• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL DAN PEMBAHASAN. Keadaan Umum Lokasi Pengamatan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "HASIL DAN PEMBAHASAN. Keadaan Umum Lokasi Pengamatan"

Copied!
30
0
0

Teks penuh

(1)

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Lokasi Pengamatan

Desa Tanjung Manggu, Sindangrasa, Imbanaraga (Kabupaten Ciamis, Jawa Barat)

Desa Tanjung Manggu, Sindangrasa,Imbanagara, Ciamis, Jawa Barat merupakan salah satu dari tiga populasi penyebaran ayam Kampung yang besar di Jawa Barat. Kabupaten Ciamis mempunyai luas wilayah sekitar 244.479 ha yang secara geografis terletak padakoordinat 1080 20"-1080 40" BTdan70 40' 20"-70 41' 20" LS. Rata-rata curah hujan Kabupaten Ciamis sekitar 2.987 mm/tahun(Pemerintah Daerah Propinsi Jawa Barat, 2010) pada ketinggian 731 m dpl. Rataan suhu udara sekitar 21-310C dan kelembaban 58%-93% (Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika, 2012). Kabupaten Ciamis memiliki dua Kawasan Andalan yaitu Kawasan Andalan Priangan Timur dengan arahan pengembangan untuk kegiatan pertanian, kehutanan, perikanan, kelautan dan pariwisata serta Kawasan Andalan Pangandaran dengan kegiatan unggulan pengembangan kepariwisataan dan bisnis kelautan. Gambar 7menyajikan peta lokasi desa Tanjung Manggu, Sindangrasa, Imbanagara, Kabupaten Ciamis.

Sumber : Google Earth (2012)

Gambar 7. Peta Lokasi Desa Tanjung Manggu, Sindangrasa, Imbanagara,

Kabupaten Ciamis

Pemeliharaan ayam Kampung di Ciamis dilakukan secara semi intesif. Pakan yang diberikan pada ternak tersebut berupa limbah dapur dan dedak padi. Pemberian vitamin sebagai anti stress diberikan untuk pencegahan terhadap penyakit. Peternak

(2)

memberikan pakan pada pagi dan sore hari. Pemberian pagi hari diberikan sebelum ayam dilepas (diumbar) dan ketika ayam kembali ke kandang pada sore hari. Peternak ayam Kampung Kabupaten Ciamis berada di bawah pengawasan HIMPULI (Himpunan Peternak Unggas Lokal Indonesia). Organisasi ini diketuai oleh Nur Muttaqin, SH.I yang merupakan ketua HIMPULI wilayah Ciamis. Ayam Kampung yang dipelihara masyarakat Ciamis sebagian besar digunakan sebagai tabungan hidup untuk menopang keperluan hidup mereka. Pemasaran ayam Kampung hidup dan telurnya difasilitasi oleh HIMPULI.Gambar 8 menyajikan keadaan perkandangan di daerah Ciamis, Jawa Barat.

Gambar 8. Kandang Ternak Ayam Kampung di Desa Tanjung Manggu Ciamis Tipe kandang di lokasi penelitian berbentuk kandang individu bertingkat yang dibuat dari bambu dan naungan genteng. Tiap kandang dapat diisi lebih dari satu ekor ayam.Kandang individu yang diisi dengan satu ekor ayam biasanya digunakan hanya untuk betina yang sedang mengeram.

Desa Dampyak, Mejasem Timur (Kabupaten Tegal, Jawa Tengah)

Desa Dampyak, Kecamatan Mejasem Timur, Tegal, Jawa Tengah memiliki populasi ayam Kampung yang besar untuk propinsi Jawa Tengah. Kabupaten Tegal memiliki luasan wilayah daratan sebesar 87.879 ha dan lautan 121,50 km2. Secara geografis terletak antara 1080 57'6"-1090 21'30" BT dan antara 60 50'41"-70 15'30" LS, (Pemerintah DaerahPemerintah Kabupaten Tegal, 2011) pada ketinggian

(3)

1.200-2.050 m dpl. Rataan suhu harian 23-320C dengan kelembaban 55%-88% (Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika, 2012). Gambar 9 menyajikan lokasi desa Dampyak, Mejasem, Tegal, Jawa Tengah.

Sumber : Google Earth (2012)

Gambar 9. Peta Lokasi Desa Dampyak, Mejasem Timur, Kabupaten Tegal Pemeliharaan ayam Kampung di Tegal dilakukan dengan sistem semi intensif. Kepemilikan ayam Kampung masing-masing kepala keluarga berkisar 3-10 ekor. Jenis pakan yang diberikan berupa limbah dapur dan dedak padi. Gambar 10 menyajikan ilustrasi kandang di desa Dampyak, Tegal.

(4)

Pemberian pakan dilakukan pada pagi hari sebelum ayam dikeluarkan dan pada sore hari ketika ayam kembali ke kandang untuk istirahat. Ayam Kampung memiliki kandang dan ditemukan yang tidak dikandangkan khusus, tetapi ditempatkan pada bangunan yang tidak digunakan seperti rumah kosong yang sudah tidak digunakan pemiliknya atau di atas pohon yang diberi naungan plastik. Ayam Kampung juga ditempatkan pada sudut dapur dengan menggunakankurungan ayam. Ayam dibiarkan bebas mencari makan di luar bangunan kandang sepanjang hari, dari pagi sampai sore hari.

Bangunan kandang khusus didirikan di halaman belakang rumah dengan pembatas berupa tembok supaya ayam dapat dikontrol peternak. Ayam dibiarkan beraktivitas di lahan sekeliling kandang yang dibatasi tembok.

Desa Duren Talun, Blitar, Jawa Timur

Desa Duren Talun, Blitar, Jawa Timur merupakan salah satu lokasi penelitian ayam Kampung yang mewakili populasi ayam Kampung di provinsi Jawa Timur. Kabupaten Blitar memiliki ketinggian sekitar 167 m dpl. Luasan Kabupaten Blitar adalah 1.588,79 km2. Kabupaten Blitar terletak di sebelah selatan garis khatulistiwa yaitu pada 111040'-112010' BT dan 78058'-809' LS(Pemerintah DaerahPemerintah Kabupaten Blitar, 2011)pada ketinggian 150 m dpl. Rataan suhu 20-300C dengan kelembaban 60%-92% (Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika, 2012).Gambar 11 menyajikan lokasi desa DurenTalun, Blitar, Jawa Timur.

(5)

Gambar 11. Peta Lokasi Desa Duren Talun, Blitar

Kepemilikan ayam Kampung sekitar 3-15 ekor per kepala keluarga. Gambar menyajikan peta lokasi desa Duren Talun, Blitar, Jawa Timur. Sistem pemeliharaan dilakukan secara semi intensif. Ayam dikandangkan dan diberi makan pada pagi dan sore hari. Pemberian pakan pada pagi hari dilakukan sebelum ternak dikeluarkan dari kandang untuk mencari makan dan pada sore hari pada saat ternak kembali ke kandang untuk beristirahat. Pakan terdiri atas limbah dapur, dedak padi dan jagung pipilan yang telah dikeringkan. Gambar 12 menyajikan kandang ayam Kampung di lokasi Blitar.

Gambar 12. Kandang Ayam Kampung di Lokasi Penelitian Blitar

Kandang dibuat dari bahan kayu atau bambu dengan naungan dari genteng atau asbes.Gambar 10 menyajikan ilustrasi tipe kandang ayam Kampung di desa Duren Talun. Tipe kandang individu dan kelompok yang digunakan peternak desa Duren Talun. Kandang individu yang dilengkapi dengan wadah berjerami, digunakan untuk betina yang sedang mengeram, kandang kelompok diisi paling sedikit dengan lima ekor ayam jantan dan betina.

Analisis Deskriptif Ukuran Linear Permukaan Tubuh Ayam Kampung di Lokasi Pengamatan Ciamis, Tegal, dan Blitar

Tabel 3, 4 dan 5 menyajikan hasil pengukuran variabel yang diamati pada ayam Kampung di Ciamis, Tegal dan Blitar. Koefisien keragaman ukuran linear permukaan tubuh yang diamati kecuali tinggi jengger berkisar antara7,68%-18,59%.Kisaran tersebut menurut Syahid (2009) dikategorikan ke dalam kisaran keragaman sedang pada kondisi heterogen yaitu antara 10%-20%. Tabel 3

(6)

menyajikan Hasil Pengukuran Variabel yang Diamati pada Ayam Kampung Jantandan Betina di Lokasi Pengamatan Ciamis.

