BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Nutrisi
Makanan merupakan gabungan dari beberapa unsur kimia dan beberapa unsur
yang terkandung dalam makanan tersebut merupakan kebutuhan penting untuk organ
tubuh. Unsur-unsur kimia yang diperlukan oleh tubuh tersebut dinamakan sebagai
nutrisi.8 Nutrisi adalah kumpulan zat biokimia yang dihasilkan oleh beberapa sumber, yang umumnya berasal dari makanan.8,14 Nutrisi diperlukan untuk proses pertum-buhan dan perkembangan tubuh secara optimal, menjaga kondisi sel dan jaringan
tubuh, sebagai penghasil energi untuk melakukan aktivitas fisik dan metabolisme, dan
untuk mendukung proses regulasi tubuh setiap harinya.14,15 Nutrisi digolongkan penting untuk dikonsumsi apabila memenuhi 3 keadaan, yaitu:14
1. Apabila suatu nutrisi dikurangi porsinya, maka akan mengakibatkan
penurunan fungsi organ tubuh, misalnya fungsi sistem saraf.
2. Apabila suatu nutrisi yang tadinya dikurangi porsinya, kemudian dikonsumsi
kembali sebelum terjadinya gangguan permanen pada sistem organ tubuh, maka dapat
mengembalikan fungsi sistem tubuh yang tadinya terganggu menjadi kembali normal.
3. Apabila fungsi spesifik sistem tubuh yang terpengaruh dapat diidentifikasi.
2.1.1 Klasifikasi Nutrisi
Berdasarkan tingkat kebutuhannya, nutrisi dibedakan atas makronutrien dan
mikronutrien. Makronutrien merupakan nutrisi yang diperlukan oleh tubuh dalam
jumlah yang banyak, misalnya: karbohidrat, lemak, protein, dan air. Sedangkan
mikronutrien merupakan nutrisi yang diperlukan oleh tubuh dalam jumlah yang
sedikit, misalnya: vitamin dan mineral.14
Nutrisi berdasarkan fungsinya diklasifikasikan ke dalam 3 kategori, yaitu:
nutrisi yang berperan dalam menghasilkan energi bagi tubuh, nutrisi yang berperan
tubuh, dan nutrisi yang berperan dalam menjaga sistem kerja organ tubuh untuk
dapat berfungsi normal. Nutrisi yang berperan dalam menghasilkan energi bagi
tubuh, yaitu karbohidrat, protein, dan lemak. Nutrisi yang berperan untuk
pertumbuhan dan perkembangan tubuh sekaligus pemeliharaan kesehatan tubuh
adalah protein, lemak, vitamin, mineral, dan air. Sedangkan nutrisi yang berperan
dalam menjaga sistem kerja organ tubuh untuk dapat berfungsi normal, yaitu protein,
lemak, vitamin, mineral, dan air.14
2.1.1.1 Karbohidrat
Karbohidrat terdiri atas elemen-elemen karbon, hidrogen, dan oksigen.
Karbohidrat merupakan sumber terbesar untuk penghasil energi tubuh, berjumlah
sekitar 4 kcal/gram (kcal/gr). Karbohidrat umumnya dibagi atas monosakarida,
disakarida, dan polisakarida. Monosakarida adalah bentuk yang paling sederhana,
sedangkan disakarida biasanya merupakan penyatuan dari 2 monosakarida, dan
polisakarida merupakan karbohidrat yang terdiri atas beberapa monosakarida (sekitar
10-1000 atau bahkan lebih).14
2.1.1.2 Lemak
Lemak terdiri atas elemen-elemen karbon dan hidrogen, serta mengandung
elemen oksigen yang jumlahnya lebih sedikit daripada yang terkandung dalam
karbohidrat. Perbedaan tersebut menyebabkan lemak menghasilkan energi yang lebih
besar dari karbohidrat yaitu sekitar 9 kcal/gr.14
2.1.1.3 Protein
Seperti halnya karbohidrat dan lemak, protein juga terdiri atas elemen-elemen
karbon, oksigen, dan hidrogen. Tidak seperti nutrisi yang menghasilkan energi
lainnya, di dalam protein juga terkandung nitrogen dalam bentuk yang siap digunakan
yang biasa disebut asam amino. Protein merupakan unsur penyusun utama dalam
menjadi komponen penting untuk pembentukan darah, membran sel, enzim, dan
faktor imun. Protein memproduksi energi sekitar 4 kcal dalam setiap gramnya. 14
2.1.1.4 Vitamin
Vitamin terdiri atas unsur-unsur kimia yang bervariasi dan dapat terdiri atas
elemen-elemen karbon, hidrogen, nitrogen, oksigen, fosfor, sulfur, dan sebagainya.
