• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pembangunan Ekonomi - Analisis Klaster Industri Karet Di Provinsi Sumatera Utara

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pembangunan Ekonomi - Analisis Klaster Industri Karet Di Provinsi Sumatera Utara"

Copied!
24
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pembangunan Ekonomi

Dalam pasal 4 Undang-undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional, Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional. Pembangunan Jangka Panjang Tahun 2005-2025 merupakan kelanjutan dan pembaharuan dari tahap pembangunan sebelumnya untuk mencapai tujuan pembangunan yang diamanatkan dalam dalam pembukaan UUD 1945.

(2)

dalam kualitas gizi yang memadai serta tersedianya instrumen jaminan pangan untuk tingkat rumah tangga.

Perekonomian dikembangkan berorientasi dan berdaya saing global melalui transformasi bertahap dari perekonomian berbasis keunggulan komparatif sumber daya alam melimpah menjadi perekonomian yang berkeunggulan kompetitif dengan prinsip-pronsip dasar : mengelola secara berkelanjutan peningkatan produktivitas nasional melalui penguasaan, penyebaran, penerapan, dan penciptaan (inovasi) ilmu pengetahuan dan teknologi. mengelola secara berkelanjutan kelembagaan ekonomi yang melaksanakan praktik terbaik dan kepemerintahan yang baik. Daya saing global perekonomian ditingkatkan dengan mengembangkan klaster industri.

Struktur ekonomi diperkuat dengan sektor industri sebagai motor penggerak yang didukung oleh kegiatan pertanian dalam arti luas dan pertambangan yang menghasilkan produk-produk secara efesien, modern, berkelanjutan serta jasa-jasa pelayanan yang efektif.

2.2 Pembangunan Industri

(3)

industri lengkap dan dalam), (4) Teknologi maju telah menjadi tombak pengembangan dan penciptaan pasar, (5) Telah memiliki jasa industri yang tangguh yang menjadi penunjang daya saing internasional industri, dan (6) Telah memiliki daya saing yang mampu menghadapai liberalisasi penuh dengan negara-negara APEC.

Upaya-upaya untuk mewujudkan target tersebut dapat dilakukan langkah yang terstruktur dan terukur dengan peta berupa strategic outcomes yang terdiri dari (1) Meningkatnya nilai tambah industri, (2) Meningkatnya penguasaan pasar dalam dan luar negeri, (3) Kokohnya faktor-faktor penunjang pengembangan industri, (4) Meningkatnya kemampuan inovasi dan peguasaan teknologi industri yang hemat energi dan ramah lingkungan, (5) Menguat dan lengkapnya Struktur industri, (6) Meningkatnya persebaran pembangunan industri, (7) Meningkatnya peran industri kecil dan menengah terhadap PDB.

(4)

dimana pusat turut membangun pengembangannya, sehingga daerah memiliki daya saing.

2.3 Perkembangan Industri 2.3.1 Pengertian Industri

Industri merupakan suatu bentuk kegiatan masyarakat sebagai bagian dari sistem perekonomian atau sistem mata pencaharian dan merupakan suatu usaha manusia dalam menggabungkan atau mengolah bahan-bahan dari sumber daya lingkungan menjadi barang yang bermanfaat bagi manusia (Hendro, 2000:20-21).

Menurut Badan Pusat Statistik (BPS) mendefinisikan industri pengolahan (termasuk jasa industri) adalah suatu kegiatan pengubahan barang jadi/setengah jadi atau dari yang kurang nilainya menjadi barang yang lebih tinggi nilainya dengan maksud untuk dijual. Perusahaan/usaha industri adalah suatu unit (kesatuan) produksi yang terletak pada suatu tempat tertentu yang melakukan kegiatan untuk mengubah barang-barang (bahan baku) dengan mesin atau kimia atau dengan tangan menjadi produk baru, atau mengubah barang-barang yang kurang nilainya menjadi barang yang lebih tinggi nilainya, dengan maksud untuk mendekatkan produk tersebut dengan konsumen akhir.

