Persaingan kompetitif dalam industri mengakibatkan Citilink harus dapat menarik perhatian

(14)

konsumen walapupun Citilink bergerak di bawah Garuda Indonesia yang memiliki

brand image yang kuat di mata masyarakat. Dengan demikian, jika dilihat dari sudut pandang Citilink, intensitas persaingan antar pemain adalah tinggi.

Gambar 1. Five Forces Model Citilink

Persaingan kompetitif dalam suatu industri dipengaruhi oleh kelima kekuatan Porter. Dapat dilihat bahwa ancaman masuk pendatang baru rendah, daya tawar pemasok medium, daya tawar pembeli tinggi, intensitas persaingan antar pemain tinggi dan ancaman produk pengganti rendah. Dengan demikian, ditarik kesimpulan bahwa lingkungan industri Citilink cukup menarik. Kesuksesan strategi Citilink bergantung pada misi dan keunggulan kompetitifnya. Untuk saat ini Citilink hanya melayani penerbangan domestik. Maka dari itu, tujuan utama Citilink seharusnya adalah meningkatkan market share. Citilink harus dapat mengambil keputusan dan

(15)

memiliki strategi sendiri namun mempunyai tujuan yang tetap sama dengan perusahaan induknya.

4.4 Five Generic Comptitive Strategy

Setelah melakukan analisis lingkungan makro dan lingkungan industri, maka pilihan berikutnya adalah memilih posisi yang dianggap paling tepat dan paling menguntungkan bagi Citilink. Jika dilihat dari sumber daya saing dan cangkupan persaingan, dapat disimpulkan bahwa Citilink sebaiknya menggunakan strategi Low Cost Provider, dimana Citilink berusaha memotong biaya serendah mungkin sebagai basis persaingan untuk menarik spektrum pelanggan yang luas. Citilink telah mempraktekan strategi tersebut. Sementara harga tiket Citilink tidak berbeda jauh dengan maskapai penerbangan murah lainnya, namun salah satu keunggulan yang dimiliki Citilink adalah keamanan dan kenyamanan yang dimiliki oleh PT. Garuda Indonesia.

Sejak dulu, Garuda Indonesia sangat dikenal dan dipercaya oleh masyarakat Indonesia sebagai pesawat yang menawarkan keamanan dan kenyamanan. Dan karena Citilink merupakan Strategic Business Unit dari Garuda Indonesia, maka kepercayaan tersebut yang akan dipegang oleh penumpang Citilink. Hal ini menimbulkan daya tarik masyarakat untuk menggunakan Citilink karena masyarakat telah merasakan kepuasan terhadap pelayanan yang telah diberikan oleh PT. Garuda Indonesia.

(16)

Semua kebutuhan maskapai Citilink di-supply oleh perusahaan induknya, PT. Garuda Indonesia. Hal ini merupakan keuntungan bagi Citilink karena Citilink tentunya akan mendapatkan keuntungan yang lebih banyak daripada menjadi badan yang independen, apalagi mengingat PT. Garuda Indonesia telah memiliki pengalaman yang cukup lama di pasar dan dikenal sebagai Flag Carrier Indonesia. Bergantung kepada perusahaan induknya, maka hampir semua aktifitasnya diatur dan dipegang oleh Garuda Indonesia, mulai dari pemeliharaan pesawat, penanganan karyawan, pelayanan penumpang, tekonologi sampai dengan pemasaranya. Oleh karena itu, Citilink pastinya memiliki operasional lebih efisien dibandingkan dengan para pesaingnya.

4. 5 Bisnis Model (Low Cost Carrier)

Gambar 2. Bisnis Model Industri Penerbangan Indonesia

Citilink, berbeda dengan maskapai penerbangan Garuda Indonesia, menggunakan bisnis model Low Cost Carrier. Citilink mengadopsi bisnis model

(17)

yang menggunakan metode dimana Citilink berusaha memotong biaya serendah mungkin dengan menyediakan pelayanan minimal dalam memenuhi berbagai segmen pasar. Beberapa strategi yang di-implementasikan oleh Citilink antara lain:

Efisiensi pada maskapai:

1. Maskapai Citilink memiliki dua tipe pesawat, B737-300 dan B737-400 untuk memudahkan training dan mengurangi biaya maintenance dan penyediaan

sparepart (cadangan).

