• Tidak ada hasil yang ditemukan

Haidul Fitriani, Harry Soeprianto, Irwadi Saputra FKIP, Universitas Mataram, Indonesia

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Haidul Fitriani, Harry Soeprianto, Irwadi Saputra FKIP, Universitas Mataram, Indonesia"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

Vol. 1 No. 2, Desember 2019

67

PENERAPAN MODEL PROBLEM POSING TIPE POST SOLUTION POSING PADA PEMBELAJARAN DIMENSI TIGA UNTUK MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN PRESTASI BELAJAR SISWA KELAS X SMA AL-FATHYAH TAHUN PELAJARAN

2015/2016

Haidul Fitriani, Harry Soeprianto, Irwadi Saputra FKIP, Universitas Mataram, Indonesia

e-mail: haidulfitriani@gmail.com Abstrak

Latar belakang penelitian ini adalah rendahnya aktivitas siswa pada saat kegiatan belajar dan rendahnya kemampuan siswa dalam mengerjakan soal matematika dalam persoalan yang berbeda dengan contoh soal yang disajikan guru. Jenis penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas (PTK) yang terdiri dari 2 siklus. Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan aktivitas dan prestasi belajar siswa kelas X SMA Al-Fathyah pada pembelajaran dimensi tiga tahun pelajaran 2015/2016 dengan menerapkan model pembelajaran problem posing tipe post solution posing. Adapun indikator keberhasilan penelitian ini adalah tercapainya peningkatan aktivitas dan prestasi belajar siswa. Aktivitas belajar siswa dikatakan tercapai apabila aktivitas belajar siswa minimal berkategori aktif serta prestasi belajar siswa dikatakan tercapai apabila terjadi peningkatan nilai rata-rata siswa lebih dari atau sama dengan 70 dan tercapai ketuntasan secara klasikal lebih dari atau sama dengan 85%. Aktivitas belajar siswa pada siklus I dan II masuk pada kategori aktif.Skor rata-rata hasil evaluasi belajar siswa mengalami peningkatan pada setiap siklus yaitu pada siklus I rata-rata skor hasil evaluasi belajar 64,8 dengan persentase ketuntasan klasikal 56,5 % dan pada siklus II skor rata-rata hasil evaluasi belajar 75dengan persentase ketuntasan klasikal 86,95%. Berdasarkan pencapaian yang diperoleh, maka dapat disimpulkan bahwa penerapan model problem posing tipe post solution posing pada pembelajaran dimensi tiga secara optimal dapat meningkatkan aktivitas dan prestasi belajar siswa kelas X SMA Al-Fathyah tahun pelajaran 2015/2016.

Kata Kunci: Aktivitas belajar, prestasi belajar, dan model pembelajaran problem posing tipe post solution posing.

PENDAHULUAN

Seperti yang diketahui pendidikan sangatlah berpengaruh dan penting terhadap kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Pendidikan yang baik sangat diharapkan oleh setiap masyarakat sesuai dengan tujuan yang ditentukan. Peran guru sangat penting dalam mencapai tujuan pembelajaran serta menentukan keberhasilan proses pendidikan karena guru terlibat langsung didalamnya. Untuk itu guru perlu memperhatikan model pembelajaran yang diterapkannya supaya tujuan pembelajaran tercapai. Akan tetapi pada kenyataannya banyak sekali guru yang menerapkan model pembelajaran secara tidak variatif tanpa melihat kondisi siswa dan karakteristik materi yang disampaikan.

Setelah melakukan observasi dan mewawancarai guru matematika kelas X SMA Al-Fathyah pada tanggal 16 Oktober 2015, dan berdasarkan observasi tersebut terlihat guru sebagai pengelola pembelajaran menerapkan model pembelajaran konvensional yaitu model direct learning dengan menggunakan metode ekspositori dimana model pembelajaran dengan metode ekspositori ini adalah pembelajaran yang berpusat pada guru. Akibatnya siswa cenderung tidak memperhatikan penjelasan guru dan melakukan kegiatan lain seperti berbicara dengan teman sebangku, mengerjakan tugas dari pelajaran yang lain, bahkan ada juga yang bermain dalam kelas. Akibatnya banyak siswa yang mengalami kesulitan dalam menerima dan

(2)

Vol. 1 No. 2, Desember 2019

68

memahami materi, terlihat dari kurang mampunya siswa dalam mengerjakan soal matematika dalam persoalan yang berbeda dengan contoh soal yang dikerjakan guru.

