BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Suatu peraturan atau hukum dibuat adalah sebagai salah satu sarana dalam pengendalian sosial, sehingga diharapkan hukum atau peraturan tersebut dapat melembaga atau bahkan mendarah daging dalam diri masyarakat yang bersangkutan. Agar hukum dapat dijadikan sebagai sarana pengendalian sosial, maka perlu adanya kondisi yang mendasari suatu sistem hukum, agar dapat dipakai sebagai alat untuk merubah masyarakat. Kondisi tersebut adalah; pertama: hukum merupakan aturan-aturan umum yang tetap, kedua: hukum tersebut harus jelas dan diketahui oleh masyarakat yang kepentingannya diatur oleh hukum tersebut, ketiga: sebaiknya dihindari penerapan peraturan yang bersifat retoaktif, keempat: hukum tersebut harus dimengerti oleh umum, kelima: adanya korelasi antara hukum dengan pelaksanaan atau penerapan hukum tersebut.1
Syarat-syarat dan kondisi tersebut termuat dalam sebuah peraturan atau hukum, agar peraturan atau hukum tersebut tetap eksis di masyarakat. Adapun yang mempunyai kaitan erat dengan permasalahan yang dibahas adalah yang berkenaan dengan kondisi yang mendasari suatu peraturan. Dan agar peraturan tersebut dapat tetap terpakai harus ada korelasi antara peraturan dengan pelaksanaannya.
1
Suryono Soekanto, Pokok-Pokok Sosiologi Hukum, Jakarta: Rajawali, Cet. ke-1, 1980, hlm. 138
Bagi umat Islam, mematuhi dan melaksanakan peraturan adalah merupakan suatu kewajiban yang tidak boleh diabaikan, sebab bagaimanapun juga peraturan tersebut dibuat oleh pemerintah dengan telah memuat tujuan-tujuan syari’at secara umum, yang berarti bahwa peraturan tersebut ditujukan untuk kemaslahatan umat manusia dan berfungsi untuk memberikan kemanfaatan dan menolak kemadlaratan.2
Sebagaimana diketahui bahwa peradaban manusia semakin maju seiring dengan perkembangan teknologi dan ilmu pengetahuan, dan dengan itu pula timbul berbagai permasalahan dalam kehidupan manusia yang sangat kompleks, yang menuntut adanya pemecahan, sehingga syari’ah dalam hal ini fiqh Islam dituntut untuk bisa memberikan jalan keluar bagi masalah-masalah tersebut.
Allah SWT telah menjadikan manusia untuk saling tolong menolong dan saling membutuhkan dalam segala urusan dan kepentingan yang menyangkut hajat hidup manusia pada umumnya, hal ini telah disebutkan dalam al-Qur’an surat al-Maidah ayat 2 yang berbunyi:
ﻮﻧﻭﺎﻌﺗ ﺎﹶﻟﻭ ﻯﻮﹾﻘﺘﻟﺍﻭ ﺮِﺒﹾﻟﺍ ﻰﹶﻠﻋ ﺍﻮﻧﻭﺎﻌﺗﻭ
ِﻥﺍﻭﺪﻌﹾﻟﺍﻭ ِﻢﹾﺛِﺈﹾﻟﺍ ﻰﹶﻠﻋ ﺍ
Artinya:”Dan tolong menolonglah kamu dalam hal kebajikan dan taqwa, dan
janganlah tolong menolong kamu dalam hal berbuat dosa dan pelanggaran”. ( QS. al-Maidah : 2 ).3
2
Muhammad Muslehuddin, Filsafat Hukum Islam dan Pemikiran Orientalis, alb, Yudian Wahyudi Asmin, Yogyakarta: Tiara Wacana, Cet. ke-2, 1991, hlm. 127
3
Secara garis besar, hukum Islam dibagi menjadi dua golongan, yaitu hukum ibadah dan hukum mu’amalah.4 Fiqh ibadah meliputi aturan-aturan yang mengatur tentang sholat, puasa, zakat, haji dan semua ibadah yang mengatur hubungan manusia dengan Allah SWT. Sedangkan fiqh muamalah adalah memuat seperangkat aturan yang mengatur hubungan antar manusia, seperti perikatan, sangsi, hukum, dan lain sebagainya yang bertujuan agar terwujud ketertiban dan keadilan baik secara perorangan maupun kemasyarakatan.
Salah satu bentuk hubungan antar individu yang membutuhkan suatu pedoman khusus yang harus dipegang adalah donor darah. Karena apabila tidak dilaksanakan sesuai dengan peraturan yang ada maka akan menimbulkan kerusakan dalam masyarakat, karena tujuan dari adanya pedoman tersebut adalah untuk menjamin keselarasan dan keselamatan dalam kehidupan manusia.
