• Tidak ada hasil yang ditemukan

Contoh evaluasi proyek studi kasus

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Contoh evaluasi proyek studi kasus "

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

ah

lumayan repot

Loading...

Rabu

evaluasi proyek

TUGAS AKHIR SEMESTER

EVALUASI PROYEK

PERKEBUNAN KELAPA SAWIT

DI DESA KOTO DAMAI KEC KAMPAR KIRI TENGAH

KABUPATEN KAMPAR

OLEH

MIFTAHUL ULUM

085110224

EKONOMI PEMBANGUNAN

FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS ISLAM RIAU 2010/2011

PROYEK PERKEBUNAN KELAPA SAWIT

DI DESA KOTO DAMAI KEC. KAMPAR KIRI TENGAH KAB.KAMPAR PROVINSI RIAU

TUGAS AKHIR SEMESTER

Diajukan untuk memenuhi persyaratan mata kuliah evaluasi proyek Guna untuk melengkapi tugas akhir semester Program Ekonomi pembangunan

pada fakulats ekonomi universitas islam riau 2011

oleh

nama mahasiswa : miftahul ulum nomor mahasiswa : 085110224

(2)

UNIVERSITAS ISLAM RIAU

FAKULTAS EKONOMI

PEKANBARU 2011

Daftar isi Daftar isii

Daftar tabel ii BAB I

PENDAHULUAN 1 1.1 Latar belakang masalah 1 1.2 Maksud dan tujuan 2

1.3 kegunaan 2

BAB II

TINJAUAN ASPEK TERKAIT DENGAN PROFIL PROYEK 3

2.1 ASPEK THEKNIS 3

2.1.1 potensi perkebunan kelapa sawit 3 2.1.2 lokasi 4

2.1.3 sarana dan prasarana 4 2.1.4 analisa produksi 4 2.2 ASPEK PEMASARAN 6

2.3 ASPEK FINANSIAL 8

2.3.1 analisa finansial 8

2.4 ASPEK HUKUM 15

2.5 ASPEK EKONOMI 15

BAB III

3.1 KESIMPULAN 16 LAMPIRAN 17

Daftar tabel

1. Tabel luas areal perkebunan kelapa sawit provinsi riau 3

2. Tabel perincian angsuran hutang & bunga 9

3. Tabel analisa cash flow 10

4. Tabel perhitungan financial proyek perkebunan kelapa sawit 11

Ii

BAB I

PENDAHULUAN

(3)

Pada era globalisasi seperti ini tak dapat dipungkiri kebutuhan serta gaya hidup masyarakat terus berkembang mengikuti perkembangan zaman . Kebutuhan akan materi juga tak luput menjadi kebutuhan yang harus dipenuhi oleh setiap indivindu. Serta kebutuhan industri akan bahan baku juga meningkat pula. Termasuk kebutuhan pabrik kelapa sawit yang merupakan salah satu penyumbang PAD terbesar diprovinsi riau. Untuk itu meningkatnya permintaan akan kelapa sawit maka akan dibarengi dengan meningkatnya perkebunan perkebunan kelapa sawit yang ada di daerah tersebut. Baik berskala kecil,sedang maupun skala nasional. Proyek perkebunan kelap sawit ini rencananya akan di adakan di desa koto damai kecamatan kamapar kiri tengah kabupaten Kampar provinsi riau. Dengan luas ± 2 Ha lahan masyarakat yang dapat dibebaskan ( dibeli ) dengan harga 20.000.000 @Ha. Dan dari tinjaun lokasi yang telah dilakukan bahwa lokasi sangat memadai karena memenuhi syarat tempat perkebunan, mulai dari ketrsedian bahan baku, transportasi, komunikasi serta keberadaan sarana dan prasarana yang dpat mendukung kelancaran proyek serta keadaan geografis yang cocok untuk dibudidayakan kelapa sawit. perkebunan mempunyai kedudukan yang penting di dalam pengembangan pertanian baik pada tingkat nasional maupun regional. Perkembangan kegiatan perkebunan di Provinsi Riau menujukkan trend yang semakin meningkat. Hal ini dapat dilihat dari semakin luasnya lahan perkebunan dan meningkatnya produksi rata-rata pertahun, dengan komoditas utama kelapa sawit, kelapa, karet, kakao dan tanaman lainnya. Peluang pengembangan tanaman perkebunan semakin memberikan harapan, hal ini berkaitan dengan semakin kuatnya dukungan pemerintah terhadap usaha perkebunan rakyat, tumbuhnya berbagai industri yang membutuhkan bahan baku dari produk perkebunan dan semakin luasnya pangsa pasar produk perkebunan.