Kondisi pembelajaran seperti yang telah diuraikan tersebut menyebabkan aktivitas belajar siswa masih berada dalam kategori kurang aktif dengan skor aktivitas belajar siswa sebesar 5,99. Rendahnya aktivitas belajar siswa mempengaruhi penguasaan konsep pelajaran yang mereka pelajari yang menyebabkan prestasi belajar siswa yang dicapai rendah. Hal ini dapat dilihat dari nilai rata-rata ulangan akhir semester 1 matematika siswa kelas X SMA Al-Fathyah tahun pelajaran 2015/2016 yaitu 55,21 dengan ketuntasan klasikal sebesar 26,08 % (Sumber :Daftar nilai guru matematika SMA Al-Fathyah Kopang). Berdasarkan hal tersebut 18 dari 23 siswa yang nilai rata-rata nya masih dalam tataran rendah yaitu di bawah KKM (Kriteria Ketuntasan Minimal) yang ditetapkan sekolah sebesar 70. Adapun kekuntasan belajar klasikal juga belum memenuhi kriteria keberhasilan pembelajaran. Kriteria keberhasilan pembelajaran yang ditetapkan adalah 85 % siswa di suatu kelas tuntas belajar.

Untuk mengatasi masalah tersebut, dalam menggunkan model pembelajaran terlebih dahulu melihat kondisi siswa dan karakteristik materi. Seperti kondisi siswa kelas X SMA Al-Fathyah yang sering kesusahan dalam menyelesaikan masalah yang sedikit berbeda dengan contoh yang diberikan dan sering sekali meminta guru memberikan soal seperti keinginannya sendiri. Dengan mengambil materi dimensi tiga dengan karakteristik dimana Obyek dimensi tiga merupakan hal yang abstrak yang tidak dapat diraba, dipegang, atau diamati secara langsung melalui panca indera, perlu daya imajinasi yang tinggi untuk bisa menangkap pelajaran, karena tidak semua anak didik mempunyai imajinasi yang tinggi perlu banyak latihan untuk mengasah daya imajinasi. Dari paparan di atas peneliti mencoba menerapkan model pembelajaran yang mengharuskan siswa menyusun pertanyaan sendiri atau memecah suatu soal menjadi pertanyaan-pertanyaan yang lebih sederhana yaitu model pembelajaran problem posing dengan tipe post solution posing.

Pembelajaran dengan model pemberian tugas pengajuan soal (problem posing) pada intinya meminta siswa untuk mengajukan soal atau masalah. Permasalahan yang diajukan dapat berdasarkan pada topik yang luas, masalah yang sudah dikerjakan, atau informasi tertentu yang sudah diberikan oleh guru [11].

Berdasarkan uraian di atas, peneliti mencoba menerapkan model problem posing tipe post solution posing pada pembelajaran dimensi tiga untuk meningkatkan aktivitas dan prestasi belajar siswa kelas X SMA Al-Fathyah tahun pelajaran 2015/2016.

METODE

Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian tindakan kelas (PTK) dengan menerapkan model problem posing tipe post solution posing pada pembelajaran dimensi tiga sehingga dapat meningkatkan aktivitas dan prestasi belajar siswa. Penelitian tindakan kelas adalah suatu pencermatan terhadap kegiatan belajar berupa sebuah tindakan, yang sengaja dimunculkan dan terjadi dalam sebuah kelas secara bersama [2].

Penelitian ini dilaksanakan di SMA Al-Fathyah. Subjek dari penelitian ini adalah siswa kelas X semester genap tahun pelajaran 2015/2016 yang berjumlah 23 orang. Faktor yang diteliti dalam penelitian ini yaitu faktor siswa dan faktor guru. Prosedur penelitian yang digunakan adalah dalam bentuk siklus. Sesuai dengan silabus yang telah disusun dengan cakupan dimensi tiga yang harus dipelajari, penelitian tindakan kelas ini direncanakan dalam 2 siklus dalam waktu 9 x 45 menit. Setiap siklus meiliki empat tahapan yaitu antara lain 1) tahap perencanaan tindakan, 2) pelaksanaan tindakan, 3) observasi dan evaluasi, 4) refleksi. Data yang diperoleh dalam penelitian ini adalah data aktivitas belajar siswa dan guru dengan menggunakan lembar observasi, serta data prestasi belajar siswa dengan memberikan tes essay secara individu kepada siswa pada akhir masing-masing siklus.