(5)

fisik dan manusia tersebut akan mengakibatkan terjadinya aktivitas industri yang melibatkan berbagai faktor (Hendro, 2000: 21-22).

Untuk mencapai pertumbuhan ekonomi yang diinginkan pemerintah mengundang modal swasta asing dan dalam negeri untuk terlibat dalam berbagai kegiatan pembangunan ekonomi di Indonesia, termasuk kegiatan industri yang membutuhkan lahan yang luas (Parlindungan, 1992: 36; Saragih, 1993: 2).

2.3.2 Klasifikasi Industri

Industri secara garis besar dapat diklasifikasikan sebagai berikut (Kristanto, 2004:156):

a) Industri dasar atau hulu

(6)

b) Industri hilir

Industri ini merupakan perpanjangan proses industri hulu. Pada umumnya industri ini mengolah bahan setengah jadi menjadi barang jadi, lokasinya selalu diusahakan dekat pasar, menggunakan teknologi madya dan teruji, dan padat karya.

c) Industri kecil

Industri kecil banyak berkembang di pedesaan dan perkotaan, memiliki peralatan sederhana. Walaupun hakekat produksinya sama dengan industri hilir, tetapi sistem pengolahannya lebih sederhana. Sistem tata letak pabrik maupun pengolahan limbah belum mendapat perhatian. Sifat industri ini padat karya. Selain pengelompokan di atas, industri juga diklasifikasikan secara konvensional, sebagai berikut (Kristanto, 2004: 156-157):

1. Industri primer, yaitu industri yang mengubah bahan mentah menjadi bahan setengah jadi, misalnya pertanian dan pertambangan.

2. Industri sekunder, yaitu industri yang mengubah barang setengah jadi menjadi barang jadi.

3. Industri tersier, yaitu industri yang sebagian besar meliputi industri jasa dan perdagangan atau industri yang mengolah bahan industri sekunder.

Badan Pusat Statistik (BPS) mengelompokkan industri menjadi empat kategori berdasarkan jumlah tenaga kerja.

(7)

3. Industri kecil : 5 – 19 org 4. Industri rumah tangga : < 5 org. 2.3.3 Penentuan Lokasi

Pada hakikatnya penentuan lokasi suatu industri tidak terlepas dari proses produksi maupun lokasi pasar yang akan dilayani perusahaan. Proses produksi mencakup penentuan jenis bahan baku dan faktor produksi lainnya maupun perbandingan dalam mempergunakannya. Jumlah bahan baku ditentukan oleh skala produksi yang ada pada dirinya. Banyaknya produksi dipengaruhi oleh luas pasar yang akan dilayani (Wibowo, 2004:85).

(8)

sebagai faktor produksi, terdiri dari sumber daya lahan, sumber daya modal, sumber daya manusia, bahan baku dan sumber energi. Sedangkan permintaan pasar yang dimaksud adalah luas pasar suatu barang dan jasa yang ditentukan oleh tiga unsur, yaitu (1) jumlah penduduk, (2) pendapatan perkapita, dan (3) distribusi pendapatan. Penduduk yang relatif sedikit membuat pasar lekas jenuh. Daerah yang memiliki pendapatan tinggi merupakan pasar yang efektif. Bila distribusi yang merata terjadi bersamaan dengan pendapatan perkapita yang rendah maka kondisi demikian bukanlah pasar potensial untuk memasarkan barang dan jasa yang relatif mewah atau setengah mewah. Jika variabel biaya angkutan cenderung semakin rendah, maka industri akan semakin bebas dalam menentukan lokasinya. Keadaan ini mengakibatkan daerah perkotaan dengan pasarnya yang luas semakin menarik sebagai lokasi industri dan perusahaan. Pasar mempengaruhi lokasi melalui tiga unsur, yaitu (1) ciri pasar, (2) biaya distribusi, dan (3) harga yang terdapat di pasar bersangkutan.

