BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pasir silika
Pasir kuarsa atau pasir silika adalah bahan galian yang terdiri atas kristal-kristal silika
(SiO2) dan mengandung senyawa pengotor yang terbawa selama proses pengendapan. Pasir kuarsa juga dikenal dengan nama pasir putih merupakan hasil pelapukan batuan
yang mengandung mineral utama, seperti kuarsa dan feldspar. Pasir silika memiliki
sejumlah kelemahan sebagai cetakan atau coremaking material: memiliki tingkat
ekspansi termal yang tinggi (Gambar 2.1) yang dapat menyebabkan ekspansi cacat
coran, seperti pengambilan sirip atau urat dan memiliki refractoriness relatif rendah
yang dapat menyebabkan pasir terbakar, terutama dengan baja atau besi yang berat
bagian secara kimiawi reaktif untuk paduan tertentu misalnya mangan dan besi.
Oksida Mn dan Fe bereaksi dengan silika untuk bentuk rendah silikat titik leleh,
menyebabkan pasir serius membakar.
Untuk beberapa jenis pengecoran, mungkin perlu untuk menggunakan pasir
non-silika, meskipun semua pasir lain yang lebih mahal daripada silika. Cetakan pasir
dan inti kebanyakan didasarkan pada pasir silika karena biaya yang paling tersedia dan
terendah molding material. Pasir lain yang digunakan untuk aplikasi khusus di mana
tingkat pembiasannya tinggi, konduktivitas termal lebih tinggi atau ekspansi termal
yang lebih rendah diperlukan. Komposisi kimia pasir cetak alam sebaiknya adalah
80% sampai 90% silika, 5% sampai 10% alumina atau bahan pengikat (clay) dan
sebagian kecil lime, magnesia dan elemen lainnya.
Pasir silika digunakan terutama karena kemurnian kimia dan sifat termal
menguntungkan. Hal ini tahan terhadap baja cair dan besi memiliki kekerasan tinggi
dan kompatibel dengan semua jenis sistem perekat pengecoran. Silika memiliki titik
fusi tinggi di atas 1.6900 C. Hal ini secara dramatis menurunkan namun oleh agen fluxing seperti kalsium, sodium, kalium, dan besi.
Unsur-unsur ini secara drastis dapat menurunkan titik sintering silika sifat
alkali dari unsur-unsur dan oksida mereka yang tercantum di atas dapat menjatuhkan
pasir silika 99,8% dari 17000 C menjadi kurang dari 12000 C. Agen perusak seperti kapur misalnya tidak hanya meningkatkan pH pasir tapi akan membuat beberapa
sistem pengikat berguna. Asam katalis furan tidak akan mengeras sementara sistem
uretan fenolik akan bereaksi dan mengeras Seketika.
Silika tidak menunjukkan ekspansi termal cepat karena mengalami perubahan
fasa dari Alpha Quartz ke Beta Quartz dan pada suhu sekitar 5700 C. Perluasan ini dapat menyebabkan pengecoran cacat seperti "urat atau Rat Tails" namun hal ini dapat
dikompensasikan dengan penggunaan sistem pengikat yang kompleks dan aditif untuk
campuran pasir dibagikan melalui sistem dosis terkontrol. Perluasan pasir silika
dibandingkan di bawah ini melawan populer "Refractory Khusus Pasir" seperti krom
Tabel 2.1 Sifat pasir silika untuk penggunaan pengecoran
No Komponen kimia Batas
maksimum Sifat kimia
1 SiO2 95-min 96% Silika semakin tinggi semakin refraktori (tahan api)
2 LOI Max 0,5% Merupakan kotoran organik
3 Fe2O3 Max 0,3% Oksida besi mengurangi refraktoris tersebut 4 CaO Max 0,2% Meningkatkan nilai permintaan asam
5 K2O, Na2O Max 0,5% Mengurangi refraktori 6 Nilai keasaman
pH 4
Max 6 ml Nilai keasaman yang tinggi mempengaruhi
keasaman perekat
(Brown,R. 1994)
2.1.1 Pasir Cetak
Tidak semua pasir yang ada, baik digunakan untuk membuat cetakan, diperlukan
beberapa syarat, antara lain adalah:
1. Bentuk bekas model/pola harus tetap (tidak berubah) pada saat model di ambil
2. Harus tahan terhadap aliran logam cair yang melewatinya, artinya tidak terjadi
reaksi antara logam cair dengan pasir cetaknya.
3. Pori-pori nya harus memungkinkan udara keluar pada saat penuangan.
4. Harus mudah di bentuk
5. Mempunyai ukuran yang seragam
6. Harus mudah di bongkar.
Silika adalah butiran pasir yang sangat penting dalam cetakan pasir karena mereka
memberikan refractoriness, kimia resistivitas, dan permeabilitas ke pasir. Para
ditentukan sesuai dengan ukuran rata-rata dan bentuknya. Halus butir, semakin intim
akan menjadi kontak dan permeabilitas rendah. Namun butiran halus cenderung
Bentuk butiran pasir dapat bervariasi dari bulat dan sudut. Butir diklasifikasikan
menurut bentuknya:
Gambar 2.2 Bentuk butir – butir pasir cetak
Jenis butir pasir bulat sebagai pasir cetak, karena memerlukan jumlah pengikat
yang lebih sedikit untuk mendapat kekuatan dan permeabiliti tertentu, serta mampu
alirnya baik sekali. Pasir berbutir kristal kurang baik untuk pasir cetak, sebab akan
pecah menjadi butir – butir kecil pada pencampuran serta memberikan ketahanan api
dan permeabiliti yang buruk pada cetakan, dan selanjutnya membutuhkan pengikat
dalam jumlah banyak. Pasir cetak biasanya kumpulan dari butir – butir yang
berukuran bermacam – macam. Tetapi kadang – kadang terdiri dari butir – butir
tersaring yang mempunyai ukuran seragam. Besar butir yang diinginkan adalah
sedemikian sehingga dua pertiga dari butir – butir pasir mempunyai ukuran dari tiga
mesh yang berurutan, dan sisanya dari ukuran mesh – mesh berikutnya. Jadi lebih baik
tidak mempunyai besar butir yang seragam.
1. Butir pasir bulat
Butiran ini mempunyai hubungan yang paling sedikit antara butiran yang satu
dengan yang lainnya dalam jumlah yang diperlukan sehingga membuat permeabilitas
menjadi tinggi. Butiran bulat terbentuk karena butir butir sedang bergesekan
berulang-ulang akibat adanya angin, gelombang atau aliaran air sehingga menghasilkan bentuk
bulat. Jenis butir ini umumnya tebentuk membulat dan hampir tidak ada yang
kontaknya kecil sehingga banyak tedapat rongga-rongga. Kelebihan yaitu
permeabilitasnya tinggi karena luas bidang kontak anta butir sedikit sehingga rongga
yang terbentuk besar dan sedikit memerlukan jumlah pengikat.
