• Tidak ada hasil yang ditemukan

46552765 Budaya Politik Di Indonesia

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "46552765 Budaya Politik Di Indonesia"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

BUDAYA POLITIK DI INDONESIA

Standar Kompetensi

Menganalisis budaya politik di Indonesia

Kompetensi Dasar

1. Mendeskripsikan pengertian budaya politik

2. Menganalisis tipe-tipe budaya politik yang berkembang dalam masyarakat Indonesia.

3. Mendeskripsikan pengertian pentingnya sosialisasi pengembangan budaya politik. 4. Menampilkan peran serta budaya politik partisipan.

A. Pengertian Budaya Politik Definisi Budaya Politik

a. Budaya Politik adalah aspek politik dari nilai-nilai yang terdiri atas pengetahuan, adat-istiadat, tahayul, dan mitos. Kesemuanya dikenal dan diakui oleh sebagaian besar masyarakat. Budaya politik tersebut memberikan alasan rasional untuk menolak atau menerima nilai-nilai dan norma lain.

b. Menurut Rusadi Samintapura

Budaya politik diartikan sebagai pola tingkah-laku individu dan orientasinya terhadap kehidupan politik yang dihayati oleh anggota dalam satu sistem politik. c. Menurut Almond and Verba

Budaya politik adalah sikap individu terhadap sistem politik dan komponen-komponennya, juga sikap individu terhadap peranan yang dapat dimainkan dalam sebuah sistem politik.

Ciri-ciri Budaya Politik

Budaya politik merupakan bagian dari kebudayaan masyarakat dengan ciri-ciri yang lebih khas, yaitu sebagai berikut,

a. budaya politik menyangkut masalah legitimasi; b. pengaturan kekuasaan;

c. proses pembuatan kebijakan pemerintah; d. kegiatan partai-partai politik;

e. perilaku aparat negara;

(2)

g. kegiatan politik, juga memasuki dunia keagamaan, kegiatan ekonomi dan sosial, serta kehidupan pribadi dan sosial secara luar; dan

h. budaya politik menyangkut pola pengalokasikan sumber-sumber masyarakat.

B. Tipe Budaya Politik yang Berkembang di Indonesia 1. Tipe Budaya Politik

Budaya politik sangat luas lingkupnya, terutama bila sub-kultur juga dibahas. Namun demikian, budaya politik dapat diklasifikasikan sebagai berikut :

a. Budaya Politik Parokial

Budaya politik parokial berarti terbatas pada wilayah atau lingkup yang kecil dan sempit, misalnya yang bersifat provinsial.

Ciri-ciri:

1) Budaya politik ini berkembang dalam masyarakat tradisional dan sederhana, di mana spesialisasi sangat kecil.

2) Para pelaku politik sering melakukan peranannya dengan serempak meliputi bidang ekonomi, keagamaan, dan lain-lain.

3) Dalam masyarakat yang bersifat parochial ini, karena terbatasnya diferensiasi, tidak terdapat peranan politik yang bersifat khas dan berdiri sendiri.

4) Pada kebudayaan seperti ini, anggota masyarakat cenderung tidak menaruh minat terhadap objek-objek politik yang luas, kecuali dalam batas tertentu, yaitu terhadap tempat di mana ia terikat secara sempit. 5) Yang tampak menonjol dalam budayua politik parochial ialah adanya

kesadaran anggota masyarakat akan adanya pusat kewenangan atau kekuasaan politik dalam masyarakatnya.

b. Budaya Politik Kaula

Yaitu di mana anggota masyarakat mempunyai minat, perhatian, mungkin pula kesadaran terhadap sistem sebagai keseluruhan, terutama terhadap segi

output-nya. Budaya ini ditandai:

1) Perhatian (yang frekuensinya sangat rendah) atau aspek input serta kesadarannya sebagai aktor politik, boleh dikatakan nol.

2) Orientasi mereka yang nyata terhadap objek politik dapat terlihat dari pernyataannya, baik berupa kebanggaan, ungkapan sikap mendukung, maupun sikap permusuhan terhadap sistem, terutama terhadap aspek

ouput-nya.

(3)

4) Mereka menganggap dirinya tidak berdaya untuk memengaruhi atau mengubah sistem dan oleh karena itu, menyerah pada segala kebijakan dan keputusan para pemegang jabatan dalam masyarakatnya.