Krisis ekonomi yang melanda daerah ini pada tahun 2000 telah memporak-porandakan sendi-sendi ekonomi rakyat, namun yang tetap bertahan malahn mendapatkan keuntungan dari dampak krisis ekonomi tersebut justru sektor perkebunan. Hal ini membuktikan bahwa sektor perkebunan merupakan sektor yang masih bisa tetap bertahan meskipun kondisi perekonomian di negeri ini di landa krisis. Sebagai contoh, petani kelapa sawit pada waktu krisis justru mendatangkan keuntungan yang berlipat akibat harga sawit waktu itu justru meningkat. Dan berbekal informasi serta trend terhadap permintaan CPO inilah petani mengembangkan usaha perkebunan kelapa sawitnya.

Dengan menggunakan modal ± Rp 63.000.000,- pada tahun ke 4 petani sudah dapat menikmati hasilnya. Jika dihitung berdasarkan cash flow yang dibuat, maka dalam kurun waktu ± 20 tahun petani dapat menikmati hasil kebunnya senilai Rp 1.014.039.000,- dan jika dikurangi dengan modal awal,biaya operasional dan pemeliharaan serta hutang terhadap perbankan maka petani dapat memperoleh hasil sebesarRp858.959.000,nett.

1.2 maksud dan tujuan

a. Menyediakan informasi tentang peluang investasi di bidang perkebunan kelapa sawit

b. Menyediakan informasi dan pengetahuan untuk mengembangkan usaha perkebunan kelapa sawit

1.3 kegunaan

Adapun kegunaan studi kelyakan perkebunan kelapa sawit ini adalah;

1. Investor, memberikan informasi untuk berinvestasi, khususnya investasi di bidang perkebunan

kelapa sawit

(4)

3. Pemerintah daerah, meningkatkan pendapatan asli daerah, dengan masuknya investor untuk

membuka perkebunan kelapa sawit .

4. Masyarakat , dapat menampung tenaga kerja .

BAB II

TINJAUAN ASPEK TERKAIT DENGAN PROFIL PROYEK 2.1 ASPEK THEKNIS

2.1.1 potensi perkebunan kelapa sawit

Perkebunan kelapa sawit mempunyai potensi yang sangat tinggi, terutama di provinsi riau dimana provinsi ini dikenal dengan sentra perkebunan kelapa sawit yang cukup luas di indonesia. mengingat permintaan pasar akan minyak terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun, hal ini pula lah yang mendasari masyarakat desa koto damai untuk terus memperluas area perkebunan kelapa sawit mereka. Dimana desa koto damai ini mempunyai keuntungan diantaranya, lokasi yang dekat dengan pabrik kelapa sawit (PKS), dekat dengan ibukota kecamatan dan dekat dengan ibukota provinsi, sehingga memudahkan untuk melakukan pencarian bahan baku maupun penjualan hasil produksi. Serta mempunyai kondisi tanah yang juga cocok untuk melakukan penanaman kelapa sawit.

No. Kabupaten/Kota Luas Areal (Ha)

Kelapa Sawit Kelapa Karet Kopi 1 Kuantan Singingi 128.169 6.324 130.635 511 2 Indragiri Hulu 146.791 1.766 76.223 874 3 Indragiri Hilir 77.787 501.576 3.092 4.104 4 Pelalawan 197.356 25.212 25.187 276 5 Siak 131.168 988 11.832 554 6 Kampar 215.033 2.793 84.567 360 7 Rokan Hulu 338.661 1.819 68.426 1.277 8 Bengkalis 90.808 47.653 58.932 1.858 9 Rokan Hilir 136.606 5.944 38.861 1.054 10 Pekanbaru 0 0 0 0 11 Dumai 19.020 0 1.410 55

TOTAL 1.481.399 594.075 499.165 10.923 Sumber; dinas perkebunan provinsi riau – 2003

Dibandingkan dengan rokan hulu Kampar yang masih memiliki lahan yang cukup luas maka di kabupaten Kampar masih memiliki peluang untuk mengembangkan perkebunan khususnya kelapa sawit.

2.1.2 lokasi

(5)

perluasan kebun serta orbitasi yang dekat dengan ibukota kecamatan,kabupaten dan provinsi.

2.1.3 sarana dan prasarana

Lokasi usaha perkebunan kelapa sawit ini dapat dijangkau menggunakan roda dua maupun roda empat , sehingga sangat memudahkan transportasi dari ke desa koto damai menuju daerah lain di sekitarnya, dan mempunyai jarak tempuh yang cukup dekat dengan ibukota kecamatan, Kampar kiri tengah(simalinyang) yaitu 15 KM dan ke ibukota kabupaten (bangkinang) 55 KM serta ke ibukota provinsi ( pekanbaru ) yaitu 60 km. selain itu sarana telekomunikasi juga sudah tersedia seperti; telpon seluler (indosat.telkomsel,XL, maupun flexi), internet serta media media elektronik maupun non elektronik yang lain. Juga akses informasi yang juga sudah sangat cepat di daerah tersebut, sehingga memudahkan untuk terus maju dan berkembang. Selain itu juga masih banyak sarana sarana yang dibutuhkan, seperti sekolah (TK, SD, SMP maupun SMA) yang terletak di desa tetangga, masjid, jalan yang sudah cukup memadai, serta sport center yang juga telah tersedia.

