• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGUJIAN AWAL PROTOTIPE MESIN PENDINGIN ADSORPSI INTERMITTENT ENERGI SURYA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "PENGUJIAN AWAL PROTOTIPE MESIN PENDINGIN ADSORPSI INTERMITTENT ENERGI SURYA"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

PENGUJIAN AWAL PROTOTIPE MESIN PENDINGIN ADSORPSI INTERMITTENTENERGI SURYA

Nyoman Sugiartha1)dan I Made Sugina1)

1Jurusan Teknik Mesin, Politeknik Negeri Bali, Kampus Bukit Jimbaran, Badung, Bali

E-mail: nyoman.sugiartha@yahoo.co.uk

Abstract

Adsorption cooling machines require thermal energy to produce cooling effect. The thermal energy may come from renewable energy resources, such as solar radiation with abundant availability. Adsorption cooling system is an alternative cooling technology, which having very low demand on electrical energy. Vapour compression cooling systems consume huge electrical energy, thus development of the adsorption cooling system is necessary in an attempt of energy savings. This paper discusses preliminary experimental testing of a solar intermittent adsorption cooling machine to characterise

system’s pressure and temperature changes during adsorption cycle. The

testing is also focused on investigating minimum temperatures of evaporator and water under no load and water load of 1 kg conditions. The adsorption cooling machine employs granular activated carbon-ethanol as working pair and halogen lamps of 2 x 500 watt as heat source to simulate solar energy. The test results show that adsorber temperature and pressure peak at 98.3oC and -63 cmHg and 100.2 oC and -62.5 cmHg for no cooling load and water load of 1 kg, respectively. Accordingly, evaporator temperature and pressure reached the lowest at 15.3 oC and -73 cmHg and at 20.1 oC of water temperature and -72.5 cmHg for respective load conditions.

Keywords: adsortion cooling machine, intermittent, testing, indoor, activated carbon-ethanol

Abstrak

(2)

mengetahui karakteristik perubahan temperatur dan tekanan selama siklus adsorpsi berlangsung. Pengujian ini juga dititikberatkan untuk mengetahui temperatur terendah yang mampu dicapai oleh evaporator untuk kondisi tanpa beban pendinginan dan dengan beban air 1 kg. Mesin pendingin menggunakan karbon aktif granular dan etanol sebagai pasangan kerja dan lampu halogen 2 x 500 watt sebagai simulator sumber panas energi surya. Hasil pengujian menunjukkan bahwa temperatur dan tekanan maksimum adsorber mencapai 98.3 oC dan -63 cmHg serta 100.2 oC dan -62.5 cmHg,

masing-masing untuk kondisi tanpa beban dan dengan beban air. Temperatur dan tekanan evaporator terendah mencapai 15.3 oC dan -73 cmHg untuk kondisi tanpa beban air. Sedangkan untuk kondisi dengan beban air 1 kg temperatur air dan tekanan evaporator terendah mencapai 20.1 oC dan -72.5 cmHg.

Kata Kunci: mesin pendingin adsorpsi, intermittent, pengujian, indoor, karbon aktif-etanol

PENDAHULUAN

Dorongan untuk memanfaatkan sumber-sumber energi terbarukan yang lebih ramah

lingkungan dan murah sebagai pengganti energi fosil tidak dapat terhindarkan saat ini,

terlebih untuk aplikasi pengkondisian udara dan refrigerasi. Salah satu yang menjadi

perhatian adalah energi matahari. Bagi daerah yang beriklim tropis, ketersediaan energi

radiasi matahari begitu melimpah sepanjang tahun. Di sisi lain, ketersediaan energi

radiasi matahari ternyata bersamaan dengan waktu beban pendinginan puncak sistem

pendingin yaitu pada pada siang hari (Fernandeset al., 2014).

Berdasarkan data DEN (2016) potensi energi matahari di Indonesia cukup tinggi

dengan intensitas radiasi rata-rata sekitar 4.8 kWh/m2per hari. Sedangkan untuk sebagian

besar wilayah Bali intensitas radiasi matahari sebesar 6-6.5 kWh/m2per hari dengan lama

penyinaran matahari selama 7-8 jam per harinya (Matias, 2011). Dengan demikian energi

matahari memungkinkan untuk dieksploitasi baik untuk keperluan konversi energi termal

maupun pembangkitan energi listrik.