Vitamin berperan dalam memicu terjadinya reaksi kimia dalam tubuh. Beberapa
reaksi kimia yang dipengaruhi oleh vitamin diantaranya adalah proses penghasilan
energi dalam karbohidrat, protein, dan lemak untuk tubuh, meskipun vitamin itu
sendiri tidak dapat menghasilkan energi. Vitamin terdiri atas 13 macam dan
dikelompokkan kedalam 2 kelompok berdasarkan kelarutannya. Klasifikasi vitamin
berdasarkan kelarutannya, dibagi atas : 4 jenis vitamin yang larut dalam lemak (yaitu:
vitamin A, D, E, dan K) dan 9 jenis vitamin yang larut dalam air (yaitu: vitamin B
dan C). 14
Tabel 1. Kelompok Vitamin yang Larut dalam Lemak14
Vitamin Sumber
RDA atau kebutuhan
tubuh
Vitamin A Vitamin A : hati, susu, minyak hati ikan
Provitamin A : sayuran berwarna merah, oranye, hijau, dan kuning
serta buah jeruk
700-900 µg RAE
Vitamin D Makanan yang diperkaya vitamin D,
susu, minyak ikan
5-10 µg (200-400 IU)
15 µg > 70 yrs (600 IU)
Vitamin E Minyak tumbuhan, biji-bijian, kacang tanah, produk olahan minyak
15 mg alpha-tocopherol
Tabel 2. Kelompok Vitamin yang Larut dalam Air14
Vitamin Sumber RDA atau kebutuhan tubuh
Thiamin Babi dan prtoduk olahannya, produk olahan sereal, kacang
tanah, biji-bijian
Laki-laki: 1.2 mg/hari Perempuan: 1.1 mg/hari
Riboflavin Susu, jamur, bayam, biji-bijian
Laki-laki: 1.3 mg/hari Perempuan: 1.1 mg/hari Niacin Daging, unggas, ikan dan
produk olahannya, roti gandum, hasil konversi triptofan menjadi niacin
Laki-laki: 16 mg NE/hari Perempuan: 14 mg NE/hari
Asam Pantotenat
Dijumpai dalam berbagai jenis makanan
Dewasa: 5 mg/hari
Biotin Dijumpai dalam berbagai jenis makanan
Dewasa: 30 µg/hari
Vitamin B-6 Makanan yang mengandung protein hewani, bayam, kentang, pisang, ikan salmon,
biji bunga matahari
Dewasa usia 19-50 tahun: 1.3 mg/hari
Laki-laki berusia diatas 50 tahun: 1.4 mg/hari Perempuan berusia diatas
50 tahun: 1.3 mg/hari Asam Folat Sayuran hijau, hati, produk
olahan sereal, kacang-kacangan, jeruk
400 µg/hari (Untuk wanita yang sedang mengandung ataupun menyusui maka dibutuhkan asupan yang
lebih banyak) Vitamin B-12 Produk makan hewani,
produk olahan sereal
Dewasa usia 19-50 tahun: 2.4 µg/hari
Dewasa usia 51 keatas membutuhkan jumlah asupan yang sama tetapi direkomendasikan berasal
dari suplemen tambahan Vitamin C Jeruk, strawberi, brokoli,
sayuran hijau
Laki-laki: 90 mg/hari Perempuan: 70 mg/hari
2.1.1.5 Mineral
Mineral pada umumnya tidak dapat menghasilkan energi, tetapi mineral
berperan dalam fungsi kerja sistem saraf, beberapa proses sel, keseimbangan air
dalam tubuh, dan sistem struktur pembentuk tubuh (misalnya pembentukan tulang).
