• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Statistik dan Statistika - Perbandingan Preferensi Peserta BPJS Terhadap Kualitas Pelayanan di Rumah Sakit Dr. Pirngadi dan Rumah Sakit Martha Friska Medan Tahun 2015

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Statistik dan Statistika - Perbandingan Preferensi Peserta BPJS Terhadap Kualitas Pelayanan di Rumah Sakit Dr. Pirngadi dan Rumah Sakit Martha Friska Medan Tahun 2015"

Copied!
26
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1Statistik dan Statistika

Menurut Soepono (1997), statistik dapat diartikan sebagai cara maupun aturan-aturan yang berkaitan dengan pengumpulan, pengolahan atau analisis, penarikan kesimpulan, atas data-data yang berbentuk angka dengan menggunakan suatu asumsi-asumsi tertentu. Sedangkan pengetahuan yang membicarakan cara-cara ini disebut statistika.

Menurut soleh (2005), statistika merupaka suatu cabang ilmu pengetahuan yang bertujuan untuk mempelajari tata cara pengumpulan data atau sampling, Pengolahan data, penyajian data, analisis data, dan pengambilan keputusan berdasarkan data.

Statistika kesehatan ialah data atau informasi yang berkaitan dengan masalah kesehatan. Secara garis besar, metode statistika dapat dibagi menjadi dua kategori yaitu statistika deskriptif dan statistika inferensial. Statistika deskrptif bertujuan untuk memperoleh gambaran tentang keadaan yang berkaitan dengan penyakit dan kesehatan masyarakat berdasarkan hasil pengamatan yang nyata. Sedangkan statistika inferensial bertujuan untuk menarik kesimpulan ciri-ciri populasi yang dinyatakan dengan parameter populasi melalui perhitungan-perhitungan statistik sampel (Budiarto, 2001).

2.2Statistik Multivariat

(2)

Teknik analisis multivariat dapat menganalisis pengaruh beberapa variabel terhadap variabel-variabel lainnya dalam waktu yang bersamaaan.

Analisis multivariat adalah analisis multi variabel dalam satu atau lebih hubungan. Analisis ini berhubungan dengan semua teknik statistik yang secara simultan menganalisis sejumlah pengukuran pada individu atau objek (Santoso, 2014).

Analisis multivariat digunakan apabila masalah yang terjadi tidak dapat diselesaikan dengan hanya menghubungkan dua variabel atau melihat pengaruh satu variabel terhadap variabel lainnya. Masalah tersebut dapat dipengaruhi oleh beberapa variabel dan antar variabel yang saling berhubungan, oleh sebab itu teknik analisis multivariat dibutuhkan untuk melakukan analisis data yang sangat komplek. Hal ini tidak membuat metode statistik sederhana seperti analisis univariat dan bivariat tidak diperlukan lagi. Setiap metode mempunyai karakteristik dan kompleksitas yang berbeda, dan pada akhirnya tergatung pada tujuan analisis serta kompleksitas masalah yang dihadapi.

Menurut supranto (2010), analisis statistik multivariat bisa dikelompokkan menjadi dua kelompok besar, yaitu :

1. Analisis dependensi/ ketergantungan (dependence methods)

(3)

Analisis interdependensi bertujuan untuk memberikan arti (meaning) kepada suatu set variabel (kelompok variabel) atau mengelompokkan suatu set variabel menjadi kelompok yang lebih sedikit jumlahnya dan masing-masing kelompok membentuk variabel baru yang disebut faktor (mereduksi jumlah variabel).

2.3Analisis Konjoin

2.3.1. Pengertian dan Konsep Dasar Analisis Konjoin

Analisis konjoin merupakan suatu metode untuk mengetahui penilaian konsumen terhadap suatu produk atau jasa berdasarkan atribut yang ada pada produk atau jasa tersebut. Hasil penilaian konsumen bermanfaat dalam menentukan produk atau jasa yang paling disukai konsumen.

Kata conjoint menurut pra praktisi riset diambil dari kata Considered Jointly yang dalam kenyataannya kata sifat conjoint diturunkan dari kata benda to

conjoint yang berarti joined together atau bekerja sama (Kuthfeld, 2000).

Menurut Hair et al (2010), “conjoint analysis is a multivariate technique developed specifically to understand how respondents develop preferences for any

types of object (product, services, or ideas)”. Analisis konjoin adalah suatu teknik

multivariat yang secara khusus digunakan untuk memahami bagaimana responden mengembangkan preferensinya terhadap semua jenis objek (produk, pelayanan atau ide).