Sistem pendingin adsorpsi adalah salah satu alternatif teknologi pendingin yang

dapat memanfaatkan energi termal dari radiasi matahari maupun energi sisa hasil suatu

proses. Meskipun performansinya jauh lebih rendah dibandingkan dengan sistem

pendingin kompresi uap namun memiliki penghematan energi primer lebih tinggi karena

sistem adsorpsi hanya diaplikasikan untuk memanfaatkan energi sisa. Di samping itu

(3)

penggunaan refrigeran yang tidak polutif adalah beberapa kelebihannya (Wang et al.,

2006).

Amonia, air, metanol dan etanol adalah refrigeran ramah lingkungan yang umum

dipakai pada sistem pendingin adsorpsi. Etanol tidak bersifat korosif dibandingkan

amonia, tidak beracun dan resiko mudah terbakar lebih rendah dibandingkan dengan

metanol (Alghoul et al., 2007). Sedangkan zat penyerap atau adsorben adalah karbon

aktif, silika gel dan zeolit. Pemilihan pasangan adsorben-refrigeran tergantung pada

aplikasinya yaitu untuk pengkondisian udara, penyimpanan bahan makanan atau

obat-obatan maupun untuk pembuatan es. Attan et al. (2011) menjelaskan bahwa adsorben

karbon aktif fiber memberikan waktu desorpsi/adsorpsi yang lebih cepat dan kapasitas

adsorpsi lebih besar per kg adsorben dibandingkan dengan adsorben yang lain.

Beberapa peneliti sudah melakukan pengujian sistem pendingin adsorpsi

menggunakan pasangan adsorben berbasis karbon aktif untuk aplikasi penyimpanan

makanan dan pembuatan es. Telto dan Critoph (1997) menggunakan pasangan karbon

aktif-ammonia dan hasil pengujian prototipe menunjukkan bahwa temperatur evaporator

terendah -18.6 oC mampu dicapai pada temperatur desorpsi 108.2 oC. Li et al. (2004)

menguji eksperimental untuk membandingkan performansi antara karbon aktif-metanol

dan karbon-aktif-etanol. Diperoleh bahwa pasangan karbon aktif-metanol mampu

menghasilkan es sedangkan karbon aktif-etanol hanya mampu mencapai temperatur air

2-4oC.

Makalah ini membahas tentang uji eksperimental pendahuluan pada sebuah prototipe

mesin pendingin adsorpsi intermittent energi surya yang menggunakan karbon

aktif-etanol sebagai pasangan kerja. Pengujian dilakukan di dalam ruangan sebelum

diaplikasikan di ruang terbuka dengan tujuan untuk mengetahui apakah sistem pendingin

adsorpsi dapat bekerja dengan baik. Pengujian dikondisikan untuk operasi tanpa beban

pendinginan dan dengan beban air 1 kg. Karakteristik perubahan temperatur dan tekanan

pada sistem didentifikasi selama proses desorpsi-kondensasi dan evaporasi-adsorpsi

berlangsung. Pengujian juga dititikberatkan untuk mengetahui temperatur terendah yang

mampu dicapai oleh evaporator.

(4)

Alat Uji

Konstruksi prototipe mesin pendingin adsorpsiintermittentenergi surya ditunjukkan

pada Gambar 1. Prototipe dilengkapi dengan lampuquartzhalogen sebagai sumber energi

panas dan simulator energi radiasi matahari untuk pengujian kinerja di dalam ruangan.

Terdapat 4 (empat) komponen utama yaitu kolektor/adsorber, kondensor, evaporator dan

kotak pendingin. Pasangan adsorben-refrigeran adalah karbon aktif-etanol.

Kotak kolektor surya dengan adsorber di dalamnya berfungsi sebagai medium

transfer kalor dari radiasi matahari ke adsorber berdasarkan prinsip efek rumah kaca.

Adsorber memiliki fungsi yang sama dengan kompresor pada sistem kompresi uap

dimana sirkulasi refrigeran berdasarkan proses desorpsi dan adsorpsi antara karbon aktif

dan etanol.