5) Segala keputusan (dalam arti puput) yang diambil oleh pemeran politik (dalam arti pamangku jabatan politik) dianggap sebagai sesuatu yang dapat diubah, dikoreksi, apalagi ditentang.

2. Budaya Politik Partisipan yang Ditandai oleh Adanya Perilaku yang Berbeda dengan Perilaku sebagai “Kaula”

a. Seseorang menganggap dirinya ataupun orang lain sebagai anggota aktif dalam kehidupan politik,

b. Seseorang dengan sendirinya menyadari setiap hak dan tanggung jawabnya (kewajibannya), dapat pula merealisasi dan mempergunakan hak, serta menanggung kewajibannya.

c. Tidak diharapkan seseorang menerima begitu saja keadaan, berdisiplin-mati, tunduk (taklid) terhadap keadaan , tidak lain karena ia merupakan salah satu mata rantai aktif proses politik.

d. Dengan demikian, seseorang dalam budaya politik partisipan dapat menilai dengan penuh kesadaran, baik sistem sebagai totalitas, input, dan output, maupun posisi dirinya sendiri.

e. Oleh karena tercakupnya aliran input dan aliran ouput, ia sendiri terlibat dalam proses politik sistem politik tertentu, betapa pun kecilnya.

f. Karena itu, jika ada penerimaan terhadap sisterm politik, penerimaan itu harus dinilai seperti yang sebenarnya, dan demikian pula sebaliknya.

3. Budaya Politik yang Berkembang di Indonesia

a. Beberapa variabel untuk menentukan Budaya Politik yang berkembang di Indonesia

Gambaran sementara tentang budaya politik Indonesia, yang tentunya harus ditelaah dan dibuktikan lebih lanjut adalah pengamatan tentang variabel sebagai berikut,

1) Konfigurasi sub-kultur di Indonesia masih beraneka ragam, walaupun tidak sekompleks yang dihadapi oleh India misalnya, yang menghadapi masalah perbedaan bahasa, agama, kelas, dan kasta yang semuanya relatif masih rawan atau rentan.

(4)

pengaruh penjajahan, feodalisme, bapakisme, dan ikatan primordial, sedang di lain pihak kaum elitnya sungguh-sungguh merupakan partisipan yang aktif yang kira-kira disebabkan oleh pengaruh pendidikan modern (Barat) yang kadang-kadang bersifat sekuler dalam arti relatif dapat membedakan factor-faktor penyebab disintegrasi seperti agama, kesukuan, dan lain-lain.

3) Sifat ikatan primordial yang masih kuat berakar, yang dikenal melalui indikatornya berupa sentiment

4) Kecenderungan budaya politik Indonesia yang masih mengukuhi sikap paternalisme dan sifat patrimonial. Sebagai indikatornya, dapat disebutkan antara lain bapakisme atau sikap asal bapak senang.

5) Dilema interaksi tentang introduksi modernisasi (dengan segala konsekuensinya) dengan pola-pola yang telah lama berakar sebagai tradisi dalam masyarakat.

b. Budaya Politik Indonesia

1) Masyarakat Bersifat Hierarki

Sebenarnya, sangat sulit untuk melakukan identifikasi budaya politik Indonesia karena atributnya tidak jelas. Akan tetapi, satu hal yang barangkali dapat dijadikan titik tolakuntuk membicarakan masalah ini adalah adanya sebuah pola budaya yang dominant, yang berasal dari kelompok etnis yang dominant pula, yaitu kelompok etnis Jawa. Etnis ini sangat mewarnai sikap, perilaku, dan orientasi politik di kalangan elite politik di Indonesia.

Masyarakat Jawa dan sebagaian besar masyarakat lain di Indonesia, pada dasarnya bersifat hierarkis. Ada pemilahan yang tegas antara mereka yang memegang kekuasaan, yang juga disebut sebagai kalangan priyayi , dan rakyat kebanyakan. Hal itu diperlihatkan dengan cara berekspresi yang diwujudkan lewat bahasa. Bahasa Jawa sendiri terdiri dari beberapa tingkatan, mulai kromo inggil, kromo madya, sampai ngoko. Atau, yang halus, setengah halus dan kasar. Kalangan rakyat kebanyakan harus membahasakan atau mengekspesikan dirinya dalam bahasa yang halus kepada kalangan pemegang kekuasaan.