(9)

akibat lokasi perusahaan yang saling berdekatan. Kota umumnya menawarkan berbagai kelebihan dalam bentuk produktifitas dan pendapatan yang lebih tinggi, yang menarik investasi baru, teknologi baru, pekerja terdidik dan terampil dalam jumlah yang jauh lebih tinggi dibanding pedesaan. Kebijakan pemerintah terhadap industri khususnya yang menyangkut penyediaan lahan industri merupakan faktor penting dalam menentukan perkembangan industri. Kemudahan memperoleh tanah bagi penanam modal dijamin oleh Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 5 tahun 1974 tentang Industrial Estate. Yang dimaksud dengan Industrial Estate adalah perusahaan yang bergerak dalam bidang penyediaan, pengadaan dan pematangan tanah bagi keperluan usaha-usaha industri, yang merupakan lingkungan pabrik yang dilengkapi dengan sarana dan prasarana umum yang diperlukan (Parlindungan, 1992: 36).

(10)

2.3.4 Faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan industri

Studi empiris dari Chenery dan Syrquin menunjukkan bahwa perubahan struktur ekonomi yang meningkatkan peranan sektor industri dalam perekonomian tidak hanya sejalan dengan peningkatan pendapatan perkapita yang terjadi di suatu negara, tetapi juga berkaitan erat dengan peningkatan sumber daya manusia dan akumulasi kapital (Tambunan, 2001: 16).

Perubahan struktur ekonomi terjadi akibat perubahan dari sejumlah faktor yang menurut sumbernya dapat dibedakan antara faktor-faktor dari sisi permintaan agregat dan faktor-faktor dari sisi penawaran agregat, dan juga dipengaruhi secara langsung atau tidak langsung oleh intervensi pemerintah dalam kegiatan ekonomi dalam negeri. Dari sisi permintaan agregat, faktor yang sangat dominan adalah perubahan permintaan domestik yang disebabkan kombinasi antara pendapatan riil per kapita dan perubahan selera konsumen. Peningkatan pendapatan riil per kapita yang dibarengi dengan perubahan selera pembeli, selain memperbesar pasar bagi barang-barang yang ada atau memperluas segmentasi pasar yang ada, juga menciptakan pasar baru bagi barang-barang baru (non makanan). Perubahan ini menggairahkan pertumbuhan industri-industri baru di satu pihak, dan meningkatkan laju pertumbuhan output di industri-industri yang sudah ada.

(11)

material-material baru untuk produksi, dan akumulasi barang modal (Tambunan, 2001: 16).

2.4 Konsep Aktivitas Industri

Aktivitas industri didefenisikan sebagai usaha pengubahan komoditi agar menjadi lebih bermanfaat dan selalu berorientasi pada suatu bentuk pengolahan. Aktivitas industri merupakan suatu kegiatan yang menggabungkan berbagai faktor produksi sehingga dapat dikatakan bahwa aktivitas industri adalah sistem produksi yang bekerja saling berkaitan. Terdapat tiga hal dalam setiap kegiatan industri yaitu pengumpulan bahan mentah, proses pembuatan, dan kemudian finishing. Oleh karena itu sebuah aktivitas industri akan bergantung pada faktor industri yang berkaitan satu sama lain dalam satu sistem produksi. Faktor produksi yang terlibat dalam proses produksi antara lain berupa bahan mentah, tenaga kerja, modal, dan kemampuan manajerial ( Daljoeni,1998).

Aktivitas industri dapat memeberikan pengaruh terhadap unit ekonomi lainnya. Menurut Glasson dan Fujiani ( 2006 ). Terdapat tiga konsep dasar ekonomi dan pengembangan lingkungan geografisnya sebagai berikut :

1. Konsep Leading Industries

(12)

infrastuktur dan tenaga kerja. Hal ini menunjukkan adanya keterkaitan antara sektor industri dengan unit ekonomi lainnya.