Tabel 3. Hasil Pengukuran Variabel yang Diamati pada Ayam Kampung Jantan dan Betina di Lokasi Pengamatan Ciamis

Variabel Pengukuran Jenis Kelamin

♂ (45 ekor) ♀ (50 ekor) ---(g)--- Bobot Badan 2.064,4±501,9 (24,31%) 1.618±342,1 (21,14%) ---(mm)--- Panjang Femur 127,39±15,53 (12,19%) 121,57±18,31 (15,06%) Panjang Tibia 162,11±16,12 (9,95%) 142,80±20,16 (14,12%) Panjang Shank 103,22±10,82 (10,48%) 85,07±12,52 (14,71%) Lingkar Shank 52,63± 7,03 (13,36%) 44,760±3,67 (8,21%) Panjang Sayap 163,55±18,55 (11,34%) 154,81±21,35 (13,79%) Panjang Maxilla 36,36±5,05 (13,89%) 32,82±3,76 (11,46%) Tinggi Jengger 26,55±15,10 (56,87%) 10,89±6,37 (58,53%) Panjang Jari Ketiga 62,16±7,55 (12,15%) 54,06±7,15 (13,22%) Panjang Dada 151,75±15,27 (10,06%) 143,05±17,76 (12,42%) Lebar Dada 82,89±9,16 (11,06%) 77,81±8,41 (10,81%) Dalam Dada 79,10±9,54 (12,06%) 73,14±7,91 (10,81%) Lebar Pinggul 75,63±8,17 (10,81%) 73,30±9,25 (12,61%)

Keterangan: Persen dalam tanda kurung menunjukkan koefisien keragaman

Koefisien keragaman dihubungkan dengan upaya seleksi. Produk seleksi adalah keragaman yang rendah yang dicerminkan dengan nilai koefisien keragaman yang rendah. Seleksi menurut Noor (2004) meliputi seleksi alam dan seleksi buatan. Dijelaskan bahwa pada seleksi buatan, peran manusia sangat dominan dalam menentukan ternak yang boleh bereproduksi berdasarkan sifat-sifat yang sesuai dengan keinginan dan kebutuhan. Ayam Kampung lebih dominan mengalami seleksi alam dibandingkan seleksi buatan sehingga memberikan keleluasaan kerangka tubuh untuk berkembang secara optimal. Seleksi yang dilakukan peternak pada ayam Kampung adalah bobot badan dan produksi telur sehingga dikategorikan sebagai ayam tipe dwiguna (Sulandari et al., 2007). Perolehan koefisien keragaman pada ukuran linear permukaan tubuh ayam Kampung yang diamati secara tidak langsung

(7)

mencerminkan bahwa seleksi terhadap sifat bobot badan dan produksi telur telah dilakukan peternak.

Ayam Kampung merupakan ayam tipe dwiguna, karena peternak menyeleksi ke arah pedaging dan petelur (Sulandari et al., 2007). Keragaman lingkar shank ayam Kampung betina pada lokasi pengamatan Ciamis memiliki nilai koefisien yang lebih rendah dibandingkan dengan jantan. Keseragaman yang tinggi pada ukuran lingkar shank ayam Kampung betina menunjukkan bahwa ukuran lingkar shank telah terseleksi. Hal tersebut disajikan pada Tabel 3.

Lingkarshank ayam Kampung betina pada lokasi pengamatan Tegal memiliki nilai koefisien keragaman yang lebih rendah dibandingkan dengan jantan. Hal tersebut menunjukkan bahwa lingkar shank telah terseleksi lebih ketat pada ayam Kampung betina Tegal. Hal tersebut disajikan pada Tabel 4.

Tabel 4. Hasil Pengukuran Variabel yang Diamati pada Ayam Kampung Jantan dan Betina di Lokasi Pengamatan Tegal

Variabel Pengukuran Jenis Kelamin

♂ (20 ekor) ♀ (76 ekor) ---(g)--- Bobot Badan 1.825±432,7 (23,71%) 1.368,4±239 (17,47%) ---(mm)--- Panjang Femur 129,45±16,32 (12,61%) 116,69±16,05 (13,76%) Panjang Tibia 152,70±17,75 (11,62%) 138,21±15,81 (11,44%) Panjang Shank 99,10±10,59 (10,68%) 82,03±7,95 (9,69%) Lingkar Shank 48,85±5,70 (11,66%) 41,85±4,02 (9,60%) Panjang Sayap 154,06±15,06 (9,77%) 140,16±15,62 (11,14%) Panjang Maxilla 32,46±6,04 (18,59%) 30,34±4,66 (15,31%) Tinggi Jengger 19,23±9,70 (50,42%) 10,45±5,78 (55,32%) Panjang Jari Ketiga 64,33±7,43 (11,54%) 54,89±5,70 (10,39%) Panjang Dada 145,30±13,03 (8,97%) 134,92±13,10 (9,71%) Lebar Dada 83,82±7,06 (8,43%) 77,06±8,83 (11,46%) Dalam Dada 70,73±9,20 (13,00%) 66,95±8,16 (12,18%) Lebar Pinggul 71,68±7,06 (9,84%) 67,40±6,29 (9,33%)

(8)

Ayam Kampung betina pada lokasi pengamatan Blitar memiliki nilai koefisien keragaman lingkar shank yang lebih rendah dibandingkan dengan jantan. Hal tersebut menunjukkan bahwa ayam Kampung betina Blitar telah terseleksi ketat pada sifat lingkar shank. Hal tersebut disajikan pada Tabel 5.

Tabel 5. Hasil Pengukuran Variabel yang Diamati pada Ayam Kampung Jantan dan Betina di Lokasi Pengamatan Blitar

Variabel Pengukuran Jenis Kelamin

♂ (38 ekor) ♀ (72 ekor) ---(g)--- Bobot Badan 2.323,7±534,5 (23,00%) 1.534,7±329,4 (21,46%) ---(mm)--- Panjang Femur 129,57±17,29 (13,34%) 117,64±16,75 (14,24%) Panjang Tibia 170,02±16,31 (9,59%) 145,92±13,10 (8,98%) Panjang Shank 114,95±10,42 (9,06%) 88,42 ±9,12 (10,31%) Lingkar Shank 53,34±6,70 (12,55%) 43,24±3,66 (8,46%) Panjang Sayap 151,75±19,70 (12,98%) 148,19±15,55 (10,49%) Panjang Maxilla 37,11±4,44 (11,97%) 32,54±3,98 (12,23%) Tinggi Jengger 18,79 ±8,36 (44,47%) 7,94±3,33 (41,93%) Panjang Jari Ketiga 71,35±5,482 (7,68%) 60,98±7,160 (11,74%) Panjang Dada 146,71±13,81 (9,41%) 136,02±13,46 (9,89%) Lebar Dada 84,33 ±7,16 (8,49%) 76,17±6,45 (8,47%) Dalam Dada 73,58 ±12,75 (17,34%) 65,01±8,31 (12,79%) Lebar Pinggul 71,65±5,930 (8,28%) 67,13 ±6,00 (8,94%)

Keterangan: Persen dalam tanda kurung menunjukkan koefisien keragaman

Tabel 6 menyajikan korelasi antara bobot badandan variabel linear

permukaantubuh ayam Kampung dilokasipengamatan. Tabel6 menyatakan bahwa sebanyak dua variabel berkorelasi nyata terhadap bobot badan

ayam Kampung Ciamis jantan, yaitudalam dadadan lebar dada; sedangkan pada betina sebanyak enam variabel, yaitu panjang tibia, panjang sayap, panjang dada, lebar dada, dalam dada dan lebar pinggul. Bobot badan ayam Kampung Tegal jantan berkorelasi positif dengan satu variabel yaitu dalam dada; sedangkan pada betina dengan empat variabel, yaitupanjang sayap, panjang dada, dalam dada dan panjang tibia. Pada ayam Kampung Blitar, bobot badan jantan berkorelasi positif dengan dua

(9)

variabel yaitu lebar dadadan panjang sayap; sedangkanpada betina dengan empat variabel, yaitu panjang sayap, panjang dada, lebar dada dan dalam dada.Tabel 6 menjelaskan bahwa jumlah variabel ukuran linear tubuh terbanyak yang berkorelasi nyata terhadap bobot badan adalah ayam Kampung Ciamis (dua buah pada jantan dan enam buah pada betina); sedangkan yang tersedikit pada ayam Kampung Tegal (satu buah pada jantan dan empat buah pada betina). Jumlah variabel ukuran linear permukaan tubuh Ayam Kampung Blitar yang berkorelasi nyata dengan bobot badan, ditemukan sebanyak dua buah pada jantan dan empat buah pada betina. Berdasarkan Tabel 6, disimpulkan bahwa ayam Kampung Ciamis dikategorikan sebagai ayam tipe dwiguna yang mengarah ke sifat pedaging; ayamKampung Tegal sebagai ayam tipe dwiguna yang mengarah kesifat petelur; sedangkan ayam Kampung Blitar sebagai ayam tipe dwiguna yang mengarah ke sifat pedaging dan petelur.

