• Tidak ada hasil yang ditemukan

Chapter II Prevalensi Xerostomia Pada Penderita Diabetes Mellitus Tipe 2 di RSUP H.Adam Malik Medan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Chapter II Prevalensi Xerostomia Pada Penderita Diabetes Mellitus Tipe 2 di RSUP H.Adam Malik Medan"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

5 BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Diabetes Mellitus

Diabetes mellitus (DM) merupakan suatu kelompok penyakit metabolik

dengan karakteristik hiperglikemia (meningkatnya kadar gula darah) yang terjadi

karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau keduanya.Hal ini mengakibatkan

ketidakmampuan glukosa untuk masuk ke jaringan dari pembuluh darah sehingga

terjadi peningkatan kadar gula darah yang tinggi dan sekresi glukosa melalui urin.1,12

2.1.1 Klasifikasi Diabetes Mellitus

Berdasarkan tanda dan gejalanya diabetes mellitus dapat diklasifikasikan

menjadi empat tipe, yaitu:

1. Diabetes Mellitus tipe 1

Diabetes mellitus tipe 1 adalah ketidakmampuan untuk menghasilkan insulin

karena sel pankreas dihancurkan oleh proses autoimun. Kondisi ini menyebabkan

tubuh kekurangan insulin.1,13

2. Diabetes Mellitus tipe 2

Diabetes mellitus tipe 2 terjadi akibat penurunan sensitivitas terhadap insulin

(resistensi insulin) atau akibat penurunan jumlah produksi insulin.1 Resistensi insulin

adalah berkurangnya kemampuan insulin untuk merangsang pengambilan glukosa

oleh jaringan perifer dan untuk menghambat produksi glukosa oleh hati. Dalam hal

(2)

6

defesiensi relatif insulin.1,3 Kondisi ini menyebabkan sel mengalami desenstisasi

terhadap glukosa. Penurunan jumlah produksi insulin diakibatkan penurunan fungsi

dari sel β untuk memproduksi insulin di tubuh. Hal ini diakibatkan oleh kadar glukosa

yang tinggi dan berlangsung lama akan menyebabkan apoptosis sel β.1 Diabetes mellitus tipe 2 dapat dibagi menjadi diabetes mellitus tipe 2 yang terkontrol dan

diabetes mellitus tipe 2 yang tidak terkontrol.1 Pada diabetes mellitus tipe 2 yang

terkontrol dapat ditentukan dari hasil pemeriksaan kadar HbA1c <7 % sedangkan

pada diabetes mellitus tipe 2 yang tidak terkontrol hasil pemeriksaan kadar HbA1c

>7 %. Pada penderita diabetes mellitus tipe 2 tidak terkontrol komplikasi yang

diakibatkan lebih banyak daripada penderita diabetes mellitus tipe 2 yang

terkontrol.1,3,13

3. Diabetes mellitus tipe lain

Diabetes tipe lain ini diakibatkan karena adanya kelainan pada pankreas,

kelainan fungsi dari sel β dan antibodi insulin.12 4. Diabetes Mellitus Gestasional (GDM)

Diabetes mellitus gestasional adalah intoleransi glukosa yang terjadi pada saat

kehamilan. Diabetes ini terjadi pada perempuan yang tidak menderita diabetes

(3)

7 2.1.2 Komplikasi Diabetes Mellitus

2.1.2.1 Komplikasi Sistemik

1. Diabetik retinopati

Retinopati adalah salah satu komplikasi mikrovaskular diabetes mellitus yang

merupakan penyebab utama kebutaan pada orang dewasa.15 Hiperglikemi merusak

pembuluh darah pada retina yang merupakan jaringan sensitif cahaya di belakang

mata yang berperan mengartikan cahaya kedalam impuls elektrik yang

diinterpretasikan sebagai penglihatan oleh otak.13

2. Katarak

Katarak merupakan kekeruhan lensa yang mengarah kepada penurunan

ketajaman visual atau cacat fungsional pada mata.13 Patofisiologi katarak diabetik

berhubungan dengan akumulasi sorbitol di lensa dan denaturasi protein lensa.16

3. Glaukoma

Penyakit ini timbul ketika terjadi peningkatan tekanan cairan didalam mata

yang memicu terjadinya kerusakan saraf mata secara progresif.13 Diabetes mellitus

menyebabkan pembuluh darah di mata melemah dan membuat kerusakan pada saraf

mata. Orang yang menderita diabetes 2 kali lebih besar kemungkinan terkena

glaukoma dibandingkan dengan yang non diabetes.17

4. Diabetik neuropati

Kerusakan saraf dengan karakteristik sakit dan kelemahan pada kaki sehingga

kehilangan atau penurunan sensasi di kaki, dan pada beberapa kasus terjadi pada

tangan.13 Sama dengan katarak, diabetes mengakibatkan pengendapan sorbitol pada

(4)