2. Citilink menggunakan pesawat yang relatif baru dan umurnya masih muda sehingga hemat dalam konsumsi fuel atau avtur.

3. Memberlakukan penanganan ground handling yang cepat dan turn around

yang pendek sehingga maskapai mempunyai utilisasi jam terbang yang tinggi. 4. Citilink menggunakan Fuel Hedging Programme dengan Pertamina secara

terencana dan merupakan salah satu perencanaan terpenting karena hampir 60% biaya Citilink adalah biaya pada bahan bakar.

Efisiensi pada rute penerbangan:

5. Untuk beberapa rute, penerbangan dilakukan di pagi buta atau malam hari untuk menghindari biaya yang mahal pada layanan bandara pada saat jam-jam sibuk. Contohnya: pada rute Jakarta-Surabaya dan Jakarta-Medan, penerbangan pertamanya dilakukan pada jam 6 pagi.

6. Rute yang diterbangi oleh Citilink sangat sederhana yaitu point-to-point untuk menghindari miss conection di tempat transit dan dampak delay dari akibat

(18)

delay flight sebelumnya.

Efisiensi pada karyawan:

7. Karyawan Citilink melakukan multi role dalam pekerjaannya, seringkali pilot dan pramugari juga sebagai cleaning services saat ground handling. Di samping itu Citilink menerapkan outsourcing dan karyawan kontrak terhadap SDM non vital, termasuk pekerjaan ground handling pesawat di bandara.

Efisiensi dalam hal operasional:

8. Citilink memindahkan basis operasinya dari Jakarta ke Surabaya untuk memotong biaya serendah mungkin.

9. Citilink menjual tiket secara langsung (umumnya dipermudah lewat internet secara online), sehingga dapat memotong biaya kantor cabang dan komisi kepada agen perjalanan.

10. Pemisahan biaya ekstra seperti airport tax, PPN dari biaya pokok, sehingga biaya penerbangan itu sendiri terlihat sangat murah.

11. Citilink menerapkan pola tarif yang sangat sederhana pada satu tarif atau tarif sub classis dengan harga mulai dari tarif diskon hingga mencapai 90%.

12. Penjualan Citilink tidak menggunakan tiket konvensional, cukup secarik kertas yang di-print dari komputer untuk mengeliminasi biaya cetak tiket. 13. Citilink hanya menyediakan kelas ekonomi, tidak ada penerbangan kelas

(19)

14. Citilink menggunakan skema reservasi dini, dimana harga tiket akan naik pada saat tempat duduk pesawat semakin terbatas atau penuh. Hal tersebut akan memaksa penumpang untuk melakukan reservasi dini dimana semakin dini penumpang melakukan pembelian, maka akan semakin murah harga tiket. Biasanya pembatalan reservasi akan mengakibatkan hilangnya sebagian besar (hampir 100%) harga tiket yg sudah dibayarkan.

15. Kursi yang disediakan tidak dapat dipilih, kecuali dilakukan pada saat pembelian tiket. Hal ini dilakukan untuk memotong waktu yang dibutuhkan pada saat check-in.

16. Citilink menghapus pelayanan ekstra seperti makanan/minuman untuk penumpang dan digantikan dengan penjualan makanan kecil atau minuman yang harus dibayar oleh penumpang yang menghendaki. Hasil penjualan ini digolongkan sebagai penghasilan tambahan oleh operator penerbangan.

17. Penumpang Citilink hanya diperbolehkan untuk membawa bagasi 20kg per orang dan kelebihan bagasi akan dikenakan Rp.15.000/kg. Untuk bagasi yang tidak dititipkan hanya diperbolehkan maksimal 7kg per penumpang.

18. Citilink meminimalisir penggunaan fasilitas tambahan seperti garbarata yang akan mengeliminasi biaya “airport service”. Para penumpang harus berjalan kaki ke pesawat.

(20)

4. 6 Strategi Diamond

4. 6. 1 Arenas

Arena dimana Citilink beroperasi sangat jelas: Citilink menggunakan strategi

Low Cost Carrier dengan menyediakan jasa penerbangan murah dan tentunya harga tiket pesawat yang relatif murah jika dibandingkan dengan perusahaan induknya, Garuda Indonesia. Target pasar Citilink adalah mengengah ke bawah, dimana penumpang lebih mementingkan harga ketimbang pelayanan yang diberikan, namun Citilink masih tetap teguh pada prinsip yang mengedepankan keamanan dan ketepatan waktu. Selain itu, wilayah geografis yang dicangkup oleh Citilink adalah secara spesifik penerbangan domestik, yang mencangkup wilayah Jakarta, Surabaya, Medan, Balikpapan, Banjarmasin, Denpasar (Bali), Batam dan Ujung Pandang.