2. Butir pasir sebagian bersudut
Butiran ini mempunyai kemampuan permeabilitas yang sedikit dibawah
butiran bundar dan kekuatannya melebihi butiran bundar. Butiran sebagian bersudut
terjadi karena butiran besudut saling begerak dan bertumbukan sehingga sudutnya
pecah dan membentuk sub angular grain. Permeabilitas butian ini lebih rendah
daripada butir pasir bulat, disebabkan oleh lebih banyaknya luas bidang kontak
sehingga ronga-rongga yang ada lebih sempit. Namun kekuatannya lebih tinggi
daripada buti pasir bulat. Hal ini dikarenakan oleh lebih banyaknya luas bidang
kontak, sehingga kerapatan antar butir tinggi dan rongga-rongganya lebih sempit.
Kelebihannya yaitu kekuatannya lebih tinggi karena luas bidang kontaknya lebih besar
sehingga rongga-rongga antar butir lebih sempit. Kekurangan yaitu memerlukan
jumlah pengikat lumayan banyak. Permeabilitasnya lebih rendah, karena luas bidang
kontak antar butir lebih besar sehingga rongga-rongga antar butir lebih sempit untuk
dialiri udara.
3. Butir pasir bersudut
Bentuk butinya mayoritas bersudut, namun sudut yang terbentuk belum terlalu
runcing. Butiran bersudut terbentuk oleh dekomposisi bahan tanpa ada gesekan.
Butiran ini memiliki permeabilitas rendah disbanding dengan butir pasir sebagian
bersudut dan butir pasir bulat dikarenakan luas bidang kontaknya lebih besar,
sehingga rongga-rongga yang ada sempit. Akan tetapi, butiran bersudut ini
memberikan kekuatan yang lebih tinggi dibandingkan butiran sebagian bersudut,
dikarenakan luas bidang kontaknya yang lebih besar dan rongga-rongga yang ada
sempit, sehingga kerapatannya tinggi. Kekurangan yaitu memerlukan pengikat dalam
jumlah yang banyak, permeabilitasnya lebih rendah dibandingkan dengan buti bulat
dan butir sebagian bersudut, dikarenakan luas bidang kontaknya yang lebih besar,
sehingga rongga-rongga antar butirnya lebih sempit Butiran ini menyebabkan kekuata
yang tinggi dan permeabilitas rendah dari butiran sudut sebagian. Karena bersudut
kekuatannya lebih tinggi daripada butir bulat dan butir sebagian bersudut, karena luas
bidang kontaknya lebih besar dan rongga-rongga yang ada kecil, sehingga
kerapatannya tinggi.
4. Butir pasir kristal
Bentuk butir dari pasir ini memiliki sudut yang kurang pada ujung-ujungnya.
Butiran ini memiliki permeabilitas yang rendah sekali dikarenakan luas bidang
kontaknya lebih besar akibat butir kristal yang pecah menjadi kecil-kecil dan mengisi
rongga-rongga. Namun memiliki kekuatan yang besar dikarenakan luas bidang kontak
yang ada lebih besar akibat butir kristal pecah menjadi kecil-kecil dan mengisi
rongga-rongga antar butir, sehingga kerapatannya tinggi. Kelebihan yaitu luas bidang
kontaknya lebih besar akibat kristal yang pecah dan mengisi rongga-rongga antar butir
sehingga kerapatannya tinggi, kekuatannya lebih tinggi daripada jenis butir lain.
Kekurangan yaitu memerlukan pengikat yang sangat banyak, permeabilitas lebih
rendah daripada butir lainnya dikarenakan luas bidang kontaknya lebih besar akibat
butir kristal yang pecah dan mengisi rongga-rongga sehingga udara yang mengalir
sedikiT (Jain, 1979).
2.2.Sejarah pengecoran
Coran dibuat dari logam yang dicairkan, dituang ke dalam cetakan, kemudian
dibiarkan mendingin dan membeku. Oleh karena itu sejarah pegecoran dimulai ketika
orang mengetahui bagaimana mencairkan logam dan bagaimana membuat cetakan.
Hal itu terjadi kira – kira tahun 4000 sebelum Masehi, sedangkan tahun yang lebih
tepat tidak diketahui orang. Awal penggunaan logam oleh orang, ialah ketika orang
membuat perhiasan dari emas atau perak tempaan, dan kemudian membuat senjata
atau mata baja dengan menempa tembaga, hal itu dimugkinkan karena logam – logam
ini terdapat di alam dalam keadaan murni, sehingga dengan mudah orang dapat
menempanya.
Kemudian secara kebetulan orang menemukan tembaga mencair, selanjutnya
mengetahui cara untuk menuang logam cair kedalam cetakan, dengan demikian untuk
perabot rumah, perhiasan atau hiasan makam. Coran tersebut dibuat dari perunggu
yaitu satu paduan tembaga, timah dan timbal yang titik cairnya lebih rendah dari titik
cair tembaga. Pengecoran perunggu dilakukan pertama di Mesopotamia kira – kira
3.000 tahun sebelum Masehi, teknik ini diteruskan ke Asia Tengah, India dan Cina.
Penerusan ke Cina kira – kira 2.000 tahun sebelum Masehi, dan dalam zaman Cina
kuno semasa Yin, yaitu kira – kira 1.500 – 1.000 tahun sebelum Masehi.
Pada masa itu tangki – tangki besar yang halus buatannya dibuat dengan jalan
pengecoran. Teknik pengecoran perunggu di India dan Cina diteruskan ke Jepang juga
ke Eropa, dan dalam tahun 1.500 – 1.400 sebelum Masehi, barang – barang seperti
mata bajak, pedang, mata tombak, perhiasan, tangki, dan perhiasan makam dibuat di
Spanyol, Swiss, Jerman, Ustria, Norwegia, Denmark, Swedia, Inggris dan Perancis.
Teknik produksi ini kemudian diteruskan ke negara – negara di sekitar laut Tengah.
Di Yunani, 600 tahun sebelum Masehi, arca – arca raksasa Epaminondas atau
Hercules, berbagai senjata, dan perkakas dibuat dengan jalan pengecoran. Di India di
zaman itu, pengecoran besi kasar dilakukan dan diekspor ke Mesir dan Eropa. Cara
pengecoran pada zaman itu adalah menuangkan secara langsung logam cair yang
didapat dari bijih besi, ke dalam cetakan, jadi tidak dengan jalan mencairkan kembali
besi kasar seperti cara kita sekarang.
Kokas ditemukan di Inggris di abad 18, yang kemudian di Perancis
diikhtiarkan agar kokas dapat dipakai untuk mencairkan kembali besi kasar dalam
tanur kecil dalam usaha membuat coran. Kemudian tanur yang serupa dengan tanur
kupola yang ada sekarang, dibuat di Inggris, dan cara pencairan besi kasar yang
dilakukan kira – kira sama dengan cara yang dilakukan orang sekarang.
Walaupun sejak masa kuno baja dipakai dalam bentuk tempaan, namun
hanyalah sejak H. Bessemer atau W. Siemens sajalah telah diusahakan untuk
membuat baja dari besi kasar, dan coran baja diproduksi pada akhir pertengahan abad
2.3. Bahan – Bahan Pengecoran 2.3.1 Besi Cor
Besi cor adalah paduan besi yang mengandung karbon, Silisium, mangan, fosfor dan
belerang. Besi cor ini digolongkan menjadi enam yaitu besi cor kelabu, besi cor kelas
tinggi, besi cor kelabu paduan, besi cor bergrafit bulat, besi cor mampu tempa dan
besi cor cil. Struktur mikro dari besi cor terdiri dari ferit atau Perlit dan serpih karbon
bebas. Karbon dan silisium ternyata mempengaruhi struktur mikro, ukran serta bentuk
dari karbon bebas dan keadaan struktur dasar berubah sesuai dengan mutu dan
kuantitasnya.
