• Tidak ada hasil yang ditemukan

Sejarah Pendidikan Islam dari masa ke ma

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Sejarah Pendidikan Islam dari masa ke ma"

Copied!
201
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN A. Dasar Pemikiran

Sesuai Undang-undang Guru dan Dosen Republik Indonesia Nomor Tahun 2005 bagian kelima Pembinaan dan Pengembangan pasal 72 ayat 1 menyebutkan bahwa beban kerja Dosen mencakup kegiatan pokok; merencanakan pembelajaran, melaksanakan proses pembelajaran, melakukan evaluasi pembelajaran, membimbing dan melatih, melakukan penelitian, melakukan tugas tambahan, serta melakukan pengabdian masyarakat1.

Dalam kegiatan pokok beban kerja dosen di atas, beban seorang dosen di antara mengadakan kegiatan penelitian dan membuat karya ilmiah. Atas dasar itu, penulis mencoba mengumpulkan tulisan-tulisan yang terserak menjadi satu yang kemudian dihimpun dalam buku ini. Dalam rangka meningkatkan kualitas mutu perkuliahan, penulis menyadari perlu adanya handbook bagi mahasiswa yang mengambil matakuliah sejarah pendidikan Islam untuk membantu mereka dalam membuat tugas-tugas makalah.

Dalam pada itu buku ini akan terus dikembangkan sesuai dengan kebutuhan, sehingga mahasiswa semakin berkualitas, berwawasan baik secara teoritik maupun praktik serta mampu menjadi leader of change dalam memajukan pendidikan Indonesia secara khusus dan dunia Islam secara umum.

Saat ini, kita telah menyaksikan perkembangan zaman yang luar biasa. Perkembangan dan perubahan terus menggelinding dan merambah ke segala aspek kehidupan manusia, termasuk kepada dunia pendidikan baik di dunia Timur (Islam) maupun Barat (Kristen).

Sebagai sebuah ‘tamaddun’ (peradaban), Islam pada masanya pernah mengalami masa pertumbuhan dan perkembangan, masa kemajuan dan kemunduran serta masa pembinaan kembali dengan format serta kemasan baru sistem pendidikan Islam.

Kita tentunya sama-sama sepakat bahwa tammaddun Islam saat ini masuk pada periode pembinaan kembali dengan mencoba mencari dan menyetel konsep

(2)

peradaban Islam seharusnya. Kembali sejenak ke masa lampau, bahwa perkembagan dan peradaban Islam dikembangkan dalam spirit wahyu yang berkultur Arab, sebab penggerak utama adalah bangsa Arab, kemudian masuk unsur-unsur ‘ajam seperti Persia, Turki dan Eropa (daerah Asia tengah seperti Balkan).

Selain itu, wilayah Islam yang luas dikendalikan dalam satu administrasi kekhalifahan Islamiyah, sehingga setiap ide pembaharuan dapat dijewantahkan secara menyeluruh dan merata. Sesuai dengan sunnatullah yang terus beredar, umat Islam memasuki era yang disebut “the dark age” (kemunduran/kegelapan) melanda hampir di segala aspek kehidupan, termasuk dunia pendidikan Islam.

Adapun konteks pendidikan Islam hari ini, adalah kelanjutan kondisi zaman Islam yang sedang mundur dan sedang dibina kembali kemudian berupaya mencocokkan dengan kondisi terbaru sesuai perkembangan zaman yang dibidani dunia Barat (Kristen). Lebih lanjut perlu redesigned (format ulang) pedidikan Islam tanpa meninggalkan Islam sebagai dasar ideologis dan praksisnya. Namun, sampai saat ini, nampaknya proses pencarian identitas pendidikan Islam belum final, karena banyak faktor yang mempengaruhinya.

Menurut Abudin Nata2 dalam bukunya “Selekta Kapita Pendidikan Islam menyebutkan setidaknya ada lima faktor yang mempengaruhi corak dan dinamika pendidikan Islam. Kelima faktor tersebut adalah; Pertama,

perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, Kedua, perkembangan masyarakat, Ketiga, perkembangan politik, Keempat, perkembangan ekonomi,

Kelima, perkembangan agama dan budaya masyarakat di mana pendidikan tersebut dilaksanakan.

Berdasar faktor di atas, maka dinamika pendidikan Islam akan terus berlangsung dari zaman ke zaman. Di masa mendatang pendidikan Islam diharapkan lebih mampu mengakomodasi kebutuhan dan tuntutan zaman, tentu saja tidak terlepas dari usaha-usaha umat Islam hari ini. Sesuai dengan adagium yang cukup populer di kalangan ahli sejarah, bahwa sebuah bangsa yang besar adalah mereka yang tidak melupakan sejarah masa lalu atau yang menghormati

(3)

jasa pahlawannya. Ibarat seorang yang sedang di atas kendaraan, yang mengemudikan kendaraan butuh kaca spion untuk melihat kondisi di belakangnya, dengan mengetahui itu, dia lebih leluasa mengendalikan kendaraan mencapai tujuannya.

Maka, sejarah pendidikan Islam mencoba untuk menggali khazanah pendidikan Islam masa lalu, dengan menguraikan berbagai dimensi yang mempengaruhi perkembangan, kemajuan dan kemunduran pendidikan Islam, baik konteks nilai-nilai, lembaga, tokoh dan sebagainya.

Dari itu, matakuliah Sejarah Pendidikan Islam menjadi sangat perlu diajarkan kepada mahasiswa Tarbiyah yang notabenenya sebagai calon praktisi pendidikan di masyarakat. Mereka adalah aktor nyata penjewantahan semua aspek (ideologis dan praktis) Pendidikan Islam, sehingga perlu diiformasikan apa yang ada di masa lalu dan mengambil aspek-aspek yang baik, serta mengintegrasikannya dengan konteks yang ada di masa ini. Akhirnya, Pendidikan Islam tetap selalu selaras dengan tempat dan zamannya.

B. Ruang Lingkup

Dilihat dari segi corak dan pendekatannya, menurut Abudin Nata3 bahwa ilmu pendidikan Islam dibagi ke dalam empat bagian sebagai berikut. Pertama,

ilmu pendidikan Islam yang bersifat normative ferenialis, Kedua, ilmu pendidikan Islam yang bersifat filosofis, Ketiga, ilmu pendidikan Islam yang bersifat historis empiris, Keempat, ilmu pendidikan Islam yang bersifat aplikatif. Jadi, penulisan buku ini adalah satu dari empat corak dan pendekatan ilmu pendidikan Islam.

Adalah sesuai judul buku ini ’ Sejarah Pendidikan Islam’ memuat tulisan dari aspek historis pendidikan Islam mulai zaman pra kenabian sampai penyebaran dan perkembangannya di Indonesia. Buku yang ada di tangan anda ini ditulis berdasarkan silabus matakuliah sejarah pendidikan Islam di Fakultas Agama Islam Universitas Muhammadiyah Sumatera Barat. Setidaknya ada

(4)

sembilan sub bahasan yang ada dalam buku ini, yang merupakan lebih separoh dari empat belas bahasan yang ada pada silabus.

Ada satu bahasan yang sengaja penulis masukkan dalam buku ini yaitu mengenai pemikiran pendidikan Islam sebelum kenabian Muhammad saw. Di mana tulisan ini sebenarnya makalah yang pernah penulis kirimkan untuk seminar internasional di STAIN Jember 2013 lalu. Mengingat tulisan tersebut ada kaitannya dengan pembahasan buku ini. Selain itu, penulis berharap dapat memberikan ‘suplemen’ pengetahuan kepada mahasiswa seputar sejarah pendidikan Islam mulai pra kenabian sampai penyebaran dan perkembangannya di Indonesia.

C. Pendekatan dan Sumber Penulisan

Sesuai dengan uraian di muka, tulisan dalam buku ini menggunakan pendekatan historis empiris yaitu pendekatan yang melihat setiap permasalahan yang dibahas berada dalam setting sosial yang benar-benar terjadi.

Dengan pendekatan yang demikian maka sumber-sumber yang digunakan adalah buku-buku, jurnal ilmiah, laporan yang relevan dan sebagainya. Bahan-bahan itu kemudian ditelaah, dikategorisasikan, dihubungkan antara satu dengan yang lainya.

(5)

Nata, Abudin, Kapita Selekta Pendidikan Islam, Bandung: Angkasa Bandung, 2003

Guza, Afnil, SS, UU RI Guru dan Dosen Nomor Tahun 2005, Jakarta : AM Asa Mandiri, 2009, Cet. II

BAB II

(6)

Abstrak

The long life education from the swing until to the grave. This information is corroborated of the judgment about Muhammad’s education passed since his

borns until deaths. The Islamic education that recognized when his declaration of mission as a messenger of Allah swt. Whereas the Islamic education since his borns for both his declarations of missions until deaths. Therein knowneable that Muhammad’s education for his long life. However

the educational passed by Muhammad saw before come the first divine revelation is education based felt domain. which the felt is combination of

reason on men, because concenstrated of Islamic educational refer to educational of reasons. Just only for men is possessed of reasons can be as a

good faith.

Pendidikan berlangsung seumur hidup dari buayan hingga liang lahat, keterangan ini menguatkan asumsi bahwa pendidikan Nabi Muhammad saw berlangsung mulai ketika beliau lahir hingga wafat. Pendidikan Islam yang biasa dikenal hanya ketika Nabi Muhammad saw mendeklarasikan dirinya utusan Allah swt. Padahal pendidikan Islam sudah mulai semenjak Nabi Muhammad saw dilahirkan sampai ketika beliau mendeklarasikan dirinya rasul hingga wafatnya. Dari ini dapat difahami bahwa pendidikan Islam berlangsung sepanjang hayatnya. Hanya saja, pendidikan yang dilewati oleh Nabi Muhammad saw sebelum turun wahyu pertama bertitik tolak dalam ranah pendidikan “rasa”. Yang mana rasa ini adalah jalinan aqal pada manusia, karena konsentrasi pendidikan Islam mengacu sepenuhnya pada pendidikan aqal. Sebab hanya orang yang beraqallah yang mampu beragama Islam dengan baik.