Sebaliknya, kalangan pemegang kekuasaan dapat menggunakan bahasa yang kasar kepada rakyat kebanyakan. Pemilahan antara penguasa dan rakyat menjadi tegas, yang kemudian diungkapkan dengan istilah

(5)

Implikasi dari pola pemilihan seperti ini antara lain,

a) Kalangan birokrat seringkali menampakan diri dengan ungkapan sebagai pamong praja yang melindungi rakyat, sebagai pamong atau guru / pendidikan bagi rakyatnya.

b) Kalangan penguasa harus menampakkan diri sebagai kelompok yang pemurah, baik hati, dan pelindungan bagi seluruh rakyatnya.

c) Akan tetapi sebaliknya, kalangan penguasa memiliki persepsi yang merendahkan rakyatnya. Karena para pamong sudah sangat baik, pemurah dan pelindungan, maka sudah seharusnya rakyat patuh, tunduk, setia, dan taat kepada penguasa Negara.

d) Pembangunan yang dijalankan selama ini bukan dilakukan oleh rakyat, tetapi oleh pemerintah sebagai perwujudan dari kebaikan hati kalangan pengusaan.

e) Oleh karena itu, tidak pada tempatnya rakyat tidak patuh, tidak tunduk, dan tidak setia, apalagi memprotes kegiatan pemerintah.

f) Pemerintah adalah yang paling tahu. Sementara, rakyat tidak tahu apa-apa. Oleh karena itu, mereka harus ditatar melalui berbagai penataran.

2) Kecenderungan Patronage

Salah satu budaya politik yang menonjol di Indonesia adalah kecenderungan pembentukan pola hubungan patronage, baik di kalangan penguasa maupun masyarakat yang didasarkan atau patronage. Atau oleh

James Scott, disebut sebagai pola hubungan patro-client (pelindung-klien).

3) Kecenderungan Neon-Patrimonialistik

Salah satu kecenderungan yang dapat kita amati dalam perpolitikan Indonesia adalah kecenderungan akan munculnya budaya politik yang bersifat non-patrimonialistik.

Harold Crouch (1979) telah mengungkapkannya beberapa waktu yang lalu. Hal yang dikemukakan Crouch masih relevan untuk konteks kehidupan politik Indonesia sekarang ini.

Dinyatakan pula oleh Weber, bahwa negara patrimonialistik juga memiliki sejumlah karakteristik yang mencolok:

a) kecenderungan untuk mempertukarkan sumber daya yang dimiliki seorang penguasa kepada teman-temannya,

(6)

c) rule of law merupakan sesuatu yang sifatnya sekunder bila dibandingkan dengan kekuasaan dari seorang penguasa ( rule of man), d) kalangan penguasa politik seringkali mengaburkan antara mana yang

menyangkut kepentingan umum dan mana yang menyangkut kepentingan publik.

4) Sosialisasi Politik yang Tidak Memunculkan Civil Society

Ada dua alasan utama mengapa pendidikan politik di Indonesia tidak memberi peluang yang cukup untuk memunculkan civil society.

a) Dalam masyarakat kita, anak-anak tidak dididik untuk menjadi insane yang mandiri. Hal ini disebabkan :

(1) Sejumlah keputusan penting dalam keluarga, termasuk keputusan tentang nasib si anak, merupakan dominant orang dewasa;

(2) Anak-anak tidak dilibatkan sama sekali dalam proses pengambilan keputusan dalam keluarga. Misalnya, keputusan anak untuk memasuki sekolah atau universitas banyak ditentukan oleh orang tua atau orang dewasa dalam keluarga. Demikian juga keputusan tentang siapa yang menjadi pilihan jodoh si anak. Akibatnya, anak akan tetap bergantung kepada orang tua.

b) Tingkat partisipasi politik sebagaian besar masyarakat kita sangat rendah. Kalangan keluarga miskin, petani, buruh, dan lain sebagainya, tidak memiliki kesadaran politik yang tinggi karena mereka lebih terpaku pada kehidupan ekonomi daripada memikirkan segala sesuatu yang bermakna politik. Oleh karena itu, wacana tentang kebijakan pemerintah menyangkut masalah-masalah penting bagfi masyarakat menjadi tidak penting bagi mereka ada hal lain yang lebih penting, yaitu pemenuhan kebutuhan dasar tadi.

c) Setiap individu yang berhubungan secara langsung dengan Negara tidak mempunyai alternatif lain kecuali mengiukuti kehendak Negara, termasuk dalam hal pendidikan politik.