Gambar 1. Prototipe mesin pendingin adsorpsiintermittentenergi surya

Proses desorpsi merupakan pelepasan etanol dari karbon aktif di dalam adsorber

dengan cara pemanasan. Uap etanol dari adsorber mengalir ke kondensor dan mengalami

kondensasi, selanjutnya etanol cair dari kondensor mengalir menuju evaporator.

(5)

dari dari penguapan etanol di evaporator. Efek pendingin terjadi pada evaporator dengan

menyerap kalor dari media yang didinginkan, dalam hal ini udara di dalam kotak

pendingin atau air.

Adsorber terdiri dari susunan pipa di dalam pipa yang terbuat dari tembaga dengan

ukuran pipa luar OD 41.3 mm dan pipa dalam OD 19.05 mm. Pipa dalam dibuat berpori

berdiameter 2 mm di 4 (empat) kwadran penampang sepanjang longitudinal pipa dan

dibungkus dengan wire mesh ukuran 1 mm. Kedua pipa disusun konsentrik dengan

karbon aktif berada di antara pipa luar dan pipa dalam. Panjang pipa adsorber adalah 0.42

m berjumlah 10 buah disusun vertikal yang dihubungkan dengan sebuah pipaheaderOD

41.3 mm pada salah satu ujungnya.

Kotak kolektor terbuat dari pelat baja karbon tebal 1.5 mm, berukuran 0.55 m x 0.55

m x 0.175 m dan diisolasi denganpolyurethanesetebal 0.04 m di keliling samping dan

0.06 m di bagian bawah. Seluruh permukaan kolektor/adsorber dicat hitam untuk

meningkatkan absorptansi adsorber terhadap radiasi sinar matahari. Kemiringan kolektor

adalah 90menghadap ke utara sesuai dengan posisi lintang di Pulau Bali.

Kondensor menggunakan pipa tembaga OD 19.05 mm disusun vertikal berjumlah 5

buah, panjang masing-masing 0.175 m dan 2 buah pipa header horisontal OD 41.3 mm,

panjang 0.32 m. Luas permukaan perpindahan panas sebesar 0.135 m2. Pendinginan

kondensor menggunakan hembusan udara alami.

Evaporator berbentuk kotak dengan penampang beralur trapesium terbuat dari pelat

tembaga tebal 1.5 mm. Luas permukaan perpindahan panas 0.115 m2. Wadah penampung

untuk beban air di bagian bawah evaporator kapasitas 2 liter. Kotak pendingin

menggunakan kontainer pendingin minuman berkapasitas 12 liter dengan dimensi 0.275

m x 0.205 m x 0.175 m.

Pengujian di Dalam Ruangan

Langkah-langkah dalam pengujian awal kinerja prototipe mesin pendingin adsorpsi

intermittentenergi surya di dalam ruangan meliputi:

a) Persiapan

Setelah proses integrasi atau perakitan komponen dan sistem bebas dari kebocoran

(6)

aktif selama proses pembuatan yaitu dengan memanaskan adsorber pada temperatur

150-200 0C sambil dilakukan pemvakuman selama 3 jam. Pemanasan dilakukan

menggunakan lampuquartz halogen. Tekanan di adsorber dan evaporator diamati agar

tercapai tekanan vakum -76 cmHg. Selanjutnya pengisian etanol dilakukan ke dalam

sistem melalui pentil pipa saluran pemvakuman dan diamati keseimbangan akhir tekanan

sistem. Jumlah volume etanol yang diisikan sebesar 320 ml.

b) Pengujian

Pengujian dilakukan di Laboratorium Instrumentasi dan Kontrol, Jurusan Teknik

Mesin, Politeknik Negeri Bali. Sensor termokopel dipasang pada masing-masing

komponen utama sebagai berikut: adsorber (3 buah, yaitu di permukaan pipa di ruas

bagian kiri, tengah dan kanan), kondensor (2 buah, yaitu di bagian masukan dan keluaran)

dan evaporator (3 buah, yaitu di bagian masukan, permukaan bawah dan air).

Pengukuran tekanan menggunakan pressure gauge vakum yang berjumlah 2 buah

dan ditempatkan di dekat adsorber dan evaporator. Pengujian menggunakan sumber

panas yang berasal dari cahaya lampu quartz berjumlah 2 buah dengan daya listrik

masing-masing 500 W dan diletakkan pada posisi 0.35 m di atas permukaan kaca

kolektor. Sedangkan pengukuran jumlah etanol yang bersirkulasi tidak dapat dilakukan

karena adanya keterbatasan fabrikasi alat ukur.