(3)

Vol. 1 No. 2, Desember 2019

69 HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

Table 1 Ringkasan hasil penelitian siklus I dan siklus II

Siklus Aktivitas Guru Aktivitas Siswa Prestasi Belajar

Presentase Kategori Rata-rata Kategori Rata-rata Ketuntasan belajar I 92,85% Sangat

baik 12,66 Aktif 64,8 56,5 %

II 92,85% Sangat

baik 14,5 Aktif 75 86,95%

Dari tabel 1 dapat dilihat bahwa penerapan model problem posing tipe post solution posing mampu meningkatkan aktivitas siswa yang dari siklus I sampai siklus II skor aktivias siswa tetap berkategori aktif, namun masih banyak diantara siswa yang belum mencapai kriteria ketuntasan minimal (KKM) yang menyebabkan ratarata skor prestasi belajar siswa masih rendah di siklus I. Hal ini disebabkan karena masih terdapat kekurangan-kekurangan yang mengharuskan dilakukannya tindakan-tindakan perbaikan pada siklus II. Kekurangan-kekurangan tersebut diantaranya interaksi siswa dengan guru masih kurang. Hal ini terlihat dari tidak adanya respon dari siswa ketika guru bertanya dan tidak ada yang mau bertanya ketika guru menyuruh siswa bertanya. Hal tersebut disebabkan karena karena siswa belum faham konteks pertanyaan, takut jika jawabannya salah dan malu berbicara didepan umum. Berdasarkan hasil evaluasi pada pertemuan pertama diketahui hampir sebagian siswa kesulitan dalam mengerjakan soal nomor 2 terkait menentukan kedudukan suatu titik terhadap semua bidang pada sebuah bangun ruang. Hal ini disebabkan karena guru kurang memantapkan pemahaman siswa terkait cara-cara menetukan kedudukan suatu titik terhadap semua bidang pada sebuah bangun ruang di latihan soal, karena guru juga membatasi siswa membuat masalah berdasarkan contoh-contoh pada lembar posing I, siswa tidak punya kebebasan untuk membentuk mesalah sehingga soal yang dibuat siswa terlalo monoton.. kekurangan lainnya juga terlihat pada saat diskusi dalam membuat dan menyelesakan soal dimana belum ada kerjasama yang baik dalam kelompok karena siswa hanya mengandalkan

temannya yang lebih mampu.Adapun tindakan perbaikan yang dilakukan pada siklus II adalah Mengganti situasi problem posing dengan memberikan siswa informasi dan situasi terbuka. Situasi dapat berupa gambar, sehingga pertanyaan yang dibuat siswa jadi lebih beragam. Pembagian kelompok dilakukan di awal pembelajaran sehingga kelas jadi lebih kondusif, membentuk ulang anggota kelompok yang dipilih berdasarkan kemampuan belajar. Menjelaskan kembali materi dan soal yang belum dipahami siswa pada soal latihan pertemuan sebelumnya di awal pembelajaran pertemuan selanjutnya. Serta mengaitkan pertanyaan dengan kehidupan sehari-hari dan menjajikan kepada siswa yang mau menjawab pertanyaan akan diberikan ganjaran positif sehingga siswa lebih tergugah untuk bertanya.

Adanya tindakan-tindakan perbaikan pada siklus II memberikan dampak terhadap peningkatan prestasi belajar siswa dengan nilai rara-rata 75 dan ketuntasan klasikal 86,95%. Aktivitas siswa yang sebelumnya berkategori kurang aktif sebelum menerapkan model problem posing tipe post solution posing menjadi aktif pada siklus I dan II karena dengan menerapkan model problem posing tipe post solution posing siswa diberikan kesempatan untuk terlibat aktif dalam proses pembelajaran. Peningkatan kategori aktivitas siswa dengan menerapkan model problem posing tipe post solution posing memberikan dampak terhadap peningkatan prestasi belajar siswa dengan nilai rata-rata 75 dan ketuntasan klasikal 86,95%. Hal ini disebabkan karena adanya perubahan tindakan pada siklus II.