A. Pendahuluan

(7)

terang-terangan kepada masyarakat Arab secara khusus dan untuk manusia secara umum.

Dengan demikian, maka pemahaman tersebut akan sedikit terusik bila disodorkan sebuah pertanyaan, apakah sebelum Muhammad saw diangkat secara resmi oleh Allah swt menjadi utusanNya, tidak beragama Islam atau seorang Muslim? Jika diikuti pengertian muslim sebagai orang yang berserah diri kepada Allah swt, sebagaimana para nabi dan rasul terdahulu juga menyebut dirinya seorang muslim. Maka Muhammad saw secara terang-terangan memang belum pernah menyebutkan dirinya seorang muslim, kecuali setelah diangkat jadi utusanNya.

Dan bila seseorang tidak menegaskan dirinya seorang muslim tentu saja bisa dilihat dari semua aktifitasnya sehari-hari. Untuk menyamakan pemahaman, bahwa penegasan dengan lisan dan bahasa tubuh, atau tepatnya dengan tingkah laku dan kesaksian orang lain, adalah cara-cara yang sering digunakan manusia untuk menunjukkan ia dari golongan tertentu. Maka, untuk memberikan petunjuk mengenai Muhammad saw seorang yang berserah diri kepada Allah swt sebelum diangkat menjadi rasul dapat disimak ungkapan Ibrahim Amini, bahwa ketika Abu Thalib bercerita, ”di suatu malam aku mendengar kata-kata yang luar biasa dari Muhammad saw. Bila kami makan dan minum, kami tidak menyebut Allah swt. Kemudian aku mendengar dari Muhammad ketika hendak makan mengucapkan Bismillahi al ahad (dengan nama Allah yang Esa) dan mengucapkan Al-hamdu lillahi katsiran (segala puji bagi Allah sebanyak-banyaknya)4.

Peristiwa ini terjadi ketika Muhammad saw masih kecil, ketika dalam asuhan pamannya Abu Thalib. Kemudian kesaksian lain dari pamannya Abu Thalib mengatakan bahwa “ketika memulai makan ia (Muhammad) membaca :

Bismillah dan setelah selesai makan ia mengucapkan : Al-hamdulillah.” Masih banyak keterangan lain yang menunjukkan bahwa Muhammad saw telah muslim, sebelum diutus sebagaimana yang diungkapkan Abul Fida (dalam Ibrahim

(8)

Amini) bahwa sudah menjadi kebiasaan Rasulullah saw dalam setahun pergi ke gua Hira’ sebulan lamanya dan di sana beliau melakukan ibadah.

Di saat itu beliau memberi makan kepada setiap fakir yang datang. Sebelum pulang ke rumah, beliau thawaf mengelilingi Ka’bah.5 Muhammad saw juga pernah melakukan haji, wukuf di Arafah, Masy’ar dan Mina, Kurban, Melontar Jumrah dan Sya’i.6 Semua aktifitas di atas menerangkan bahwa Muhammad saw sebelum diutus adalah pengikut nabi Ibrahim as, karena aktifitas tersebut adalah syari’at Ibrahim as.

Kemudian timbul pertanyaan; bukankah orang-orang Quraisy juga melakukan ritual haji seperti itu? Jawabannya adalah benar, bahwa orang Quraisy juga melakukan hal yang sama, namun Muhammad saw tidak beribadah seperti kaum Quraisy lainnya yang sekaligus memuja berhala-berhala. Bisa ditambahkan, di antara orang Quraisy sendiri7 tidak semuanya senang dengan ibadah penyembahan berhala dibalut dengan ritual haji itu. Menurut mereka hakikat agama Ibrahim telah hilang dan berganti kesesatan8.

Terkadang para tokoh Quraisy yang tidak senang dengan penyembahan berhala berbalut haji tersebut, berusaha menemukan (mengembalikan) hukum ritual-ritual ibadah agama Hanifiyah ini, dan membersihkannya dari hal-hal takhayul (khufarat) sekalipun hanya untuk mereka saja. Jadi, sama halnya dengan Muhammad saw yang melakukan aktifitas ibadah yang sama, namun menyingkirkan ritual penghambaan kepada berhala-berhala di sekeliling Ka’bah atau di semua tempat ritual haji walaupun hanya untuk dirinya sendiri. Penegasan dari Allah swt bahwa Muhammad saw adalah sebagai orang hanif, dalam Al-Qur’an Allah swt menjelaskan, yang artinya. “Demi bintang ketika terbenam, kawanmu (Muhammad) tidaklah sesat dan tidak pula keliru” (QS. An-Najmi: 1-2). Berarti Muhammad saw dari awal telah dipelihara oleh Allah swt atau maksum dari perbuatan dosa. Penjelasan itu menunjukkan bahwa Muhammad saw dari awal sebelum menjadi rasul adalah seorang muslim.

5Ibid, h.153 6Ibid, h.156

7 Kaum Quraisy yang dimaksud ialah Waraqah bin Naufal, Abdullah bin Jashy, Usman bin

(9)

Oleh karena belum menjadi seorang utusan, tentunya tidak mempunyai syariat sendiri, kecuali bersandar kepada syari’at utusan Tuhan sebelumnya. Dengan demikian, dapat disimpulkan, bahwa semua aktifitas Muhammad saw berarti bisa dikelompokkan kepada aktifitas Islam karena ia seorang muslim. Berarti proses pendidikan Islam telah ada sebelum diangkat menjadi utusan Allah. Namun dalam tulisan ini penulis batasi proses pendidikan itu hanya untuk diri Muhammad saw sendiri, dengan lingkungan masyarakatnya sebagai kelas belajar dan Allah swt sebagai gurunya yang sekaligus merancang kurikulum (materi-materi/pengalaman-pengalaman) belajarnya. Adapun materi-materi yang dilalui Muhammad saw adalah pengalaman hidup menjadi yatim piatu, menggembala kambing, berdagang, berperang, hidup dengan kaum kerabatnya dan berkomtemplasi/ber-khalwat (merenung, menyendiri untuk minta petunjuk). Adapun pendekatan (metode) belajar adalah partisipatoris dan role playing.

Sebelum diteruskan pembahasan ini, ada persolan yang harus dijawab terlebih dahulu, tentang apakah layak memposisikan setiap pengalaman-pengalaman yang dilalui Muhammad saw itu sebagai bentuk kegiatan pembelajaran sekaligus disebut sebagai kurikulum (materi ajar)?

Untuk menjawab persoalan ini, maka perlu digunakan pendekatan teori-teori pendidikan modern tentang apa itu belajar dan kurikulum.

Pertama, tentang apa itu belajar. Menurut Gagne belajar merupakan kegiatan yang kompleks. Atau belajar dapat didefinisikan sebagai suatu proses di mana suatu organisasi berubah perilakunya sebagai akibat pengalaman9. Hasil belajar itu berupa kapabalitas. Setelah belajar orang memiliki keterampilan, pengetahuan, sikap, dan nilai10.

Sedangkan menurut Piaget pengetahuan adalah sebagai bentuk belajarnya seseorang dengan melakukan interaksi terus-menerus dengan lingkungan, kemudian lingkungan tersebut mengalami perubahan. Dengan adanya interaksi dengan lingkungan maka fungsi intelek semakin berkembang11.

9 Ratna Wilis Dahar, Teori-Teori Belajar dan Pembelajaran, (Jakarta: Penerbit Erlangga, 2011), h. 2

(10)

Jadi, dapat dipahami belajar menurut Gagne yang pertama adalah proses perubahan sebagai akibat pengalaman. Pengalaman berarti kumpulan peristiwa-peristiwa tertentu yang dilalui oleh seorang individu, dengan peristiwa-peristiwa itu ia bisa merasakan, memahami kemudian melekat dalam dirinya perubahan akibat peristiwa yang dilaluinya itu. Perubahan yang dialami oleh seseorang yang timbul akibat pengalaman itu dapat berlaku sesaat telah selesai peristiwa tersebut terjadi, atau perubahan itu bisa datang beberapa waktu kemudian. Hasil dari belajar tersebut menurut Gagne timbulnya kapabalitas yaitu berupa keterampilan, pengetahuan, sikap dan nilai.

Kedua, belajar menurut Gagne adalah akibat dari proses kognitif yang dilakukan oleh peserta didik akibat stimulus lingkungan dalam hal ini lingkungan belajar. Lingkungan belajar bisa berupa alam terbuka, ruang kelas, keluarga, teman sebaya dan masyarakat. Proses kognitif bisa berupa membaca teks, memahami teks, dan mendengarkan pesan verbal dari sumber-sumber belajar.

Sedang menurut Piaget belajar itu karena interaksi seseorang dengan lingkungan. Karena lingkungan terus berubah dari situasi satu kepada situasi lainnya. Dengan perubahan itu kata Piaget maka intelek seseorang semakin berkembang.

Dari pendapat para ahli di atas dapat dilihat, belajar itu mempunyai dua bentuk proses dan mempunyai pengaruhnya sendiri-sendiri. Pertama, seseorang yang berinteraksi dengan lingkungan langsung seperti kejadian di masyarakat, keluarga dan teman sebaya, maka yang akan berkembang dengan baik adalah bagian afektive (sikap) atau disebut juga Emotional Quetionnya (EQ). Sedangkan emosional ini dikendalikan oleh like dan dislike atau rasa suka dan tidak suka, sedangkan rasa ini adalah bagian akal manusia yang perlu dikembangkan dan bisa berjalan sendiri-sendiri dengan unsur lain akal yaitu kognitif. Biasanya ranah ini (lingkungan) tidak bisa dikondisikan, akan tetapi terjadi secara alami. Untuk lebih jauh masalah rasa akan dibahas kemudian.

(11)

kognitif adalah bagian jalinan akal manusia yang harus dididik secara seimbang dengan rasa di atas. Namun bisa berjalan secara sendiri-sendiri tidak harus sekaligus.

