• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Obesitas - Hubungan Kebiasaan Konsumsi Makanan Cepat Saji (Fast Food) dengan Obesitas pada siswa Kelas V dan VI SD Shafiyyatul Amaliyyah Medan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Obesitas - Hubungan Kebiasaan Konsumsi Makanan Cepat Saji (Fast Food) dengan Obesitas pada siswa Kelas V dan VI SD Shafiyyatul Amaliyyah Medan"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Obesitas

2.1.1. Definisi Obesitas

Obesitas merupakan hasil akhir dari ketidakseimbangan antara ambilan energi dengan keluaran energi karena adanya ambilan yang melebihi keluaran dan menghasilkan penimbunan dalam jaringan dan disimpan sebagai cadangan energi tubuh. Penimbunan lemak secara berlebihan tersebut dapat menyebabkan gangguan kesehatan. (Batubara dkk., 2010).

2.1.2. Etiologi Obesitas

Menurut hukum termodinamik, obesitas terjadi akibat masukan dan pengeluaran energi yang tidak seimbang sehingga menyebabkan penimbunan dalam jaringan lemak dan disimpan sebagai cadangan energi tubuh. Asupan energi tinggi disebabkan oleh konsumsi makanan yang berlebihan, sedangkan keluaran energi rendah disebabkan oleh rendahnya metabolisme tubuh, aktifitas fisik, dan efek termogenesis makanan. Efek termogenesis makanan ditentukan oleh komposisi makanan. Lemak memberikan efek termogenesis lebih rendah (3% dari total energi yang dihasilkan lemak) dibandingkan dengan karbohidrat (6-7% dari total energi yang dihasilkan karbohidrat) dan protein (25% dari total energi yang dihasilkan protein) (Sjahrif dkk., 2011).

Sebagian besar gangguan homeostasis energi ini disebabkan oleh faktor idiopatik (obesitas primer atau nutrisional) sedangkan faktor endogen (obesitas sekunder atau nonnutrisional, yang disebabkan oleh kelainan hormonal, sindrom, atau defek genetik), hanya mencakup kurang dari 10% kasus (Sjahrif dkk, 2011).

(2)

1. Faktor genetik

Faktor genetik yang diketahui mempunyai peranan kuat adalah parental fatness, anak yang obesitas biasanya berasal dari keluarga

yang obesitas. Obesitas sudah dapat terjadi sejak bayi, diperkirakan kemungkinan menetap sampai dewasa berkisar antara 8% pada obesitas batita dengan kedua orang tua tidak obesitas sampai 80% pada remaha usia 10-14 tahun dengan salah satu orang tua obesitas.

Tujuh gen diketahu menyebabkan obesitas pada manusia yaitu gen leptin receptor, melanocortin receptor-4 (MC4R), alpha melanocyte stimulating hormone (alpha MSH), prohormone

convertase-1 (PC1), leptin, Bardert-Biedl, dan Dunnigan Partial Lypodystrophy.

2. Faktor lingkungan

Kral (2001) mengelompokkan faktor lingkungan yang berperan sebagai penyebab terjadinya obesitas menjadi lima, yaitu nutrisional, aktivitas fisik, trauma (neurologis atau psikologis), medikasi (steroid), dan sosial-ekonomi.

Peranan diet terhadap terjadinya obesitas sangat besar terutama diet tinggi kalori yang berasal dari karbohidrat dan lemak. Masukan energi tersebut lebih besar daripada energi yang dipergunakan. Anak-anak usia sekolah mempunyai kebiasaan mengonsumsi makanan cepat saji (fast food), yang umumnya mengandung energi tinggi karena 40-50% berasal dari lemak. Kebiasaan lain adalah mengonsumsi makanan camilan yang banyak mengandung gula sambil menonton televisi. Selain itu, anak-anak juga memiliki nafsu makan yang baik (Sjahrif dkk., 2011).

(3)

peningkatan massa tubuh memerlukan tambahan energi untuk melakukan kegiatan yang sama (Sjahrif dkk., 2011).

Perubahan pengetahuan, sikap, perilaku hidup, gaya hidup, dan pola makan, serta faktor peningkatan pendapatan, mampu mempengaruhi perubahan dalam pemilihan jenis makanan dan jumlah yang dikonsumsi. Kehidupan keluarga di perkotaan dewasa ini cenderung makan di luar rumah. Makanan jajanan yang tersedia dan sering menjadi pilihan orang tua maupun anak adalah makanan cepat saji (fast food) (Sjahrif dkk., 2011).

