• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I DAFTAR PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "BAB I DAFTAR PUSTAKA"

Copied!
105
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sesuai dengan tujuan pendidikan nasional yang tertuang dalam Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 (Sisdiknas, Pasal 3), yaitu berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab (UU Sisdiknas Nomor 20/2003) maka, melalui pendidikan diharapkan dapat meningkatkan kualitas kehidupan pribadi maupun masyarakat, serta mampu menghasilkan sumber daya manusia yang berkualitas dan profesional.

Data The United Nations Development Program tahun 2011 tentang peringkat Indeks Pengembangan Manusia (Human Development Index) yaitu komposisi dari peringkat pencapaian pendidikan, kesehatan, dan penghasilan per kepala menunjukkan bahwa indeks pengembangan manusia Indonesia semakin menurun. Diantara 174 negara di dunia, Indonesia menempati urutan ke-102 pada tahun 1996, ke-99 tahun 1997, ke-105 tahun 1998, ke-109 tahun 1999 dan menurun 112 pada tahun 2000 (Pujiantoro, 2010).

(2)

karena itu Undiksha yang merupakan salah satu perguruan tinggi di Indonesia yang berhaluan pendidikan perlu berbenah diri dan berkembang kaitannya dengan kompetensi lulusan. S1 PGSD yang merupakan salah satu jurusan di Undiksha yang mencetak tenaga pengajar guru pendidikan dasar harus memperhatikan kompetensi lulusan.

Mahasiswa lulusan S1 PGSD Undiksha harus memiliki standar kompetensi lulusan seperti (Undiksha.ac.id, 2011) : 1) Memahami karakteristik anak usia SD/MI dalam penggalan kelompok usia tertentu (kelas awal dan kelas lanjut). 2) Memahami latar belakang keluarga dan masyarakat untuk menetapkan kebutuhan belajar usia SD/MI dalam konteks kebhinnekaan budaya. 3) Memahami cara belajar dan kesulitan belajar anak usia SD/MI dalam penggalan kelompok usia tertentu (kelas awal dan kelas lanjut). 4) Mampu mengembangkan potensi peserta didik usia SD/MI. 5) Menguasai substansi dan metodologi dasar keilmuan Matematika yang mendukung pembelajarn matematika SD/MI. 6) Menguasai substansi dan metodologi dasar keilmuan Ilmu Pengetahuan Alam (IPA), IPS, PKn, Matematika, Bahasa Indonesia yang mendukung pembelajaran. 7) Mampu mengembangkan kurikulum dan pembelajaran lima mata pelajaran SD/MI, secara kreatif dan inovatif. 8) Mampu bekontribusi terhadap perkembangan pendidikan di tingkat lokal, regional, nasional dan global. 9) Mampu memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi untuk berkomunikasi dan mengembangkan diri. 10) Mampu menggunakan bahasa Inggris untuk mengembangkan wawasan.

(3)

lulusan S1 PGSD ke dalam kurikulum S1 PGSD, (2) Menyiapkan perangkat kurikulum (silabus, SAP, dan Hand out), (3) Menyiapkan bahan ajar, (4) Menetapkan pengampu mata kuliah sesuai ketentuan yang berlaku, (5) Melaksanakan pembelajaran minimal 12 kali (75%) pertemuan dari 16 kali pertemuan termasuk melaksanakan evaluasi, (6) Melaksanakan bimbingan non akademik melalui layanan bimbingan akademik, (7) Menerapkan disiplin bagi mahasiswa dan dosen, (8) Penyelenggaraan kegiatan ekstrakurikuler yang diimplementasikan melalui kegiatan-kegiatan kemahasiswaan (HMJ). Berbagai usaha yang dilakukan dianalisis lebih jauh menggunakan SWOT. Berdasarkan analisis SWOT Jurusan PGSD undiksha diperoleh bahwa kelemahan (W) yang ada adalah: (1) kemampuan dosen Jurusan PGSD dalam menerapkan pembelajaran yang inovatif masih rendah, (2) Jumlah mahasiswa Jurusan PGSD relatif banyak, (3) Tidak semua mahasiswa dapat terlibat dalam program HMJ , (4) Mahasiswa mempunyai kemampuan akademik sangat variatif, (5) Masih cukup banyak mahasiswa yang IPK-nya relatif rendah (Laporan Evaluasi Diri, 2010). Kelemahan-kelemahan tersebut akan mempengaruhi mutu lulusan. Jika melihat faktor jumlah mahasiswa yang banyak dan bervariasi dalam kemampuan akademik, kemudian pembelajaran masih kurang inovatif serta minimnya keterlibatan mahasiswa dalam HMJ maka harus dikaji faktor-faktor yang mempengaruhi hasil pembelajaran. Khususnya faktor dalam diri (internal) mahasiswa seperti gaya kognitif dan konsep diri.

(4)

serta pengalaman-pengalaman yang berasal dari alam sekitar (Amrina, 2004). Gaya kognitif merupakan cara individu untuk mengorganisasikan, merepresentasikan, dan memahami pengetahuan yang ia peroleh dari hasil interaksi dengan lingkungan Riding dan Rayner (dalam Chen dan Macredie, 2002). Gaya kognitif dapat didefinisikan sebagai langkah yang ditempuh individu untuk memproses informasi dan menggunakan strategi untuk melakukan tugas (Candiasa, 2002). Jenis gaya kognitif seseorang secara sederhana dapat diketahui melalui tindakan atau tingkah laku individu tersebut dalam memilih pendekatan dalam melaksanakan tugas, cara berkomunikasi dalam kehidupan sosial sehari-hari, cara pandang terhadap objek di sekitarnya, mata pelajaran yang cenderung dipilih atau digemari, model pembelajaran yang cenderung dipilih, cara mengorganisir informasi, dan cara berinteraksi dengan dosen.

(5)

Mahasiswa sebagai individu yang unik sudah tentu memiliki gaya kognitif yang berbeda dengan teman-temannya dalam satu kelas. Gaya kognitif yang dimiliki oleh mahasiswa akan memberikan dampak atau pengaruh yang positif apabila disediakan lingkungan dan kondisi yang tepat, sehingga mahasiswa dapat belajar secara optimal. Mahasiswa yang belajar secara optimal akan mencapai hasil belajar yang baik. Namun, jika kondisi atau lingkungan belajar mahasiswa tidak sesuai dengan gaya kognitif yang dimilikinya akan membuat mahasiswa tidak dapat belajar secara optimal. Hal ini akan berdampak negatif pada hasil belajar mahasiswa itu sendiri. Jadi dalam menerapkan pembelajaran di kelas harus memperhatikan jenis gaya kognitif yang dimiliki oleh mahasiswa.

Konsep diri sangat besar peranannya bagi mahasiswa, yaitu konsep diri mahasiswa mempengaruhi perilaku belajar dan prestasi belajar mahasiswa. Sebab pada hakikatnya semakin tinggi konsep diri seseorang maka akan semakin mudah ia mencapai keberhasilan. Dengan konsep diri yang tinggi seseorang akan bersikap optimis, berani mencoba hal-hal baru, berani mengambil resiko, penuh percaya diri, antusias, merasa dirinya berharga, dan berani menetapkan tujuan hidup. Sebaliknya, semakin rendah konsep diri mahasiswa, maka semakin sulit seseorang untuk berhasil karena konsep diri yang rendah akan mengakibatkan tumbuh rasa tidak percaya diri, takut gagal sehingga tidak berani mencoba hal-hal baru dan menantang, merasa diri bodoh, rendah diri, merasa tidak berguna, pesimis, serta bebagai perasaan dan perilaku inferior lainnya (Suardana, 2010).

(6)

seberapa jauh kontribusi gaya kognitif dan konsep diri terhadap pemahaman konsep IPA mahasiswa khususnya mahasiswa S1 PGSD Undiksha. Untuk itu, perlu dilakukan suatu penelitian untuk mengetahui Kontribusi Gaya Kognitif dan Konsep Diri Terhadap Pemahaman Konsep IPA Pada Mahasiswa S1 PGSD Undiksha.

1.2 Identifikasi Masalah

Berdasarkan dengan latar belakang yang telah dipaparkan diatas terkait dengan kontribusi gaya kognitif dan konsep diri terhadap pemahaman konsep IPA mahasiswa, dapat diidentifikasi masalah, yaitu ditinjau dari aspek mahasiswa, yang mempengaruhi hasil belajar muncul dari faktor internal dan eksternal. Faktor internal mahasiswa meliputi sikap terhadap belajar, motivasi berprestasi, konsentrasi belajar, mengolah bahan belajar, menyimpan perolehan hasil belajar, menggali hasil belajar yang tersimpan, kemampuan berprestasi atau untuk hasil belajar, rasa percaya diri, inteligensi dan keberhasilan belajar, kebiasaan belajar dan cita-cita mahasiswa, sedangkan faktor eksternal dapat berupa: dosen, sarana dan prasarana, kebijakan penilaian, lingkungan sosial lingkungan, dan kurikulum. Permasalahan yang ada di Jurusan PGSD Undiksha adalah masih minimnya keterlibatan mahasiswa dalam kegiatan akademik dan non-akademik yang menyebabkan penurunan kualitas dan mutu lulusan.

1.3 Pembatasan masalah

(7)

kemampuan peneliti, maka penelitian ini terbatas pada kontribusi gaya kognitif dan konsep diri terhadap pemahaman konsep IPA mahasiswa Jurusan S1 PGSD Undiksha Tahun Ajaran 2012/2013.

1.4 Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian yang telah diungkapkan pada latar belakang, maka dapat dirumuskan beberapa permasalahan yang menyangkut kontribusi gaya kognitif dan konsep diri terhadap pemahaman konsep IPA. Rumusan masalahnya adalah sebagai berikut.

