• Tidak ada hasil yang ditemukan

Artikel Asli PENAMBAHAN FOTOTERAPI LIGHT EMITTING DIODE SINAR BIRU-MERAH PADA TERAPI LINI PERTAMA PASIEN AKNE VULGARIS DERAJAT SEDANG (Analisis efektivitas, keamanan, dan efektivitas-biaya)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "Artikel Asli PENAMBAHAN FOTOTERAPI LIGHT EMITTING DIODE SINAR BIRU-MERAH PADA TERAPI LINI PERTAMA PASIEN AKNE VULGARIS DERAJAT SEDANG (Analisis efektivitas, keamanan, dan efektivitas-biaya)"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

Artikel Asli

PENAMBAHAN FOTOTERAPI

LIGHT EMITTING DIODE

SINAR BIRU-MERAH PADA TERAPI LINI PERTAMA

PASIEN AKNE VULGARIS DERAJAT SEDANG

(Analisis efektivitas, keamanan, dan efektivitas-biaya)

Vini Onmaya, Irma Bernadette, Kusmarinah Bramono

Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin

FK Universitas Indonesia/RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo, Jakarta

ABSTRAK

Akne vulgaris adalah kelainan kulit yang sering ditemukan. Panduan terapi lini pertama kadang memberikan hasil kurang memuaskan serta sering dijumpai efek samping dan resistensi obat. Fototerapi light emitting diode (LED) sinar biru-merah dilaporkan efektif pada lesi akne.

Dilakukan penelitian untuk membandingkan penambahan fototerapi LED sinar biru-merah pada terapi lini pertama dengan tanpa fototerapi pada akne vulgaris derajat sedang (AVS).

Studi analitik dengan desain uji klinis acak terkontrol membandingkan dua sisi wajah (split-face) dilakukan pada 50 subyek AVS. Subyek diberikan terapi lini pertama, yaitu krim tretinoin 0,05% dan doksisiklin oral 100 mg/hari. Sisi wajah fototerapi diberikan fototerapi LED sinar biru-merah setiap minggu selama empat minggu berturutan, sedangkan sisi wajah kontrol tanpa fototerapi. Penilaian dilakukan saat kunjungan awal, minggu ke-2, 4, 6, dan 8.

Pada minggu ke-4 dan 8, penambahan fototerapi lebih efektif dan berbeda bermakna pada lesi noninflamasi (54,42% dan 75,59%) serta pada lesi inflamasi (75% dan 89,44%) dibandingkan dengan tanpa fototerapi. Efek samping yang ditemukan minimal dan bersifat sementara. Rasio efektivitas-biaya sebesar Rp. 19.447,- untuk mendapatkan perbedaan efektivitas 1% lebih besar pada kelompok fototerapi.

Penambahan fototerapi LED sinar biru-merah pada terapi lini pertama AVS lebih efektif, aman, namun tidak memiliki efektivitas-biaya lebih baik dibandingkan dengan tanpa fototerapi.

Kata kunci: akne vulgaris, fototerapi, LED

ABSTRACT

Acne vulgaris is a common skin disorder. Unsatisfied results sometimes came from first line therapies, along with their side effects and resistances. Light emitting diode (LED) phototherapy was reported effective for acne lesions.

A study was done to compare adjuvant of blue-red LED phototherapy to first line therapy with no phototherapy in moderate acne vulgaris patients.

An analytic study with randomized control trial design comparing both half-face (split-face) was done to 50 moderate acne patients. Subjects were given first line therapy 0.05% tretinoin cream and 100 mg doxycyclin capsules/day. Half-face was given blue-red LED phototherapy once a week for four weeks, while the other half-face with no phototherapy as control. Evaluations were done at first visit, week-2, 4, 6, and 8.

At 4th and 8th weeks, adjuvant of phototherapy resulted better effectivities with significant differences compared to no phototherapy in noninflamed lesions (54.42% and 75.59%) as in inflamed lesions (75% and 89.44%). Side effects are minimal and temporary. Cost-effectiveness ratio is Rp. 19,447 to gain 1% better effectivity on phototherapy group.

Adjuvant of blue-red LED phototherapy to first line therapy is more effective, safe, but doesn't have better cost-effectiveness compared with no phototherapy.