Dalam segi penjualan tiket dilakukan secara langsung kepada pelanggan, umumnya lewat online-ticketing, namun dapat dibeli di kantor pusat atau agen travel Citilink yang terdaftar. Dan dalam hal managemen perusahaan, pemeliharaan armada sampai dengan pemasarannya dipegang oleh Garuda Indonesia. Akan tetapi, tidak semua aktifitas dipegang oleh Garuda Indonesia, hal-hal lain seperti Call Centre

Citilink dan Human Resource di-outsource oleh Citilink. Misalkan, Call Centre

Citilink di-outsource kepada PT. Infomedia Nusantara (Telkom Group) dan Human Resource oleh PT. Wahanagaruda Punakarya, sehingga operasional perusahaan menjadi lebih efisien.

(21)

4. 6. 2 Vehicle

Pada awalnya, PT. Garuda Indonesia tidak memilih untuk melakukan akusisi terhadap perusahaan penerbangan lain, melainkan memilih untuk menambah operasi penerbangan murah, yakni Citilink. Garuda Indonesia memiliki bisnis unit Citilink yang akan mendukung produk inti dalam meningkatkan keuntungan serta menghasilkan pendapatan tambahan. Maka dari itu, untuk dapat mencapai Arena yang telah dipilih, Citilink, sebagai Strategic Business Unit mempunyai satu visi dan misi yang sama dengan maskapai penerbangan Garuda Indonesia.

Visi: “Perusahaan penerbangan pilihan utama di Indonesia dan berdaya saing di Internasional”

Misi:

• Melaksanakan usaha jasa angkutan udara yang memberikan kepuasan kepada pengguna jasa yang terpadu dengan industri lainnya melalui pengelolaan secara profesional dan didukung oleh sumber daya manusia yang mempunyai kompetensi tinggi.

• Menghasilkan keuntungan dengan jaringan domestik yang kuat untuk terus meningkatkan pangsa pasar domestik dan internasional bagi usahawan, perorangan, wisatawan dan kargo termasuk penerbangan borongan.

• Memiliki bisnis unit yang mendukung produk inti untuk meningkatkan keuntungan serta menghasilkan pendapatan tambahan dari usaha unit

(22)

pendukung tersebut.

Sumber: http://www.garuda-indonesia.com/

Dapat dilihat bahwa salah satu misi Garuda Indonesia yaitu memperluas jangkauan produk. Maka dari itu, pengoperasian Citilink dimulai dari awal dengan terlebih dahulu mengandalkan produk internal dan pembangunan. Hal ini dilakukan oleh Citilink dengan melakukan layanan transportasi udara yang sederhana kepada semua pelanggan dan penambahan frekuensi dan rute-rute penerbangan yang belum dimasuki. Misalkan, pada tanggal 15 Maret 2010, Citilink mendambahkan frekuensi pada rute Jakarta-Medan menjadi 2 kali sehari dan pada 7 Maret 2011, Citilink akan menambahkan rute penerbangan Jakarta-Banjarmasin dan Jakarta-Batam.

4. 6. 3 Differentiators

Citilink melakukan beberapa diferensiasi untuk menarik pelanggan. Pertama, Citilink memiliki proses yang sangat mudah dan sederhana dalam melakukan pemesanan tempat duduk dan pembayaran. Hal tersebut dapat dilakukan hanya melalui website www.citilink.co.id. tanpa harus datang ke agen travel. Untuk penumpang yang belum memiliki akses internet, pembelian tiket dapat dilakukan melalui kantor cabang atau agen travel yang terdaftar.

Kedua, sebagai penerbangan yang menggunakan konsep Low cost carrier, Citilink menerapkan harga yang sesuai dan cocok dengan anggaran penumpang, khususnya bagi penumpang yang memerlukan jasa penerbangan dengan kebutuhan

(23)

layanan mendasar. Citilink menyediakan pilihan untuk pelayanan bagasi, makan di pesawat, dan layanan lainnya dengan pembayaran secukupnya.