(4)

responden membentuk keputusan pada sebuah produk atau pelayanan (Arniva, 2014). Dalam penskalaannya, analisis konjoin mempercayakan pada evaluasi subjektif pada responden yang stimulusnya merupakan kombinasi dari tingkat atribut yang ditentukan oleh peneliti.

Analisis konjoin termasuk kedalam kelompok metode dependen multivariat, sehingga dalam analisisnya diperlukan variabel bebas dan variabel tergantung. Variabel bebas merupakan faktor, dan variabel tergantung merupakan preferensi dari konsumen dalam memberikan penilaian terhadap faktor-faktor suatu produk, jasa, atau ide yang dinilainya (sarwono, 2009).

Menurut Supranto (2010), tujuan dari analisis konjoin antara lain :

1. Untuk menentukan kepentingan relatif dari atribut di dalam proses pemilihan yang dilakukan oleh konsumen.

2. Untuk mengestimasi pangsa pasar produk atau jasa yang berbeda dalam tingkatan level atribut.

3. Untuk menentukan komposisi produk atau jasa yang paling disukai oleh konsumen.

4. Untuk membuat segmen pasar berdasarkan pada kemiripan preferensi untuk tiap tingkatan level atribut.

Menurut Santoso (2014), analisis konjoin berbeda dengan analisis multivariat lainnya yang membutuhkan uji asumsi. Analisis konjoin tidak membutuhkan uji asumsi seperti normalitas, homoskedastisitas, dan lainnya. Model dari analisis ini yaitu :

(5)

Metrik/Non Metrik Non Metrik Keterangan :

 Variabel Independen (X1 dan seterusnya) adalah faktor, yang berupa data non-metrik. Termasuk disini adalah bagian dari faktor (level).  Variabel Dependen (Y1) adalah pendapat keseluruhan (overall

preference) dari seorang responden terhadap sekian faktor dan level

pada sebuah produk atau jasa. Variabel dependen ini juga mencakup tingkat kepentingan faktor dari seorang responden terhadap atribut-atribut produk atau jasa.

Menurut Supranto (2010), secara matematis model dasar analisis konjoin adalah sebagai berikut :

aij = sumbangan the part-worth atau utility yang terkait dengan level j. (j, j = 1, 2, ..., ki) dari atribut ke i (i, i = 1, 2, ..., m)

ki = banyaknya level atribut i. m = banyaknya atribut

(6)

2.3.2. Metode Perancangan dan Pengukuran dalam Analisis konjoin

Menurut Hair et al (2010), Metode perancangan dan pengukuran pada analisis konjoin , yaitu :

1. Tarditional Conjoint Analysis

Tarditional Conjoint Analysis merupakan metode yang menduga

individual utility dari masing-masing taraf tiap atributnya. Penggunaannya baik itu

pada single profile atau pada pairwise full profile dapat dilakukan secara manual atau secara komputerisasi. Perancangannya meliputi penentuan atribut, penentuan taraf, dan menentukan format kuesioner yang tepat.

Nilai utility pada Tarditional Conjoint Analysis dapat diduga dengan menggunakan OLS (Ordinary Least Square) pada data metrik (rating data) atau menggunakan monotone regression pada data non-metrik (rangking data). Jika jumlah atribut yang digunakan kurang dari 6, maka penggunaan metode ini akan lebih efektif.

2. Adaptive/Hybrid Conjoint Analysis (ACA)

Adaptive/Hybrid Conjoint Analysis (ACA) mrupakan metode yang

(7)

Dugaan nilai kegunaan didapat dari tingkat preferensi responden tiap taraf dan tingat kepentingan tiap atribut. ACA pertama kali diperkenalkan untuk nilai kegunaan yang diduga dengan mengguankan OLS (Ordinary Least Square). Seiring perkembangan zaman, ACA berkembang menjadi beberapa versi yang tingkat kesulitannya lebih kompleks.

Metode ACA akan efektif jika digunakan pada atribut sampai dengan 30 untuk tiap atribut memiliki sampai dengan 15 taraf dan tidak akan memberikan keuntungan apabila digunakan pada jumlah atribut kurang dari 6, walaupun setidaknya akan bekerja seperti pada full profile. Dengan jumlah atribut yang besar, analisis data hanya mungkin dilakukan secara komputerisasi karena tidak mungkin dilakukan responden secara manual. Seperti full profile, ACA dapat mengukur utility taraf tiap individu dan hanya dapat mengukur efek utama tiap atributnya.