Keywords: acne vulgaris, phototherapy, LED

Korespondensi:

(2)

99

PENDAHULUAN

Akne vulgaris (AV) merupakan kelainan kulit yang sering dijumpai.1 Kunjungan kasus baru AV di poliklinik Dermatologi Kosmetik Departemen Ilmu Kesehatan Kulit

dan Kelamin (IKKK) Rumah Sakit Dr. Cipto

Mangunkusumo (RSCM), Jakarta (2010-2011) tercatat 1.328 kasus baru dengan jumlah kunjungan kasus terbanyak adalah kelompok AV derajat sedang (AVS) sebesar 45,93%.2

Patogenesis akne multifaktorial, namun empat mekanisme utamanya adalah hiperproliferasi epidermis folikel, produksi sebum berlebih, kolonisasi dan aktivitas Propionibacterium acnes (P. acnes), dan adanya proses inflamasi.1 Tatalaksana lini pertama AVS yang digunakan saat ini berdasarkan rekomendasi Global Alliance, berupa kombinasi retinoid topikal, antibiotik oral, dengan atau tanpa benzoil peroksida topikal, bertujuan untuk mengatasi keempat mekanisme utama tersebut.3

Penggunaan panduan terapi lini pertama pada AV kadang-kadang memberikan hasil yang kurang memuaskan serta sering dijumpai efek samping retinoid topikal, efek samping dan resistensi antibiotik oral.4 Hal tersebut membuat dokter spesialis kulit dan kelamin membutuhkan modalitas terapi tambahan pada tatalaksana AV, antara lain menggunakan terapi sinar (fototerapi), terutama sinar tampak biru dan/atau merah.5

Pajanan sinar biru dan sinar merah telah terbukti mampu mengurangi jumlah lesi akne. Sinar biru (407-420 nm) paling efektif untuk fotoaktivasi komponen porfirin endogen P. acnes, karena panjang gelombang tersebut mempunyai koefisien fotoeksitasi porfirin paling kuat. Sinar merah (660 nm) kurang efektif untuk aktivasi porfirin, tetapi dapat berpenetrasi ke jaringan yang lebih dalam dan mempunyai efek antiinflamasi melalui mediator sitokin proinflamasi.6

Analisis efektivitas-biaya (AEB) merupakan metode evaluasi ekonomi yang dapat digunakan oleh para klinisi, untuk membandingkan intervensi medis baru dengan intervensi yang telah ada ataupun alternatif intervensi medis terbaik dari beberapa alternatif yang ada, serta membantu menyusun prioritas ketetapan sistem pelayanan kesehatan.7,8 Adanya beragam pilihan modalitas terapi AV, baik tunggal maupun kombinasi, menuntut dokter spesialis kulit dan kelamin untuk memberikan pelayanan yang bersifat cost-effective.9,10

Kombinasi terapi tambahan dengan terapi lini pertama AVS diharapkan memberikan hasil yang lebih efektif, mengurangi lama terapi serta mengurangi kejadian efek samping obat yang disebabkan oleh terapi lini pertama. Dengan adanya efektivitas yang lebih baik diharapkan biaya yang dikeluarkan terapi lini pertama dapat lebih rendah.

Dalam penelitian ini penulis ingin menilai dan membandingkan penambahan fototerapi LED kombinasi sinar biru-merah pada panduan terapi lini pertama dengan tanpa fototerapi pada AVS dari segi medis (efektivitas dan keamanan) dan segi biaya (AEB).

METODE PENELITIAN

Desain penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian analitik dengan desain uji klinis acak terkontrol membandingkan dua sisi wajah (split-face) selama delapan minggu. Penelitian dilakukan di poliklinik IKKK RSCM divisi Dermatologi Kosmetik mulai bulan Oktober 2013 sampai Maret 2014. Pada kunjungan awal dilakukan anamnesis, pemeriksaan fisis (penentuan derajat keparahan berdasarkan kriteria Lehmann11 dan penghitungan jumlah lesi akne awal), serta dokumentasi tiga posisi wajah. Penentuan lokasi wajah yang akan dilakukan fototerapi bergantung pada alokasi acak. Fototerapi dilakukan 1x/minggu sebanyak empat kali, dimulai sejak kunjungan awal dan dilanjutkan satu minggu berturutan setelahnya. Subjek penelitian (SP) diberikan terapi lini pertama berupa krim tretinoin 0,05% (dioleskan malam hari) dan kapsul doksisiklin 100 mg (diminum dua kali per hari). Evaluasi terapi (efektivitas dan keamanan) dan AEB dilakukan pada minggu ke-2, 4, 6, dan 8 (M2, M4, M6 dan M8). Penilaian efektivitas dilakukan berdasarkan penurunan jumlah lesi, persentase penurunan jumlah lesi, dan penurunan derajat keparahan. Penilaian keamanan dilakukan berdasarkan efek samping segera dan efek samping susulan. Analisis efektivitas-biaya dihitung dari total biaya langsung dan biaya tidak langsung.