1. Seberapa besarkah kontribusi gaya kognitif terhadap pemahaman konsep IPA mahasiswa Jurusan S1 PGSD Undiksha?

2. Seberapa besarkah kontribusi konsep diri terhadap pemahaman konsep IPA mahasiswa Jurusan S1 PGSD Undiksha?

3. Seberapa besarkah kontribusi gaya kognitif dan konsep diri terhadap pemahaman konsep IPA mahasiswa Jurusan S1 PGSD Undiksha?

1.5 Tujuan Penelitian

Berdasarkan pada rumusan masalah yang telah diungkapkan, adapun tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.

1. Untuk mengetahui kontribusi gaya kognitif terhadap pemahaman konsep IPA mahasiswa Jurusan S1 PGSD Undiksha.

(8)

3. Untuk mengetahui kontribusi gaya kognitif dan konsep diri terhadap pemahaman konsep IPA mahasiswa Jurusan S1 PGSD Undiksha.

1.6 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini mempunyai dua manfaat yaitu :

1. Teoretik, hasil penelitian ini dapat memberikan justifikasi empirik terhadap teori-teori gaya kognitif dan konsep diri dalam hubungannya dengan pemahaman konsep IPA.

2. Praktis, manfaat hasil penelitian ini adalah sebagai berikut.

a. Bagi mahasiswa

Penelitian ini akan sangat bermanfaat untuk mengembangkan pemahaman konsep mahasiswa, untuk mengikuti pelajaran berikutnya maupun sebagai bekal tentang cara memecahkan masalah dalam kehidupannya di masyarakat.

b. Bagi dosen

Hasil penelitian ini akan bermanfaat bagi dosen yang dapat digunakan sebagai pedoman dalam upaya meningkatkan pemahaman mahasiswa terhadap konsep IPA.

c. Bagi Jurusan

(9)

d. Bagi peneliti

(10)

BAB II

LANDASAN TEORI DAN PERUMUSAN HIPOTESIS

2.1 Kajian Teori

2.1.1 Tinjauan Tentang Gaya Kognitif

(11)

suatu tugas (Nurdin, 2005). Disebut sebagai gaya dan tidak sebagai kemampuan karena mengarah pada bagaimana orang memproses informasi dan memecahkan masalah, dan bukan pada bagaimana cara yang terbaik dalam memproses informasi dan memecahkan masalah. Menurut Kagan (dalam Nurdin, 2005), gaya kognitif dapat didefinisikan sebagai variasi individu dalam cara memandang, mengingat, dan berpikir atau sebagai cara tersendiri dalam hal memahami, menyimpan, mentransformasi, dan menggunakan informasi.

(12)

cenderung memandang suatu pola sebagai keseluruhan, tidak memisahkan ke dalam bagian-bagiannya.

Nasution mengemukakan bahwa mahasiswa yang bergaya kognitif field dependent sangat dipengaruhi atau bergantung pada lingkungan, sedangkan mahasiswa yang bergaya kognitif field independent tidak atau kurang dipengaruhi oleh lingkungan. Witkin menyatakan bahwa orang yang mempunyai gaya kognitif field independent merespon suatu tugas cenderung bersandar atau berpatokan pada syarat-syarat dari dalam diri sendiri, sedangkan orang yang memiliki gaya kognitif field dependent melihat syarat lingkungan sebagai petunjuk dalam merespon suatu stimulus. Winkel mengemukakan bahwa orang yang bergaya kognitif field dependent cenderung memandang suatu pola sebagai keseluruhan dan kerap lebih berorientasi pada sesama manusia serta hubungan sosial, sedangkan orang yang bergaya kognitif field independent cenderung untuk lebih memperhatikan bagian dan komponen dalam suatu pola dan kerap pula lebih berorientasi pada penyelesaian tugas dari pada hubungan sosial. Menurut Lamba (2006) gaya kognitif seseorang dapat dilihat dari sikap dan perilaku, seperti keuletan, ketekunan, daya tahan, keberanian menghadapi tantangan, dan kegairahan serta kerja keras.

a. Gaya Kognitif Field Independent

(13)

dan mereorganisir objek-objek yang sudah terorganisir, 3) cenderung kurang sensitif, dingin, menjaga jarak dengan orang lain, dan individualistis, 4) memilih profesi yang bisa dilakukan secara individu dengan materi yang lebih abstrak atau memerlukan teori dan analisis, 5) cenderung mendefinisikan tujuan sendiri, dan 6) cenderung bekerja dengan mementingkan motivasi intrinsik dan lebih dipengaruhi oleh penguatan instrinsik.

Secara ringkas ciri-ciri individu field independent dalam belajar yaitu: 1) memfokuskan diri pada materi kurikulum secara rinci, 2) memfokuskan diri pada fakta dan prinsip, 3) jarang melakukan interaksi dengan dosen, 4) interaksi formal dengan dosen hanya dilakukan untuk mengerjakan tugas, dan cenderung memilih penghargaan secara individu, 5) lebih suka bekerja sendiri, 6) lebih suka berkompetisi, dan 7) mampu mengorganiskan informasi secara mandiri (Liu & Ginter, 1999; Musser, 1997).

Musser (1997) mengemukakan kondisi pembelajaran yang dapat menunjang mahasiswa yang memiliki gaya kognitif field independent agar belajar secara maksimal, antara lain: 1) pembelajaran yang menyediakan lingkungan belajar secara individual atau mandiri, 2) disediakan lebih banyak kesempatan untuk belajar dan menemukan sendiri suatu konsep atau prinsip, 3) disediakan lebih banyak sumber dan materi belajar, 4) pembelajaran yang hanya sedikit memberikan petunjuk dan tujuan, 5) mengutamakan intruksi dan tujuan secara individual, dan 6) disediakan kesempatan untuk membuat ringkasan, pola, atau peta konsep berdasakan pemikirannya.

(14)

menghindari kegagalan. Mereka selalu optimis akan berhasil dan cenderung akan mencapai prestasi yang maksimal. Individu yang mempunyai gaya kognitif field independent apabila dihadapkan pada tugas-tugas yang kompleks dan bersifat analitis cenderung melakukannya dengan baik, dan apabila berhasil, antusias untuk melakukan tugas-tugas yang lebih berat lebih baik lagi dan mereka lebih senang untuk bekerja secara mandiri.

b. Gaya Kognitif Field Dependent

Witkin, et.al (dalam Candiasa, 2002) juga mengidentifikasi 6 karakteristik dari individu yang memiliki gaya kognitif field dependent, yaitu: 1) cenderung berpikir global, memandang objek sebagai satu kesatuan dengan lingkungannya, sehingga persepsinya mudah terpengaruh oleh perubahan lingkungan, 2) cenderung menerima struktur yang sudah ada karena kurang memiliki kemampuan merestrukturisasi, 3) memiliki orientasi sosial, sehingga tampak baik hati, ramah, bijaksana, baik budi, dan penuh kasih sayang terhadap individu lain, 4) cenderung memilih profesi yang menekankan pada kemampuan sosial, 5) cenderung mengikuti tujuan yang sudah ada, 6) cenderung bekerja dengan mengutamakan motivasi eksternal dan lebih tertarik pada penguatan eksternal, berupa hadiah, pujian atau dorongan dari orang lain.

(15)

pendapat dan perasaan orang lain, 6) lebih suka bekerja sama daripada bekerja sendiri, dan 7) lebih menyukai organisasi materi yang disiapkan oleh dosen.

Individu yang memiliki gaya kognitif field dependent lebih cenderug mengantisipasi kegagalan dengan memilih tugas-tugas yang mudah dan sifatnya harus banyak bimbingan.

Menurut Musser (1997) kondisi pembelajaran yang memungkinkan mahasiswa yang memiliki gaya kognitif field dependent belajar secara maksimal, antara lain: 1) belajar secara kelompok atau belajar dalam lingkungan belajar sosial, 2) diberikan lebih banyak petunjuk secara jelas dan eksplisit, 3) disediakan strategi tertentu sebelum melakukan suatu instruksi, 4) disajikan lebih banyak umpan balik, 5) disajikan informasi secara umum atau garis–garis besarnya, dan 6) disediakan banyak contoh.

Implikasi gaya kognitif mahasiswa yang field dependen-field independent dalam pembelajaran dapat dirangkum dalam Tabel 2.1.

Tabel 2.1 Implikasi Gaya Kognitif Mahasiswa dalam Pembelajaran

NO Gaya kognitif field dependent Gaya kognitif field independent

1 Penerimaan secara global Penerimaan secara analitis 2 Memahami secara global struktur

yang diberikan

Memahami secara artikulasi dari struktur yang diberikan atau pembatasan

3 Membuat perbedaan yang umum dan luas antara konsep, melihat hubungan/ keterkaitan

Membuat perbedaan konsep yang spesifik dengan sedikit mungkin tumpang tindih

4 Orientasi sosial Orientasi pada perorangan

(16)

sosial tugas yang disengaja 6 Materi yang baik adalah materi

yang relevan dengan

pengalamannya

Belajar materi sosial hanya sebagai tugas yang disengaja

7 Memerlukan bantuan luar dan penguatan untuk mencapai tujuan

Tujuan dapat dicapai dengan penguatan sendiri

8 Memerlukan pengorganisasian Bisa dengan situasi struktur sendiri 9 Lebih dipengaruhi oleh kritik Kurang dipengaruhi oleh kritik

10 Menggunakan pendekatan

penonoton untuk mencapai konsep

Menggunakan pendekatan pengetesan hipotesis dalam pencapaian konsep

(Nurdin, 2005)

(17)

bergaya kognitif field independent tidak selalu menunjukkan rata-rata nilai yang tinggi di sekolah.

