PENGUJIAN AWAL PROTOTIPE MESIN PENDINGIN ADSORPSI INTERMITTENTENERGI SURYA
Nyoman Sugiartha1)dan I Made Sugina1)
1Jurusan Teknik Mesin, Politeknik Negeri Bali, Kampus Bukit Jimbaran, Badung, Bali
E-mail: nyoman.sugiartha@yahoo.co.uk
Abstract
Adsorption cooling machines require thermal energy to produce cooling effect. The thermal energy may come from renewable energy resources, such as solar radiation with abundant availability. Adsorption cooling system is an alternative cooling technology, which having very low demand on electrical energy. Vapour compression cooling systems consume huge electrical energy, thus development of the adsorption cooling system is necessary in an attempt of energy savings. This paper discusses preliminary experimental testing of a solar intermittent adsorption cooling machine to characterise
system’s pressure and temperature changes during adsorption cycle. The
testing is also focused on investigating minimum temperatures of evaporator and water under no load and water load of 1 kg conditions. The adsorption cooling machine employs granular activated carbon-ethanol as working pair and halogen lamps of 2 x 500 watt as heat source to simulate solar energy. The test results show that adsorber temperature and pressure peak at 98.3oC and -63 cmHg and 100.2 oC and -62.5 cmHg for no cooling load and water load of 1 kg, respectively. Accordingly, evaporator temperature and pressure reached the lowest at 15.3 oC and -73 cmHg and at 20.1 oC of water temperature and -72.5 cmHg for respective load conditions.
Keywords: adsortion cooling machine, intermittent, testing, indoor, activated carbon-ethanol
Abstrak
mengetahui karakteristik perubahan temperatur dan tekanan selama siklus adsorpsi berlangsung. Pengujian ini juga dititikberatkan untuk mengetahui temperatur terendah yang mampu dicapai oleh evaporator untuk kondisi tanpa beban pendinginan dan dengan beban air 1 kg. Mesin pendingin menggunakan karbon aktif granular dan etanol sebagai pasangan kerja dan lampu halogen 2 x 500 watt sebagai simulator sumber panas energi surya. Hasil pengujian menunjukkan bahwa temperatur dan tekanan maksimum adsorber mencapai 98.3 oC dan -63 cmHg serta 100.2 oC dan -62.5 cmHg,
masing-masing untuk kondisi tanpa beban dan dengan beban air. Temperatur dan tekanan evaporator terendah mencapai 15.3 oC dan -73 cmHg untuk kondisi tanpa beban air. Sedangkan untuk kondisi dengan beban air 1 kg temperatur air dan tekanan evaporator terendah mencapai 20.1 oC dan -72.5 cmHg.
Kata Kunci: mesin pendingin adsorpsi, intermittent, pengujian, indoor, karbon aktif-etanol
PENDAHULUAN
Dorongan untuk memanfaatkan sumber-sumber energi terbarukan yang lebih ramah
lingkungan dan murah sebagai pengganti energi fosil tidak dapat terhindarkan saat ini,
terlebih untuk aplikasi pengkondisian udara dan refrigerasi. Salah satu yang menjadi
perhatian adalah energi matahari. Bagi daerah yang beriklim tropis, ketersediaan energi
radiasi matahari begitu melimpah sepanjang tahun. Di sisi lain, ketersediaan energi
radiasi matahari ternyata bersamaan dengan waktu beban pendinginan puncak sistem
pendingin yaitu pada pada siang hari (Fernandeset al., 2014).
Berdasarkan data DEN (2016) potensi energi matahari di Indonesia cukup tinggi
dengan intensitas radiasi rata-rata sekitar 4.8 kWh/m2per hari. Sedangkan untuk sebagian
besar wilayah Bali intensitas radiasi matahari sebesar 6-6.5 kWh/m2per hari dengan lama
penyinaran matahari selama 7-8 jam per harinya (Matias, 2011). Dengan demikian energi
matahari memungkinkan untuk dieksploitasi baik untuk keperluan konversi energi termal
maupun pembangkitan energi listrik.