Subjek penelitian

Penelitian ini telah lulus kaji etik oleh komite etik penelitian setempat. Sebelum mengikuti penelitian, setiap SP dan/atau orangtua/wali SP diminta menandatangani lembar formulir persetujuan. Lima puluh enam SP dengan kriteria AVS berpartisipasi dalam penelitian ini. Kriteria penerimaan adalah pasien dengan diagnosis AVS secara klinis (selisih jumlah total lesi AVS antara kedua sisi wajah  10 lesi dan selisih jumlah lesi inflamasi AVS antara kedua sisi wajah  5 lesi), dan usia 14-30 tahun. Kriteria penolakan adalah pasien dengan keadaan hamil, menyusui atau minum kontrasepsi oral saat dilakukan pemeriksaan; riwayat pengolesan retinoid topikal 2 minggu sebelumnya, minum antibiotik oral 2 minggu sebelumnya dan/atau minum retinoid sistemik 3 bulan sebelumnya; riwayat menderita atau dalam terapi untuk kelainan hormonal/endokrin atau penyakit berat lainnya dan/atau dalam terapi imunosupresan; riwayat kelainan kulit akibat fotosensitivitas, atau alergi/keluhan berat efek samping obat terapi lini pertama AVS; dan kesulitan kepatuhan mengikuti pengobatan.

Sumber sinar

(3)

dan kekuatan energi 40 mW/cm2) dan dilanjutkan dengan sinar merah (660 nm, selama 10 menit/sesi, dan kekuatan energi 80 mW/cm2).

Analisis statistik

Analisis data menggunakan uji Wilcoxon. Data diolah secara statistik dengan program SPSS 20.

HASIL PENELITIAN

Karakteristik subjek penelitian

Sebanyak 50 SP dapat menyelesaikan penelitian. Enam SP

Efektivitas terapi

Perbandingan penurunan jumlah lesi

Perbandingan penurunan jumlah lesi dilakukan untuk dapat melihat efek sinar biru dan sinar merah pada setiap jenis lesi, lesi noninflamasi maupun lesi inflamasi. Selain itu, agar terlihat jenis lesi mana saja dari lesi noninflamasi maupun lesi inflamasi yang memberikan kontribusi terhadap penurunan persentase jumlah lesi. Pada setiap jenis lesi noninflamasi terdapat penurunan jumlah lesi yang berbeda bermakna antar kedua kelompok sisi wajah (sisi wajah fototerapi = SWF; sisi wajah kontrol =

hanya datang satu kali kunjungan. Usia SP termuda adalah 14 tahun, sedangkan usia tertua adalah 30 tahun tidak dapat menyelesaikan penelitian karena (nilai tengah usia pasien 22 tahun). Sebagian besar SP, yakni 46 SP (92%), berjenis kelamin perempuan dan empat SP (8%) berjenis kelamin laki-laki. Sebanyak 32 SP (64%) memiliki tingkat pendidikan tinggi dan 18 SP (36%) memiliki tingkat pendidikan sedang. Peneliti mendapatkan lama sakit AV pada SP bervariasi dari 2 minggu hingga 6 tahun (nilai tengah lama sakit 9 bulan). Karakteristik lesi awal kedua kelompok tidak berbeda bermakna (Tabel 1).

SWK) sejak dua minggu terapi dibandingkan dengan kunjungan awal (Tabel 2). Secara keseluruhan, penurunan jumlah komedo tertutup dan jumlah total lesi noninflamasi lebih besar pada kelompok SWF dibandingkan dengan kelompok SWK setelah kunjungan awal (p<0,05).