2.1.2 Tinjauan Tentang Konsep Diri 2.1.2.1 Pengertian Konsep Diri

Manusia senantiasa berinteraksi dengan lingkungan baik sesama manusia maupun dengan alam sekitarnya. Dalam konteks interaksi dengan sesama seseorang tidak hanya berusaha mengerti tentang persoalan dan prilaku orang lain, namun juga berusaha untuk mengerti tentang dirinya sendiri dalam rangka mengadaptasi diri. Melalui komunikasi akan akan terbentuk saling pengertian, tumbuh rasa saling menyayangi, persahabatan menyebarkan pengetahuan dan melestarikan peradaban. Demikian pula dengan komunikasi juga dapat menimbulkan permusuhan dan perpecahan serta dapat merintangi kemajuan.

(18)

kognitif atau pandangan dan penilaian tentang diri sendiri, yang mencakup atribut-atribut spesifik yang terdiri atas komponen pengetahuan dan komponen evaluatif. Komponen pengetahuan termasuk sifat-sifat karakteristik fisik, sedangkan komponen evaluatif termasuk peran, nilai-nilai, kepercayaan diri, harga diri dan evaluasi diri global.

Konsep diri menggambarkan pengetahuan tentang diri sendiri yang mencakup konsep diri jasmaniah, konsep diri sosial dan konsep diri akademik. Konsep diri merupakan filter dan mekanisme yang mewarnai keseharian. Siswa yang memiliki konsep diri positif menjadi tidak cemas dalam menghadapi situasi baru, mampu bergaul dengan teman sebayanya, lebih kooperatif dan mampu mengikuti aturan dan norma-norma yang berlaku. Siswa yang menunjukkan konsep diri yang rendah atau negatif, akan memandang dunia di sekitarnya secara negatif. Sebaliknya, siswa yang memiliki konsep diri yang tinggi atau positif, cenderung memandang dunia sekitarnya positif.

(19)

Konsep diri adalah evaluasi individu mengenai diri sendiri, penilaian atau penaksiran mengenai diri sendiri oleh individu bersangkutan (Chaplin, 2000: 451). Konsep diri dapat diartikan sebagai suatu gambaran mental seseorang mengenai dirinya atau penilaian terhadap dirinya. Dapat pula diartikan sebagai kepercayaan siswa terhadap kemampuan sendiri untuk melakukan suatu tugas/ tindakan yakni tindakan belajar.

Mengacu pada pengertian konsep diri, selanjutnya dapat disimpulkan bahwa konsep diri merupakan gambaran diri, penilaian diri dan penerimaan diri yang bersifat dinamis, yangterbentuk melalui ersepsi dan interprestasi terhadap diri dan lingkungan, mencakup konsep diri umum (general self-consept) dan konsep yang lebih spesifik (spesifik self-consept) dan konsep diri yang lebih spesifik (spesifik self-consept) termasuk konsep diri akademik, sosial dan fisik.

Konsep diri ini sangat besar peranannya bagi siswa yang bersangkutan, sebab konsep diri ini merupakan pusat semua prilaku individu. Dengan demikian prilaku belajar dan prestasi belajar sangat dipengaruhi oleh konsep diri. Konsep diri adalah bagaimana orang berpikir tentang dirinya dan nilai apa yang diletakkan pada dirinya. Hal-hal seperti ini akan menentukan konsep dirinya. Konsep diri sangat penting artinya dalam menentukan tujuan yang akan dirumuskan dalam sikap yang dipegang, tingkah laku yang diprakasai dan respon yang dilakukan terhadap orang lain dan lingkungannya (Cohen, 1976).

(20)

2.1.2.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Konsep Diri

Beberapa faktor yang mempengaruhi perkembangan konsep diri seseorang sebagaimana yang di kemukakan oleh para ahli dalam tulisan-tulisannya. Menurut Louisajanda (1978 :132) yang mengatakan bahwa seseorang anak tidak membawa konsep diri sejak lahir. Menurutnya anak-anak secara perlahan-perlahan belajar untuk mendefinisikan dirinya berpijak pada cara-cara oranglain memperlakukan dirinya. Karena kebanyakan anak-anak memulai interaksinya dirumah, maka orang tua dan pengasuh adalah penentu utama pembentukan konsep diri anak, individu-individu lain yang juga turut berperan adalah saudara kandungnya, teman-temannya, pare guru serta orang-orang lain yang berpengaruh dimata anak. Selain Louisayjanda, ahli lain seperti Ausubel (dalam Dinkmeyer, 1965 :184) juga menyimpulkan bahwa konsep diri individu merupakan produk sosial yang terbentuk dari pengalaman-pengalaman dengan sesama, orang tua, teman sebaya, maupun masyarakat lainnya.

Konsep yang tidak jauh berbeda dengan kedua ahli di atas dikemukakan oleh Rakhmat (1986 : 126) yang merangkum pendapat beberapa orang ahli. Rakhman menyebutkan bahwa ada dua faktor yang berpengaruh terhadap pembentukan konsep diri seseorang. Kedua faktor tersebut adalah faktor faktor orang lain dan faktor kelompok rujukan. Dengan melihar pendapat-pendapat di atas, maka berikut ini dipaparkan faktor-faktor yang berpengaruh terhadap konsep diri seseorang.

1. Faktor Orang Lain

(21)

menerima dan menghormati dirinya. Sebaliknya, apabila seseorang selalu merasa diremehkan, maka ia cenderung akan bersikap tidak menyenangi dirinya. Selain itu, tetap harus diingat bahwa tidak semua oramg mempunyai pengaruh yang sama terhadap diri seseorang. Ada beberapa orang yang memberikan pengaruh sangat kuat, yaitu orang-orang yang sangat dekat diri seseorang seperti orang tua, saudara dan orang-orang yang tinggal dalam satu rumah.

2. Faktor Kelompok Rujukan

Kelompok rujukan yang dimaksud dalam hal ini adalah kelompok yang dikaitkan dengan hubungan sosial di masyarakat. Dalam kaitannya dengan pergaulan di sekolah, perkembangan konsep diri seseorang sangat dipengaruhi oleh teman sebaya dan para guru.

Apabila seseorang merasa dirinya diterima dan dihormati oleh teman sebaya dan oleh guru, hal itu akan membentuk konsep diri yang positif pada dirinya. Akan tetapi, apabila seseorang merasa tidak diterimadan tidak dihormati keberadaannya, maka kondisi ini akan berimplikasi pada terbentuknya konsep diri negatif dalam dirinya.

2.1.2.3 Ciri-Ciri Konsep Diri

(22)

Brooks dan Emmert (1976), sebagaimana yang dikutip oleh Rakhmat (1996: 132), mendeskripsikan mereka yang memiliki konsep diri tinggi dapat diidentifikasi melalui beberapa ciri, yaitu (1) mereka merupakan orang yang yakin akan kemampuannya dalam mengatasi suatu permasalahan, (2) mereka merupakan orang yang sadar benar bahwa masyarakat tidak dapat sepenuhnya menyetujui setiap perasaan, keinginan dan perilakunya. (3) mereka adalah orang yang mampu memperbaiki dirinya karena ia sanggup mengungkapkan aspek-aspek kepribadiannya yang kurang baik dan mengubahnya, (4) mereka adalah orang yang merasa dirinya setara dengan orang lain, dan (5) mereka merupakan tipe orang yang menerima pujian tanpa rasa malu.

(23)

sama dengan orang lain meskipun mereka sadar bahwa sebagai manusia tiap orang memiliki perbedaan dalam hal kemampuan, latar belakang keluarga, atau sikap orang lain terhadap mereka, (6) mereka sanggup menerima dirinya sebagai orang yang mampu dan bernilai bagi orang lain, setidak-tidaknya bagi sahabat-sahabat mereka, (7) mereka dapat menerima pujian tanpa berpura-pura rendah hati, dan menerima penghargaan tanpa merasa bersalah, (8) mereka cenderung menolak usaha orang lain untuk mendominasinya, (9) mereka mampu mengakui pada orang lain bahwa mereka merasakan berbagai dorongan dan keinginan dari perasaan marah sampai cinta, dari perasaan sedih sampai bahagia, serta perasaan kecewa sampai puas yang mendalam pula, (10) mereka mampu menikmati diri mereka secara utuh dalam berbagai kegiatan yang meliputi pekerjaan, permainan, ungkapan diri yang kreatif, persahabatan atau sekedar mengisi waktu, (11) mereka peka pada kebutuhan orang lain, kebutuhan sosial yang telah diterima, terutama sekali pada gagasan mereka tidak bisa bersenang-senang dengan mengorbankan orang lain.

(24)

tidak disenangi oleh orang lain sehingga ia bereaksi pada orang lain sebagai musuh. Karena itu , ia tidak dapat menciptakan kehangatan dan keakraban persahabatan, (5) ia bersikap pesimis terhadap kompetisi seperti terlihat dari keengganannya bersaing dengan orang lain dalam membuat prestasi.

2.1.3 Tinjauan Tentang Pemahaman Konsep

Menurut Parera (1993) pemahaman mencakup pengertian hubungan baik secara lisan maupun secara tertulis dalam bentuk verbal dan simbolik. Tujuan khas dari pemahaman ini adalah pelajar/mahasiswa dapat mengerti, mengatakan dengan kata-kata sendiri, menerjemahkan, menafsirkan dan sebagainya. Pemahaman merupakan rekonstruksi makna dan hubungan-hubungan, bukan hanya sekedar proses asimilasi dari pengetahuan yang sudah dimiliki sebelumnya.

(25)

prasyarat untuk meraih pengetahuan pada level yang lebih tinggi seperti penerapan, analisis, sintesis, evaluasi, wawasan, dan kebijakan seseorang.

Pemahaman merupakan prasyarat untuk mencapai pengetahuan atau kemampuan pada tingkat yang lebih tinggi, baik pada konteks yang sama maupun pada konteks yang lebih tinggi. Pembelajaran untuk pemahaman harus memperhatikan pengetahuan awal yang dimiliki mahasiswa Dochy, 1996 (dalam Warpala 2006).

