• Tidak ada hasil yang ditemukan

STRUKTUR HUKUM PEGADAIAN SYARIAH DALAM P

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "STRUKTUR HUKUM PEGADAIAN SYARIAH DALAM P"

Copied!
266
0
0

Teks penuh

(1)

DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM

DAN HUKUM POSITIF

(Suatu Tinjauan Yuridis Normatif

Terhadap Praktek Pegadaian Syariah di Kudus)

Oleh : Ahmad Supriyadi*1

Abstrak

Kegiatan Gadai Syariah merupakan suatu gejala ekonomi yang baru lahir semenjak regulasi Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 Jo. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 jo. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah. Regulasi ini di respon oleh Dewan Syariah Nasional dengan mengeluarkan fatwa Nomor 25/DSN-MUI/III/2002 tentang Rahn dan juga fatwa Nomor 26/ DSN-MUI/III/2002 tentang Rahn Emas. Kegiatan gadai syariah yang baru ini melahirkan sistem hukum baru di dalam sistem hukum di Indonesia. Kondisi ini didasarkan pada lahirnya perjanjian-perjanjian yang belum ada dalam sistem hukum perdata di Indonesia misalnya ar-rahn. Karena Sistem ar-rahn berasal dari sistem hukum Islam. Karena itu akan banyak masalah yang terjadi bila struktur hukumnya belum di temukan. Sedangkan penelitian tentang struktur hukum pegadaian syariah dalam perspektif hukum Islam dan Hukum positif belum banyak dan hanya beberapa orang misalnya Zainuddin Ali, Abdul Ghofur Anshori dan Nur Aliyah. Penelitian ini merupakan penelitian lapangan dengan pengambilan datanya melalui observasi dan quesioner. Untuk bisa menyelesaikan rumusan masalah yang ada peneliti menggunakan pendekatan sistem dengan pemahaman bahwa dalam pegadaian syariah itu operasionalnya menggunakan sistem tertentu dan pendekatan yang lain yaitu pendekatan yuridis normatif yang digunakan untuk menganalisis praktik pegadaian syariah dari sisi hukum. Struktur hukum dalam pegadaian syariah yang telah penulis teliti di Pegadaian Syariah Kudus dapat di simpulkan.

*1.Dosen STAIN Kudus dan Mahasiswa Program Dorktor Pascasarjana

(2)

Bahwa struktur hukum perjanjian yang di buat oleh para pihak ada dua struktur yaitu struktur hukum gadai pada perjanjian gadai dan struktur hukum jual beli pada skim mulia. Struktur hukum gadai yang di lakukan di Pegadaian Syariah Kudus memuat : suatu perbuatan hukum oleh seseorang atau rahin mengikatkan diri pada orang lain atau murtahin untuk memperoleh pinjaman uang dengan jaminan berupa benda bergerak. Perjanjian ini dalam struktur hukum perdata termasuk perjanjian bernama yang mempunyai sifat timbal balik, di satu sisi punya hak dan di sisi lain punya kewajiban secara timbal balik. Perjanjian demikian itu termasuk perjanjian konsensuil obligatoir, karena terbentuknya perjanjian itu berdasarkan konsensus dan yang di perjanjikan mengandung unsur ekonomi. Sedangkan pada skim mulia perjanjian yang di bentuk termasuk struktur hukum jual beli, karena di satu sisi ada penjual dan di sisi lain ada pembeli dan juga ada obyek jual beli berupa logam mulia. Perjanjian jual beli termasuk perjanjian bernama yang sifatnya juga konsensuil obligatoir karena perjanjian ini terbentuk dengan adanya kata sepakat dan tidak diharuskan ada formalitas tertentu seperti barang tak bergerak. Berdasarkan hubungan hukum, perjanjian ini termasuk perjanjian timbal balik karena ada hak dan kewajiban secara timbal balik antara pembeli dan penjual. Kedua struktur hukum tersebut telah di atur dalam KUH perdata dan telah di atur dalam hukum perdata yang berasal dari hukum Islam. Struktur hukum ini mempunyai kekhususan dimana ia berasal dari struktur hukum Islam yang di adopsi dari budaya Islam di zaman Arab.

Kata Kunci:Struktur Hukum Pegadaian Syariah dalam Perspektif Hukum Islam dan Hukum Positif

A. Latar Belakang Masalah

Islam telah mengatur pemeluknya dalam segala aspek kehidupan melalui syariah yang dituangkan dalam kaedah-kaedah dasar dan aturan-aturan. semua pemeluk Islam di wajibkan untuk mentaatinya ataupun mempraktikkan dalam praksis kehidupan. Sehingga sangat wajar bila interaksi antara sesama umat Islam yang berdasarkan syariah perlu mendapat kajian yang serius karena umat perlu panduan keilmuan supaya tidak salah berperilaku. Karena itu perlu pengkajian aturan Islam dalam seluruh sisi kehidupan kita sehari-hari, diantaranya yang berawal dari interaksi sosial dengan sesama manusia, khususnya dalam hal ekonomi.

(3)

dengan pinjaman yang terlalu besar, tidaklah di anjurkan oleh Islam. Sedangkan pinjaman yang berkaitan dengan harta untuk modal usaha sangat di anjurkan, dengan dasar bahwa uang yang di miliki oleh para aghniya supaya mempunyai nilai manfaat yang lebih.

Berdasarkan fenomena ini pemerintah merasa prihatin karena kelemahan orang menjadi lahan yang enak bagi para pemilik modal. Karena itulah pemerintah mendirikan lembaga formal tentang pegadaian. Lembaga formal tersebut dibagi menjadi dua yaitu lembaga bank dan lembaga nonbank. Lembaga nonbank inilah pemerintah telah memfasilitasi masyarakat dengan suatu perusahaan umum (perum) yang melakukan kegiatan pegadaian yaitu Perum Pegadaian yang menawarkan pinjaman yang lebih mudah, proses yang jauh lebih singkat dan persyaratan yang relatif sederhana dan mempermudah masyarakat dalam memenuhi kebutuhan dana. Hal ini kegiatan bagi masyarakat yang beragama non Islam. padahal Indonesia berpenduduk sebagian besar beragama Islam.

Perum Pegadaian melihat masyarakat Indonesia yang sebagian besar beragama Islam, maka ia meluncurkan sebuah produk gadai yang berbasiskan prinsip-prinsip syariah sehingga masyarakat mendapat beberapa keuntungan yaitu cepat, praktis dan menentramkan, produk yang dimaksud di atas adalah produk Gadai Syariah.

Perusahaan umum pegadaian adalah satu-satunya badan usaha di Indonesia yang secara resmi mempunyai jin untuk melaksanakan kegiatan lembaga keuangan berupa pembiayaan dalam bentuk penyaluran dana ke masyarakat atas dasar hukum gadai seperti dimaksud dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata pasal 1150. Tugas pokoknya adalah memberikan pinjaman kepada masyarakat atas dasar hukum gadai (Heri Sudarsono, 2004:156). Undang-undang ini di atur lebih lanjut oleh Peraturan Pemerintah Nomor 103 Tahun 2000 tentang Perusahaan Umum Pegadaian.

(4)

Kegiatan gadai syariah yang baru ini melahirkan sistem hukum baru di dalam sistem hukum di Indonesia. Kondisi ini didasarkan pada lahirnya perjanjian-perjanjian yang belum ada dalam sistem hukum di Indonesia misalnya ar-rahn. Sistem ar-rahn berasal dari sistem hukum Islam yang di tulis dalam kitab-kitab iqih baik klasik maupun kontemporer yang kemudian di implementasikan oleh masyarakat Indonesi. Implementasinya memunculkan masalah baru di dalam hukum positip yaitu adanya dualisme sistem yaitu pegadaian konvensional yang pengaturannya mengacu pada hukum positip murni dan pegadaian syariah yang mengacu pada hukum Islam.

Pegadaian syariah secara yuridis belumlah mempunyai dasar hukum yang kuat bila dilihat dari sisi hukum positip, karena belum adanya UU yang mengaturnya. Hal ini menimbulkan ketidak pastian hukum tentang pegadaian syariah, lebih-lebih bila ada perbuatan hukum yang bermasalah dan pasti akan ditanyakan bagaimana hukumnya?

Walaupun saat ini belum pernah di dengar adanya suatu masalah hukum menyangkut pegadaian syariah, tapi di kemudian hari akan ada suatu wanprestasi di dalam implementasi produk-produk pegadaian syariah. Karena itu semua akan membutuhkan hukum.

Di sisi lain masyarakat yang belum paham tentang syariah selalu bertanya apa dan bagaimana pegadaian syariah serta bagaimana operasionalnya? Tapi mereka juga ada kecurigaan tentang produk-produk yang di keluarkan oleh pegadaian syariah. Misalnya mempertanyakan apa bedanya pegadaian syariah dengan konvensional.

Hal diatas menunjukkan kurangnya pemahaman masyarakat terhadap pegadaian syariah. Akibat yang di timbulkan adalah mereka kurang menyukai pegadaian syariah. Padahal umat Islam di Indonesia adalah penduduk mayoritas yang berinteraksi ekonomi secara syariah.

B. Rumusan Masalah

(5)

sistem hukumnya banyak mengadopsi dari sistem hukum Islam, sehingga dapat diambil rumusan masalah yaitu:

1. Bagaimana praktik produk-produk Pegadaian Syariah?

2. Bagaimana struktur hukum pegadaian syariah dari perspektif hukum positif dan hukum Islam?

C. Metode Penelitian

Penelitian yang berjudul struktur hukum pegadaian syariah dalam perspektif hukum Islam dan hukum positif (suatu tinjauan yuridis normatif terhadap praktek pegadaian syariah di kudus) adalah Penelitian mengenai praktik dan sistem hukum di Pegadaian syariah yang merupakan penelitian deskriptif kualitatif.

Untuk menyelesaikan rumusan masalah, peneliti meng-gunakan pendekatan sistem dengan tujuan mendapatkan sistem yang saling berhubungan antara satu produk dengan produk lain di Pegadaian Syariah dan juga dengan pendekatan yuridis normatif untuk menemukan gambaran yang komprehensip mengenai struktur hukum yang ada dalam praktik Pegadaian Syariah.