Terakhir, tentang kurikulum yakni seluruh kegiatan yang dilakukan peserta didik baik di dalam maupun di luar sekolah asal kegiatan tersebut di bawah tanggung jawab guru/ pendidik. Yang dimaksud dengan kegiatan itu tidak terbatas pada kegiatan intra ataupun ekstrakurikuler. Apa pun yang dilakukan peserta didik asal di bawah bimbingan guru adalah kurikulum. Misalnya kegiatan anak mengerjakan pekerjaan rumah, mengerjakan tugas kelompok, mengadakan observasi, wawancara12, ikut berpartisipasi dalam kegiatan masyarakat dan lain sebagainya. Pengertian kurikulum ini merupakan salah satu yang terbaru dari rekonstruksi perkembangan pengertian kurikulum modern.

Adapun pengertian kurikulum di atas sangat luas sekali, sehingga memungkinkan penggunaan metode nature partisipatoris (partisipasi alami), dan

role playing (bermain peran) adalah pendekatan yang dominan digunakan peserta didik. Namun penekanannya harus di bawah pengawasan pendidik atau guru. Dalam pembahasan ini yang menjadi pendidik (guru) sekaligus pengawas adalah Allah swt langsung terhadap Muhammad saw. Sedangkan kelas belajarnya Nabi ialah lingkungannya sehari-hari dan polarisasi metode pendidikan yang digunakan adalah nature partisipatoris dan role playing.

Di atas telah dibahas dua hal yang berkaitan tentang dimensi-dimensi pendidikan, guna melihat bagaimana konsep pendidikan sebagai pengalaman belajar. Dari studi kritis itu dapat memberikan gambaran lebih luas tentang pembelajaran/ pendidikan. Inti dari penelaahan itu untuk mendudukkan konsep apakah telah terjadi pendidikan sebelum kenabian Muhammad saw. Sehingga dengan aktifitas-aktifitas Muhammad saw tersebut bisa dimasukkan ke dalam sejarah pendidikan Islam.

Setelah ditelusuri berbagai aspek di atas maka penulis beranggapan, pendidikan Islam telah ada sebelum kenabian Muhammad saw. Untuk lebih

(12)

lanjut di bawah ini diuraikan sejarah pendidikan Islam pra kenabian yang mulai dengan pembahasan secara berurutan sesuai waktu kejadian/peristiwa.

Peristiwa yang dikaji di sini hanya beberapa saja yaitu lahir dalam keadaan yatim, sebagai pengembala kambing, sebagai prajurit perang, hidup menumpang dengan kaum kerabat, berkomtemplasi (menyendiri untuk mendapatkan petunjuk dari sang Penguasa Alam) dan masih banyak kejadian lainnya yang tidak dibahas. Kemudian terakhir dari makalah ini adalah kesimpulan.

B. Pembahasan

Menelusuri proses pendidikan Islam secara khusus dapat dilihat dari sejarah mulai diutusnya Muhammad saw menjadi utusan Allah swt kepada bangsa Arab. Dan secara umum dimulai ketika lahirnya Muhammad saw di sekitar abad ke 600 M13 atau tepatnya pada hari Senin 12 Rabi’ul Awwal awal tahun Gajah bertepatan dengan 20 April 571 M14. Keterangan yang lain menyebutkan pada 17

Rabi’ul Awwal 570 M di Makkah15 (penulis lebih cenderung pada keterangan terakhir karena lebih populer di kalangan ahli sejarah Islam). Sebelum menjadi utusan, Muhammad saw telah melewati jalan-jalan, pengalaman, dan peristiwa konkrit yang dari padanya merupakan persiapan-persiapan yang dirancang Allah swt untuk menjadikan Muhammad saw sebagai seorang pendidik bagi pengikutnya di tanah Arab. Pada proses pendidikan Islam selanjutnya secara terus-menerus dipraktekkan oleh pengikutnya sebagaimana dicontohkan Muhammad saw.

Seperti yang diungkapkan Ibrahim Amini bahwa “para utusan Tuhan layaknya para guru sekolah. Yang satu diutus sesudah yang lainnya untuk mengajak manusia berserah diri di hadapan Allah swt”16. Dari tanah Arab, berkembanglah Islam ke seluruh penjuru dunia, tidak ada sudut negeri di dunia ini yang tidak terjangkau oleh Islam. Dalam proses penyebaran dan pengembangan Islam, tentunya tidak dapat dilepaskan dari pendidikan dan

13 Syamsul Munir Amin, Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta: AMZAH, 2009), Cet I, h.16 14 Siti Maryam Dkk, Sejarah Peradaban Islam Masa klasik hingga Modern, (Yogyakarta: LESFI, 2009), Cet, III, h. 21

(13)

pengajaran Islam itu sendiri. Dengan kata lain, Islam dan pengajaran serta pendidikan adalah dua hal yang menyatu. Islam sebagai ajaran harus disampaikan kepada manusia sebagai penerima dan kemudian diberikan pembinaan yang terus- menerus dilakukan oleh penyampai pesan kepada si-penerima pesan. Dalam konteks pendidikan, penyampai pesan sekaligus pembina disebut guru17 atau pendidik dan penerima pesan sekaligus yang dibina sebut sebagai murid18 atau siswa.

Jadi, untuk melihat proses perkembangan pendidikan Islam, maka harus ditinjau sejak berprosesnya Muhammad saw dalam lingkungan belajarnya di masyarakat Arab saat itu yaitu sebelum menjadi rasul. Di mana, disetiap aspek dari pengalaman, peristiwa yang dilalui oleh Muhammad saw sebelum menjadi rasul mempunyai hikmah yang dalam. Jauh ke masa depan dapat di simpulkan bahwa persiapan-persiapan itu adalah untuk menjadikan Muhammad saw sebagai seorang pendidik untuk masyarakat Quraisy jahiliyah. Dari kesan itu dapat disebut bahwa seorang pendidik harus lebih sempurna dan mulia atau dengan kata lain lebih bersih jiwanya dari unsur kemaksiatan dan perilaku maksiat kepada manusia apalagi kepada Allah swt ketimbang orang yang dibina atau dididik.

Walaupun ada kehendak dari langit (Allah swt) bahwa Muhammad saw akan menjadi seorang rasul, dalam diri Nabi Muhammad saw sendiri punya keinginan supaya bisa memperbaiki kondisi masyarakat Quraisy di suatu saat nanti. Bentuk keinginan tersebut menjadi kuat ketika Muhammad saw sering menyendiri ke gua Hira19. Selain keinginan untuk mendapatkan petunjuk dari Sang Mahakuasa, juga sebagai upaya meminimalisir kemungkinan terkontaminasi dari pengaruh-pengaruh negatif kehidupan sosial masyarakat arab

17 Guru Kwivalen syaikh, Ulama, Kyai, Ustadz, Buya, dll, karena aktivitas mereka tidak lepas dari menyampaikan pesan agama kepada manusia. Sabda Nabi mengatakan “Al-Ulama’u Waritsatu al-Anbiya” Artinya Para ulama adalah pewaris para Nabi, berarti juga sekaligus pengajar dan pendidik umat sepanjang sejarah Islam, tentu hingga hari ini dan akhir zaman kelak.

18 Murid dari bahasa Arab yang sudah menjadi kata serapan dalam bahasa Indonesia dan

sudah populer dalam bahasa Inggris disebut Student juga bersinonim siswa dalam bahasa asli Indonesia

(14)

jahiliyah yang bobrok itu. Pembahasan tentang berkontemplasi ini akan dibahas lebih jauh kemudian.

Dan untuk melihat lebih jauh seperti apa materi-materi serta proses pembelajaran Muhammad saw dalam kelas masyarakatnya dengan metode

partisifatoris dan role playing, dapat diuraikan sebagai berikut.

Adapun pengalaman pembelajaran hidup Muhammad saw dalam kelas masyarakatnya yang pertama adalah lahir dalam keadaan yatim. Ketika lahir beliau sudah menjadi anak yatim, Muhammad saw ditinggal selamanya oleh ayahnya Abdullah hanya baru tiga bulan menikahi Aminah ibunya20. Hanya berselang beberapa waktu hidup dengan sang ibu tercinta, disaat usia Muhammad saw 6 tahun21 ibunya kemudian harus memenuhi panggilan Allah swt.

Dari peristiwa itu memungkinkan Muhammad saw menjadi seorang yang penyayang dan penyantun kepada kaum perempuan dan penyayang kepada anak-anak yatim disekitarnya. Menjadi orang yang mudah berterimakasih kepada siapapun juga, karena ia sudah terbiasa hidup dalam pertolongan orang lain seperti kakeknya dan pamannya. Jiwa beliau sebagai seorang manusia biasa sungguh terlalu lembut dan penuh kasih tidak ada dendam dalam dirinya, karena seberat apapun cobaan yang dihadapinya kemudian hari bisa dimaafkannya. Apalagi setelah wahyu Allah swt diturunkan langsung ke dalam hati Muhammad saw melalui malaikat Jibril, maka bertambah indah kelemahlembutan beliau sebagai seorang pendidik manusia di kemudian hari.

Kedua, sebagai penggembala kambing22. Kambing termasuk hewan yang susah diatur karena memang dia hewan namun lebih jauh ada pelajaran besar yang disiapkan oleh Allah swt untuk calon utusanNya itu, sebagaimana para nabi terdahulu juga menggembala kambing. Pelajaran yang dimaksud salah satunya adalah melatih ketabahan dan kesabaran. Memang sangat logis sekali ternyata sangat dibutuhkan sekali kesabaran dalam mengembala kambing, tanpa kesabaran seorang tidak mungkin bisa mengembala kambing dengan baik.

20Ibid, h. 22 21Ibid, h. 22

(15)

Adapun kambing pada masa itu menunjukan bahwa pemiliknya adalah orang kaya dari segi harta. Itu berarti mengindikasikan bahwa kambing merupakan harta yang tinggi nilainya masa itu. Dari pengalaman sebagai pengembala kambing, Muhammad saw telah berproses secara alami menanamkan dalam dirinya sebagai seorang yang amanah terhadap titipan orang lain. Dalam konteks manusia biasa selanjutnya ia digelari sebagai Al-amin (orang yang terpercaya). Tidak sampai disana saja, ternyata dengan pengalaman tersebut telah dapat juga membentuk pribadi yang bertanggung jawab terhadap tugas yang diembankan kepadanya.