(26)

Seseorang siswa dikatakan memahami sesuatu apabila ia dapat memberikan penjelasan atau memberi uraian yang lebih rinci tentang hal itu dengan menggunakan kata-katanya sendiri. Pemahaman merupakan jenjang kemampuan berfikir yang setingkat lebih tinggi dari ingatan atau hafalan. Kilpatrick dan Findell (Dasari 2002: 21) mengemukakan indikator pemahaman konsep yaitu: 1) Kemampuan menyatakan ulang konsep yang telah dipelajari. 2) Kemampuan memberi contoh dari konsep yang telah dipelajari. 3) Kemampuan mengaitkan berbagai konsep yang telah dipelajari.

Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa pemahaman konsep IPA adalah cara seseorang memahami suatu konsep IPA yang telah didapat melalu serangkaian kajadian atau peristiwa yang dilihat maupun didengar yang tersimpan dalam pikiran dan yang nantinya dapat diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari (Linda, 2012).

2.1.4 Profil Jurusan PGSD Undiksha

2.1.4.1 Identitas Jurusan PGSD Undiksha

(27)

tahun 2009 juga telah diterima dosen tidak tetap sebanyak 16 orang. Pengangkatannya dilakukan berdasarkan SK Rektor sesuai dengan kebutuhan dan usul dari jurusan.

Jurusan PGSD berada di bawah Fakultas Ilmu Pendidikan. Jurusan dipimpin oleh seorang ketua jurusan dibantu oleh sekretaris jurusan dan ketua Lab. Jurusan PGSD membawahi 2 UPP yaitu UPP Singaraja dan UPP Denpasar. Masing-masing UPP dipimpin oleh seorang ketua UPP dibantu oleh sekretaris UPP. Ketua jurusan, sekretaris, dan ketua Lab jurusan PGSD dipilih berdasarkan rapat pimpinan fakultas. Pemilihan ketua dan sekretaris UPP dilakukan melalui rapat dosen UPP. Dalam melaksanakan tugas dan kewajiban, pimpinan jurusan termasuk civitas akademika lainnya berpedoman pada pedoman studi yang memuat tentang aturan, disiplin, dan etika yang harus dipenuhi.

(28)

untuk memperoleh dana di tingkat pusat (Dikti), penulisan menulis karya ilmiah pada majalah nasional dan internasional masih rendah.

Adapun visi jurusan PGSD yakni mewujudkan jurusan PGSD yang mampu mengembangkan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi serta menghasilkan guru sekolah dasar yang cerdas dan berdaya saing tinggi, dengan misi menyelenggarakan Tri Dharma Perguruan Tinggi (PT) dalam bidang kependidikan untuk menghasilkan guru sekolah dasar yang cerdas dan berdaya saing tinggi dalam bidang profesi akademik dan profesi. Untuk meraih visi dan misi tersebut maka jurusan PGSD undiksha memiliki target maupun tujuan sebagai indikator keberhasilan mengemban amanah pendidikan. Dengan mencetak tenaga pendidik yang : 1) Beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, 2) Memiliki kesadaran tinggi sebagai warga negara dari masyarakat dan bangsa yang pancasilais, 3) Memiliki kemampuan mengenal peserta didik secara mendalam, 4) Menguasai bidang studi, 5) Memiliki kemampuan menyelenggarakan pembelajaran yang mendidik, 6) Memiliki kemampuan profesional secara berkelanjutan, 7) Memiliki kebiasaan, nilai, dan kecendrungan pribadi yang menunjang perkembangan profesi, 8) Memiliki kemampuan untuk berkomunikasi secara sosial, dan profesional dengan lingkungan sejawat maupun masyarakat, 9) Memiliki kemandirian dan beretos kerja tinggi.

2.1.4.2 Profil Mahasiswa dan Lulusan Jurusan PGSD

(29)

Sejak tahun akademik 2008/2009, Jurusan PGSD menerima mahasiswa melalui tiga jalur yaitu: jalur Penerimaan Mahasiswa Jalur Khusus (PMJK), Sistem Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN), dan Penerimaan Mahasiswa Jalur Lokal (PMJL) yang dilaksanakan secara terpusat di tingkat institusi. Jumlah mahasiswa yang diterima secara keseluruhan mengacu pada hasil rapat koordinasi yang dilakukan sebelumnya antara lembaga Undiksha dan seluruh Kepala Dinas Pendidikan di Bali. Dalam rapat tersebut, diputuskan banyaknya calon mahasiswa yang akan diterima dari setiap kabupaten/kota.

2. Profil

(30)

Dengan adanya sistem seleksi tiga jalur, diharapkan kualitas mahasiswa akan semakin meningkat. Mahasiswa yang diterima sebagian besar berasal dari daerah kabupaten/kota di Provinsi Bali. Usia mahasiswa berkisar antara 19 tahun sampai dengan 22 tahun. Dilihat dari jenis kelaminnya, mahasiswa Jurusan PGSD lebih banyak wanita dibandingkan dengan pria, dengan rasio sekitar 60 % wanita dan 40 % laki-laki.

Dilihat dari latar belakang sosial ekonominya, sebagian besar mahasiswa berasal dari golongan menengah ke bawah. Sejak tahun 2008, mahasiswa Jurusan PGSD penerima beasiswa PPA sebanyak 93 orang, beasiswa jenis BBM sebanyak 48 orang, beasiswa supersemar 4 orang, beasiswa PPE 1 orang, beasiswa BRI 4 orang, beasiswa Pemda tingkat I sebanyak 4 orang, beasiswa Dikluspora 10 orang, dan beasiswa BKN 96 orang. Untuk tahun 2009 penerima beasiswa terdiri dari PPA 108 orang, beasiswa BBM 82 orang, beasiswa supersemar 31, beasiswa BRI 8 orang, beasiswa Dikluspora 23 orang, dan beasiswa BKN 51 orang. Jumlah dosen yang dilibatkan sebagai pengajar di Jurusan PGSD adalah 70 orang, yang terdiri dari dosen dengan home base PGSD (56 orang), dosen kontrak (4 orang), dan dosen luar biasa (10 orang). Dengan demikian, perbandingan antara jumlah dosen dengan jumlah mahasiswa adalah 1:33.

(31)

kegiatan: seni tari, seni tabuh, pramuka, olahraga, pesantian, teater, dan porseni. Namun, tingkat partisipasi mahasiswa dalam kegiatan akademik maupun non akademik masih tergolong rendah, karena persentase keterlibatan mahasiswa dalam kegiatan akademik seperti Program Kreativitas Mahasiswa (PKM), seminar, dan penelitian masih tergolong rendah. Saat ini, keterlibatan mahasiswa Jurusan PGSD dalam kegiatan penulisan karya ilmiah baru mencapai 25 orang (0,99%). Demikian pula dalam kegiatan-kegiatan ekstrakurikuler yang lain. Manifestasinya adalah keterlibatan mahasiswa Jurusan PGSD dalam organisasi kemahasiswaan (HMJ) baru mencapai 65 orang (2,8%).

2.2 Kajian Hasil Penelitian yang Relevan

(32)

hasil berupa terdapat interaksi antara pembelajaran berbasis multimedia dan gaya kognitif terhadap kemampuan pemecahan masalah matematika.

Penelitian Reta (2012) tentang Pengaruh Model Pembelajaran Berbasis Masalah Terhadap Keterampilan Berpikir Kritis Ditinjau Dari Gaya Kognitif Siswa kelas X SMAN 1 Gianyar menunjukkan bahwa terdapat perbedaan keterampilan berpikir kritis antara kelompok siswa yang belajar melalui model PBLdengan kelompok siswa yang belajar dengan model PK pada kelompok tipe gaya kognitif. Penelitian serupa juga telah dilakukan oleh Dona, dkk (2012) dengan judul Kemampuan Komunikasi Matematis Dalam Pemecahan Masalah Matematika Sesuai Dengan Gaya Kognitif Pada Siswa Kelas IX SMP Negeri 1 Surakarta Tahun Pelajaran 2012/2013, diperoleh hasil terdapat perbedaan kemampuan komunikasi matematis dalam pemecahan masalah matematika sesuai dengan tipe gaya kognitif siswa. Sulistyowati (2010) telah meneliti tentang Pengaruh Pembelajaran Kontekstual dan Gaya Kognitif terhadap Sikap Nasionalisme Siswa Kelas XI IPA SMA Negeri 1 Kuta Kabupaten Badung Tahun Pelajaran 2009-2010, dengan hasil terdapat pengaruh interaksi yang signifikan antara pembelajaran Kontekstual dan gaya kognitif siswa terhadap sikap nasionalisme dengan FAB(Hitung) = 254,358 yang signifikan pada taraf signifikansi 5%. Berdasarkan temuan dapat disimpulkan bahwa pembelajaran kontekstual dan gaya kognitif dapat meningkatkan sikap nasionalisme siswa.

Penelitian tentang gaya kognitif juga dilakukan oleh Eka (2014) dengan judul

(33)

belajar dengan perubahan konseptual dan konvensional untuk siswa yang memiliki gaya kognitif.