Jika kita amati, pendidikan politik di Indonesia lebih merupakan sebuah proses penanaman nilai-nilai dan kenyakinan yang diyakini oleh penguasa Negara. Hal itu terlihat dengan jelas, bahwa setiap individu wajib mengikuti politik melalui program P-4.

(7)

1. Pengertian Sosialisasi Politik

a. Sosialisasi politik adalah bagian dari proses sosialisasi yang khusus membentuk nilai-nilai politik, yang menunjukkan bagaimana seharusnya masing-masing anggota masyarakat berpartisipasi dalam sistem politiknya. Kebanyakan anak-anak, sejak masa kanak-kanak, belajar memahami sikap-sikap dan harapan-harapan yang hidup dalam masyarakat .

b. Sosialisasi politik yaitu proses penerusan atau pewarisan nilai dari satu generasi ke generasi berikutnya.

c. Profesor Almond menjelaskan , proses sosialisasi yaitu proses “pengajaran” nilai-nilai masyarakat. Dalam hal ini, nilai-nilai dan kebudayaan politik kepada warga Negara.

2. Metode Sosialisasi Politik

Metode sosialisasi dapat berupa pendidikan politik dan indoktrinasi politik.

a. Pendidikan politik dilakukan melalui suatu proses dialog sehingga masyarakat memperoleh nilai, norma, dan simbol politik. Pada umumnya, metode ini digunakan oleh negara-negara demokrasi.

b. Proses Indoktrinasi Politik ialah proses sepihak ketika pengusa memobilisasi dan memanipulasi warga masyarakat untuk menerima nila-nilai, norma, dan symbol yang dianggap oleh pihak yang berkuasa ideal dan baik. Negara fasis dan Negara komunis pada umumnya menggunakan cara-cara seperti ini.

3. Sarana Sosial Politik a. Keluarga

Peranan keluarga dalam proses sosialisasi politik antara lain,

1) Pembuatan keputusan dalam keluarga yang dapat meningkatkan perasaan kompetensi politik si anak.

2) Keluarga memberi si anak kecakapan-kecakapan untuk melakukan interaksi politik, serta membuatnya lebih mungkin berpartisipasi dengan aktif dalam system politik sesudah menjadi dewasa.

3) Keluarga dapat memperkuat niali-nilai dan prestasi kultural dalam pendidikan si anak.

4) Kemampuan keluarga mengarahkan aspirasi-aspirasi pekerjaan dan ekonomi si anak.

(8)

b. Kelompok Pergaulan

Meskipun sekolah dan keluarga merupakan sarana yang peling jelas terlibat dalam proses sosialisasi, ada juga beberapa unit sosial lain yang bias membentuk sikap-sikap politik seseorang. Salah satunya adalah kelompok pergaulan , termasuk kelompok bermain di masa kanak-kanan, kelompok persahabatan, kelompok kerja yang kecil, di mana setiap anggota mempunyai kedudukan yang relatif sama dan saling memiliki ikatan-ikatan yang erat.

1) Setiap individu dalam kelompok itu menyesuaikan pendapatnya dengan teman-temannya mungkin karena ia menyukai atau menghormati mereka, atau mungkin karena ia ingin sama dengan mereka.

2) Jadi kelompok pergaulan itu mensosialisasi anggota-anggota dengan cara mendorong atau mendesak mereka untuk menyesuaikan diri terhadap sikap-sikap atau tingkah laku yang dianut oleh kelompok itu. 3) Seseorang mungkin menjadi tertarik pada politik atau muali mengikuti

peristiwa-peristiwa politik teman-temannya berbuat serupa.