Beberapa contoh mineral, antara lain: sodium, potassium, klorida, kalsium, fosfor,
magnesium, sulfur, zat besi, dan sebagainya. 14
2.1.1.6 Air
Air yang secara kimia disebut H2O terkadang diklasifikasikan kedalam makronutrien karena dibutuhkan dalam jumlah yang besar dan mengambil peran
penting dalam sistem kerja tubuh. Hal tersebut disebabkan oleh karena di dalam
tubuh manusia terdiri atas 60% air, sehingga dalam sehari dibutuhkan sekitar 2 liter
air atau setara dengan 8 gelas air. Air yang dibutuhkan bukan hanya terkandung
dalam bentuk dasar, tetapi dapat juga diperoleh dalam beberapa jenis makanan,
misalnya: buah-buahan dan sayur-sayuran. 14
2.1.2 Peran Nutrisi dalam Perkembangan Gigi dan Mulut
Nutrisi yang dikonsumsi secara umum berperan dalam pertumbuhan dan
perkembangan tubuh dan secara khususnya mempengaruhi perkembangan gigi dan
mulut. Nutrisi yang berperan dalam perkembangan gigi dan mulut diantaranya adalah
protein, vitamin A, vitamin D, kalsium, fosfor, asam askorbat, fluoride, zink, zat besi,
iodin, dan magnesium. Berikut akan ditampilkan efek kekurangan nutrisi dengan
Tabel 3. Defisiensi Nutrisi dan Perkembangan Gigi8
Nutrisi Efek pada jaringan
Protein Erupsi gigi yang terhambat, rentan terhadap karies, disfungsi kelenjar saliva
Vitamin A Gangguan matriks keratin pada enamel, rentan mengalami hipoplasia enamel, rentan terhadap karies, menghambat perkembangan jaringan epitel, disfungsi
morfogenesis gigi
Vitamin D Mengganggu kalsifikasi gigi
Kalsium/Fosfor Mengurangi konsentrasi kalsium dalam tulang dan gigi, rentan mengalami hipomineralisasi
Asam Askorbat Matriks kolagen pada dentin terganggu, mengakibatkan perubahan pada pulpa
Fluor/ Zat besi/ Zinc
Rentan mengalami karies
Iodin Erupsi gigi yang terhambat
Magnesium Berisiko mengalami hipoplasia enamel
Menurut beberapa penelitian, terdapat hubungan antara kekurangan nutrisi
dengan terhambatnya pertumbuhan dan perkembangan tulang wajah dan terdapat
hubungan terganggunya pembentukan basis tulang dan rahang. Terdapat pula
penelitian menyebutkan bahwa pada anak yang kekurangan nutrisi, cenderung lebih
rentan terhadap karies. Sedangkan beberapa penelitian yang dilakukan pada hewan
menunjukkan bahwa kekurangan mengkonsumsi protein dan kalori mempengaruhi
pertumbuhan dan perkembangan rahang dan gigi.11
2.1.3 Pemenuhan Nutrisi
Faktor sosial sangat mempengaruhi pemilihan jenis makanan yang dikonsumsi.
Pola makan bayi dan anak biasanya tergantung dari pola konsumsi orang tuanya.
Sedangkan dengan pertambahan usia dan lingkungan sosial, seseorang yang
menginjak masa remaja dan dewasa banyak mengadopsi pola makan lingkungan
tempatnya bergaul.
2. Gaya hidup
Faktor lain yang mempengaruhi pemenuhan nutrisi adalah gaya hidup. Pada
pola kehidupan modern saat ini, makanan cepat saji cenderung lebih diminati karena
lebih praktis dan tidak memelukan waktu lama untuk proses pengolahannya.
Biasanya dengan pola kehidupan modern seperti ini, orang lebih mementingkan
kuantitas makanan yang dikonsumsi dibandingkan dengan tingkat nutrisi yang
dikandung didalamnya.
3. Tradisi/kebudayaan
Salah satu faktor yang memiliki pengaruh besar terhadap pemilihan jenis nutrisi
dan pola konsumsi makanan adalah faktor tradisi atau budaya, misalnya: masyarakat
Cina memiliki budaya sarapan dengan semangkuk nasi dan secangkir teh, sedangkan
masyarakat daerah barat cenderung mengkonsumsi roti atau kentang dengan
secangkir jus.
4. Agama/kepercayaan yang dianut
Makanan menjadi bagian terpenting dalam upacara keagamaan, simbol-simbol
keagamaan, dan tradisi dalam agama. Masing-masing agama, baik Kristen, Yahudi,
Hindu, Buddha, dan Islam, masing-masing memiliki aturan mengenai pola makan
yang berbeda-beda. Agama juga mengatur waktu dan tata cara makan seseorang,
misalnya pada agama yang menganut pola konsumsi vegetarian, pada suatu keadaan
dimana metabolisme tubuh tinggi seperti masa kehamilan, menyusui, dan
pertumbuhan, diet vegetarian dianggap berisiko karena dapat menyebabkan defisiensi
beberapa zat gizi.
5. Pengetahuan
Pengetahuan akan kebutuhan konsumsi suatu nutrisi yang akan mempengaruhi
pendidikan, pengalaman, serta kehidupan sosial dan politik, misalnya: dalam
memberikan ASI, ibu yang tidak tahu betapa pentingnya nutrisi yang terkandung
dalam ASI akan lebih cenderung memilih memberikan susu formula karena
menganggap proses pemberian ASI yang cenderung tidak praktis dan memakan
waktu.