Sistem pendingin adsorpsi adalah salah satu alternatif teknologi pendingin yang
dapat memanfaatkan energi termal dari radiasi matahari maupun energi sisa hasil suatu
proses. Meskipun performansinya jauh lebih rendah dibandingkan dengan sistem
pendingin kompresi uap namun memiliki penghematan energi primer lebih tinggi karena
sistem adsorpsi hanya diaplikasikan untuk memanfaatkan energi sisa. Di samping itu
penggunaan refrigeran yang tidak polutif adalah beberapa kelebihannya (Wang et al.,
2006).
Amonia, air, metanol dan etanol adalah refrigeran ramah lingkungan yang umum
dipakai pada sistem pendingin adsorpsi. Etanol tidak bersifat korosif dibandingkan
amonia, tidak beracun dan resiko mudah terbakar lebih rendah dibandingkan dengan
metanol (Alghoul et al., 2007). Sedangkan zat penyerap atau adsorben adalah karbon
aktif, silika gel dan zeolit. Pemilihan pasangan adsorben-refrigeran tergantung pada
aplikasinya yaitu untuk pengkondisian udara, penyimpanan bahan makanan atau
obat-obatan maupun untuk pembuatan es. Attan et al. (2011) menjelaskan bahwa adsorben
karbon aktif fiber memberikan waktu desorpsi/adsorpsi yang lebih cepat dan kapasitas
adsorpsi lebih besar per kg adsorben dibandingkan dengan adsorben yang lain.
Beberapa peneliti sudah melakukan pengujian sistem pendingin adsorpsi
menggunakan pasangan adsorben berbasis karbon aktif untuk aplikasi penyimpanan
makanan dan pembuatan es. Telto dan Critoph (1997) menggunakan pasangan karbon
aktif-ammonia dan hasil pengujian prototipe menunjukkan bahwa temperatur evaporator
terendah -18.6 oC mampu dicapai pada temperatur desorpsi 108.2 oC. Li et al. (2004)
menguji eksperimental untuk membandingkan performansi antara karbon aktif-metanol
dan karbon-aktif-etanol. Diperoleh bahwa pasangan karbon aktif-metanol mampu
menghasilkan es sedangkan karbon aktif-etanol hanya mampu mencapai temperatur air
2-4oC.
Makalah ini membahas tentang uji eksperimental pendahuluan pada sebuah prototipe
mesin pendingin adsorpsi intermittent energi surya yang menggunakan karbon
aktif-etanol sebagai pasangan kerja. Pengujian dilakukan di dalam ruangan sebelum
diaplikasikan di ruang terbuka dengan tujuan untuk mengetahui apakah sistem pendingin
adsorpsi dapat bekerja dengan baik. Pengujian dikondisikan untuk operasi tanpa beban
pendinginan dan dengan beban air 1 kg. Karakteristik perubahan temperatur dan tekanan
pada sistem didentifikasi selama proses desorpsi-kondensasi dan evaporasi-adsorpsi
berlangsung. Pengujian juga dititikberatkan untuk mengetahui temperatur terendah yang
mampu dicapai oleh evaporator.
Alat Uji
Konstruksi prototipe mesin pendingin adsorpsiintermittentenergi surya ditunjukkan
pada Gambar 1. Prototipe dilengkapi dengan lampuquartzhalogen sebagai sumber energi
panas dan simulator energi radiasi matahari untuk pengujian kinerja di dalam ruangan.
Terdapat 4 (empat) komponen utama yaitu kolektor/adsorber, kondensor, evaporator dan
kotak pendingin. Pasangan adsorben-refrigeran adalah karbon aktif-etanol.
Kotak kolektor surya dengan adsorber di dalamnya berfungsi sebagai medium
transfer kalor dari radiasi matahari ke adsorber berdasarkan prinsip efek rumah kaca.