Ketiga, ketika Muhammad saw berusia 15 tahun terjadi perang antara keturunan Kinanah dan Quraisy di satu pihak melawan kabilah Hawazin di pihak lain. Perang ini dikenal dengan perang Fijar yang artinya pendurhakaan. Disebut demikian karena awal terjadinya disebabkan oleh pelanggaran atas larangan permusuhan pada bulan-bulan suci yang sangat dihormati berdasarkan aturan dan adat setempat23.

Dalam perang ini Muhammad saw membantu pamannya memungut anak panah yang dilontarkan musuh dan sesekali melepaskan anak panah kepada musuh. Secara keseluruhan perang ini berlangsung empat tahun, kendatipun hanya beberapa tahun saja dalam setahunnya. Perang ini berakhir dengan perundingan yang melahirkan kesepakatan membentuk sebuah perserikatan yang disebut hilf al-fudhul yang artinya sumpah utama. Tujuan utamanya adalah memberikan perlindungan bagi yang teraniaya di kota Makkah, baik oleh pen-duduknya sendiri maupun pihak lain. Muhammad saw termasuk anggotanya dan merupakan anggota termuda24.

Dari pengalaman Muhammad saw sebagai prajurit perang, memberikan didikan menjadi seorang ksatria yang tangguh, pemberani, tangguh, kesetiakawanan, patuh kepada pimpinan perang. Pengalaman sebagai anggota penjaga perdamaian bagi orang teraniaya sebagai konsekwensi perjanjian half al fudhul di kota Makkah menempanya menjadi seorang yang humanis, visioner

(16)

dalam menatap masa depan yang lebih baik untuk kemanusiaan, yang kemudian cocok dengan tugas yang akan diemban beliau sebagai seorang rasul rahmatan lil ‘alamin. Di mana Muhammad saw juga concern berdakwah mengetengahkan kaum mustad’afin (kaum marginal) yaitu kaum fakir miskin, anak yatim dan orang yang berutang ke dalam masyarakat yang bermartabat.

Keempat, hidup dalam kaum kerabatnya. Setelah wafat Siti Aminah ibunda Muhammad saw, maka ‘Abd al- Muthalib melanjutkan pengasuhan, sampai kakek yang bijaksana ini wafat dua tahun kemudian. Tanggung jawab untuk mengasuh dan membesarkan Muhammad saw selanjutnya dipikul oleh Abu Thalib, seorang putera Abd al-Muthalib yang paling miskin, tetapi sangat dihormati oleh penduduk Makkah25.

Kehidupan yang dijalani Muhammad saw belia bersama Abd al- Muthalib yang bijaksana, memberikan pelajaran yang sangat berharga tentang materi kebijaksanaan. Materi kebijaksanaan langsung diberikan atau diserap dari kakeknya tercinta. Sehingga semua pengalaman hidup bersama Abd al-Muthallib memberikan pondasi pribadi bijaksana kepada Muhammad saw di kemudian hari.

Dalam beberapa kesempatan Muhammad saw sering menyaksikan pertemuan

akbar. Pertemuan besar tersebut merupakan musyawarah para pemimpin dari qabilah-qabilah di tanah Arab. Saat itu Muhammad saw langsung menyaksikan sekaligus mempelajari bagaimana berdiplomasi dan bermusyawah dengan penuh toleran diberbagai majelis yang diikutinya. Maklum kondisi seperti ini sangat

musykil didapatkan oleh anak-anak selain Muhammad saw. Karena Muhammad saw sendiri adalah seorang cucu yang sangat disayangi kakeknya dan selalu ikut menghadiri beberapa acara besar dan bersejarah di negeri Arab.

Pengalaman-pengalaman bersama Abd al-Muthalib adalah laboratorium bagi Muhammad saw yang mendapatkan materi kebijaksanaan sesungguhnya. Sejarah juga telah mencatat bahwa ‘Abd al-Muthalib adalah salah seorang yang bijaksana di masa itu. Kemudian kehidupan Muhammad saw bersama pamannya, Abu Thalib yang miskin tapi sangat dihormati adalah sebuah materi lain yang

(17)

mengajarkan hidup berpandai-pandai dan kemudian mengajarkan bahwa kemuliaan sebenarnya bukan terletak pada harta benda, tetapi kemuliaan terletak ketika selalu terbuka untuk membantu orang lain26.

Sebagai contoh, Muhammad saw yang yatim piatu dengan senang hati dibawa untuk hidup bersama dengan Abu Thalib, yang secara ekonominya lemah dan mempunyai anggota keluarga yang banyak. Di keluarga inilah Muhammad saw belajar berempati kepada orang miskin dan yatim piatu di kemudian hari. Karena ia dapat merasakan sendiri, betapa gembiranya saat orang lain mau menerimanya sebagai anggota baru di keluarga itu, apalagi keluarga lemah segi finansial, namun mulia dari segi akhlak. Muhammad saw dapat memperhatikan dengan baik, walaupun miskin, keluarga tersebut tidak otomatis menjadi hina, namun tetap dihormati karena mampu menjaga muru’ah (wibawa), dengan tidak menjadi pengemis di tengah masyarakat.

Bila dipintas sejenak ketika menjadi utusan Allah, dalam masalah anak yatim, Muhammad saw pernah mengatakan, orang yang suka memelihara anak yatim di surga akan dekat bersamanya. Kemudian dalam masalah muru’ah,

beliau mendorong umatnya agar tidak menjadi pengemis sebagaimana sabdanya “Bahwa seorang yang pergi mencari kayu ke hutan dan menjualnya untuk memenuhi hidupnya lebih mulia ketimbang orang-orang yang menjadi peminta-minta”.

Kelima, materi berkomtemplasi (menyendiri untuk mendapatkan petunjuk dari sang Penguasa Alam). Ibrahim Amini menyebutkan bahwa sebulan dalam setahun Muhammad saw melakukan i’tikaf di bukit Hira’ (gua Hira’). Keterangan di atas tidak merinci dengan pasti sejak kapan atau tepatnya pada usia berapa beliau telah mewiridkan i’tikaf di gua Hira. Namun yang jelas beliau sebulan dalam setahun selalu menghabiskan waktu di gua Hira’ yang bertujuan untuk menjernihkan fikiran dari hingar-bingar kejahiliyahan kaumnya yang mungkin merembes ke dalam fikiran dan jiwa beliau. Hal itu dapat dimengerti karena beliau hidup dalam lingkungan kaum Quraisy. Selain itu, sekaligus

26 Sabda beliau tentang orang suka membantu orang lain menunjukkan bahwa Allah juga

(18)

meminta petunjuk kepada Tuhan agar diberi petunjuk cara memperbaiki kondisi masyarakatnya.

Petunjuk yang dimaksud ialah menurunkan kurikulum27 (wahyu) yang jelas, memuat langkah-langkah yang dilakukan terhadap kaumnya. Materi ini menanamkan pentingnya selalu menjaga hubungan dan kedekatan dengan Tuhan yang Haq setelah letih berfikir dan bekerja untuk manusia. Supaya selalu ingat bahwa manusia makhluk lemah dan perlu pertolongan dari Allah swt untuk menyelesaikan tugas-tugas besar mengajarkan manusia kepada ketauhidan.

Melihat semua pengalaman Muhammad saw dalam berbagai peristiwa yang kompleks itu, merupakan proses membentuk kepribadian Muhammad saw menjadi seorang pendidik. Karena yang berproses adalah calon seorang rasul, maka pendidikan yang disetting sedemikian rupa sehingga sempurna

outcomenya. Bisa dikatakan, bahwa guru/pendidik masa itu hampir tidak ada, maksud pendidik di sini ialah minimal orang lurus fitrahnya kepada agama Allah swt. Dengan kelurusan fitrahnya itu, ia bersemangat mengajak orang lain kepada Allah swt. Namun saat itu tidak ada, kecuali beberapa orang yang mengaku pengikut nabi Ibrahimsang pembina Ka’bah. Mereka adalah Waraqah bin Naufal sepupu Khadijah istri nabi Muhammad saw yang kemudian masuk Nasrani28, Abdullah bin Jashy, Usman bin Huwairist dan Zaid bin Umar29. Namun semangat mereka tidak kuat dan secemerlang nabi Muhammad saw dan para sahabat di kemudian hari. Selain semangat yang kurang kuat, kemurnian ajaran Ibrahim yang mereka yakini kurang jelas konsepnya.

Disebabkan ketiadaan guru atau pendidik, maka Allah swt langsung menjadi guru Muhammad saw, melalui peristiwa, pengalaman pahit atau senang. Maka, sejarah pendidikan dalam Islam dapat ditemukan sejak berprosesnya Muhammad

27 Maksud wahyu, karena kita tahu Al-Qur’an diturunkan secara berangsur-angsur kemudian

tatkala ia telah diangkat jadi rasul. Wahyu yang diturunkan itu sesuai dengan kebutuhan kaum Quraisy saat itu. Dikatakan kurikulum dilihat dari kaca mata pendidikan bahwa Nabi Muhammad adalah seorang pendidik atau guru kepada para sahabatnya, dalam kitab Nilailu Author disebutkan bahwa :” Nabi mengajarkan kapada sahabat-sahabatnya ayat al-Qur’an sepuluh-sepuluh ayat” dalam tinjuan pendidikan itu disebut hidden curiculum (kurikulum tersembunyi) karena Nabi tidak pernah menuliskannya tapi hanya memberikan isyarat dari kebiasaan Nabi ketika mengajar beliau selalu melakukan hal serupa di atas

(19)

saw sebagai manusia biasa di dalam hiruk-pikuk masyarakat Jahiliyah menjadi seorang nabi. Nabi yang sekaligus rasul tersebut akan menjadi seorang guru atau pendidik manusia di belakang hari adalah gambaran bahwa seorang pendidik harus mempunyai pendidikan yang lebih tinggi serta mempunyai sifat-sifat khusus seperti; berempati tinggi, lemah-lembut, amanah, cerdas, terpercaya, bertanggung jawab, bijaksana, berani, setia kawan, visioner, humanist, tegas, mulia dan tinggi derajatnya30 dari yang dibina atau dididik.