Banyak maskapai penerbangan lain yang juga menawarkan harga rendah namun mengecewakan penumpang karena keterlambatan yang sering terjadi. Akan tetapi, salah satu keunggulan Citilink yang dipegang sampai sekarang adalah ketepatan waktu. Citilink menyadari bahwa ketepatan waktu adalah sangat penting untuk penumpang. Oleh karena itu, Citilink berusaha keras untuk memastikan agar setiap penerbangan selalu tepat waktu.

Keempat, adalah Citilink mengutamakan kualitas penerbangan melalui awak kabin yang terlatih dan pesawat yang terawat dimana Citilink sangat memperhatikan faktor keselamatan dan keamanan penerbangan. Untuk menjamin keamanan dan ketepatan waktu, Citilink menggunakan standar yang sama dengan Garuda Indonesia. Diferensiasi yang paling terakhir adalah awak kabin Citilink yang muda dan ceria. Berbeda dengan maskapai penerbangan lainnya, awak kabin Citilink mengenakan seragam yang sportif, memudahkan awak kabin bergerak cepat dalam pelayanan, serta selalu siaga dalam menghadapi segala situasi.

(24)

Sumber: http://www.citilink.co.id/html/aircraft.asp

4. 6. 4 Staging And Pacing

Tujuan utama Citilink adalah menggarap pasar menengah ke bawah dan meningkatkan pangsa pasar. Pada awal tahun 2009, persaingan penerbangan tarif murah Low Cost Carrier diantara maskapai penerbangan semakin ketat, terutama pada rute penerbangan dengan tingkat pertumbuhan pasar yang besar, seperti Jakarta-Surabaya dan Jakarta-Medan. Pada saat itu, Citilink mulai fokus dalam meningkatkan inovasi layanan, kenyamanan, dan keselamatan penerbangan serta menawarkan tarif yang murah. Bahkan slogan “Bayar Seperlunya” waktu itu diciptakan untuk semakin meyakinkan konsumen.

Pada tahun 2010, Citilink mengoperasikan delapan armada tambahan untuk meningkatkan frekuensi penerbangan, ke rute penerbangan yang pertumbuhannya cukup besar. Tepatnya mulai tanggal 15 Maret 2010, Citilink membuka rute penerbangan baru, yaitu rute Medan dua kali sehari. Ini karena rute Jakarta-Medan merupakan rute domestik dengan pasar terbesar kedua setelah rute

(25)

Jakata-Surabaya. Tingkat pertumbuhan pasar untuk rute ini memiliki tren kenaikan yang signifikan setiap tahunnya.

Seiring dengan penambahan delapan armada, selain membuka rute baru, Citilink yang berpusat di Surabaya terus mengembangkan rute domestik dan menambah frekuensi penerbangan Jakarta-Surabaya pulang pergi, dari sebelumnya tiga kali, menjadi empat kali sehari. Dengan tambahan frekuensi penerbangan itu, Citilink sudah melayani rute dari dan ke Surabaya menuju beberapa kota, seperti Jakarta, Makassar, Balikpapan, Batam, dan Banjarmasin.

Selain itu, pada 7 Maret 2011, Citilink juga akan menambahkan rute penerbangan Jakarta-Banjarmasin dan Jakarta-Batam Pulang Pergi. Dengan urutan dan kecepatan langkah ekspansi tersebut, Citilink dapat memperluas arena produk dan kemudian memperluas arena geografis.

4. 6. 5 Economic Logic

Economic Logic Citilink terletak terutama pada skala ekonomi dan efisiensi. Meskipun Citilink menjual produk dengan harga yang hampir identik dengan pesaingnya, namun Citilink memiliki beberapa keunggulan yang tidak dapat disaingi oleh para pesaingnya. Salah satunya dan yang paling utama adalah Citilink mengadopsi standarisasi yang dimiliki oleh Garuda Indonesia. Garuda Indonesia memiliki beberapa perusahaan yang beroperasi di bidang industri yang mirip dan perusahaan tersebut memiliki hubungan satu sama lain melalui Operating Synergy.

(26)

Operating Synergy dapat memberikan keuntungan kepada Citilink antara lain kemampuan dalam membagi sumber daya dan kemampuan untuk membagi core competency (sesuatu yang membuat suatu perusahaan sukses dan memberikan nilai tambah yang signifikan bagi customer).