2. Konsep Polarisasi

Konsep polarisasi menyatakan bahwa leading industries yang tumbuh cepat dan mengakibatkan adanya polarisasi unit ekonomi yang lain ke dalam kutub pertumbuhan yang menimbulkan keuntungan aglomerasi ekonomi yang akan memicu pemusatan aktivitas melalui aktivitas ekonomi dan aliran sumber daya.

3. Konsep Spread Effect

Konsep ini menyatakan bahwa ketika mencapai keadaan yang dinamik, maka kualitas propulsif suatu kutub pertumbuhan menyebar ke daerah sekitarnya.

2.5 Sentra Industri

(13)

2.6 Struktur Industri

Struktur dalam konteks ekonomi adalah sifat permintaan dan penawaran barang dan jasa yang dipengaruhi oleh jenis barang yang dihasilkan, jumlah dan ukuran distribusi penjual ( perusahaan ) dalam industri, jumlah dan ukuran distribusi pembeli, differensiasi produk, mudah tidaknya masuk ke dalam negeri. Struktur industri merupakan cerminan dari struktur pasar suatu industri.

Struktur pasar merupakan elemen strategis yang relatif permanen dari lingkungan perusahaan yang mempengaruhi dan dipengaruhi oleh perilaku dan kinerja pasar ( Koch, 1997 ). Struktur pasar adalah bahasan penting untuk mengetahui perilaku dan kinerja industri. Struktur pasar menunjukkan atribut pasar yang mempengaruhi sifat persaingan. Struktur pasar biasa dinyatakan dalam ukuran distribusi perusahaan pesaing. Elemen struktur pasar adalah pangsa pasar (

market share ), konsentrasi ( concentration ), dan hambatan ( barrier ) ( Jaya,

2001 ).

Struktur industri merupakan bentuk atau tipe keseluruhan pasar industri. Adapun jenis-jenis industri utama struktur pasar adalah :

1. Pasar Monopoli

(14)

efisiensi, (3) efisiensi dan inovasi, (4) fasilitas pemerintah, (5) terjadi persaingan yang tidak sehat serta (6) perusahaan memperoleh hak-hak istimewa dalam mengelola input yang sukar dikelola dari perusahaan lain. 2. Pasar Oligopoli

Oligopoli adalah struktur pasar dimana hanya ada beberapa perusahaan yang menguasai pasar. Samuelson dan Nordhaus (2005) membagi pasar oligopoli menjadi dua tipe. Tipe pertama yaitu seorang oligopoli merupakan salah seorang dari beberapa penjual yang memproduksi barang identik sehingga bila terdapat perubahan harga sekecil apa pun maka akan dapat menyebabkan konsumen beralih pada produsen lainnya. Tipe kedua yaitu seorang oligopoli merupakan salah seorang dari beberapa penjual yang memproduksi barang dengan differensiasi produk. Oleh karena itu oligopoli merupakan persaingan antara beberapa penjual tapi persaingannya lebih tajam.

3. Pasar persaingan Monopolistik

Sebuah industri dikatakan memiliki struktur persaingan monopolistik jika memiliki syarat-syarat sebagai berikut ( Baye 2000,301) : (1) Adanya banyak penjual dan pembeli, (2) setiap perusahaan di industri menghasilkan produk yang terdifferensiasi, (3) adanya kebebasan untuk keluar masuk indusri.

4. Pasar persaingan sempurna

(15)

Karakteristik pasar persaingan sempurna menurut Permono, 1990; Baye, 2000:269; Blair dan Kaserman,1985:4-5 yaitu:

Produknya homogen, jumlah penjulan dan pembeli banyak, informasi sempurna, tidak adanya halangan yang signifikan untuk memasuki atau keluar pasar.

2.7 Kinerja Industri

Kinerja merupakan hasil kerja yang dipengaruhi oleh struktur dan perilaku industri dimana hasil biasa diidentikkan dengan besarnya penguasaan pasar atau besarnya keuntungan suatu perusahaan di dalam suatu industri. Hal – hal yang termasuk dalam kinerja yaitu efisiensi, pertumbuhan (termasuk perluasan pasar), kesempatan kerja, prestise profesional, kesejahteraan personalia, serta kebanggaan kelompok.