Obyek penelitian ini adalah praktik produk-produk Pegadaian Syariah dan subyeknya adalah seluruh pegawai atau karyawan di Pegadaian Syariah Kudus dan para nasabahnya.

Data yang diperoleh berupa data primer yang dikumpulkan dengan metode wawancara dan observasi. Wawancara dilakukan secara terstruktur yaitu dengan panduan wawancara kepada manajer dan para nasabah di Pegadaian Syariah, kemudian dianalisis dengan menggunakan pendekatan yuridis normatif.

(6)

Laporan hasil penelitan ini berupa data sekunder dan data primer yang dikumpulkan dan dianalisis secara kualitatif kemudian disajikan dalam bentuk deskriptif yaitu laporan yang memberikan gambaran secara menyeluruh dan sistematis.

D. Hasil Penelitian

1. Produk-Produk Gadai Syariah di PERUM Pegadaian Syariah.

PERUM Pegadaian Syariah memiliki beberapa produk gadai yang telah di operasionalkan sejak adanya unit syariah hingga sekarang. Produk-produk itu antara lain:

1.1. Produk Gadai Syariah (Ar-Rahn) a. Pengertian gadai syariah

Gadai syariah di Pegadaian Syariah adalah merupakan skim pinjaman yang mudah dan praktis untuk memenuhi kebutuhan dana bagi masyarakat dengan sistem gadai yang sesuai dengan syariah dengan cara menyerahkan agunan berupa emas perhiasan, berlian, elektronik dan kendaraan bermotor (Sumber: lilet Pegadaian Syariah).

Berdasarkan lilet produk gadai syariah ini mempunyai beberapa keuntungan antara lain:

1) Meningkatkan daya guna barang bergerak karena barang yang di gadaikan berupa motor, cukup di gadaikan BPKB-nya. Sehingga motor masih dapat di pakai oleh rahin dan dapat menghasilkan keuntungan.

2) Prosedur pengajuan dan syarat-syarat untuk mendapatkan pinjaman uang sangat mudah dan cepat

3) Barang di taksir secara valid dan cermat sehingga nilai taksiran bisa optimal

4) Jangka waktu pinjaman leksibel tidak di batasi, bebas menentukan pilihan pembayaran

5) Barang gadai di jamin aman dan di asuransikan 6) Sumber dana dan akad sesuai dengan syariah

b. Tahap-Tahap Pelaksanaan gadai syariah

(7)

1) Tahap Pengajuan

Pada tahap ini seorang nasabah apabila ingin mendapatkan pinjaman dari Pegadaian Syariah ia harus datang dengan memenuhi beberapa persyaratan:

1. Menyerahkan copy KTP atau identitas resmi lainnya;

2. Menyerahkan barang sebagai jaminan yang berharga misalnya berupa emas, berlian, elektronik, dan kendaraan bermotor; 3. Untuk kendaraan bermotor, cukup menyerahkan dokumen

kepemilikan berupa BPKB dan copy dari STNK sebagai pelengkap jaminan;

4. Mengisi formulir permintaan pinjaman; 5. Menandatangani akad

Setelah syarat-syarat ini terpenuhi, nasabah membawa barang jaminan disertai photo copy identitas ke loket penaksiran barang jaminan. Barang akan ditaksir oleh penaksir, kemudian akan memperoleh pinjaman uang maksimal 90% dari nilai taksiran. Tahap berikutnya adalah tahap perjanjian yang dilakukan sebagai berikut:

2) Tahap Perjanjian

Pada tahap perjanjian, pihak rahin harus datang sendiri dan melakukan negosiasi terlebih dahulu atas perjanjian yang di buat oleh pihak Pegadaian Syariah. Bila pihak rahin tidak sepakat, boleh membatalkan untuk tidak jadi meminjam uang di Pegadaian Syariah. Namun bila telah sepakat atas perjanjian yang ada, maka nasabah langsung menandatangani akad tersebut. Adapun akad yang di gunakan dalam perjanjian gadai syariah ini adalah akad jroh atau Fee Basedmarhun yang bisa di sebut jarah yakni rahin

dimintai imbalan sewa tempat, ujroh pemeliharaan marhun dalam hal penyimpanan barang yang di gadaikan.

Apa yang diperjanjikan?

Hal-hal yang di perjanjikan dalam perjanjian gadai syariah adalah:

(a) Judul perjanjian yaitu akad rahn. (b) Hari dan tanggal serta tahun akad

(8)

kepentingan CPS. Di sebut sebagai pihak pertama. (2) rahin atau pemberi gadai adalah orang yang nama dan alamatnya tercantum dalam surat bukti rahn ini.

(d) Hal-hal yang diperjanjikan dalam gadai syariah antara lain: (1) rahn dengan ini mengakui telah menerima pinjaman dari murtahin sebesar nilai pinjaman dan dengan jangka waktu pinjaman sebagaimana tercantum dalam surat buku rahn. (2) Murtahin dengan ini mengakui telah menerima barang milik rahn yang digadaikan kepada murtahin, dan karenanya murtahin berkewajiban mengembalikannya pada saat rahin telah melunasi pinjaman dan kewajiban-kewajibannya lainnya. (3) Atas transaksi rahn tersebut diatas, rahn dikenakan biaya administrasi sesuai dengan ketentuan yang berlaku. (4) Apabila jangka waktu akad telah jatuh tempo, dan rahin tidak melunasi kewajiban-kewajibannya, serta tidak memperpanjang akad, maka rahin dengan ini menyetujui dan atau memberikan kuasa penuh yang tidak dapat ditarik kembali untuk melakukan penjualan atau lelang marhun yang berada dalam kekuasaan murtahin guna pelunasan pembayaran kewajiban-kewajiban tersebut. Dalam hal hasil penjualan atau lelang marhun tidak mencukupi untuk melunasi kewajiban-kewajiban rahin, maka rahin wajib membayar sisa kewajibannya kepada murtahin sejumlah kekurangannya. (5) Bilamana terdapat kelebihan hasil penjualan marhun, maka rahin berhak menerima kelebihan tersebut, dan jika dalam jangka satu tahun sejak dilaksanakan penjualan marhun, rahin tidak mengambil kelebihan tersebut, maka dengan ini rahin menyetujui untuk menyalurkan kelebihan tersebut sebagai shodaqah yang pelaksanaannya diserahkan kepada murtahin. (6) Apabila marhun tersebut tidak laku djual, maka rahin menyetujui pembelian marhun tersebut oleh murtahin minimal sebesar harga taksiran marhun. (7) segala sengketa yang timbul yang ada hubungannya dengan akad ini yang tidak dapat diselesaikan secara damai, maka akan diselesaikan melaui Badan Arbitrase Syariah Nasional (BASYARNAS) adalah bersifat inal dan mengikat.

(e) Membubuhkan tandatangan menunjukkan persetujuan akad rahn.

(9)

Adapun perjanjian jarah setelah akad rahn isinya adalah sebagai berikut :

(a) Berisi judul akad yaitu akad jarah (b) Hari dan tanggal serta tahun akad

(c) Keterangan tentang kedudukan para pihak : (1) Kantor Cabang Pegadaian Syariah sebagaimana tersebut dalam surat bukti rahn ini yang dalam hal ini diwakili oleh kuasa pemutus marhun bih dan oleh karenanya bertindak untuk dan atas nama serta kepentingan CPS untuk selanjutnya disebut sebagai

Mu'ajjir. (2) Musta'jir adalah orang yang nama dan alamatnya tercantum dalam surat bukti rahn ini.

(d) Pengakuan adanya akad rahn sebelumnya yang isinya : (1) bahwa musta'jir sebelumnya telah mengadakan perjanjian dengan muajjir sebagaimana tercantum dalam akad rahn yang juga tercantum di dalam surat bukti rahn ini, dimana

musta'jir bertindak sebagai rahin dan muajjir bertindak sebagai murtahin dan oleh karenanya akad rahn tersebut merupakan bagian yang tidak terpisahkan dengan akad ini. (2) bahwa atas marhun berdasarkan akad diatas musta'jir setuju dikenakan jarah.

(e) Kesepakatan tentang akad jarah, yang isinya adalah : (1) para pihak sepakat dengan tarif jarah sesuai dengan ketentuan yang berlaku, untuk jangka waktu per-sepuluh hari kalender dengan ketentuan penggunaan ma'jur selama satu hari tetap dikenakan jarah sebesar jarah per-sepuluh hari. (2) Jumlah keseluruhan jarah tersebut wajib di bayar sekaligus oleh musta'jir kepada

mu'ajjir diakhir jangka waktu akad rahn atau bersamaan dengan dilunasinya pinjaman. (3) apabila dalam penyimpanan marhun terjadi hal-hal di luar kemampuan musta'jir sehingga menyebabkan marhun hilang/rusak tak dapat dipakai maka akan diberikan ganti rugi sesuai ketentuan yang berlaku di PERUM Pegadaian. Atas pembayaran ganti rugi ini musta'jir

setuju dikenakan potongan sebesar marhun bih + jarah sampai dengan tanggal ganti rugi, sedangkan perhitungan jarah dihitung sampai dengan tanggal penebusan/ ganti rugi. Simulasi perhitungan gadai syariah berdasarkan akad ujroh

(10)

Biaya yang di perhitungkan dalam membayar upah meliputi sewa pemakaian tempat, pemeliharaan marhun dan asuransi marhun. Maka perhitungan yang di lakukan adalah:

Ijarah = Taksiran barang x Tarif (Rp.) x Jangka waktu 10.000,- Hari

Misalnya : nasabah memiliki 1 keping Logam Mulia seberat 25 gram dengan kadar 99,99% asumsi harta per gram emas 99,99%= Rp. 300.000,- maka cara menghitungnya adalah sebagai berikut: • Taksiran = 25 gr. x Rp. 300.000,- = Rp. 7.500.000,-• Uang Pinjaman = 90% x Rp. 7.500.000,- = Rp. 6.750.000,-• Ijaroh /10 hari = 7.500.000,- x 80 x 10 = Rp.