4) Seorang anak lulusan sekolah menengah mungkin memilih masuk ke suatu perguruan tinggi karena pelajar-pelajar lain berbuat serupa

5) Dalam hal-hal ini, individu tersebut mengubah kepentingan dan tingkah-lakunya agar sesuai dengan kelompoknya sebagai usaha agar ia tetap diterima oleh anggota-anggota kelompok itu.

c. Sekolah

Peranan sekolah dalam sosialisasi politik antara lain,

1) Sekolah dapat memegang peran penting dalam pembentukan sikap-sikap terhadap “aturan permainan politik” (rule of the political game) yang tak tertulis, seperti sekolah-sekolah negeri di Inggris yang secara tradisional menanamkan nilai-nilai kewajiban warga negara, hubungan politik informal, dan integritas politik.

2) Sekolah dapat mempertebal kesetiaan terhadap system politik dan memberikan simbol-simbol umum untuk menunjukkan tanggapan yang ekspesif terhadap sistem ini, seperti bendera nasional, dan ikrar kesetiaan “padamu negeri”.

3) Pengajaran sejarah nasional juga berfungsi memperkuat kesetiaan pada sistem politik.

4) Sekolah memberi pengetahuan kepada kaum muda tentang dunia politik dan peranan mereka di dalamnya.

(9)

6) Sekolah juga merupakan “saluran pewarisan” nilai-nilai dan sikap-sikap masyarakatnya.

d. Pekerjaan

Pekerjaan dan organisasi-organisasi formal maupun informal yang dibentuk berdasar lingkungan pekerjaan itu, seperti serikat buruh, klub sosial, dan lain sebagainya merupakan saluran komunikasi informasi dan keyakinan yang jelas. Peranan pekerjaan dalam sosialisasi politik antara lain,

1) buruh yang berdemontrasi dapat mengetahui bahwa ia dapat memengaruhi bentuk keputusan yang akan memengaruhi masa depannya yang sedang dibuat,

2) berpartisipasi dalam suatu tawar-menawar kolektif atau dalam suatu demonstasi dapat menjadi pengalaman sosialisasi yang berkenaan mendalam, baik bagi pihak buruh maupun pihak majikan.

3) Buruh dapat memperoleh pengetahuan tentang kecakapan-kecakapan bertindak tertentu, seperti berdemonstrasi dan mogok, yang bias berguna kalau ia berpartisipasi lagi dalam bentuk-bentuk kegiatan politik lain.

e. Media Massa

Disamping memberikan informasi tentang peristiwa-peristiwa politik, media massa juga dapat menyampaikan , langsung maupun tidak , nilai-nilai utama yang dianut oleh masyarakatnya. Beberapa simbol tertentu disampaikan dalam suatu konteks emosional dan peristiwa-peristiwa yang digambarkan di sekitar symbol itu mengambil warna yang emosional. Karena itu, sstem media massa yang terkendali merupakan sarana yang kuat dalam membentuk kenyakinan-kenyakinan politik.

4. Peranan Partai Politik dalam Sosialisasi Budaya Politik a. Pengertian Partai Politik

1) Menurut Carl Frederich, partai politik adalah kelompok manusia yang terorganisasi secara stabil dengan tujuan untuk merebut atau mempertahankan kekuasaan dalam pemerintahan bagi pemimpin partainya dan berdasarkan kekuasaan itu akan memberikan kegunaan materiil dan idiil kepada anggotanya.

(10)

3) Masih banyak yang memberikan definisi mengenai partai politik, tetapi kita dapat menyimpulkan bahwa partai politik merupakan kelompok yang terorganisasi secara rapi dan stabil yang mempersatukan motivasi oleh ideologi tertentu serta berusaha mencari dan mempertahankan kekuasaan dalam pemerintahan melalui pemilu.

b. Macam-macam Partai Politik

Dilihat dari sudut organisasi, partai dapat dibedakan atas,

1) Partai Kader, disebut juga partai elite atau tradisional yang dapat dibedakan menjadi tipe Eropa dan Amerika. Tipe bertujuan untuk mendapatkan anggota yang sebanyak mungkin, tetapi mereka lebih menekankan pada dukungan dari orang-orang terkemuka, lebih memperhatikan kualitas daripada kuantitas.