Disamping itu, ketebalan dan laju pendinginan mempengaruhi struktur mikro.
Walaupun kekuatan tarik dari besi cor kelabu kira – kira 10 – 30 kgf/mm2, namun besi cor ini agak getas, titik cairnya kira – kira 1.200oC dan mempunyai cor sangat baik serta murah, sehingga besi cor kelabu ini dipergunakan paling banyak untuk benda –
benda coran. Besi cor kelas tinggi mengandung lebih sedikit karbon dan silikon, lagi
pula ukuran grafit bebasnya agak kecil, dibanding dengan besi cor kelabu, sehingga
kekuatan tariknya lebih tinggi yaitu kira – kira 30 – 50 kgf/mm2. Membuat besi cor kelas tinggi agak susah dibanding dengan besi cor kelabu.
Besi cor kelabu paduan mengandung unsur – unsur paduan dan grafit,
mempunyai struktur yang stabil sehingga sifat – sifatnya lebih baik. Dilihat dari unsur
– unsur paduan yang ditambhakan, ada dua hal, yang pertama hanya beberapa persen saja dan yang kedua lebih banyak. Unsur – unsur yang ditambahkan adalah krom,
nikel, molibden, vanadium, titan dan sebagainya, sehingga ketahanan panas,
ketahanan aus, ketahanan korosi dan mampu mesin dari besi cor macam ini baik sekali
berkat adanya unsur – unsur tersebut.
Besi cor mampu tempa dibuat dari besi cor putih, yang dilunakkan di dalam
sebuah tanur dalam waktu yang lama. Struktur sementit dari besi cor putih berubah
menjadi ferit atau perlit dan karbon yang tertemper mengendap. Menurut struktur
perapian hitam, besi cor mampu tempa perapian putih dan besi cor mampu tempa
perlit. Besi cor grafit bulat dibuat dengan jalan mencampurkan magnesium, kalsium
atau serium ke dalam cairan logam sehingga grafit bulat akan mengendap. Besi cor
macam ini mempunyai kekuatan, keuletan, ketahanan aus dan ketahanan panas yang
baik sekali dibandingkan dengan besi cor kelabu. Besi cor cil ialah besi cor yang
mempunyai permukaan terdiri dari besi cor putih dan bagian dalamnya terdiri dari
struktur dengan endapan grafit. Permukaannya mempunyai ketahanan aus yang baik
sekali dan bagian dalamnya mempunyai keuletan yang baik pula (Tata Surdia, 2006).
Besi tuang dapat kita pergunakan bahan cair dari oven kubah. Seperti pada besi
kasar juga kadar silisiumnya di sini berpengaruh dengan cara bagaimana zat arang
berada dalam besi tuang. Sehubungan dengan ini kita dapat membedakan terutama
dua jenis besi tuang yaitu besi tuang kelabu dan besi tuang putih (Baumer,1994).
Besi murni mempunyai titik beku 15390C. Dalam keadaan padat besi murni itu dapat terjadi dalam tiga modifikasi. Perubahan dari modifikasi yang satu ke
modifikasi yang lain terjadi pada 14000C dan 9100C. Pada suhu ini lengkungan pendinginan memperlihatkan titik henti. Modifikasi antara 15390C dan 14000C dinamakan δ, modifikasi antara 14000C dan 9100C dinamakan α dan modifikasi antara 9100C dinamakan β (Baumer,1980).
Besi (Fe) adalah suatu logam dengan sifat – sifat keteguhan yang besar, yang
pada hakekatnya seperti kekerasan dan keliatannya, sebagian besar bergantung pada
cara – cara pengolahannya. Titik leleh dari besi murni terletak 15250C, berat jenisnya sama dengan 7.88 dan angka pengembangannya 0.000012. Pada umumnya bijih besi
jika diproses dengan metode yang baik dan dicampur dengan bahan tertentu akan
menjadi baja, dimana besi dan baja dipergunakan untuk macam – macam tujuan. Baja
adalah besi yang dapat ditempa, kadar zat arangnya (C) dibawah 1.7%.
Baja dibuat dari besi mentah oleh suatu proses konventor atau di dalam sebuah
dapur siemen – Martin dalam pabrik baja. Jadi baja adalah suatu logam campur atau
paduan seperti besi tuang. Jika bagian utama dari bahan campuran itu terdiri dari zat
dengan zat (unsur) lain, maka sifat baja itu dapat diubah dengan nyata (Pandelaki
,1979).
2.3.2 Baja cor
Baja cor digolongkan ke dalam baja karbon dan baja paduan. Coran baja karbon
adalah paduan besi karbon dan digolongkan menjadi tiga macam, yaitu baja karbon
rendah (C < 0.20%), baja karbon menengah ( 0.20-0.50% C ) dan baja karbon tinggi
(C > 0.5%). Kadar karbon yang rendah menyebabkan kekuatan rendah, perpanjangan
yang tinggi dan harga bentur serta mampu las yang baik.
Baja cor mempunyai struktur yang buruk dan sifat yang getas apabila tidak
diadakan perlakuan panas dengan pelunakan atau penormalan maka baja cor menjadi
ulet dan strukturnya menjadi halus. Titik cairnya kira – kira 1.500oC, mampu cornya lebih buruk dibandingkan dengan besi cor, tetapi baja cor dapat dipergunakan baik
sekali sebagai bahan untuk bagian – bagian mesin, sebab kekuatannya yang tinggi dan
harganya yang rendah.
Baja cor paduan adalah baja cor yang ditambah unsur – unsur paduan. Salah
satu atau beberapa dari unsu – unsur paduan seperti mangan, khrom, molibden atau
nikel dibubuhkan untuk memberikan sifat – sifat khusus dari baja paduan tersebut,
umpamanya adalah baja cor tahan karat dan baja cor tahan panas (Tata Surdia, 2006).
Baja tuang dapat dipergunakan bahan cair dari oven atau balok tuang yang
belum dilumerkan. Dari bahan ini kadar zat harus diturunkan. Pelepasan zat arang
terjadi dalam oven baja kecil, pada umumnya induksi. Produk akhir kita sebut baja
tuang. Kadar zat arang baja tuang berkisar antara 0.2 – 0.5%. Suhu tuang kira – kira
1500oC (B.J.M Baumer, 1994).
Tuangan baja adalah baja konstruksi yang dituang ke dalam cetakan.
Penuangan baja dilakukan segera setelah ia dihasilkan secara langsung di pabrik baja
benda kerja pejal yang diberi pembebanan tinggi dan harus menampilkan sifat mirip
baja. Dengan melalui penuangan ini, maka benda kerja dapat dibuat secara lebih
ekonomis lagi bila dibandingkan misalnya melalui penempaan. Berlawanan dengan
besi tuang, tuangan baja bersifat kental dan hanya dapat digunakan untuk benda kenda
kerja berdinding tebal (Schonmetz, 1985).
