• Tidak ada hasil yang ditemukan

JURNAL ILMIAH PSIKOLOGI BEHAVIOR DALAM B (1)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "JURNAL ILMIAH PSIKOLOGI BEHAVIOR DALAM B (1)"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

PSIKOLOGI BEHAVIOR DALAM BELAJAR BAHASA:

Penguasaan Bahasa Asing dengan menggunakan strategi pembiasaan

Skinner

SUSI SAKINAH-2108130016-3D

Abstrak

Pandangan kaum Psikologi behavior tentang belajar adalah bahwa prinsip belajar pada dasarnya merupakan untaian stimulus respon. Pemerolehan bahasa kedua/asing tingkat kesukarannya lebih tinggi dibanding pemerolehan bahasa pertama. untuk itu diperlukan strategi belajar yang efektif agar pemerolehan bahasa asing bisa sukses. Yaitu dengan strategi pembiasaan dengan menekankan metode “Datang, Kerjakan, Lakukan”. Karena proses belajar akan berlangsung apabila diberi stimulus bersyarat.

Kata Kunci: Penguasaan bahasa, Bahasa asing, santri, pembiasaan

Abstract

Psychology view of the behavior of the study is that the principle of learning is basically a string of stimulus response. Acquiring a second language / foreign higher levels of distress than the first language acquisition . it is necessary for an effective learning strategy in order to be successful foreign language acquisition . That is the strategy of habituation by emphasizing methods " Come , Do it , Do it " . Because the learning process will take place if given a conditional stimulus .

Keywords: mastery of language, foreign language, student, habituation

PENDAHULUAN

Bahasa adalah wujud nyata dari kebutuhan primer manusia sebagai mahluk sosial. Tidak dapat dipungkiri, bahwa bahasa selalu muncul dalam segala aspek kehidupan. Baik itu bahasa pertama, maupun bahasa kedua. Penguasaan bahasa seseorang akan berpengaruh pada kehidupannya. Orang yang mahir berbahasa akan mudah bersosialisasi, aktif dalam kegiatan perekonomian, mudah dalam pendidikan, dan lain-lain. Sebaliknya, orang yang kurang terampil berbahasa akan sulit beradaptasi dengan sekitar. Sebagaimana fungsinya sebagai alat komunikasai dan interaksi, penguasaan bahasa, baik bahasa pertama maupun bahasa kedua sangatlah penting.

(2)

Di Indonesia sendiri, bahasa pertama biasanya merupakan bahasa daerahnya, dan bahasa kedua adalah bahasa nasional yaitu bahasa Indonesia. Walaupun ada daerah yang bahasa pertamanya merupakan bahasa Indonesia. Kebanyakan masyarakat di Negara ini memakai bahasa Ibu sebagai bahasa sehari-harinya, sehingga tingkat keberhasilan penguasaan bahasa pertama bisa dikatakan akan selalu sempurna (tidak pernah gagal). Sedangkan untuk bahasa kedua kemungkinan berhasilnya memang besar, namun penguasaan dan penggunaannya tidak semahir bahasa pertamanya. Begitupula dengan bahasa asing. Sangat sulit apabila hanya diberi teori di lembaga pendidikan saja.

Dengan fenomena globalisasi, bahasa merupakan kunci utama agar kita tidak tertinggal dengan bangsa lain. Dalam hal perekonomian, social, budaya, IPTEK, dan politik. Kesadaran dari masyarakat tentang penguasaan bahasa lain sudah mengalami perubahan signifikan. Dulu masyarakat merasa cukup menguasai satu bahasa daerahnya saja. Akan tetapi sekarang perlahan-lahan masyarakat sadar akan pentingnya penguasaan bahasa kedua. Kita patut berbangga dengan kemajuan ini. Akan tetapi di situlah kendala yang sebenarnya muncul. Strategi pemerolehan dan penguasaan bahasa yang kebanayakan dipakai di Negara ini tidak cukup berhasil. Pola yang dipakai adalah pola belajar secara sadar akan macam-macam teori, tips dan trik lancar berbicara bahasa asing, menghapal kosa kata dan sebagainya.

Poin-poin di atas memang penting, tatapi apabila tidak disertai dengan pola pembiasaan akan percuma saja. Karena tidak biasanya seseorang menggunakan bahasa itu, maka tingkat kesukarannya pun semakin jelas terlihat. Penguasaan bahasa itu tidak cukup bila hanya teori, butuh latihan dan pembiasaan agar dapat mahir berbahasa.

Perkembangan Bahasa Anak

Bahasa adalah sarana komunikasi dengan orang lain. Dalam pengertian ini tercakup semua cara untuk berkomunikasi, di mana pikiran dan perasaan dinyatakan dalam bentuk lisan, tulisan, isyarat, atau gerak dengan menggunakan kata-kata, simbol, lambang, gambar, atau lukisan. Melalui bahasa, setiap orang dapat mengenal dirinya, sesamanya, alam sekitar, ilmu pengetahuan, dan nilai-nilai moral atau agama.