Tabel 1. Karakteristik lesi sebelum terapi

Karakteristik lesi

Nilai tengah jumlah lesi (min-maks)

Kelompok SWF

(N = 50)

Kelompok SWK

(N = 50)

Nilai p*

Noninflamasi

Komedo terbuka

Komedo tertutup

Total lesi noninflamasi

4 (0-13)

11 (6-24)

15 (8-33)

5 (0-13)

12 (3-21)

16 (8-28)

0,899

0,111

0,080

Inflamasi

Papul

Pustul

Nodus

Total lesi inflamasi

12 (6-24)

0 (0-8)

0 (0-2)

13 (6-19)

12 (6-19)

0 (0-8)

0 (0-2)

12 (6-24)

0,415

0,877

0,785

0,358

N = jumlah SP; perbedaan bermakna jika p < 0,05; * = uji Wilcoxon; SWF = sisi wajah fototerapi;

(4)

101

Pada lesi inflamasi, didapatkan penurunan nilai

tengah hanya pada papul dan total lesi inflamasi baik pada kelompok SWF maupun kelompok SWK (Tabel 3). Penurunan jumlah papul dan jumlah total lesi inflamasi lebih besar pada kelompok SWF dibandingkan dengan kelompok SWK di setiap waktu evaluasi setelah kunjungan awal (p<0,05). Penilaian penurunan jumlah pustul dan nodus kurang dapat memberikan informasi yang berarti karena nilai tengah kedua lesi tersebut saat kunjungan awal dan di setiap waktu evaluasi adalah nol, selain itu nilai maksimum awal (jumlah lesi awal terbanyak) sangat sedikit sehingga bila terdapat penurunan jumlah lesi maka penurunannya sulit dideskripsikan.

Penilaian penurunan jumlah pustul dilakukan dengan melihat penurunan jumlah SP yang memiliki pustul pada kedua kelompok di setiap waktu evaluasi. Setiap kelompok terdapat sebanyak delapan SP (16%) yang

memiliki pustul. Dua minggu pascaterapi telah tampak penurunan jumlah SP yang memiliki lesi pustul pada kelompok SWF, yaitu menjadi tiga SP (6%). Penurunan jumlah SP tersebut lebih besar bila dibandingkan dengan kelompok SWK, yaitu hanya menjadi enam SP (12%).

Penilaian penurunan jumlah nodus juga dilakukan dengan melihat penurunan jumlah SP yang memiliki nodus pada kedua kelompok di setiap waktu evaluasi. Didapatkan sebanyak tiga SP (6%) memiliki nodus pada kedua

Tabel 2. Perbandingan jumlah komedo terbuka, komedo tertutup, dan total lesi noninflamasi

Minggu

Nilai tengah jumlah lesi (min-maks)

Nilai p*

(5)

Perbandingan persentase penurunan jumlah lesi

Perbandingan penurunan jumlah lesi dinyatakan dalam persentase untuk dapat menilai seberapa besar penurunan jumlah lesi yang terjadi antar kedua kelompok. Selain itu, lebih mudah untuk melakukan perbandingan dengan penelitian lain dalam bentuk persentase penurunan jumlah lesi.

Secara keseluruhan, persentase penurunan jumlah total lesi noninflamasi dan lesi inflamasi pada kelompok SWF lebih besar dibandingkan dengan kelompok SWK (p<0,05). Data mengenai perbandingan persentase penurunan jumlah lesi dapat dilihat pada tabel 4.

Tabel 3. Perbandingan jumlah papul dan total lesi inflamasi

Minggu

Nilai tengah jumlah lesi (min-maks)

Nilai p*

Kelompok SWF Kelompok SWK

(N = 50) (N = 50)

N = jumlah SP; perbedaan bermakna jika p < 0,05; * = uji Wilcoxon; SWF = sisi wajah fototerapi; SWK = sisi wajah kontrol; M = minggu ke-

Tabel 4. Perbandingan persentase penurunan jumlah total lesi noninflamasi dan lesi inflamasi

Minggu

Nilai tengah jumlah lesi (min-maks)

Nilai p*

N = jumlah SP; perbedaan bermakna jika p <0,05; * = uji Wilcoxon; SWF = sisi wajah fototerapi; SWK

(6)

103

Perbandingan penurunan derajat keparahan

Peneliti melakukan evaluasi efektivitas-biaya antara fototerapi LED dan panduan terapi lini pertama AVS dibandingkan dengan terapi lini pertama AVS saja, sehingga penting untuk mengetahui kecepatan kesembuhan SP berdasarkan penurunan derajat keparahan AVS menjadi akne vulgaris derajat ringan (AVR). Hal tersebut dihubungkan dengan perbedaan biaya yang akan dikeluarkan SP bila telah membaik menjadi AVR. Sejak M2, didapatkan 10 SP (20%) di kelompok SWF mengalami penurunan derajat keparahan menjadi AVR. Pada M4 dan M6, didapatkan 42 SP (84%) dan 50 SP (100%) di setiap kelompok mengalami penurunan derajat keparahan menjadi AVR.