(4)

Vol. 1 No. 2, Desember 2019

70 dengan baik pada siklus II yaitu sebagian besar siswa sudah mampu melaksanakan tahapan-tahapan dalam proses pembelajaran dengan menerapkan model problem posing dengan baik, siswa bekerjasama dalam menyelesaikan masalah yang diberikan dan mampu menyimpulkan materi yang telah dipelajari.

Pembahasan

Berdasarkan tabel 4.7, aktivitas mengajar guru pada siklus I mencapai 92,85% dengan kategori sangat baik sudah mencapai optimum. Sedangkan aktivitas belajar siswa pada siklus I berada pada kategori aktif dengan skor rata-rata 12,66. Pencapaian skor aktivitas belajar siswa yang berkategori tinggi sejak siklus I pertemuan 1 disebabkan karena model problem posing atau pengajuan soal merupakan tugas yang mengarah pada sikap kritis dan kreatif. Penyelesaian dari soal yang mereka buat juga dikerjakan secara kelompok . Hal ini juga sesuai dengan yang diungkapkan oleh Harisantoso [11] yang menyatakan bahawa pengajuan soal juga memberikan kesempatan kepada siswa untuk aktif secara mental, fisik dan sosial, di samping memberi kesempatan kepada peseta didik untuk menyelidiki dan membuat jawaban yang divergen. Sementara itu, hasil evaluasi pada siklus I memperlihatkan nilai rata-rata evaluasi pada siklus I adalah 64,8 dengan ketuntasan klasikal sebesar 56,5%. Berdasarkan indikator keberhasilan yang telah ditetapkan yaitu aktivitas belajar siswa minimal berkategori aktif dan siswa tuntas secara klasikal dengan KB 85%, maka rata-rata skor aktivitas belajar siswa sudah tercapai tetapi ketuntasan belajar pada siklus I masih belum berhasil. Hal ini disebabkan karena siswa belum terbiasa dan belum mempunyai pengalaman dengan pembelajaran yang menerapkan model pembelajaran Problem Posing Tipe Post Solution Posing sehingga pemahaman siswa terhadap materi pembelajaran kurang maksimal.

Untuk memenuhi indikator kerja pada siklus selanjutnya maka dilakukan

perbaikan beberapa tindakan pada siklus II dengan memperhatikan kekurangan kekurangan yang ada pada siklus I. Kekurangan-kekurangan tersebut diantaranya hasil evaluasi pada pertemuan pertama soal nomor 2 terkait menentukan kedudukan suatu titik terhadap semua bidang pada sebuah bangun ruang, yang disebabkan karena siswa terkecoh oleh beberapa tambahan titik yang diletakkan di beberapa ruas garis. Guru juga kurang memantapkan pemahaman siswa terkait cara-cara menentukan kedudukan suatu titik terhadap semua bidang pada sebuah bangun ruang. Guru bisa menjelaskan bahwa sebelum menentukan kedudukan titik pada semua bidang yang maksudnya tidak hanya satu bidang dalan sebuah bangun ruang, pertama yang harus dilakukan adalah menentukan dulu berapa banyak bidang dan apa saja bidang yang ada pada suatu bangun ruang tersebut. Menurut [5] penyajian matematika tidak harus di awali dengan teorema maupun definisi, tetapi haruslah disesuaikan dengan perkembangan intelektual siswa. Berdasarkan hal tersebut perlu diadakannya perbaikan supaya hal serupa tidak terjadi pada siklus II yaitu mengawali pembelajran dengan membahas soal evaluasi yang susah dijawab siswa serta mengakhiri pembelajaran dengan memberikan penguatan tentang materi yang disampaikan pada pertemuan tersebut.