3. Choice Based Conjoint (CBC)

Choice Based Conjoint (CBC) adalah suatu pengembangan baru yang

penggunaaannya telihat sejak lima tahun belakangan. Pada metode ini responden diperlihatkan semua alternatif yang tersedia, kemudian diizinkan untuk memilih satu dari beberapa pilihan tersebut atau tidak memilih satu pun dari banyak pilihan yang tersedia. CBC dapat dilakukan pada atribut kecil maupun besar, secara manual ataupun komputerisasi. Berbeda dengan traditional conjoint dan adaptive conjoint, CBC memiliki kelemahan yaitu tidak dapat mengukur utility tiap

(8)

atau jasa. Untuk mengukur nilai kegunaan digunakan regresi probit atau regresi logit.

2.3.3. Langkah-langkah Melakukan Analisis Konjoin

Dalam melakukan analisis konjoin, langkah-langkah yang dilakukan adalah sebagai berikut :

1. Perumusan masalah

Didalam merumuskan masalah analisis konjoin, peneliti harus mengenali/mengidentifikasi atribut dengan tingkatan/level masing-masing yang dipergunakan untuk membentuk stimulus. Level atribut menunjukan nilai yang diasumsikan oleh atribut. Atribut yang dipilih harus sangat penting dalam mempengaruhi preferensi dan pilihan konsumen (Supranto, 2010).

Menurut Hair et al (2010), karakteristik umum yang harus diperhatikan dalam menentukan atribut dan level/taraf yaitu :

1. Atribut dan level/taraf harus dapat dikomunikasikan dengan mudah untuk melakukan evaluasi secara realistis.

2. Atribut dan level/taraf harus dilaksanakan dan didefenisikan dengan jelas sehingga tiap atribut berbeda dengan jelas dan presentasi konsep dapat diimplementasikan secara presisi. Dengan kata lain, atribut tidak bisa bersifat fuzzy.

(9)

direalisasikan. Atribut dan levelnya harus bisa diukur dan diambil tindakan (actionable).

2. Penentuan Metode Analisis Konjoin

Penentuan metode yang akan digunakan dalam analisis konjoin dilakukan berdasarkan jumlah atribut yang dilibatkan. Menurut Hair et al (2010), ada tiga metode yang dapat digunakan dalam analisis konjoin. Perbandingan ketiga metode tersebut dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 2.1 Perbandingan Alternatif Metode Konjoin

Karakteristik Level Analisis Indiviadual Individual Agregat atau

Individual

Bentuk Model Aditif Aditif Aditif dan

interaksi Sumber: Multivariate Data Analysis (Hair et al, 2010)

Menurut Hair et al (2010), ada dua macam aturan komposisi untuk menggambarkan bagaimana responden menggabungkan parth-worth dari atribut untuk mendapatkan nilai secara keseluruhan, yaitu :

(10)

data. Responden secara sederhana menjumlahkan nilai tiap atribut untuk mendapatkan nilai total dari kombinasi atribut.

2. Model interaktif, merupakan aturan komposisi yang lebih sering digunakan untuk atribut yang kurang tangible terutama bila reaksi estetis atau emosional berperan besar. Kepentingan interaksi meningkat karena ketidakmampuan untuk menentukan perbedaan aktual antara atribut tertentu. Dalam analisis konjoin digunakan model interaktif multiplikatif.

3. Merancang stimuli

Kombinasi antara atribut dengan level disebut dengan stimuli atau treatment. Jika ada m atribut dan masing-masing atribut ada n level, maka stimuli

yang dibuat adalah n x n x ... sejumlah m buah. Apabila jumlah atribut dan level yang dilibatkan dalam penelitian banyak, maka stimuli yang terbentuk akan semakin banyak pula.

Dalam mereduksi jumlah stimuli agar responden lebih mudah dalam mengevaluasi stimuli dibutuhkan suatu teknik yang dikenal dengan fractional factorial design. Dengan teknik ini akan diperoleh jumlah stimuli yang hanya mengukur efek utamanya saja sedangkan efek dari interaksi antara satu atribut dengan atribut lainnya diabaikan. Urutan penyajian atribut dalam stimuli tidak berpengaruh terhadap responden dalam memberikan peringkat (rangking) ataupun nilai (rating) terhadap skenario pilihan (Ryan et al, 1998).

(11)

1. Pendekatan pasangan (the pairwise approach)

Pendekatan pasangan juga disebut evaluasi dua faktor (two factor evaluation), responden diminta menilai dua atribut setiap kali sampai semua

kemungkinan pasangan dua atribut telah selesai di evaluasi. Untuk setiap pasangan, responden mengevaluasi semua kombinasi dari level kedua atribut yang disajikan dalam suatu matrix. Dalam pendekatan ini dimungkinkan untuk mereduksi/mengurangi jumlah perbandingan pasangan dengan menggunakan cyclical designs agar tidak mengevaluasi semua kemungkinan kombinasi.