2) Partai Massa, teknik mengorganisasi partai dilakukan oleh gerakan sosialis, yang kemudian diambil alih oleh partai komunis dan banyak digunakan di Negara-negara berkembang. Partai ini dapat dibedakan dengan tipe sosialis, yang berorientasi kepada kaum buruh. Tipe partai komunis, diorganisasi secara otoriter dan terpusat, lebih menggambarkan sentralisasi daripada demokrasi. Tipe partai fasis, menggunakan teknik militer untuk mengorganisasi politik massa.

3) Tipe Partai Tengah, yaitu partai yang menggunakan organisasi massa sebagai alat dukungan partai.

c. Sistem Kepartaian

Sistem partai di negara manapun dalam suatu jangka waktu tertentu memiliki persamaan-persamaan dan perbedaan-perbedaan sistem, yaitu sebagai berikut,

1) Sistem Partai Pluralistis

Dalam sistem partai pluralistis, setidaknya dua partai dalam negara. Apabila ada suatu partai sebelumnya sudah berkuasa maka ia langsung menjadi “sistem partai dominan”.

Dalam sistem pluralis, perbedaan dasar terlihat antara sistem dua partai dan multipartai.

2) Sistem Partai Dominan

(11)

dapat mengidentifikasikan dirinya dengan bangsa secara keseluruhan melalui doktrin-doktrinnya, ide, dan gaya partai sejalan dengan gaya-gaya pada massanya. Hampir tidak ada oposisi dalam sistem partai dominan, seperti afrika, tetapi di India peranan oposisi sangat kecil.

d. Syarat-syarat Pendirian Partai Politik

Partai politik harus didaftarkan pada Departemen Kehakiman dengan syarat :

1) Memiliki akta notaris pendirian partai politik yang sesuai dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan peraturan perundang-undangan lainnya.

2) Mempunyai kepengurusan sekurang-kurangnya 50% (lima puluh persen) dari jumlah provinsi, 50% (lima puluh persen) dari jumlah kabupaten/ kota pada setiap provinsi yang bersangkutan, dan 25 % (dua puluh lima persen) dari jumlah kecamatan pada setiap kabupaten/ kota yang bersangkutan.

3) Memiliki nama, lambing, dan tanda gambar yang tidak mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dengan nama, lambing, dan tanda gambar partai politik lain.

4) Memiliki kantor tetap.

e. Tujuan Partai Politik

1) Tujuan umum partai politik antara lain:

a) Mewujudkan cita-cita nasional nasional bangsa Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

b) Mengembangkan kehidupan demokrasi berdasarkan Pancasila dengan menjunjung tinggi kedaulatan rakyat dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia.

c) Mewujudkan kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia.

2) Tujuan khusus partai politik adalah partai politik adalah memperjuangkan cita-citanya dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa , dan bernegara.

f. Asas dan Ciri Partai Politik

(12)

2) Setiap partai politik dapat mencantumkan ciri tertentu sesuai dengan kehendak dan cita-citanya yang tidak bertentangan dengan Pancasila, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, dan Undang-undang.

g. Fungsi Partai Politik

Partai Politik berfungsi sebagai sarana :

1) pendidikan politik bagi anggotanya dan masyarakat luas agar menjadi warga Negara Republik Indonesia yang sadar akan hak dan kewajibannya dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara;

2) penciptaan iklan yang konsif dan program konkrit serta sebagai pelekat persatuan dan kesatuan bangsa untuk menyejahterakan masyarakat;

3) penyerap, penghimpun, dan penyalur aspirasi politik masyarakat secara konstitusional dalam merumuskan dan menetapkan kebijakan negara; 4) partisipasi politik warga negara dan rekrutmen politik dalam proses

pengisian jabatan politik melalui mekanisme demokrasi dengan memerhatikan kesetaraan gender.

h. Hak Partai Politik Partai politik berhak:

1) memperoleh perlakuan yang sama, sederajat, dan adil dari negara: 2) mengatur dan mengurus rumah tangga organisasi secara mandiri;

3) memperoleh hak cipta atas nama lambing dan tanda gambar partainya dari Departemen Kehakiman sesuai dengan peraturan perudang-undangan;

4) ikut serta dalam pemilihan umum sesuai dengan ketentuan Undang-undang Pemilihan Umum;

5) mengajukan calon untuk mengisi keanggotaan di lembaga perwakilan rakyat;

6) mengusulkan penggantian antarwaktu anggotanya di lembaga perwakilan rakyat sesuai dengan peraturan perundang-undangan;

7) mengusulkan pemberhentian anggotanya di lembaga perwakilan rakyat sesuai dengan peraturan perundang-undangan dan mengusulkan pasangan calon presiden dan wakil presiden sesuai dengan peraturan perudang-undangan.