Baja dibuat dengan bahan dasar biji besi dan besi tua ditambah kokas dan
oksigen diolah dalam tungku temperature tinggi. Hasil keluaran dari tungku berupa
massa – massa besi kasar dalam ukuran besar, yang disebut pigs dan pigs iron. Besi
kasar ini masih kotor dan mengandung karbon yang berlebihan.
Kotoran dan kelebihan karbon ini dihilangkan dengan cara menghaluskan
besi tersebut. Untuk memperoleh mutu tinggi yang berkaitan dengan kekuatan,
keliatan, kemungkinan dapat dilas, dan ketahanan terhadap karat, logam – logam lain
perlu ditambahkan. Beberapa logam lain adalah tembaga, nikel, krom, mangan,
molibden, pospor, silicon, belerang, titan, columbium, dan vanadium (Padosbajayo,
1991)
2.4. Polimer
Polimer (poly = banyak; mer = bagian) adalah suatu molekul raksasa (makromolekul)
yang terbentuk dari susunan ulang molekul kecil yang terikat melalui ikatan kimia.
Suatu polimer akan terbentuk bila seratus atau seribu unit molekul yang kecil yang
disebut monomer, saling berikatan dalam suatu rantai. Jika monomernya sejenis
disebut homopolimer, dan jika monomernya berbeda akan menghasilkan kopolimer
(Steven, 2001).
Perkembangan ilmu kimia polimer pada hakikatnya berkembang seiring
dengan usaha manusia untuk meningkatkan kesejahteraan hidupnya dengan
memanfaatkan ilmu pengetahuan dan teknologi. Dalam waktu empat puluh tahun
terakhir ini para ahli telah berhasil mensistesis berbagai jenis bahan polimer yang
bahan yang serbaguna, dalam penggunaannya polimer sintetis ini dapat menggantikan
logam, kayu, kulit dan bahan alami lainnya dengan harga yang jauh lebih murah.
Pemanfaatan polimer dalam kehidupan tergantung sifat polimer yang antara lain
ditentukan oleh massa molekul relatif, temperatur transisi gelas dan titik leleh (Sidik,
2003).
Menurut Surdia T. dan Saito S. (1985), sifat – sifat khas bahan polimer pada
umumnya adalah sebagai berikut ini:
1. Kemampuan cetaknya yang baik. Pada temperatur rendah, bahan dapat dicetak
dengan penyuntikan, penekanan, ekstruksi dan lain sebagainya.
2. Produk ringan dan kuat. Berat jenis polimer rendah dibandingkan dengan
logam dan keramik, yaitu n 1,2 – 1,7 yang memungkinkan membuat suatu
produk barang yang kuat dan ringan.
3. Banyak di antara polimer yang bersifat isolasi listrik yang baik. Polimer
mungkin juga dibuat sebagai konduktor dengan cara mencampurnya dengan
serbuk logam, butiran karbon dan sebagainya.
4. Memiliki ketahanan yang baik terhadap air dan zat kimia.
5. Produk – produk dengan sifat yang cukup berbeda dapat dibuat tergantung
pada cara pembuatannya.
6. Umumnya bahan polimer memiliki harga yang lebih murah.
7. Kurang tahan terhadap panas sehingga perlu untuk diperhatikan sewaktu
penggunaannya.
8. Kekerasan permukaan yang kurang
9. Kurang tahan terhadap pelarut.
10.Mudah termuati listrik secara elektrostatik. Kecuali beberapa bahan yang
khusus dibuat agar menjadi hantaran listrik, kurang higroskopis.
11.Beberapa bahan tahan terhadap abrasi, atau mempunyai koefisien gesek yang
kecil.
Polimer pada umumnya juga diklasifikasikan menjadi beberapa kelompok antara lain
2.4.1 Polimer Berdasarkan Sifat Termalnya
Apabila gaya antara molekul rantai polimer besar, maka polimer menjadi kuat dan
suar meleleh. Rantai polimer yang bercabang banyak daya regangnya rendah dan lebih
mudah untuk meleleh. Ikatan silang antar rantai menyebabkan terjadinya jaringan
yang kaku dan membentuk bahan yang keras.
Polimer yang memiliki ikatan silang bersifat termoset, artinya hanya dapat
dipanaskan satu kali pada saat pembuatannya, selanjutnya apabila pecah, tidak dapat
disatukan lagi dengan pemanasan, karena susunan molekulnya pada ikatan silang
antar rantai akan rusak apabila dipanaskan kembali. Secara mendasar, thermosetting
berbeda dari termoplastik dimana bahwa mereka dapat "diatur" tidak dapat
dikembalikan lagi ke dalam bentuk akhir mereka dengan pemanasan lanjutan. Artinya,
bahan baku memiliki plastisitas yang memungkinkan untuk menjadi terbentuk; selama
pencetakan, perubahan kimia terjadi dalam plastik yang dipanaskan yang merusak
properti penting dari plastisitas. Materi menjadi kaku, dan tidak akan lagi menjadi
plastik.Contoh : poly urethane, urea formaldehyde, melamin formaldehyde, polyester,
dll.
Sebaliknya polimer yang tidak mempunyai ikatan silang bersifat termoplastik,
artinya dapat dipanaskan berulang – ulang. Ketika dipanaskan, polimer yang bersifat
termoplastik meleleh dan kembali mengeras ketika didinginkan. Jadi apabila pecah,
polimer ini dapat disambungkan kembali dengan cara dipanaskan atau dengan kata
lain dicetak ulang dengan cara pemanasan. Bahan termoplastik adalah bahan yang
keras dan kaku pada suhu normal, tapi menjadi lunak dan apabila di dipanaskan.
Sebuah termoplastik dapat melunak dan mengeras berulang kali dengan cara
ini, pengambilan sampel dengan pemanasan dan pendinginan. Resin alami,
penyegelan-lilin dan seluloid adalah contoh dari termoplastik. Mereka memenuhi dua
persyaratan penting dari plastik dengan cara yang paling sederhana mungkin,
dipanaskan, mereka melunak dan memperoleh plastisitas, didinginkan, mereka
mengeras dan mempertahankan bentuk akhir mereka. Contoh : polietilen (PE),
2.4.2 Polimer Berdasarkan Sifat Asalnya
Berdasarkan asalnya, polimer dibedakan atas polimer alam dan polimer buatan
(Azizah U., 2004). Polimer alam yang telah kita kenal antara lain adalah sellulosa,
protein, karet alam dan sejenisnya. Pada mulanya manusia menggunakan polimer
alam hanya untuk pembuatan perkakas dan senjata, tetapi keadaan ini hanya bertahan
hingga akhir abad 19 dan selanjutnya manusia mulai memodifikasi polimer menjadi
plastik. Polimer buatan dapat berupa polimer regenerasi dan polimer sintetis.
Polimer regenerasi adalah polimer alam yang dimodifikasi. Contohnya rayon,
yaitu serat sintetis yang dibuat dari kayu (selulosa). Polimer sintetis adalah polimer
yang dibuat dari molekul sederhana (monomer) dalam pabrik. Beberapa contoh
polimer yang dibuat oleh pabrik adalah nylon dan polyester, kantong plastik dan botol,
pita karet, dan lain – lain.