Adsorber memiliki fungsi yang sama dengan kompresor pada sistem kompresi uap
dimana sirkulasi refrigeran berdasarkan proses desorpsi dan adsorpsi antara karbon aktif
dan etanol.
Gambar 1. Prototipe mesin pendingin adsorpsiintermittentenergi surya
Proses desorpsi merupakan pelepasan etanol dari karbon aktif di dalam adsorber
dengan cara pemanasan. Uap etanol dari adsorber mengalir ke kondensor dan mengalami
kondensasi, selanjutnya etanol cair dari kondensor mengalir menuju evaporator.
dari dari penguapan etanol di evaporator. Efek pendingin terjadi pada evaporator dengan
menyerap kalor dari media yang didinginkan, dalam hal ini udara di dalam kotak
pendingin atau air.
Adsorber terdiri dari susunan pipa di dalam pipa yang terbuat dari tembaga dengan
ukuran pipa luar OD 41.3 mm dan pipa dalam OD 19.05 mm. Pipa dalam dibuat berpori
berdiameter 2 mm di 4 (empat) kwadran penampang sepanjang longitudinal pipa dan
dibungkus dengan wire mesh ukuran 1 mm. Kedua pipa disusun konsentrik dengan
karbon aktif berada di antara pipa luar dan pipa dalam. Panjang pipa adsorber adalah 0.42
m berjumlah 10 buah disusun vertikal yang dihubungkan dengan sebuah pipaheaderOD
41.3 mm pada salah satu ujungnya.
Kotak kolektor terbuat dari pelat baja karbon tebal 1.5 mm, berukuran 0.55 m x 0.55
m x 0.175 m dan diisolasi denganpolyurethanesetebal 0.04 m di keliling samping dan
0.06 m di bagian bawah. Seluruh permukaan kolektor/adsorber dicat hitam untuk
meningkatkan absorptansi adsorber terhadap radiasi sinar matahari. Kemiringan kolektor
adalah 90menghadap ke utara sesuai dengan posisi lintang di Pulau Bali.
Kondensor menggunakan pipa tembaga OD 19.05 mm disusun vertikal berjumlah 5
buah, panjang masing-masing 0.175 m dan 2 buah pipa header horisontal OD 41.3 mm,
panjang 0.32 m. Luas permukaan perpindahan panas sebesar 0.135 m2. Pendinginan
kondensor menggunakan hembusan udara alami.
Evaporator berbentuk kotak dengan penampang beralur trapesium terbuat dari pelat
tembaga tebal 1.5 mm. Luas permukaan perpindahan panas 0.115 m2. Wadah penampung
untuk beban air di bagian bawah evaporator kapasitas 2 liter. Kotak pendingin
menggunakan kontainer pendingin minuman berkapasitas 12 liter dengan dimensi 0.275
m x 0.205 m x 0.175 m.
Pengujian di Dalam Ruangan
Langkah-langkah dalam pengujian awal kinerja prototipe mesin pendingin adsorpsi
intermittentenergi surya di dalam ruangan meliputi:
a) Persiapan
Setelah proses integrasi atau perakitan komponen dan sistem bebas dari kebocoran
aktif selama proses pembuatan yaitu dengan memanaskan adsorber pada temperatur
150-200 0C sambil dilakukan pemvakuman selama 3 jam. Pemanasan dilakukan
menggunakan lampuquartz halogen. Tekanan di adsorber dan evaporator diamati agar
tercapai tekanan vakum -76 cmHg. Selanjutnya pengisian etanol dilakukan ke dalam
sistem melalui pentil pipa saluran pemvakuman dan diamati keseimbangan akhir tekanan
sistem. Jumlah volume etanol yang diisikan sebesar 320 ml.
b) Pengujian
Pengujian dilakukan di Laboratorium Instrumentasi dan Kontrol, Jurusan Teknik
Mesin, Politeknik Negeri Bali. Sensor termokopel dipasang pada masing-masing
komponen utama sebagai berikut: adsorber (3 buah, yaitu di permukaan pipa di ruas
bagian kiri, tengah dan kanan), kondensor (2 buah, yaitu di bagian masukan dan keluaran)
dan evaporator (3 buah, yaitu di bagian masukan, permukaan bawah dan air).