8 5. Diabetik nefropati

Setelah mengidap diabetes selama 15 tahun, satu sampai tiga orang penderita

diabetes mellitus berkembang menjadi penyakit ginjal.18 Diabetes merusak pembuluh

darah kecil di ginjal sehingga mengurangi kemampuannya untuk menyaring kotoran

yang kemudian dieskresikan melalu urin.13

6. Stroke

Tekanan darah tinggi, merokok dan diabetes mellitus adalah faktor resiko

utama stroke.13 Diabetes mellitus mempengaruhi tingginya tingkat kolesterol Low

Density Lipid (LDL) sehingga menumpuk di pembuluh darah dan mengakibatkan

penyumbatan di pembuluh darah.18

7. Penyakit kardiovaskular

Penyakit kardiovaskular merupakan komplikasi yang biasa terlihat pada

penderita diabetes.13 Diabetes mellitus menyebabkan penimbunan kolesterol di

pembuluh darah jantung yang mengakibatkan penyumbatan di pembuluh darah,

penyumbatan ini membuat tekanan darah di sekitar jantung menjadi tinggi yang

sekaligus juga membuat penderita diabetes mellitus rentan terhadap penyakit

jantung.19

2.1.2.2 Komplikasi Oral

Beberapa penelitian telah membuktikan diabetes mellitus mengakibatkan

timbulnya berbagai penyakit di rongga mulut, yakni penyakit periodontal, kandidiasis

mulut, karies, disfungsi kelenjar saliva dan xerostomia, sindroma mulut terbakar serta

(5)

9

pada orang yang menderita diabetes mellitus tipe 1 selama 10 tahun sebesar 16% dan

pada penderita diabetes mellitus tipe 2 sebesar 54% dengan durasi yang sama.3

2.2 Xerostomia

Xerostomia dapat diartikan sebagai mulut kering (xeros = kering dan stoma =

mulut). Xerostomia merupakan sensasi subjektif berupa kekeringan mulut yang

sering namun tidak selalu berhubungan dengan hipofungsi kelenjar saliva atau

berkurangnya aliran saliva, namun kadang jumlah atau aliran saliva normal tetapi

seseorang tetap mengeluh mulutnya kering.1,20

2.2.1 Etiologi Xerostomia

Xerostomia dapat disebabkan oleh banyak faktor antara lain efek radioterapi,

efek farmakologis atau efek samping obat-obatan, gangguan kelenjar saliva,

gangguan sistem saraf, faktor-faktor lokal seperti kebiasaan buruk, kelainan

kongenital, defisiensi nutrisi dan hormonal, keadaan fisiologis serta penyakit sistemik

seperti diabetes mellitus.3,20

2.2.1.1 Efek radioterapi pada daerah kepala dan leher

Gangguan fungsi kelenjar saliva setelah terapi radiasi pada daerah kepala dan

leher untuk perawatan kanker sudah banyak diketahui. Jumlah dan keparahan

kerusakan jaringan kelenjar saliva tergantung pada dosis dan lamanya penyinaran.21

Pengaruh radiasi lebih banyak mengenai sel asini dari kelenjar saliva serous

(6)

10

berkurangnya volume saliva, dengan terjadinya gejala antara lain kepekatan saliva,

pH saliva lebih rendah, kecepatan sekresi protein berkurang, konsentrasi protein naik,

konsentrasi sekresi IgA berkurang, konsentrasi elektrolit bertambah dan jumlah

mikroorganisme kariogenik naik, terutama Candida, laktobasilus dan

streptokokus.20,21

2.2.1.2 Efek Samping Obat-obatan

Banyak sekali obat yang mempengaruhi sekresi saliva. Lebih dari 600 obat

dilaporkan dapat menyebabkan xerostomia sebagai efek samping.20 Obat tersebut

mempengaruhi aliran saliva secara langsung dengan memblokade sistem syaraf dan

menghambat sekresi saliva. Oleh karena sekresi air dan elektrolit terutama diatur oleh

sistem saraf parasimpatis, obat-obatan dengan pengaruh antikolinergik dan anti β -adrenergik (yang disebut β-bloker) akan menghambat pengeluaran saliva.22

2.2.1.3 Gangguan kelenjar saliva

Ada beberapa penyakit lokal tertentu yang mempengaruhi kelenjar saliva dan

menyebabkan berkurangnya aliran saliva.20 Sialadenitis adalah infeksi bakteri pada

glandula salivatorius, biasanya disebabkan oleh batu yang menghalangi atau

hiposekresi kelenjar. Sialadenitis kronis lebih sering mempengaruhi kelenjar parotis.