Ulama’ fiqh menetapkan bahwa perbuatan menyumbangkan darah adalah diperbolehkan, untuk membantu sesama manusia yang amat membutuhkan. Seperti hadits yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah : “Sesungguhnya Allah akan menolong hamba-Nya selama hamba itu menolong saudaranya”. Disamping bertujuan untuk kemaslahatan umat manusia juga bertujuan untuk menghindari segala kemadlaratan atau yang merugikan manusia. Menyumbangkan darah untuk orang lain yang sangat membutuhkan menurut fuqaha’ termasuk dalam kerangka tujuan syari’at Islam yaitu
4
Drs. Ahmad Rofiq, MA, Hukum Islam Di Indonesia, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1997, Hlm. 10
menghindarkan salah satu kemadlaratan yang akan menimpa diri seseorang, oleh sebab itu ulama’ fiqh menetapkan bahwa perbuatan menyumbangkan darah adalah termasuk dalam tuntutan Allah SWT sebagaimana yang terdapat dalam surat al-maidah ayat 32 :
ﹰﺎﻌﻴِﻤﺟ ﺱﺎﻨﻟﺍ ﺎﻴﺣﹶﺃ ﺎﻤﻧﹶﺄﹶﻜﹶﻓ ﺎﻫﺎﻴﺣﹶﺃ ﻦﻣﻭ
Artinya: “Dan barang siapa yang memelihara kehidupan manusia maka
seolah-olah dia memelihara kehidupan manusia seluruhnya”.( QS. Al-maidah: 32)5
Jadi menyumbangkan darah bagi kemanusiaan sangatlah dianjurkan dalam Islam, baik itu disumbangkan secara langsung kepada yang membutuhkan maupun diserahkan lewat Palang Merah Indonesia atau bank darah guna disimpan agar sewaktu-waktu dapat digunakan untuk menolong orang apabila ada yang membutuhkan.
Palang Merah Indonesia atau yang biasa disebut sebagai PMI merupakan lembaga yang mempunyai kewenangan khusus untuk menampung dan mendistribusikan darah. Dan sudah barang tentu PMI mempunyai aturan-aturan tersendiri yang mengatur kedua hal tersebut di atas. Aturan-aturan-aturan tersebut dimaksudkan agar supaya dalam penampungan atau pendistribusian bisa dilaksanakan dengan baik dan teratur tanpa adanya suatu pelanggaran atau penyalahgunaan dalam kedua hal tersebut dengan tujuan-tujuan tertentu seperti diperjual belikan atau dikomersilkan. Aturan tentang larangan jual beli darah ini telah jelas tertuang dalam Peraturan Pemerintah No.18 tahun 1980 Bab 3 pasal 3 yang berbunyi: “Dilarang memperjual belikan darah dengan
5
dalih apapun”. Karena banyak sekali kasus yang terjadi dalam masyarakat tentang jual beli darah secara illegal tanpa diketahui oleh pihak-pihak yang berwenang. Alangkah tidak etisnya apabila hal tersebut ternyata betul-betul terjadi dalam masyarakat atau bahkan telah membudaya, padahal jelas sekali sudah ada peraturan dan lembaga yang berhak mengatur masalah tersebut.
Melihat fenomena yang demikian, maka penulis mengangkat judul “Study Analisis Terhadap Praktek Pembiayaan Transfusi Darah di Unit Transfusi Darah Cabang Kota Semarang Relefansinya dengan Pasal 9 ayat 1 PP No. 18 Tahun 1980” untuk mengungkap lebih jauh tentang pembiayaan transfusi darah yang terjadi di Unit Transfusi Darah Cabang Kota Semarang dan pendapat para Ulama’ fiqh tentang hal tersebut, kemudian dari hasil penelitian akan dirangkum kedalam sebuah skripsi.
B. Rumusan Masalah
Dalam pendahuluan tersebut diatas telah digambarkan sedikit tentang sekilas permasalahan yang melatar belakangi penyusunan skripsi ini. Gambaran diatas masih berupa abstraksi jalan pemikiran yang masih belum kongkrit pokok permasalahannya sehingga perlu adanya perumusan yang lebih kongkrit.