Dalam hal ini kinerja suatu industri dapat diamati melalui nilai tambah (value added), produktivitas dan efisiensi. Nilai tambah merupakan selisih antara nilai input dengan nilai output. Nilai input terdiri dari biaya bahan baku, biaya bahan bakar, jasa industri, biaya sewa gedung, mesin dan alat-alat serta jasa industri. Semetara itu nilai output adalah nilai yang dihasilkan.

(16)

sebanyak-banyaknya. Untuk mengukur suatu efisiensi dapat menggunakan perbandingan nilai tambah dan nilai input.

2.8 Klaster Industri

Industri merupakan suatu aktivitas ekonomi yang tidak terlepas dari kondisi konsentrasi geografis. Klaster merupakan cerminan konsentrasi geografis suatu kelompok industri yang sama ( Kuncoro,2002). Klaster industri pada dasarnya merupakan kelompok aktivitas produksi yang amat terkonsentrasi secara spasial dan umumnya berspesialisasi hanya pada satu atau dua industri. Sedangakan Porter (1990) mendefenisikan klaster sebagai sekumpulan perusahaan dan lembaga-lembaga terkait di bidang tertentu yang berdekatan secara geografis dan saling terkait karena kebersamaan

Menurut teori Marshall (1920), klaster industri muncul karena perusahaan yang ada dalam suatu industri menemukan segala keuntungan yang bisa mereka dapatkan bila mereka mengelompok di dalam suatu area geografis. Ada beberapa faktor yang mendorong terjadinya proses klaster industri yaitu:

a. Adanya proses klaster membuat perusahaan yang ada dapat berspesialisasi lebih baik dari pada bila perusahaan-perusahaan tersebut terklaster. Peningkatan spesialisasi nantinya akan membawa ke peningkatan efisiensi produksi

b. Dapat memfasilitasi perusahaan untuk meningkatkan penelitian dan inovasi dalam sebuah industri

(17)

Proses klaster identik dengan industri manufaktur baik IBM (Industri besar dan menengah) atau IKRT (Industri kecil dan rumah tangga). Klaster secara umum didefenisikan sebagai konsentrasi geografis subsektor-subsektor manufaktur yang sama. Dalam hal ini terbentuknya jaringan yang disebut sebagai industrial district. Usaha kecil dan rumah tangga sebagian besar mengelompok secara spasial. Kawasan menjadi fokus untuk bagaimana dan di mana industri-industri berlokasi dan mengelompok. Alfred Marshall merupakan ekonom pertama yang meneliti kecenderungan jenis industri tertetu untuk berlokasi di daerah-daerah tertentu di Inggris, Jerman, dan negara-negara lain ( Becattini, 1990; Belandi, 1989). Marshall (1999) mendefenisikan industrial district sebagai satu kluster produksi yang terspesialisasi secara geografis. Kluster tersebut mewakili daerah industri ‘tradisional’ dan Marshallian Industrial District yang umumnya ditemukan di daerah pedesaan dan company towns.

Klaster mampu mempengaruhi kompetisi global yang dipengaruhi oleh tiga faktor yaitu : (1) peningkatan produktivitas perusahaan-perusahaan dalam wilayah tertentu; (2) klaster mendorong arah dan langkah inovasi; (3) klaster menciptakan stimulus untuk penciptaan formasi bentuk bisnis baru yang pada gilirannya akan memperkuat kluster (Porter, 1998). Porter menekankan pentingnya peranan teknologi, strategi dan organisasi, dan geografi ekonomi dalam proses inovasi dan upaya menjaga keunggulan kompetitif perusahaan secara berkelanjutan ( Porter dan Sovell ,1998).