Pengukuran tekanan menggunakan pressure gauge vakum yang berjumlah 2 buah
dan ditempatkan di dekat adsorber dan evaporator. Pengujian menggunakan sumber
panas yang berasal dari cahaya lampu quartz berjumlah 2 buah dengan daya listrik
masing-masing 500 W dan diletakkan pada posisi 0.35 m di atas permukaan kaca
kolektor. Sedangkan pengukuran jumlah etanol yang bersirkulasi tidak dapat dilakukan
karena adanya keterbatasan fabrikasi alat ukur.
Pengujian awal kinerja sistem dilakukan untuk kondisi tanpa beban pendinginan dan
dengan beban air sebesar 1 kg. Data-data yang diambil adalah tekanan dan temperatur di
adsorber, kondensor dan evaporator yang dicatat setiap 10 menit sekali. Pemanasan
selama proses desorpsi dihentikan dengan mematikan lampu setelah temperatur adsorber
rata-rata mencapai sekitar 100 oC dan selanjutnya selama proses pendinginan dan
adsorpsi kaca penutup kolektor dibuka untuk mempercepat laju pendinginan dan adsorpsi
etanol di adsorber serta efek pendinginan di evaporator.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Gambar 2 menunjukkan siklus adsorpsi aktual, yaitu berupa diagram hubungan
antara temperatur dan tekanan adsorber untuk kondisi pengujian tanpa beban pendingin
Lampuoff
Lampuon
desorpsi-kondensasi dan adsorpsi-evaporasi pada sistem sudah berlangsung dengan baik.
Pada pengujian tanpa beban pendinginan, temperatur dan tekanan adsorber tertinggi
mencapai 98.3oC dan -63 cmHg, tekanan selama proses desorpsi-kondensasi naik drastis
dari -72.5 cmHg dan relatif konstan pada -63 cmHg sedangkan tekanan selama proses
adsorpsi-evaporasi menurun berangsur-angsur dan relatif konstan pada -73 cmHg.
Sementara itu pada pengujian dengan beban air 1 kg diperoleh bahwa temperatur dan
tekanan adsorber mencapai maksimum pada 100.2 oC dan -62.5 cmHg, tekanan saat
proses desorpsi-kondensasi meningkat drastis dari -72 cmHg dan relatif stabil pada -62.5
cmHg sedangkan tekanan selama proses adsorpsi-evaporasi menurun perlahan dan
mencapai kestabilan pada -72.5 cmHg. Jika dibandingkan dengan konsisi tanpa beban
maka operasi sistem dengan beban air akan memerlukan input energi termal yang lebih
besar untuk melepaskan gas etanol yang terikat oleh karbon aktif pada adsorber sehingga
sesuai dengan kaidah termodinamika maka temperatur dan tekanan gas etanol pada
adsorber juga menjadi lebih besar.
Gambar 3. Variasi tekanan adsorber terhadap waktu
Gambar 3 menunjukkan variasi tekanan adsorber sebagai fungsi waktu. Pada
pengujian tanpa beban pendinginan tekanan adsorber tertinggi sebesar -63 cmHg relatif
stabil selama 40 menit sedangkan pada pengujian dengan beban air 1 kg tekanan adsorber
sedikit lebih tinggi dan relatif stabil pada -62.5 cmHg selama kurang lebih 30 menit.
Secara teoritis, rentang waktu relatif stabilnya tekanan adsorber untuk kedua kondisi
tersebut mengindikasikan bahwa telah berlangsung proses kondensasi gas etanol dari
ikatan karbon aktif.