2.2 Status Gizi
Pemenuhan nutrisi seorang anak biasanya diukur melalui skala status gizi.18 Status gizi merupakan keadaan kesehatan tubuh seseorang yang diakibatkan oleh
konsumsi, penyerapan, dan penggunaan zat gizi makanan. Status gizi merupakan
tanda-tanda atau penampilan seseorang akibat keseimbangan antara pemasukan dan
pengeluaran zat gizi yang berasal dari pangan yang dikonsumsi.19 Status gizi yang baik dapat membantu proses pertumbuhan dan perkembangan anak untuk mencapai
kematangan yang optimal.20
Secara umum status gizi seseorang dapat dinilai dengan pengukuran melalui
metode langsung dan tidak langsung. Metode pengukuran secara langsung dilakukan
dengan penilaian antropometri, pemeriksaan klinis, biokimia, dan biofisik. Sedangkan
metode pengukuran secara tidak langsung dilakukan melalui survei konsumsi
makanan, statistik vital, dan faktor ekologi.21
2.2.1 Penilaian Status Gizi
Secara umum, penilaian status gizi dilakukan melalui dua metode, yaitu:21-23 1. Penilaian status gizi secara langsung
Penilaian status gizi secara langsung dapat dibagi menjadi empat penilaian,
yaitu:
a. Antropometri
Secara umum antropometri artinya ukuran tubuh manusia. Ditinjau dari sudut
pandang gizi, maka antropometri gizi berhubungan dengan berbagai macam
pengukuran dimensi tubuh dan komposisi tubuh dari berbagai tingkat umur dan
fisik yaitu tinggi badan, berat badan, Indeks Massa Tubuh (IMT), lingkaran kepala,
lipatan kulit, lingkaran lengan atas, panjang lengan (arm span), proporsi tubuh,
panjang tungkai dan rasio pinggang atau panggul.
b. Pemeriksaan klinis
Pemeriksaan klinis ini didasarkan atas perubahan-perubahan yang terjadi yang
dihubungkan dengan ketidakcukupan gizi. Hal ini dapat dilihat pada jaringan epitel
seperti kulit, kuku, mata, rambut, oral (lidah, gingiva, bibir, dan membran mukosa),
pada organ-organ yang dekat dengan permukaan tubuh seperti kelenjar tiroid serta
pada keseluruhan muskulatur atau simpanan adiposa. Di samping itu, pemeriksaan
klinis digunakan untuk mengetahui tingkat gizi seseorang dengan melakukan
pemeriksaan fisik yaitu tanda (sign) dan gejala (symptom) atau riwayat penyakit.
c. Biokimia
Penilaian status gizi dengan biokimia adalah pemeriksaan spesimen yang diuji
secara laboratorium yang dilakukan pada berbagai macam jaringan tubuh.
Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan antara lain pemeriksaan elektrolit
(digunakan sebagai indikator status cairan), pemeriksaan zat besi atau mineral lainnya
(digunakan sebagai indikator status mineral), pemeriksaan kadar vitamin
(mikronutrien), pemeriksaan intoleransi substrat (protein, karbohidrat atau lemak),
dan pemeriksaan protein viseral. Metode ini digunakan untuk suatu peringatan bahwa
kemungkinan akan terjadi keadaan malnutrisi yang lebih parah lagi. Pemeriksaan
biokimia biasanya digunakan untuk menentukan kekurangan gizi yang spesifik.
d. Biofisik
Penentuan status gizi secara biofisik adalah metode penentuan status gizi
dengan melihat kemampuan fungsi (khususnya jaringan) dan melihat perubahan
struktur.
2. Penilaian secara tidak langsung
Penilaian status gizi secara tidak langsung dibagi atas tiga cara, yaitu:
a. Survei Konsumsi Makanan
Survei konsumsi makanan adalah metode penentuan status gizi secara tidak
data konsumsi makanan dapat memberikan gambaran tentang konsumsi berbagai zat
gizi pada masyarakat, keluargadan individu. Survei ini dapat mengindentifikasi-kan
kelebihan dan kekurangan gizi.
b. Statistik Vital
Pengukuran status gizi dengan statistik vital adalah dengan menganalisis data
beberapa statistik kesehatan seperti angka kematian berdasarkan umur, angka
kesakitan, dan kematian akibat penyebab tertentu dan data lainnya yang berhubungan
dengan gizi.
c. Faktor Ekologi
Bengoa mengungkapkan bahwa malnutrisi merupakan masalah ekologi sebagai
hasil interaksi beberapa faktor fisik, biologis, dan lingkungan budaya. Jumlah
makanan yang tersedia sangat tergantung dari keadaan ekologi seperti iklim, tanah,
irigasi, dan lain-lain. Pengukuran faktor ekologi dipandang sangat penting untuk
mengetahui penyebab malnutrisi.
2.2.2 Penilaian Status Gizi Menurut Keputusan Menteri Kesehatan RI
Berdasarkan surat keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia (Menkes
RI) tahun 2010 ditetapkan bahwa untuk menilai status gizi anak diperlukan standar
antropometri yang mengacu kepada standar World Health Organization (WHO)
tahun 2005.24 Standar ini berlaku untuk mengukur status gizi anak usia 0-18 tahun,dengan ketentuan sebagai berikut:24
a. Pada anak usia 0-60 bulan
Pengukuran dilakukan menggunakan indeks berat badan menurut umur (BB/U),
indeks panjang badan menurut umur (PB/U) atau indeks tinggi badan menurut umur
(TB/U), indeks berat badan menurut panjang badan (BB/PB) atau indeks berat badan
menurut tinggi badan (BB/TB), dan indeks massa tubuh menurut umur (IMT/U)
b. Pada anak usia 5-18 tahun
Pengukuran dilakukan menggunakan indeks massa tubuh menurut umur
indikator yang paling sering digunakan untuk mendeteksi masalah gizi pada
seseorang.