2. Prosedur profil penuh (full-profile procedure)

Pendekatan profil penuh juga disebut dengan evaluasi banyak faktor (multiple factor evaluation). Responden diminta mengevaluasi sebagian atau seluruh kombinasi level atribut yang menggambarkan profil produk atau jasa secara lengkap dengan memberikan peringkat (Rangking) atau menilai (Rating). Sama halnya dengan pendekatan pairwise, pendekatan full profile jumlah stimulus profiles dapat dikurangi dengan fractional factorial designs. Suatu kelas spesial/ khusus fractional designs yang disebut orthogonal arrays, yang memungkinkan untuk mengestimasi semua main effects.

Orthogonal arrays memungkinkan pengukuran semua main effects of

interrest on an uncorrelated basis. Desain ini mengasumsikan bahwa semua

(12)

Pada umumnya, dua set data diperoleh. Set pertama disebut estimation set, dipergunakan untuk menghitung parth-worth function bagi tingkatan

atribut. Set lainnya disebut hold out set dipergunakan untuk memperkirakan/mengakses keandalan dan keahlian (reability dan validity).

Menurut Santoso (2014), secara teoritis stimuli akan sangat banyak jika faktor level juga bervariasi. Untuk jumlah stimuli yang terlalu banyak, bisa dilakukan pengurangan stimuli dengan ketentuan stimuli minimal adalah :

Minimun stimuli = Jumlah level – Jumlah atribut + 1 4. Pengumpulan data

Pengumpulan data yang dimaksud adalah pengumpulan pendapat responden terhadap setiap stimuli yang ada. Pendapat setiap responden ini disebut sebagai utility, yang dinyatakan dengan angka dan menjadi dasar perhitungan konjoin.

5. Melakukan proses konjoin

Dari pendapat responden atas sekian stimuli, dilakukam proses konjoin untuk memperkirakan (prediksi) bentuk produk atau jasa yang diinginkan responden.

6. Interpretasi hasil

Dalam menginterpretasi hasil analisis konjoin, dapat dilihat dari hasil part-worth yang diplot-kan kedalam bentuk grafik untuk mengidentifikasi pola.

(13)

Analisis konjoin dapat juga mengukur tingkat kepentingan relatif dari tiap atribut. Atribut dengan range terbesar dari part-worth adalah faktor terpenting karena memberikan kontribusi terbesar dari utilitas keseluruhan (Hair et al, 2010) 7. Validasi hasil konjoin

Tujuan validasi adalah untuk memastikan seberapa konsisten model dapat memprediksi set evaluasi preferensi dari setiap responden. Untuk validasi dapat ditambahkan holdout (stimuli tambahan). Hasil analisis konjoin yang memperkirakan pola pendapat responden atau estimasi part-worth dibandingkan dengan pendapat responden yang sebenarnya (actual) yang ada pada proses

stimuli dapat menggunakan korelasi Spearman’s rho atau Kendall’s tau pada data rank-order dan korelasi Pearson pada data Rating. Tingginya angka korelasi antara hasil estimates dengan hasil actual menunjukan ketepatan prediksi atau predictive accuracy (Santoso, 2014).

2.4Pelayanan Kesehatan

2.4.1 Pengertian Pelayanan Kesehatan

Menurut Depkes RI (2009) pelayanan kesehatan adalah setiap upaya yang diselenggarakan sendiri atau secara bersama-sama dalam suatu organisasi untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan, mencegah dan menyembuhkan penyakit serta memulihkan kesehatan perorangan, keluarga, kelompok dan atupun masyarakat. Sesuai dengan batasan seperti di atas, mudah dipahami bahwa bentuk dan jenis pelayanan kesehatan yang ditemukan banyak macamnya.

(14)

Sedangkan menurut Levey dan Loomba (1973), Pelayanan Kesehatan adalah upaya yang diselenggarakan sendiri/secara bersama-sama dalam suatu organisasi untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan, mencegah, dan menyembuhkan penyakit serta memulihkan kesehatan peroorangan, keluarga, kelompok, atau masyarakat.

2.4.2 Tujuan Pelayanan Kesehatan

Menurut Notoatmodjo (2007), tujuan pelayanan kesehatan yaitu : 1. Promotif (Memelihara dan Meningkatkan kesehatan)

Hal ini diperlukan misalnya dalam peningkatan gizi dan perbaikan sanitasi lingkungan.