Keamanan terapi

Pada penelitian ini seluruh SP (100%) tidak ada yang mengeluhkan efek samping segera. Efek samping susulan hanya dikeluhkan oleh lima SP selama masa

penelitian pada minggu ke-1. Kelima SP tersebut semuanya hanya mengeluhkan efek samping ringan, yaitu berupa rasa gatal, tanpa disertai gejala klinis dan tidak memerlukan pengobatan. Keluhan efek samping tersebut dirasakan sama pada kedua sisi wajah. Secara statistik, tidak terdapat perbedaan bermakna antar kedua kelompok (p>0,05).

Analisis efektivitas-biaya

Ringkasan data perbandingan AEB dapat dilihat pada tabel 5. Rasio efektivitas-biaya sebesar Rp. 19.447,- per 1%, yang artinya adalah penambahan fototerapi LED kombinasi sinar biru-merah pada panduan terapi lini pertama AVS mengeluarkan biaya sebesar Rp. 19.447,- untuk mendapatkan perbedaan persentase penurunan jumlah lesi AVS 1% lebih besar dibandingkan dengan tanpa fototerapi.

Tabel 5. Analisis efektivitas-biaya

Nilai tengah jumlah lesi (min-maks)

Kelompok SWF

(N = 50)

Kelompok SWK

(N = 50)

Jumlah SP 50

22 (14-30) Usia (dalam tahun)

Persentase penurunan jumlah lesi M4 (dalam %)

Total lesi noninflamasi

Total lesi nflamasi

54,42 (27,27-75)

75 (50-95)

50 (25-78,95)

66,67 (36,36-92,31)

Waktu kesembuhan (dalam minggu) 4 (2-6) 4 (4-6)

Biaya pengobatan hingga AVR (dalam rupiah)

Biaya terapi 526.800

(263.400-626.000)

326.800

(262.600-426.000)

Biaya transportasi 42.000

(14.000-200.000)

49.000

(20.000-200.000)

Total biaya 554.800

(277.400-764.000)

392.800

(346.800-564.000)

(7)

PEMBAHASAN

Pada kelompok SWF didapatkan penurunan jumlah total lesi noniflamasi lebih besar dan bermakna secara statistik dibandingkan dengan kelompok SWK, selain karena efektivitas terapi lini pertama juga karena efektivitas fototerapi LED kombinasi sinar biru-merah. Bila dibandingkan nilai p antara komedo terbuka dengan komedo tertutup pada kelompok SWF, maka pada komedo tertutup didapatkan nilai p<0,05 di sebagian besar waktu evaluasi, sehingga memberikan gambaran bahwa pada penelitian ini yang memberikan kontribusi terbesar terhadap penurunan jumlah total lesi noninflamasi kelompok SWF adalah lesi bentuk komedo tertutup.

Berdasarkan mekanisme kerja fototerapi LED kombinasi sinar biru-merah, penurunan jumlah total lesi noninflamasi disebabkan oleh efek antibakteri sinar biru. Telah diketahui bahwa baik pada komedo terbuka maupun komedo tertutup ditemukan jumlah P. acnes yang berlebihan.12,13 Jumlah P. acnes lebih banyak pada komedo tertutup dibandingkan komedo terbuka, sehingga dapat terjadi dua hal,13 yaitu pada komedo tertutup sinar biru (415 nm) akan lebih banyak yang diabsorpsi dan dieksitasi oleh porfirin P. acnes, kemudian terbentuk oksigen tunggal dan radikal bebas yang dapat merusak lipid dinding sel P. acnes, sehingga menghancurkan organisme tersebut; kedua, pada komedo tertutup lebih banyak porfirin yang diabsorbsi P. acnes yang akan mempercepat oksidasi skualen dan selanjutnya meningkatkan tekanan oksigen dalam folikel yang akan merugikan kelangsungan hidup P. acnes.13,14 Kedua hal tersebut yang dapat menjelaskan mengapa kontribusi terbesar penurunan jumlah lesi noninflamasi adalah lesi bentuk komedo tertutup.