(13)

1) mengamalkan Pancasila, melaksanakan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, dan peraturan perudang-undangan lainnya;

2) memelihara dan mempertahankan keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia;

3) berpartisipasi dalam pembangunan nasional;

4) menjujung tinggi supremasi hokum, demokrasi, dan hak asasi manusia; 5) mealkukan pendidikan politik dan menyalurkan aspirasi politik;

6) menyukseskan penyelenggaraan pemilihan umum;

7) melakukan pendaftaran dan memelihara ketertiban data anggota; 8) membuat pembukuan, memelihara daftar penyumbang, dan jumlah

sumbangan yang diterima, serta terbuka untuk diketahui oleh masyarakat dan pemerintah;

9) membuat laporan negara keuangan secara berkala satu tahun sekali kepada Komisi Pemilihan Umum setelah diaudit oleh akuntan publik; dan

10) memiliki rekening khusus dana kampanye pemilihan umum dan menyerahkan laporan neraca keuangan hasil audit akuntan public kepada Komisi Pemilihan Umum paling lambat 6 (enam) bulan setelah hari pemungutan suara.

D. Peran Serta Budaya Politik Partisipan

Partisipasi politik adalah kegiatan seseorang atau sekelompok orang untuk ikut serta secara atif dalam kehidupan politik, seperti memilih pimpinan negara atau upaya-upaya memengaruhi kebijakan pemerintah.

1. Faktor-faktor Penyebab Timbulnya Gerakan ke Arah Partisipasi Politik Menurut Myron Weiner, terdapat lima penyebab timbulnya gerakan ke arah partisipasi lebih luas dalam proses politik yaitu sebagai berikut,

a. Modernisasi dalam segala bidang kehidupan yang menyebabkan masyarakat makin banyak menuntut untuk ikut dalam kekuasaan politik.

b. Perubahan-perubahan struktur kelas sosial. Masalah siapa yang berhak berpartisipasi dan pembutan keputusan politik menjadi penting dan mengakibatkan perubahan dalam pola partisipasi politik.

c. Pengaruh kaum intelektual dan komunikasi masa modern. Ide demokratisasi partisipasi telah menyebar ke bangsa-bangsa baru sebelum mereka mengembangkan modernisasi dan industrialisasi yang cukup matang.

(14)

menentang kaum arstokrat yang menarik kaum buruh dan membantu memperluas hak pilih rakyat.

e. Keterlibatan pemerintah yang meluas dalam urusan sosial, ekonomi, dan kebudayaan. Meluasnya ruang lingkup aktivitas pemerintah sering merangsang timbulnya tuntutan-tuntutan yang terorganisasi akan kesempatan untuk ikut serta dalam pembutan keputusan politik.

2. Bentuk-Bentuk Partisipasi Politik

Bermacam-macam partisipasi politik yang terjadi di berbagai Negara dan berbagai waktu. Kegiatan politik konvensional adalah bentuk partisipasi politik yang normal dalam demokrasi modern. Bentuk nonkonvensional antara lain petisi, kekerasan, dan revolusioner. Bentuk-bentuk dan frekuensi partisipasi politik dapat dipakai sebagai ukuran untuk menilai stabilitas sistem politik, integritas kehidupan politik, dan kepuasan atau ketidakpuasan warga Negara. Perhatikan tabel berikut tentang bentuk-bentuk partisipasi politik!

Konvensional Nonkonvensional benda (perusakan, pemboman, pembakaran)

Komunikasi individual dengan pejabat politik dan administratif

Tindakan kekerasan politik terhadap manusia (penculikan, pembunuhan), perang gerilya, dan revolusi

3. Budaya Politik Partisipan

Budaya politik yang partisipatif adalah budaya politik yang demokratik, dalam hal ini, akan mendukung terbentuknya sebuah sistem politik yang demokratif dan stabil. Budaya politik yang demokratik ini menyangkut “ suatu kumpulan system kenyakinan, sikap, norma, persepsi dan sejenisnya, yang menopang terwujudnya partisipasi,” kata Almond dan Verba.