Gambar 4. Variasi tekanan evaporator terhadap waktu
Gambar 4 menunjukkan variasi tekanan evaporator sebagai fungsi waktu. Oleh
maka profil perubahan tekanan pada evaporator mengikuti adsorber dengan kenaikan
tekanan sepanjang jalur pemipaan menjadi sebesar ± 0.5 cmHg pada evaporator. Pada
pengujian tanpa beban pendinginan, tekanan evaporator relatif stabil pada -73 cmHg
selama 50 menit sedangkan pada pengujian dengan beban air 1 kg, tekanan evaporator
sedikit lebih tinggi dan relatif stabil pada -72.5 cmHg selama kurang lebih 80 menit.
Dapat diperkirakan bahwa proses penguapan cairan etanol pada evaporator sudah
berlangsung pada periode tersebut. Energi termal yang lebih besar pada kondisi dengan
beban air 1 kg menyebabkan tekanan evaporator lebih besar dibandingkan dengan tanpa
beban pendinginan. Hal ini dipengaruhi oleh kondisi hembusan dan temperatur udara
ruangan di sekitar kondensor yang relatif sama selama pengujian.
Gambar 5 menunjukkan perubahan temperatur evaporator sebagai fungsi waktu.
Temperatur awal evaporator sebelum dilakukan pengujian untuk kedua kondisi hampir
sama sekitar 27- 280C. Pada pengujian tanpa beban pendinginan, temperatur evaporator
mencapai terendah pada 15.3 0C dalam waktu 120 menit setelah lampu dimatikan,
sedangkan pada pengujian dengan beban air 1 kg, pencapaian temperatur evaporator
terendah lebih tinggi yaitu 20.1 0C dalam waktu 160 menit ke-220 setelah lampu
dimatikan. Dengan adanya massa termal oleh air maka kalor dari air akan diserap oleh
evaporator dan efek pendinginan tersimpan lebih lama, sedangkan keseimbangan
temperatur evaporator dan air yang terjadi menjadi lebih tinggi jika dibandingkan dengan
tanpa adanya beban air.
Dari kedua pengujian tersebut terlihat bahwa temperatur terendah evaporator belum
mampu mencapai temperatur evaporator untuk aplikasi penyimpanan makanan yaitu
sekitar 0 0C (Allouhi et al., 2015). Untuk mencapai temperatur evaporator tersebut
dibutuhkan tekanan evaporator yang lebih rendah sampai dengan ± -74.5 cmHg. Tidak
tercapainya tekanan evaporator tersebut kemungkinan disebabkan oleh jumlah pengisian
etanol ke dalam sistem yang kurang tepat sehingga tekanan sistem dalam kesetimbangan
naik. Salah satu kemungkinan lain adalah laju penyerapan gas etanol oleh karbon aktif
di adsorber berjalan sangat lambat karena jumlah pori di pipa bagian dalam adsorber
sebagai laluan gas etanol masih kurang banyak. Di samping itu jumlah gas etanol yang
bisa ditangkap oleh karbon aktif pada adsorber atau dengan kata lain kapasitas adsorpsi
dari pasangan karbon aktif granular-etanol yang digunakan pada prototipe ini
kemungkinan jauh lebih kecil dibandingkan dengan kapasitas adsorpsi oleh Tiansuwanet
al. (1998) yang digunakan sebagai basis dalam perhitungan rancangan prototipe.
SIMPULAN
Beberapa hal yang dapat disimpulkan dari makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Perubahan temperatur dan tekanan adsorber selama siklus adsorpsi menunjukkan
bahwa proses desorpsi-kondensasi dan adsorpsi-evaporasi pada sistem sudah
berlangsung dengan baik dan mendekati profil siklus pendingin adsorpsi idealnya
dimana proses kondensasi dan evaporasi terjadi pada tekanan adsorber dan tekanan
evaporator yang relatif konstan.