Pada penelitian ini terjadi penurunan jumlah papul lebih besar pada kelompok SWF yang bermakna secara statistik dibandingkan dengan kelompok SWK di setiap waktu evaluasi setelah kunjungan awal. Perhitungan statistik untuk menilai penurunan jumlah pustul dan nodus sulit dilakukan, namun tampak perbaikan klinis bila dilihat dari penurunan jumlah SP yang memiliki dua lesi tersebut. Uraian di atas memberikan gambaran bahwa pada penelitian ini yang memberikan kontribusi terbesar terhadap penurunan jumlah seluruh lesi inflamasi kelompok SWF adalah lesi bentuk papul.

Bila dilihat dari nilai maksimum dan jumlah SP yang memiliki pustul, tampak penurunan jumlah pustul yang lebih besar pada kelompok SWF dibandingkan dengan kelompok SWK namun lesi pustul kedua kelompok menghilang pada minggu yang sama (M4). Hal tersebut dapat disebabkan karena setiap SP diberikan terapi lini pertama AVS terutama antibiotik oral doksisiklin yang mempunyai peran penting dalam menurunkan jumlah bakteri P. acnes yang terdapat berlebih dalam pustul baik di SWF maupun di SWK.15,16 Penurunan jumlah nodus pada penelitian ini juga tampak minimal mengingat masih ada SP yang memiliki nodus pada akhir waktu evaluasi baik pada kelompok SWF maupun pada kelompok SWK. Penambahan fototerapi LED kombinasi sinar biru-merah nampaknya kurang bermanfaat untuk penurunan jumlah

nodus. Hal tersebut disebabkan pada lesi nodular biasanya membutuhkan terapi tambahan misalnya injeksi kortikosteroid intralesi ataupun dapat pula diberikan terapi alternatif berdasarkan Global Alliance yaitu isotretinoin oral.3

Baik pada penelitian ini maupun pada empat penelitian lain tentang fototerapi LED kombinasi sinar biru-merah, peningkatan persentase penurunan jumlah lesi sudah tampak dua minggu setelah fototerapi dan masih memberikan peningkatan persentase yang nyata hingga beberapa minggu setelah fototerapi terakhir.17-20 Hal ini diperkirakan bahwa terapi lini pertama AVS di kelompok SWF berkontribusi pada peningkatan persentase penurunan jumlah lesi. Fototerapi LED kombinasi sinar biru-merah masih memiliki efek terapi diduga pertama karena selain efek antiinflamasi langsung dari sinar merah, sinar biru memberikan perbaikan lesi karena efek antibakteri dan antiinflamasi sinar biru pada lesi inflamasi.17-20 Alasan kedua adalah destruksi dan eliminasi P. acnes diduga masih berlangsung selama beberapa minggu setelah fototerapi terakhir.21 Persentase yang didapatkan pada penelitian ini (SWF) lebih besar 20-40% dari penelitian-penelitian sebelumnya yang hanya melakukan fototerapi kombinasi sinar biru-merah saja.17-20

Pada penelitian ini dengan adanya penambahan fototerapi LED kombinasi sinar biru-merah pada terapi lini pertama AVS, penurunan derajat keparahan akne menjadi AVR lebih cepat dua minggu dibandingkan dengan tanpa fototerapi yang biasanya terjadi penurunan derajat keparahan dalam 4-6 minggu terapi.

Keluhan gatal yang dirasakan oleh lima SP pada penelitian ini kemungkinan besar disebabkan oleh efek samping ringan krim tretinoin 0,05% mengingat lokasi keluhan yang dirasakan adalah pada kedua sisi wajah, dan dirasakan hanya pada satu minggu pertama pasca pemakaian terapi lini pertama AVS. Efek samping utama tretinoin ialah iritasi kulit lokal, termasuk eritema, kulit mengelupas, kering, panas, dan gatal. Reaksi iritasi kulit yang diinduksi oleh retinoid tidak membutuhkan pengobatan khusus karena bersifat sementara.22-23

Pada kedua kelompok, kebutuhan biaya pasien tiap sisi wajah hingga salah satu atau keduanya menjadi AVR dihitung lalu dijumlahkan kemudian dilakukan analisis statistik. Dalam analisis efektivitas-biaya, dianjurkan untuk memasukkan total biaya yang dikeluarkan pasien layaknya keadaan sehari-hari. Dalam hal ini biaya yang mungkin diperhitungkan adalah biaya terapi dan biaya transportasi.