Penelitian tentang kajian konsep diri telah dilakukan oleh Qondias (2012) yang meneliti tentang Determinasi Ketahanmalangan dan Konsep Diri terhadap Motivasi Berprestasi dalam Kaitannya dengan Hasil Belajar IPS kelas VIII SMP N 3 Singaraja, menunjukkan bahwa ketahanmalangan dan konsep diri serta motivasi berpretasi berkontribusi terhadap hasil belajar siswa. Penelitian oleh Chadidjah dan Diah Arina S (2011) dengan judul Kefektifan Layanan Bimbingan Kelompok Dengan Metode Diskusi untuk Mengembangkan Konsep Diri Pada Siswa Kelas X SMA Negeri 1 Wonosari Tahun pelajaran 2011/2012, membuktikan layanan bimbingan kelompok dengan metode diskusi efektif untuk mengembangkan konsep diri pada siswa kelas X di SMA Negeri 1 Wonosari dengan hasil yang sangat signifikan. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Niyoko dan Salamah (2010) tentang Hubungan Antara Konsep Diri Kemampuan Akademik dan Prestasi Belajar IPS dengan Kesehatan Mental Siswa Kelas V, SD Kanisius Demangan Baru Depok, Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun pelajaran 2008/2009, Terdapat hubungan positif dan signifikan antara konsep diri kemampuan akademik dengan kesehatan mental. Resti A. dan Khairani (2013) telah meneliti Korelasi antara Konsep Diri Sosial dengan Hubungan Sosial (Studi Korelasional terhadap Siswa SMP Negeri 2 Padang Panjang), hasilnya terdapat korelasi yang signifikan antara konsep diri sosial dengan hubungan sosial siswa SMP Negeri 2 Padang Panjang.

(34)

ekonomi siswa kelas X SMA Saraswati Singaraja menjukkan bahwa terdapat determinasi yang sgnifikan antara konsep diri terhadap hasil belajar ekonomi siswa. Suardana (2010) dalam penelitiannya juga menyatakan pentingnya faktor konsep diri terhadap prestasi belajar. Kompetensi pedagogik, kompetensi professional, dan konsep diri memberikan kontribusi yang signifikan terhadap kualitas layanan guru dalam pembelajaran di SD kecamatan Denpasar Timur, seperti yang diteliti oleh Masna (2011) tentang kompetensi pedagogik, kompetensi professional, dan konsep diri (studi tentang persepsi guru sekolah dasar di kecamatan Denpasar Timur). Hasil penelitian dari Supriadi (2013) dengan judul efek kausal konsep diri akademik dan minat keguruan terhadap ekspektasi karier sebagai guru dan hubungannya dengan sikap profesionalisme keguruan mahasiswa PGSD Undiksha tahun Ajaran 2012/2013 menunjukkan bahwa terdapat efek langsung ekspektasi karier sebagai guru, konsep diri akademik dan minat keguruan terhadap sikap profesionalisme keguruan.

2.3 Kerangka Berpikir

2.3.1 Kontribusi Gaya Kognitif Terhadap Pemahaman Konsep IPA

(35)

terhadap kutub lainnya. Masing-masing kutub memiliki dampak positif pada situasi tertentu dan memiliki dampak negatif pada situasi yang lain.

Dalam pembelajaran, individu yang memiliki gaya kognitif field independent akan memfokuskan diri pada fakta dan prinsip, jarang melakukan interaksi dengan pengajar, interaksi formal dengan pengajar hanya dilakukan untuk mengerjakan tugas, lebih suka bekerja sendiri, lebih suka berkompetisi, lebih menyukai motivasi intrinsik, lebih suka pada hal-hal yang memerlukan analisis, dan mampu mengorganisasikan informasi secara mandiri. Kemampuan seperti ini, tentunya akan sangat menunjang kinerja mereka dalam pembelajaran yang menghadirkan masalah real yang memerlukan analisis yang lebih kompleks. Siswa yang memiliki gaya kognitif field independent akan lebih tekun belajar, bekerja keras, berusaha semaksimal mungkin, dan tidak membuang-buang waktu karena merasa tertantang, mereka ingin berprestasi.

Individu yang memiliki gaya kognitif field independent lebih tertarik pada desain materi pembelajaran yang memberikan kebebasan untuk mengorganisasikan kembali materi pembelajaran sesuai dengan keperluannya. Materi pembelajaran tersebut cenderung tidak diterima apa adanya melainkan dianalisis terlebih dahulu dan kemudian disusun kembali dengan bahasanya sendiri.

(36)

memperkuat interaksi dengan pengajar, dan lebih menyukai organisasi materi yang disiapkan oleh pengajar. Untuk masalah yang memerlukan analisis yang lebih kompleks individu yang memiliki gaya kognitif field dependent akan mengalami kesulitan dalam memecahkannya.

Berdasarkan karakteristik gaya kognitif individu jika dihubungkan dengan kemampuan pemahaman konsep, maka siswa yang memiliki gaya kognitif field independent akan memiliki pemahaman konsep yang lebih baik dibandingkan dengan siswa yang memiliki gaya kognitif field dependent.

2.3.2 Kontribusi Konsep Diri Terhadap Pemahaman Konsep IPA

Konsep diri individu secara umum dibagi menjadi dua, yaitu : konsep diri tinggi dan konsep diri rendah. Seseorang individu yang memiliki konsep diri tinggi akan memiliki kepercayaan diri yang lebih tinggi terhadap kemampuannya sendiri dalam melakukan tugas. Seseorang yang memiliki konsep diri tinggi akan memiliki karakter-karakter seperti : (1) yakin akan kemampuannya untuk mengatasi masalah, (2) merasa setaraf dengan orang lain, (3) menyadari bahwa setiap orang mempunyai berbagai perasaan, keinginan, gagasan dan perilaku yang tidak seluruhnya sama dengan yang lain, (4) mampu memperbaiki dirinya dan berusaha untuk mengubahnya. Dalam belajar, individu dengan karakter seperti ini selalu ingin mengemukakan gagasannya untuk dapat memperbaiki apabila ada gagasan yang tidak sesuai dengan konsep yang benar.

(37)

dalam menyelesaikan tugas-tugasnya. Orang yang memiliki konsep diri yang rendah memiliki karakter seperti : (1) sangat tidak tahan terhadap kritik yang diterimanya, ia mudah marah, (2) cenderung menghindari dialog dengan berbagai justifikasi atau logika yang keliru, (3) responsive sekali terhadap pujian, bagi orang-orang ini segala embel-embel yang menjunjung haega dirinya selalu menjadi pusat perhatiannya, (4) akan bersikap pesimis terhadap kompetisi dan menganggap dirinya tidak akan berdaya untuk menghadapi persaingan.

Orang yang konsep dirinya rendah sulit dan takut untuk mengungkapkan gagasannya, hal ini disebabkan karena dia takut salah dan tidak senang menerima kritik dari orang lain, serta selalu menghindari dialog. Seseorang yang konsep dirinya rendah, dalam belajar selalu ingin melihat kebenaran dari orang lain terlebih dahulu, baru setelahnya berani dan mau melakukannya karena hal itu telah diyakini benar oleh orang lain dan dirinya sendiri.

2.3.3 Kontribusi Gaya Kognitif Dan Konsep Diri Terhadap Pemahaman Konsep IPA

Karakteristik siswa dilihat dari segi gaya kognitif sangat mempengaruhi kemampuan mahasiswa terhadap pemahaman konsep IPA. Gaya kognitif dapat digolongkan menjadi gaya kognitif field independent dan gaya kognitif field dependent. Field independent lebih mengoptimalkan pengelolaan dan analisis informasi secara mandiri. Mahasiswa yang memiliki gaya kognitif ini sangat aktif dalam kegiatan pembelajaran. Sedangkan mahasiswa yang memiliki gaya kognitif field dependent masih sangat bergantung dengan bimbingan guru.

(38)

individu juga akan berbeda. Individu yang memiliki konsep diri tinggi maka kepercayaan akan dirinya juga tinggi serta mampu mengkomfirmasi permasalahan ke orang lain dan lingkungan dengan baik hingga menemukan jawabannya. Namun seseorang dengan konsep diri yang rendah akan sebaliknya, takut, pesimis serta kurang mau bekerjasama menyebabkan individu dengan karakter ini menjadi sulit dan lambat dalam belajar.

Seseorang dengan konsep diri tinggi dan memiliki gaya kognitif field independent akan lebih baik pemahaman konsepnya, serta seseorang dengan konsep diri rendah dan memiliki gaya kognitif field dependent akan kurang pemahaman konsepnya karena perlu bimbingan serta klarifikasi dari orang lain terlebih dahulu.

2.4 Perumusan Hipotesis

Berdasarkan uraian dari landasan teori dan kerangka berpikir yang diungkapkan di atas, maka dapat dirumuskan hipotesis penelitian sebagai berikut.

1. Terdapat kontribusi antara gaya kognitif terhadap pemahaman konsep IPA mahasiswa jurusan S1 PGSD Undiksha.

2. Terdapat kontribusi antara konsep diri terhadap pemahaman konsep IPA mahasiswa jurusan S1 PGSD Undiksha.

(39)
(40)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Rancangan Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian korelasional yaitu suatu penelitian yang melibatkan tindakan pengumpulan data guna menentukan, apakah ada hubungan dan tingkat hubungan antara dua variabel atau lebih. Tujuan penelitian korelasional adalah untuk mendeteksi sejauh mana variabel-variabel pada suatu faktor berkaitan dengan variabel-variabel pada satu atau lebih faktor lain berdasarkan pada koefisien korelasi (Suryabrata, 2006). Dalam penelitian ini akan dicari kontribusi antara variabel gaya kognitif dan variabel konsep diri terhadap variabel pemahaman konsep IPA.

Desain korelasional dasar yaitu, dua atau lebih skor yang diperoleh dari setiap jumlah sampel yang dipilih, satu skor untuk setiap variabel yang diteliti, dan skor berpasangan kemudian dikorelasikan. Koefisien korelasi yang dihasilkan mengindikasikan tingkatan/derajat hubungan antara kedua variabel tersebut. Studi yang berbeda menyelidiki sejumlah variabel,dan beberapa penggunaan prosedur statistik yang kompleks, namun desin dasar tetap sama dalam semua studi korelasional.

(41)

1.Korelasi Bivariat

Rancangan penelitian korelasi bivariat adalah suatu rancangan penelitian yang bertujuan untuk mendeskripsikan hubungan antara dua variabe;. Hubungan antara dua variabel diukur. Hubungan tersebut mempunyai tingkatan dan arah.