Tabel 6. Korelasi antara Bobot Badan dan Beberapa Variabel Linear Permukaan Tubuh yang Berhubungan dengan Produksi pada Ayam Kampung di Lokasi Pengamatan Ciamis, Tegal dan Blitar

Variabel Ciamis Tegal Blitar

♂ (n= 45) ♀ (n=50) ♂ (n= 20) ♀ (n= 76) ♂ (n= 38) ♀ (n= 72) Panjang Femur 0,020tn 0,108 tn 0,088 tn 0,200 tn 0,254 tn 0,132 tn (0,896) (0,455) (0,713) (0,083) (0,124) (0,268) Panjang Tibia 0,218tn 0,344 * 0,207 tn 0,327 ** 0,150 tn 0,168 tn (0,150) (0,014) (0,380) (0,004) (0,369) (0,158) Panjang Sayap 0,277 tn 0,497 ** 0,426 tn 0,333 ** 0,391 * 0,383 ** (0,066) (0,000) (0,061) (0,003) (0,015) (0,001) Panjang Dada 0,182 tn 0,444 ** 0,374 tn 0,452 ** 0,227 tn 0,301 * (0,232) (0,001) (0,104) (0,000) (0,170) (0,010) Lebar Dada 0,433 ** 0,336 * 0,283 tn 0,195 tn 0,681 ** 0,395 ** (0,003) (0,017) (0,226) (0,092) (0,000) (0,001) Dalam Dada 0,457 ** 0,336 * 0,595 ** 0,292 * 0,252 tn 0,272 * (0,002) (0,017) (0,006) (0,010) (0,127) (0,021) Lebar Pinggul 0,265 tn 0,445 ** 0,442 tn 0,166 tn 0,220 tn 0,063 tn (0,079) (0,001) (0,051) (0,151) (0,185) (0,600)

Keterangan: * = nyata (P<0,05); ** = sangat nyata (P<0,01); tn= tidak nyata (P>0,05); angka dalam tanda kurung menyatakan nilai P

(10)

Panjang maxilla, tinggi jengger, panjang jari ketiga, panjang shank dan lingkar shank merupakan variabel-variabel ukuran tubuh yang tidak berhubungan dengan produksi, tetapi alam menyeleksi variabel-variabel tersebut. Hasil seleksi alam menentukan ke arah mana alam menyeleksi sehingga ayam beradaptasi baik dengan lingkungan tempat hidup. Ayam yang beradaptasi baik memperlihatkan perkembangan ukuran panjang maxilla, tinggi jengger panjang jari ketiga panjang shank dan lingkar shank. Ciamis, Tegal dan Blitar memiliki lingkungan yang berbeda.Nilai koefisien keragaman yang rendah pada variabel tersebut, mengindikasikan variabel tersebut telah terseleksi alam. Seleksi alam menurut Martojo (1992) merupakan seleksi yang ditentukan alam. Dijelaskan lebih lanjut bahwa akibat seleksi akan meningkatkan suatu sifat ke arah yang lebih baik sehingga mutu genetik ternak meningkat. Dalam hal ini ayam Kampung Ciamis, Tegal dan Blitar telah beradaptasi baik dengan lingkungan masing-masing. Sifat adaptasi ini merupakan produk dari interaksi antara genetik dan lingkungan.

Tabel 3, 4 dan 5 mengindikasikan bahwa alam tidak menyeleksi jantan maupun betina terhadap sifat tinggi jengger dan panjang jari ketiga. Tinggi jengger ditemukan paling besar pada ayam Kampung Ciamis, karena faktor suhu lingkungan tempat hidup. Suhu Ciamis ditemukan paling tinggi.Jengger berfungsi sebagai alat untuk membantu proses pendinginan tubuh, karena ayam tidak memiliki kelenjar keringat (Zeffer et al., 2003). Menurut Lucas dan Stettenheim (1972) jengger berperanan dalam sistem sirkulasi darah. Jengger berfungsi sebagai termoregulator tubuh terhadap suhu lingkungan. Suhu lingkungan Tegal diantara Ciamis dan Blitar, sehingga hanya ayam Kampung dengan ukuran tinggi jengger sedang yang dapat beradaptasi. Panjang jari ketiga pada ayam Kampung Blitar ditemukan paling tinggi karena lingkungan pada saat ayam beristirahat dengan akitivitas bertengger paling banyak ditemukan di Blitar karena faktor ketidaktersediaan kandang. Ayam Kampung ditemukan banyak beristirahat pada malam hari di luar bangunan kandang dengan menggunakan segala sesuatu sebagai tempat bertengger. Hal yang sebaliknya ditemukan pada ayam Kampung Ciamis, jari ketiga tidak berkembang sebaik ayam Kampung Blitar, karena fungsi jari ketiga tidak terlalu digunakan untuk bertengger. Pada saat beristirahat, ayam Kampung Ciamis dikandangkan. Ayam Kampung Tegal sebagian beristirahat di kandang dan sebagian ditemukan bertengger di luar

(11)

bangunan kandang. Hal tersebut mengakibatkan rataan panjang jari ketiga ayam Kampung Tegal antara ayam Kampung Blitar dan Ciamis.Jari kaki ayam berfungsi sebagai alat pencekram saat bertengger, mengais makanan, dan pada saat bertarung dengan musuh. Badriah (2011) menyatakan bahwa fungsi jari ketiga sebagai penyeimbang tubuh burung pada saat bertengger. Adaptasi tinggi terhadap lingkungan dapat menentukan keberhasilan ternak untuk bertahan (survive) dan menghasilkan keturunan (Noor, 2004).

Panjang maxilla berhubungan dengan ukuran tubuh yang dikaitkan tujuan atau arah seleksi peternak. Ayam Kampung yang lebih diarahkan ke sifat pedaging memiliki ukuran badan yang besar sehingga memiliki panjang maxilla yang besar pula, seperti yang ditemukan pada ayam Kampung jantan Blitar yang ditemukan tertinggi diantara ayam Kampung jantan yang diamati dan ayam Kampung betina Ciamis diantara ayam Kampung betina yang diamati. Hal ini memperjelas bahwa ayam Kampung Blitar merupakan tipe dwiguna dengan penekanan arah yang sama terhadap sifat pedaging dan petelur, sedangkan ayam Kampung Ciamis arah seleksi lebih ditekankan pada sifat pedaging. Seleksi alam dalam hal ini sifat panjang maxilla bersinergi dengan seleksi buatan. Maxilla merupakan bagian dari paruh. Rusdin (2007) menyatakan bahwa salah satu fungsi paruh adalah sebagai alat pengambil pakan. Hal tersebut dijelaskan lebih lanjut bahwa ukuran paruh yang panjang pada ayam petelur tidak diinginkan karena mempengaruhi efektivitas dan efisiensi pakan yang dikonsumsi. Pada penelitian ini panjang paruh ayam Kampung Tegal berukuran paling kecil. Hal tersebut mendukung kesimpulan bahwa ayam Kampung Tegal termasuk ayam Kampung yang diarahkan untuk petelur.

Mulyono et al. (2009) menyatakan bahwa lingkar shank dihubungkan dengan kemampuan unggas untuk menopang tubuh. Ukuran badan yang besar berkorelasi dengan bobot badan. Ukuran lingkar shank yang besar juga berhubungan dengan bobot badan yang besar pula, sehingga lingkar shank berkorelasi positif terhadap bobot badan. Hal tersebut bersesuaian dengan hasil penelitian. Pada penelitian ini lingkar shank berkorelasi positif dengan bobot badan. Hasil penelitian menyatakan bahwa korelasi antara lingkar shank dan bobot badan pada ayam Kampung jantan Ciamis, Tegal dan Blitar; sedangkan pada betina korelasi sangat nyata ditemukan hanya pada ayam Kampung Ciamis dan Blitar.Hasil penelitian ini menyatakan

(12)

bahwa seluruh ayam Kampung betina telah terseleksi lebih ketat pada lingkar shank. Bobot badan ayam Kampung betina lebih ringan (Tabel 3, 4 dan 5), sehingga dapat dinyatakan seleksi ke arah sifat petelur telah dilakukan. Mufti (2003) menyatakan bahwa ayam Kampung jantan memiliki ukuran-ukuran tubuh yang lebih besar daripada ayam Kampung betina. Rasyaf (2002) menyatakan bahwa bobot badan ayam yang ringan dikategorikan sebagai ayam tipe petelur. Hasil penelitian ini juga bersesuaian dengan pernyataan Sulandari et al. (2007) bahwa ayam Kampung merupakan tipe dwiguna.

Lingkar shank berfungsi menopang bobot badan ayam Kampung. Bobot badan dipengaruhi panjang femur, panjang tibia, panjang shank, panjang sayap, panjang dada, lebar dada, dalam dada dan lebar pinggul (Hutt 1949; Mansjoer, 1985;Suryarman, 2001; Kusuma, 2002; Soeroso et al., 2008).

Statistik T2-Hotelling pada Ayam Kampung yang Diamati

Ukuran-ukuran linear permukaan tubuh ayam Kampung jantan berbeda dengan betina (P<0,01) pada masing-masing lokasi pengamatan berdasarkan hasil uji T2-Hotelling (Tabel 7). Ukuran-ukuran linear permukaan tubuh ayam Kampung jantan berbeda antara lokasi pegamatan (P<0,01) (Tabel 8). Tabel 9 menyajikan hasil T2-Hotelling pada ayam Kampung betina antara lokasi pengamatan yang berbeda. Hasil menunjukkan bahwa perbedaan ukuran-ukuran tubuh juga ditemukan pada ayam Kampung betina antara lokasi pengamatan yang berbeda (P<0,01).

Perbedaan ukuran-ukuran linear permukaan tubuh pada jantan dan betina ayam Kampung di masing-masing lokasi pengamatan; menurut Noor (2004) perbedaan ini disebabkan pengaruh genetik dan lingkungan serta interaksi genetik dengan lingkungan. Martojo (1992) menyatakan bahwa lingkungan internal ternak jantan berbeda dengan betina.