Manusia melewati beberapa tahap perkembangan bahasa, yaitu (1) tahap perkembangan artikulasi (usia sejak lahir-14 bulan: mampu mengahsilkan bunyi vocal “aaa” “eee” “uuu”) , (2) tahap perkembangan kata dan kalimat (14 bulan-2 tahun : anak rata-rata sudah dapat menyusun kalimat empat kata), (3) tahap menjelang sekolah (menjelang anak masuk sekolah dasar; yaitu pada waktu mereka berusia antara lima sampai enam tahun). Menurut Harwood (1959, dalam Purwo, 1989) anak sampai usia lima setengah tahun belum sepenuhnya dapat membuat kalimat pasif. Dari sekitar 12.000 buah kalimat spontan yang dibuat anak-anak lima tahun Harwood tidak menemukan sebuah pun kalimat pasif. Menurut Baldie (1976, dalam Purwo 1989) baru sekitar 80 % dari anak usia tujuh setengah sampai delapan tahun dapat membuat kalimat pasif.

Pendekatan Psikologi Behaviorisme dalam Belajar Bahasa

Untuk mengembangkan kemampuan berbahasa atau keterampilan berkomunikasi, ada baiknya kita melakukan pendekatan psikologi pada belajar bahasa itu sendiri.

(3)

itu dapat diterapkan terhadap belajar manusia. Implikasi hasil eksperimen tersebut pada belajar manusia adalah:

a. Belajar adalah proses membentuk asosiasi antara stimulus dan respon secara reflektif. b. Proses belajar akan berlangsung apabila diberi stimulus bersyarat.

c. Prinsip belajar pada dasarnya merupakan untaian stimulus rspons. d. Pavlov menyangkal adanya kemampuan bawaan.

e. Setiap pembelajaran memerlukan classical conditioning.

B.F. Skinner (1933) menambahkan pendapatnya tentang belajar, bahwa “belajar membutuhkan hukuman dan ganjaran sebagai bentuk reinforcement (penguatan) baik secara positif maupun negative.”

Para pakar psikologi belajar bahasa penganut paham behaviorisme berpendapat bahwa belajar bahasa berlangsung dalam 5 (lima) tahapan yaitu: (1) trial dan error, (2) mengingat-ingat, (3) menirukan, (4) mengasosiasikan, dan (5) menganalogi.

Proses Belajar Bahasa Model Krashen

Berkenaan dengan proses pemerolehan bahasa, Krashen mengemukakan 5 (lima) hipotesis yang selanjutnya dijadikan dasar oleh peneliti lain.

1. Hipotesis pemerolehan dan belajar bahasa (the acquisition-and learning hypotesis) Menurut hipotesis ini dalam penguasaan suatu bahasa perlu dibedakan adanya pemerolehan (aquisition) dan belajar (learning). Pemerolehan adalah penguasaan suatu bahasa melalui cara bawah sadar atau alamiah dan terjadi tanpa kehendak yang terencana. Proses pemerolehan tidak melalui usaha belajar yang formal atau eksplisit. Sebaliknya, yang dimaksud dengan belajar (learning) adalah usaha sadar untuk secara formal dan eksplisit menguasai bahasa yang dipelajari, terutama yang berkenaan dengan kaidah-kaidah bahasa. Belajar terutama terjadi atau berlangsung dalam kelas.

2. Hipotesis urutan alamiah

Hipotesis ini menyatakan bahwa kemampuan berbahasa seseorang itu bertahap secara alamiah dan bersifat universal. Hipotesis ini menyatakan bahwa dalam proses pemerolehan bahasa kanak-kanak memperoleh unsur-unsur bahasa menurut urutan tertentu yang dapat diprediksikan. Urutan ini bersifat alamiah. Hasil penelitian menunjukan adanya pola pemerolehan unsur-unsur bahasa yang relative stabil untuk bahasa pertama, bahasa kedua, maupun bahasa asing.

3. Hipotesis monitor

Hipotesis ini membedakan proses penguasaan bahasa secara alamiah yang terjadi secara ambang sadar dengan proses penguasaan bahasa secara sadar yang terjadi dalam kondisi buatan. Seseorang yang belajar bahasa dengan bekal pengetahuannya akan selalu membetulkan kesalahannya dalam berkomunikasi. Semua kaidah tata bahasa yang kita pelajari dan kita hafalkan tidak selalu membantu kelancaran dalam berbicara. Kaidah tata bahasa yang kita kuasai ini hanya berfungsi sebagai monitor saja dalam pelaksanaan (performansi) berbahasa.