Pengujian awal kinerja sistem dilakukan untuk kondisi tanpa beban pendinginan dan

dengan beban air sebesar 1 kg. Data-data yang diambil adalah tekanan dan temperatur di

adsorber, kondensor dan evaporator yang dicatat setiap 10 menit sekali. Pemanasan

selama proses desorpsi dihentikan dengan mematikan lampu setelah temperatur adsorber

rata-rata mencapai sekitar 100 oC dan selanjutnya selama proses pendinginan dan

adsorpsi kaca penutup kolektor dibuka untuk mempercepat laju pendinginan dan adsorpsi

etanol di adsorber serta efek pendinginan di evaporator.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Gambar 2 menunjukkan siklus adsorpsi aktual, yaitu berupa diagram hubungan

antara temperatur dan tekanan adsorber untuk kondisi pengujian tanpa beban pendingin

(7)

Lampuoff

Lampuon

desorpsi-kondensasi dan adsorpsi-evaporasi pada sistem sudah berlangsung dengan baik.

Pada pengujian tanpa beban pendinginan, temperatur dan tekanan adsorber tertinggi

mencapai 98.3oC dan -63 cmHg, tekanan selama proses desorpsi-kondensasi naik drastis

dari -72.5 cmHg dan relatif konstan pada -63 cmHg sedangkan tekanan selama proses

adsorpsi-evaporasi menurun berangsur-angsur dan relatif konstan pada -73 cmHg.

Sementara itu pada pengujian dengan beban air 1 kg diperoleh bahwa temperatur dan

tekanan adsorber mencapai maksimum pada 100.2 oC dan -62.5 cmHg, tekanan saat

proses desorpsi-kondensasi meningkat drastis dari -72 cmHg dan relatif stabil pada -62.5

cmHg sedangkan tekanan selama proses adsorpsi-evaporasi menurun perlahan dan

mencapai kestabilan pada -72.5 cmHg. Jika dibandingkan dengan konsisi tanpa beban

maka operasi sistem dengan beban air akan memerlukan input energi termal yang lebih

besar untuk melepaskan gas etanol yang terikat oleh karbon aktif pada adsorber sehingga

sesuai dengan kaidah termodinamika maka temperatur dan tekanan gas etanol pada

adsorber juga menjadi lebih besar.

(8)

Gambar 3. Variasi tekanan adsorber terhadap waktu

Gambar 3 menunjukkan variasi tekanan adsorber sebagai fungsi waktu. Pada

pengujian tanpa beban pendinginan tekanan adsorber tertinggi sebesar -63 cmHg relatif

stabil selama 40 menit sedangkan pada pengujian dengan beban air 1 kg tekanan adsorber

sedikit lebih tinggi dan relatif stabil pada -62.5 cmHg selama kurang lebih 30 menit.

Secara teoritis, rentang waktu relatif stabilnya tekanan adsorber untuk kedua kondisi

tersebut mengindikasikan bahwa telah berlangsung proses kondensasi gas etanol dari

ikatan karbon aktif.

Gambar 4. Variasi tekanan evaporator terhadap waktu

Gambar 4 menunjukkan variasi tekanan evaporator sebagai fungsi waktu. Oleh

(9)

maka profil perubahan tekanan pada evaporator mengikuti adsorber dengan kenaikan

tekanan sepanjang jalur pemipaan menjadi sebesar ± 0.5 cmHg pada evaporator. Pada

pengujian tanpa beban pendinginan, tekanan evaporator relatif stabil pada -73 cmHg

selama 50 menit sedangkan pada pengujian dengan beban air 1 kg, tekanan evaporator

sedikit lebih tinggi dan relatif stabil pada -72.5 cmHg selama kurang lebih 80 menit.

Dapat diperkirakan bahwa proses penguapan cairan etanol pada evaporator sudah

berlangsung pada periode tersebut. Energi termal yang lebih besar pada kondisi dengan

beban air 1 kg menyebabkan tekanan evaporator lebih besar dibandingkan dengan tanpa

beban pendinginan. Hal ini dipengaruhi oleh kondisi hembusan dan temperatur udara

ruangan di sekitar kondensor yang relatif sama selama pengujian.