Rp.10.000,- 10 • Biaya Administrasi = Rp.

25.000,-Jika nasabah menggunakan marhun bih selama 26 hari, jaroh

ditetapkan dengan menghitung per 10 hari x 3 maka besar jaroh adalah Rp. 180.000,- (Rp. 60.000,- x 3) jaroh di bayar pada saat nasabah melunasi atau memperpanjang dengan akad baru.

3) Tahap Realisasi Perjanjian

Pada tahap realisasi akad yang telah di sepakati bersama dan telah di tandatangani oleh kedua belah pihak, maka tahap selanjutnya adalah realisasi penyerahan pinjaman kepada rahin.

4) Tahap Akhir Gadai

(11)

5) Realisasi Pelelangan Barang Gadai

Pelelangan barang gadai di sebabkan karena pihak rahin tidak mampu membayar seluruh hutangnya beserta biaya-biaya yang harus di tanggungnya. Karena itu pihak murtahin diperbolehkan untuk menjual atau melelang barang yang telah di gadaikan kepada murtahin. Adapun meknisme penjualannya adalah sebagai berikut:

(a) Pihak rahin mewakilkan kepada murtahin untuk menjualkan barang yang digadaikan;

(b) Pihak murtahin akan menginformasikan secara umum melalui pengumuman bahwa akan diadakan lelang pada tanggal tertentu.

(c) Pihak murtahin melaksanakan lelang yang sesuai dengan prosedur.

1.2. Produk Mulia yaitu murabahah logam mulia untuk investasi jangka panjang.

Program "mulia" merupakan produk pegadaian syariah yang diperuntukkan bagi masyarakat untuk berinvestasi jangka panjang. Produk mulia adalah fasilitas yang di berikan oleh Pegadaian Syariah kepada masyarakat untuk memiliki emas logam mulia dengan cara membeli di Pegadaian Syariah, sedangkan masyarakat membayar dengan cara mengangsur.

Produk ini mempunyai beberapa keuntungan bagi yang memanfaatkan antara lain:

(a) Merupakan jembatan untuk mewujudkan niat untuk menunaikan haji dengan menyimpan emas di Pegadaian Syariah;

(b) Emas yang telah di beli di Pegadaian Syariah juga bisa untuk persediaan biaya pendidikan anak;

(c) Dapat juga emas itu sebagai tabungan untuk memiliki rumah atau kendaraan;

(d) Menyimpan emas di Pegadaian Syariah juga merupakan investasi yang aman untuk menjaga portofolio asset yang dimiliki oleh seseorang.

(e) Emas bisa digunakan untuk menanggulangi likuiditas, karena mudah di perjual belikan.

(12)

a. Tahap Pengajuan

Pada tahap ini seorang nasabah apabila ingin mendapatkan emas logam mulia dari Pegadaian Syariah dan di simpan sebagai cadangan untuk kebutuhan-kebutuhan mendesak, ia harus datang dengan memenuhi beberapa persyaratan :

(b) Menyerahkan copy KTP atau identitas resmi lainnya; (c) Mengisi formulir produk mulia;

(d) Membayar uang muka dan administrasi lainnya; (e) Menandatangai akad

Setelah syarat-syarat ini terpenuhi, nasabah akan mendapatkan barang berupa emas logam mulia yang disimpan di pegadaian syariah.

Tahap berikutnya adalah tahap perjanjian yang dilakukan sebagai

berikut:

b. Tahap Perjanjian

Pada tahap perjanjian, pihak rahin harus datang sendiri dan melakukan tanya jawab tentang harga dan persyaratan-persyaratan lain terlebih dahulu atas perjanjian yang di buat oleh pihak Pegadaian Syariah. Bila pihak rahin tidak sepakat, boleh membatalkan untuk tidak jadi membeli emas logam mulia di Pegadaian Syariah. Namun bila telah sepakat atas perjanjian yang ada, maka nasabah langsung menandatangani akad tersebut. Adapun akad yang di gunakan dalam perjanjian produk mulia ini adalah akad murabahah dan rahn yakni pembeli adalah rahin

(nasabah) dan penjual adalah murtahin (pegadaian syariah). Setelah terjadi jual beli, barang tetap berada di pegadaian syariah karena uang yang untuk membeli adalah milik pegadaian syariah dan nasabah kedudukannya adalah sebagai orang yang hutang untuk membeli emas logam mulia.

Apa yang diperjanjikan?

Hal-hal yang di perjanjikan dalam perjanjian produk jual beli emas logam mulia adalah:

(a) Judul perjanjian yaitu akad murabahah logam mulia, nomor:…… dan dasar al-Qur'an;

(13)

ini bertindak untuk dan atas nama cabang pegadaian CPS Ronggolawe, yang selanjutnya disebut pihak pertama. Dan pihak kedua, nama Ahmad Supriyadi, alamat Karangbener Rt.4/4 Kecamatan Bae Kabupaten Kudus, Provinsi Jawa Tengah. Dalam hal ini bertindak untuk dan atas nama diri sendiri yang selanjutnya disebut pihak kedua.

(c) Kalimat persetujuan, bahwa kedua belah pihak sepakat dan setuju untuk mengadakan akad murabahah logam mulia. (d) Pasal-pasal tentang jumlah pembiayaan dan tujuan. Misalnya:

(1) pihak pertama memberikan fasilitas pembiayaan akibat hutang murabahah kepada pihak kedua untuk pembelian emas logam mulia sejumlah 5 gram yang terdiri dari 1 buah @ 5 gram. (2) Selanjutnya pihak kedua dengan ini berjanji dan mengikatkan diri kepada pihak pertama untuk membayar sisa hutang murabahah yang belum di bayar sebagaimana dimaksud sebesar Rp. 1.

429.807,-(e) Pasal tentang jangka waktu. Pasal ini memuat (1) bahwa pembiayaan murabahah di berikan untuk jangka waktu tertentu misalnya 6 bulan, satu tahun atau lebih. (2) sebelum jangka waktu pembiayaan berakhir, pihak kedua dapat melunasi hutangnya dengan melakukan pembayaran sekaligus. (3) Ketentuan tentang obyek murabahah yang hilang atau musnah di luar kuasa pihak pertama untuk mencegahnya, maka jangka waktu pembiayaan akan berakhir pada saat terjadinya resiko. (f) Pasal tentang biaya-biaya. Pasal ini memuat bahwa pihak rahin

(pihak kedua) di bebani membayar biaya-biaya antaral lain : uang muka, biaya administrasi, denda bila ada keterlambatan dan biaya pengiriman yang mana biaya-biaya itu dibayar setelah penandatanganan akad murabahah.

(14)

atau hari libur, maka pembayaran dilakukan pada hari kerja berikutnya. Atas kejadian ini pihak rahin belum dikenakan denda. (5) dalam hal angsuran dibayar melampaui tanggal yang telah ditetapkan, maka pihak kedua di kenakan denda. (6) pihak pertama wajib menyerahkan obyek murabahah beserta dokumen-dokumen terkait kepada pihak kedua apabila telah melunasi seluruh kewajibannya.

(h) Pasal tentang jaminan pembiayaan. Pasal ini memuat: (1) sebagai jaminan pelunasan pembiayaan murabahah, obyek pembiayaan murabahah sebagaimana dimaksud dalam pasal 1 ayat (1) tetap berada di bawah penguasaan pihak pertama dan djadikan marhun (jaminan gadai) sampai dengan lunasnya seluruh kewajiban pihak kedua. (2) pihak kedua sepakat dengan pihak pertama untuk membuat akad gadai dengan jaminan (marhun) berupa barang yang menjadi obyek muraahah, dan sisa hutang murabahah sebagai sisa hutang akad gadai dimana pihak pertama tidak memungut ujrah. (3) pihak pertama wajib memelihara dan merawat obyek murabahah yang djadikan marhun (jaminan gadai) tersebut dengan baik dari segala resiko kerusakan dan atau kehilangan samapai dengan hutang murabahah dilunasi oleh pihak kedua. (4) dalam hal obyek murabahah yang djadikan marhun hilang atau musnah akibat kelalaian pihak pertama maka pihak pertama wajib mengganti dengan obyek murabahah baru sebesar nilai obyek murabahah yang hilang/rusak. (5) dalam hal penggantian obyek murabahah berupa barang yang sejenis dan senilai sebagaimana dimaksud pada ayat (3) sulit dilakukan oleh pihak pertama, maka pihak kedua sepakat menerima ganti rugi sebesar 100 % dari harga pasar saat obyek murabahah hilang/musnah dengan tetap memperhitungkan sisa kewajiban pihak kedua kepada pihak pertama.

(i) Pasal tentang cidera janji. Berisi pihak kedua akan terbukti lalai atau sengaja tidak melaksanakan kewajibannya kepada pihak pertama, apabila menunggak angsuran sebanyak 3 kali berturut-turut.

(15)

(jaminan gadai) menjadi musnah/rusak berat, para pihak sepakat untuk saling membebaskan kewajiban masing-masing sebagaimana tercantum dalam akad ini.

(k) Pasal 8 tentang eksekusi cidera janji yang diawali dengan peringatan 3 kali dengan selang waktu 7 hari, dan bila tidak melunasi maka akan di jual.

(l) Pasal 9 tentang denda keterlambatan. Yang isinya bila ada keterlambatan maka akan dikenai denda.

(m)Pasal 10 tentang masa berlakunya akad yaitu sejak di tandatangani sampai terjadi pelunasan.

(n) Pasal 11 tentang addendum yaitu bila ada hal-hal yang belum diatur akan di atur dan sebagai bagian yang tidak terpisahkan.

(o) Pasal 12 tentang penyelesaian perselisihan yakni perselisihan akan diselesaikan dengan musyawarah.

(p) Pasal 13 tentang penutup. Bahwa akad di buat rangkap dua yang mempunyai kekuatan hukum yang sama.