Dalam membandingkan intervensi medis baru dan lama, pengambil keputusan perlu menentukan tolok ukur efektivitas medis yang dapat dibandingkan antara keduanya. Setelah ukuran efektivitas ditentukan, maka biaya dapat dibandingkan dengan efek intervensi medis tersebut. Rasio ini dikenal sebagai rasio efektivitas-biaya yang dihitung mengikuti rumus berikut: 7-10

biaya teknologi baru - biaya pembanding

(8)

105

Meskipun perhitungan rasio tidak dapat dilakukan

berdasarkan kecepatan waktu kesembuhan, namun pada penelitian ini didapatkan sebanyak 10 SP dengan SWF mengalami perbaikan menjadi AVR dalam dua minggu. Perbaikan klinis AVS menjadi AVR tercapai dalam 4-6 minggu, sehingga dapat terjadi selisih dua minggu lebih cepat bila dilakukan penambahan fototerapi dibandingkan dengan tanpa fototerapi. Sepuluh SP tersebut menyatakan bahwa mereka bersedia untuk mengeluarkan tambahan biaya Rp. 50.000,- per kali fototerapi untuk mendapatkan kesembuhan / perbaikan jerawat lebih cepat dua minggu. Sebagai pembanding bahwa biaya selama 2-4 minggu dengan fototerapi adalah sebesar Rp. 263.400,- hingga Rp. 526.800,- sedangkan dalam 4-6 minggu tanpa fototerapi adalah sebesar Rp. 326.800,- hingga Rp. 426.000,-.

KESIMPULAN

Penambahan fototerapi LED kombinasi sinar biru-merah pada panduan terapi lini pertama AVS lebih efektif, aman, namun tidak memiliki efektivitas-biaya lebih baik dibandingkan dengan tanpa fototerapi.

DAFTAR PUSTAKA

1. Zaenglein AL, Graber EM, Thiboutot DM. Acne

vulgaris and acneiform eruptions. Dalam: Goldsmith

LA, Katz SI, Gilchrest BA, Paller AS, Leffell DJ,

Wolff K, penyunting. Fitzpatrick's dermatology in

general medicine. Edisi ke-8. New York: McGraw

Hill; 2012.h.897-917.

2. Divisi Dermatologi Kosmetik, Departemen Ilmu

Kesehatan Kulit dan Kelamin FKUI/RS Dr. Cipto

Mangunkusumo, Jakarta. Data morbiditas Divisi

Dermatologi Kosmetik, Jakarta. 2010-2011[tidak

dipublikasikan].

3. Gollnick H, Cunliffe W. Management of acne. A

report from a Global Alliance to improve outcomes in

acne. J Am Acad Dermatol. 2003;49:S1-38.

4. Hædersdal M, Togsverd-Bo K, Wulf

HC.Evidence-based review of lasers, light sources and

photodynamic therapy in the treatment of acne

vulgaris. JEADV. 2008;22:267-78.

5. Thiboutot D, Gollnick H. New insights into the

management of acne: An update from the Global

Alliance to improve outcomes in acne group. J Am

Acad Dermatol. 2009;60:S1-50.

6. Charakida A, Seaton ED, Charakida M, Mouser P,

Avgerinos A, Chu AC. Phototherapy in the treatment

of acne vulgaris. What is its role?. Am J Clin

Dermatol. 2004;5:211-6.

7. Hill SR. Cost-effectiveness analysis for clinicians.

Hill BMC Medicine. 2012;10:10.

8. Inglesei MJ. Fleischer AB. Feldman SR, Balkhrisnan

R. The pharmacoeconomics of acne treatment: Where

are we heading? J Dermatol Treat. 2008;19: 27–7.

9. Ellis CN. Reiter KL. Wheeler JRC. Fendrick AM.

Economic analysis in dermatology. J Am Acad

Dermatol. 2002;46:271-83.

10. Chen SC. Cost-effectiveness analyses: A basic

overview for dermatologists. J Cutan Med Surg.

2001; 5: 217-22.