Tabel 7. Rekapitulasi Hasil Analisis T2-Hotelling Ukuran Linear Permukaan Tubuh Ayam Kampung Jantan dan Betina antara Lokasi Penelitian

Ayam Kampung Statistik THotelling 2 Nilai F Nilai P Kesimpulan ♂ Ciamis vs♀ Ciamis 1,78042 12,166 0,000 **

♂ Tegal vs♀ Tegal 1,68716 11,670 0,000 ** ♂ Blitar vs♀ Blitar 3,16778 25,606 0,000 **

(13)

Tabel 8. Rekapitulasi Hasil Analisis T2-Hotelling Ukuran Linear Permukaan Tubuh Ayam Kampung Jantan antara Lokasi Penelitian

Ayam Kampung Statistik THotelling 2 Nilai F Nilai P Kesimpulan ♂ Ciamis vs ♂ Tegal 1,00601 4,359 0,000 **

♂ Ciamisvs♂ Blitar 1,42227 8,297 0,000 ** ♂ Tegal vs ♂ Blitar 1,14310 4,287 0,000 **

Keterangan : ** = sangat nyata (P<0,01); ♂ = jantan; ♀ = betina ; vs = versus

Soeparno (1992) menyatakan bahwa hormon testosteron yang merupakan lingkungan internal pada jantan mempengaruhi pertumbuhan. Dijelaskan lebih lanjut bahwa testosteron memiliki fungsi sebagai steroid dari androgen yang mengakibatkan pertumbuhan ternak jantan lebih cepat dibandingkan betina. Hal ini bersesuaian juga dengan pernyataan Mufti (2003) bahwa ayam Kampung jantan memiliki ukuran-ukuran tubuh lebih besar dibandingkan ayam Kampung betina. Herren (2000) menjelaskanjika kadar hormon testosteron rendah dapat meningkatkan pelebaranepiphysis tulang dan membantu hormon pertumbuhan, sedangkan hormon estrogen menghambat pertumbuhan. Pertumbuhan pada ternak berlangsung cepat sejak lahir sampai mencapai dewasa tubuh. Setelah mencapai dewasa tubuh, pertumbuhan tulang dan otot akan berhenti dan dilanjutkan dengan perkembangan lemak.

Tabel 9. Rekapitulasi Hasil Analisis T2-Hotelling Ukuran Linear Permukaan Tubuh Ayam Kampung Betina antara Lokasi Penelitian

Ayam Kampung Statistik T 2

Hotelling Nilai F Nilai P Kesimpulan ♀ Ciamis vs♀ Tegal 0,62895 5,923 0,000 **

♀ Ciamisvs♀ Blitar 1,15431 10,485 0,000 ** ♀ Tegal vs ♀ Blitar 0,49351 5,552 0,000 **

Keterangan : ** = sangat nyata (P<0,01); ♂ = jantan; ♀ = betina ; vs = versus

Ukuran-ukuran linear permukaan tubuh ayam Kampung Ciamis, Tegal dan Blitar yang berbeda disebabkan lingkungan dan keputusan peternak dalam menyeleksi. Lingkungan tempat ayam Kampung hidup berbeda. Menurut PemerintahDaerah Propinsi Jawa Barat (2010) desa Tanjung Manggu, Ciamis, Jawa Barat bersuhu sekitar 20-30 0C. Lahan kosong yang ditanami masih banyak

(14)

ditemukan. Di desa tersebut juga didirikan pabrik tahu yang mengalirkan limbah pabrik ke anak sungai yang mengalir di desa tersebut. Menurut Pemerintah Daerah Kabupaten Tegal (2011) desa Dampyak, Tegal, Jawa Tengah bersuhu sekitar 26,9 0C dengan kelembaban 82%. Lahan perkebunan dan sawah masih banyak ditemukan. Menurut Pemerintah Kabupaten Blitar (2011) desa Duren Talun, Blitar, Jawa Timur bersuhu sekitar 18-30 0C dengan kelembaban 60%-94%. Menurut Gunawan et al (2004)suhu lingkungan yang tinggi dapat menyebabkan aktivitas metabolisme berkurang sehingga menurunkan aktivitas makan dan minum. Hal ini bersesuaian dengan pernyataan Rumondor (1980) bahwa kondisi daerah sangat menentukan performa ayam Kampung. Ayam Kampung merupakan ayam lokal yang tahan terhadap penyakit (Sulandari et al., 2007). Yani et al. (2006) menyatakanpenampilan produksi ternak dipengaruhi beberapa faktor yaitu faktor keturunan (genetik), pakan, pengelolaan, perkandangan, pemberantasan dan pencegahan penyakit serta faktor lingkungan lain.

Pendugaan Bobot Badan Berdasarkan Variabel-Variabel Pengukuran Tubuh pada Ayam Kampung Ciamis, Tegal dan Blitar

Hasil perhitungan statistik menunjukkan bahwa panjang femur (X1), panjang

tibia (X2), panjang tarsometatarsus (X3), lingkar tarsometatarsus (X4),panjang sayap

(X5), panjang maxilla (X6), tinggi jengger (X7), panjang jari ketiga (X8), panjang dada (X9), lebar dada (X10), dalam dada (X11) dan lebar pinggul (X12); sangat berpengaruh terhadap bobot badan ayam Kampung Ciamis, Tegal dan Blitar, baik pada jantan maupun betina (P<0,01). Dengan demikian, persamaan pendugaan bobot badan melibatkan seluruh variabel yang diamati. Hal tersebut bersesuaian dengan Budipurwanto (2001) bahwa hasil pengujian persamaan regresi yang sangat nyata (P<0,01) dapat digunakan untuk memprediksi bobot badan pada ayam buras betina di Kabupaten Kendal. Hasil pengamatan disajikan terlebih dahulu untuk kemudian dibahas. Tabel 10 menyajikan persamaan pendugaan bobot badan ayam Kampung Ciamis pada jantan dan betina.

Perhitungan elastisitas memberikan gambaran variabel yang berpengaruh terhadap pendugaan bobot badan.Elastisitas berfungsi untuk menunjukkan seberapa besar pengaruh kepekaan atau sensivisitas suatu variabel tersebut terhadap bobot badan. Setiap variabel memberikan pengaruh terhadap bobot badan. Nilai elastisitas

(15)

Setiap kenaikan satu % variabel yang diamati akan menaikkan persentase bobot badan ayam Kampung atau ternak yang diamati.

Tabel 10. Pendugaan Bobot Badan Ayam Kampung Ciamis pada Jantan dan Betina

Jenis Kelamin Persamaan Regresi Komponen Utama R2

♂ (n = 45) Y = 2.621,173+2,164X1+3,158X2+6,226X3 +10,348X4+3,215X5+10,176X6 0,067X7 +3,560X8+3,576X9+4,732X10 +4,473X11 +4,051X12 34,0 % ♀ (n = 50) Y = 2.055,540+0,770X1+2,350X2+4,482X3 +11,824X4+2,496X5+10,722X6 2,301X7 +5,127X8+2,914X9+4,074X10+4,332X11 + 3,994X12 55,2 %

Keterangan : X1 = Panjang Femur; X2 = Panjang Tibia; X3 =Panjang Shank; X4 = Lingkar Shank;

X5 = Panjang Sayap; X6 = Panjang Maxilla; X7 = Tinggi Jengger; X8 = Panjang Jari

Ketiga; X9 = Panjang Dada; X10 = Lebar Dada; X11 = Dalam Dada; X12 = Lebar

Pinggul; R2 = Koefisien Determinasi

Kepraktisan pendugaan bobot badan di lapang lebih diutamakan. Shank merupakan bagian tubuh ayam Kampung yang paling mudah diukur, karena posisi ayam tidak mudah berubah pada saat dilakukan pengukuran. Panjang atau lingkar shank dapat digunakan sebagai patokan pada penentuan bobot badan pada individu jantan lain dalam populasi ayam Kampung. Hal tersebut bukan berarti hanya bagian shank yang dijadikan patokan.Pada kondisi tertentu yaitu pada saat pembeli menginginkan bobot badan yang tinggi, maka bagian dada dapat dijadikan patokan pada pendugaan bobot badan.

Pengukuranke-12 variabel linear permukaan tubuh hanya dilakukan pada satu ekor ayam Kampung yang dipilih acak sebagai sampel. Bobot badan dapat diduga berdasarkan model persamaan regresi komponen utama, hanya pada ayam sampel. Pendugaan bobot badan individu lain dalam populasi, dapat ditentukan dengan hanya memilih salah satu variabel yang paling mudah diukur.Nilai koefisien determinasi (R2) yang ditemukan pada persamaan pendugaan bobot badan yang diperoleh pada penelitian ini berkisar antara 26,3%-55,2%. Menurut Soeroso et al. (2008) nilai koefisien determinasi (R2) ini merujuk kepada seberapa besar kemampuansemua variabel bebas (X) dalam menjelaskanvariabel terikatnya (Y).

(16)

Tabel 11. Elastisitas Ukuran Linear Permukaan Tubuh terhadap Bobot Badan dan Pengertiannya pada Ayam Kampung Ciamis Jantan

Urutan Elastisitas Ukuran

Variabel * Elastisitas (Ei)

Peningkatan Bobot Badan pada Setiap 1 cm Ukuran Variabel ---(g)---Panjang Shank 0,311 44,823 Lingkar Shank 0,264 118,231 Panjang Dada 0,263 29,137 Panjang Sayap 0,255 24,964 Panjang Tibia 0,248 23,500 Lebar Dada 0,190 40,741 Panjang Maxilla 0,179 107,222 Dalam Dada 0,171 43,316 Lebar Pinggul 0,148 39,937 Panjang Femur 0,134 7,701

Panjang Jari Ketiga 0,107 51,273

Tinggi Jengger 0,001 23,010

Keterangan: * = Diurut dari yang tertinggi

Pada penelitian ini, variabel linear permukaan tubuh hanya mampu menjelaskan bobot badan antara 26,3%-55,2%; yang berarti faktor lain selain variabel linear permukaan tubuh mempengaruhi perolehan bobot badan dugaan. Hal ini kemungkinan disebabkan jumlah sampel yang digunakan tidak banyak.