Plastik yang pertama kali dibuat secara komersial adalah nitroselulosa.
Material plastik telah berkembang pesat dan sekarang mempunyai peranan yang
sangat penting di bidang elektronik, pertanian, tekstil, transpotasi, furniture,
konstruksi, kemasan kosmetik, mainan anak – anak dan produk – produk industri
lainnya.
2.5. Perekat
Dewasa ini kebanyakan dari perekat terdiri dari campuran berbagai bahan kompleks,
baik organik ataupun anorganik atau gabungan keduanya. Komponen dasarnya adalah
perekatnya, yang menghasilkan kekuatan adhesif dan kohesif pada ikatannya. Ini
biasanya merupakan resin organik atau dapat pula karet, senyawa anorganik atau
bahan alam lainnya.
Perekat (adhesive) adalah suatu substansi yang dapat menyatukan dua buah
benda atau lebih melalui ikatan permukaan. Dilihat dari reaksi perekat terhadap panas,
a) Perekat termoplastik
Ini meliputi perekat resin termoplastik dan perekat karet termoplastik. Perekat
ini dapat dilebur, dilarutkan, melunak bila dipanaskan serta mengalami creep (jalaran)
bila dikenai beban (stress). Perekat termoplastik ini tidak mengalami perubahan kimia
saat terbentuknya ikatan. Perekat termoplastik adalah perekat yang dapat melunak jika
terkena panas dan mengeras kembali apabila suhunya telah rendah. Ini hanya berguna
bila dipakai untuk beban ringan dalam merekatkan logam, plastik, gelas, keramik dan
bahan berpori (kertas, kayu, kulit, kain) sedangkan kondisi kerjanya tidak ekstrim.
Untuk penggunaan bungkus dan laminasi cukup memadai. Contoh perekat yang
termasuk jenis ini adalah polyvynil adhesive, cellulose adhesive dan acrylic resin
adhesive (pizzi, 1983).
Dasar perekat resin termoplastik adalah bahan-bahan sintetik (poliamida, polimer
vinil/ akrilik, turunan selulosa) atau bahan alam (resin oleo, lilin mineral dan lainnya).
Ada pula perekat lelehan panas yang diproses dari polietilen, polimer vinil, polistiren,
polikarbonat, poliamida dan sebagainya.
b) Perekat termoset
Perekat ini terbentuk dari ikatan dengan bantuan panas, katalis ataupun
gabungan keduanya. Sifatnya bagus, tahan creep, memadai selaku perekat struktural
berbeban berat, serta tahan kondisi ekstrim panas, dingin, radiasi, lembaban, bahan
kimia. Perekat termoset dapat berasal dari alam (hewan, tanaman, kasein) dan juga
sintetik (epoksi, fenolik, poliester, poliaromat dan lainnya). Perekat Thermosetting
merupakan perekat yang dapat mengeras bila terkena panas atau reaksi kimia dengan
bantuan katalisator atau hardener dan bersifat irreversible. Perekat jenis ini jika sudah
mengeras tidak dapat lagi menjadi lunak.
Perekat termoset biasanya terdapat dalam bentuk cairan, pasta, dan padatan.
Yang cair dapat atau tanpa dengan pelarut. Contoh perekat yang termasuk jenis ini
adalah fenol formaldehida, urea formaldehida, melamine formaldehida, isocyanate,
2.6. Poliester
2.6.1Klasifikasi Poliester
Poliester secara umum diklasifikasikan ke dalam polimer jenuh dan tak jenuh. Kedua
jenis ini dibagi lagi sebagaimana berikut ini :
1. Poliester tak jenuh
a. Resin Pelapis dan Pengecoran (laminating and casting resins). Kedua resin
ini didasarkan pada asam dibasa dan alkohol dihidrat. Unit poliester yang
terbentuk harus mampu bereaksi kopolimerisasi dengan monomer vinil,
sehingga menghasilkan kopolimer vinil-poliester atau hanya poliester
sederhana yang memiliki struktur termoset.
b.
Alkyds. Secara umum, jenisnya sama dengan (a) meskipun glyptal(permukaannya berlapis), merupakan jenis yang dimodifikasi dengan
minyak atau asam lemak. Istilah ini juga digunakan untuk menggambarkan
sekelompok cetakan termoset berdasarkan reaksi dari alkohol dihidrat
dengan asam tak jenuh seperti maleat untuk menggantikan asam ftalat
biasa. Sebuah monomer vinil juga diperlukan untuk mempengaruhi
kecepatan dari reaksi ikat silang dan memperbaiki sifat - sifatnya dan
digunakan sebagai cetakan bubuk untuk pemampatan dan teknik
pencetakan (Hartomo, 1992).
2. Poliester jenuh
a.
Serat dan Film. Jenis ini berdasarkan reaksi asam tereftalat dengan etilenaglikol dan berbentuk linier, juga merupakan polimer dengan berat molekul
tinggi yang tidak mengalami reaksi ikat silang.
b.
Plastisizer. Merupakan jenis poliester yang benar-benar jenuh, biasanyadisebut sebagai plastisizer polimer.
c.
Poliuretan. Merupakan suatu poliester tertentu yang memiliki kandunganhidroksil yang tinggi direaksikan dengan beragam isosianat untuk
membentuk poliuretan, secara umum digunakan sebagai busa, elastomer,
pelapis permukaan dan perekat.
2.6.2Matriks Unsaturated Polyester (UPR)
Poliester dibuat dengan cara yang mirip dengan poliamida. Salah satu dari dua
monomer yang saling melengkapi adalah asam, tetapi yang lainnya adalah alkohol,
yang mengambil tempat amina yang digunakan dalam pembuatan poliamida. Air
dibebaskan sebagai asam ujung-Grup bereaksi dengan alkohol ujung-Grup, dan
struktur kimia yang dihasilkan adalah sebuah ester. Molekul tapak panjang sehingga
poliester (Cook, 1964).
Resin poliester tak jenuh adalah penambahan produk dari berbagai asam jenuh,
asam tak jenuh dan glikol. Banyak paten yang dikeluarkan untuk produksi poliester ini
dalam 30 tahun terakhir. Bentuk polimer pertama dari kelompok poliester adalah
poliester linier yang mengandung alifatik tak jenuh yang menyediakan sisi aktif untuk
ikat silang. Polimer jenis ini pertama kali tersedia di Amerika Serikat pada tahun
1946, polimer dibuat dari dietilen glikol dan anhidrida maleat dan dapat berikatsilang
dengan bereaksi terhadap stirena.
Poliester – poliester tak jenuh termasuk diantara polimer paling umum yang
dipakai bersama dengan penguatan serat gelas poliester tak jenuh dipreparasi dari
monomer-monomer difungsional, salah satunya mengandung ikatan rangkap dua yang
mampu menjalani polimerisasi adisi dalam suatu reaksi ikat – silang berangkai.
Poliester tak jenuh linier tersebut diproses sampai mencapai berat molekul yang relatif
rendah; kemudian dilarutkan dalam monomer seperti stirena untuk membentuk larutan
yang kental.