11. Lehmann HP, Robinson KA, Andrews JS, Holloway

V, Goodman SN. Acne therapy. A methodologic

review. J Am Acad Dermatol. 2002;47:231-40.

12. Ross EV. Optical treatments for acne. Dermatol Ther.

2005;18: 253-66.

13. Ammad S, Gonzales M, Edwards C, Finlay AY, Mills

C. An assessment of the efficacy of blue light

phototherapy in the treatment of acne vulgaris. J

Cosm Dermatol. 2008;7:180-8. (66)

14. Elman M, Lebzelter J. Light therapy in the treatment

of acne vulgaris. Dermatol Surg. 2004;30:139-46.

15. Webster GF, Graber EM. Antibiotic treatment for

acne vulgaris. Semin Cutan Med Surg.

2008;27:183-7.

16. Del Rosso JQ, Kim G. Optimizing use of oral

antibiotics in acne vulgaris. Dermatol Clin.

2009;27:33-42.

17. Papageorgiou P, Katsambas A, Chu A. Phototherapy

with blue (415 nm) and red (660 nm) light in the

treatment of acne vulgaris. Br J Dermatol.

(9)

18. Goldberg DJ, Russell AB. Combination blue (415

nm) and red (633 nm) LED phototherapy in the

treatment of mild to severe acne vulgaris. J Cosm

Laser Ther. 2006;8:71-5.

19. Lee SY, You CE, Park MY. Blue and red light

combination LED phototherapy for acne vulgaris in

patients with skin phototype IV. Lasers Surg Med.

2007;39:180-8.

20. Kwon HH, Lee JB, Yoon JY, Park SY, Ryu HH, Park

BM, dkk. The clinical and histological effect of

home-use, combination blue-red LED phototherapy

for mild to moderate acne vulgaris in Korean patients:

a double blind, randomized controlled trial. Br J

Dermatol. 2013; 168: 1088-94

21. Elman M, Slatkine M, Hart Y. The effective

treatment of acne by high-intensity, narrow-band

405-420 nm light source. J Cos Laser Ther.

2003;5:111-6.

22. Thielitz A, Gollnick H.Topical retinoids in acne

vulgaris: Update on efficacy and safety. Am J Clin

Dermatol. 2008;9:369-81.

23. Akhavan A, Bershad S. Topical acne drugs: review of

clinical properties, systemic exposure, and safety. Am

Gambar

Tabel 2. Perbandingan jumlah komedo terbuka, komedo tertutup, dan total lesi noninflamasi
Tabel 4. Perbandingan persentase penurunan jumlah total lesi noninflamasi dan lesi inflamasi
Tabel 5. Analisis efektivitas-biaya

Referensi

Dokumen terkait

Konsentrasi larutan osmotik PEG 6000 30% w/v dan waktu pengeringan 4 jam merupakan kombinasi perlakuan yang terbaik dimana dapat menghasilkan kecepatan tumbuh

Üçüncü Murad Han ça ğı nda Lala Pa ş a serdar olup Anadolu Veziri Cafer Pasa, Ş am Veziri Uzun Mehmed Pasa o ğ lu Hasan Pa ş a, Belenli Ali Pasa maiyetinde oldu ğ u

Summary  : Diisi dengan keterangan singkat mengenai folder tersebut.  Display a directory: Slahkan pilih folder yang akan ditampilkan, pada gambar  di  atas 

Untuk analisis regresi linier sederhana, koefisien regresi kualitas jasa pada persamaan ini diperoleh sebesar 0,684 (positif) yang berarti bahwa apabila skor pada variabel kualitas

Kemampuan berpikir reflektif matematis adalah suatu kemampuan dapat mengindentifikasikan konsep dan atau rumus matematika yang terlibat dalam soal matematika

Software Development Kit (SDK atau devkit) adalah sekumpulan alat pengembangan yang memungkinkan untuk menciptakan sebuah aplikasi untuk paket perangkat lunak tertentu (software

Dari hasil ini simulasi dilakukan sekali lagi untuk mendapatkan perbedaan antara waktu sikIus mesin dengan waktu siklus simulasi seperti terlihat pada gambar 4. 3 terlihat

Depresi: Gangguan alam perasaan ditandai dengan perasaan sedih yang berlebihan, murung, tidak bersemangat, perasaan tidak berharga, merasa kosong, putus harapan, selalu