Boleh dikatakan periode sebelum menjadi utusan adalah fase pembinaan “rasa31”. Rasa merupakan bagian dari akal manusia selain budi dan daya fikir32 yang harus dikembangkan oleh pendidikan Islam. Adapun prinsip pendidikan Islam adalah pendidikan untuk mencerdaskan akal. Lebih jauh dapat dijelaskan konsep akal ini untuk mensinkronkan arah pendidikan yang dimaksud dalam bahasan ini karena ada kekeliruan sebagian orang dalam memahami apa sebenarnya akal itu.

Dalam hal ini, Sidigizalba menjelaskan bahwa akal itu bukan hanya pikir yang sebagian orang tertuju kepada otak sebagai sumbernya. Menurutnya, pikir dalam ucapan sehari-hari menunjukkan kepada kerja budi. Dan kalau kita himpun ayat-ayat al-Qur’an33 yang mengandung istilah akal dan menguraikan pengertian yang menjadi isinya, kita akan berkesimpulan, bahwa dalam pengertiannya memang ada pikir. Tapi bukan itu saja, masih ada unsur lain yaitu rasa.34 Beliau menambahkan bahwa kebenaran perkara ini dapat kita uji pada

30 Kemulian seseorang karena ilmu dan akhlaknya dan lebih penting lagi karena

ketaqwaannya kepada Allah Swt

31 Rasa adalah bagian ‘aqal yang dimiliki manusia lihat ayat yang menjurus ke arah sana surat Al-Mukminun ayat 80, Allah menggambarkan “Allah ia yang menghidupkan dan mematikan dan mempergantikan siang dan malam apakah kamu tidak berakal” penjelasan : hidup dan mati hanya bisa direnungkan mendalam dengan rasa yang dimiliki oleh manusia sedangkan pergantian malam dan siang bisa dicerna oleh otak manusia langsung dengan bantuan panca indra yang dimilikinya untuk mengambil pelajaran, oleh karena dalam ayat tersebut Allah mengindikasikan orang berakal itu ialah yang mempuyai rasa dan budi dengan daya fikirnya

32 Sidigizalba, Ilmu, Filsafat, dan Islam tentang manusia dan Agama¸Jakarta: Bulan Bintang, 1992, cet, 3, h.

33 Lihat surat al-Baqarah ayat : 73 dan 219. Di dalam ayat tersebut ketika berbicara tentang

mati dan hidup ujung ayat menggunakan istilah ta’qiluun asal kata ‘aaqala dan tatkala menjelaskan tentang minum keras, judi, mengudi nasib dan seterusnya ujung ayat menggunakan kata yatafakkaruun . lihat lebih lengkap penjelasan dalam Gizalba Ilmu, Filsafat, dan Islam tentang manusia dan Agama

(20)

pengertian umum kata itu dalam bahasa aslinya, yaitu alat untuk berfikir dan alat untuk menimbang baik buruk atau merasakan segala perubahan keadaan, dalam istilah ilmu jiwa rasa yang melakukan tugas itu disebut rasa etika.35 Lihat surat

Al-Baqarah ayat 73 dan 219, masing-masing ayat menuturkan penekanan berbeda setelah membahas tentang kematian dan alam gaib, khamar dan judi. Bahwa soal mati adalah perkara gaib yang tidak mungkin difikirkan dan dihadapi oleh budi saja. Tentang peristiwa menghidupkan orang mati tidak akan diterima oleh fikiran saja. Kalau tidak disertai oleh rasa agama yang bersumber dalam qalbu. Sedangkan manfaat dan mudharat minuman keras dan judi dan apa yang akan disedekahkan dapat dipikirkan oleh budi saja berdasarkan pengalaman atau kenyataan36.

Dengan demikian pengertian yang dikandung oleh istilah akal adalah fikir dan rasa. Ia terbagi dalam dua segi dan tiap segi berpotensi untuk bekerja sendirian. Tapi dalam bentuknya yang penuh atau dalam wujudnya yang lengkap, akal adalah jalinan kerja budi dan kalbu, kerjasama fikir dan rasa37. Berdasarkan argumen yang disebutkan di atas menunjukan bahwa pendidikan yang dilalui Muhammad saw periode pra kenabian adalah pendidikan rasa yang merupakan bagian dari jalinan kesempurnaan akal manusia itu.

Kalau dicermati sifat-sifat yang muncul dari hasil belajar Muhammad saw, sebagian termasuk kelompok yang muncul oleh rasa seperti empati tinggi kepada orang lain, lemah-lembut, amanah, cerdas, terpercaya, bertanggung jawab, bijaksana, berani, setia kawan, visioner, dan humanist.

Ternyata, pembinaan dan pendidikan rasa oleh Muhammad saw melalui waktu lebih panjang dari usianya. Beliau lahir 12 Rabiul Awwal tahun Gajah hingga usia empat puluh tahun sebelum menjadi rasul pada malam Senin 17 Ramadhan tahun 13 sebelum Hijriah, bertepatan dengan 6 Agustus 610 Masehi diwaktu sedang berkhalwat di gua Hira38 atau versi lain menyebutkan pada

35Ibid 36Ibid,h. 17 37Ibid

(21)

tanggal 27 Rajab 610 Masehi (penulis cenderung pendapat pertama yang lebih populer dikalangan ahli sejarah Islam).

Pola pendidikan Muhammad saw bila mengacu kepada ruang lingkup pendidikan modern, yaitu ; sekolah, keluarga dan teman sebaya atau lingkungan masyarakat di mana ia tinggal39, maka Muhammad saw adalah produk satu ranah pendidikan saja yaitu lingkungan masyarakat40. Pendidikan masyarakat yang dilalui Muhammad saw lebih menekankan aspek rasa atau afektive (dalam bahasa modernnya). Pada tahap pendidikan dasar Muhammad saw dikhususkan atau difokuskan pada pembinaan rasa atau emotional quetion (EQ).

Dari keterangan di atas, sudah semestinya kita lebih memberdayakan aspek rasa atau afektive untuk porsi yang lebih banyak, mulai Taman Kanak-kanak (TK) hingga Sekolah Menengah Atas (SMA), ketimbang hanya menekankan pada budi pikir atau kognitif. Menurut pendapat Al-Qobis (wafat 936/1012M) mengutip pendapat Hasan Abd Ali mengatakan sesuai pendapat Ikhwan al-Shafa pengetahuan hanya bisa diperoleh dari kepekaan perasaan, belum berdasar kekuatan akal41. Metode partisipatoris, demonstrasi dan role playing cocok digunakan dengan banyak belajar di luar kelas ketimbang dalam kelas formal seperti yang biasa dilaksanakan selama ini. Bisa dikatakan pendidikan persiapan Muhammad saw sebelum jadi guru (utusan Allah swt) untuk manusia dibutuhkan waktu 40 tahun untuk mendidik/membina potensi rasa atau Emotional Quetion. Sehingga kepribadian beliau sangat sempurna dan mempunyai daya tarik yang hebat terhadap manusia hingga hari ini.

Kalau dilihat masa pendidikan Muhammad saw selama 40 tahun dengan usianya 63 tahun, maka, 23 tahun saja Muhammad saw dididik oleh Allah swt pada aspek Intelectual Quetion (IQ). Kenapa dikelompokkan kepada pendidikan aspek kognitif karena beliau belajar tidak hanya dengan pengalaman semata, akan tetapi telah ada materi (wahyu) sebagai panduan belajar lebih lanjut, sedang

39 Hasbullah, Dasar-dasar Ilmu Pendidikan, Jakarta: Radja Grafindo Persada, 2008 Edisi Revisi, h. 94

40 Pepatah MinangKabau menyebutkan “Alam takambang jadi guru

(22)

masa sebelumnya pendidikan hanya berlangsung dari pengalaman hidup seperti diuraikan di atas.

Apabila ditinjau dari pengaruh pribadi yang ditinggalkan atau yang melekat kepada para sahabat beliau sebagai murid-muridnya, maka pengaruh kepribadian beliau yang lembut, santun dan mulia tersebut masih menggema kuat dalam relung-relung zaman hingga saat ini. Ini membuktikan ternyata aspek pendidikan dengan menggunakan pendekatan “rasa” sangat efektif sekali dalam membetuk pribadi-pribadi seperti sang pendidik utama, yakni Muhammad saw. Bisa dikatakan outcome didikan Muhammad saw adalah para sahabat-sahabatnya, walaupun tidak berstatus sebagai nabi namun semangat mereka tidak jauh berbeda dari beliau sendiri sebagai pendidik utama mereka. Hasil dari pendidikan yang dikembangkan oleh Allah swt sebelum kenabian Muhammad saw adalah dengan banyaknya yang masuk Islam atas kesadaran sendiri, melihat kepribadian Muhammad saw yang sangat sempurna. Salah satunya adalah Umar bin Khattab, dengan pendekatan yang lemah lembut bisa melunak kepribadiannya yang terkenal kasar.