Reaksi ikat silang yang biasanya diinisiasi dengan inisiator - inisiator radikal
bebas, dengan demikian merupakan kopolimer vinil antara poliester dan monomer
pelarut. Sejauh ini stirena merupakan merupakan pelarut yang paling umum dipakai,
meskipun bisa memakai monomer lain seperti vini asetat atau metal metakrilat atau
untuk memperoleh sifat -sifat tahan nyala lebih baik, monomer terhalogenasi seperti
Satu-satunya bahan yang mempunyai nilai komersial untuk mengintrodusir
ketidakjenuhan ke dalam kerangka polimer adalah anhidrida maleat dan asam fumarat
dikarenakan harga yang murah, jika hanya digunakan asam tak jenuh dan glikol,
produk akhirnya terlalu terikat silang dan rapuh sehingga tidak bisa dipakai.
Unsaturated Poliester resin yang digunakan dalam penelitian ini adalah seri
Yukalac 157 BQTN-EX Series. Resin poliester tak jenuh (UPR) merupakan jenis resin
termoset atau lebih populernya sering disebut poliester saja. UPR berupa resin cair
dengan viskositas yang cukup rendah, mengeras pada suhu kamar dengan penggunaan
katalis tanpa menghasilkan gas sewaktu pengesetan seperti banyak resin termoset
lainnya (Nurmaulita, 2010).
Resin poliester ini memiliki beberapa spesifikasi sendiri, yaitu :
Tabel.2.2. Spesifikasi resin poliester tak jenuh, Yukalac 157®BTQN-EX
Item Satuan Nilai Tipikal Catatan
Kekuatan fleksural Kg/mm2 9,4 -
Modulus fleksural Kg/mm2 300 -
Daya rentang Kg/mm2 5,5 -
(polietilena tereftalat, sejenis termoplastik untuk pengacuanan suntikan “injection
moulding”) dan poliester tak jenuh (termoset yang boleh mengalami sambung-silang
semasa pematangan dengan kehadiran pelarut aktif dan pemangkin).
Kebanyakan resin poliester tak jenuh mengandung 30-50% stirena
(berdasarkan berat), yaitu bersamaan dengan 2 mol stirena dengan setiap 1 mol ikatan
dobel pada poliester. Proses pematangan yang berlaku adalah melibatkan
pengkopolimeran antara stirena dengan rantai poliester tak jenuh yang memerlukan
kehadiran pemula organik.
Serat polimer mempunyai kekuatan yang tinggi dan E – modulus serta
penyerapan air yang rendah dan pengerutan yang minimal bila dibandingkan dengan
serat industri lainnya. Kain poliester tertenun digunakan dalam pakaian konsumen dan
perlengkapan rumah seperti seprei panjang, penutup tempat tidur, tirai dan korden.
Poliester industri digunakan dalam penguatan ban, tali, kain buat sabuk mesin
pengantar (konveyor), sabuk pengaman, kain berlapis dan penguatan plastik dengan
tingkat penyerapan energi yang tinggi. Fiber fill dari poliester digunakan pula untuk
Poliester juga digunakan untuk membuat botol, film, tarpaulin, kano tampilan
Kristal cair, hologram, penyaring, saput (film) dielektrok untuk kondensor, penyekat
saput buat kabel dan pita penyekat. Poliester Kristalin cair merupakan salah satu
polimer kristalin cair yang digunakan industry yang pertama dan ini digunakan karena
sifat mekanis dan ketahanan terhadap panasnya. Kelebihan ini penting dalam
penggunaannya sebagai segel mampu kikis dalam mesin jet.
Poliester keras panas (thermosetting) digunakan sebagai bahan pengecoran,
dan resin poliester chemosetting digunakan sebagai resin pelapis kaca serat dan
dempul ban mobil yang non logam. Poliester tak jenuh yang diperkuat kaca serat
banyak digunakan dalam bagian badan dari kapal pesiar dan mobil. Poliester
digunakan pula secara luas sebagai penghalus (vernis) pada produk kayu berkualitas
tinggi seperti gitar, piano, dan bagian dalam kenderaan/ perahu pesiar.
Perusahaan Burns London, Rolls-Royce, dan Sunseeker merupakan segelintir
perusahaan yang memakai poliester untuk memperhalus produk – produk mereka.
Sifat – sifat tiksotropi dari poliester yang bisa dipakai sebagai semprotan membuatnya
ideal dalam penggunaan pada kayu gelondongan bijian terbuka, sebab mempu mengisi
biji kayu dengan cepat, dengan ketebalan saput yang terbentuk dengan kuat per
lapisan. Poliester yang diawetkan bisa diampelas dan dipoleskan ke produk akhir.
Poliester adalah suatu kategori polimer yang mengandung gugus fungsional ester
dalam rantai utamanya.
2.7. Katalis Metil Etil Keton Peroksida (MEKPO)
Katalis yang digunakan dalam penelitian ini adalah metil etil keton peroksida (mekpo)
dengan bentuk cair, berwarna bening. Fungsi dari katalis ini adalah mempercepat
terjadinya proses pengeringan (curing) pada bahan matrik suatu komposit. Semakin
banyak katalis yang dicampurkan pada cairan matrik ataupun perekat, maka akan
mempercepat terjadinya pengeringan, tetapi akibat dari pencampuran yang teralu
banyak adalah akan membuat material atau bahan menjadi getas, sangat kaku.
dari katalis adalah 10 % dari jumlah total perekat atau matrik yang digunakan. Pada
saat pencampuran katalis ke dalam matrik atau perekat, maka akan terjadi perubahan
suhu (Nurmaulita, 2010).
Mekpo dalam jumlah kecil dapat digunakan pada proses curing resin poliester
(pengerasan) yang kemudian biasanya dapat dibuang pada lokasi pembuangan
sanitary biasa. Peraturan di beberapa negara bagian dan lokal telah memperbolehkan
hal ini. Dengan demikian katalis MEKPO ini dapat dikirim ke perusahaan
pembuangan yang telah disetujui di mana katalis ini dapat dibakar. Daftar perusahaan
tersebut tersedia dari pemasok peroksida organik.
Hidrolisis adalah cara yang efektif untuk membuang jumlah kecil MEKPO.
Hal ini melibatkan penambahan inkremental katalis MEKPO dengan pengadukan
yang sangat cepat dan dingin, 5-10% larutan natrium hidroksida (kaustik). Reaksi ini
membutuhkan pengadukan yang memadai dan kontrol suhu antara 30o – 40oC. CATATAN: jangan pernah menambahkan kaustik untuk peroksida.
Prosedur ini mengubah MEKPO menjadi garam yang larut dalam air dan dapat
dibuang sebagai limbah yang tidak berbahaya (dengan cara normal) (SPI, 2012).
Berikut beberapa sifat dari katalis mekpo yang digunakan.