Gambar 5 menunjukkan perubahan temperatur evaporator sebagai fungsi waktu.

Temperatur awal evaporator sebelum dilakukan pengujian untuk kedua kondisi hampir

sama sekitar 27- 280C. Pada pengujian tanpa beban pendinginan, temperatur evaporator

mencapai terendah pada 15.3 0C dalam waktu 120 menit setelah lampu dimatikan,

sedangkan pada pengujian dengan beban air 1 kg, pencapaian temperatur evaporator

terendah lebih tinggi yaitu 20.1 0C dalam waktu 160 menit ke-220 setelah lampu

dimatikan. Dengan adanya massa termal oleh air maka kalor dari air akan diserap oleh

evaporator dan efek pendinginan tersimpan lebih lama, sedangkan keseimbangan

temperatur evaporator dan air yang terjadi menjadi lebih tinggi jika dibandingkan dengan

tanpa adanya beban air.

(10)

Dari kedua pengujian tersebut terlihat bahwa temperatur terendah evaporator belum

mampu mencapai temperatur evaporator untuk aplikasi penyimpanan makanan yaitu

sekitar 0 0C (Allouhi et al., 2015). Untuk mencapai temperatur evaporator tersebut

dibutuhkan tekanan evaporator yang lebih rendah sampai dengan ± -74.5 cmHg. Tidak

tercapainya tekanan evaporator tersebut kemungkinan disebabkan oleh jumlah pengisian

etanol ke dalam sistem yang kurang tepat sehingga tekanan sistem dalam kesetimbangan

naik. Salah satu kemungkinan lain adalah laju penyerapan gas etanol oleh karbon aktif

di adsorber berjalan sangat lambat karena jumlah pori di pipa bagian dalam adsorber

sebagai laluan gas etanol masih kurang banyak. Di samping itu jumlah gas etanol yang

bisa ditangkap oleh karbon aktif pada adsorber atau dengan kata lain kapasitas adsorpsi

dari pasangan karbon aktif granular-etanol yang digunakan pada prototipe ini

kemungkinan jauh lebih kecil dibandingkan dengan kapasitas adsorpsi oleh Tiansuwanet

al. (1998) yang digunakan sebagai basis dalam perhitungan rancangan prototipe.

SIMPULAN

Beberapa hal yang dapat disimpulkan dari makalah ini adalah sebagai berikut:

1. Perubahan temperatur dan tekanan adsorber selama siklus adsorpsi menunjukkan

bahwa proses desorpsi-kondensasi dan adsorpsi-evaporasi pada sistem sudah

berlangsung dengan baik dan mendekati profil siklus pendingin adsorpsi idealnya

dimana proses kondensasi dan evaporasi terjadi pada tekanan adsorber dan tekanan

evaporator yang relatif konstan.

2. Temperatur dan tekanan adsorber tertinggi pada pengujian tanpa beban pendinginan

mencapai 98.3 oC dan -63 cmHg, tekanan selama proses desorpsi-kondensasi naik

drastis dari -72.5 cmHg dan relatif konstan pada -63 cmHg sedangkan tekanan selama

proses adsorpsi-evaporasi menurun berangsur-angsur dan relatif konstan pada -73

cmHg. Sementara itu pada pengujian dengan beban air 1 kg diperoleh bahwa

temperatur dan tekanan adsorber mencapai maksimum pada 100.2oC dan -62.5 cmHg,

tekanan saat proses desorpsi-kondensasi meningkat drastis dari -72 cmHg dan relatif

stabil pada -62.5 cmHg sedangkan tekanan selama proses adsorpsi-evaporasi menurun

(11)

3. Tekanan adsorber tertinggi sebesar -63 cmHg relatif stabil selama 40 menit pada

pengujian tanpa beban pendinginan sedangkan pada pengujian dengan beban air 1 kg

tekanan adsorber sedikit lebih tinggi dan relatif stabil pada -62.5 cmHg selama kurang

lebih 30 menit.

4. Tekanan evaporator relatif stabil pada -73 cmHg selama 50 menit pada pengujian tanpa

beban pendinginan sedangkan pada pengujian dengan beban air 1 kg, tekanan

evaporator sedikit lebih tinggi dan relatif stabil pada -72.5 cmHg selama kurang lebih

80 menit.