Masalah lain yang ada pada siklus I yang juga menjadi penyebab kurangnya pemahaman siswa terhadap materi yaitu interaksi siswa dengan guru masih kurang. Hal ini terlihat dari tidak adanya respon dari siswa ketika guru bertanya maupun saat guru menyuruh siswa bertanya. Hal ini disebabkan karena siswa belum faham konteks pertanyaan, takut jika jawabannya salah dan malu berbicara di depan umum. Untuk mengatasi masalah tersebut guru melakukan beberapa perbaikan seperti mengaitkan pertanyaan dengan kehidupan sehari-hari, memberikan pengantar sebelum bertanya minsalnya dengan memberikan gambar terlebih dahulu atau bercerita supaya siswa lebih cepat memahami apa

(5)

Vol. 1 No. 2, Desember 2019

71 materi dan konteks pertanyaan. Seperti yang diungkapkan [7] mengaitkan materi pelajaran dengan pengalaman pribadi atau kehidupan sehari-hari siswa dapat membangkitkan minat karena apabila para siswa bisa terkait denga manfaat dan bisa membayangkan bahwa mata pelajaran itu dapat di praktikkan dalam kehidupan sehari-hari mereka pastilah mereka akan bangkit minatnya. Menjajikan kepada siswa yang mau menjawab pertanyaan akan diberikan ganjaran positif. Perbaikan tersebut dilakukan agar siswa bersemangat untuk menjawab soal seperti yang dikemukakan [6] yang menyatakan bahwa pemberian harapan kepada siswa dapat menggugah minat dan motivasi belajar asalkan siswa yakin bahwa harapannya bakal terpenuhi. Harapan itu dapat merupakan hadiah kedudukan, nama baik atau sejenisnya. Masalah lain yang ada pada siklus I yaitu beberapa siswa tidak terlibat aktif saat proses diskusi kelompok berlangsung serta belum ada kerja sama yang baik dalam kelompok. Hal ini disebabkan karena guru kurang memastikan adanya pembagian peran dan kerjasama siswa dalam kelompok, siswa masih mengandalkan temannya yang lebih mampu, dan lembar posing hanya dipegang oleh seorang siswa karena jumlahnya hanya satu lembar. Untuk mengatasi masalah tersebut guru melakukan beberapa perbaikan seperti mengatur ulang

komposisi kelompok dengan

mengelompokkan siswa yang tidak tuntas dengan siswa yang tuntas sehingga lebih beragam dan posisi duduk siswa dalam kelompok diatur yaitu siswa yang berkemampuan rendah dengan siswa yang berkemampuan lebih. Selanjutnya guru membagikan lembar posing kepada masing-masing anggota dalam kelompok. Perbaikan tersebut dilakukan agar setiap siswa merasa bertanggungjawab, berpartisipasi, dan bekerjasama dengan siswa lain secara efektif akan membuat proses pembelajaran juga efektif serta menimbulkan perubahan konstruktif pada kelakuan siswa serta membuat anggota kelompok merasa aman dan puas di kelas [8]. Guru juga perlu

mendorong munculnya semangat kebersamaan dan solidaritas didalam kelompok agar setiap siswa mengambil peran yang menjadi tugasnya di dalam kelompok [1].

Kekurangan lain yang muncul pada siklus I yaitu siswa tidak punya kebebasan dalam memebentuk masalah atau membuat soal akibatnya semua masalah yang diajukan setiap kelompok sama atau soal yang dibuat terlalu monoton. Hal ini disebabkan karena siswa dibatasi oleh contoh-contoh yang ada pada lembar posing Iserta kurangnya informasi pada lembar posing. Adapun tindakan perbaikan yang dilakukan pada siklus II adalah dengan mengatur ulang model dan mengganti situasi lembar posing yang awalnya menggunakan situasi lembar posing tersetruktur menjadi situasi lembar posing semi tersetruktur yaitu siswa diberikan situasi/informasi terbuka. Kemudian siswa diminta untuk mengajukan soal dengan mengkaitkan informasi itu dengan pengetahuan yang sudah dimilikinya. Situasi dapat berupa gambar atau informasi yang dihubungkan dengan konsep tertentu [4]. Perbaikan lain yang dilakukan adalah guru menyampaikan langkah-langkah pengerjaan lembar posing. Penyampaian langkah pembelajaran dilakukan karena salah satu cara yang dapat ditempuh untuk menciptakan kondisi awal pembelajaran yang baik adalah dengan menyampaikan langkah-langkah pembelajaran yang akan ditempuh [3], agar siswa memahami tahapan proses penyelesaian masalah yang diberikan pada lembar posing.