Persamaan bobot badan yang diperoleh, menurunkan nilai elastisitas. Berikut ini akan diuraikan perolehan nilai elastisitas variabel ukuran linear permukaan tubuh terhadap bobot badan.

Tabel 11 menunjukkan tingkat sensitivitas yang diperlihatkan dengan nilai elastisitas terhadap variabel ukuran linear permukaan tubuh ayam Kampung Ciamis jantan. Semua varibel dapat digunakan untuk menduga bobot badan. Misal elastisitas variabel tertinggi pada ayam Kampung jantan Ciamis adalah panjang shank; digunakan untuk menduga bobot badan. Hal tersebut berarti penambahan 1% panjang shank ayam Kampung jantan Ciamis dapat meningkatkan bobot badan sebesar 0,331%; berdasarkan perolehan nilai elastisitas sebesar 0,331. Hasil statistik deskriptif menyatakan bahwa rataan panjang shank ayam Kampung jantan Ciamis

(17)

ditemukan sebesar 103,220 mm (Tabel 3); sehingga penambahan satu % panjang shank diartikan sebagai penambahan panjang shank sebesar 1,032 mm. Hasil statistik deskriptif menyatakan bahwa rataan bobot badan ayam Kampung jantan Ciamis ditemukan sebesar 2.064,400 g (Tabel 3). Peningkatan bobot badan sebesar 0,331% diartikan sebagai peningkatan bobot badan sebesar 6,833 g. Hasil perhitungan ini menyimpulkan bahwa penambahan panjang shank sebesar 1,032 mm akan meningkatkan bobot badan sebesar 6,833 g atau setiap kenaikan satu cm panjang shank, maka akan meningkatkan bobot badan ayam Kampung jantan Ciamis yaitu sebesar 62,263 g. Tabel 11 menjelaskan juga arti dari setiap perolehan nilai elastisitas.

Teknik pendugaan bobot badan ayam Kampung jantan disajikan pada uraian berikut ini. Pemilihan ayam Kampung jantan Ciamis sampel dilakukan acak. Bilaayam Kampung jantan Ciamis sampel memiliki ukuran panjang femur (X1) 149,920 mm; panjang tibia (X2) 171,980 mm; panjang tarsometatarsus (X3) 99,310 mm; lingkar tarsometatarsus (X4) 50,000 mm;panjang sayap (X5) 150,920 mm; panjang maxilla (X6) 33,730 mm; tinggi jengger (X7) 24,250 mm; panjang jari ketiga (X8) 66,060 mm; panjang dada (X9) 154,910 mm; lebar dada (X10) 87,110 mm; dalam dada (X11) 83,630 mm dan lebar pinggul (X12) 70,460 mm; maka bobot badannya dapat diduga. Berdasarkan persamaan ayam Kampung jantan Ciamis pada Tabel 10, maka diduga perolehan bobot badan sebesar 2.069,720 g. Ayam Kampung jantan Ciamis sampel dijadikan standar untuk pengukuran ayam Kampung jantan Ciamis lain dalam populasi. Bila panjang shank dijadikan patokan dalam penentuan pendugaan bobot badan, maka panjang shank ayam Kampung jantan Ciamis sampel yang telah diukur dibandingkan dengan ayam jantan lain. Bila ditemukan panjang shank ayam jantan lain yang lebih kecil, maka selisih yang diperoleh dalam satuan cm dikalikan 62,263 g sehingga diperoleh hasil, kemudian hasil tersebut merupakan pengurang dari nilai bobot badan dugaan (2.069,720 g).

Nilai elastisitas terhadap variabel ukuran linear permukaan tubuh ayam Kampung Ciamis betina disajikan pada Tabel 12. Semua varibel dapat digunakan untuk menduga bobot badan karena berkorelasi nyata terhadap bobot badan (P<0,01). Elastisitas variabel tertinggi pada ayam Kampung betina Ciamis adalah lingkar shank.

(18)

Tabel 12. Elastisitas Ukuran Linear Permukaan Tubuh terhadap Bobot Badan dan Pengertiannya pada Ayam Kampung Ciamis Betina

Urutan Elastisitas Ukuran

Variabel * Elastisitas (Ei)

Peningkatan Bobot Badan pada Setiap 1 cm Ukuran Variabel ---(g)--- Lingkar Shank 0,327 118,231 Panjang Dada 0,258 29,137 Panjang Sayap 0,239 24,964 Panjang Shank 0,236 44,823 Panjang Maxilla 0,217 107,222 Panjang Tibia 0,207 23,500 Lebar Dada 0,196 40,741 Dalam Dada 0,196 43,316 Lebar Pinggul 0,181 39,937

Panjang Jari Ketiga 0,171 51,273

Panjang Femur 0,058 7,701

Tinggi Jengger 0,015 23,010

Keterangan: * = Diurut dari yang tertinggi.

Lingkar shank dapat digunakan untuk menduga bobot badan yang dapat diartikan sebagai penambahan satu % lingkar shank ayam Kampung betina Ciamis dapat meningkatkan bobot badan sebesar 0,327%; karena nilai elastisitas lingkar shank ditemukan sebesar 0,327 (Tabel 12). Hasil statistik deskriptif menyatakan bahwa rataan lingkar shank ayam Kampung betina Ciamis ditemukan sebesar 44,760 mm (Tabel 3); sehingga penambahan 1% lingkar shank diartikan sebagai penambahan lingkar shank sebesar 0,448 mm. Hasil statistik deskriptif menyatakan bahwa rataan bobot badan ayam Kampung betina Ciamis ditemukan sebesar 1.618 g (Tabel 3). Peningkatan bobot badan sebesar 0,327% diartikan sebagai peningkatan bobot badan sebesar 5,291 g.Hasil perhitungan ini menyimpulkan bahwa penambahan lingkar shank sebesar 0,448 mm akan meningkatkan bobot badan sebesar 5,291 g atau setiap kenaikan satu cm lingkar shank, maka akan meningkatkan bobot badan ayam Kampung betina Ciamis yaitu sebesar 118,231 g. Begitu pula sebaliknya bila lingkar shank ditemukan lebih kecil, maka setiap penurunan satu cm lingkar shank akan menurunkan bobot badan sebesar 118,231 g.

(19)

Teknik pendugaan bobot badan ayam Kampung betina Ciamis disajikan pada uraian berikut ini. Pemilihan ayam Kampung betina Ciamis sampel dilakukan acak. Bilaayam Kampung betina Ciamis sampel yang akan dijadikan betina standar, memiliki ukuran panjang femur (X1) 125,040 mm; panjang tibia (X2) 151,840 mm; panjang tarsometatarsus (X3) 86,450 mm; lingkar tarsometatarsus (X4) 40,000 mm;panjang sayap (X5)150,570 mm; panjang maxilla (X6)35,040 mm; tinggi jengger (X7) 18,650 mm; panjang jari ketiga (X8)61,670 mm; panjang dada (X9) 161,520 mm; lebar dada (X10)72,680 mm; dalam dada (X11) 68,320 mm dan lebar pinggul (X12) 68,780 mm; maka bobot badannya dapat diduga. Berdasarkan persamaan ayam Kampung betina Ciamis pada Tabel 10, maka diduga perolehan bobot badan sebesar 1.620,220 g. Lingkar shank dijadikan patokan dalam penentuan pendugaan bobot badan, dengan mengukur lingkar shank pada betina lain populasi yang sama. Lingkar shank ayam Kampung betina Ciamis sampel dibandingkan dengan ayam betina lain yang akan diduga bobot badannya. Bila ditemukan lingkar shank ayam betina lain yang lebih besar, maka selisih yang diperoleh dalam satuan cm dikalikan 118,231 g sehingga diperoleh hasil, kemudian hasil tersebut merupakan penambah dari nilai bobot badan dugaan ayam Kampung betina sampel. Bila ditemukan lingkar shank ayam betina lain yang lebih kecil, maka selisih yang diperoleh dalam satuan cm dikalikan 118,231 g sehingga diperoleh hasil, kemudian hasil tersebut merupakan pengurang dari nilai bobot badan dugaan ayam Kampung betina sampel.

Persamaan regresi pendugaan bobot badan jantan dan betina pada ayam Kampung di Tegal ditunjukkan pada Tabel 13. Panjang femur (X1), panjang tibia (X2), panjang tarsometatarsus (X3), lingkar tarsometatarsus (X4),panjang sayap (X5), panjang maxilla (X6), tinggi jengger (X7), panjang jari ketiga (X8), panjang dada (X9), lebar dada (X10), dalam dada (X11) dan lebar pinggul (X12)sangat berpengaruh sangat nyata terhadap bobot badan baik pada jantan maupun betina (P<0,01).

Elastisitas terbesar ditemukan pada lebar dada pada ayam Kampung Tegal jantan. Lebar dada dapat digunakan sebagai patokan pada penentuan bobot badan pada individu jantan lain dalam populasi ayam Kampung Tegal. Hal tersebut bukan berarti hanya bagian lebar dada yang dijadikan sebagai patokan, karena variabel lain dapat juga digunakan untuk menduga bobot badan.