5. Temperatur terendah yang mampu dicapai oleh evaporator untuk kondisi tanpa beban

pendinginan adalah sebesar 15.30C dalam waktu 120 menit setelah lampu dimatikan

dan 20.10C untuk kondisi dengan beban air 1 kg dalam waktu 160 menit setelah lampu

dimatikan.

DAFTAR PUSTAKA

Alghoul, M.A., Sulaiman, M.Y., Azmi, B.Z. dan Wahab, MAbd. (2007). Advances on multi-purpose solar adsorption systems for domestic refrigeration and water heating.

Applied Thermal Engineering, 27: 813–822.

Allouhi, A., Kousksou, T., Jamil, A., El Rhafiki, T. Mourad, Y. dan Zeraouli, Y. (2015). Optimal working pairs for solar adsorption cooling applications.Energy, 79:235-247. Attan, D., Alghoul, M.A., Saga, B.B., Assadeq, J., Sopian, K. (2011). The role of activated carbon fiber in adsorption cooling cycles. Renewable and Sustainable Energy Reviews, 15:1708-1721.

DEN. (2016). Outlook Energi Indonesia 2016, Sekretariat Jendral Dewan Energi Nasional, Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (KESDM).

Fernandes, M.S., Brites, G.J.V.N., Costa, J.J., Gaspar, A.R., Costa, V.A.F. (2014). Review and future trends of solar adsorption refrigeration systems. Renewable and Sustainable Energy reviews, 39:102-123.

Li, M., Huang, H.B., Wang, R.Z., Wang, L.L., Cai, W.D., Yang, W.M. (2004). Experimental study on adsorbent of activated carbon with refrigerant of methanol and ethanol for solar ice maker.Renewable Energy, 29:2235-2244.

Matias, D.M. (2011).Low-carbon development in South East Asia, Bonn, West Germany: Germanwatch e.V.

Sur, A., & Das, R.K. (2010). Review on solar adsorption refrigeration cycle.Int J Mech Eng Technol, 1(1):190-226.

Telto, Z.T., & Critoph, R.E. (1997). Adsorption refrigerator using monolithic carbon-ammonia pair.Int J Refrig, 20(2):146-155.

Tiansuwan, J., Hirunlabh, J. dan Kiatsiriroat, T. (1998). Mathematical model of an activated carbon-ethanol refrigerator.Int J Sci Technol, 3(1):66-71.

Gambar

Gambar 1. Prototipe mesin pendingin adsorpsi intermittent energi surya
Gambar 2. Siklus pendinginan adsorpsi aktual
Gambar 4. Variasi tekanan evaporator terhadap waktu
Gambar 5. Variasi temperatur evaporator terhadap waktu

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil penelitian tentang Tingkat Kepuasan Pengguna OPAC dengan Metode End User Computing Statispaction (EUCS) di Perpustakaan Sekolah Tinggi Keguruan

di bawah 75, sehingga tidak mencapai Kriteria Ketuntasan Minimum (KKM); di atas 75.Hanya 13% siswa yang mampu menjawab pertanyaan. Mereka kesulitan dalam menjawab

Aset dan liabilitas pajak tangguhan diakui berdasarkan berdasarkan perbedaan temporer antara aset dan liabilitas untuk tujuan komersial dan untuk tujuan perpajakan

Dari uraian di atas maka penulis tertarik untuk mengetahui Hubungan pengetahuan remaja dengan sikap dalam penanganan Insomnia Di Lingkungan IX Kelurahan Bahagia

Penelitian ini menggunakan metode eksperimen semu (quasi eksperiment) yaitu kegiatan percobaan yang bertujuan untuk mengetahui suatu gejala atau pengaruh yang timbul

Analisis Terhadap Kesaksian Non Muslim Sebagai Alat Bukti Dalam Perkara Perceraian Di Pengadilan Agama Boyolali Menurut Hukum Islam dan Peraturan Perundang-undangan yang

Penggunaan tepung sagu dalam pembuatan kishk pada penelitian ini ternyata juga tidak menghambat produksi asam laktat, terbukti setelah yogurt dicampur dengan

Sistem Pembangkit Listrik Tenaga Gas dan Uap (PLTGU) merupakan gabungan dari unit pembangkit tenaga gas dan tenaga uap.Gas buang dari unit pembangkit tenaga gas yang