Dalam segi keuntungan, Citilink belum mendapatkan keuntungan karena Citilink baru saja mulai beroperasi kembali di bawah managemen baru pada tahun 2008, bahkan rute Jakarta-Surabaya dan Jakarta-Medan baru beroperasi pada tahun 2009 dan 2010. Namun pada tahun 2009, pendapatan Citilink sudah sebesar Rp. 300 miliar dan akan diperkirakan terus meningkat. Apalagi mengingat strategi Citilink dalam menggunakan tiga kota besar sebagai basis untuk pengembangan operasi ke seluruh Indonesia. Kota-kota tersebut adalah Jakarta, Surabaya dan Makassar. Jakarta menjadi basis penerbangan di wilayah barat, Surabaya menjadi basis di wilayah tengah dan Makassar untuk wilayah Timur Indonesia.

Dalam segi efisiensi dari economic logic, perbandingan dapat dilihat dengan memilih maskapai penerbangan yang juga menggunakan strategi yang sama dengan Citilink, yaitu Low Cost Carrier. Maskapai penerbangan yang menggunakan strategi

Low Cost Carrier di Indonesia antara lain adalah Lion Airlines, Wings Air, Indonesia Air Asia dan Mandala Airlines. Perbandingan yang dilakukan dilihat dari segi

Passenger Load Factor (PLF), yang kadang disebut Load Factor, adalah ukuran dari berapa banyak kapasitas penumpang sebuah maskapai penerbangan yang terisi atau digunakan. Passenger Load Factor (PLF) adalah salah satu faktor yang sangat

(27)

penting dari strategi Low Cost Carrier dimana keberhasilan strategi tersebut bergantung kepada kapasitas kursi yang terisi pada setiap penerbangan.

Pada rute penerbangan Jakarta-Medan, Citilink bersaing dengan PT. Indonesia Air Asia, PT. Lion Airlines dan PT. Mandala Air.

Rute Penerbangan: Jakarta - Medan

Tahun Bulan Nama Perusahaan Passenger Load Factor (PLF) 2008 Januari – Desember PT. Indonesia Air Asia 83.51%

Januari – Desember PT. Lion Airlines 84.70% Januari – Desember PT. Mandala Air 82.88% 2009 Januari – Desember PT. Indonesia Air Asia 70.91% Januari – Desember PT. Lion Airlines 79.87% Januari – Maret PT. Mandala Air 72.21% 2010 Januari – September PT. Indonesia Air Asia 68.14% Januari – Oktober PT. Lion Airlines 87.87% Januari – Oktober Citilink 74.46% Sumber: Kementrian Perhubungan 2011

Gambar 3: Passenger Load Factor (PLF) rute Jakarta - Medan

Dari data di atas dapat disimpulkan bahwa PT. Lion Airlines memiliki PLF yang cukup konsisten mulai dari tahun 2008 sampai dengan tahun 2010, walaupun sempat terjadi penurunan PLF pada tahun 2009. Namun tidak hanya PT. Lion Airlines saja yang mengalami penurunan pada tahun 2009, PT. Indonesia Air Asia dan PT. Mandala Air juga mengalami hal serupa. Hal ini menandakan bahwa pada tahun 2009, jumlah penumpang pada rute Jakarta-Medan sempat mengalami penurunan walaupun data Badan Pusat Statistik (BPS) menujukan peningkatan pengguna moda

(28)

angkutan udara setiap tahunnya.

Di lain sisi, PT. Indonesia Air Asia mengalami penurunan terus menerus secara signifikan dari tahun 2008 sampai dengan September 2010. Mungkin ini adalah salah satu alasan mengapa PT. Indonesia Air Asia menutup rute penerbangan Jakarta-Medan pada tanggal 1 Oktober 2010 dikarenakan rendahnya PLF pada rute tersebut. Kemudian, alasan lain mengapa PT. Indonesia Air Asia menutup operasinya, yaitu karena maskapai tersebut ingin berkonsentrasi pada rute penerbangan regional dan internasional.