Pada perhitungan IMT status gizi anak, maka angka berat badan dan tinggi
badan setiap anak dikonversikan ke dalam nilai terstandar (Zscore) menggunakan
baku antropometri anak balita berdasarkan WHO 2005.25 IMT adalah perbandingan antara berat badan dengan tinggi badan kuadrat.26 Cara pengukurannya adalah pertama-tama ukur berat badan dan tinggi badannya. Selanjutnya dilakukan
perhitungan IMT, yaitu:26 Berat badan (kg)
IMT =
Tinggi badan 2 (meter)
Pada saat ini, yang paling sering dilakukan untuk menyatakan BMI adalah
denganZ-skor atau persentil.Z-skor adalah deviasi nilai seseorang dari nilai median
populasi referensi dibagi dengan simpangan baku populasi referensi. Sedangkan
persentil adalah tingkatan posisi seseorang pada distribusi referensi World Health
Organization/National Center for Health Statistics (WHO/NCHS), yang dijelaskan
dengan nilai seseorang sama atau lebih besar daripada nilai persentase kelompok
populasi.26
2.2.3 Penilaian Status Gizi Menurut Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI)
Pengukuran status gizi di Indonesia rekomendasi Ikatan Dokter Anak Indonesia
(IDAI) tahun 2011 tentang asuhan nutrisi pediatrik, penentuan status gizi dilakukan
berdasarkan berat badan (BB) menurut panjang badan (PB) atau tinggi badan (TB)
(BB/PB atau BB/TB).27 Dalam hal ini, diatur bahwa penentuan status gizi seorang anak dihitung menurut dua cara, yaitu:27
a. Untuk anak usia 0-5 tahun, acuan yang digunakan adalah grafik
pertumbuhan WHO tahun 2006. Grafik WHO 2006 digunakan untuk usia 0-5 tahun
karena mempunyai keunggulan metodologi dibandingkan Centers for Disease
Control and Prevention (CDC) 2000. Subjek penelitian pada WHO 2006 berasal dari
b. Untuk anak usia 5-18 tahun, acuan yang digunakan adalah grafik
pertumbuhan CDC tahun 2000. Untuk usia di atas 5 tahun hingga 18 tahun digunakan
grafik CDC 2000 dengan pertimbangan grafik WHO 2007 tidak memiliki grafik
BB/TB dan data dari WHO 2007 merupakan smoothing NCHS 1981.
Grafik pertumbuhan CDC tahun 2000 terdiri atas grafik pertumbuhan untuk
bayi usia 0-36 bulan dan untuk anak-anak hingga remaja usia 2-20 tahun. Grafik
pertumbuhan untuk bayi usia 0-36 bulan dirancang dengan membedakan jenis
kelamin untuk standar pengukuran berat badan menurut usia, panjang badan saat
berbaring menurut usia, ukuran lingkar kepala menurut usia, dan berat badan saat
berbaring menurut usia. Pada grafik pertumbuhan untuk anak-anak hingga remaja
usia 2-20 tahun juga dibedakan berdasarkan jenis kelamin, untuk standar pengukuran
berat badan berdasarkan usia, tinggi badan berdasarkan usia, dan Indeks Massa
Tubuh (IMT) berdasarkan usia. Grafik Indeks Massa Tubuh (IMT) merupakan grafik
baru yang dirancang untuk lebih dapat menggambarkan status gizi seseorang bahkan
untuk anak-anak, grafik ini dapat memprediksi resiko kelebihan berat badan.28
Kelebihan perhitungan Indeks Massa Tubuh (IMT) lainnya adalah cara
perhitungannya yang sederhana, murah, dan noninvasif untuk menghitung lemak
tubuh. Pengukuran Indeks Massa Tubuh (IMT) lebih lengkap dibanding metode
pengukuran lainnya karena telah memperhitungkan berat badan dan tinggi badan
sehingga hasil perhitungan akan lebih akurat. Indeks Massa Tubuh (IMT) dihitung
dengan pembagian berat badan (dalam kg) oleh tinggi badan (dalam m) sehingga
akan didapatkan hasil dalam satuan kg/m2 (kilogram per meter kuadrat).Untuk menentukan klasifikasi status gizi anak berdasarkan CDC 2000, hasil perhitungan
IMT yang didapat, disesuaikan dengan grafik yang tersedia dengan memperhatikan
Gambar 2. Grafik pertumbuhan CDC 2000 untuk BMI for agepada anak perempuan usia 2-20 tahun28
Klasifikasi status gizi menurut grafik CDC 2000 diklasifikasikan menurut
persentil dari hasil yang didapat pada grafik. Terdapat 4 penggolongan status gizi
menurut grafik pertumbuhan CDC 2000, yaitu:30
1. Gizi Buruk (underweight), apabila BMI ≤ persentil ke-5.
2. Normal (normal weight), apabila BMI berada diantara > persentil ke-5
3. Gizi berlebih (over weight), apabila BMI berada diantara > persentil ke-85
sampai ≤ persentil ke-95.