Menurut Kliegman (2007), prediktor utama overweight dan obesitas pada anak adalah berat badan lahir, yang dihubungkan dengan obesitas maternal atau diabetes maternal. Orang tua yang obesitas meningkatkan risiko obesitas pada anak usia di bawah 10 tahun sebesar dua kali. Berdasarkan penelitian Reilly ad al (2005) tentang faktor risiko obesitas pada anak <7tahun dengan studi kohort, ditemukan ada beberapa faktor, seperti parental fatness, berat badan lahir tinggi, peningkatan berat badan pada tahun pertama kehidupan, durasi menonton televisi >8 jam/minggu, dan durasi tidur <10.5 jam pada usia 3 tahun.

2.1.3. Hubungan Peningkatan Ambilan Makanan, Peningkatan Berat Badan, dan Peningkatan Energi Total

Berlebihnya ambilan energi dibandingkan dengan keluarannya menyebabkan peningkatan berat badan dan obesitas disertai peningkatan enrgi total. Pengeluaran energi total terdiri dari metabolisme basal, termogenesis postprandial, dan aktivitas fisik. Diantara ketiga komponen ini, aktivitas fisik merupakan komponen yang paling praktis untuk diukur (Batubara dkk., 2010).

(4)

Ambilan energi dan keluaran energi ini pada keadaan tertentu misalnya dalam keadaan puasa dapat tidak seimbang sehingga diperlukan suatu senyawa cadangan jangka pendek seperti glikogen dan triasilgliserol. Tetapi bila ambilan lemak berlebih dalam waktu lama maka akan terjadi timbunan triasilgliserol dalam jaringan lemak (Batubara dkk., 2010).

Gambar 2.1. Hubungan Peningkatan Ambilan Makanan, Peningkatan Berat Badan, dan Peningkatan Energi Total

Sumber: IDAI, 2010 Peningkatan ambilan makanan

Peningkatan timbunan energi

Peningkatan termogenesis postprandial

Peningkatan massa lemak

Sedikit peningkatan masa bebas lemak

Peningkatan berat badan

Peningkatan energi untuk pergerakan (aktivitas fisik)

Peningkatan pengeluaran energi basal

Peningkatan pengeluaran energi

(5)

2.1.4. Diagnosis Obesitas

Obesitas berarti terdapatnya timbunan lemak yang berlebih. Dari anamnesis perlu ditanyakan saat mulai timbulnya obesitas (prenatal, early adiposity rebound, remaja), riwayat tumbuh kembang yang mendukung obesitas endogen, keluhan mengorok (snoring), tidak tidur nyenyak, dan nyeri pinggul. Riwayat gaya hidup perlu digali mengenai pola makan/kebiasaan makan serta aktivitas fisik (misal sering menonton televisi). Riwayat keluarga dengan obesitas menjadi pertimbangan kemungkinan adanya faktor genetik, disertai risiko seperti penyakit kardiovaskuler di usia muda, hiperkolesterolemia, hipertensi, dan diabetes mellitus (Batubara dkk., 2010).

Pada pemeriksaan fisik, dapat dibedakan bentuk tubuh berdasarkan distribusi jaringan lemaknya, yaitu apple shaped body (distribusi jaringan lemak banyak di bagian dada dan pinggang), dan pear shape body/gynecoid (distribusi jaringan lemak banyak di bagian pinggul dan paha). Secara klinis, anak obesitas mudah dikenali karena memiliki ciri-ciri yang khas, antara lain : wajah bulat dengan pipi tembem dan dagu rangkap, leher relatif pendek, dada membusung dan payudara membesar, perut membuncit, dan striae abdomen (Batubara dkk., 2010). Pengukuran antropometri seperti Indeks Massa Tubuh (IMT), berat badan/tinggi badan² (kg/m²), pengukuran lingkar perut atau pinggang, dan penaksiran lemak tubuh dengan mengukur tebal lipatan kulit pada tempat-tempat tertentu, dapat digunakan untuk menegakkan diagnosis obesitas pada anak (UKK Nutrisi dan Penyakit Metabolik, 2011).

(6)

Grafik CDC 2000 dengan pertimbangan Grafik WHO 2000 tidak memiliki grafik BB/TB (UKK Nutrisi dan Penyakit Metabolik, 2011).