Melihat perbandingan dari data tersebut, dapat disimpulkan bahwa salah satu alasan mengapa hanya PLF PT. Lion Airlines kembali mengalami kenaikan pada tahun 2010, sedangkan maskapai penerbangan lainnya mengalami penurunan atau bahkan menutup rute tersebut adalah karena PT. Lion Airlines memiliki keunggulan yang tidak dimiliki oleh maskapai penerbangan lainnya. Selain memiliki frekuensi penerbangan yang banyak, PT. Lion Airlines juga sangat cermat menemukan celah penerbangan baru yang mungkin belum terpikirkan oleh para pesaingnya melalui anak perusahaannya, PT. Wings Abadi Air. Dan pada rute Jakarta-Medan, PT. Lion Airlines memiliki 18 kali penerbangan setiap harinya di tahun 2011.

Sementara Cilink baru saja mulai membuka rute penerbangan Jakarta-Medan pada bulan Januari 2010. Hal ini dikarenakan rute Jakarta-Medan merupakan rute domestik dengan pasar terbesar kedua setelah Jakarta-Surabaya. Dapat dilihat bahwa

(29)

PLF Citilink pada awal tahun 2010 sampai dengan Oktober 2010 adalah 74.46%. Angka yang cukup tinggi, bahkan jika dibandingkan dengan PT. Mandala Airlies yang sudah berdiri sejak tahun 1969 dan PT. Indonesia Air Asia sejak tahun 2005.

Efektifitas strategi Citilink dapat dilihat dari pertumbuhan pasar rute Jakarta-Medan, dimana Citilink menambah frekuensi penerbangan Jakarta-Medan menjadi tiga kali sekali di tahun 2011, sementara dibandingkan dengan maskapai penerbangan lainnya, Wings Air telah menutup rute tersebut, demikian pula dengan Adam Air dan Kartika Airlines yang telah menutup operasinya. Pada faktanya, maskapai penerbangan Citilink sebenarnya tidak dapat dibandingkan dengan PT. Lion Airlines karena perbedaan market share yang cukup signifikan. Namun, jika dilihat secara keseluruhan, strategi Citilink cukup efektif mengingat pembukaan rute Jakarta-Medan di tahun pertama memiliki PLF hingga lebih dari 50%.

0.00% 20.00% 40.00% 60.00% 80.00% 100.00% 120.00% 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 Passenger   Load   Factor

2008

Lion Air Mandala Citilink Air Asia

(30)

Gambar 4. Passanger Load Factor (PLF) rute Jakarta – Medan 2008 Sumber: Kementrian Perhubungan 2011

Gambar 5. Passenger Load Factor (PLF) rute Jakarta – Medan 2009 Sumber: Kementrian Perhubungan 2011

Gambar 6. Passenger Load Factor (PLF) rute Jakarta – Medan 2010 Sumber: Kementrian Perhubungan 2011

0.00% 10.00% 20.00% 30.00% 40.00% 50.00% 60.00% 70.00% 80.00% 90.00% 100.00% 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 Passenger   Load   Factor

2009

Lion Air Mandala Citilink Air Asia 0.00% 10.00% 20.00% 30.00% 40.00% 50.00% 60.00% 70.00% 80.00% 90.00% 100.00% 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Passenger   Load   Factor

2010

Lion Air Mandala Citilink Air Asia

(31)

Pada rute penerbangan Jakarta-Surabaya, Citilink bersaing dengan beberapa maskapai antara lain: PT. Lion Airlines dan PT. Mandala Air, PT. Indonesia Air Asia dan PT. Wings Abadi Airlines karena mereka juga menggunakan strategi Low Cost Carrier.

Rute Penerbangan: Jakarta – Surabaya

Tahun Bulan Nama Maskapai Passenger Load

Factor (PLF) 2008 Januari – Desember PT. Lion Airlines 85.72%

Januari – Desember PT. Mandala Airlines 80.69% Januari – Desember PT. Wings Abadi Airlines 88.68% 2009 Januari – Desember PT. Lion Airlines 84.65% Januari – Desember PT. Mandala Airlines 78.15% Januari – Juni PT. Wings Abadi Airlines 77.66% Januari – Desember PT. Indonesia Air Asia 75.79%

Januari – Desember Citilink 70.54%

2010 Januari – Juli PT. Lion Airlines 83.34% Januari – Agustus PT. Mandala Airlines 73.11% Januari – Agustus PT. Indonesia Air Asia 57.97%

Januari – Agustus Citilink 75.17%

Sumber: Kementrian Perhubungan, 2011

Gambar 7: Passenger Load Factor (PLF) rute Jakarta – Surabaya

Sama halnya dengan rute penerbangan Jakarta-Medan, PT. Lion Airlines juga memiliki PLF yang cukup konsisten pada rute penerbangan Jakarta-Surabaya setiap tahunnya, bahkan tidak mengalami pergerakan yang signifikan. Kemudian, PT. Mandala Airlines hanya mengalami penurunan PLF yang sedikit.