Simulasi perhitungan gadai syariah berdasarkan akad ujroh (fee based marhun):

Biaya yang di perhitungkan dalam membayar upah meliputi sewa pemakaian tempat, pemeliharaan marhun dan asuransi marhun. Maka perhitungan yang di lakukan adalah:

Ijarah = Taksiran barang x Tarif (Rp.) x Jangka waktu

10.000,- Hari

Misalnya: nasabah memiliki 1 keping Logam Mulia seberat 25 gram dengan kadar 99,99% asumsi harta per gram emas 99,99%= Rp. 300.000,- maka cara menghitungnya adalah sebagai berikut: a) Taksiran = 25 gr. x Rp. 300.000,- = Rp.

7.500.000,-b) Uang Pinjaman = 90% x Rp. 7.500.000,- = Rp. 6.750.000,-c) Ijaroh /10 hari = 7.500.000,- x 80 x 10 = Rp.

Rp.10.000,- 10 • Biaya Administrasi = Rp.

25.000,-Jika nasabah menggunakan marhun bih selama 26 hari, jaroh ditetapkan dengan menghitung per 10 hari x 3 maka besar jaroh adalah Rp. 180.000,- (Rp. 60.000,- x 3) jaroh di bayar pada saat

(16)

c. Tahap Realisasi Perjanjian

Pada tahap realisasi akad yang telah di sepakati bersama dan telah di tandatangani oleh kedua belah pihak, maka tahap selanjutnya adalah realisasi penyerahan pinjaman kepada rahin.

d. Tahap Akhir Gadai

Pada tahap akhir gadai, yang di kerjakan adalah sebelum berakhirnya gadai, pihak murtahin (Pegadaian Syariah ) memberikan informasi kepada rahin bahwa pinjaman akan berakhir. Setelah di sampaikan maka rahin akan membayar sejumlah uang yang di pinjam dan biaya-biaya penyimpanan selama gadai. Dalam hal ini proses pelunasan bisa dilakukan kapan saja sebelum jangka waktunya, baik dengan cara sekaligus ataupun di angsur. Namun apabila pihak rahin tidak mampu membayar sebesar uang pinjamannya di tambah biaya sewa tersebut, maka barang di lelang oleh Pegadaian Syariah untuk membayar, sedangkan bila ada sisanya uang akan di kembalikan kepada rahin, tapi bila uangnya kurang untuk menutupi pinjaman dan biayanya maka pihak rahin di minta untuk membayar kekurangannya. Tapi pada kenyataan bahwa rahin sering tidak membayar kekurangan dari uang pinjamannya.

e. Realisasi Pelelangan Barang Gadai

Pelelangan barang gadai di sebabkan karena pihak rahin tidak mampu membayar seluruh hutangnya beserta biaya-biaya yang harus di tanggungnya. Karena itu pihak murtahin diperbolehkan untuk menjual atau melelang barang yang telah di gadaikan kepada murtahin. Adapun meknisme penjualannya adalah sebagai berikut:

(1) Pihak rahin mewakilkan kepada murtahin untuk menjualkan barang yang digadaikan;

(2) Pihak murtahin akan menginformasikan secara umum melalui pengumuman bahwa akan diadakan lelang pada tanggal tertentu setelah pihak pegadaian memberitahukan kepada

rahin paling lambat 5 (lima) hari sebelum tanggal penjualan. Pemberitahuan tersebut biasanya melalui surat kepada rahin. (3) Pihak murtahin melaksanakan lelang yang sesuai dengan

prosedur.

(17)

(1). Ditetapkan harga emas oleh pegadaian pada saat pelelangan dengan margin 2% untuk pembeli.

(2). Harga penawaran yang dilakukan oleh banyak orang tidak diperbolehkan karena dapat menyebabkan kerugian bagi rahin. Karena itu, pihak pegadaian melakukan pelelangan terbatas, yaitu hanya memilih beberapa pembeli.

(3). Hasil pelelangan akan digunakan untuk biaya penjualan 1% dari harga jual, biaya perwatan dan penyimpanan barang dan sisanya dikembalikan kepada rahin.

(4). Sisa kelebihan yang tidak diambil selama setahun, akan diserahkan oleh pihak pegadaian kepada baitul maal.

1.1.. Produk Arrum

Produk Arrum yaitu skim pinjaman berprinsip syariah bagi para pengusaha mikro dan kecil untuk keperluan pengembangan usaha dengan sistem pengembalian secara angsuran dan menggunakan jaminan BPKB motor atau mobil (Sumber lilet Pegadaian Syariah ). Produk ini ada di pegadaian syariah yang mekanismenya sama dengan gadai biasa.

Secara umum mekanisme operasional Pegadaian Syariah dapat digambarkan sebagai berikut : Melalui akad Rahn, nasabah menyerahkan barang bergerak dan kemudian Pegadaian menyimpan dan merawatnya di tempat yang telah disediakan oleh Pegadaian. Akibat yang timbul dari proses penyimpanan adalah timbulnya biaya-biaya yang meliputi nilai investasi tempat penyimpanan, biaya perawatan, dan keseluruhan proses kegiatannya. Atas dasar ini dibenarkan bagi Pegadaian mengenakan biaya sewa kepada nasabah sesuai jumlah yang disepakati oleh kedua belah pihak.Tarif Ijarah yang dikenakan kepada rahin adalah:

• Tarif jarah dihitung dari nilai taksiran barang jaminan/ marhun.

• Jangka waktu pinjaman ditetapkan 120 hari.

• Tarif jasa simpan dengan kelipatan 10 hari, satu hari dihitung 10 hari.

Berdasarkan lilet produk gadai syariah ini mempunyai beberapa keuntungan antara lain:

(18)

Sehingga motor masih dapat di pakai oleh rahin dan dapat menghasilkan keuntungan.

a) Prosedur pengajuan dan syarat-syarat untuk mendapatkan pinjaman uang sangat mudah dan cepat

b) Barang di taksir secara valid dan cermat sehingga nilai taksiran bisa optimal

c) Jangka waktu pinjaman leksibel tidak di batasi, serta bebas menentukan pilihan pembayaran

d) Barang gadai di jamin aman dan di asuransikan

e) Sumber dana dan akad sesuai dengan syariah dan operasionalnya di bawah pengawasan Dewan Pengawas Syariah.

Prosedur untuk mendapatkan pinjaman dari Pegadaian Syariah sama dengan produk gadai syariah.

2. Analisis Yuridis Dan Normatif Praktik Gadai Di PERUM Pegadaian Syariah

2.1.Analisis Hukum Positip Terhadap Praktik Gadai di PERUM Pegadaian Syariah

Analisis ini didasarkan pada hukum perdata yang ada di Indonesia dan merujuk pada KUH Perdata dengan meninggalkan beberap prinsip yang tidak sesuai dengan hukum Islam misalnya tentang riba, ataupun hal-hal lain yang tidak sesuai dengan hukum Islam.

Pada asasnya bahwa hutang itu harus di bayar. Setiap orang yang mempunyai hutang ia mempunyai kewajiban untuk membayar sebesar hutang uang yang dipinjam. Tetapi bila sesorang bisa meminjam uang dengan pembayarannya di tangguhkan maka ia harus memberikan jaminan atas kemampuannya untuk membayar. Karena itu gadai pada prinsip adalah memberikan jaminan bahwa seseorang bisa membayar hutangnya.

(19)

lainnya, dengan kekecualian biaya untuk melelang barang tersebut dan biaya yang telah dikeluarkan untuk menyelamatkannya, setelah barang itu di gadaikan, biaya-biaya mana harus didahulukan (J. Satrio,1996:97).

Dalam perjanjian tersebut telah di uraikan tentang para pihak atau disebut subyek perjanjian. Subyek perjanjian diatas ada dua yaitu rahin dan murtahin dan ini telah di atur dalam Pasal 1150 KUH Perdata.

Di dalam perjanjian yang di perjanjikan adalah barang yang di gadaikan bahwa barang yang digadaikan yaitu berupak cicin. Barang tersebut adalah termasuk benda bergerak sebagaimana di atur dalam Pasal 1150 jo 1152 KUH Perdata. Karena itu barang gadai bisa benda bergerak dan bisa juga surat berharga.

Tentang penyerahan barang gadai diletakkan dengan membawa benda gadai di bawah kekuasaan kreditur atau di bawah kekuasaan pihak ketiga sebagaimana pasal 1152. Penyerahan barang gadai di Pegadaian Syariah telah memenuhi pasal tersebut yang faktanya si rahin menyerahkan marhun bih kepada murtahin.

Perjanjian gadai menurut ilmu hukum, termasuk perjanjian riil dan sifatnya konsensuil. Dikatakan riil karena benda yang djadikan jaminan benar-benar diserahkan kepada murtahin dan dikatakan konsensui, bahwa perjanjian ini lahir karena ada kata sepakat dari para pihak.

a. Perumusan Gadai

Perumusan tentang gadai sebagaimana dalam Pasal 1150 KUH Perdata telah menjadikan suatu ikatan hukum yang di akibatkan dari perjanjian gadai bahwa seseorang yang mendapatkan utang dengan menjaminkan barang berupa barang bergerak dan akan di bayar di kemudian hari. Kata "gadai" disini memiliki dua arti yaitu sebagai benda gadai dan juga hak gadai.

b. Para Pihak dalam Gadai

Para pihak yang terlibat dalam perjanjian gadai adalah raahin (pemberi gadai) dan murtahin (penerima jaminan). c. Barang yang di Gadaikan

(20)

2.2. Analisis Hukum Islam Terhadap Praktik Gadai Di PERUM Pegadaian Syariah

PERUM Pegadaian Syariah telah mengeluarkan beberapa produk jasa antara lain: gadai syariah, jual beli emas logam mulia (produk mulia) dan arrum. Dari tiga produk tersebut ada praktik produk pegadaian syariah yang hampir sama yaitu arrum dengan gadai syariah. Jasa-jasa tersebut telah didipraktikkan sebagaimana perjanjian yang didiskripsikan di atas yang berlandaskan prinsip-prinsip syariah. Secara umum perjanjian yang di gunakan dalam operasional jasa-jasa tersebut adalah akad rahn, akadjarah dan akad jual beli murabahah.

a. Gadai Syariah

Gadai syariah atau rahn telah di perbolehkan oleh al-Qur'an dan as-Sunnah untuk bermuamalah berdasarkan gadai. Dasarnya adalah:

Dan jika kamu dalam perjalanan (safar) dan kamu tidak dapati penulis, maka hendaklah ada jaminan (borg sebagai barang gadaian) yang kamu pegangi. Maka jika sebagian kamu mempercayai sebagian yang lain, maka hendaklah orang yang dipercayai itu menunaikan amanahnya (hutangnya) dan hendaklah ia takut kepada allah Tuhannya (Qs. Al-Baqarah, 283)

Sedangkan akad yang telah terjadi di Pegadaian Syariah telah di atur mulai dari nama akad, subyek dan obyek akad, para pihak dalam akad bahkan sampai pada penyelesaian akad. Hal ini bila merujuk pada norma-norma yang ada dalam iqih muamalah menurut Khalid Samhudi, bahwa akad rahn harus mempunyai empat rukun antara lain (internet september 11,2007) :

(a) Al Rahn atau Al Marhuun (barang yang digadaikan)

(b) Al Marhun bih (hutang)

(c) Shighat

(d) Dua pihak yang bertransaksi yaitu Raahin (orang yang menggadaikan) dan Murtahin (pemberi hutang).