Penyakit ini menyebabkan degenerasi sel asini dan penyumbatan duktus.,21

Kista dan tumor kelenjar saliva, baik yang jinak maupun ganas dapat

menyebabkan penekanan pada struktur duktus dari kelenjar saliva sehingga

(7)

11

jaringan ikat yang dapat mempengaruhi kelenjar airmata dan kelenjar saliva. Sel asini

kelenjar saliva rusak karena infiltrasi limfosit sehingga sekresi berkurang.21

2.2.1.4 Gangguan sistem saraf

Gangguan sistem saraf pusat dan/atau perifer dapat mempengaruhi kecepatan

sekresi saliva.7 Kelainan saraf yang diikuti gejala degenerasi, seperti sklerosis

multipel, akan mengakibatkan turunnya pengeluaran atau sekresi saliva.20

2.2.1.5 Kebiasaan buruk

Kebiasan buruk seperti merokok, dengan menggunakan pipa, tembakau atau

cerutu, dapat menyebabkan xerostomia karena nikotin akan menghambat rangsangan

sekresi saliva. Kandungan nikotin yang terlalu tinggi dapat menyebabkan

terhambatnya sekresi saliva.23

2.2.1.6 Kelainan kongenital

Kelainan kongenital murni pada kelenjar saliva sangat jarang terjadi. Aplasia

ataupun malforasi kelenjar saliva dapat terjadi unilateral ataupun bilateral.24

2.2.1.7 Defesiensi nutrisi dan hormonal

Defisiensi nutrisi, seperti anemia pernisiosa, anemia defisiensi zat besi,

defisiensi vitamin A dan B dapat menyebabkan xerostomia karena kekurangan nutrisi

dapat menyebabkan disfungsi dari kelenjar-kelenjar yang menghasilkan saliva.25

Defisiensi hormonal, seperti menopause dapat menyebabkan timbulnya xerostomia

akibat defisiensi hormon estrogen. Estrogen berfungsi mengatur maturasi epitel pada

(8)

12

kadar estrogen pada wanita yang telah mengalami menopause dapat menyebabkan

atropi epitel kelenjar saliva yang rawan terhadap inflamasi. Atropi pada epitel

kelenjar saliva akan mengakibatkan sekresi saliva berkurang.20,24

2.2.1.8 Kesehatan umum menurun dan penyakit sistemik

Demam, diare yang lama atau pengeluaran urin yang melampaui batas,

misalnya pada penderita diabetes mellitus atau penyakit lain dapat menyebabkan

dehidrasi sehingga menyebabkan xerostomia. Gangguan dalam pengaturan air dan

elektrolit yang diikuti oleh terjadinya keseimbangan air yang negatif, dapat

menyebabkan turunnya sekresi saliva.20

Kesehatan umum yang menurun dan penurunan fungsi organ tubuh serta

proses penuaan pada penderita lanjut usia dapat menyebabkan berkurangnya sekresi

saliva yang mengakibatkan meningkatnya risiko terhadap radang mulut. Gangguan

pengaturan elektrolit, seperti pada penderita penyakit ginjal yang melakukan

hemodialisis, juga dapat mengalami rasa tidak enak karena kekeringan di mulut yang

terus-menerus.20,25 Banyak penyakit sistemik lain seperti Sjogren’s syndrome,

diabetes mellitus, diabetes insipidus, sarcoidosis, infeksi HIV, graft-versus-host

disease, psychogenic disorders juga dapat mengakibatkan xerostomia.25

2.2.2 Diagnosis Xerostomia

Diagnosis xerostomia ditentukan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan klinis

dalam rongga mulut dan pemeriksaan laboratorium.20 Anamnesis dilakukan dengan

(9)