Tabel 2.1. Penentuan Status Gizi menurut Kriteria Waterlow, WHO 2006, dan CDC 2000

Status Gizi BB/TB (%

median)

BB/TB WHO

2006

IMT CDC 2000

Obesitas >120 >+3 >P95

Overweight >110 >+2 hingga +3 SD P85-P95

Normal >90 +2 SD hingga -2

SD

P50-P85

Gizi kurang 70-90 <-2 SD hingga <-3 SD

<P50

Gizi buruk <70 <-3 SD

Sumber: UKK Nutrisi dan Penyakit Metabolik, 2011

Status gizi lebih, obesitas atau overweight ditentukan berdasarkan IMT. Bila pada hasil pengukuran didapatkan, terdapat potensi gizi lebih (>2 SD) atau BB/TB >110%, maka grafik IMT sesuai usia dan jenis kelamin digunakan untuk menentukan adanya obesitas. Untuk anak <2 tahun, menggunakan Grafik IMT WHO 2006 dengan kriteria overweight Z score >+2, obesitas >+3, sedangkan untuk anak usia 2-18 tahun menggunakan Grafik IMT CDC 2000. Ambang batas yang digunakan untuk overweight ialah di atas P85-P95 sedangkan untuk obsitas ialah lebih dari P95 Grafik CDC 2000 (UKK Nutrisi dan Penyakit Metabolik, 2011).

2.1.5. Penatalaksanaan Obesitas

(7)

lemak, menormalkan toleransi glukosa, konsentrasi lemak plasma, fungsi ginjal, hepar, dan tekanan darah, mencegah atau mengatasi komorbiditas akut dan kronik (Batubara dkk., 2010).

Tabel 2.2. Komponen Keberhasilan Rencana Penurunan Berat Badan

Komponen Komentar

Menetapkan target penurunan berat badan

Mula-mula 2,5 sampai 5 kg, atau dengan kecepatan 0,5-2 kg per bulan

Pengaturan diet Nasihat diet yang mencantumkan jumlah kalori per hari dan anjuran komposisi lemak, protein,dan karbohidrat

Aktivitas fisik Awalnya disesuaikan tingkat kebugaran anak dengan tujuan akhir 20-30 menit per hari di luar aktivitas fisik di sekolah Modifikasi perilaku Pemantauan mandiri, pendidikan gizi, mengendalikan

rangsangan, memodifikasi kebiasaan makan, aktivitas fisik, perubahan perilaku, penghargaan, dan hukuman

Keterlibatan keluarga

Analisis ulang aktivitas keluarga, pola menonton televise, melibatkan orang tua dalam konsultasi gizi.

Sumber: IDAI, 2011

Anak masih bertumbuh dan berkembang maka prinsip pengaturan diet pada anak obesitas adalah diet seimbang sesuai dengan RDA. Secara garis besar prinsip pengaturan diet adalah menghindari obesitas serta mempertahankan berat badan dan pertumbuhan normal, masukan makanan dengan kandungan karbohidrat rendah (48% energi total), menurunkan masukan lemak (<30% energi total) dengan lemak tak jenuh (10% energi total), kolesterol tidak lebih dari 300mg per hari, meningkatkan makanan tinggi serat, makanan dengan garam cukup (5g per hari), meningkatkan masukan besi, kalsium, dan fluor (Sjahrif dkk., 2011).

(8)

bermakna terhadap penggunaan energi. Peningkatan aktivitas pada anak obesitas dapat menurunkan nafsu makan dan meningkatkan laju metabolisme. Latihan aerobik teratur yang dikombinasikan dengan pengurangan energi akan menghasilkan penurunan berat badan yang lebih besar dibandingkan hanya diet saja. Aktivitas sehari-hari dioptimalkan, misalnya berjalan kaki atau bersepeda ke sekolah, menempati kamar tingkat agar naik turun tangga, mengurangi lama menonton televisi atau bermain games komputer, menganjurkan bermain di luar rumah. Dianjurkan melakukan aktivitas fisik sedang selama 20-30 menit setiap hari (Sjahrif dkk., 2011).

Anak di bawah usia 2 tahun tidak dianjurkan diet, akan tetapi pada anak dengan usia di atas 2 tahun dengan adanya komplikasi penurunan berat badan secara berkala direkomendasikan. Penurunan berat badan pada 20% anak dengan obesitas dapat dicapai dengan hanya melakukan restriksi beberapa makanan tertentu seperti soda, jus, dan kelebihan susu dari dietnya. Peran keluarga sangat besar dalam mengubah pola makan yang sehat, sebaiknya makanan dengan nilai kalori tinggi dihindarkan seperti es krim, makanan gorengan, chips, dll, bahkan dengan hanya mengurangi asupan makanan sebanyak 100 kkal perhari dapat mengurangi berat badan sekitar 5 kg pertahunnya (Batubara dkk., 2010).