(20)

Jenis Kelamin Persamaan Regresi Komponen Utama R2 ♂ (n = 20) Y = 1.392,776+2,658X1 1,448X2 0,925X3 +10,260X4+3,775X5+1,824X6 2,229X7 +4,832X8+0,908X9+8,225X10+5,056X11 +5,779X12 31,0 % ♀ (n = 76 ) Y = 682,681+1,153X1+1,722X2+3,498X3 +1,355X4+1,483X5+2,090X6 0,766X7 +5,692X8+1,613X9+3,050X10+1,629X11 +2,922X12 26,3 %

Keterangan : X1 = Panjang Femur; X2 = Panjang Tibia; X3 =Panjang Shank; X4 = Lingkar Shank;

X5 = Panjang Sayap; X6 = Panjang Maxilla; X7 = Tinggi Jengger; X8 = Panjang Jari

Ketiga; X9 = Panjang Dada; X10 = Lebar Dada; X11 = Dalam Dada; X12 = Lebar

Pinggul; R2 = Koefisien Determinasi

Hal tersebut disajikan pada Tabel 14 mengenai elastisitas variabel linear permukaan tubuh terhadap bobot badan pada ayam Kampung jantan Tegal.

Nilai elastisitas variabel tertinggi pada ayam Kampung jantan Tegal adalah lebar dada. Bila lebar dada digunakan untuk menduga bobot badan pada ayam Kampung jantan Tegal, maka diartikan bahwa penambahan satu % lebar dada ayam Kampung jantan Tegal dapat meningkatkanbobotbadansebesar 0,378%; berdasarkan perolehan nilai elastisitas sebesar 0,378 (Tabel 14). Hasil perhitungan statistik deskriptif menyatakan bahwa rataan lebar dada ayam Kampung jantan Tegal ditemukan sebesar 83,820 mm (Tabel 4); sehingga penambahan 1% lebar dada diartikan sebagai penambahan lebar dada sebesar 0,838 mm. Tabel 4 menyajikan hasil statistik deskriptif menyatakan bahwa rataan bobot badan ayam Kampung jantan Tegal sebesar 1.825 g. Peningkatan bobot badan sebesar 0,378% diartikan sebagaipeningkatanbobotbadan sebesar6,898g.Hasil perhitungan ini menyimpulkan bahwa penambahan lebar dada sebesar 0,838 mm akan meningkatkan bobotbadan sebesar 6,898 g atau setiap kenaikan satu cm lebar dada, akan meningkatkan bobot badan ayam Kampung jantan Tegal yaitu sebesar 8,255 g.

Teknik pendugaan bobot badan ayam Kampung jantan Tegal, disajikan pada uraian berikut ini. Pemilihan ayam Kampung jantan Tegal sampel dilakukan acak. Bilaayam Kampung jantan Tegal sampel memiliki ukuran panjang femur (X1) 119,400 mm; panjang tibia (X2) 163,510 mm; panjang tarsometatarsus (X3) 101,950 mm; lingkar tarsometatarsus(X4) 52,000 mm;panjang sayap (X5)153,520 mm;

(21)

Tabel 14. Elastisitas Ukuran Linear Permukaan Tubuh terhadap Bobot Badan dan Pengertiannya pada Ayam Kampung Tegal Jantan

Urutan Elastisitas Ukuran

Variabel * Elastisitas (Ei)

Peningkatan Bobot Badan pada Setiap 1 cm Ukuran Variabel ---(g)--- Lebar Dada 0,378 8,255 Panjang Sayap 0,319 37,748 Lingkar Shank 0,275 102,597 Lebar Pinggul 0,227 57,790 Dalam Dada 0,196 50,557 Panjang Femur 0,189 26,583

Panjang Jari Ketiga 0,170 48,323

Panjang Dada 0,072 9,081

Panjang Shank 0,050 9,247 Panjang Maxilla 0,032 18,238

Tinggi Jengger 0,023 22,293

Panjang Tibia 0,121 14,481

Keterangan: * = Diurut dari yang tertinggi.

panjang maxilla (X6) 37,410 mm; tinggi jengger (X7) 26,580 mm; panjang jari ketiga (X8) 61,340 mm; panjang dada (X9) 153,620 mm; lebar dada (X10) 95,690 mm; dalam dada (X11) 90,670 mm dan lebar pinggul (X12) 79,990 mm; maka bobot badannya dapat diduga. Berdasarkan persamaan ayam Kampung jantan Tegal pada Tabel 13, maka diduga perolehan bobot badan sebesar 1.859,190 g. Ayam Kampung jantan Tegal sampel dijadikan standar untuk pengukuran ayam Kampung jantan Tegal lain dalam populasi. Variabel lebar dada dijadikan patokan dalam penentuan pendugaan bobot badan, maka lebar dada ayam Kampung jantan Tegal sampel yang telah diukur dibandingkan dengan ayam jantan lain. Bila ditemukan lebar dada ayam jantan lain yang lebih kecil, maka selisih yang diperoleh dalam satuan cm dikalikan 8,255 g sehingga diperoleh hasil, kemudian hasil tersebut merupakan pengurang dari nilai bobot badan dugaan (1.859,190 g). Hal yang sebaliknya dilakukan pada ayam jantan lain dengan ukuran lebar dada yang lebih kecil dari ayam standar pada ayam Kampung jantan Tegal.

(22)

Tabel 15 menunjukkan tingkat sensitivitas yang diperlihatkan dengan nilai elastisitas terhadap variabel ukuran linear permukaan tubuh ayam Kampung Tegal betina. Setiap variabel memiliki nilai elastisitas yaitu kemampuan sensitivitas varaiabel terhadap pendugaan bobot badan. Elastisitas variabel tertinggi pada ayam Kampung betina Tegal adalah panjang jari ketiga. Penambahan 1% panjang jari ketiga ayam Kampung betina Tegal dapat meningkatkan bobot badan sebesar 0,228%; berdasarkan perolehan nilai elastisitas sebesar 0,228.

Tabel 15. Elastisitas Ukuran Linear Permukaan Tubuh terhadap Bobot Badan dan Pengertiannya pada Ayam Kampung Tegal Betina

Urutan Elastisitas Ukuran

Variabel Tubuh* Elastisitas (Ei)

Peningkatan Bobot Badan pada Setiap 1 cm Ukuran Variabel

---(g)---

Panjang Jari Ketiga 0,228 56,924

Panjang Shank 0,210 34,976 Panjang Tibia 0,174 17,220 Lebar Dada 0,172 30,504 Panjang Dada 0,159 16,127 Panjang Sayap 0,152 14,827 Lebar Pinggul 0,144 29,220 Panjang Femur 0,098 11,535 Dalam Dada 0,080 16,290 Panjang Maxilla 0,046 20,899 Lingkar Shank 0,041 13,548 Tinggi Jengger 0,006 7,662

Keterangan: * = Diurut dari yang tertinggi

Hasil statistik deskriptif menyatakan bahwa rataan panjang jari ketiga ayam Kampung betina Tegal ditemukan sebesar 54,890 mm (Tabel4); sehingga penambahan satu % panjang jari ketiga diartikan sebagai penambahan panjang jari ketiga sebesar 0,549 mm. Hasil statistik deskriptif menyatakan bahwa rataan bobot badan ayam Kampung betina Tegal ditemukan sebesar 1.368,4 g (Tabel 4). Peningkatan bobot badan sebesar 0,228% diartikan sebagai peningkatan bobot badan sebesar 3,119 g. Hasil perhitungan ini menyimpulkan bahwa penambahan

(23)

panjang jari ketiga sebesar 0,549 mm akan meningkatkan bobot badan sebesar 3,119 g atau setiap kenaikan satu cm panjang jari ketiga, maka akan meningkatkan bobot badan ayam Kampung betina Tegal yaitu sebesar 56,924 g. Hal tersebut berlaku sebaliknya bila ditemukan ukuran panjang jari ketiga yang lebih kecil dari ayam standar.

Teknik pendugaan bobot badan ayam Kampung betina disajikan pada uraian berikut ini. Pemilihan ayam Kampung betina Tegal sampel dilakukan acak. Bila Ayam Kampung betina Tegal sampel memiliki ukuran panjang femur (X1) 99,740 mm; panjang tibia (X2) 145,570 mm; panjang tarsometatarsus (X3) 86,280 mm; lingkar tarsometatarsus (X4) 47,000 mm;panjang sayap (X5)130,210 mm; panjang

maxilla (X6) 31,520 mm; tinggi jengger (X7) 28,190 mm; panjang jari ketiga (X8)

53,040 mm; panjang dada (X9) 141,190 mm; lebar dada (X10) 69,770 mm; dalam dada (X11) 90,020 mm dan lebar pinggul (X12) 66,580 mm; bobot badannya dapat diduga. Berdasarkan persamaan ayam Kampung betina Tegal pada Tabel 13, maka diduga perolehan bobot badan sebesar 1.369,500 g. Ayam Kampung betina Tegal sampel dijadikan standar untuk pengukuran ayam Kampung betina Tegal lain dalam populasi. Bila panjang jari ketiga dijadikan patokan dalam penentuan pendugaan bobot badan, maka betina Tegal ayam Kampung betina Tegal sampel yang telah diukur dibandingkan dengan ayam betina lain. Bila ditemukan panjang jari ketigaayam betina lain yang lebih kecil, maka selisih yang diperoleh dalam satuan cm dikalikan 62,263 g sehingga diperoleh hasil, kemudian hasil tersebut merupakan Tabel 16. Pendugaan Bobot Badan Ayam Kampung Blitar pada Jantan dan Betina

Jenis Kelamin Persamaan Regresi Komponen Utama R2 ♂ (n = 38 ) Y = 3.154,125+0,507X1+3,123X2+4,765X3 +12,968X4+1,086X5+13,785X6+9,164X7 –3,435X8+5,625X9+12,045X10+5,488X11 + 11,079 X12 46,4 % ♀ (n =72 ) Y = 1.709,424+1,114X1+1,675X2+3,940 X3 +11,829X4+2,645X5+4,076X6+7,963X7 + 6,307 X8+2,079 X9+4,353X10 +2,614X11 +3,762X12 29,4 %

Keterangan : X1 = Panjang Femur; X2 = Panjang Tibia; X3 =Panjang Shank; X4 = Lingkar Shank;

X5 = Panjang Sayap; X6 = Panjang Maxilla; X7 = Tinggi Jengger; X8 = Panjang Jari

Ketiga; X9 = Panjang Dada; X10 = Lebar Dada; X11 = Dalam Dada; X12 = Lebar

(24)

pengurang dari nilai bobot badan dugaan (1.369,500 g). Hal yang sebaliknya berlaku juga pada ayam betina lain dengan ukuran panjang jari ketiga yang lebih besar.