2. Preventif (Pencegahan Terhadap Orang yang Beresiko Terhadap Penyakit) a. Preventif Primer terdiri dari program pendidikan, seperti imunisasi,

penyediaan nutrisi yang baik, dan kesegaran fisik. b. Preventif Sekunder

Terdiri dari pengobatan penyakit pada tahap dini untuk membatasi kecacatan dengan cara mengindari akibat yang timbul dari perkembangan penyakit tersebut.

c. Preventif Tersier

Pembuatan diagnose ditunjukan untuk melaksanakan tindakan rehabilitasi, pembuatan diagnose dan pengobatan.

d. Kuratif (penyembuhan penyakit)

(15)

e. Rehabilitasi (pemulihan)

Usaha pemulihan seseorang untuk mencapai fungsi normal atau mendekati normal setelah mengalami sakit fisik atau mental, cedera atau penyalahgunaan.

2.4.3 Jenis-Jenis Pelayanan Kesehatan

Jenis pelayanan kesehatan menurut Azwar (1996), yaitu :

1. Pelayanan Kesehatan Tingkat Pertama (Primary Health Care)

Pelayanan kesehatan tingkat pertama (primary health care) merupakan pelayanan kesehatan yang bersifat pokok, yang sangat dibutuhkan oleh sebagian besar masyarakat serta mempunyai nilai strategis untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. Pada umumnya pelayanan kesehatan tingkat pertama ini bersifat pelayanan rawat jalan (ambulatory/out patient services).

Pelayanan kesehatan jenis ini diperlukan untuk masyarakat yang sakit ringan dan masyarakat yang sehat untuk meningkatkan kesehatan mereka atau promosi kesehatan. Pelayanan ini dilakukan bersama masyarakat dan dimotori oleh Dokter Umum (Tenaga Medis) dan Perawat Mantri (Tenaga Paramedis). Bentuk pelayanan ini misalnya puskesmas, puskesmas pembantu, puskesmas keliling, dan balkesmas.

2. Pelayanan Kesehatan Tingkat Kedua (Secondary Health Care)

(16)

oleh dokter spesialis dan dokter subspesialis terbatas. Bentuk pelayanan ini misalnya puskesmas rawat inap, Rumah Sakit tipe C dan D.

3. Pelayanan Kesehatan Tingkat Ketiga (Tertiary Health Care)

Pelayanan kesehatan tingkat ketiga (Tertiary Health Care ) adalah pelayanan kesehatan yang bersifat lebih komplek yang tidak dapat ditangani oleh pelayanan kesehatan sekunder dan umumnya diselenggarakan oleh tenaga-tenaga subspesialis dan dokter subspesialis luas. Bentuk pelayanan ini misalnya puskesmas, klinik, rumah Sakit tipe A dan B.

Menurut pendapat Hodgetts dan Casio, jenis pelayanan kesehatan secara umum dapat dibedakan atas dua, yaitu :

1. Pelayanan kedokteran

Pelayanan kesehatan yang termasuk dalam kelompok pelayanan kedokteran (medical services) ditandai dengan cara pengorganisasian yang dapat bersifat sendiri (solo practice) atau secara bersama-sama dalam satu organisasi. Tujuan utamanya untuk menyembuhkan penyakit dan memulihkan kesehatan, serta sasarannya terutama untuk perseorangan dan keluarga.

2. Pelayanan kesehatan masyarakat

(17)

2.4.4 Syarat Pokok Pelayanan Kesehatan

Pelayanan kesehatan yang baik memiliki berbagai persyaratan pokok. Syarat pokok yang dimaksud menurut Azwar (1996), adalah sebagai berikut: 1. Tersedia dan berkesinambungan

Syarat pokok pertama pelayanan kesehatan yang baik adalah pelayanan kesehatan tersebut harus tersedia di masyarakat serta bersifat berkesinambungan. Artinya semua jenis pelayanan kesehatan yang dibutuhkan oleh masyarakat tidak sulit ditemukan serta keberadaannya dalam masyarakat selalu ada ketika dibutuhkan.

2. Dapat diterima dan wajar

Syarat pokok kedua pelayanan yang baik adalah pelayanan kesehatan yang tidak bertentangan dengan keyakinan dan kepercayaan masyarakat. Pelayanan kesehatan yang bertentangan dengan adapt istiadat, kebudayaan, keyakakinan, dan kepercayaan masyarakat, serta bersifat tidak wajar bukanlah suatu pelayanan kesehatan yang baik.

3. Mudah dicapai

Syarat pokok yang ketiga pelayanan kesehatan yang baik adalah lokasi yang mudah dijangkau oleh masyarakat. Dengan demikian maka pengaturan distribusi sarana kesehatan menjadi sangat penting, pelayanan kesehatan yang terlalu terkonsentrasi pada perkotaan saja dan tidak ditemukan di daerah pedesaaan bukanlah pelayanan kesehatan yang baik.