Pokok permasalahan yang paling menonjol dan akan dicari titik penyelesaiannya dalam skripsi ini adalah :
1. Bagaimana praktek pembiayaan transfusi darah yang dilakukan oleh Unit Transfusi Darah Cabang Kota Semarang terkait dengan pasal 9 ayat 1 PP No. 18 Tahun 1980 tentang pembiayaan transfusi darah
2. Bagaimana pendapat Ulama’ fiqh terhadap pembiayaan transfusi darah
C. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penulis membahas skripsi dengan judul tersebut diatas ialah:
a. Untuk mengetahui praktek pembiayaan transfusi darah yang dilakukan oleh Unit Transfusi Darah Cabang Kota Semarang kaitannya dengan pasal 9 ayat 1 PP No. 18 Tahun 1980
b. Untuk mengetahui pendapat ulama’ fiqh tentang pembiayaan transfusi darah.
D. Telaah Pustaka
Untuk menghindari duplikasi dari sebuah penelitian maka penulis akan melakukan telaah pustaka terhadap hasil penelitian dan buku-buku yang berkaitan dengan penelitian yang akan dilakukan penulis.
Abul Fadl dalam bukunya Kloning, Eutanasia, Transfusi darah,
Transplantasi organ, dan eksperimen pada hewan menjelaskan bahwa umat
Islam boleh melakukan transfusi darah pada kondisi-kondisi yang mengancam nyawa seseorang, memandang transfusi darah sebagai suatu pengobatan untuk kasus kehilangan darah, dan penyakit-penyakit lain yang berhubungan dengan
gangguan darah. Dan dijelaskan pula tentang pendapat para ulama' yang sepakat dengan larangan menjual darah. Karena menurut hukum Islam, darah yang mengalir keluar dari tubuh adalah benda najis, dan menurut prinsip hukum Islam, jika suatu benda dinyatakan terlarang bagi muslim maka jual beli atas benda tersebut juga dilarang.6
Selain itu dalam skripsinya M. Nashihin, Tinjauan Hukum Islam
Terhadap PP No.18 Tahun 1980 tentang Transfusi Darah. Di situ hanya
menjelaskan mengenai transfusi darah dilihat dari sudut pandang hukum Islam dan penjelasan mengenai aturan-aturan tentang transfusi darah yang termuat dalam PP No. 18 Tahun 1980.7 Perbedaan yang paling mendasar antara skripsi M. Nasihin dengan skripsi yang penulis buat adalah terletak pada praktek pembiayaannya.
E. Metodologi Penelitian
Metode merupakan alat bantu yang utama dalam setiap penulisan ilmiyah, baik untuk memahami permasalahan maupun di dalam menyusun tulisan karya ilmiyah itu sendiri. Adapun jumlah dan jenis metode yang akan dipergunakan, ditentukan oleh sifat dan jenis penelitian. Sehingga penelitian dapat mencapai hasil yang optimal dan pelaksanaannya terarah dan rasional. Adapun penulisan skripsi ini menggunakan beberapa metode agar diperoleh
6
Abul Fadl Mohsin Ebrahim, Kloning, Eutanasia, Tranfusi darah, Transplantasi organ,
dan Eksperimen pada Hewan Telaah Fiqih dan Bioetika Islam, Jakarta: Serambi Ilmu Semesta,
Cet. ke-1, 2004, hlm. 163
7
M. Nasihin, Tinjauan Hukum Islam Terhadap PP No.18 tahun 1980 Tentang Transfusi
Darah, Skripsi Sarjana Hukum Islam Syari'ah, Yogyakarta : Perpustakaan Fakultas Syari'ah UIN
suatu hasil yang falid sehingga dapat dipertanggung jawabkan kebenarannya, metode tersebut adalah:
1. Metode pengumpulan data
Riset lapangan atau Field Research
Yaitu penelitian yang didasarkan obyek lapangan di daerah atau lokasi tertentu guna mendapatkan data-data yang nyata dan benar.8 Dalam hal ini penulis mengadakan penelitian lapangan di Unit Transfusi Darah Cabang Kota Semarang untuk mencari data-data yang berhubungan dengan permasalahan skripsi tersebut, selanjutnya penulis menggunakan metode sebagai berikut:
a. Interview ( wawancara)
Yaitu suatu kegiatan yang dilakukan untuk mendapatkan informasi secara langsung dengan mengungkapkan pertanyaan-pertanyaan pada para responden.9 Dalam hal ini penulis mengadakan wawancara dengan Pengurus Unit Transfusi Darah Cabang kota Semarang sie Bina donor Dra. Ani Siswati. Metode ini penulis terapkan pada bab III untuk memperoleh penjelasan tentang sejarah, visi dan misi serta struktur organisasi yang ada di Unit Transfusi Darah Cabang Kota Semarang.