Tingkat hubungan (bagaimana kuatnya hubungan) biasanya diungkapkan dalam angka antara -1 dan +1, yang dinamakan koefisien korelasi. Korelai zero (0) mengindikasikan tidak ada hubungan. Koefisiensi korelasi yang bergerak ke arah -1 atau +1, merupakan korelasi sempurna pada kedua ekstrem.

Arah hubungan diindikasikan bahwa semakin tinggi skor pada suatu variabel, semakin tinggi pula skor pada variabel lain atau sebaliknya.

2.Regresi dan Prediksi

Jika terdapat korelasi antara dua variabel, dan kita mengetahui skor pada salah satu variabel, skor pada variabel kedua dapat diprediksikan. Regresi merujuk pada seberapa baik kita dapat membuat prediksi ini. Sebagaimana pendekatan koefisien korelasi baik -1 maupun +1, prediksi kita dapat lebih baik.

3. Regresi Jamak (Multiple Regression)

Regresi jamak merupakan perluasan regresi dan prediksi sederhana dengan penambahan beberapa variabel. Kombinasi beberapa variabel ini memberikan lebih banyak kekuatan kepada kita untuk membuat prediksi yang akurat. Apa yang kita prediksikan disebut variabel kriteria (criterion variabel). Apa yang kita gunakan untuk membuat prediksi, variabel-variabel yang sudah diketahui, disebut variabel prediktor (predictor variables).

(42)

Prosedur statistik ini mengidentifikasi pola variabel yang ada. Sejumlah besar variabel dikorelasikan dan terdapatnya antarkorelasi yang tinggi mengindikasikan suatu faktor penting yang umum.

5. Rancangan Korelasional yang Digunakan untuk Menarik Kesimpulan Kausal Terdapat dua rancangan yang dapat digunakan untuk membuat pernyataan-pernyataan tentang sebab dan akibat menggunakan metode korelasional. Rancangan tersebut adalah rancangan analisis jalur (path analysis design) dan rancangan panel lintas-akhir (cross-lagged panel design).

Analisis jalur digunakan untuk menentukan mana dari sejumlah jalur yang menghubungkan satu variabel dengan variabel lainnya.

6. Analisis Sistem (System Analysis)

Desain ini melibatkan penggunaan prosedur matemetik yang kompleks/rumit untuk menentukan proses dinamik, seperti perubahan sepanjang waktu, jerat umpan balik, serta unsur dan aliran hubungan.

3.2 Populasi dan Sampling

(43)

sampel merupakan sebagian atau bertindak sebagai perwakilan dari populasi sehingga hasil penelitian yang berhasil diperoleh dari sampel dapat digeneralisasikan pada populasi. Penarikan sampel diperlukan jika populasi yang diambil sangat besar, dan peneliti memiliki keterbatasan untuk menjangkau seluruh populasi maka peneliti perlu mendefinisikan populasi target dan populasi terjangkau baru kemudian menentukan jumlah sampel dan teknik sampling yang digunakan.

Populasi dari penelitian ini adalah seluruh mahasiswa semester III-VIII Jurusan S1 PGSD Undiksha Tahun Ajaran 2012/2013. Pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan teknik strata random sampling yaitu teknik pengambilan sampel dengan memperhatikan strata yang ada dalam populasi. Pupolasi dibagi menjadi tiga stratum, yaitu semester IV, VI dan VIII. Dari masing-masing stratum tersebut kemudian dilakukan pengambilan sampel secara random.

Tabel 3.1 Populasi Penelitian

Semester Kelas Jumlah (orang) Total

Semester IV AB 43 39 82 orang

Semester VI

A B C D E F G H I

47 45 48 45 45 45 46 44 45

(44)

Semester VIII

42 42 42 42 41 42 42 42 42 41 42

461 orang

Total POPULASI 952

Sampel kemudian diambil secara simple random sampling dan diperoleh 39 orang dari semester IV kelas B, semester VI kelas A (47 orang) dan kelas B (45 orang), serta semester VIII kelas A (42 orang) dan kelas B (42 orang). Total keseluruhan sampel berjumlah 215 orang.

3.3 Variabel Penelitian dan Definisi Variabel 3.3.1 Identifikasi Variabel

Dalam penelitian ini terdapat tiga variabel, antara lain: pemahaman konsep sebagai variabel terikat (dependent), gaya kognitif, dan konsep diri sebagai variabel bebas (independent).

3.3.2 Definisi Variabel 1) Definisi Konsep

a) Gaya kognitif

Gaya kognitif adalah karakteristik individu dalam merasakan, mengingat, berpikir, memecahkan masalah, dan membuat keputusan (Candiasa, 2002). Gaya kognitif adalah cara seseorang dalam memproses, menyimpan, maupun menggunakan informasi untuk merespon suatu tugas atau merespon berbagai jenis situasi lingkungannya

b) Konsep diri

(45)

masa kanak-kanak, seseorang telah belajar berpikir dan merasakan dirinya ditentukan oleh orang lain dan lingkungannya, seperti orang tua, dosen, teman-teman, atau orang lain disekitarnya.

c) Pemahaman Konsep IPA

Pemahaman Konsep IPA adalah pemahaman mencakup pengertian hubungan baik secara lisan maupun secara tertulis dalam bentuk verbal dan simbolik (Parera, 1993). Pemahaman merupakan rekonstruksi makna dan hubungan-hubungan, bukan hanya sekedar proses asimilasi dari pengetahuan yang sudah dimiliki sebelumnya. Pemahaman adalah suatu proses mental terjadinya adaptasi dan transformasi ilmu pengetahuan (Gardner, 1999b). Artinya bahwa pemahaman bukan hanya sekedar proses asimilasi dari pengetahuan yang sudah dimiliki sebelumnya (existing knowledge), tetapi restrukturisasi makna melalui proses akomodasi.

2) Definisi Operasional

a) Gaya kognitif merupakan skor yang diperoleh mahasiswa dalam mengerjakan tes GEFT. Tes GEFT terdiri dari 25 buah soal gambar. b) Konsep Diri merupakan skor yang diperoleh siswa dalam

(46)

c) Pemahaman Konsep IPA merupakan skor yang diperoleh siswa dalam mengerjakan soal tes pemahaman konsep IPA yang terdiri dari 3 indikator, yaitu 1) Mahasiswa dapat mendefinisikan materi dan perubahannya, 2) Mahasiswa dapat membedakan zat murni dan campuran, membedakan senyawa ion dan kovalen, 3) Mahasiswa dapat membedakan sifat asam, basa, dan garam.

3.3.3 Konstelasi Variabel

Hubungan atau konstelasi variabel gaya kognitif, variabel konsep diri dan variabel pemahaman konsep IPA dapat digambarkan sebagai berikut.

Gambar 3.1 Konstelasi Variabel Keterangan:

X1 = Variabel Gaya kognitif X2 = Variabel Konsep Diri

Y = Variabel Pemahaman Konsep IPA

3.4 Metode Pengumpulan Data dan Instrumentasi 3.4.1 Metode Pengumpulan Data

Pengumpulan data merupakan salah satu hal yang harus dilakukan guna mencapai tujuan penulisan. Dalam penelitian ini akan digunakan beberapa metode pengumpulan data berupa tes GEFT, kuesioner dan tes pemahaman konsep. Kuesioner adalah daftar pertanyaan yang disiapkan oleh peneliti dimana tiap pertanyaannya berkaitan dengan masalah penelitian. Kuesioner tersebut pada akhirnya diberikan kepada responden

X1

X2

(47)

untuk dimintakan jawaban. Data gaya kognitif dikumpulkan dengan menggunakan tes GEFT. Data konsep diri akan dikumpulkan dengan menggunakan kuesioner. Data pemahaman konsep IPA akan di kumpulkan dengan tes pemahaman konsep IPA.

3.4.1. Instrumentasi

Untuk memperoleh data dalam penelitian ini digunakan tiga buah instrumen, yaitu: instrumen Gaya kognitif, instrumen konsep diri dan instrumen pemahaman konsep IPA.

A. InstrumenGaya Kognitif

Instrumen yang digunakan untuk mengukur Gaya kognitif adalah tes GEFT. Gaya kognitif adalah karakteristik individu dalam merasakan, mengingat, berpikir, memecahkan masalah, dan membuat keputusan terdiri dari komitmen, tanggung jawab, kerjasama, kreatifitas dan etika.

B. InstrumenKonsep Diri

Instrumen yang digunakan untuk mengukur konsep diri adalah kuesioner yang berisikan skala konsep diri. Dimensi konsep diri terdiri dari kendali, asal-usul, pengakuan, jangkauan dan daya tahan. Kisi-kisi instrumen konsep diri dapat dilihat pada tabel berikut ini.

Tabel 3.2. Kisi-Kisi Instrumen Konsep Diri

Aspek konsep diri

Indikator No Butir Jumlah

1. Konsep diri akademik

Pandangan, penilaian dan kepercayaan siswa terhadap kemampuan

(48)

dan prestasi akademiknya 2. Konsep diri

Umum

a.Tahu keadaan diri sendiri

b. Bisa memposisikan diri c.Sikap jujur

12,13,14,15,16,17,18, 19,20, 21,22,23,24

13

3. Konsep diri fisik

Pandangan, penilaian dan kepercayaan siswa terhadap bentuk fisik dan penampilannya

25,26,27,28,29,30,31, 32,33,34,35,36,37

13

Jumlah Total 30

Kuesioner dapat dilihat pada lampiran 2 hal. 116

C. Instrumen Pemahaman Konsep IPA

Instrumen yang digunakan untuk mengukur pemahaman konsep IPA adalah tes berkriteria. Pemahaman dalam pembelajaran IPA dimaksudkan sebagai kemampuan untuk: (1) mengingat dan mengulang konsep, prinsip, dan prosedur, (2) mengidentifikasi dan memilih konsep, prinsip, dan prosedur, (3) menerapkan konsep, prinsip, dan prosedur dalam kaitannya dengan materi IPA. Pemahaman adalah basic thinking skill yang merupakan dasar untuk pencapaian keterampilan berpikir kritis. Kisi-kisi instrumen pemahaman konsep dapat dilihat pada tabel berikut ini.