(18)

Syarat pokok keempat pelayanan kesehatan yang baik adalah dapat dilihat dari segi biaya, untuk dapat mewujudkan keadaan yang seperti ini harus diupayakan biaya pelayanan kesehatan yang sesuai dengan kemampuan ekonomi masyarakat. Pelayanan kesehatan yang mahal dan hanya bisa dijangkau oleh sebagian masyarakat bukanlah pelayanan kesehatan yang baik.

5. Bermutu

Syarat pokok terakhir pelayanan kesehatn yang baik adalah bermutu, yaitu menunjuk pada tingkat kesempurnaan pelayanan kesehatan yang diselenggarakan, yang di satu pihak dapat memuaskan para pemakai jasa pelayanan. Dan dipihak lain tata cara penyelenggaraan sesuai kode etik serta standar yang telah ditetapkan.

2.4.5 Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan

Pemanfaatan pelayanan kesehatan adalah hasil dari proses pencarian pelayanan kesehatan oleh seseorang maupun kelompok. Menurut Notoatmodjo (2003), perilaku pencarian pengobatan adalah perilaku individu maupun kelompok atau penduduk untuk melakukan atau mencari pengobatan. Perilaku pencarian pengobatan di masyarakat terutama di negara sedang berkembang sangat bervariasi. Menurut Notoatmodjo (2003), respons seseorang apabila sakit adalah sebagai berikut:

1. Tidak bertindak atau tidak melakukan kegiatan apa-apa (no action). Dengan alasan antara lain :

(19)

b. Bahwa tanpa bertindak apapun simptom atau gejala yang dideritanya akan lenyap dengan sendirinya. Hal ini menunjukkan bahwa kesehatan belum merupakan prioritas di dalam hidup dan kehidupannya.

c. Fasilitas kesehatan yang dibutuhkan tempatnya sangat jauh, petugasnya tidak simpatik, judes dan tidak ramah.

d. Takut dokter, takut disuntik jarum dan karena biaya mahal.

2. Tindakan mengobati sendiri (self treatment), dengan alasan yang sama seperti telah diuraikan. Alasan tambahan dari tindakan ini adalah karena orang atau masyarakat tersebut sudah percaya dengan diri sendiri, dan merasa bahwa berdasarkan pengalaman yang lalu usaha pengobatan sendiri sudah dapat mendatangkan kesembuhan. Hal ini mengakibatkan pencarian obat keluar tidak diperlukan.

3. Mencari pengobatan ke fasilitas-fasilitas pengobatan tradisional (traditional remedy), seperti dukun.

4. Mencari pengobatan dengan membeli obat-obat ke warung-warung obat (chemist shop) dan sejenisnya, termasuk tukang-tukang jamu.

5. Mencari pengobatan ke fasilitas-fasilitas modern yang diadakan oleh pemerintah atau lembaga-lembaga kesehatan swasta, yang dikategorikan ke dalam balai pengobatan, puskesmas, dan rumah sakit.

6. Mencari pengobatan ke fasilitas pengobatan moderen yang diselenggarakan oleh dokter praktek (private medicine). (Notoatmodjo, 2007).

(20)

1. Faktor Predisposisi (Predisposing Factor)

Karakteristik ini digunakan untuk menggambarkan fakta bahwa setiap individu mempunyai kecenderungan menggunakan pelayanan kesehatan yang berbeda-beda yang disebabkan karena adanya ciri-ciri individu yang digolongkan ke dalam tiga kelompok :

a. Ciri-ciri demografi, seperti : jenis kelamin, umur, dan status perkawinan. b. Struktur sosial, seperti : tingkat pendidikan, pekerjaan, hobi, ras, agama,

dan sebagainya.

c. Kepercayaan kesehatan (health belief), seperti keyakinan penyembuhan penyakit.

2. Faktor Pemungkin (Enabling Factor) Faktor pemungkin terdiri dari : a. Kualitas Pelayanan

Hasil penelitian Bank Dunia di Indonesia pada tahun 1988 menunjukkan salah satu penyebab rendahnya pemanfaatan rumah sakit oleh masyarakat adalah kualitas pelayanan yang rendah.

b. Jarak Pelayanan

Salah satu pertimbangan pasien dalam menentukan sikap untuk mendapatkan pelayanan kesehatan adalah jarak yang ditempuh dari tempat tinggal sampai ke tempat pelayanan kesehatan.