Sedangkan dalam referensi lain menyebutkan bahwa rukun rahn itu terdiri dari (Mahsin Hj. Mansor,1992:68):

(a) Al-rahin adalah orang yang menggadaikan barang untuk mendapatkan pinjaman uang;

J I H G F E D C B

K

N M L

(21)

(b) Al-murtahin adalah orang penerima gadai karena ia memberikan pinjaman uang;

(c) Al-marhun adalah barang yang djadikan jaminan hutang; (d) Sighat adalah jab dan qabul.

Para pihak yang bertransaksi bisa juga tidak hanya dua pihak tetapi bisa tiga pihak yaitu : pihak raahin, pihak murtahin dan pihak ketiga yang menjamin atas hutang-hutang raahin. Hal ini bisa terjadi pada saat barang yang di gadaikan itu milik orang lain, atau barang itu telah di jual kepada pihak ke-tiga.

Pihak ke-tiga tersebut di sebut juga pemberi gadai atau raahin hanya saja tanggung jawabnya hanya terbatas sebesar benda gadai yang ia berikan, sedangkan lebih dari itu tetap menjadi tanggungan debitur raahin sendiri. Pihak ketiga pemberi gadai tidak mempunyai hutang tetapi secara yuridis ia mempunyai tanggungjawab dengan benda gadaiannya.

Bila menganalisis perjanjian yang di buat oleh para pihak, keempat rukun yang di butuhkan oleh perjanjian rahn telah terpenuhi. Bahkan yang di perjanjikan tidak hanya itu saja, ada hal-hal lain yang di perjanjikan berkaitan dengan al-rahin antara lain :

a. Harus membayar uang pemeliharaan dan keamanan; b. Membayar biaya administrasi;

c. Membayar asuransi;

d. Membayar denda bila telat dalam pelunasan hutang;

e. Menjual barang yang di gadaikan bila tidak mampu melunasi hutangnya.

Sedangkan penerima gadai juga ada perjanjian yang kedua belah sepakati antara lain:

(a) Wajib memelihara barang dan mengamankan dari segala kerusakan;

(b) Akan mengganti barang apabila karena kelalaian petugas gadai untuk mengamankan dan memelihara barang gadai;

(c) Menyerahkan barang gadai bila rahin telah melunasi pinjamannya.

(22)

Sedangkan syarat rahn dalam iqih muamalah menurut Khalid Samhudi adalah sebagai berikut (internet september 11,2007) :

(1) Syarat yang berhubungan dengan transaktor (orang yang bertransaksi) yaitu Orang yang menggadaikan barangnya adalah orang yang memiliki kompetensi beraktivitas, yaitu baligh, berakal dan rusyd (kemampuan mengatur).

(2) Syarat yang berhubungan dengan Marhun bih (barang gadai) ada dua:

(a) Barang gadai itu berupa barang berharga yang dapat menutupi hutangnya baik barang atau nilainya ketika tidak mampu melunasinya.

(b) Barang gadai tersebut adalah milik orang yang manggadaikannya atau yang diizinkan baginya untuk menjadikannya sebagai jaminan gadai.

(c) Barang gadai tersebut harus diketahui ukuran, jenis dan sifatnya, karena Al rahn adalah transaksi atau harta sehingga disyaratkan hal ini.

(3) Syarat berhubungan dengan Al Marhun bihi (hutang) adalah hutang yang wajib atau yang akhirnya menjadi wajib.

Landasan dalam operasionalisasi gadai syariah adalah Fatwa Dewan Syariah Nasional Nomor 25/DSN-MUI/III/2002 tanggal 26 Juni 2002 yang menyatakan bahwa pinjaman dengan menggadaikan barang sebagai jaminan utang dalam bentuk rahn diperbolehkan dengan ketentuan sebagai berikut :

a. Ketentuan Umum:

1. Murtahin (penerima barang) mempunya hak untuk menahan Marhun (barang) sampai semua utang rahin (yang menyerahkan barang) dilunasi.

2. Marhun dan manfaatnya tetap menjadi milik Rahin. Pada prinsipnya marhun tidak boleh dimanfaatkan oleh murtahin

kecuali seizin Rahin, dengan tidak mengurangi nilai marhun dan pemanfaatannya itu sekedar pengganti biaya pemeliharaan perawatannya.

3. Pemeliharaan dan penyimpanan marhun pada dasarnya menjadi kewajiban rahin, namun dapat dilakukan juga oleh murtahin, sedangkan biaya dan pemeliharaan penyimpanan tetap menjadi kewajiban rahin.

4. Besar biaya administrasi dan penyimpanan marhun tidak boleh ditentukan berdasarkan jumlah pinjaman.

(23)

(a) Apabila jatuh tempo, murtahin harus memperingatkan rahin untuk segera melunasi utangnya.

(b) Apabila rahin tetap tidak melunasi utangnya, maka marhun djual paksa/dieksekusi.

(c) Hasil Penjualan Marhun digunakan untuk melunasi hutang, biaya pemeliharaan dan penyimpanan yang belum dibayar serta biaya penjualan.

(d) Kelebihan hasil penjualan menjadi milik rahin dan kekurangannya menjadi kewajiban rahin.

b. Ketentuan Penutup

(a) Jika salah satu pihak tidak dapat menunaikan kewajibannya atau jika terjadi perselisihan diantara kedua belah pihak, maka penyelesaiannya dilakukan melalui Badan Arbitrase Syariah setelah tidak tercapai kesepakatan melalui musyawarah. (b) Fatwa ini berlaku sejak tanggal ditetapkan dengan ketentuan

jika di kemudian hari terdapat kekeliruan akan diubah dan disempurnakan sebagai mana mestinya.

Perjanjian yang di bahas selain syarat dan rukun ada juga tentang pembiayaan terhadap pemeliharaan dan perawatan barang gadai. Menurut Khalid Samhudi Ada beberapa ketentuan dalam gadai setelah terjadinya serah terima yang berhubungan dengan pembiayaan (pemeliharaan), pertumbuhan barang gadai dan pemanfaatan serta jaminan pertanggung jawaban bila rusak atau hilang, diantaranya: (a) Pemegang barang gadai

Pemegang barang gadai adalah murtahin selama perjanjian belum berakhir.

sebagaimana irman Allah:

ﭛﭚ ﭙ ﭘ ﭗ ﭖ ﭕ ﭔ ﭓ ﭒ

Jika kamu dalam perjalanan (dan bermu’amalah tidak secara tunai) sedang kamu tidak memperoleh seorang penulis, maka hendaklah ada barang tanggungan yang dipegang (oleh yang berpiutang).(QS. 2:283) dan sabda beliau:

اَذِإ ُبَر ْشُي ِّرَدلا ُنَبَلَو اًنوُهْرَم َناَك اَذِإ ُبَكْرُي ُرْهَظلا

ُهُتَقَفَن ُبَر ْشَيَو ُبَكْرَي يِذَلا ىَلَعَو اًنوُهْرَم َناَك

Hewan yang dikendarai dinaiki apabila digadaikan dan susu (dari hewan) diminum apabila hewannya digadaikan. Wajib bagi yang mengendarainya

dan yang minum memberi nakahnya. (Hadits Shohih riwayat Al

(24)

(b) Pembiayaan pemeliharaan dan pemanfaatan barang gadai

Pada asalnya barang, biaya pemeliharaan dan manfaat barang yang digadaikan adalah milik orang yang menggadaikan (Raahin) dan Murtahin tidak boleh mengambil manfaat barang gadaian tersebut kecuali bila barang tersebut berupa kendaraan atau hewan yang diambil air susunya, maka boleh menggunakan dan mengambil air susunya apabila ia memberikan nakah (dalam pemeliharaan barang tersebut). Pemanfaatannya tentunya sesuai dengan besarnya nakah yang dikeluarkan dan memperhatikan keadilan. Hal ini di dasarkan sabda Rasululloh SAW :

اَذِإ ُبَر ْشُي ِّرَدلا ُنَبَلَو اًنوُهْرَم َناَك اَذِإ ُبَكْرُي ُرْهَظلا

ُهُتَقَفَن ُبَر ْشَيَو ُبَكْرَي يِذَلا ىَلَعَو اًنوُهْرَم َناَك

Hewan yang dikendarai dinaiki apabila digadaikan dan susu (dari hewan) diminum apabila hewannya digadaikan. Wajib bagi yang mengendarainya

dan yang minum memberi nakahnya. (Hadits Shohih riwayat Al

Tirmidzi).