4. Obesitas (obesity), apabila BMI > persentil ke-95.
2.3 Perkembangan Gigi Anak
Perkembangan gigi anak dimulai sejak dalam kandungan kemudian akan
dilanjutkan dengan pertumbuhan gigi susu, fase gigi bercampur, dan diakhiri oleh
pertumbuhan gigi permanen.6,31
2.3.1 Perkembangan Gigi di Dalam Kandungan
Tumbuh kembang dan kondisi kesehatan anak sangat ditentukan oleh kondisi
janin didalam kandungan.32 Pertumbuhan dan perkembangan gigi seorang anak pertama sekali berlangsung ketika janin berada di dalam kandungan.4
Pada masa embrio yaitu sekitar 28-30 hari usia kehamilan, perkembangan
rongga mulut dimulai dengan dilapisi oleh stratified squamous epithelium yang
disebut oral ectoderm. Perkembangan gigi kemudian dilanjutkan pada 3 minggu
masa kehamilan, kemudian terjadi penebalan lapisan epitelium pada inferior border
dari maxillary process dan superior border dari mandibular process yang bergabung
membentuk margin lateral pada rongga mulut. Pada 6 minggu usia kehamilan,
maxillary odontogenic zone coalesce membentuk dental lamina dan mandibular zone
menyatu pada midline. Dental lamina nantinya akan menjadi fondasi lengkung gigi.31 Di dalam kandungan telah terjadi kalsifikasi gigi desidui. Waktu kalsifikasi gigi
Tabel 4. Waktu Kalsifikasi dan Erupsi Gigi Desidui4
Gigi desidui
Kalsifikasi gigi di dalam
kandungan (dalam satuan minggu)
Erupsi gigi
(dalam satuan bulan)
Rahang atas
2.3.2 Perkembangan Gigi Desidui
Masa gigi desidui dimulai dari erupsi gigi desidui pertama yaitu gigi insisivus
mandibula dan masa ini berakhir saat erupsinya gigi molar pertama permanen. Masa
gigi desidui berlangsung pada anak berusia 6 bulan sampai 6 tahun setelah kelahiran
(Tabel 4). Pada anak berusia 2,5 tahun, gigi desidui biasanya sudah lengkap dan
sudah berfungsi dengan baik. Formasi akar semua gigi desidui akan terbentuk
sempurna pada usia 3 tahun.31
Gambaran klinis pada masa gigi desidui adalah sebagai berikut:31 a. Terdapat jarak antara gigi anterior (Gambar 3)
b. Primate/simian/anthropoid space (Gambar 4)
Pada masa ini, terdapat jarak/ruangan pada bagian mesial gigi kaninus rahang
atas dan bagian distal gigi kaninus mandibula. Ruangan ini dipersiapkan untuk
c. Masa overjet dan overbite yang ringan (Gambar 4)
Gambar 3.Spacing pada gigi desidui31
Gambar 4. Primate space31
Gambar 5. Penurunan tingkatanoverjet
d. Terjadi sedikit inklinasi vertikal pada gigi anterior
e. Perkembangan rahang yang akan berbentuk ovoid
f. Hubungan rahang straight/flush terminal.
Hubungan rahang pada gigi desidui diklasifikasikan dalam 3 tipe, yaitu:31
• Flush terminal plane (Gambar 4A)
Yaitu permukaan distal gigi molar kedua desidui pada maksila berada segaris
vertikal dengan permukaan distal gigi molar kedua desidui pada mandibula. Hal ini
wajar terjadi pada hubungan molar kedua gigi desidui karena lebar mesiodistal gigi
molar mandibula lebih besar dari lebar mesiodistal gigi molar maksila.
• Mesial step (Gambar 4B)
Yaitu permukaan distal gigi molar kedua desidui pada mandibula berada lebih
mesial dari permukaan distal gigi molar kedua desidui pada mandibula.
• Distal step (Gambar 4C)
Yaitu permukaan distal gigi molar kedua desidui pada mandibula berada lebih
distal dari permukaan distal gigi molar kedua desidui pada mandibula.