(21)

Status ekonomi mempengaruhi seseorang dalam mendapatkan pelayanan kesehatan. Setiap orang berhak mendapatkan pelayanan kesehatan tanpa melihat status sosial ekonominya.

3. Faktor kebutuhan (Need Factor)

Kebutuhan merupakan komponen yang paling langsung berhubungan dengan pemanfaatan pelayanan kesehatan. Kebutuhan yang dirasakan membuat seseorang mengambil keputusan untuk mencari pelayanan kesehatan.

Menurut Azwar (1993), Pelayanan kesehatan yang bermutu adalah pelayanan kesehatan yang dapat memuaskan setiap pemakai jasa pelayanan kesehatan sesuai dengan tingkat kepuasan rata-rata penduduk, serta yang menyelenggarakannya sesuai standar dan kode etik profesi yang telah ditetapkan. 2.5Kualitas Pelayanan Kesehatan

Kualitas merupakan suatu kondisi dinamis yang berhubungan dengan produk, jasa, manusia, proses dan lingkungan yang memenuhi atau melebihi harapan. Kualitas memberikan suatu dorongan kepada pelanggan untuk menjalin ikatan hubungan yang kuat dengan perusahaan. Pelanggan ingin merasa senang dengan pembelian mereka, merasa bahwa mereka telah mendapatkan nilai terbaik dan mereka merasa bangga akan hubungan mereka dengan sebuah perusahaan yang bercitra mutu tinggi (Tjiptono, 2004).

(22)

Menurut Zeithaml et al dalam Umar (2003), dimensi kualitas pelayanan jasa dapat dibagi menjadi lima kelompok, yaitu :

1. Keandalan (Reliability)

Kemampuan perusahaan untuk memberikan pelayanan sesuai dengan yang dijanjikan secara akurat dan terpercaya. Kinerja harus sesuai dengan harapan pelanggan yang berarti ketepatan waktu, pelayanan yang sama untuk semua pelanggan tanpa kesalahan, sikap yang simpatik, dan dengan akurasi yang tinggi.

2. Daya Tanggap (Responsiveness)

Suatu kemauan untuk membantu dan memberikan pelayanan yang cepat (responsif) dan tepat kepada pelanggan dengan penyampaian informasi yang jelas. Membiarkan konsumen menunggu tanpa adanya alasan yang jelas menyebabkan persepsi yang negatif dalam kualitas pelayanan

3. Jaminan dan Kepastian (Assurance)

Pengetahuan, kesopansantunan, dan kemampuan petugas untuk menumbuhkan rasa percaya para pelanggan. Hal ini meliputi beberapa komponen antara lain komunikasi (communication), kredibilitas (credibility), keamanan (security), kompetensi (competence) dan sopan santun (courtesy).

4. Empati (Emphaty)

(23)

pengetahuan tentang pelanggan, memahami kebutuhan pelanggan secara spesifik, serta memiliki waktu yang nyaman bagi konsumen

5. Bukti Fisik (Tangibles)

Kemampuan suatu perusahaan dalam menunjukkan eksistensinya kepada pihak eksternal. Penampilan dan kemampuan sarana dan prasarana fisik perusahaan dan keadaan lingkungan sekitarnya adalah bukti nyata dari pelayanan yang diberikan oleh pemberi jasa, meliputi fasilitas fisik (gedung, dipergunakan (teknologi) serta penampilan pegawainya).

2.6Peserta BPJS

Menurut UU No 24 Tahun 2011 Badan Penyelenggaraan Jaminan Sosial atau BPJS adalah badan hukum yang dibentuk untuk menyelenggarakan program jaminanan sosial. BPJS yang dibentuk Undang-undang ini terdiri dari BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan.

Badan Penyelenggaraan Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan menurut UU No. 1 Tahun 2014 adalah badan hukum yang dibentuk untuk menyelenggarakan program jaminan kesehatan. Penyelenggara asuransi kesehatan di Indonesia yang dulunya dikenal dengan PT ASKES (Persero) beralih dari badan usahan milik negara menjadi badan hukum publik BPJS Kesehatan mulai 1 Januari 2014.

Peserta BPJS menurut UU ini adalah setiap orang , termasuk orang asing yang bekerja paling singkat enam bulan di Indonesia, yang telah membayar iuran. Kelompok perserta yang dikelola BPJS Kesehatan ada dua kelompok, yaitu : 1. Peserta Penerima Bantuan Iuran (PBI), yang terdiri dari fakir miskin dan

(24)

2. Peserta non-PBI, yang terdiri dari para Pegawai Negeri Sipil (PNS), Anggota Tentara Nasional Indonesia (TNI), anggota Kepolisian Repiblik Indonesia (Polri), karyawan perusahaan swasta, pekerja mandiri, bukan pekerja seperti veteran, penerima pensiun, dan lain-lain.