C. Kesimpulan

Kesimpulan uraian di atas, bahwa pendidikan Islam telah ada ketika pra kenabian Muhammad saw. Bisa dijelaskan bahwa sejarah telah mencatat, ternyata nabi Muhammad saw telah melangsungkan pendidikan yang luar biasa. Pendidikan yang kurikulumnya dirancang oleh Allah swt, kelas belajar adalah masyarakat Quraisy, dan semua peristiwa adalah materi-materi yang disuguhkan kepada nabi Muhammad saw sebagai murid. Dengan kata lain, nabi Muhammad saw dengan materi-materi belajar menggunakan pendekatan partisipatoris yang terlibat langsung dengan kejadian yang dikehendaki oleh materi ajar yang disusun oleh Allah swt. Atau bisa juga disebut dengan metode partisipatoris dan

(23)

DAFTAR KEPUSTAKAAN

Amini, Ibrahim, Mengapa Nabi Diutus, Jakarta: Alhuda, 2006

Dahar, Ratna Wilis, Teori-Teori Belajar dan Pembelajaran, Jakarta: Penerbit Erlangga, 2011

Dimyati dan Mudjiono, Belajar dan Pembelajaran, Jakarta: Rineka Cipta, 2009

Amin, Syamsul Munir, Sejarah Peradaban Islam, Jakarta: AMZAH, 2009

Maryam, Siti dkk, Sejarah Peradaban Islam Masa klasik hingga Modern,

(24)

Sidigizalba, Ilmu, Filsafat, dan Islam tentang manusia dan Agama¸Jakarta: Bulan Bintang, 1992, cet III

Hasbullah, Dasar-dasar Ilmu Pendidikan, Jakarta: Radja Grafindo Persada, 2008 Edisi Revisi

Ramayulis dan Samsul Nizar, Ensiklopedia Tokoh Pendidikan Islam,

Jakarat: PT. Ciputat Press Group, 2010

BAB III

INSTITUSI PENDIDIKAN ISLAM PRA KEBANGKITAN

MADRASAH DAN KUTTAB

Kompetensi Dasar : Mampu Menganalisis Institusi PendidikanIslam Pra Kebangkitan Madrasah dan Kuttab Indikator : 1.Menjelaskan Pengertian Lembaga/ Institusi

Pendidikan Islam

: 2.Menjelaskan Awal Perkembangan Pendidik-an Islam

: 3.Menjelaskan Bentuk-bentuk

(25)

Kebangkitan Madrasah dan Kuttab

Strategi Perkuliahan : Presentase Makalah, Ceramah dan TanyaJawab

Penilaian

Pendidikan Islam secara umum dimulai sejak berjibakunya Nabi Muhammad saw dengan masyarakat Arab Quraisy di Makkah. Awal pendidikan Islam secara resmi ketika turunnya wahyu pertama dilanjutkan wahyu kedua dan dikuatkan dengan turunnya surat al-Hijr: 94-9542 tentang cakupan pendidikan Islam sudah

42Pada ayat ke-94 berbunyi yang artinya “Maka sampaikanlah secara

terang-terangan segala apa yang diperintahkan dan berpalinglah dari orang-orang musyrik”.

Ibnu Abbas berkata, “Ayat Tentang ُرَمؤؤُت اَمِب ؤعَدؤصاَف ‘Maka sampaikanlah olehmu secara terang-terangan segala apa yang diperintahkan (kepadamu)’, maknanya adalah, tindak lanjuti apa yang diperintahkan kepadamu.”

Ibnu Al A’rabi berkata, “Makna ُرَمؤؤُت اَمِب ؤعَدؤصِا ‘Sampaikanlah olehmu secara terang-terangan segala apa yang diperintahkan (kepadamu),’ adalah sasarlah. Dikatakan ُرَمؤؤُُُُت اَُُُمِب ؤعَد ؤُُصاَف “Maka sampaikanlah olehmu secara terang-terangan segala apa yang diperintahkan (kepadamu),” maksudnya, pencarkan persekutuan dan kesatuan mereka dengan menyerukan kepada tauhid, sesungguhnya mereka itu terpecah-pecah dengan sebagian yang menyambut”.

Firman Allah : َنؤيِكِر ؤُُُشُملا ِنَع ؤضِرُُُؤعَأَو “Dan berpalinglah dari orang-orang musyrik”. Tentang ayat yang mulia ini, ada dua pendapat yang masyhur di kalangan ulama :

Pertama, makna ayat ini adalah jangan pedulikan pendustaan dan olok-olok mereka serta jangan pula hal itu menyusahkanmu, sesungguhnya Allah yang menjagamu dari mereka. Jadi makna ayat menurut penakwilan ini adalah sampaikanlah secara terang-terangan apa yang diperintahkan kepadamu, yakni sampaikanlah risalah Tuhanmu dan berpalinglah dari orang-orang musyrik, yakni jangan pedulikan dan takut kepada mereka. Makna ini adalah seperti halnya firman Allah :

ِساَنلا َنِم َكُمِصؤعَي ُ َاَو ُهَتَلاَسِر َتؤغَلَب اَمَف ؤلَعؤفَت ؤمَل ؤنِإَو َكِبَر ؤنِم َكؤيَلِإ َلِزؤنُأ اَم ؤغِلَب ُلوُسَرلا اَّهيَأ اَي Artinya : “Hai rasul, sampaikanlah apa yang diturunkan Tuhanmu kepadamu. Jika tidak kamu kerjakan (apa yang diperintahkan itu, berarti) kamu tidak menyampaikan amanat-Nya. Allah memelihara kamu dari (gangguan) manusia” (QS. Al Maidah ; 67)

Kedua, bahwa Nabi SAW pada mulanya diperintahkan untuk berpaling dari orang-orang musyrik, kemudian perintah itu dihapus dengan ayat-ayat perang. Diantara ayat-ayat yang menunjukkan hal itu adalah firman-Nya

َنيِكِرؤشُمؤلا ِنَع ؤضِرؤعَأَو َوُه ِإ َهَلِإ َكِبَر ؤنِم َكؤيَلِإ َيِحوُأ اَم ؤعِبَتا

“Ikutilah apa yang telah diwahyukan kepadamu dari Tuhanmu ; tidak ada Tuhan selain Dia; dan berpalinglah dari orang-orang musyrik” (QS. Al-An’am ; 106), dan firman-Nya

(26)

waktunya meluas menuju masyarakat Internasional dengan memanfaatkan kegiatan haji pada tahun ke 12 kenabian. Kegiatan pendidikan Islam menjadi keharusan dilakukan nabi Muhammad saw untuk menyadarkan bangsa Arab tentang arah kehidupan manusia di dunia ini. Pola pendidikan Islam awal tentu tidak seperti keadaan yang kita kenal sekarang dengan fasilitas lengkap dan pendidikan Islam, perkembangan pendidikan Islam periode awal dan institusi-institusi pendidikan Islam pra kebangkitan Madrasah dan Kuttab, kesimpulan dan soal-soal latihan

B. Pembahasan

1. Pengertian Lembaga Pendidikan Islam

Secara etimologi, lembaga adalah asal sesuatu, acuan, sesuatu yang memberi bentuk pada yang lain, badan atau organisasi yang bertujuan mengadakan suatu penelitian keilmuan atau melakukan sesuatu usaha. Dari pengertian ini dapat dipahami bahwa lembaga mengandung dua arti, yaitu:

a. Pengertian secara fisik, materil, konkrit

b. Pengertian secara non-fisik, non-materil dan abstrak43

“Maka berpalinglah kamu dari mereka dan tunggulah, sesungguhnya mereka (juga) menunggu” (QS. As-Sajdah ; 30), dan firman-Nya

اَيؤنهدلا َةاَيَحؤلا ِإ ؤدِرُي ؤمَلَو اَنِرؤكِذ ؤنَع ىَلَوَت ؤنَم ؤنَع ؤضِرؤعَأَف

“Maka berpalinglah (Hai Muhammad) dari orang-orang yang berpaling dari peringatan Kami dan tidak mengingini kecuali kehidupan dunia” (QS. An-Najm ; 29), dan masih banyak lagi ayat-ayat lainnya.

Pada ayat ke 95 yang artinya, “Sesungguhnya Kami memelihara kamu dari (kejahatan) orang-orang yang memperolok-olok (kamu)”. Allah terangkan dalam ayat yang mulia ini, Dia memelihara Nabi-Nya dari orang-orang yang memperolok-oloknya, yaitu kaum Quraisy. Di tempat lain disebutkan kalau Allah juga menjaganya dari selain mereka, seperti firman-Nya tentang Ahli Kitab, ُمَُّكؤيِفؤكَي َُُسَف ُا “Maka Allah akan memelihara kamu dari mereka.” (QS. Al-Baqarah : 137), dan firman-Nya ُهَدُُُؤبَع ٍفاَُُُكِب ُا َسؤيَلأ “Bukankah Allah cukup untuk melindungi hamba-Nya.” (QS. Az-Zumar : 36), dan ayat-ayat lainnya.

(27)

Dalam bahasa Inggris, lembaga disebut institut (dalam pengertian fisik), yaitu sarana atau organisasi untuk mencapai tujuan tertentu, dan lembaga dalam pengertian non-fisik atau abstrak disebut institution, yaitu suatu sistem norma untuk memenuhi kebutuhan. Lembaga dalam pengertian fisik disebut juga dengan bangunan, dan lembaga dalam pengertian nonfisik disebut dengan pranata44.

Ada dua unsur yang kontradiktif dalam pengertian lembaga, pertama pengertian fisik materil, konkret, dan kedua pengertian secara nonfisik, non materil dan abstrak. Adanya dua versi pengertian lembaga dapat dimengerti karena lembaga ditinjau dari beberapa orang yang menggerakkannya, dan ditinjau dari aspek nonfisik lembaga merupakan suatu sistem yang berperan membantu mencapai tujuan. Adapun lembaga pendidikan Islam secara terminologi dapat diartikan suatu wadah atau tempat berlangsungnya proses pendidikan Islam. Dari definisi di atas dapat disimpulkan bahwa lembaga pendidikan itu mengandung pengertian konkrit berupa sarana dan prasarana dan juga pengertian secara abstrak, dengan adanya norma-norma dan peraturan-peraturan tertentu, serta penanggung jawab pendidikan itu sendiri45.

Secara terminologi menurut Hasan Langgulung lembaga pendidikan adalah suatu sistem peraturan yang bersifat mujarrad, suatu konsepsi yang terdiri dari kode-kode, norma-norma, ideologi-ideologi dan sebagainya, baik yang tertulis atau tidak, termasuk perlengkapan material dan organisasi simbolik: kelompok manusia yang terdiri dari individu-individu yang dibentuk dengan sengaja atau tidak, untuk mencapai tujuan tertentu dan tempat-tempat kelompok itu melaksanakan peraturan-peraturan tersebut adalah mesjid, sekolah, kuttab dan sebagainya. Pendidikan Islam termasuk bidang sosial sehingga dalam kelembagaannya tidak terlepas dari lembaga-lembaga sosial yang ada. Lembaga sosial tersebut terdiri dari tiga bagian, yaitu:

a. Asosiasi, misalnya universitas, persatuan atau perkumpulan,

b. Organisasi khusus, misalnya penjara, rumah sakit dan sekolah-sekolah,

43http://www.tugasku4u.com/2013/07/makalah-lembaga-pendidikan-islam.html diunduh /2013/10/29

(28)

c. Pola tingkah laku yang menjadi kebiasaan atau pola hubungan sosial yang mempunyai hubungan tertentu46.