Tabel 3.3. Kisi-Kisi Instrumen Pemahaman Konsep IPA

Standar Kompetensi

(49)

3 Memahami

Tes dapat dilihat pada lampiran 3 hal. 120

(50)

valid jika r hitung > r tabel (kritis). Tingkat signifikansi () yang dipakai

adalah 5%. Untuk melihat tabel, baris yang dilihat adalah N-2, dimana N adalah jumlah responden.

Uji Reliabilitas berguna untuk menetapkan apakah instrumen yang dalam hal ini kuesioner dapat digunakan lebih dari satu kali, paling tidak oleh responden yang sama akan menghasilkan data yang konsisten. Dengan kata lain, reliabilitas instrumen mencirikan tingkat konsistensi. Banyak rumus yang dapat digunakan untuk mengukur reliabilitas diantaranya adalah rumus Spearman Brown. Untuk mengetahui reliabilitas adalah dengan membandingkan nilai r hasil dengan r tabel. Dalam uji reliabilitas sebagai nilai r hasil adalah nilai Alpha Cronbach’s. Ketentuannya adalah bila r Alpha > r tabel, maka pertanyaan tersebut reliabel.

Pengukuran validitas dan reliabilitas mutlak dilakukan, karena jika instrumen yang digunakan sudah tidak valid dan reliabel maka dipastikan hasil penelitiannya pun tidak akan valid dan reliable (Sugiyono, 2006).

3.1. Validasi Instrumen 3.5.1. Validitas Isi

Validitas isi kuesioner konsep diri dan pemahaman konsep dilakukan melalui uji ahli atau profesional (expert) judment oleh dua pakar. Untuk mengetahui tingkat validitas isi digunakan rumusan Gregory (2000): Validitas Isi =

D C B A

D    Keterangan:

A = sel yang menunjukkan kedua penilai/ pakar menyatakan tidak relevan

(51)

C pakar

D = sel yang menunjukkan kedua penilai/ pakar menyatakan relevan

Kriteria validitas isi :

0,80 – 1,00 : validitas isi sangat tinggi 0,60 – 0,79 : validitas isi tinggi

0,40 – 0,59 : validitas isi sedang 0,20 – 0,39 : validitas isi rendah

0,00 – 0,19 : validitas isi sangat rendah

Hasil perhitungan validitas isi oleh dua pakar adalah sebagai berikut:

1. Validitas Isi Kuesioner Konsep diri Validitas Isi

Jadi, berdasarkan hasil perhitungan yang telah dilakukan dapat

disimpulkan bahwa kuesioner konsep diri memiliki validitas isi yang

sangat tinggi.

(52)

Jadi, berdasarkan hasil perhitungan yang telah dilakukan dapat

disimpulkan bahwa tes pemahaman konsep IPA memiliki validitas isi

yang sangat tinggi. 3.5.2. Validitas Butir

Validitas butir kuesioner konsep diri dan pemahaman konsep IPA dipertimbangkan berdasarkan koefisien korelasi antara skor total dengan skor item. Untuk validitas butir digunakan korelasi product moment dengan

Pengujian validitas butir kuesioner dalam penelitian ini dilakukan pada 40 orang mahasiswa semester IV jurusan S1 PGSD Undiksha. Perhitungan dilakukan dengan bantuan program exel. Data hasil uji coba untuk perhitungan validitas disajikan pada tabel-tabel di bawah ini.

Tabel 3.4 Hasil Uji Coba Validitas Kuesioner Konsep Diri

No.

(53)

11 (Selengkapnya dapat dilihat pada lampiran 4 hal. 127)

Tabel 3.5 Hasil Uji Coba Validitas Tes Pemahaman Konsep IPA No.

Butir

rxy

(54)

12 (Selengkapnya dapat dilihat pada lampiran 6 hal. 139)

3.5.3. Reliabilitas Instrumen

(55)

selanjutnya ditentukan dengan menggunakan rumus Alpha Cronbach sebagai

0,00 – 0,20 : derajat reliabilitasnya sangat rendah 0,21 – 0,40 : derajat reliabilitasnya rendah

0,41 – 0,60 : derajat reliabilitasnya sedang 0,61 – 0,80 : derajat reliabilitasnya tinggi

0,81 – 1,00 : derajat reliabilitasnya sangat tinggi

Pengujian reliabilitas merupakan kelanjutan dari uji validitas yang telah dilakukan pada 40 orang mahasiswa semester IV jurusan S1 PGSD Undiksha. Perhitungan dilakukan dengan bantuan program exel. Data hasil uji coba untuk perhitungan reliabilitas disajikan pada Tabel 3.6 di bawah ini.

Tabel 3.6 Hasil Uji Coba Reliabilitas Instrumen

No Nama Instrumen Nilai r Kriteria Keterangan

1 Kuesioner Konsep Diri 0,846 sangat tinggireliabilitas perhitungan pada lampiran 5 hal. 133

2 Tes Pemahaman Konsep IPA 0,935 sangat tinggireliabilitas perhitungan pada lampiran 7 hal. 146

3.6. Metode Analisis Data

3.6.1. Uji Prasyarat Analisis

Menganalisis data merupakan suatu langkah yang sangat penting dalam penelitian. Peneliti harus memastikan pola analisis yang akan digunakan. Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis regresi ganda. Untuk itu perlu dilakukan uji prasyarat sebagai berikut.

(56)

Uji normalitas sebaran data bertujuan untuk mendeteksi distribusi data dalam suatu variabel yang akan digunakan dalam penelitian. Data yang baik dan layak untuk membuktikan model-model penelitian tersebut adalah data yang memiliki distribusi normal. Untuk mengetahui bentuk distribusi data akan digunakan grafik distribusi. Penggunaan grafik distribusi merupakan cara yang paling mudah dan sederhana. Cara ini dilakukan karena bentuk data yang terdistribusi secara normal akan mengikuti pola distribusi normal dimana bentuk grafiknya mengikuti bentuk lonceng. Santosa (2005).

Selain itu uji normalitas dapat menggunakan grafik PP plots. Data akan terdistribusi secara normal jika nilai probabilitas yang diharapkan adalah sama dengan nilai probabilitas pengamatan, yang ditunjukkan dengan garis diagonal yang merupakan perpotongan antara garis probabilitas harapan dan probabilitas pengamatan dimana nilai plot PP terletak disekitar garis diagonal atau tidak menyimpang jauh dari garis diagonal. Uji normalitas dilakukan dengan menggunakan program SPSS.

b. Uji Autokorelasi

(57)

hal sebaliknya, maka akan dinyatakan terdapat autokorelasi (Sudarmanto, 2005). Uji autokorelasi dilakukan dengan menggunakan program SPSS. c. Uji Multikolinieritas

Uji multikolinearitas digunakan untuk mengetahui apakah terjadi korelasi yang kuat di antara variabel-variabel independen yang diikutsertakan dalam pembentukan model. Untuk mendeteksi apakah model regresi linier mengalami multikolinearitas atau tidak, dapat diperiksa menggunakan Variance Inflation Factor (VIF) untuk masing-masing veriabel independen, yaitu jika suatu variabel independen mempunyai nilai VIF mendekati 1 dapat disimpulkan bahwa tidak terjadi multikolinieritas antar variabel bebas. Uji multikolinearitas dilakukan dengan menggunakan program SPSS.

d. Uji Heterokedastisitas

Uji Heteroskedastisitas digunakan untuk menguji apakah dalam model regresi liner kesalahan pengganggu (e) mempunyai varians yang sama atau tidak dari satu pengamatan ke pengamatan yang lain. Uji heterokedastisitas dilakukan dengan bantuan program SPSS. Hasil dari penggunaan SPSS akan tampak sebuah diagram pencar residual. Heterokedastisitas tidak terjadi jika diagram pencar residual tidak membentuk pola tertentu.

e. Uji Linieritas

(58)

3.6.2. Uji Hipotesis

Dalam penelitian ini terdapat tiga uji hipotesis, sebagai berikut: 1) kontribusi gaya kognitif terhadap pemahaman konsep IPA mahasiswa, 2) kontribusi konsep diri terhadap pemahaman konsep IPA mahasiswa, 3) kontribusi gaya kognitif dan konsep diri terhadap pemahaman konsep IPA mahasiswa.

1. Uji hipotesis pertama, dan kedua a. Uji Hipotesis Pertama

H0 : tidak terdapat kontribusi Gaya kognitif terhadap pemahaman konsep IPA mahasiswa

Ha : terdapat kontribusi Gaya kognitif terhadap pemahaman konsep IPA mahasiswa

b. Uji Hipotesis Kedua

H0 : tidak terdapat kontribusi konsep diri terhadap pemahaman konsep IPA mahasiswa

Ha : terdapat kontribusi konsep diri terhadap pemahaman konsep IPA mahasiswa

Untuk uji hipotesis pertama dan kedua digunakan uji korelasi sederhana yaitu korelasi product moment dengan rumus sebagai berikut:

Untuk mengetahui korelasi masing-masing variabel dilanjutkan dengan korelasi parsial, dengan rumus sebagai berikut:



Korelasi parsial menunjukkan variabel-variabel bebas punya pengaruh secara parsial (terpisah atau sendiri-sendiri) terhadap variabel terikat.