Penulis kitab Al Fiqh Al Muyassar menyatakan: Manfaat dan pertumbuhan barang gadai adalah hak pihak penggadai, karena itu adalah miliknya. Tidak boleh orang lain mengambilnya tanpa seizinnya. Bila ia mengizinkan murtahin (pemberi hutang) untuk mengambil manfaat barang gadainya tanpa imbalan dan hutang gadainya dihasilkan dari peminjaman maka tidak boleh, karena itu adalah peminjaman hutang yang menghasilkan manfaat. Adapun bila barang gadainya berupa kendaraan atau hewan yang memiliki susu perah, mak diperbolehkan murtahin mengendarainya dan memeras susunya sesuai besarnya nakah tanpa izin dari penggadai karena sabda Rasululloh:

(25)

mayotitas ulama iqih dari hanaiyah, Malikiyah dan Syai’iyah mereka memandang tidak boleh murtahin mengambil manfaat barang gadai dan pemanfaatan hanyalah hak penggadai dengan dalil sabda Rasululloh :ُهُمَرَغ ِهْيَلَعَو ُهُمْنُغ ُهَل Ia yang berhak memanfaatkannya dan wajib baginya biaya pemeliharaannya. (HR Al daraquthni dan Al Hakim)

Khalid Samhudi menambahkan suatu keterangan yang diambil dari Ibnul Qayyim. Beliau memberikan komentar atas hadits pemanfaatan kendaraan gadai dengan pernyataan: Hadits ini menunjukkan kaedah dan ushul syari’at yang menunjukkan bahwa hewan gadai dihormati karena hak Allah dan pemiliknya memiliki hak kepemilikan dan murtahin (yang memberikan hutang) memiliki padanya hak jaminan. Bila barang gadai tersebut ditangannya lalu tidak dinaiki dan tidak diperas susunya tentulah akan hilang kemanfaatannya secara sia-sia. Sehingga tuntutan keadilan, analogi (Qiyas) dan kemaslahatan penggadai, pemegang barang gadai (murtahin) dan hewan tersebut adalah Murtahin mengambil manfaat mengendarai dan memeras susunya dan menggantikannya dengan menakahi (hewan tersebut). Bila murtahin menyempurnakan pemanfaatannya dan menggantinya dengan nakah maka dalam hal ini ada kompromi dua kemaslahatan dan dua hak.

(1).Perpindahan kepemilikan dan Pelunasan hutang dengan barang gadai

(26)

sisanya maka ia milik pemilik barang gadai tersebut (orang yang menggadaikan barang tersebut) dan bila harga barang tersebut belum dapat melunasi hutangnya, maka orang yang menggadaikannya tersebut masih menanggung sisa hutangnya.

Demikianlah barang gadai adalah milik orang yang menggadaikannya, namun bila telah jatuh tempo, maka penggadai meminta kepada murtahin (pemilik piutang) untuk emnyelesaikan permasalah hutangnya, karena itu adalah hutang yang sudah jatuh tempo maka harus dilunasi seperti hutang tanpa gadai. Bila ia dapat melunasi seluruhnya tanpa (menjual atau memindahkan kepemilikian) barang gadainya maka murtahin melepas barang tersebut. Bila ia tidak mampu melunasi seluruhnya atau sebagiannya maka wajib bagi orang yang menggadaikan (Raahin) untuk menjual sendiri barang gadainya atau melalui wakilnya dengan izin dari murtahin dan didahulukan murtahin daalam pembayarannya atas pemilik piutang lainnya. Apabila penggadai tersebut enggan melunasi hutangnya dan menjual barang gadainya, maka pemerintah boleh menghukumnya dengan penjara agar ia menjual barang gadainya tersebut. Apabila tidak juga menjualnya maka pemerintah menjual barang gadai tersebut dan melunasi hutang tersebut dari nilai hasil jualnya. Inilah pendapat madzhab Syai’iyah dan Hambaliyah. Malikiyah memadang pemerintah boleh menjual barang gadainya tanpa memenjarakannya dan melunasi hutang tersebut dengan hasil penjualannya. Sedangkan Hanaiyah memandang murtahin boleh menagih pelunasan hutang kepada penggadai dan meminta pemerintah untuk memenjarakannya bila nampak ia tidak mau melunasinya. Tidak boleh pemerintah (pengadilan) menjual barang gadainya, namun memenjarakannya saja sampai ia menjualnya dalam rangka menolak kedzoliman.

(27)

seperti yang banyak berlaku direalitas yang ada. Dimana pemilik piutang menyita barang gadainya walaupun nilainya lebih besar dari hutangnya bahkan mungkin berlipat-lipat. Ini jelas perbuatan kejahiliyah dan kedzoliman yang harus dihilangkan.

Akad yang telah di lakukan oleh para pihak juga memuat kapan berakhirnya suatu perjanjian. Menurut ketentuan syariat bahwa apabila hal-hal yang diperjanjikan itu telah terpenuhi yaitu hutang telah di bayar oleh rahin, maka perjanjian itu telah berakhir. Namun bia rahin belum mampu membayar hutangnya, ia di perbolehkan membayar biaya pemeliharaan dan penyimpanan barang kemudian diadakan pembaharuan dalam perjanjian gadai syariah. Jadi perjanjian yang baru di buat juga teramasuk perjanjian yang benar-benar baru menurut berlakunya perjanjian.

Tentang ketidakmampuan rahin dalam membayar hutang, dalam syariat Islam di perbolehkan untuk menjual barang gadai yang ada di kekuasaan murtahin. Hal ini Sayyid Sabiq (1987:145)

berpendapat bahwa klausula murtahin berhak menjual barang gadai pada waktu jatuh tempo perjanjian gadai, itu diperbolehkan. Karena barang yang digadaikan hak penguasa telah berpindah ke murtahin dalam hal menjual.

Atas dasar keterangan tersebut berakhirnya perjanjian rahn

karena hal-hal berikut ini (Abdul Ghafur Anshori, 2006:98) : (a) Barang telah diserahkan kembali kepada pemiliknya; (b) Rahin membayar hutangnya;

(c) Djual dengan perintah hakim atas perintah rahin;

(d) Pembebasan hutang dengan cara apapun, meskipun tidak ada persetujuan dari pihak rahin.

2) Produk Mulia

Program "mulia" merupakan produk pegadaian syariah yang diperuntukkan bagi masyarakat untuk berinvestasi jangka panjang. Produk mulia adalah fasilitas yang di berikan oleh Pegadaian Syariah kepada masyarakat untuk memiliki emas logam mulia dengan cara membeli di Pegadaian Syariah, sedangkan masyarakat membayar dengan cara mengangsur.

Produk mulia ini menggunakan perjanjian jual beli bil murabahah

(28)

logam mulia dengan membayar uang muka sebagai tanda jadi dari total jumlah harga logam mulia yang di jual oleh pegadaian syariah.

Penentuan harga di dasarkan pada harga standar internasional ditambah margin keuntungan. Setelah di jumlah dari harga pokok dan margin, nasabah membayar uang muka. Adapun sisa dari uang yang harus di bayar, nasabah meminjam uang kepada Pegadaian Syariah dan emas logam mulia menjadi jaminannya. Apabila telah selesai membayar secara keseluruhan emas akan diberikan pihak nasabah.

Perjanjian dengan cara ini termasuk jual beli yang diperbolehkan oleh Islam. Islam menyuruh untuk memperoleh harta dengan jual beli berdasarkan al-Qur'an :

ﭯ ﭮ ﭭ ﭬ ﭫ ﭪ ﭩ

ﭸﭷ ﭶ ﭵ ﭴ ﭳ ﭲ ﭱ ﭰ

“Hai orang yang beriman! Janganlah kalian saling memakan (mengambil) harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan sukarela di antaramu…”.

Ayat tersebut walaupun tidak menyebutkan jual beli yang ada di Pegadaian Syariah, namun pada prinsipnya jual beli di dalam hal apa saja boleh kecuali dengan cara yang haram. Sedangkan pegadaian syariah adalah suatu lembaga yang dapat melayani jual beli logam mulia dengan cara jual beli.

Adapun hadits yang memperbolehkan untuk jual beli adalah: Hadis Nabi riwayat al-Baihaqi dan Ibnu Majah dan shahihkan oleh Ibnu Hibban:

ِها ُلْو ُسَر َنَأ ُهْنَع ُها َي ِضَر ّيِرْد ُخْلا دْيِع َس ْيِبَأ ْنَع

ضاَرَت ْنَع ُعْيَبْلا اَمَنِإ :َلاَق َمَل َسَو ِهِلآَو ِهْيَلَع ُها ىَل َص

Dari Abu Sa’id Al-Khudri bahwa Rasulullah SAW bersabda, "Sesungguhnya jual beli itu hanya boleh dilakukan dengan kerelaan kedua belah pihak.

(29)

di dalam transaksi dapat jual beli.

Jadi jual-beli murabahah adalah transaksi jual-beli dimana Pegadaian Syariah menyebut jumlah pokok ditambah keuntungannya. Kedudukan hukum Pegadaian Syariah bertindak sebagai penjual, sementara nasabah sebagai pembeli. Harga jual adalah harga beli Pegadaian Syariah dari pemasok ditambah keuntungan (margin).

Dalam transaksi tersebut para pihak di beri kebebasan untuk menyepakati apakah pembeli dapat menerima barang yang di berikan atau menolak.

E. KESIMPULAN

(30)

budaya Islam di zaman Arab.

Setelah di lakukan penelitian terhadap praktik kegiatan pegadaian syariah di Pegadaian Syariah Kudus, ada beberapa saran yang perlu penulis sampaikan kepada publik bahwa :

1. Keberadaan Pegadaian Syariah Kudus merupakan lembaga yang baru dan membutuhkan kreatiitas umat Islam dalam mengembangkan produk-produk tentang kegiatan syariah yang dilakukan, karena itu hendaklah semua komponen umat Islam mendukung dengan bertransaksi di Pegadaian Syariah Kudus. 2. Hendaknya Pegadaian Syariah mempunyai payung hukum

(31)

Abduk Kadir Muhammad, 1998, Hukum Perusahaan Indonesia, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung.