Lembaga sosial adalah himpunan norma-norma tentang keperluan-keperluan pokok di dalam kehidupan masyarakat untuk mencapai tujuan tertentu. Sedangkan lembaga pendidikan adalah suatu bentuk organisasi yang tersusun relatif tetap atas pola-pola tingkah laku, peranan-peranan dan relasi-relasi yang terarah dalam mengikat individu yang mempunyai otoritas formal dan sanksi hukum, guna tercapainya kebutuhan-kebutuhan sosial dasar. Berdasarkan uraian di atas, lembaga pendidikan secara umum dapat diartikan sebagai badan usaha yang bergerak dan bertanggung jawab atas terselenggaranya pendidikan terhadap anak didik. Adapun lembaga pendidikan Islam dapat diartikan dengan suatu wadah atau tempat berlangsungnya proses pendidikan Islam yang bersamaan dengan proses pembudayaan47.

2. Awal Perkembangan Pendidikan Islam

Perkembagan pendidikan Islam dikelompokkan kepada tiga tahap dan dua periodisasi (Makah dan Madinah).

a. Tahap Pendidikan Islam pada Periode Makah

Tahapan Pertama ditandai ketika Nabi Muhammad saw melakukan pendidikan secara sembunyi-sembunyi terhadap kaum kerabatnya di Makah. Aktifitas tersebut setelah wahyu pertama surat al-‘Alaq 1-5 diturunkan Allah swt melalui malaikat Jibril (ar-Ruh- al Amin).

Perkembangan pendidikan Islam masa sembunyi-sembunyi terbatas untuk kaum kerabat dan orang-orang dekat nabi dari golongan bani Hasyim dan sebagian kecil golongan Bani Makhzum48. Kegiatan pendidikan Islam langsung dibina nabi Muhammad saw yang diadakan di rumah Arqam bin Abi Arqam. Pendidikan di rumah Arqam bin Abi Arqam berlangsung selama 3 tahun sampai turun wahyu kedua dalam surat al-Mudatsir 1-7.

46Ibid 47Ibid

48 Arqam bin Abi Arqam salah seorang anggota golongan Bani Makhzum, pemimpin

(29)

Adapun para sahabat awal (as-Sabiquuna-al-Awwaluun) yang menjadi peserta didik (menerima dakwah) Nabi ialah istri nabi sendiri, Khadijah, Ali bin Abi Thalib, Abu Bakar as-Shidiq dan Arqam bin Abi Arqam. Intensitas pendidikan di rumah Arqam lebih ditingkatkan seiring semakin bertambahnya jumlah orang-orang yang bergabung yang kebanyakan mereka adalah golongan mustad’afin

(terpinggirkan) secara ekonomi dan politik kekuasaan di Makah.

Muhammad Sa’id Ramdhan Al-Buthy (1999) menyebutkan, ketika orang-orang yang menganut Islam lebih dari tiga puluh lelaki dan perempuan, pembinaan dan pengajaran pada tahap ini kemudian telah menghasilkan sekitar empat puluh lelaki dan perempuan penganut Islam49. Materi-materi pendidikan dan pengajaran yang diberikan nabi fokus pada mengajarkan al-Qur’an dan Sunnah50, orientasi materi bertitik tolak pada;

1) Penanaman ketauhidan ke dalam jiwa para sahabat, sehingga setiap tingkah laku para sahabat mampu memancarkan nilai-nilai ketuhanan dalam setiap tingkah lakunya baik dalam keadaan sendiri maupun bersama-sama di lingkungan keluarga dan masyarakat. Efek dari penjewantahan nilai-nilai tersebut ikut membantu proses penyebaran secara tidak langsung pendidikan Islam ke tengah-tengah masyarakat Quraisy yang lebih luas51.

2) Pendidikan ibadah, amal ibadah yang diajarkan oleh Nabi Muhammad di Makah tentang shalat, sebagai pernyataan pengabdian hanya kepada Allah swt. Ibadah shalat juga titik balik pengingkaran kaum muslimin awal kepada tuhan-tuhan nenek moyang bangsa Arab sekaligus proses penanaman tauhid uluhiyah52.

3) Pendidikan akhlak, nabi Muhammad saw sangat menganjurkan penduduk Makah yang telah menerima Islam agar melaksanakan akhlak yang terpuji, seperti; menepati janji, pemaaf, bersyukur, tawakal, tolong menolong, berbuat baik kepada ibu bapak, membantu orang miskin dan orang musafir dan meninggalkan akhlak yang buruk53.

49

http://pemudapersisjabar.wordpress.com/artikel/asep-sobirin/atsar-dakwah-dan-pendidikan-rasulullah-saw/2013/10/29

50 Forum Komunikasi Alumni Program Pembibitan Calon Dosen IAIN se-Indonesia

(FKAPPCD), The Dinamics Of Islamic Civilization, Yogyakarta: Titian Ilahi Press, 1998, h.55 51 Samsul Nizal, Sejarah Pendidikan Islam, Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2003,12 52 Bahwa yang berhak diibadahi ialah Allah swt

(30)

Sedangkan untuk perencanaan pembelajaran al-Qur’an sebagaimana disebutkan as-Suyuti (dalam Syalabi) bahwa para sahabat menghafal 10 ayat. Di mana jumlah ini tidak ditambah sampai materi tersebut difahami dan diamalkan oleh para sahabat (peserta didik)54.

Perencanaan pembelajaran seperti di atas dinamai hidden curriculum

(kurikulum tersembunyi). Namun walaupun tersembunyi kurikulum tersebut telah terstruktur dengan baik bila dibandingkan dengan sistem pendidikan modern hari ini. Nabi Muhammad saw ternyata jauh-jauh hari telah dengan cerdas meletakkan dasar-dasar kurikulum yang terukur model perencanaan pendidikan Islam. Perencanaan yang telah dibuat nabi tersebut dianggap luar biasa, mengingat ilmu-ilmu pedagogik belum dikenal. Ilmu pedagogik yang berkembang masa itu masih mengandalkan aspek oral (lisan). Adapun selain

oral seperti tulis baca masih belum dikenal secara luas, sehingga dengan situasi demikian membuat perencanaan pembelajaran seperti sekarang adalah menjadi tidak mungkin lahir.

Kondisi yang sangat sederhana itu ternyata merupakan kunci keberhasilan pendidikan Islam. Pertanyaannya adalah mengapa bisa demikian? Hal tersebut karena penekanan pendidikan Islam diarahkan berdasarkan pada konteks keahlian dan kemampuan peserta didik. Peserta didik dibina dan ditempa sampai benar-benar matang dan siap dengan keahlian yang diinginkan Nabi Muhammad saw sebagai pendidik. Proses pendidikan diseting dengan menetapkan setiap indikator keberhasilan harus tercapai dengan sempurna, baru kemudian disusul dengan materi selanjutnya. Terkadang untuk satu materi Nabi sering mengulangi sampai ranah afective peserta didik mampu berkembang dengan baik.

Pola pendidikan seperti ini juga telah membawa keberhasilan yang signifikan atas kegiatan pendidikan yang dilakukan KH. Ahmad Dahlan (1868-1923 M) di Yogyakarta saat beliau melakukan gerakan perubahan di sana. Disebutkan pada salah satu pertemuan (pengajian al-Qur’an di Langgar), KH. Ahmad Dahlan ditanya oleh peserta didiknya tentang pengkajian surat al-Maun yang tidak

(31)

pernah selesai dibahas. Mereka protes mengapa pelajaran selanjutnya tidak diberikan oleh KH. Ahmad Dahlan kepada mereka.

Menyikapi nada protes peserta didiknya tersebut KH. Ahmad Dahlan melemparkan sebuah pertanyaan yang tidak bisa dijawab oleh para peserta didiknya, yaitu sudahkah mereka melaksanakan materi-materi yang sedang dibahas tersebut. Setelah mendengar pertanyaan demikian dari KH. Ahmad Dahlan para peserta didiknya terdiam, karena memang mereka belum melaksanakannya.

Sangat urgen sekali hari ini, walau kita tidak boleh menyebutkan kata terlambat terhadap proses yang baik seperti yang dilakukan Nabi dan KH. Ahmad Dahlan di atas, bahwa sudah mesti menyingkapkan kekaburan pemikiran kolektif kita bahwa perencanaan pendidikan berbasis keahlian dan kemampuan perlu kembali dijewantahkan dengan konsisten oleh para perencana dan pelaku pendidikan (dosen, guru dll) agar pembelajaran menjadi lebih mendapatkan makna esensialnya. Maksudnya adalah jangan sampai proses pendidikan hanya berjibaku pada indikator berbasis kejar setoran dengan menetapkan target waktu tertentu sementara kita sering mengalpakan perhatian terhadap bagaimana peningkatan kemampuan peserta didik dari waktu ke waktu. Dengan demikian pelajaran yang ditambah hanya menjadi sampah intelektual belaka.