Menurut Bronson dkk dalam bukunya Belajar Civic Education dari Amerika, beberapa karakter publik dan privat sebagai perwujudan budaya partisipasi sebagai berikut,

a. Menjadi anggota masyarakat yang independent. Karakter

ini meliputi,

1) kesadaran pribadi untuk bertanggung jawab sesuai ketentuan, bukan karena keterpasaan atau pengawasan dari luar;

(15)

3) memenuhi kewajiban moral dan hukum sebagai anggota masyarakat demokratis.

b. Menemuhi tanggung jawab personal kewargaan di bidang ekonomi dan politik. Tanggung jawab ini antara lain meliputi:

1) memelihara atau menjaga diri;

2) memberi nafkah dan merawat keluarga; 3) mengasuh dan mendidik anak

Di dalamnya terlasuk pula mengikuti informasi tentang isu-isu publik, seperti:

1) menentukan pilihan (voting);

2) membayar pajak;

3) menjadi juri di pengadilan; 4) melayani masyarakat;

5) melakukan tugas kepemimpinan sesuai bakat masing-masing.

c. Menghormati harkat dan martabat kemanusiaan setiap individu.

1) Menghormati orang lain berarti mendengarkan pendapat mereka.

2) Bersifat sopan.

3) Menghargai hak-hak dan kepentingan-kepentingan sesama warga Negara.

4) Mengikuti aturan “ prinsip mayoritas” namun tetap menghargai hak-hak minoritas untuk berbeda pendapat.

d. Berpartisipasi dalam urusan-urusan kewarganegaraan secara efektif dan bijaksana. Karakter ini merupakan sadar informasi sebelum:

1) menentukan pilihan (voting) atau partisipasi dalam debat publik; 2) terlibat dalam diskusi yang santun dan serius;

3) memegang kendali dalam kepemimpinan bila diperlukan;

4) membuat evaluasi tentang kapan saatnya kepentingan pribadi seseorang sebagai warga Negara harus dikesampingkan demi memenuhi kepentingan publik;

5) mengevaluasi kapan seseorang karena kewajibannya atau prinsip-prinsip konstitusional diharuakan menolak tuntutan-tuntutan kewarganegaraan tertentu.

e. Mengembangkan fungsi drmokrasi konstitusional secara sehat. Karakter ini meliputi:

(16)

2) melakukan penelahaan terhadap nilai-nilai dan prinsip-prinsip konstitusional;

3) memonitor keputusan para pemimpin politik dan lembaga-lembaga publik agar sesuai dengan nilai-nilai dan prinsip-prinsip tadi;

4) mengambil langkah-langkah yang diperlukan bila ada kekurangannya.

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian mengenai hubungan konsumsi kopi dengan kejadian hipertensi pada pasien poliklinik penyakit dalam di Rumah Sakit Gotong Royong Surabaya yang dilaksanakan

Setelah buku diolah dalam system digital, maka buku akan dipublikasikan dengan menggunakan komputer kemudian bisa diakses oleh semua pengguna, hal inilah yang

(taraf 1%) Berarti signifikan Hipotesis diterima Ada pengaruh yang signifikan pada penerapan pembelajaran matematika model elaborasi terhadap hasil belajar peserta didik

Dengan ini bagaimana pondok pesantren yang memiliki basis keilmuan, tradisi dan budaya dilingkungan setempat bisa memanfaatkan radio sebagai bentuk pengabdian pada masayarakt

Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan informasi dan pengetahuan berdasarkan data atau fakta yang sahih dan valid, benar dan dapat dipercaya tentang seberapa

Kegiatan yang telah dilaksanakan menggunakan metoda geologi yang meliputi pengamatan morfologi, jenis sebaran endapan kerikil berpasir alami ( SIRTU) atau litologi dan

Terdapat hubungan yang signifikan antara motivasi dan aktivitas belajar siswa terhadap hasil belajar kognitif siswa dengan penerapan model pembelajaran kooperatif

Meskipun demikian, penggunaan metformin pada lansia dibatasi oleh adanya efek samping gastrointestinal berupa anoreksia, mual, dan perasaan tidak nyaman pada perut