Tabel 16 memberikan gambaran bahwa semua variabel berpengaruh terhadap pendugaan bobot badan.Berdasarkan persamaan pada Tabel 16, nilai elastisitas dapat diturunkan.Hal tersebut disajikan pada Tabel 17.

Bobot badan dapat diduga berdasarkan model persamaan regresi komponen utama, hanya pada ayam sampel. Pendugaan bobot badan individu lain dalam populasi, dapat ditentukan kemudian dengan teknik yang berbeda.

Elastisitas variabel tertinggi pada ayam Kampung jantan Blitar adalah lebar dada (Tabel 17); yang dapat digunakan untuk menduga bobot badan. Hal tersebut berartipenambahan satu % lebar dada ayam Kampung jantan Blitar dapat meningkatkan bobot badan sebesar 0,437%; berdasarkan perolehan nilai elastisitas sebesar 0,437.Hasil statistik deskriptif menyatakan bahwa rataan lebar dada ayam Kampung jantan Blitar ditemukansebesar 84,330mm (Tabel 5); sehingga

Tabel 17. Elastisitas Ukuran Linear Permukaan Tubuh terhadap Bobot Badan dan Pengertiannya pada Ayam Kampung Blitar Jantan

Urutan Elastisitas Ukuran

Variabel * Elastisitas (Ei)

Peningkatan Bobot Badan pada Setiap 1 cm Ukuran Variabel ---(g)--- Lebar Dada 0,437 120,450 Panjang Dada 0,355 56,251 Lebar Pinggul 0,342 110,790 Lingkar Shank 0,298 129,678 Panjang Shank 0,236 47,647 Panjang Tibia 0,229 31,228 Panjang Maxilla 0,220 137,847 Dalam Dada 0,174 54,885 Tinggi Jengger 0,074 91,641 Panjang Sayap 0,071 10,863 Panjang Femur 0,028 5,075

Panjang Jari Ketiga 0,106 34,352

(25)

penambahan satu % lebar dada diartikan sebagai penambahan lebar dada sebesar 0,843 mm. Hasil statistik deskriptif menyatakan bahwa rataan bobot badan ayam Kampung jantan Blitar ditemukan sebesar 2.323,700 g (Tabel 5). Peningkatan bobot badan sebesar 0,437% diartikan sebagai peningkatan bobot badan sebesar 10,155 g. Hasil perhitungan ini menyimpulkan bahwa penambahan lebar dada sebesar 0,843 mm akan meningkatkan bobot badan sebesar 10,155 g atau setiap kenaikan satu cm lebar dada, maka akan meningkatkan bobot badan ayam Kampung jantan Blitar sebesar 120,450g.

Teknik pendugaan bobot badan ayam Kampung jantan disajikan pada uraian berikut ini. Pemilihan ayam Kampung jantan Blitar sampel dilakukan acak. Bila ayam Kampung jantan Blitar sampel memiliki ukuran panjang femur (X1) 123,410 mm; panjang tibia (X2) 172,240 mm; panjang tarsometatarsus (X3) 122,550 mm; lingkar tarsometatarsus (X4)52,000 mm;panjang sayap (X5)149,000 mm;panjang

maxilla (X6) 38,930 mm; tinggi jengger (X7) 18,500 mm; panjang jari ketiga (X8)

76,410 mm; panjang dada (X9) 134,310 mm; lebar dada (X10) 83,760 mm; dalam dada (X11) 86,420 mm dan lebar pinggul (X12) 70,800 mm; maka bobot badannya daat diduga. Berdasarkan persamaan ayam Kampung jantan Blitar pada Tabel 15, maka diduga perolehan bobot badan sebesar 2.333,210 g. Sampel dijadikan standar pada ayam Kampung jantan Blitar untuk pengukuran ayam Kampung jantan Blitar lain dalam populasi. Bila lebar dada dijadikan patokan dalam penentuan pendugaan bobot badan, maka lebar dada ayam Kampung jantan Blitar sampel yang telah diukur dibandingkan dengan ayam jantan lain. Bila ditemukan lebar dada ayam jantan lain yang lebih kecil, maka selisih yang diperoleh dalam satuan cm dikalikan 120,450g sehingga diperoleh hasil, kemudian hasil tersebut merupakan pengurang dari nilai bobot badan dugaan (2.333,210 g).

Tabel 18 menyajikan nilai elastisitas terhadap variabel ukuran linear permukaan tubuh ayam Kampung Blitar betina. Hasil perhitungan menunjukkan bahwa semua varibel yang diamati dapat digunakan untuk menduga bobot badan.Lingkar shank memiliki nilai elastisitas variabel tertinggi pada ayam Kampung betina Ciamis. Lingkar shank dapat digunakan untuk menduga bobotbadan yang dapat diartikan sebagai penambahan satu % lingkar shankayamKampung betina

(26)

Blitar dapat meningkatkan bobot badan sebesar 0,333%; berdasarkan perolehan nilai elastisitas sebesar 0,333.

Tabel 18. Elastisitas Ukuran Linear Permukaan Tubuh terhadap Bobot Badan dan Pengertiannya pada Ayam Kampung Blitar Betina

Urutan Elastisitas Ukuran

Variabel * Elastisitas (Ei)

Peningkatan Bobot Badan pada Setiap 1 cm Ukuran Variabel ---(g)---

Lingkar Shank 0,333 118,293

Panjang Sayap 0,255 26,449

Panjang Jari Ketiga 0,251 63,067

Panjang Shank 0,227 39,401 Lebar Dada 0,216 43,530 Panjang Dada 0,184 20,790 Lebar Pinggul 0,165 37,617 Panjang Tibia 0,159 16,750 Dalam Dada 0,111 26,140 Panjang Maxilla 0,086 40,760 Panjang Femur 0,085 11,138 Tinggi Jengger 0,041 79,627

Keterangan: * = Diurut dari yang tertinggi

Hasil statistik deskriptif menyatakan bahwa rataan lingkar shank ayam Kampung betina Blitar sebesar 43,240 mm (Tabel 5); sehingga penambahan satu % lingkar shank diartikan sebagai penambahan lingkar shank sebesar 0,432 mm. Hasil statistik deskriptif menyatakan bahwa rataan bobot badan ayam Kampung betina Blitar ditemukan sebesar 1.534,700 g (Tabel 5). Peningkatan bobot badan sebesar 0,333% diartikan sebagai peningkatan bobot badan sebesar 5,111 g. Hasil perhitungan ini menyimpulkan bahwa penambahan lingkar shank sebesar 0,432 mm akan meningkatkan bobot badan sebesar 5,111 g atau setiap kenaikan satu cm lingkar shank, maka akan meningkatkan bobot badan ayam Kampung betina Blitar yaitu sebesar 118,293 g.

Teknik untuk menduga bobot badan ayam Kampung betina Blitar, disajikan pada uraian berikut ini. Pemilihan ayam Kampung betina Blitar sampel dilakukan acak. Bila ayam Kampung betina Blitar sampel memiliki ukuran panjang femur (X1)

(27)

129,590 mm; panjang tibia (X2) 138,980 mm; panjang tarsometatarsus (X3) 76,830 mm; lingkar tarsometatarsus (X4) 42,000 mm;panjang sayap (X5)159,320 mm; panjang maxilla (X6) 33,540 mm; tinggi jengger (X7) 6,840 mm; panjang jari ketiga (X8) 55,340 mm; panjang dada (X9) 147,89mm; lebar dada (X10) 78,640 mm; dalam dada (X11) 77,320 mm dan lebar pinggul (X12) 67,270 mm; maka bobot badannya dapat diduga. Berdasarkan persamaan ayam Kampung betina Blitar pada Tabel 16, maka diduga perolehan bobot badan sebesar 1.633,990 g. Ayam Kampung betina Blitar sampel dijadikan standar untuk pengukuran ayam Kampung betina Blitar lain dalam populasi. Lingkar shank dijadikan patokan dalam penentuan pendugaan bobot badan, maka lingkar shank ayam Kampung betina Blitar sampel yang telah diukur dibandingkan dengan ayam betina lain. Bila ditemukan lingkar shank ayam betina lain yang lebih kecil, maka selisih yang diperoleh dalam satuan cm dikalikan 118,293 g sehingga diperoleh hasil, kemudian hasil tersebut merupakan pengurang dari nilai bobot badan dugaan (1.633,990 g). Hal yang sebaliknya terjadi bila lingkar shank ditemukan lebih kecil, maka setiap penurunan satu cm lingkar shank akan menurunkan bobot badan sebesar 118,293 g pada ayam Kampung betina Blitar.