2.2. Makanan Cepat Saji (Fast Food)

Makanan cepat saji (fast food) mulai dikenal sejak abad ke 19 di Amerika Serikat, saat era industri mulai tumbuh dimana terjadi perubahan budaya dari budaya agraris yang longgar dalam penggunaan waktu, menuju budaya industri yang ketat dalam soal penggunaan waktu. Sebagai solusi untuk dapat mengefisenkan waktu mereka, muncullah makanan cepat saji (fast food) (Sari, dkk., 2008).

(9)

Pola hidup tersebut tentunya meningkatkan risiko overweight dan obesitas (Kliegman dkk., 2007).

2.2.1. Definisi Makanan Cepat Saji (Fast Food)

Menurut Sulistijani (2002) dalam Tarigan (2011), makanan cepat saji (fast food) didefinisikan sebagai makanan yang tersedia dalam waktu cepat dan siap untuk dikonsumsi, seperti ayam goreng kentucky, pizza, spaghetti, dan lain-lain.

2.2.2. Jenis Makanan Cepat Saji (Fast Food)

Berikut ini beberapa makanan siap saji (fast food) yang paling populer di seluruh dunia yang berasal dari beberapa negara, diantaranya adalah sebagai berikut: (Sihaloho, 2012)

1. Hamburger

Hamburger (atau seringkali disebut dengan burger) adalah sejenis

makanan berupa roti berbentuk bundar yang diiris dua dan ditengahnya diisi dengan patty yang biasanya diambil dari daging, kemudian sayur-sayuran berupa selada, tomat dan bawang bombay. Hamburger berasal dari negara Jerman. Saus diberi berbagai jenis saus seperti mayones, saus tomat dan sambal. Beberapa varian burger juga dilengkapi dengan keju, asinan, serta bahan pelengkap lain seperti sosis.

2. Pizza

Pizza adalah adonan roti yang umumnya berisi tomat, keju, saus dan bahan lain sesuai selera. Pizza pertama kali populer di negara Italia.

3. Kentang goreng (French fries)

(10)

4. Ayam goreng Kentucky

Ayam goreng kentucky pada umumnya jenis makanan siap saji (fast food) yang umum dijual di restoran makanan siap saji. Ayam goreng kentucky umumnya memiliki protein, kolesterol dan lemak.

5. Spaghetti

Spaghetti berasal dari Italia, namun sudah popular di Indonesia. Spaghetti

adalah mie Italia yang berbentuk panjang seperti lidi, yang umumnya di masak 9-12 menit di dalam air mendidih dengan tambahan daging diatasnya.

6. Hot Dog

Hot dog merupakan makanan siap saji berupa sosis yang diselipkan dalam

roti. Mustard, saus tomat, bawang dan mayones dapat melengkapi isiannya.

Yang tergolong dalam makanan cepat saji modern antara lain hamburger, ayam goreng kentucky, pizza, spagehetti, chicken nugget. kentang goreng (french fries), donat dan makanan cepat saji yang tradisional adalah mie instant, bakso,

mie ayam, gorengan, dan siomay (Tarigan, 2011).

2.2.3. Kandungan Gizi Makanan Cepat Saji (Fast Food)

Menurut penelitian Mulyani (2005) dalam Tarigan (2011), kandungan nilai gizi dari beberapa jenis makanan cepat saji (fast food) yang saat ini banyak dikonsumsi oleh masyarakat karena pengaruh tren globalisasi:

1. Komposisi gizi Pizza (100 g)

Kalori (483 KKal), Lemak (48 g), Kolesterol (52 g), Karbohidrat (3 g), Gula (3 g), Protein (3 g).

2. Komposisi gizi Hamburger (100 g)

Kalori (267 KKal), Lemak (10 g), Kolesterol (29 mg), Protein (11 g), Karbohidrat (33 g), Serat kasar (3 g), Gula (7 g).

3. Komposisi gizi Donat (I bh = 70 g)

(11)

4. Komposisi gizi ayam goreng Kentucky (100 g)

Kalori (298 KKal), Lemak (16,8 g), Protein (34,2 g), Karbohidrat (0,1 g). 5. Siomay 170 gr 162 kalori

6. Mie bakso sepiring 400 kalori 7. Chicken nugget 6 potong: 250 kalori

Protein 15,5%, Lemak 9,7%, Karbohidrat 66,7% 8. Mie Instant (1 bungkus) 330 Kalori

9. Kentang goreng mengandung 220 kalori

2.2.4. Dampak Makanan Cepat Saji (Fast Food) Terhadap Kesehatan

(12)

2.2.5. Upaya Mengurangi Dampak Makanan Cepat Saji (Fast Food)

Menurut Lubis (2009) dalam Tarigan (2011), ada beberapa hal yang dapat dilakukan untuk meminimalisasi dampak dari makanan cepat saji (fast food), yaitu:

1. Bukan larangan yang menakutkan atau suatu keharusan menghindari makanan cepat saji (fast food). Walaupun hidangan yang akan dinikmati umumnya mengandung garam dan lemak tinggi, sebenarnya jenis makanan cepat saji (fast food) beresiko yang identik dengan ayam goreng Kentucky juga memliki kandungan protein yang cukup tinggi. Bila harus 1 atau 2 kali dalam sebulan atau 1 kali dalam seminggu hendak menikmati makanan ayam goreng Kentucky cukup aman dilakukan. Tetapi, apabila frekuensi menikmati makanan ini dilakukan lebih sering lagi, maka sebaiknya ketika menyantap sajian ini hendaknya disertai dengan mengonsumsi sayuran dan buah-buahan. 2. Anjuran yang paling cocok bagi penggemar makanan cepat saji (fast

food) adalah mengimbangi konsumsi makanan tinggi lemak protein

dengan makanan tinggi serat seperti sayuran, baik yang disajikan dalam bentuk mentah misalnya lalapan atau dalam bentuk olahan seperti sop atau salad dari berbagai sayuran dan buah-buahan.

3. Dianjurkan meminum air putih 8-10 gelas per hari untuk mengimbangi minuman bersoda tinggi. Disamping itu, untuk mengurangi risiko makanan cepat saji (fast food) yang mengandung tinggi lemak dan tinggi kadar garamnya agar mengurangi porsi makanan atau memilih makanan dalam porsi kecil. Kemudian, membagi porsi itu dengan rekan atau teman. Dan jangan lupa untuk berolahraga secara disiplin dan teratur.

(13)

sehingga akan menekan keinginan untuk mengonsumsi makanan berlemak atau paling tidak hasrat untuk menikmati akan tertunda.

2.3. Hubungan Makanan Cepat Saji (Fast Food) terhadap Obesitas

Hubungan antara konsumsi makanan cepat saji (fast food) dengan obesitas dikaitkan oleh fakta bahwa makanan cepat saji (fast food) memiliki indeks glikemik dan densitas energi yang tinggi (Rosenheck, 2008 dan Rouhani dkk, 2012). Makanan dengan indeks glikemik akan meningkatkan konsentrasi gula darah dan akan mempengaruhi regulasi nafsu makan melalui hormon yang akan menstimulasi rasa lapar. Pada hari ketika anak mengonsumsi makanan cepat saji (fast food), densitas energi per gram dan level energi dari diet akan meningkat,

dimana bersamaan dengan hal ini, konsumsi dari sayur dan buah menjadi menurun, menjadi diet tersebut menjadi kurang sehat jika dibandingkan dengan hari ketika tidak mengonsumsi makanan cepat saji (fast food) (Paeratakul ad al, 2003).

Gambar

Gambar 2.1. Hubungan Peningkatan Ambilan Makanan, Peningkatan Berat
Tabel 2.1. Penentuan Status Gizi menurut Kriteria Waterlow, WHO 2006, dan
Tabel 2.2. Komponen Keberhasilan Rencana Penurunan Berat Badan

Referensi

Dokumen terkait

Pemberian serbuk buah pisang kepok yang paling efektif mampu mempengaruhi kadar trigliserida tikus jantan galur Wistar yang diinduksi pakan tinggi lemak dengan

Dari hasil analisa diketahui kandungan asam lemak bebas terendah sebesar 0,56% pada formulasi sabun transparan 3 % menggunakan basa NaOH, nilai ini telah memenuhi standar

Skripsi telah diterima sebagai persyaratan untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Program Studi Budidaya Perairan Fakultas Pertanian Peternakan Universitas

Forum Srikandi Desa Kabupaten Gunungkidul periode 2015/2018 merupakan periode kepemimpinan FSD pertama, sehingga rapat kerja pertama ini diupayakan seoptimal mungkin dapat

orang yang mempergunakan metode demonstrasi, pada ha1 da lam proses belajar mengajar IFS yang cendrung banyak me- ngandung aspek efektif, seha'rusny. metnde ini rnesti ada

Berdasarkan hasil penelitian setelah dilakukan penelitian pada responden dari karakteristik asupan garam beryodium pada ibu saat hamil dengan kejadian stunting

Untuk membuktikan bahwa aturan-aturan atau syarat-syarat tersebut dalam ayat 1 dari pasal ini sudah dipenuhi dan oleh karena itu sudah tidak ada rintangan lagi

penelitian yang dilakukan peneliti dan hasil penelitian para peneliti sebelumnya, dapat memberi gambaran bahwa siswa yang memiliki Nilai Ujian Nasional yang