2.1.4 analisis produksi

Beberapa issue theknis yang perlu diperhatikan dalam usaha perkebunan kelapa sawit, diantaranya ;

1. Lahan

2. Bibit

3. Pupuk

4. SDM ( tenaga kerja)

5. Pemasaran

Lahan yang digunakan dalam proyek perkebunan kelapa sawit ini merupakan lahan pribadi milik masyarakat tempatan, sehingga memudahkan pengurusan sertifikat di kemudian hari, dan lahan yang digunakan ± 2 Ha dan masing masing Ha dibebaskan (dibeli ) dengan harga Rp 20.000.000,- dalam keadaan semak belukar.

Sedangkan bibit yang digunakan adalah bibit yang telah mendapatkan sertifikat dari dinas perkebunan provinsi riau, hal ini dilakukan untuk mendapatkan kualitas bibit yang unggul, sehingga bisa menekan biaya produksi di kemudian hari. dan bibit diambil dari daerah kubang raya, dengan harga Rp 40.000,- per batang dan untuk lahan seluas ± 2 Ha tersebut membutuhkan 225 batang bibit kelapa sawit.

Adapun pupuk yang dipakai untuk perkebunan ini menggunakan pupuk yang ada dipasran, tapi yang menggunakan label NON SUBSIDI, untuk menjamin keaslian pupuk tersebut, dan pupuk yang digunakan juga menyesuaikan dengan keadaan tanaman serta umur tanaman. agar tidak membuang biaya percuma seperti UREA,KCL, DOLOMITE, TSP, serta pupuk kandang. Untuk intenstas pemupukan dilakukan setiap 3 bulan sekali. Dan dilakukan setelah turun hujan agar pupuk dapat berefek secara maksimal. Dan harga rata rata pupuk diatas adalah Rp 300.000 per sak kecuali pupuk dolomite. Dan jumlah pupuk yang digunakan juga bervariasi, tergantung pada kondisi tanaman maupun umur tanaman.

(6)

ekonomi. Selain itu keberhasilan proyek ini juga tak lepas dari peranan dinas dinas perkebunan yang memberikan penyuluhan terhadap pemilik maupun pekerja perkebunan tersebut. Dalam hal ini juga diperlukan pengawasan terhadap tenaga kerja tersebut.

Sedangkan untuk pemasaran kelapa sawit pemilik tak perlu bingung lagi karena sudah ada lembaga yang telah terbentuk di desa tersebut (KUD setia kawan) yang khusus menangani masalah kelapa sawit di desa tersebut. Sehingga memudahkan pemilik untuk menjual hasil kebunnya.

2.2 ASPEK PEMASARAN

Sampai saat ini, sekitar 70 negara di dunia telah menggunakan minyak sawit sebagai bahan baku industri pangan maupun non pangan. Pemakai dengan jumlah antara 100 – 200 ribu ton sebanyak 21 negara, sedangkan yang memakai lebih dari 200 ribu ton ada 12 negara. Di antara negara-negara pemakai minyak tersebut, India merupakan negara pemakai terbesar, yakni 1.045 ribu ton pada tahun 1988, disusul oleh Indonesia, Nigeria, Malaysia, RRC dan Pakistan. RRC yang biasanya mengkonsumsi minyak kedelai, pada tahun 1988 mengkonsumsi minyak sawit sebesar 435 ribu ton. Iklim yang tidak mendukung bagi produksi kedelai serta penduduk RRC yang sangat padat, cukup potensial bagi pasar minyak sawit Indonesia (Soetrisno dan Winahyu, 1991). Minyak sawit bukanlah produk akhir, melainkan merupakan input antara (intermediate input) untuk berbagai macam produk industri. Oleh karena itu, permintaannya sangat dipengaruhi oleh harga maupun pasokan dari minyak lain yang menjadi substitusinya. Pasokan minyak kelapa yang tidak stabil dan harga minyak sawit yang cenderung lebih rendah telah menyebabkan minyak sawit sebagai pemasok utama kebutuhan minyak nabati dalam negeri beberapa tahun belakangan ini. Minyak sawit ini terutama digunakan dalam industri minyak goreng, sabun dan margarine, serta industri kimia lain yang jumlahnya masih relatif kecil. Kapasitas terpasang dari 35 pabrik pengolahan minyak goreng yang menggunakan minyak sawit mencapai 2,88 juta ton crude palm oil (CPO) per tahun atau 173 % di atas kapasitas yang diizinkan oleh pemerintah. Sedangkan, kemampuan produksi total CPO masih di bawah 1,5 juta ton. Terbatasnya pasokan CPO juga menyebabkan proses diversifikasi vertikal industri minyak sawit Indonesia sangat lamban. Padahal, prospek pasar bagi produk non minyak goreng dari bahan baku minyak dan inti sawit sangat baik. Pasar dunia untuk gliserine dan PVC stabilizer umpamanya sangat terbuka, karena permintaan yang cukup besar di pasar dunia terhadap kedua produk tersebut. Rusia membutuhkan gliserine minimal 500 ton setiap bulan atau 6.000 ton per tahun. Sedangkan, Jepang membutuhkan PVC stabilizer 3.500 ton per bulan (Budiman dalam Soetrisno dan Winahyu, 1991).