8
Hadari Nawawi, Metode Penelitian Bidang Sosial, Yogyakarta: Gajah Mada University Press, hlm. 31
9
Koentjoroningrat, Metode-Metode Penelitian Masyarakat, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1990, hlm. 129
b. Observasi
Yaitu suatu pengamatan yang dilakukan secara sengaja dan sistematis mengenai fenomena sosial dengan gejala-gejala psikis untuk kemudian di adakan pencatatan.10 Metode ini penulis gunakan untuk menunjang dan sebagai bahan penguat pada bab III yang berkaitan dengan pelaksanaan kerja petugas Unit Transfusi Darah Cabang Kota Semarang.
c. Dokumentasi
Yaitu pengumpulan data lewat pengumpulan bahan-bahan sebagai pelengkap melalui petugas atau mencarinya sendiri dalam file-file yang tersedia,11 dalam hal ini penulis mencari dokumen atau surat-surat resmi yang berkaitan dengan kebijaksanaan Unit Transfusi darah Cabang Kota Semarang dalam menentukan biaya transfusi darah . 2. Metode Analisis Data
Sebagai tindak lanjut dalam pengumpulan data, maka metode pengumpulan data menjadi signifikan untuk menuju sempurnanya penelitian ini. Dalam analisis data, penulis menggunakan metode deskriptif analitis, yaitu menggambarkan atau melukiskan obyek-obyek permasalahan berdasarkan fakta secara sistematis, memberikan analisis secara cermat, kritis, luas dan mendalam terhadap obyek kajian dengan mempertimbangkan kemaslahatan.12 Dengan demikian analisis ini, penulis
10
P Joko Subagyo, Metode Penelitian Dalam Teori Dan Praktek, Jakarta: Rineka Cipta, Cet. ke-1, 1999, hlm.63
11
Koentjoroningrat, Op.cit., hlm. 46
12
gunakan untuk mendeskripsikan pelaksanaan usaha kesehatan dibidang transfusi darah di Unit Transfusi Darah Cabang Kota Semarang kemudian menganalisisnya dengan bukti kebenaran yang ada. Dalam hal ini analisis difokuskan pada praktek pembiayaan transfusi darah di Unit Transfusi Darah Cabang Kota Semarang. Analisis ini akan digunakan pada bab IV.
F. Sistimatika Pembahasan
Penyusunan skripsi ini terdiri dari lima bab, masing-masing bab terdiri dari sub-sub bab, adapun sistimatikanya adalah sebagai berikut:
Bab I Pendahuluan, dalam bab ini akan dijelaskan mengenai latar belakang permasalahan, supaya pembahasan skripsi ini tidak meluas, penulis membuat ulasan dengan pokok permasalahan agar menjadi jelas dan lebih terarah tujuannya. Dengan telaah pustaka, maka akan dapat diketahui posisi masalah yang sedang dibahas dengan hubungannya penelitian yang telah dilakukan oleh para pendahulu. Kemudian menggunakan metode penulisan yang sesuai dan dapat dipertanggung jawabkan sebagai pendukungnya, yang terakhir dalam bab ini penulis menyusun terlebih dahulu sistematika penyusunannya, hal ini diharapkan agar lebih mudah dalam mengerjakannya. Dengan demikian dalam Bab I ini ada enam sub bab yang akan dibahas yaitu antara lain, latar belakang permasalahan, permasalahan dan ruang lingkup tujuan penulisan, telaah pustaka, metode penulisan dan sistematika pembahasan.
Bab II berisi tinjauan umum tentang PP No. 18 Tahun 1980 tentang transfusi darah, dalam bab ini akan dijelaskan tentang latar belakang Peraturan Pemerintah, pengertian transfusi darah, proses pengadaan darah di indonesia, dan perbuatan yang dilarang berkenaan dengan transfusi darah
Bab III berisi tentang praktek pembiayaan transfusi darah di Unit Transfusi Darah Cabang Kota Semarang, dalam bab ini akan dijelaskan tentang profil Unit Transfusi Darah Cabang Kota Semarang yang meliputi sejarah berdirinya serta visi dan misinya dan struktur organisasinya. Kemudian tentang sistem pelayanan permintaan darah dan sistim pembiayaan serta pendapat ulama fiqh terhadap pembiayaan transfusi darah.
Bab IV berisi tentang analisis terhadap praktek pembiayaan transfusi darah di Unit Transfusi Darah Cabang Kota Semarang relefansinya dengan pasal 9 ayat 1 PP No. 18 Tahun 1980, mencakup tentang analisis pendapat ulama’ fiqh terhadap praktek pembiayaan transfusi darah dan analisis terhadap praktek pembiayaan transfusi darah di Unit Transfusi Darah Cabang Kota Semarang relefansinya dengan pasal 9 ayat 1 PP No. 18 Tahun 1980.
Bab V berisi penutup yang sekaligus merupakan bab terakhir, dalam bab ini mencakup kesimpulan, saran-saran dan penutup.