Mungkin penjelasan di atas merupakan bentuk ‘kegalauan’ yang mewakili kesadaran esensi pendidikan Islam yang terkubur dan telah menghilang yang perlu dibangkitkan kembali. Tentu saja untuk mengembalikan apa yang dijelaskan di atas memerlukan perubahan mindset berani dalam mengajar materi agama Islam. Adapun perubahan pemikiran (mindset) yang berani itu adalah tidak ragu menabrak sistem pendidikan yang ada dengan semangat kecerdasan. Kita sadari bahwa pengajar tidak hanya menciptakan proses transfer knowledge

(32)

Adapun metode pendidikan yang digunakan oleh Rasulullah periode Makah ada beberapa bentuk, diantaranya yaitu55:

a. Metode Personal, metode semacam ini terjadi dengan cara individual, yaitu antara dai (pendidik/penceramah) dan mad’u (jamaah). Dengan langsung bertatap muka sehingga materi yang disampaikan langsung diterima, dan biasanya reaksi yang ditimbulkan mad’u langsung diketahui.Pendekatan ini Rasul lakukan untuk mencegah guncangan reaksioner di kalangan masyarakat Quraisy, yang pada saat itu masih percaya dengan kepercayaan animisme warisan leluhur mereka.

b. Metode Diskusi,di mana Dai sebagai narasumber sedangkan Mad’u sebagai

audience. Tujuannya ialah untuk pemecahan problematika yang ada kaitannya dengan dakwah, sehingga apa yang menjadi permasalahan dapat ditemukan jalan keluarnya. Pada masa sembunyi-sembunyi diskusi masih seputar ke-tauhidan, atau apa saja ajaran Islam itu, dan juga mengenai kehidupan setelah mati. Diskusi pada kondisi seperti itu tidak leluasa karena harus dilakukan secara sembunyi-sembunyi.

c. Metode Bi al-Hal, dakwah metode ini dilakukan dengan ajakan melalui upaya penyatuan antara pemahaman atau pengetahuan (thinking) dengan keyakinan atau perasaan (feeling). Dengan demikian, dakwah dengan metode ini dapat dilakukan dengan mauidhah hasanah (memberi contoh teladan).

Metode pendidikan dan pengajaran ini sesuai dengan kebutuhan dan situasi makah dalam kurun 3 tahun masa pendidikan Islam periode sembunyi-sembunyi. Di mana taktik ini dilakukan agar pemimpin Quraisy tidak terlalu terkejut atas kehadiran Islam di Mekah. Masalah kemapanan agama dan hirarkis kekuasaan yang ada di Makah sangat sulit memberikan celah untuk munculnya agama baru apalagi agama Islam.

Adapun Islam dengan doktrin dan misinya telah dianggap sangat revolusioner dan sangat radikal. Misi Islam yang dianggap terlalu ekstrem radikal tersebut

55http://edukasi.kompasiana.com/2012/09/24/metode-dakwah-rasul -

(33)

adalah upaya mencongkel kemapanan kaum borjuis (kaya) dengan penyamarataan antara budak dan majikan. Salah satu misi Islam bahwa kaum budak dipandang sama dengan majikan untuk masalah hak dan kewajiban. Penyetaraan ini tentu mengganggu kemapanan sosial bangsa Quraisy secara umum. Budak menjadi setara dengan majikan yang selama ini sangat berkuasa terhadap mereka. Kemudian memberikan pembagian harta warisan yang pantas kepada kaum wanita yang sebelumnya hanya sebagai ‘pelengkap penderita’ bahkan sekaligus bisa diwariskan (wanita termasuk harta warisan).

Kedua, setelah turun wahyu kedua surat al- Mudatsir 1-7 yang bermaksud supaya nabi Muhammad saw mengadakan pendidikan secara terang-terangan kepada bangsa Quraisy khususnya56.

Dalam wahyu kedua ini Nabi Muhammad saw diperintahkan oleh Allah swt agar melakukan aktivitas pendidikan tidak lagi terbatas kepada kaum kerabat terdekat serta tidak lagi dengan cara tersembunyi akan tetapi kegiatan pendidikan sudah saatnya dilakukan dengan cara terang-terangan. Sebab isyarat wahyu menyebutkan bahwa waktunya sudah tepat untuk melaksanakan pendidikan lebih luas kepada masyarakat Quraisy. Diantaranya ketersediaan sumber daya insani (SDI) berupa keberadaan tenaga pendidik. Selain Nabi sebagai pendidik utama, para sahabat dianggap berkompeten menjadi pendidik bagi masyarakat Arab karena telah ditraining langsung oleh Nabi Muhammad saw selama 3 tahun untuk pokok materi pendidikan mengenai ketauhidan.

Ketiga, setelah melakukan pendidikan dan pengajaran Islam secara terang-terangan kepada bangsa Quraisy, nabi Muhammad saw mengubah strategi pendidikan menjadi terbuka untuk umum (secara umum). Pendidikan dan pengajaran ini bersifat internasional yang berlandaskan pada surat al-Hijr: 94-95. Sebagai tindak lanjut dari perintah Allah tersebut pada musim haji, Nabi mendatangi kemah jamaah haji.

Pada awalnya banyak jamaah haji yang menolak kecuali sekelompok jamaah dari Yastrib. Jamaah Yastrib tersebut berasal dari kabilah Khazraj yang sangat

(34)

antusias menerima pengajaran Nabi57. Untuk meneruskan pendidikan dan pengajaran Islam yang telah dirintis Nabi tersebut seterusnya diserahkan kepada Mus’ab bin Umair seorang sahabat beliau yang telah mengikuti proses pendidikan Islam selama 3 tahun di rumah Arqam bin Abi Arqam. Tugas itu tidak dilaksanakan di masa berlangsungnya haji akan tetapi langsung di Kota Yastrib. Dengan diutusnya Mus’ab bin Umair ke Yastrib telah membuka harapan baru bagi perkembangan pendidikan Islam untuk masa selanjutnya.

Dua tahapan pendidikan Islam yang dilakukan Nabi Muhammad saw hanya untuk kota Makah, tahapan ini digunakan Nabi untuk mempersiapkan tenaga pendidik dari keluarga dekatnya atau golongan Quraisy. Pertimbangan yang digunakan ialah :

Pertama, pendidikan Islam lambat laun harus disebarkan, sehingga membutuhkan tenaga-tenaga yang siap didistribusikan sesuai kebutuhan, maka para sahabat awal merupakan input yang sangat masuk akal, karena selain keterampilan dalam mengajar juga dibutuhkan nyali yag cukup kuat, sebab situasi kala itu tidak mendukung untuk mengadakan pendidikan Islam. Di samping materi-materinya dinilai sangat radikal untuk ukuran bangsa Arab.

Kedua, keefektifan dan keefesienan, maksudnya, pendidikan calon pendidik terdiri dari kalangan arab Quraisy sendiri atau orang yang telah mengenal dan berasimilasi dengan baik ke dalam budaya Quraisy, terutama linguistik Arab (kebahasaan) di Makah58. Pertimbangan tersebut, berkaitan dengan materi (wahyu) yang akan disampaikan sesuai dialek Quraisy.

Ketiga, aspek penjiwaan/internalisasi materi ajar yang diberikan kepada peserta didik (audience). Maksudnya, kondisi psikologi para sahabat calon pendidik secara kontekstual, sangat tepat untuk mendukung penguasaan, kemantapan transfer knowledge dan values kepada audience. Karena sebagian mereka adalah kaum lemah dan sebagian budak yang terpinggirkan di Makah,

57 Samsul Nizar, Op.Cit, 2003, h. 6

58 Bilal bin Rabbah seorang budak dari Habsyah/Eitoupia yang telah mengenal serta

(35)

sedangkan materi yang akan diberikan berkaitan langsung dengan semangat pembebasan mereka dari kemapanan budaya feodal patriacal59 Quraisy tersebut.

Pada tahapan ketiga, proses pendidikan telah bisa disebut bercakupan internasional. Karena pesan pendidikan telah disampaikan juga kepada orang Yastrib suku Khazraj. Dengan ruang lingkup pendidikan Islam yang semakin meluas, maka metode dan materinya juga ikut bertambah sesuai materi (wahyu) yang diturunkan Allah swt. (penambahan materi pendidikan sudah masuk pada periode pendidikan Madinah).

b. Tahap Pendidikan Islam Terbuka (Periode Madinah)

Tahapan pendidikan Islam periode ini terlaksana dengan turunnya surat al-Hijr: 94-95. Pelaksanaan ibadah haji merupakan momen yang sangat tepat untuk melaksanakan proses pengajaran/penyebaran pesan (wahyu) kepada jamaah haji yang datang ke Makah. Suku Khazraj adalah yang pertama menerima pengajaran ini.

Aspek psikologis adalah faktor utama sehingga mereka mudah menerima pengajaran. Karena materi yang disampaikan juga sangat relevan dengan kebutuhan mereka yang sedang dilanda perang saudara akut antara suku ‘Aus dan suku Khazraj di kota Yastrib. Sesuai dengan materi awal Nabi Muhammad saw di Makah yang concern pada ketauhidan dan akhlak mulia, di antaranya berakhlak baik kepada sesama manusia dan saling tolong menolong antar sesama manusia. Materi ini sangat mereka harapkan, bukan saja harapan sebatas pesan oral, akan tetapi lebih jauh supaya bisa diaplikasikan di negeri mereka yaitu Yastrib.

Kemudian aspek yang tidak kalah pentingnya adalah kewibawaan Nabi sebagai pengajar adalah hal yang sangat berkesan sekali, sehingga mereka

59 Yang kaya sangat berkuasa, yang lemah menjadi sangat lemah posisinya karena secara

Gambar

gambar yang dibuatnya pada tahun 1083 M di mesir, ilmuan yang sempat hidup

Referensi

Dokumen terkait

Dengan adanya permasalahan seperti di atas, penulis tertarik mengadakan penelitian tentang Politik Kebijakan Pelarangan Buku Era Reformasi di Indonesia dengan mengambil studi

[r]

Tokoh inilah yang kemudian memproklamirkan berdirinya Pemerintahan Gubernur Tentara ALRI Divisi IV Pertahanan Kalimantan yang melingkupi seluruh daerah Kalsel, sebagai

Studi pustaka dan pengamatan lapangan yang dilakukan untuk mendapatkan hasil model poros propeller dengan permukaan halus dan ketelitian yang tinggi pada proses

Individu yang optimis terhadap kondisi penyakitnya, seperti dalam menghadapi berbagai macam persoalan yang baik maupun buruk individu dapat menghadapinya dengan pemikiran

Prospek usaha abon ikan gabus untuk menghasilkan keuntungan dengan cara mengelolah sumber daya ekonomi secara efektif dan efisien yang dapat dilihat pada ruang

1.2.1 Jelaskan manfaat program studi terhadap institusi, masyarakat, serta bangsa dan negara. Untuk pengusulan program studi baru yang diusulkan oleh perguruan tinggi lama,