Tabel 2.3. Sifat dan Wujud dari Katalis Metil Etil Keton Peroksida (MEKPO)
No. Sifat dan Wujud Keterangan
1. Wujud dan bau cairan bening dan sedikit berbau tajam
2. Titik leleh/ lembek cair pada suhu normal
3. Titik nyala 82oC
4. Berat Jenis 1.11 g/ml
5. Kelarutan dalam air kurang dari 1% pada 25oC
6. Sifat korosif tidak korosif
2.8. Resin Phenol alkali dan Ester
Resin phenol yang bersifat basa diperkenalkan kepada industri pengecoran 20-30
tahun yang lalu sebagai lebih ramah lingkungan proses untuk yang digunakan pada
saat itu. Penerimaan dan teknis kemajuan selama tahun-tahun berikutnya telah
mengakibatkan penggunaannya yang luas dan memiliki perbaikan kondisi kerja bagi
operasi pengecoran di kedua pencampuran dan casting stasiun. Perbaikan dalam
teknologi resin dan teknik reklamasi selama ini periode juga telah signifikan untuk
pengikat phenoli basa sehingga proses yang paling dapat diterima untuk berbagai jenis
casting dan ukuran. Mekanisme phenol ester dengan basa dimulai oleh ester bereaksi
dengan alkali dalam resin phenoli, untuk membentuk alkali garam logam dari
komponen asam dari ester, yang melepaskan komponen alkohol.
Untuk mengubah waktu reaksi dan kecepatan kelas ester dapat diubah dan
ester yang digunakan dapat dicampurkan pada rasio yang berbeda untuk memberikan
yang diinginkan. Dibandingkan dengan sistem furan mana jumlah katalis asam yang
digunakan akan menentukan waktu strip, katalis ester adalah tambahan tetap 20%
sampai 25% berdasarkan berat bahan pengikat.
Pengecoran menggunakan ester sistem phenoli basa sering menggabungkan
blender katalis, di mana ester cepat dan lambat yang dicampur dengan menggunakan
dua pompa di mixer untuk memberikan waktu yang diinginkan set. Tergantung pada
gaya unit blender ini dapat dilakukan otomatis (DUOMIX system), dimana pasir dan
ambien suhu diperhitungkan ketika menentukan rasio cepat dan ester lambat untuk
memberikan waktu jalur yang diinginkan, atau sistem manual, di mana operator mixer
menyesuaikan campuran.
Keuntungan dari sistem ini adalah untuk mempertahankan produktivitas
cetakan sebagai ukuran kotak dan perubahan suhu. Selama 10 tahun terakhir resin
fenolik alkali telah membaik sangat dengan penurunan viskositas resin, yang
membantu segi pasir dan obligasi kekuatan. Hal ini memungkinkan penambahan resin
ditingkatkan melalui tingkat kesembuhan berarti sistem ini dapat digunakan untuk
garis cetakan otomatis dengan relatif strip cetakan kali cepat.
Gambar 2.4 Reaksi resin phenol alkali dengan ester pada suhu kamar
Prinsipnya yaitu pengikat adalah viskositas rendah, sangat alkali fenolik resol
pengeras resin, ester adalah organik cair. Pasir dicampur dengan pengeras dan resin,
biasanya dalam mixer terus menerus. Kecepatan pengaturan dikendalikan oleh thetype
ester yang digunakan. Pasir: Dapat digunakan dengan berbagai pasir termasuk zirkon,
chromite dan asam pasir permintaan tinggi seperti olivin. Resin Selain itu: 1,2-1,7%
tergantung pada kualitas pasir, pengeras 18-25% didasarkan pada resin. (Brown,
1994)
Tabel 2.4. Sifat dan Wujud dari Resin Phenol alkali (FOSECO)
No Sifat dan wujud Keterangan
1 Jenis Modifikasi resin phenol alkali
2 Wujud dan bau Cairan merah dan sedikit bau
K/NaOH2C
Na/K
CH2ONa/K CH2ONa/K
Na/kOCH2
CH2ONa/K
+ H2C - O - C - CH3 R
Na/kOCH2
RCOONa/K
)
(W W
3 Viskositas 100 sentipoise
4 Berat jenis 1,255
5 pH 13,0-13,5
6 Phenol yang lepas Max 0.2%
7 Formadehid yang lepas Max 0.2%
Proses ester phenol ini adalah teknik kotak dingin dengan didasarkan pada
katalis basa resin phenol yang kemudian mengeras oleh uap dari ester volatil yaitu
metil format. Keuntungan dari sistem ini adalah toksisitas yang rendah, bau yang
rendah dan permukaan akhir yang sangat baik dalam pengecoran akhir. Proses ini
terdiri dari jenis resin phenol basa dengan penambahan ester organic yang di
formulasikan khusus. Lingkungan proses dengan emisi asap rendah yang dapat
diterima pada proses pencampuran dan pengecoran. Sistem ini digunakan secara luas
terutama pada pengecoran baja, dimana permukaan sangat baik setelah selesai
produksi (Burn, 1986).
2.9. Karakterisasi Pasir Silika Dan Pasir Cetak
Karakteristik fisik dari pasir silika yang diukur meliputi : uji sifat fisik yaitu dengan
uji kadar air (moisture), uji kadar lempung (clay) dan uji distribusi ukuran butir
(G.N/Grain Number). Karakterisasi dilakukan dengan mengacu pada AFS (American
Foundry Society). Karakteristik dari pasir cetak yang diukur meliputi : uji sifat fisik
dan mekanik yaitu dengan uji permeabilitas dengan mengacu pada standar AFS
1119-00-S (American Foundry Society) dan uji kuat uji geser (shear strength) AFS
3301-00-S (American Foundry Society).
2.9.1 Kadar Air (moisture)
Untuk mengetahui besarnya kadar air pada pasir silika, dihitung dengan menggunakan
persamaan sebagai beikut :
%
W1 = Kehilangan bobot setelah dikeringkan (gr)
2.9.2 Kadar Lempung (Clay)
Lempung ialah partikel – partikel dari diameter kurang dari 20µ yang terdapat dalam
pasir. Sedikitnya kadar lempung menyebabkan turunnya tekanan, sedangkan
berlebihnya kadar lempung menyebabkan memburuknya permeabilitas dan
membentuk gumpalan – gumpalan butir pasir, demikian juga kekuatan sisa yang
tinggi menyebabkan cetakan sukar dibongkar (Tata Surdia,2006).
Untuk mengetahui besarnya kadar lempung pada pasir silika, dihitung dengan
menggunakan persamaan sebagai berikut :
... Pers. 2.2
Dengan : W = Bobot contoh sebelum dicuci dan dikeringkan (gr)
W1 = Kehilangan bobot setelah dicuci dan dikeringkan (gr)
2.9.3 Kadar Abu (LOI/Loss On Ignition)
Untuk mengetahui besarnya kadar abu (LOI) pada pasir silika, dihitung dengan
menggunakan persamaan sebagai beikut :
X Y X N
G. ( . )
Dengan : W = Bobot cawan kosong (gr)
W1 = Bobot cawan tambah sampel (gr)
W2 = Bobot cawan tambah sampel setelah dipanaskan (gr)
2.9.4 Distribusi Ukuran Butir Pasir (G.N/ Grain Number)
Pengujian distribusi ukuran butir pasir cetak adalah sebanyak 100 gram pasir
dipergunakan sebagai specimen. Pasir itu dimasukkan ke dalam bagian atas dari
ayakan yang disusun menurut ukuran mesh, ditutup dan digoyangkan selama 10 menit
dengan pengguncang Ro-tap standar ASTM E-11 95. Kemudian pasir yang didapat
dari tiap ayakan, menurut besar butir pasir, ditimbang dan presentase dari beratnya
ditentukan.