Setelah diadakan perbaikan, pada pelaksanaan siklus II terjadi peningkatan yang cukup baik pada aktivitas dan prestasi belajar siswa. Walaupun tidak meningkat akan tetapi aktivitas mengajar guru tetap pada presentase sangat baik yaitu 92,85%. Sementara itu, rata-rata skor aktivitas belajar siswa terjadi peningkatan rata-rata skor dari siklus sebelumnya yaitu menjadi 14,5 dengan kategori tetap yaitu aktif. Sedangkan hasil evaluasi siswa pada siklus II mengalami peningkatan nilai rata-rata menjadi 75

(6)

Vol. 1 No. 2, Desember 2019

72 dengan ketuntasan belajar 86,95%. Tercapainya keberhasilan pembelajaran ini tidak lepas dari peran aktif siswa dalam kegiatan pembelajaran. Hal ini sesuai dengan apa yang dikemukakan [12] bahwa dengan partisipasi aktif siswa, pengetahuan mereka akan berkembang dengan lebih baik yang pada akhirnya diharapkan mampu meningkatkan prestasi belajar siswa. Artinya bahwa dengan meningkatnya aktivitas siswa tersebut maka prestasi siswa juga meningkat.

Secara individual terdapat 3 orang siswa yang tidak pernah tuntas dari siklus I dan II. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor, salah satunya adalah rendahnya aktivitas siswa tersebut dalam memanfaatkan refrensi lain yang diberikan guru untuk membuat soal sehingga berakibat pada kurangnya pemahaman konsep siswa secara utuh karena yang dibahas adalah soal yang dibuat oleh siswa sendiri. Rendahnya pemahaman konsep siswa membuat siswa mengalami kesulitan saat mengerjakan soal-soal evaluasi. Adapun tindakan yang dilakukan terhadap 3 orang siswa yang tidak pernah tuntas tersebut ialah dengan melakukan remidiasi atau penyembuh supaya 3 orang siswa tersebut tidak ketinggalan nilai dengan teman-temannya yang lain khususnya di pembelajaran dimensi tiga. Menurut KBBI, remedial mempunyai arti bersifat menyembuhkan atau berhubungan dengan perbaikan pengajaran atau pengajaran ulang bagi siswa yang hasil belajarnya jelek [10]. Namun, tidak pernah tuntasnya 3 orang siswa tidak mempengaruhi indikator keberhasilan dalam penelitian ini. Indikator keberhasilan dalam penelitian ini adalah prestasi belajar siswa dikatakan meningkat apabila tercapai ketuntasan klasikal 85% dan siswa lulus secara individu jika nilai yang diperoleh minimal 70 sesuai dengan kriteria ketuntasan minimal mata pelajaran matematika di SMA Al-Fathyah

setelah diterapkan model

pembelajaranproblem posing. Hal ini sejalan dengan pendapat dari [13] secara kelompok ketuntasan belajar dinyatakan telah

tercapai jika sekurang-kurangnya 85% dari siswa dalam kelompok yang bersangkutan telah memenuhi kriteria ketuntasan secara perorangan. Aktivitas belajar siswa dikatakan meningkat apabila aktivitas belajar siswa minimal berkategori aktif. Sehingga walaupun terdapat 3 orang siswa yang tidak pernah tuntas, secara keseluruhan penelitian ini dapat dikatakan berhasil meningkatkan aktivitas dan prestasi belajar siswa. Dengan adanya kekurangankekurangan ini diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan bagi guru atau peneliti selanjutnya agar dapat menciptakan suatu kegiatan pembelajaran yang lebih optimal dengan menerapkan model problem posing learning tanpa kekurangan-kekurangan yang berarti.

Dengan demikian, berdasarkan uraian di atas maka dengan menerapkan model problem posing tipe post solution posing dapat meningkatkan aktivitas dan prestasi belajar siswa pada pembelajaran materi dimensi tiga kelas X SMA Al-Fathyah tahun pelajaran 2015/2016.