Abdul Ghofur Anshori, 2006, Gadai Syariah di Indonesia Konsep, Implementasi dan institusionalisasi, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

Abdul mannan,1995, Islamic economic, Theory and Practice, terjemahan oleh M. Nastangin, Teori dan Praktik Ekonomi Islam,Penerbit PT. Dana Bhakti Wakaf, Yogyakarta.

Al-Amaanah al ‘Aamah Lihai’at Kibar Al Ulama, 1422H, Abhaats Hai’at Kibaar Al Ulama Bil Mamlakah Al Arabiyah Al Su’udiyah, Cetakan I.

Abu Abdillah al-Maghribi, Mawâhib al-Jalîl, V/2, Dar al-Fikr, Beirut, cet.II. 1398.

Abu Bakr Jabr Al Jazairi, 2005, Ensiklopedia Muslim, Minhajul Muslim, Penerbit Buku Islam Kafah, Edisi Revisi.

Adiwarman A. Karim,2006, Bank Islam Analisis Fiqih dan Keuangan, PT. Raja Graindo, Jakarta.

Ahmad Azhar Basyir, 1983, Hukum Islam tentang Riba, Utang-Piutang Gadai, al-Ma'arif, Bandung.

Al Jawi, Shiddiq. Kerjasama Bisnis (Syirkah) dalam Islam. Majalah Al Waie 57

Al Majmu’ Syarhul Muhadzab, imam Nawawi dengan penyempurnaan Muhamma Najieb Al Muthi’I, cetakan tahun 1419H, Dar Ihyaa Al TUrats Al ‘Arabi, Beirut.

Ali Anwar Yusuf,2002, Wawasan Islam, Setia Pustaka,Bandung. An Nabhani, Taqiyuddin. 1996. Membangun Sistem Ekonomi

Alternatif. Surabaya: Risalah Gusti.

(32)

Pegadaian Syariah, htp://ulgs.tripod.com.

Atabik Ali dan A. Zuhdi Muhdhor,1998, Kamus Kontemporer Arab Indonesia, Penerbit Multi Karya Graika, Yogyakarta.

Choiruman Pasaribu Dan Sukarwardi K Lubis, 2004, Hukum Perjanjian Dalam Islam, Sinar Graika, Jakarta.

Dewan Syari’ah Nasional, Fatwa Tentang Hawaluh, No. 12 / DSN – MUI / IV / 2000, Majelis Ulama Indonesia

Heri Sudarsono,2008, Bank dan Lembaga Keuangan Syariah, Penerbit Ekonosia,Yogyakarta.

HR. Ibnu Majah No.2421, kitab al-Ahkam;Ibnu Hibban dan Baihaqi. htp://alislamu.com/index

Ibn Mulih al-Hanbali, al-Mubdi', IV/213, al-Maktab al-Islami, Beirut. 1400 ;

Ibnu Rusy, Bidayah al-Mujtahid wa nihayah al-Muqtashid, Daarul Fikr.

J.Satrio, 1992, Hukum Perjanjian, PT.Citra Aditya Bhakti, Jakarta. Muhammad Syai’i Antonia, 2001, Bank Syari’ah Dari Teori Ke Praktek,

Gema Insani Jakarta.

Muhammad, Konstruksi Mudharabah dalam Bisnis Syariah (Mudharabah dalam Wacana Fiqih dan Praktik Ekonomi Modern), Penerbit BPFE UGM, Yogyakarta.

Nindyo Pramono, 2001, Hutang Menurut Pandangan Majelis Hakim Niaga, Makalah UGM, tidak dipublikasikan.

Sulaiman Rasjid, 1994, Fiqih Islam, Sinar Baru Al Gesindo, Bandung, Zainuddin Ali, 2008, Hukum Gadai Syariah, Sinar Graika, Jakarta. Zainul Ariin, 2003,Dasar-Dasar Manajemen Bank Syari’ah, Penerbit

(33)

AUTOMATED TELLER MACHINE

BERDASARKAN

TECHNOLOGY ACCEPTANCE MODEL

(Studi Terhadap Nasabah Bank Syari’ah Mandiri Kudus)

Oleh: Anita Rahmawaty

Dosen Program Studi Ekonomi Islam STAIN Kudus Jl. Conge Ngembalrejo, PO. BOX 51 Kudus

Email: ita_rahma@yahoo.co.id

Abstract

This study aims to test empirically the efect of trust on the use of Automated Teller Machine (ATM) using the approach of Technology Acceptance Model (TAM). The survey was conducted with the customers of Bank Syariah Mandiri (BSM) Kudus. The primary data collected through the questionnaire distributed to customers using accidental sampling technique. Based on multiple linear regression using data of 170 customers from Bank Syariah Mandiri (BSM) Kudus, this study results indicated that: (1) perceived usefulness (PU), perceived ease of use (PEOU) and trust inluence the atitude of customers in using ATMs; (2) trust and atitudes afect the behavior of customers in using ATMs. This is evidenced by the regression test the hypothesis that the PU, PEOU and trust signiicantly inluence the atitude of customers in using ATMs. Partial, trust is the dominant variable inluencing customer atitudes in using the ATM. In addition, this study also showed that trust directly afects the behavior of ATM usage.

Keywords: trust, technology acceptance model, ATM, Bank

Syari’ah Mandiri

A. PENDAHULUAN

(34)

dengan sangat cepat, tepat waktu, relevan dan akurat. Penerapan TI bagi perusahaan mempunyai peranan penting dan dapat menjadi pusat strategi bisnis untuk memperoleh keunggulan bersaing sehingga saat ini TI sudah menjadi kebutuhan dasar bagi setiap perusahaan, terutama dalam menjalankan segala aspek aktiitas organisasi (Nasution, 2004: 1). Teknologi informasi ini juga merupakan perangkat penting untuk memperkuat daya saing perbankan.

Perkembangan dan kemajuan teknologi informasi dan telekomunikasi yang semakin pesat ini turut berpengaruh pada industri keuangan perbankan. Sistem ATM bank secara drastis mampu merubah lokasi dan dimensi waktu yang diperlukan untuk memperoleh uang tunai dengan pengambilan uang yang dapat dilakukan dimanapun dan kapanpun. Sistem mobile banking mampu memfasilitasi nasabah untuk melakukan transaksi melalui teknologi dengan sarana telepon seluler. Sementara itu, sistem internet banking

mampu memberi kemudahan dan kecepatan bertransaksi melalui jaringan internet.

Pengembangan produk-produk berbasis teknologi informasi ini diikuti pula oleh perbankan syari’ah untuk mengembangkan pelayanan. Pengembangan pelayanan yang dilakukan perbankan syari’ah berbasis teknologi dalam bentuk ATM, internet banking, dan

mobile banking merupakan sebuah keniscayaan bagi bank syari’ah untuk merebut pangsa pasar.

ATM merupakan sebuah perangkat komputerisasi yang digunakan oleh suatu lembaga keuangan (bank) dalam upaya menyediakan layanan transaksi keuangan (pengambilan uang) di tempat umum tanpa membutuhkan adanya pegawai bank (teller). Pada mulanya penyediaan ATM adalah untuk memudahkan layanan pengambilan uang dari tabungan nasabah. Namun, seiring dengan perkembangan teknologi dan kebutuhan akan peningkatan layanan kepada para nasabah, penggunaan ATM telah meluas tidak hanya sebatas pengambilan uang saja. Saat ini sudah memungkinkan bagi para nasabah untuk melakukan transfer (pemindahbukuan) uang, pembayaran, pengecekan saldo, dan transaksi keuangan lainnya dengan cukup menggunakan ATM (www.informatika.org.).

(35)

yang bersifat rahasia menjadi perhatian yang sangat penting bagi para pengguna. Berbagai bentuk kejahatan terhadap sistem keamanan ATM tidaklah sedikit. Kejahatan yang terjadi mulai dari tindakan yang cukup sederhana, seperti pencopetan, penodongan, ataupun perampokan, sampai pada penggunaan teknologi yang cukup canggih, yaitu penggunaan teknologi untuk mengetahui nomor rekening, PIN nasabah, ataupun melakukan duplikasi data keamanan nasabah (www.informatika.org.).

Beberapa bentuk kejahatan tersebut di atas mengindikasikan bahwa aspek kepercayaan (trust) merupakan salah satu faktor penting yang mempengaruhi perilaku penggunaan teknologi ATM. Ketidakpercayaan nasabah terhadap teknologi ATM akan menyebabkan para pengguna menjadi enggan untuk menggunakan teknologi tersebut. Oleh karena itu, perlu kiranya untuk menginvestigasi faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku penggunaan teknologi ATM.

Penelitian-penelitian sebelumnya menekankan signiikansi kepercayaan dalam penerimaan teknologi informasi. Namun, penelitian kepercayaan pengguna pada penelitian sebelumnya menggunakan model yang berbeda dan menguji pada objek penelitian yang berbeda, seperti Eriksson, Kerem dan Nilsson (2005: 1) memasukkan variabel trust sebagai anteseden dari perceived usefulness dan perceived ease of use pada nasabah internet banking; Tang dan Chi melakukan pengujian pada konsumen online shopping, Wu dan Liu (2007: 129) mengintegrasikan variabel trust dengan model TRA pada pengguna online games, dan Heidjen, Verhagen dan Creemers (2003: 3) mengintegrasikan variabel trust dan risiko dengan model TAM pada konsumen e-commerse website.

Untuk itu, penelitian ini menguji suatu model perilaku penggunaan teknologi ATM pada nasabah bank syari’ah dengan mengintegrasikan faktor kepercayaan (trust) dengan Technology Acceptance Model (TAM). Alasan utama penggunaan dan pengembangan model TAM adalah karena kesederhanaan (parsimony) dan kemampuan menjelaskan (explanatory power) hubungan sebab akibat model ini. Di samping itu, mayoritas penelitian sebelumnya juga menggunakan model TAM sebagai model dasar.