(32)

Namun, penurunan PLF yang paling rendah dialami oleh PT. Indonesia Air Asia dimana pada tahun 2010, PLF PT. Indonesia Air Asia mengalami penurunan sampai dengan 57.97%. Hal ini sekali lagi, mungkin menjadi salah satu faktor mengapa PT. Indonesia Air Asia menutup operasinya pada 1 Oktober 2010. Pada saat yang sama, fokus PT. Indonesia Air Asia terbagi menjadi dua sehingga dapat merugikan salah satu rute penerbangan yang diambil.

PT. Wings Abadi Airlines juga mengalami penurunan PLF yang cukup signifikan, dari 88.68% di tahun 2008 sampai dengan 77.66% di tahun 2009, yang kemudian menutup rute penerbangan Jakarta-Surabaya pada tahun 2010. Hal ini terjadi karena sebenarnya tujuan utama dibentuknya PT. Wings Abadi Airlines adalah dimaksudkan untuk mendukung layanan operasi penerbangan PT. Lion Airlines melalui sistem pengumpan (feeder) dari daerah yang belum dapat diterbangi oleh pesawat ukuran besar. Di samping itu, PT. Lion Airlines juga cemas jika PT. Wings Abadi Airlines dapat mengambil pangsa pasar mereka.

Sedangkan untuk Citilink, Citilink baru saja masuk pada rute Jakarta-Surabaya di tahun 2009 dengan PLF 70.54% dan 75.17% di tahun 2010. Pada rute penerbangan ini, hanya Citilink satu-satunya maskapai penerbangan yang mengalami kenaikan, walaupun pergerakannya tidak teralu banyak. Hal ini menunjukan salah satu faktor dimana strategi yang diadopsi oleh Citilink adalah efektif.

(33)

mengetahui maskapai penerbangan Citilink. Kenaikan PLF dipercaya akan lebih signifikan dari tahun ke tahun apabila Citilink dapat memperkuat brand image

perusahaan dengan menggunakan nama baik Garuda Indonesia yang sudah dikenal masyarakat secara luas.

Gambar 8. Passenger Load Factor (PLF) rute Jakarta – Surabaya 2008 Sumber: Kementrian Perhubungan 2011

0.00% 10.00% 20.00% 30.00% 40.00% 50.00% 60.00% 70.00% 80.00% 90.00% 100.00% 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 Passenger   Load   Factor

2008

Lion Air Mandala Wings Air Citilink Air Asia

(34)

Gambar 9. Passenger Load Factor (PLF) rute Jakarta – Surabaya 2009 Sumber: Kementrian Perhubungan 2011

Gambar 10. Passanger Load Factor (PLF) rute Jakarta – Surabaya 2010 Sumber: Kementrian Perhubungan 2011

0.00% 10.00% 20.00% 30.00% 40.00% 50.00% 60.00% 70.00% 80.00% 90.00% 100.00% 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 Passenger   Load   Factor

2009

Lion Air Mandala Wings Air Citilink Air Asia 0.00% 10.00% 20.00% 30.00% 40.00% 50.00% 60.00% 70.00% 80.00% 90.00% 100.00% 1 2 3 4 5 6 7 8 Passenger   Load   Factor

2010

Lion Air Mandala Wings Air Citilink Air Asia

(35)

MARKET SHARE PENUMPANG ANGKUTAN UDARA DALAM NEGERI BERDASARKAN PERUSAHAAN PENERBANGAN ANGKUTAN UDARA

NIAGA NASIONAL TAHUN 2008-2010 No Operator Tahun 2008 Market Share 2009 *) Market Share 2010 *) Market Share 1 PT. Lion Airlines 9.213.333 24.63% 13.377.826 30.54% 17.798.685 39.75% 2 PT. Garuda Indonesia 7.665.390 20.49% 8.398.017 19.17% 9.016.264 20.14% 3 PT. Mandala Airlines 3.449.218 9.22% 3.552.985 8.11% 2.189.869 4.89% 4 PT. Indonesia Air Asia 1.503.672 4.02% 1.454.914 3.32% 966.881 2.16% 5 PT. Wings Abadi 2.322.290 6.21% 1.270.853 2.90% 718.584 1.60%