2.7Preferensi Konsumen

Preferensi konsumen adalah pilihan suka atau tidak oleh seseorang terhadap barang atau jasa yang dikonsumsi. Preferensi konsumen menunjukan kesukaan konsumen dari berbagai pilihan produk atau jasa yang ada. Menurut Nicholson, hubungan preferensi konsumen diasumsikan memiliki tiga sifat dasar, tiga sifat dasar tersebut adalah :

1. Kelengkapan (completeness)

Jika A dan B merupakan dua kondisi atau situasi, maka tiap orang selalu harus bisa menspesifikasikan apakah A lebih disukai daripada B atau B lebih disukai daripada A, atau A dan B sama-sama disukai. Dengan dasar ini tiap orang diasumsikan tidak pernah ragu dalam menentukan pilihan, sebab mereka tahu mana yang lebih baik dan mana yang lebih buruk, dan dengan demikian selalu bisa menjatuhkan pilihan di antara dua alternatif.

2. Transitivitas (transitivity)

Jika seseorang mengatakan ia lebih menyukai A daripada B, dan lebih menyukai B daripada C, maka ia harus lebih menyukai A daripada C. Dengan demikian orang tidak bisa mengartikulasikan preferensinya yang saling bertentangan.

(25)

Jika seseorang menyatakan lebih menyukai A daripada B, ini berarti segala kondisi di bawah A tersebut disukai daripada kondisi di bawah pilihan B.

Diasumsikan preferensi tiap orang mengikuti dasar diatas. Dengan demikian tiap orang selalu dapat membuat atau menyusun rangking semua situasi dan kondisi mulai dari yang paling disenangi hingga yang paling tidak disukai dari bermacam barang atau jasa yang tersedia. Seseorang yang rasional akan memilih barang yang paling disenanginya. Dengan kata lain dari sejumlah alternatif yang ada orang lebih cenderung memilih sesuatu yang dapat memaksimalkan kepuasannya. Konsep preferensi konsumen ini sejalan dengan konsep barang atau jasa yang lebih diminati menyuguhkan kepuasan yang lebih besar dari barang atau jasa yang kurang diminati.

Preference mempunyai makna pilihan atau memilih. Istilah preferensi

(26)

2.8Kerangka Konsep

Berdasarkan latar belakang dan permasalahan yang diuraikan sebelumnya, maka dapat dikembangkan kerangka konsep sebagai berikut :

Variabel Independen Variabel Dependen

Gambar 2.1 Kerangka Konsep Indentifikasi Preferensi Pasien BPJS terhadap Kualitas Pelayanan di Rumah Sakit Dr. Pirngadi dan Rumah Sakit Martha Friska Medan Tahun 2015 1. Reliability (Keandalan)

2. Responsiveness (Daya Tanggap)

3. Assurance (Jaminan dan Kepastian)

4. Emphaty (Empati)

5. Tangibles (Bukti Fisik)

Gambar

Tabel 2.1 Perbandingan Alternatif Metode Konjoin
Gambar 2.1  Kerangka Konsep Indentifikasi Preferensi Pasien BPJS

Referensi

Dokumen terkait

Setiap konflik batin yang dialami tokoh dapat diuraikan melalui teori psikoanalisis dengan fokus kajian pada id, ego, dan superego; dan (3) relevansi naskah

perbandingan daya output dengan energi input yang diperoleh dari irradiance matahari. dikali luas permukaan

Dari hasil kuisioner dapat dilihat bahwa alasan responden memilih untuk berbelanja di tempat favorit merka adalah harga yang lebih murah dengan jumlah responden sebanyak 128

Berdasarkan uraian hasil penelitian yang dilakukan di Puskesmas Piyungan Bantul, dapat dijelaskan bahwa balita yang melakukan kunjungan ulang paling banyak ditemukan

Sistem proteksi pada gardu induk terdiri dari peralatan yang disusun menjadi sebuah sistem, antara lain: Relai, sebagai alat perasa untuk mendeteksi adanya

Abstrak : Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara stres dengan kejadian hipertensi pada anggota POLRI di Sekolah Polisi Negara

“Implementasi Pendekatan Saintifik dan Strategi Pembelajaran Afektif Guru PAI dalam Meningkatkan Prestasi Belajar Siswa (Studi Kasus di Sekolah Dasar Negeri Plumutan dan Madrasah

Fungsi kurikulum dalam rangka pencapaian tujuan pendidikan merupakan suatu alat atau usaha mencapai tujuan tujuan pendidikan yang diinginkan sekolah