(18)

(factor/input condition), (2) kondisi permintaan (demand condition), (3) industri pendukung dan terkait (related and supporting industries), serta (4) strategi perusahaan dan pesaing (context for firm and strategy). Berikut penjelasan untuk masing-masing elemen :

a. Faktor input

Faktor input dalam analisis porter adalah variable-variable yang sudah ada dan dimiliki oleh suatu klaster industri seperti sumber daya manusia

(human resource), modal (capital resource), infrastruktur fisik (physical

infrastructure), infrastruktur informasi (information Structure),

infrastruktur ilmu pengetahuan dan teknologi (scientific and technological

infrastructure), infrastruktur administrasi (administrative infrastructure)

serta sumber daya alam. Semakin tinggi kualitas input, maka semakin besar peluang industri untuk meningkatkan daya saing dan produktivitas. b. Kondisi Permintaan

Kondisi permintaan menurut diamond model dikaitkan dengan

sophisticated and demanding local customer. Semakin maju suatu

(19)

c. Industri Pendukung dan Terkait

Adanya industri pendukung dan terkait akan meningkatkan efisiensi dan sinergi dalam Clusters. Sinergi dan efisiensi dapat tercipta terutama dalam

transaction cost, sharing teknologi, informasi maupun skill tertentu yang

dapat dimanfaatkan oleh industri atau perusahaan lainnya. Manfaat lain industri pendukung dan terkait adalah akan terciptanya daya saing dan produtivitas yang meningkat.

d. Strategi Perusahaan dan Pesaing

(20)

Gambar 2.1

Pemilihan Posisi dalam Konsep Generik Klaster Industri

Gambar 2.1 menunjukkan bahwa para pelaku yang terlibat dalam suatu klaster industri dapat dikelompokkan menjadi industri inti (core industry), industri pemasok (supplier industry), industri pendukung (supporting industry), dan pengguna/pembali (user/buyer). Pengelompokkan posisi atau fungsi berdasarkan peran di atas, maka sebuah klaster industri dapat menjadi suatu kerangka yang

powerful dalam pembangunan ekonomi dan peningkatan daya saing wilayah. Hal

ini dikarenakan klaster industri mencakup hubungan ekonomi dan hubungan non ekonomi antarindustri yang spesifik dan menyediakan seperangkat alat untuk membantu merumuskan strategi dan kebijakan pengembangan ekonomi suatu wilayah, termasuk kebijakan pengembangan sektoral. Klaster industri dapat meningkatkan usaha-usaha kegiatan industri jangka pendek melalui identifikasi

Industri Terkait

Industri Pendukung

Pengguna Industri Inti

Industri Pemasok

(21)

kesenjangan industri dan pendefenisian daya saing yang spesifik. Klaster industri sangat bermanfaat dalam menentukan strategi-strategi jangka menengah untuk memelihara, menetapkan, dan menumbuhkan industri, kawasan serta dalam mengorganisasikan strategi-strategi jangka panjang untuk mempertahankan pertumbuhan industri dalam suatu wilayah.

Adapun manfaat dari klaster industri bagi suatu wilayah menurut Alkadri, 2004 diantaranya adalah :

• Memperkuat keterkaitan yang saling menguntungkan diantara para pelaku

industri di dalam klaster industri di suatu wilayah maupun dengan para pelaku lain di wilayah lainnya, baik tingkat nasional maupun tingkat internasional

• Meningkatkan efisiensi (skala ekonomi), produkstivitas, dan nilai tambah

yang akan diraih para pelaku dalam industri tersebut.

• Menghimpun berbagai sumberdaya secara kolektif, baik sumber daya

alam, sumber daya manusia, sumber daya kapital, maupun sumber daya buatan.

• Dapat melakukan pemasaran bersama, berbagai informasi dan

memperbaiki perangkat lunak maupu perangkat keras yang dimiliki oleh para pelaku dalam di dalam klaster industri tersbut.

• Meningkatkan kapasitas inovasi, kompetensi, daya saing dan kesejahteraan

sebuah wilayah yang memiliki klaster industri.