*) 2009 angka sementara

*) 2010 angka sementara dan data dari Januari – November 2010. Sumber: Departemen Perhubungan, 2011

Gambar 11. Market Share Maskapai Penerbangan Indonesia

Jika dilihat dari segi market share, PT. Lion Airlines menempati urutan pertama, sedangkan PT. Garuda Indonesia menempati urutan kedua sejak tahun 2008 sampai dengan tahun 2010. Namun, sebenarnya PT. Garuda Indonesia sempat menempati urutan pertama pada tahun 2005 sampai dengan tahun 2007, melewati PT. Lion Airlines. Apa yang menyebabkan market share PT. Lion Airlines dapat naik hingga 38% pada tahun 2008 hingga tahun 2010 adalah inovasi yang dikembangkan oleh PT. Lion Airlines. Jika dilihat dari segi strategi, mereka jelas-jelas memakai bisnis model yang sama. Bahkan walaupun PT. Garuda Indonesia merestrukturisasi ulang maskapai penerbangan Citilink, tidak memberikan pengaruh yang signifikan. Mungkin salah satu alasan mengapa market share PT. Garuda Indonesia hanya

(36)

mengalami kenaikan yang sedikit adalah karena Citilink masih kurang dikenal masyarakat secara luas jika dibandingkan dengan PT. Lion Airlines yang sudah beridiri sejak Juni 2000.

Citilink mempunyai market share yang diperkirakan sekitar 15% dari total

market share PT. Garuda Indonesia, yaitu sekitar 3%. Oleh karena itu, sebenarnya para pesaing Citilink adalah PT. Mandala Airlines, PT. Indonesia Air Asia dan PT. Wings Abadi karena memilki market share yang kurang lebih sama dengan Citilink. Namun, pada tahun 2011, ketiga maskapai penerbangan tersebut sudah tidak lagi mengoperasikan rute penerbangan Jakarta-Medan dan Jakarta-Surabaya, bahkan PT. Mandala Airlines sudah menutup operasinya pada tahun 2011. Hal tersebut juga dapat menjadi salah satu indikator akan efektifitas strategi Citilink.

Gambar

Gambar 1. Five Forces Model Citilink
Gambar 2. Bisnis Model Industri Penerbangan Indonesia
Gambar 3: Passenger Load Factor (PLF) rute Jakarta - Medan
Gambar 5. Passenger Load Factor (PLF) rute Jakarta – Medan 2009  Sumber: Kementrian Perhubungan 2011
+5

Referensi

Dokumen terkait

Dengan menggunakan model framing Pan dan Kosicki maka peneliti dapat melihat proses konstruksi dua koran lokal (Kedaulatan Rakyat dan Bernas Jogja) dalam pemberitaan mengenai

Hasil analisis regresi linier berganda menunjukkan bahwa variabel bukti fisik (X1), keandalan (X2), daya tanggap (X3), jaminan (X4), perhatian (X5) secara

Setelah dilakukan pengujian serta evaluasi, penulis menyarankan akan lebih baik jika aplikasi dibuat dari awal dengan hanya menggunakan desain sampai algoritma

Dari penjelasan istilah tersebut dapatlah diambil pengertian bahwa pengaruh pola asuh anak usia balita terhadap perkembangan tingkah laku anak (penelitian tempat penitipan anak

Dalam penelitian ini, wawancara digunakan untuk memperoleh data tentang kegiatan pembelajaran di dalam kelas. Narasumber yang diwawancarai yaitu guru kelas

Lokasi penelitian SPTN II Resort Sungai Rambut ditemukan 366 individu dengan famili yang paling banyak ditemukan jenisnya adalah Myrtaceae sebanyak 4 spesies

Pada penelitian kali ini data primer didapat dari objek yang diteliti, yaitu menghitung secara langsung kecepatan pemasangan tangga panel, pengamatan metode pelaksanaan,

Jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan, termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukkan bagi lalu lintas, yang berada