(A) (B) (C)
Gambar 4. (A) Hubungan molar flush terminal plane, (B) Hubungan molarmesial step,dan (C)Hubungan molar distal step31
2.3.3 Masa Gigi Bercampur
Pada masa ini, terdapat gigi desidui dan gigi permanen. Masa ini berlangsung
pada anak usia 6-12 tahun. Masa gigi bercampur ini dibagi atas 2 masa transisi, yaitu:
antara pergantian gigi molar permanen dan transisi pada gigi insisivus permanen.31 Sedangkan pada masa transisi kedua terjadi hal sebagai berikut: 31
1. Pergantian gigi molar dan kaninus desidui
Berlangsung pada usia 10 tahun, pada masa ini biasanya gigi tidak kelihatan
berjejal kecuali pada gigi premolar pertama dan kaninus
2. Erupsi gigi kaninus permanen dan premolar (Gambar 7)
Pertumbuhan diawali oleh erupsi gigi kaninus dan premolar pertama pada
mandibula (pada usia 9-10 tahun) kemudian dilanjutkan oleh erupsi gigi premolar dan
kaninus maksila pada usia 11-12 tahun
3. Erupsi gigi molar kedua permanen
4. Penyesuaian oklusi (pembentukan pola oklusi gigi rahang atas dan rahang
bawah).
Gambar 7. Erupsi gigi premolar31
2.3.4 Perkembangan Gigi Permanen
Pertumbuhan gigi permanen dimulai setelah kelahiran. Proses kalsifikasi gigi
permanen dimulai dari pembentukan cusp gigi molar pertama permanen dan berakhir
paling lama pada usia 25 tahun. Proses kalsifikasi sempurna gigi insisivus
berlangsung 4-5 tahun dan gigi permanen lainnya berlangsung 6-8 tahun.31 Gigi permanen cenderung erupsi secara berkelompok sehingga penting untuk mengetahui
fase perkembangannya yang biasanya dikalkulasi dalam usia dental. Usia dental
tahapan kedua dan ketiga memiliki hubungan yang sangat erat, terdiri atas resorpsi
akar gigi desidui dan perkembangan dari gigi permanen.6
Tabel 5. Kronologi Perkembangan Gigi Permanen (Rahang Atas)6
Gigi
Erupsi Akar terbentuk
sempurna
32 minggu dalam
Tabel 6. Kronologi Perkembangan Gigi Permanen (Rahang Bawah)6
2.4 Gigi Berjejal
Gigi berjejal (dental crowding) merupakan suatu keadaan maloklusi. Gigi
berjejaldidefinisikan sebagai suatu keadaan dimana tidak seimbang antara ruangan
yang dibutuhkan gigi-geligi dengan ruangan yang disediakan oleh lengkung rahang
sehingga gigi-gigi akan saling bertimpa dan mengalami rotasi.5 Dengan kata lain, gigi berjejal dapat diartikan sebagai keadaan dimana terdapat kekurangan panjang tulang
alveolar untuk menampung semua gigi di dalam lengkung rahang.33 Crowding pada gigi permanen telah dapat dilihat pada usia sekitar 12–14 tahun karena pada usia
Gigi
32 minggu dalam
tersebut diperkirakan 28 gigi permanen telah tumbuh sampai pada gigi molar ke dua
pada masing-masing kuadran.4
Penelitian Yusuf dkk., tentang prevalensi maloklusi pada anak yatim usia 12-15
tahun dengan menggunakan indeks Dental Aesthetic dari 165 sampel, ditemukan
bahwa prevalensi tertinggi maloklusi yang terjadi adalah kasus gigi berjejal yaitu
sebanyak 38,8%.34 Hasil penelitian tersebut sejalan pula dengan penelitian Tak dkk., tentang prevalensi maloklusi dan kebutuhan perawatan ortodonti pada anak usia 12-
15 tahun di India, dinyatakan prevalensi gigi berjejal merupakan prevalensi maloklusi
tertinggi yaitu sebanyak 40,2% pada sampel sebanyak 887 anak.35 Pada hasil penelitian Hossein dikatakan bahwa kasus gigi berjejal merupakan kasus maloklusi
terbanyak dengan prevalensi 77,4% pada sampel 398 anak laki-laki dengan usia
13-15 tahun di Tabriz.36
Maloklusi (misalnya kasus gigi berjejal) dipengaruhi oleh beberapa faktor,
antara lain:
1. Faktor herediter
Faktor herediter (faktor keturunan yang diwariskan orang tua) memiliki
pengaruh utama terhadap terjadinya maloklusi, misalnya bentuk, ukuran, dan jumlah
gigi yang tumbuh. Lebar mesiodistal gigi mempengaruhi cukup atau tidaknya gigi
menempati ruang rahang yang tersedia. Kekurangan ruang rahang dapat memicu
terjadinya gigi berjejal.Disamping itu faktor herediter juga bisa menyebabkan
seseorang memiliki ukuran rahang yang kecil. Semakin kecil ukuran rahang
seseorang,maka semakin besar peluang seseorang mengalami gigi berjejal.Jumlah
gigi yang berlebih (supernumerary teeth) juga merupakan pemicu terjadinya kasus
gigi berjejal,misalnya ada gigi supplemental insisivus lateral dapat menyebabkan gigi
regio anterior maksila berjejal, hal ini disebabkan karena kekurangan tempat dengan
tumbuhnya gigi tambahan tersebut.5,37,38 2. Faktor lingkungan
Beberapa keadaan pada gigi desidui dapat memicu terjadinya kasus gigi
berjejal, antara lain adalah premature loss gigi desidui, karies pada gigi desidui, dan
tidak terjaganya ruangan pada lengkung rahang untuk erupsi gigi permanen akibat
adanya pergeseran dari gigi tetangga dan gigi antagonis ke ruangan yang kosong.