SIMPULAN (PENUTUP)

Kesimpulan yang dapat diperoleh dalam penelitian ini adalah penerapan Model Problem posing post tipe solution posing yang optimal dapat meningkatkan aktivitas dan prestasi belajar siswa kelas X semester II SMA AlFathyah tahun pelajaran 2015/2016 pada pembelajaran dimensi tiga. Hal ini terlihat dari pencapaian skor aktivitas dari siklus I ke siklus II. Pada siklus I pertemuan 1 yaitu 11,33 dengan kategori kurang aktif dan pada pertemuan 2 yaitu 14 dengan kategori aktif. Selanjutnya pada siklus II pertemuan 1 yaitu 14,66 dengan kategori aktif dan pada pertemuan 2 yaitu 14,33 dengan kategori aktif. Peningkatan prestasi belajar siswa dapat dilihat dari pencapaian nilai ratarata dan ketuntasan klasikal masing-masing siklus. Siklus I nilai rata-rata 64,8 dengan ketuntasan klasikal 56,5% dan siklus II nilai rata-rata 75 dengan ketuntasan klasikal 86,95%.

(7)

Vol. 1 No. 2, Desember 2019

73 DAFTAR PUSTAKA

[1] Afifi, J. 2012. Inovasi-Inovasi Kreatif Manajemen Kelas Dan Pengajaran Efektif. Jakarta: Dira Press.

[2] Arikunto, S. 2008. Penelitian Tindakan Kelas (Classroom Action Research-CAR). Jakarta: Bumi Aksara. [3] Aqib, Z. 2003. Profesionalisme Guru

Dalam Pembelajaran. Surabaya: Insan Cendika.

[4] Chairani, Z .2007 . Problem Posing Dalam Pembelajaran Matematika . Makalah .disajikan pada Seminar Nasional Pendidikan Matematika tanggal 8 September 2007 di Hotel Palam Banjarmasin.

[5] Halim, A.F. 2009. Matematika: Hakikat dan Logika. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.

[6] Hamalik, O. 2012. Pendekatan Baru Strategi Belajar Mengajar Berdasarkan CBSA. Bandung: Sinar baru Algensiando.

[7] Hernowo. 2006. Seri Pengantar Untuk Guru “Menjadi Guru Yang Mau

Dan Ingin Mampu Mengajar Secara Kreatif”.Bandung: MLC Hernowo. 2006. Seri Pengantar Untuk Guru “Menjadi Guru Yang Mau Dan Ingin Mampu Mengajar Secara Kreatif”.Bandung: MLC [8] Isjoni. 2011. Cooverative Learning:

Efektivitas Pembelajaran Kelompok. Bandung: Alfabeta. [9] Nurkancana, W. 1990. Evaluasi Hasil

Belajar. Surabaya : Usaha Nasional. [10] Prasetiyo, J. 2013. Evaluasi dan Remidiasi Belajar. Jakarta: Trans Info Media

[11] Shoimin, A. 2014. 68 Model Pembelajaran Inovatif dalam Kurikulum 2013. Yogyakarta: Ar-ruz Media.

[12] Slameto. 2010. Belajar dan Faktor-faktor Yang Mempengaruhinya. Jakarta: Rineka Cipta.

[13] Suriosubroto. 2005. Tata Laksana Kurikulum. Jakarta: Rineka Cipta.

Gambar

Table 1 Ringkasan hasil penelitian siklus I dan siklus II

Referensi

Dokumen terkait

1) Satuan organisasi (sekolah atau dinas pendidikan) yang mengelola sumber daya manusia yang bertugas mengidentifikasi kebutuhan organisasi secara keseluruhan, baik

PENGGUNAAN REGRESI AKAR LATEN UNTUK MEMPREDIKSI PENJUALAN MOBIL DI AMERIKA.. SERIKAT

Nomor 78, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4301); Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2010 tentang Pengelolaan dan Penyelenggaf,aan

1) Mendorong seseorang untuk melakukan suatu tindakan. Motivasi dalam hal ini sebagai motor penggerak dari setiap tindakan yang dilakukan. Misal siswa yang ingin

perpindahan kalor, efisiensi, dan efektivitas sirip kerucut dengan diameter sebagai fungsi posisi pada keadaan tak tunak serta memvariasikan nilai koefisien perpindahan

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh perbedaan konsentrasi kanji terhadap densitas, kadar air dan nilai kalor pada briket dan untuk mengetahui

Sifat fenotip yangg terlihat pada To Balo nampak sama dengan orang normal pada umumnya yang berbeda hanya karena mereka memilki kulit yang berbercak putih

Hasil korelasi dengan product moment pearson pada pengujian H 3 menunjukkan ada hubungan antara kualitas relasi atasan-bawahan. dengan kebermaknaan kerja (r x1y= 0,686,