(36)

pada umumnya ditentukan oleh proses kognitif dan bertujuan untuk memaksimalkan kegunaan teknologi itu sendiri. Davis menganggap bahwa dua keyakinan individual, yaitu persepsi manfaat dan persepsi kemudahan penggunaan adalah variabel utama perilaku dalam mengadopsi teknologi informasi. Dengan demikian, model TAM dibatasi oleh perspektif kegunaan teknologi (technology-centered utilitarian) dan konsekuensinya model tersebut tidak dapat menjelaskan secara menyeluruh perilaku pengguna teknologi yang tidak berhubungan dengan area kegunaan (Park, 2007: 2).

Atas dasar beberapa review research terdahulu dan agar dapat memahami fenomena penerimaan teknologi informasi dengan lebih baik, maka perlu mengembangkan research terdahulu, yang hanya terfokus pada perspektif technology-centered utilitarian. Untuk itu, penelitian ini mengintegrasikan trust dan variabel-variabel dalam technology acceptance model (perceived usefulness dan perceived ease of use) dalam melihat pengaruhnya terhadap sikap dan minat perilaku penggunaan teknologi informasi (ATM) di bank syari’ah.

Tujuan penelitian ini, antara lain adalah: (1) menguji secara empiris pengaruh perceived usefulness, perceived ease of use dan trust terhadap sikap dalam menggunakan ATM di BSM Kudus; dan (2) menguji secara empiris pengaruh trust dan sikap dalam menggunakan ATM terhadap minat perilaku penggunaan ATM di BSM Kudus.

Sedangkan signiikansi penelitian ini adalah: (1) memberikan kontribusi teoritis di bidang ilmu manajemen pemasaran, terutama terkait dengan perilaku konsumen (nasabah) di perbankan syari’ah; (2) memberikan kontribusi dalam mengembangkan model perilaku penggunaan teknologi ATM untuk dapat djadikan rujukan sebagai model perilaku penggunaan teknologi ATM di perbankan syari’ah; dan (3) memberikan kontribusi pemikiran bagi para praktisi perbankan syari’ah, terutama terkait dengan kebjakan pengembangan produk dan jasa berbasis teknologi informasi serta merencanakan strategi untuk membangun kepercayaan penggunaan teknologi informasi. B. LANDASAN TEORI

1. Perilaku Konsumen

(37)

for, purchasing, using, evaluating and dispoting of products and servives that they expect will satisfy their needs”. Sedangkan Engel, Blackwell dan Miniard (1993: 4) memberikan deinisi perilaku konsumen sebagai “those activities directly involved in obtaining, consuming, and disposing of products and services, including the decision processes that precede and follow these action”. Sementara itu, Loudon dan Della-Bita (1984: 6) mengemukakan deinisi perilaku konsumen sebagai ”decision process

and physical activity individuals engage in when evaluating, acquiring, using or disposing of goods and services”.

(38)

Gambar tersebut di atas menjelaskan bahwa proses keputusan konsumen akan dipengaruhi oleh 3 (tiga) faktor utama yaitu (1) kegiatan pemasaran yang dilakukan oleh produsen dan lembaga lainnya; (2) faktor perbedaan individu konsumen, diantaranya adalah kebutuhan dan motivasi, kepribadian, pengolahan informasi dan persepsi, proses belajar, pengetahuan dan sikap; dan (3) Faktor lingkungan konsumen, diantaranya adalah budaya, karakteristik sosial ekonomi, keluarga dan rumah tangga, kelompok acuan dan situasi konsumen (Sumarwan, 2004: 33).

2. Perilaku Konsumen Jasa

a. Pengertian dan Karakteristik Jasa

Kotler (2000: 372) mendeinsikan jasa (service) sebagai berikut: “any act or performance that one party can ofer to another that is essentially intangible and does not result in the ownership of anything. Its production

may or may not be tied to a physical product.” Sementara itu, Zeithaml dan

Bitner (2003: 3) mengemukakan deinisi jasa sebagai berikut:”Include

all economic activities whose output is not a physical product or construction, is generally consumed at the time it is produced, and provided added value in forms (such as convenience, amusement, timeliness, comfort, or health) that are essentially intangible concerns of its irst purchaser.”

Deinisi di atas menjelaskan bahwa jasa adalah setiap tindakan atau kinerja yang ditawarkan oleh satu pihak ke pihak lain yang pada dasarnya bersifat intangible (tidak berwujud isik) dan tidak

menyebabkan perpindahan kepemilikan. Meskipun demikian, produk jasa bisa berhubungan dengan produk isik maupun tidak. Dengan kata lain, ada produk jasa murni, seperti konsultasi psikologi dan konsultasi manajemen, dan ada pula jasa yang membutuhkan produk isik sebagai persyaratan utama, seperti kapal untuk jasa angkutan laut, pesawat dalam jasa penerbangan, dan bangunan isik dalam jasa pendidikan.

Berbagai riset dan literatur pemasaran jasa mengungkapkan bahwa jasa memiliki beberapa karakteristik unik yang membedakannya dari barang. Secara garis besar, menurut Zithaml dan Bitner (2003: 20), karakteristik jasa tersebut adalah intangibility, inseparability, variability dan perishability. Tjiptono (2006: 18) menambahkan satu karaktekter

(39)

b. Proses Keputusan Konsumen Jasa

Secara garis besar, proses keputusan konsumen bisa diklasiikasikan dalam 3 (tiga) tahap utama, yaitu pra pembelian, konsumsi dan evaluasi purna beli. Tahap pra pembelian, mencakup semua aktivitas konsumen yang terjadi sebelum terjadinya transaksi pembelian dan pemakaian jasa. Tahap ini meliputi 3 (tiga) proses yaitu identiikasi kebutuhan, pencarian informasi dan evaluasi alternatif. Tahap konsumsi merupakan tahap proses keputusan konsumen, dimana konsumen membeli dan menggunakan produk atau jasa. Sedangkan tahap evaluasi purna beli merupakan tahap proses pembuatan keputusan konsumen sewaktu konsumen menentukan apakah ia telah membuat keputusam pembelian yang tepat (Tjiptono, 2006: 43).

Proses keputusan konsumen ini dapat digambarkan sebagai berikut:

3. Technology Acceptance Model (TAM)

Technology Acceptance Model (TAM) adalah model yang diperkenalkan oleh Fred Davis pada tahun 1986 dengan disertasinya yang berjudul “A Technology Acceptance Model for Empirically Testing

(40)

New End-User Information System: Theory and Results”. Disertasi ini selanjutnya dipublikasikan dalam karya ilmiah yang berjudul “Perceived Usefullness, Perceived Ease of Use, and User Acceptance of Information Technology” pada tahun 1989. Popularitas model Davis ini terlihat dengan banyaknya penulis yang mengutip karyanya. Menurut laporan Social Science Citation Index (SSCI) sampai dengan tahun 2000 model ini telah dirujuk oleh 424 penelitian dan sampai dengan tahun 2003 telah dirujuk oleh 698 penelitian (Wiyono, Ancok dan Hartono, 2008: 3). Dalam memformulasikan TAM, Davis menggunakan TRA sebagai grand theorinya, namun tidak mengakomodasi semua komponen teori TRA. Davis hanya memanfaatkan komponen ’atitude’ saja, sedangkan normative belief dan subjective norms tidak digunakannya (Malhotra dan Galleta, 1999: 1). Secara skematik teori TAM digambarkan sebagai berikut:

Model Davis ini berasumsi bahwa seseorang mengadopsi suatu teknologi pada umumnya ditentukan oleh proses kognitif dan bertujuan untuk memaksimalkan kegunaan teknologi itu sendiri. Dengan kata lain, kunci utama penerimaan teknologi informasi oleh penggunanya adalah evaluasi kegunaan teknologi tersebut. Selanjutnya Davis merumuskan 2 (dua) variabel utama dalam TAM, yaitu persepsi manfaat dan persepsi kemudahan penggunaan. Kedua variabel ini dapat menjelaskan aspek perilaku pengguna (Park, 2007: 2). Dengan demikian, model TAM dapat menjelaskan bahwa persepsi pengguna akan menentukan sikapnya dalam kemanfaatan penggunaan TI. Model ini secara lebih jelas menggambarkan bahwa penerimaan penggunaan TI dipengaruhi oleh persepsi kemanfaatan dan persepsi kemudahan penggunaan. Di samping itu, Davis juga memberikan kerangka dasar





Sumber: Davis, 1989 dalam Malhotra dan Galletta, 1999. Perceived

Usefulness

Perceived Ease of Use

Attitude toward using

Behavior

Intention Actual Use External

Gambar

Tabel 1. Kisi-Kisi Instrumen Penelitian
Tabel 2

Referensi

Dokumen terkait

Pakan hijauan yang diberikan pada sapi- sapi penelitian adalah rumput raja dan batang beserta daun tanaman jagung muda (tebon) baik untuk sapi perlakuan maupun

Adapun dokumen masukan yang digunakan pada sistem informasi pengolahan gaji guru dan staf pada SMK Nusantara Wisata Respati adalah sebagai berikut:.. 1.Analisa

Keberlanjutan penerapan padi salibu di Kabupaten Tanah Datar perlu terus dilakukan dengan meningkatkan karakteristik inovasi teknologi salibu yang lebih sesuai

ANALISIS RUGI-RUGI DAYA PADA TRANSFORMATOR DISTRIBUSI 15 kVA, 20 kV /400 Volt AKIBAT PENGARUH HARMONISASI). Sistem tenaga listrik di Indonesia didesain untuk bekerja pada

TANTANGAN DAN PELUANG INDONESIA DALAM PEMBENTUKAN ASEAN COMMUNITY 2015 DI

Pemeliharaan rutin/ berkala pusat-pusat etalase/eksibisi/ promosi atas hasil produksi peternakan 6. Promosi atas hasil produksi peternakan unggulan

8% Dalam sistem hidrolik yang ,ertugas se,agai pemindah oli dari tangki ke sistem dan se,agai pengu,ah energi mekanis menjadi energi hidrolik  adalah1.. a% Tangki hidrolik   ,%

Memenuhi surat Ketua Kamar Pembinaan Mahkamah Agung Rl Nomor : 115/TuakaBin/XII/2017 tanggal 18 Desember 2017 perihal tersebut pada pokok surat Bersama ini dengan hormat kami