Salah satu contohnya adalah kehilangan gigi molar desidui yang akan menyebabkan
gigi permanen molar pertama bergerak ke arah mesial sehingga mengganggu ruangan
untuk erupsi gigi permanen lainnya. Karies proksimal pada gigi desidui yang tidak
dirawat dapat menganggu terjaganya ruang lengkung rahang untuk gigi permanen
nantinya, sehingga kemungkinan gigi permanen akan kekurangan ruangan dan
tumbuh berjejal. Selain itu, persistensi gigi desidui baik pada maksila maupun
mandibula mempengaruhi terjadinya susunan gigi permanen yang berjejal. Hal ini
disebabkan oleh gigi desidui yang masih ada sedangkan gigi permanen penggantinya
sudah erupsi, sehingga gigi permanen akan kekurangan ruangan untuk dapat erupsi
dengan baik.7,39-42
Beberapa kebiasaan buruk mempengaruhi terjadinya maloklusi khususnya
kasus gigi berjejal. Warren menyatakan kebiasaan menghisap nonnutritive seperti
menghisap jari dan penggunaan dot akan berpengaruh terhadap terjadinya
maloklusi.43Demikian pula Varas dkk., menyatakan bahwa terjadi peningkatan kasus maloklusi pada gigi sulung akibat adanya kebiasaan buruk menghisap dot pada anak.
Kebiasaan buruk menghisap dot menyebabkan terganggunya perkembangan
dento-kraniofasial.44Sedangkan menurut Corruccini, kebiasaan bernafas dari mulut (habitual mouth breathing) juga mempengaruhi terjadinya maloklusi.43 Kebiasaan buruk menggigit kuku (nail biting) dapat menyebabkan rotasi pada gigi dan memicu
terjadinya kasus gigi berjejal.38
Selain itu, pola mengkonsumsi makanan lunak pada anak juga mempengaruhi
terjadinya gigi berjejal. Pada zaman modern, manusia cenderung mengkonsumsi
makanan lunak sehingga aktivitas pergerakan rahang untuk mengunyah makanan
akan berkurang sehingga berdampak pada berkurangnya stimulus untuk memicu
perkembangan rahang. Hal ini memicu terjadinya kondisi gigi berjejal terutama pada
gigi permanen setelah tumbuhnya gigi premolar.6
Penyebab lain gigi berjejal adalah dampak dari adanya tekanan akibat erupsi
pada saat semua gigi telah erupsi sempurna, akan memicu terjadinya kasus gigi
berjejal. Hal ini disebabkan karena tidak tersedianya ruangan untuk erupsi gigi molar
ketiga sehingga gigi molar ketiga akan memaksakan ruangan dan mendesak susunan
2.5 Kerangka Teori
GambaranStatus Gizi dan Kasus Gigi Berjejal
Status Gizi
BMI for Age CDC 2000
Faktor Risiko
1. Faktor Herediter
2. Faktor
Antropometri Faktor Ekologi
Statistik Vital Survei Konsumsi
Makanan Peran Nutrisi dalam
Perkembangan Gigi dan Mulut
Perkembangan Gigi Anak
Perkembangan Gigi Desidui
Perkembangan Gigi Permanen Masa Gigi Bercampur Perkembangan Gigi di
Dalam Kandungan
Gigi Tidak Berjejal Penilaian
Tidak Langsung Pemenuhan
2.6 Kerangka Konsep
Variabel Terkendali
• Jenis Kelamin
(Laki-laki dan perempuan)
• Umur 12-15 tahun (Kelas VII, VIII, dan IX)
Variabel Independen
Status Gizi
- Gizi Buruk - Normal - Gizi Berlebih
Ob i
Variabel Dependen
Gigi Berjejal
Variabel Tak Terkendali
- Herediter (bentuk gigi, ukuran gigi, jumlah gigi, dan ukuran rahang)
- Keadaan gigi desidui
(persistensi, premature loss, dan karies proksimal)
- Kebiasaan buruk oral
- Pola makan (kebiasaan