Gambar 2.5 Alat uji distribusi ukuran butir pasir Ro-Tap
Untuk mengetahui besarnya distribusi ukuran butir pada pasir silika, dihitung dengan
menggunakan persamaan sebagai berikut :
Dengan :
(X.Y) = Total persentase timbangan dikalikan dengan faktor pengali
X = Total persentase timbangan NG. = Grain size (ukuran butir)
2.9.5 Permeabilitas
Permeabilitas adalah Kemampuan pasir cetak untuk dialiri fluida dalam hal ini udara
tiap satuan luas dalam waktu tertentu. Kualitas coran dengan permeabilitas yang tepat
dapat mencegah cacat seperti rongga penyusutan, gelembung gas atau kekasaran
permukaan. Karena udara atau gas yang terjadi dalam waktu penuangan dapat terjadi
dalam cetakan dalam waktu penuangan dapat terjadi dialirkan melalui rongga -rongga
diantara butir-butir pasir keluar dan cetakan dengan kecepatan yang sama.
Permeabilitas tergantung sekali pada ada tidaknya cairan ataupun gas di dalam
rongga yang sama. Sebagai contoh, misalnya saja adanya air dan minyak. Jika
permeabilitas yang dimiliki oleh pasir cetak tinggi, maka akan mengakibatkan udara
sulit keluar melalui celah-celah antar butir pada waktu yang dilakukan proses
penuangan logam cair.
Dengan demikian udara dalam akan terjebak dalam logam cair dan kemudian
bila logam cair telah dingin maka udara yang terjebak akan mengakibatkan cacat. Bila
permeabilitasnya terlalu rendah akan mengakibatkan udara dalam cetakan akan mudah
keluar pada waktu yang dilakukan proses penuangan. Faktor - faktor yang
mempengaruhi permeabilitas yaitu:
1. Kadar air
Bila pasir cetak kekurangan kadar air, maka lempung akan kekurangan daya
ikat untuk mengikat pasir silika. Sehingga butir-butir lempung yang memperoleh air
yang cukup akan menyebardan mengisi celah-celah antar butir pasir cetak yang akan
Begitu juga dengan kadar air yang banyak maka lempung akan seperti pasta
dan menurunkan permeabilitas. Pasir yang telah di keringkan mempunyai
permeabilitas dan kekuatan yang meningkat dibandingkan dengan kekuatan basah,
karena air bebas dan air yang diadsorbsi pada permukaan butir tanah lempung
dihilangkan.
2. Penekanan Sand Rammer
Semakin banyak penekanan sand rammer pada pasir maka dapat
mengakibatkan jarak antara butir pasir menjadi lebih rapat dan padat. Akibatnya
celah-celah udara menjadi semakin sempit dan akan menurunkan permeabilitasnya.
3. Kadar lempung
Bila kadar lempung rendah maka air yang tidak terserap oleh lempung yang
akan menempati celah antar butir pasir, sehingga menurunkan permeabilitas pasir
cetak. Dan bila kadar lempung terlalu tinggi, maka sebagian yang tidak memperoleh
air menyebar mengisi celah anatr butir pasir sehingga menurunkan permeabilitas pasir
cetak.
4. Bentuk dan distribusi pasir cetak
Untuk jenis butir pasir bulat baik sebagai pasir cetak, karena memerlukan
jumlah pengikat yang lebih sedikit untuk mrndapatkan kekuatan dan permeabilitas
tertentu, serta mampu alirnya baik sekali. Pasir berbutir kristal kurang baik untuk pasir
cetak,sebab akan pecah menjadi butir-butir kecil pada pencampuran serta memberikan
ketahanan dan permeabilitas yang buruk pada cetakan dan selanjutnya membutuhkan
pengikat dengan jumlah yang banyak (Tata Surdia, 2006).
Alat penguji permeabilitas ini menggunakan metode lubang untuk menentukan
permeabilitas pasir secara cepat. Udara pada tekanan yang konstan diterapkan pada
spesimen uji standar. Dalam laboratorium kontrol pasir, waktu sangat penting dan
pengujian lebih cepat adalah menggunakan permeabiliti meter listrik. Permeameter ini
keputusan sehingga segera dapat diambil tindakan dalam mengoreksi penyimpangan
apa pun dalam permeabilitas yang mungkin sebaliknya mengakibatkan hilangnya
produksi (Ridsdale, 1998).
Gambar 2.6 Alat penguji permeabilitas (permeameter)
Permeabilitas berhubungan erat dengan keadaan permukaan coran.
Permeabilitas kecil menyebabkan kulit coran yang halus dan gelembung – gelembung
udara, sedangkan permeabilitas yang besar menyebabkan kulit yang kasar serta
penetrasi. Oleh karena itu permeabilitas yang cocok adalah perlu (Tata Surdia, 2006).
2.9.6 kuat Geser (shear strength)
Untuk menentukan daya tahan dan daya ikat pasir cetak basah maupun kering, maka
ada beberapa hal yang perlu dilakukan, yakni: percobaan tekan, percobaan tarik,
percobaan geser (shear) dan percobaan terhadap kekuatan melintang. Namun dari
pengalaman diketahui, bahwa bila variabel kekuatan tekan dari pasir cetak, maka
sudah dapat di asumsi mewakili besaran-besaran yang lainnya.
Percobaan-percobaan ini sangat diperlukan, mengingat bahwa pasir pada
(biasanya disebut: Contoh), kemudian dibentuk sedemikian rupa seperti poros
silindris, berukuran, panjang dan diameter sama. Contoh ini kemudian diletakkan pada
mesin dan diberi beban dengan laju pembebanan yang konstan. Dari sini akan dapat
diketahui kekuatan dari pasir cetak (Ganda, 2008).
Alat uji kuat geser (Universal Sand Strength Machine), bersama dengan
aksesoris yang sesuai, akan menentukan kompresi, geser, tarik, melintang dan
membelah kekuatan cetakan dan inti membuat bahan dengan cara bobot muatan putus.
Gambar 2.7 Alat uji kuat geser (Universal Sand Strength Machine)
Mesin Ini terdiri dari empat bagian utama: bingkai, berat pendulum, lengan
pendorong dan motorik. Lengan pusher digerakkan oleh motor diarahkan dipasang
pada lengan pendorong dan digabungkan ke poros handwheel. Pendulum ayunan berat
pada bantalan bola dan dapat dipindahkan dengan lengan pendorong, melalui benda
uji, dari posisi vertikal, melalui 90 °, untuk posisi horizontal dengan peningkatan
beban pada benda uji. Sebuah magnetik membaca naik skala dikalibrasi oleh berat
pendulum dan menunjukkan titik dimana spesimen keruntuhan terjadi. Operasi
otomatis adalah dengan cara menekan tombol stop / start kontrol dan mikro-switch
(A) Switch reverse. Ini membalikkan mesin setelah spesimen telah runtuh.
(B) Hentikan switch. Ini berhenti mesin saat kembali ke posisi nol.
(C) Batasi switch. Ini datang ke dalam operasi jika spesimen gagal runtuh, lengan