(4)

sedangkan belajar akan menghasilkan pengetahuan eksplisit tentang aturan-aturan tata bahasa.

4. Hipotesis masukan (input)

Hipotesis ini menyatakan bahwa seseorang menguasai bahasa melalui masukan (input) yang dapat dipahami yaitu dengan memusatkan perhatian pada pesan atau isi, bukan betuknya. Jadi kemampuan seseorang itu tergantung kepada masukannya.

5. Hipotesis Filter Afektif

Hipotesis ini menyatakan bahwa semakin besar saringan afektif (hambatan psikologis) misalnya rasa malu, rasa cemas, dan rasa takut, maka akan semakin sukar menguasai bahasa kedua/asing.

Pembelajaran Bahasa Asing dengan Menerapkan Strategi Pembiasaan

Penguasaan bahasa asing, sebut saja bahasa Inggris dan bahasa Arab sangat penting saat ini. Apalagi dengan fenomena globalisasi, baik itu untuk pendidikan, ekonomi, maupun politik.

Seperti yang telah dibahas di atas, penguasaan bahasa kedua/asing tingkat keberhasilannya tidak akan sesukses bahasa pertama. Untuk menguasai bahasa kedua perlu dilakukan pembelajaran yang sadar, aktif dan ekspresif.

Seorang anak yang sejak di sekolah dasar (SD) sampai perguruan tinggi (PT) belajar bahasa Inggris, belum tentu bisa bericara ataupun mengerti percakapan dalam bahasa Inggris. Justru anak yang mengikuti les, kursus, language camp dalam rentang waktu relative singkat kemungkinan penguasaan bahasa Inggrisnya lebih besar, bahkan bisa dibilang sukses jika dibandingkan dengan anak yang hanya belajar teori di sekolah.

Mengapa demikian? karena anak yang belajar di sekolah lebih banyak teori, dan praktek penggunaan bahasanya sendiri tidak luas, dalam artian walaupun digunakan itu hanya ketika pembelajaran berlangsung. Ketika pembelajaran selesai, maka hampir semua anak kembali menggunakan bahasa pertamanya. Jadi wajar saja jika penguasaan bahasa asingnya hanya sampai di hapalan beberapa vocabulary. Berbeda dengan sekolah pada umumnya, sebuah lembaga pendidikan islam (pesantren) modern yang mengharuskan santrinya menggunakan bahasa Arab dan Inggris sebagai bahasa yang digunakan sehari-hari, berhasil mencetak santri-santrinya mahir berbahasa asing.

Kita bisa ambil contoh di salah satu pesantren modern di kota Tasikmalaya. Anak-anak yang belajar di sana diwajibkan menggunakan bahasa Inggris dan Arab sebagai bahasa percakapan sehari-harinya. Proses yang ditempuhnya yaitu pada tahun ajaran baru, seluruh siswa/santri baru diberi sosialisasi tentang program penggunaan bahasa. Tiga bulan pertama masuk, para santri diwajibkan memakai bahasa Indonesia. Karena banyaknya santri dari berbagai daerah, yang menjadikan bahasa dan logat daerah yang beragam pula. Nah dalam rentang waktu tiga bulan ini, santri dibimbing menggunakan bahasa Indonesia yang umum atau netral. Dalam artian tanpa tercampur bahasa dan logat dari daerah masing-masing.

(5)

Pembiasaan bahasa Indonesia ini tidaklah terlalu sulit, karena pada dasarnya seluruh santri sudah mampu berbahasa Indonesia, walaupun masih tercampur dengan bahasa daerah atau bahasa alay.

Pembelajaran bahasa asing di sini lebih efektif bila dibandingkan dengan siswa yang hanya belajar di sekolah. Karena selain pembelajaran yang aktif, lingkungan pun turut mendukung. jika metode sekolah kebanyakan yang dipakai siswa itu adalah “Datang, kerjakan, dan lupakan”. Maksudnya datang ke sekolah, kerjakan di sini bisa diartikan belajar, dan lupakan itu ya mereka tak menerapkannya dalam keseharian. Maka beda hal dengan siswa yang tinggal di asrama/ pondok modern, metode mereka adalah “Datang, kerjakan, dan Terapkan”. datang ke sekolah, kerjakan (belajar), dan terapkan langsung dalam keseharian.

Dalam waktu tiga bulan ini, selain membiasakan santri memakai bahasa Indonesia yang baik dan benar, santri juga sudah dibiasakan menghapal kosa kata bahasa asing, lengkap dengan contoh dan langsung sedikit demi sedikit diterapkan dalam keseharian. Biasanya pendidik memberikan lima kosa kata per-harinya. Kosa kata yang diberikan juga banyak berkaitan dengan kegiatan sehari-hari, jadi akan sering digunakan. Seperti yang disimpulkan oleh Krashen di atas, bahwa proses belajar itu pada dasarnya merupakan untaian stimulus respon. Jadi semakin sering dipakai, kognisi anak akan terbiasa dengan kata tersebut.