• Memfasilitasi penyesuain-penyesuian sistem administrasi di antara para

(22)

• Menyediakan seperangkat peralatan yang powerful untuk analisis,

formulasi kebijakan, dan organisasi wilayah untuk meningkatkan efektivitas strategi-strastegi pengembangan industri.

• Membantu mengurangi kekhawatiran dalam bersaing karena adanya kerja

sama dan rasa saling percaya diantara para pelaku di dalam klaster industri.

• Mendatangkan pengakuan dan aliansi strategis di tingkat nasional maupun

internasional.

2.9 Penelitian Terdahulu

(23)

beragam di pulau Jawa. Pada tahun 1990, Pada tingkat industri tahun 1999 daerah Bandung memiliki rata-rata nilai spesialisasi di atas satu, namun hanya memiliki keunggulan komparatif pada subsektor industri alat komunikasi dan subsektor industri komponen.

Peneliti yang dilakukan oleh Thitu Laksono Handito tahun 2011 dengan judul Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Keuntungan Usaha pada Klaster Industri Pengolahan Kopi di Temanggung. Variable yang digunakan yaitu modal usaha, pengalaman usaha, tenaga kerja, tingkat pendidikan, kemitraan usaha, teknologi, dan jangkauan pemasaran. Metode penelitiannya yaitu analisis regresi linier berganda, Analisis Uji Beda Dua Mean. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa variabel modal usaha, pengalaman usaha, teknologi, dan jangkauan pemasaran secara bersama-sama mempengaruhi keuntungan usaha pada tingkat signifikansi 10 persen. Variabel modal usaha, pengalaman usaha, teknologi, dan jangkauan pemasaran berpengaruh positif terhadap keuntungan usaha, namun variabel tenaga kerja, pendidikan, dan kemitraan usaha tidak berpengaruh terhadap keuntungan usaha. Terdapat perbedaan produksi, biaya, dan keuntungan usaha antara pengusaha dengan jangkauan pemasaran domestik dan pengusaha dengan jangkauan pemasaran ekspor. Pengusaha dengan jangkauan pemasaran ekspor lebih besar dalam jumlah produksi, biaya, dan keuntungan usaha dari pada pengusaha dengan jangkauan pemasaran domestik.

(24)

Gambar

Gambar 2.1 Pemilihan Posisi dalam Konsep Generik Klaster Industri

Referensi

Dokumen terkait

Dari hasil perhitungan MRP dapat di ambil kesimpulan bahwa ada 5 (lima) sektor Sektor perekonomian yang dominan dalam pertumbuhan perekonomian di Sumatera

1. Ketimpangan pembangunan ekonomi di Provinsi Sumatera Utara yang dihitung dengan menggunakan Indeks Williamson selama periode 1984-2009 menunjukkan ketimpangan semakin

Pembangunan sentra-sentra industri baru yang disesuaikan dengan kondisi karakteristik ekonomi lingkungan daerah terebut akan memberikan peluang kesempatan kerja yang

Dalam penelitian ini akan menjelaskan pengaruh antara investasi, angkatan kerja, alokasi dana bantuan pembangunan daerah terhadap variabel ketimpangan pembangunan

Untuk mencapai pembangunan daerah yang terpadu, terarah serta tepat sasaran, Bappeda Provinsi Sumatera Utara supaya meningkatkan koordinasi dengan Dinas dan Instansi

1. Merupakan serangkaian kegiatan untuk meciptakan iklim yang merangsang bagi pembangunan pertanian, sehingga dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi pedesaan. Merupakan

Angka signifikansi yang tidak tinggi dari Angkatan Kerja sebesar 6,6963% dalam mengurangi ketimpangan pembangunan ekonomi antar daerah di Sumatera Utara, juga dapat

2.3 Pengembangan Sektor Unggulan sebagai Strategi Peluang Investasi Menurut Arsyad (1999:108) permasalahan pokok dalam pembangunan daerah adalah terletak pada