13

xerostomia. Pemeriksaan klinis dapat dilakukan dengan melihat gambaran klinis yang

tampak dalam rongga mulut. Gambaran klinis tersebut, antara lain hilangnya

genangan saliva pada dasar mulut, mukosa terasa lengket bila disentuh oleh jari atau

ujung gagang instrumen, mukosa mulut terlihat memerah dan pada kasus yang lebih

lanjut permukaan dorsal lidah terlihat berfisur dan berlobul.20,26

Ada beberapa pemeriksaan pada kelenjar saliva yang dapat digunakan sebagai

pemeriksaan penunjang diagnosis. Pemeriksaan tersebut adalah pemeriksaan jumlah

sekresi saliva, sialografi, dan biopsi.20 Pemeriksaan jumlah sekresi saliva atau

sialometri dapat dilakukan dengan menampung saliva selama 3-5 menit dengan

penampung saliva. Laju aliran saliva normal yang tidak distimulasi secara

keseluruhan sekitar 0,15 ml/menit. Pemeriksaan sialometri yaitu pengumpulan saliva

total (whole saliva) dapat dilakukan saat pasien beristirahat (unstimulated), atau pada

saat pasien melakukan aktivitas (stimulated).27

Sialografi dan biopsi dilakukan untuk membantu diagnosis penyebab

xerostomia. Sialografi merupakan gambaran radiografis dari kelenjar saliva beserta

duktusnya. Sialografi dilakukan untuk memeriksa apakah ada penyumbatan atau

kerusakan pada duktus yang mengakibatkan terjadinya xerostomia. Biopsi terhadap

kelenjar saliva biasanya dilakukan untuk membantu diagnosis xerostomia akibat

Sjorgren’s syndrome.25,27

2.2.3 Perawatan Xerostomia

Perawatan yang diberikan tergantung pada berat ringannya keadaan keluhan

(10)

14

mengunyah permen karet yang mengandung xylitol.20 Bila keluhan mulut kering

disebabkan pemakaian obat-obatan, maka mengganti obat dari kategori yang sama

akan dapat mengurangi pengaruh mulut kering. Pada keadaan berat dapat digunakan

bahan pengganti saliva.21

2.3 Xerostomia pada penderita Diabetes Mellitus Tipe 2

Beberapa penelitian menunjukkan prevalensi xerostomia pada penderita

diabetes mellitus tipe 1 selama 10 tahun sebesar 16% dan pada penderita diabetes

mellitus tipe 2 sebesar 54% dengan durasi yang sama.3 Perbedaan prevalensi ini

diakibatkan karena penderita diabetes mellitus tipe 2 pada umumnya berusia lebih

tua, sudah memiliki banyak komplikasi diabetes dan mengonsumsi lebih banyak obat

yang bisa mengakibatkan timbulnya xerostomia. Beberapa penelitian pada penderita

diabetes mellitus tipe 2 juga menunjukkan adanya sensasi mulut kering yang

berhubungan dengan penurunan laju aliran saliva, baik pada keadaan terstimulasi

maupun tidak terstimulasi.3,13,21

Hubungan penurunan fungsi kelenjar saliva dengan patogenesis diabetes

mellitus tipe 2 belum jelas.3 Dehidrasi yang merupakan akibat dari hiperglikemia

berkepanjangan dan poliuria pada penderita diabetes mellitus tipe 2 diduga sebagai

penyebab utama terjadinya xerostomia dan penurunan fungsi kelenjar saliva pada

penderita diabetes mellitus tipe 2. Peningkatan cairan yang hilang melalui urin dapat

menyebabkan dehidrasi dan hilangnya elektrolit dalam tubuh sehingga dapat

menyebabkan xerostomia. Meskipun begitu dehidrasi sendiri tidak dapat dipastikan

(11)

15

tipe 2 yang terkontrol jarang terjadi hiperglikemia sehingga hanya sedikit penderita

yang mengalami xerostomia sebaliknya pada penderita diabetes mellitus tipe 2 yang

tidak terkontrol penderita akan mengalami hiperglikemi dan poliuria sehingga dapat

menyebabkan xerostomia pada dirinya .1

Selain itu diabetes mellitus tipe 2 juga sering mengakibatkan penderitanya

mengalami neuropati autonom dan mikroangiopati, kedua manifestasi ini memiliki

kontribusi dalam mengakibatkan perubahan struktur jaringan kelenjar saliva dan

penurunan fungsi kelenjar.1 Perubahan struktur jaringan kelenjar saliva dan

penurunan fungsi kelenjar saliva mengakibatkan produksi saliva dalam mulut

Referensi

Dokumen terkait

[r]

[r]

[r]

TRAJECTORY PLANNING FOR PERIODIC STEADY-STATE MOTION The dynamic model developed above was used in [13] to design feasible periodic trajectories that extend beyond the static

[r]

[r]

Studi Eksperimen Tentang Metoda Penemuan dan Metoda Ekspositori dalam Mengajarkan KomposisiTtransformasi Di kelas II Ilmu Fisik SMA.IKIP Malang.. Education and Learning to

Tujuan karya tulis ini untuk mempelajari dan memahami asuhan kebidanan pada kasus ibu nifas dengan anemia berat di RSUD Pandan Arang Boyolali.. Metode : Observasional deskriptif