Setelah tiga bulan, para pendidik mulai menggunkan bahasa asing sebagai bahasa pengantar belajarnya. Hal ini dimaksudkan agar para santri terbiasa, sehingga timbul keinginan untuk mempelajari lebih dalam. Penggunaan bahasa aing pun diatur sedemikian rupa agar memudahkan santri belajar, yaitu dari hari senin sampai rabu diwajibkan memakai bahasa Inggris, dari hari kamis-sabtu diwajibkan memakai bahasa Arab, nah untuk hari minggu diperbolehkan memakai bahasa Indonesia. Jika ada santri yang tidak mengikuti aturan penjadwalan berbahasa itu, maka akan dikenakan sangsi. Apakah hal itu berhasil? Ya itu berhasil. Para santri yang takut, akan berusaha semaksimal mungkin menghindari hukuman.

Seperti yang dikatakan oleh Skinner berdasarkan eksperimennya adalah bahwa:

“Belajar membutuhkan hukuman dan ganjaran sebagai bentuk reinforcement (penguatan) baik secara positif maupun negative dan pengajaran terprogram (rote learning)”.

(6)

Simpulan dan Saran Simpulan

Untuk menguasai bahasa kedua atau bahasa asing tidak cukup jika hanya mengandalkan pembelajaran di kelas. Perlu tindakan nyata atau praktek langsung. Pendapat Skinner bahwa manusia itu dapat belajar dari kebiasaan dapat diterapkan pada belajar bahasa. Semakin biasa kita menggunakan bahasa, maka semakin bisa pula kita menguasai bahasa.

Saran

(7)

DAFTAR PUSTAKA

Chaer, Abdul. 2009. Psikolinguistik: Kajian Teoretik. Jakarta: Rineka.

Pranowo. 2015. Teori Belajar Bahasa: Untuk Guru Bahasa dan Mahasiswa Jurusan Bahasa. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

(8)

RIWAYAT HIDUP

Susi Sakinah mahasiswa semester lima Universitas Galuh Ciamis. Mengambil konsentrasi di bidang Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP). Riwayat pendidikannya, menyelesaikan Sekolah Dasar (SD) pada tahun 2007 di SDN Cihurip, Sekolah Menengah Pertama tahun 2010 di MTSN Cilendek Tasikmalaya dan menyelesaikan Sekolah Menengah Atas pada tahun 2013 di MAN2 Ciamis. Saat ini berdomisili di Ciamis, tepatnya di Pondok Pesantren Al-Hasan Ciamis.

Prestasi yang pernah diraih di bidang menulis. Juara 1 lomba menulis cerpen Festival Sastra Aksara (FSA II: 2014) di Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Tasikmalaya se-Periyangan Timur.

Juara 2 lomba menulis cerpen Pekan Indonesia Kreatif-Bulan Bahasa 2014 di Universitas Galuh.

Juara 1 menulis puisi kategori realita social pada launching buku antologi puisi Sajak Sepanjang Waktu (2014).

Referensi

Dokumen terkait

Contoh kalimat pertama di atas terdapat baster yakni klub malam kata klub merupakan serapan dari asing (bahasa Inggris) sedangkan kata malam merupakan bahasa

Kata tidak baku adalah kata yang tidak sesuai dengan ejaan atau kaidah/aturan bahasa Indonesia yang benar.. Contoh kata baku dan

2 Bahasa Menggunakan kosa kata baku, kalimat efektif, kata tertulis dengan benar, tanda baca tepat Memenuhi tiga kriteria Memenuhi dua kriteria Belum Memenuhi

Tetapi karena adanya keterbatasan pendengaran pada tunarungu yang berdampak kepada kemampuan berbicara mereka, miskinnya kosa kata dan bahasa, sulit memahami kata ± kata

- Unsur-unsur daripada bahasa asing yang diambil oleh bahasa Melayu termasuklah bunyi, tulisan, imbuhan, kosa kata, istilah, peribahasa dan struktur ayat....

Secara morfologis bahasa dalam karya atau artikel ilmiah harus lengkap. Dalam hal ini wujud setiap kata yang dipakai harus mengandung afiksasi yang lengkap

pengasuh dalam stimulasi perkembangan bahasa anak usia balita melalui kegiatan pembiasaan sehari-hari yaitu dengan memberikan contoh, menjelaskan, mengajak, membiasakan,

Seorang guru (pendidik) bahasa adalah juga seorang Linguis atau Praktisi atau penerap Linguis yang menguasai dengan baik bahasa siswa maupun bahasa asing yang diajarkannya