Ukuran kerangka ayam bagi peternak merupakan indikator produksi ternak karena dapat menentukan produktivitas antara lain untuk menduga bobot badan ayam yang dihasilkan (Suryaman, 2001). Pada penelitian ini, ukuran linear permukaan tubuh dapat dianalogikan dengan ukuran kerangka ayam. Korelasi yang tinggi antara bobot tubuh dengan setiap ukuran tubuh memberikan indikasi bahwa setiap ukuran tubuh dapat digunakan sebagai penduga bobot badan (Rumondor, 1980; Soeroso et al., 2008).Pada penelitian ini, korelasi yang tinggi (P<0,01) ditemukan antara ukuran linear permukaan tubuh dan bobot badan, melalui Analisis Regresi Komponen Utama; yang ditemukan pada setiap kelompok ayam Kampung yang diamati.

Mansjoer (1981) menyatakan bahwa panjang paha dam panjang betis merupakan tempat perletakan daging. Panjang paha pada penelitian merupakan panjang femur, sedangkan panjang betis merupakan panjang tibia. Dijelaskan oleh Mansjoer (1981) bahwa panjang tulang paha dan betis menunjukkan produksi daging, karena berkorelasi positif terhadap bobot badan. Berdasarkan Analisis Regresi Komponen Utama pada penelitian ini; panjang femur dan panjang tibia, berkorelasi positif terhadap bobot badan (P<0,01).

(28)

Mansjoer (1981) menyatakan panjang shank yang besar menunjukkan pertumbuhan atau kecepatan tumbuh yang tinggi. Menurut Kurnia (2011) ayam Kampung memiliki korelasi positif dan nyata dengan bobot badan adalah panjang shank. Kusuma (2002) menyatakan bahwa panjang shank merupakan variabel yang paling cocok untuk menduga bobot badan pada ayam Kampung.

Akibat seleksi alam dan buatan (peternak) bentuk ayam Kampung berbeda di antara Ciamis, Tegal dan Blitar. Hal tersebut dibuktikan dengan kerampingan ayam Kampung Blitar yang berdasarkan analisis deskriptif. Kerampingan yang dimiliki ayam Kampung Blitar disertai dengan bobot badan yang cukup besar, yang diperlihatkan dengan lingkar shank yang diperoleh paling tinggi di antara ayam Kampung kelompok lain. Mansjoer (1981) dan Mulyono et al. (2009) menyatakan bahwa kerampingan shank dapat ditentukan dengan lingkar metatarsus; yang dihubungkan dengan kemampuan ayam untuk menopang tubuh. Budipurwanto (2001) menyatakan korelasi antara bobot badan dan lingkar shankpada ayam Kampung sebesar 0,96. Bobot badan ayam Kampung jantan Blitar ditemukan tertinggi di antara ayam Kampung jantan lokasi lain, sedangkan ayam Kampung betina Ciamis ditemukan tertinggi di antara ayam Kampung betina lokasi lain.

Kusuma (2002) menyatakan lebar dada yang tinggi menyediakan ruangan yang cukup bagi kerja organ-organ dalam pada tubuh ayam.Pada penelitian ini, panjang dada dan dalam dada merupakan bagian dada. Mansjoer (1981) menyatakan bahwa bagian dada merupakan tempat perletakan daging sehingga perkembangan dari tulang dada dapat menunjukkan produksi daging.Kusuma (2002) menyatakan lebar dada dan lingkar dada berkorelasi nyata terhadap bobot badan pada ayam Kampung.

Tulang pinggul dan panjang sayap merupakan bagian dari kerangka tubuh ayam. Suryaman (2001) menyatakan bahwa ukuran kerangka tubuh ayam bagi peternak merupakan indikator produksi ternak. Berdasarkan Analisis Regresi Komponen Utama pada penelitian ini; tulang pinggul dan panjang sayap berkorelasi positif terhadap bobot badan (P<0,01).

Pakan yang dikonsumsi, pertama kali digunakan untuk kebutuhan hidup pokok (Rasyaf, 2011). Kebutuhan hidup pokok ayam dikaitkan dengan ketahanan hidup (survive) sampai pada saat tertentu yaitu pada saat kebutuhan pokok terpenuhi,

(29)

ayam bersiap untuk berproduksi. Lingkungan tempat hidup berkaitan erat dengan zona nyaman ayam untuk survive lalu berproduksi. Menurut Lucas dan Stettenheim (1972) jengger berperanan dalam sistem sirkulasi darah. Jenggerberfungsi sebagai termoregulator tubuh terhadap suhu lingkungan. Meskipun tinggi jengger berkaitan dengan upaya fisiologis ayam untuk bertahan hidup pada lingkungan dengan suhu tertentu, tinggi jengger ayam Kampung pada masing-masing lokasi memiliki ukuran yang berbeda, yang secara tidak disadari telah diseleksi alam. Tinggi jengger yang rendah yang telah terseleksi ketat pada ayam Kampung Blitar, berdasarkan Analisis Regersi Komponen Utama menunjukkan bahwa bila ukuran tinggi jengger bertambah maka bobot badan akan bertambah. Hal yang sebaliknya ditemukan pada kelompok ayam Kampung Ciamis dan Tegal. Pada kelompok ayam Kampung Ciamis dan Tegal, peningkatan ukuran tinggi jengger akan menurunkan bobot badan, sebagai upaya ayam untuk tetap berada pada zona nyaman untuk bertahan hidup dan berproduktivitas.

Jari ketiga berkembang baik pada ayam Kampung betina Blitar, karena digunakan untuk bertengger pada saat ayam beristirahat. Lingkungan ayam Kampung di Blitar dengan tempat beristirahat ayam tidak pada kandang, yang berakibat pada perkembangan panjang jari ketiga yang cepat; sehingga ayam Kampung Blitar memiliki ukuran panjang jari ketiga tertinggi diantara ayam Kampung Ciamis dan Tegal. Perolehan nilai elastisitas pada ayam Kampung Blitar memberikan hasil yang bertentangan antara jantan dan betina. Nilai elastisitas Ayam Kampung panjang jari ketiga terhadap bobot badan pada jantan bernilai negatif, sedangkan pada betina positif. Respon adaptasi ayam Kampung jantan Blitar berbeda dengan kelompok ayam lain, karena seleksi alam terhadap panjang jari ketiga sebagai upaya ayam jantan Blitar untuk menyeimbangkan posisi ayam pada saat bertengger tidak memberikan respon positif terhadap bobot badan. Ayam Kampung jantan Blitar bertahan (survive) pada kondisi bobot badan yang semakin besar dengan panjang jari ketiga yang semakin kecil. Noor (2004) menyatakan daya adaptasi yang tinggi terhadap lingkungan dapat menentukan keberhasilan ternak untuk dapat bertahan (survive).

Kusuma (2002) menyatakan bahwa panjang paruh (maxilla) memiliki korelasi yang tinggi dan nyata terhadap bobot badan pada ayam Kampung. Paruh

(30)

berfungsi sebagai alat pengambil pakan (Rusdin, 2007). Dijelaskan lebih lanjut bahwa ukuran paruh yang panjang pada ayam petelur akan mempengaruhi efektivitas dan efisiensi pakan.

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan

Perbedaan ditemukan diantara jantan maupun betina ayam Kampung Ciamis, ayam Kampung Tegal dan ayam Kampung Blitar.Perbedaan ukuran-ukuran linear

Gambar

Gambar 7menyajikan peta lokasi desa Tanjung Manggu, Sindangrasa, Imbanagara,  Kabupaten Ciamis
Gambar 8. Kandang Ternak Ayam Kampung di Desa Tanjung Manggu Ciamis  Tipe kandang di lokasi penelitian berbentuk kandang individu bertingkat  yang dibuat dari bambu dan naungan genteng
Gambar 10. Kandang Ayam Kampung Desa Dampyak Tegal
Tabel 3. Hasil Pengukuran Variabel yang Diamati pada Ayam Kampung Jantan      dan Betina di Lokasi Pengamatan Ciamis
+7

Referensi

Dokumen terkait

Sistem Sistem pengaduan masyarakat yang diterapkan di Kecamatan Kajen Kabupaten Pekalongan saat ini masih dilakukan secara manual, yaitu dengan cara bertemu langsung dengan

Barang/Jasa Pelengkap (Complimentary Products/Services): adalah barang / material / bisa juga dokumen, maupun jasa-jasa lainnya yang harus disediakan, dibeli, dan atau digunakan

Berdasarkan Pasal 60 ayat (1) dan ayat (2) Peraturan Komisi Informasi Nomor 1 Tahun 2013 tentang Prosedur Penyelesaian Sengketa Informasi Publik, kami mengajukan

bahwa untuk melaksanakan ketentuan dalam Pasal 111 Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan Pasal 43 Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 64 Tahun

Kesimpulan Dari seluruh proses penelitian yang telah penulis lakukan mengenai Implementasi Penanaman Nilai-nilai Moral dan Kemandirian Sosial di Sekolah Dasar Plus Qurrota

Financing Bank Umum Syariah Di Indonesia: Pendekatan Unbalanced Panel Data.

 OS android versi v4.4 sampai dengan v4.4.4 Dirilis pertama pada tanggal 31 bulan Oktober tahun 2013 di namakan dengan Android kitkat .os android kitkat memiliki tampilan 100%