2. Temperatur dan tekanan adsorber tertinggi pada pengujian tanpa beban pendinginan
mencapai 98.3 oC dan -63 cmHg, tekanan selama proses desorpsi-kondensasi naik
drastis dari -72.5 cmHg dan relatif konstan pada -63 cmHg sedangkan tekanan selama
proses adsorpsi-evaporasi menurun berangsur-angsur dan relatif konstan pada -73
cmHg. Sementara itu pada pengujian dengan beban air 1 kg diperoleh bahwa
temperatur dan tekanan adsorber mencapai maksimum pada 100.2oC dan -62.5 cmHg,
tekanan saat proses desorpsi-kondensasi meningkat drastis dari -72 cmHg dan relatif
stabil pada -62.5 cmHg sedangkan tekanan selama proses adsorpsi-evaporasi menurun
3. Tekanan adsorber tertinggi sebesar -63 cmHg relatif stabil selama 40 menit pada
pengujian tanpa beban pendinginan sedangkan pada pengujian dengan beban air 1 kg
tekanan adsorber sedikit lebih tinggi dan relatif stabil pada -62.5 cmHg selama kurang
lebih 30 menit.
4. Tekanan evaporator relatif stabil pada -73 cmHg selama 50 menit pada pengujian tanpa
beban pendinginan sedangkan pada pengujian dengan beban air 1 kg, tekanan
evaporator sedikit lebih tinggi dan relatif stabil pada -72.5 cmHg selama kurang lebih
80 menit.
5. Temperatur terendah yang mampu dicapai oleh evaporator untuk kondisi tanpa beban
pendinginan adalah sebesar 15.30C dalam waktu 120 menit setelah lampu dimatikan
dan 20.10C untuk kondisi dengan beban air 1 kg dalam waktu 160 menit setelah lampu
dimatikan.
DAFTAR PUSTAKA
Alghoul, M.A., Sulaiman, M.Y., Azmi, B.Z. dan Wahab, MAbd. (2007). Advances on multi-purpose solar adsorption systems for domestic refrigeration and water heating.
Applied Thermal Engineering, 27: 813–822.
Allouhi, A., Kousksou, T., Jamil, A., El Rhafiki, T. Mourad, Y. dan Zeraouli, Y. (2015). Optimal working pairs for solar adsorption cooling applications.Energy, 79:235-247. Attan, D., Alghoul, M.A., Saga, B.B., Assadeq, J., Sopian, K. (2011). The role of activated carbon fiber in adsorption cooling cycles. Renewable and Sustainable Energy Reviews, 15:1708-1721.
DEN. (2016). Outlook Energi Indonesia 2016, Sekretariat Jendral Dewan Energi Nasional, Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (KESDM).
Fernandes, M.S., Brites, G.J.V.N., Costa, J.J., Gaspar, A.R., Costa, V.A.F. (2014). Review and future trends of solar adsorption refrigeration systems. Renewable and Sustainable Energy reviews, 39:102-123.
Li, M., Huang, H.B., Wang, R.Z., Wang, L.L., Cai, W.D., Yang, W.M. (2004). Experimental study on adsorbent of activated carbon with refrigerant of methanol and ethanol for solar ice maker.Renewable Energy, 29:2235-2244.
Matias, D.M. (2011).Low-carbon development in South East Asia, Bonn, West Germany: Germanwatch e.V.
Sur, A., & Das, R.K. (2010). Review on solar adsorption refrigeration cycle.Int J Mech Eng Technol, 1(1):190-226.
Telto, Z.T., & Critoph, R.E. (1997). Adsorption refrigerator using monolithic carbon-ammonia pair.Int J Refrig, 20(2):146-155.
Tiansuwan, J., Hirunlabh, J. dan Kiatsiriroat, T. (1998). Mathematical model of an activated carbon-ethanol refrigerator.Int J Sci Technol, 3(1):66-71.