(59)

2

Uji t digunakan untuk mengetahui pengaruh variabel independen secara sendiri-sendiri terhadap variabel dependennya. Uji ini dilakukan dengan membandingkan nilai hitung dengan nilai tabel. Apabila nilai hitung lebih besar dari nilai t-tabel, maka variabel bebas tersebut secara individu mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap variabel tidak bebas. Kesimpulan ini dapat juga dilihat dari nilai signifikansi t-hitung. Bila signifikansinya lebih tinggi daripada tingkat keyakinan (α = 0,05) maka variabel tersebut tidak punya pengaruh yang signifikan terhadap variabel dependennya, begitupun sebaliknya. Bila signifikansinya lebih kecil daripada tingkat keyakinan (α = 0,05) maka variabel tersebut punya pengaruh yang signifikan terhadap variabel dependennya.

Pernyataan Hipotesis yang hendak diuji sebagai berikut :

H0-1 : thitung < ttabel, Gaya kognitif tidak berpengaruh secara parsial terhadap pemahaman konsep IPA mahasiswa

Ha-1 : thitung > ttabel, Gaya kognitif berpengaruh secara parsial terhadap pemahaman konsep IPA mahasiswa

H0-2 : thitung < ttabel, konsep diri tidak berpengaruh secara parsial terhadap pemahaman konsep IPA mahasiswa

(60)

Ha : terdapat kontribusi gaya kognitif dan konsep diri terhadap independen secara simultan berpengaruh signifikan terhadap variabel dependen. Derajat kepercayaan yang digunakan adalah 0,05.

Hipotesis yang diuji sebagai berikut.

H0 = Gaya kognitif dan konsep diri secara simultan tidak berpengaruh signifikan terhadap pemahaman konsep IPA mahasiswa

Ha = Gaya kognitif dan konsep diri secara simultan berpengaruh signifikan terhadap pemahaman konsep IPA mahasiswa

Apabila nilai F hasil perhitungan lebih besar daripada nilai F menurut tabel maka H0 ditolak dan Ha diterima. Sebaliknya, apabila nilai F hasil perhitungan lebih kecil daripada nilai F menurut tabel maka H0 diterima dan Ha ditolak.

3.6.3. Sumbangan Relatif (SR) dan Sumbangan Efektif (SE) Sumbangan Relatif (SR) masing-masing variabel adalah: 1) Sumbangan Relatif Variabel Pertama/Gaya kognitif (X1)

JKreg

2) Sumbangan Relatif Variabel Kedua/Konsep Diri (X2)

(61)

Sumbangan Efektif (SE) masing-masing variabel adalah: 1) Sumbangan Efektif Variabel Pertama/Gaya kognitif (X1)

SEx1 = SRx1.R2

2) Sumbangan Efektif Variabel Kedua/Konsep Diri (X2) SEx2 = SRx2.R2

Keterangan:

SE : sumbangan efektif

(62)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Penelitian

4.1.1 Deskripsi Umum Hasil Penelitian

Deskripsi data merupakan gambaran dari data yang diteliti meliputi, gaya kognitif, konsep diri, dan pemahaman konsep IPA. Berikut ini akan disajikan deskripsi data secara keseluruhan yang meliputi distribusi data gaya kognitif, konsep diri, dan pemahaman konsep IPA. Distribusi data gaya kognitif, konsep diri, dan pemahaman konsep IPA dapat dilihat pada Tabel 4.1.

Tabel 4.1 Distribusi Data Gaya Kognitif, Konsep Diri, dan Pemahaman Konsep IPA

Statistik Variabel

Skor min

Skor max

Mean Mo Md SD Varian Range

Gaya Kognitif 8 25 20,35 25 21 4,26 18,18 17

Konsep diri 115 160 137,78 149 137 12,04 144,86 45 Pemahaman

Konsep IPA

102 119 113,74 117 115 4,21 17,75 17

(63)

Data tentang gaya kognitif dengan jumlah sampel 215 yaitu, skor minimun 8, skor maksimum 25, rentangan 17, rata-rata 20,35, simpangan baku 4,26, varian 18,18, modus 25 dan median 21. Berikut ini disajikan distribusi frekuensi data gaya kognitif (perhitungan pada lampiran 8) dapat dilihat pada Tabel 4.2 di bawah ini.

Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Data Gaya Kognitif

No Interval Nilai Tengah Frekuensi Absolut Frekuensi Relatif

1 8 – 9 8,5 8 3,7

2 10 – 11 10,5 7 3,2

3 12 – 13 12,5 5 2,3

4 14 – 15 14,5 3 1,4

5 16 – 17 16,5 20 9,3

6 18 – 19 18,5 24 11,2

7 20 - 21 20,5 42 19,5

8 22 - 23 22,5 53 24,7

9 24 - 25 24,5 53 24,7

Total 215 100

Grafik yang menunjukkan kelompok skor gaya kognitif ditunjukkan pada Gambar 4.1.

Gambar 4.1 Grafik Kelompok Skor Gaya Kognitif 4.1.1 Deskripsi Data Konsep Diri

(64)

baku 12,04, varian 144,86, modus 149 dan median 137. Berikut ini disajikan distribusi frekuensi data konsep diri (perhitungan pada lampiran 8) dapat dilihat pada Tabel 4.3 di bawah ini.

Tabel 4.3 Distribusi Frekuensi Data Konsep Diri

No Interval Nilai Tengah Frekuensi Absolut Frekuensi Relatif

1 114 –119 116,5 10 4,7

2 120– 125 122,5 25 11,6

3 126–131 128,5 41 19,1

4 132– 137 134,5 34 15,8

5 138 – 143 140,5 30 14,1

6 144 – 149 146,5 36 16,7

7 150 - 155 152,5 18 8,3

8 156 - 161 158,5 21 9,7

Total 215 100

Grafik yang menunjukkan kelompok skor konsep diri ditunjukkan pada Gambar 4.2.

Gambar 4.2 Grafik Kelompok Skor Konsep Diri 4.1.2 Deskripsi Data Pemahaman Konsep IPA

Data tentang pemahaman konsep IPA dengan jumlah sampel 215 yaitu, skor minimun 102, skor maksimum 119, rentangan 17, rata-rata 113,74, simpangan baku 4,21, varian 17,75, modus 117 dan median 115. Berikut ini disajikan distribusi frekuensi data pemahaman konsep IPA (perhitungan pada lampiran 8)dapat dilihat pada Tabel 4.5 di bawah ini.

(65)

No Interval Nilai Tengah Frekuensi Absolut Frekuensi Relatif

1 102 – 103 102,5 6 2,8

2 104 – 105 104,5 11 5,1

3 106 – 107 106,5 0 0

4 108 – 109 108,5 15 7,0

5 110 – 111 110,5 22 10,2

6 112 – 113 112,5 22 10,2

7 114-115 114,5 52 24,2

8 116-117 116,5 64 29,8

9 118-119 118,5 23 10,7

Total 215 100

Jika data tersebut disajikan dalam bentuk grafik frekuensi akan terlihat jelas nilai tertinggi dan frekuensi terbanyak. Grafik yang menunjukkan kelompok skor pemahaman konsep IPA ditunjukkan pada Gambar 4.3.

Gambar 4.3 Grafik Kelompok Skor Pemahaman Konsep IPA Berdasarkan grafik tersebut terlihat bahwa dari 215 orang responden, kelompok skor pemahaman konsep IPA tertinggi berada pada interval 116,5 – 118,5 dengan frekuensi sebanyak 64 orang (29,8%).

4.1 Uji Prasyarat Analisis

(66)

Uji normalitas data dilakukan untuk memperlihatkan bahwa data sampel berasal dari populasi yang berdistribusi normal. Uji normalitas data terhadap masing-masing variabel dilakukan dengan bantuan program SPSS. Variabel yang diuji normalitasnya adalah data gaya kognitif, konsep diri, dan pemahaman konsep IPA. Hasil analisis uji normalitas disajikan Gambar 4.4 di bawah ini.

Gambar 4.4 Histogram dengan SPSS

(67)

memiliki nilai ekstrim (terlalu besar atau terlalu kecil) tidak terlalu banyak. 2) Data yang mendekati nilai rata–rata jumlahnya terbanyak. Setengah data memiliki nilai lebih kecil atau sama dengan nilai rata–rata dan setengah lagi memiliki nilai lebih besar atau sama dengan nilai rata–ratanya (Arifin, 2008).

Gambar

Tabel 2.1 Implikasi Gaya Kognitif Mahasiswa dalam Pembelajaran
Tabel 3.1 Populasi Penelitian
Gambar 3.1 Konstelasi VariabelY
Tabel 3.2. Kisi-Kisi Instrumen Konsep Diri
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dengan demikian, secara langsung maupun tidak langsung dialog publik tersebut memberikan manfaat yang signifikan baik kepada masyarakat maupun pejabat publik yaitu

Berdasarkan pokok pemikiran yang telah di uraikan di atas dan tentunya tidak terlepas dari fenomena yang ada di SMA Tri Bhakti maka penulis merasa tertarik

Pendapat dan pertimbangan Hukum Hakim adalah suatu pendapat Hukum Hakim yang diuraikan dengan menganalisis suatu fakta-fakta yang ada dalam persidangan. Yang mana

Pelaksanaan yang dilakukan yaitu Menginformasikan hasil pemeriksaan kepada ibu bahwa keadaan ibu dan janin baik, menjelasan tentang masalah nyeri pinggang yang

Karena keterbatasan lingkup peneilitian ini yang hanya mengukur persepsi konsumen pada elemen bauran pemasaran dan korelasinya dengan loyalitas, maka untuk mendukung

Secara singkat dapat yang dapat dijelaskan dasar pembenar menghilangkan sifat melawan hukum, yang mana jika dalam putusan pelaku dapat dinyatakan bebas dari segala dakwaan,

Lada putih yang dihasilkan dari Provinsi Kepulauan Bangka Belitung ini merupakan salah satu komoditas ekspor unggulan perkebunan Indonesia yang berkontribusi besar terhadap

Bangunan ini merupakan bangunan dengan permainan selancar air di dalamnya, oleh karena itu bentuk bangunan yang didesain menyerupai gelombang laut, mengajak pengunjung