(7)

kompetitor utama minyak sawit adalah minyak kedelai, sedangkan dari negara yang memproduksi minyak sawit, kompetitor minyak sawit Indonesia

Dilihat dari referensi referensi diatas maka peluang pasar untuk produk kelapa sawit masih terbuka luas, serta permintaan pasar akan CPO dari tahun ketahun masih mengalami peningkatan. Sehingga market share untuk kelapa sawit terbuka baik skala nasional maupun internasional.

2.3 ASPEK FINANSIAL

2.3.1 ANALISA FINANSIAL

Dengan menggunakan asumsi asumsi bahwa ;

- Harga TBS untuk semua periode ( 1- 25 ) adalah Rp 1700,- constant

- Pendapatan TBS untuk masing masing periode

a. Periode 1 – 3 ; 0 kg

b. Periode 4 – 5 ; 1500 kg

c. Periode 6 – 15 ; 3000 kg dan

d. Periode 16 – 25 ; 4000 kg

- Biaya biaya operasional dan perawatan masing masing periode adalah

a. Tahun I = Rp

52.000.000,-b. Tahun ke 2 = Rp

8.000.000,-c. Tahun ke 3 – 5 = Rp

10.000.000,-d. Taun ke 6 – 15 = Rp

16.000.000,-e. Tahun ke 7 – 25 = Rp

18.000.000,-- Serta kualitas bibit yang sesuai dengan keterangan di label ( 4 tahun tlah menghasilkan)

Serta dengan menggunakan data data yang telah diperoleh maka dapat dibuat analisa perincian hutang dan bunga, cash flow dan kreteria layak atau tidak layaknya proyek ini menggunakan criteria investasi dengan discounted criteria,diantaranya

1. Nett present value (NPV)

2. Benefit cost ratio (B/C)

(8)

4. Internal rate of return ( IRR)

DATA DATA YANG DIPEROLEH

1. Jumlah investasi yang dbutuhkan Rp 63.000.000,- dan dari jumlah tersebut biaya sendiri adalah

sebesar Rp 25.000.000,- dan Rp 38.000.000 di pinjam dari BPR

2. Hasil dari tahun 0-3 = 0 dan tahun 4-6 = 30.600.000 dan tahun 7 – 15 ; Rp 51.000.000,- serta

tahun 16 – 25 ; 81.600.000 dan diperkirakan proyek berumur 25 tahun dengan nilai sisa (salvage value) sebesar Rp 80.000.000,- (untuk tanah)

3. Biaya biaya, terdapat pada biaya operasional dan pemeliharaan, tahun I ; Rp 52.000.000,- tahun

ke 2; Rp 8.000.000,- tahun ke 3 – 5 ; 10.000.000,- tahun ke 6 – 15 ; Rp 16.000.000,- dan tahun ke 7 – 25 ; sebesar RP 18.000.000,- dan diperkirakan berdasr cash flow yang di ajuka. pihak bank dapat menyetujui kredit sebesar 40.000.000,- dengan persyaratan bunga constan sebesar 12% per tahun, pembayaran kembali selama 4 tahun belum termasuk masa tenggang (grace period), dan diberi masa tenggang selam 2tahun, dan bunga tetap dibayar

4. Pajak atas keuntungan adalah sebesar 2.5% per tahun.

Maka dari data diatas dapat dianalisa sebagai berikut ;

1. Perincian angsuran hutang dan bunga (Rp 000.000,-)

tahun Hutang pokok Angsuran Bunga

1 40 - 4.8

2 40 - 4.8

3 28 12 4.8

4 16 12 3.36

5 4 12 1.92

6 - 12 0.48

(9)

Tabel 1.3 perhitungan

36 5.24 0.63552 19.44691 16.10918 3.33012 0.57175 2.99597 5 30.6 23.

5 0.36061 18.39111 5.76976 12.35509 0.28426 9.735905 10 51 16 34.2

5 0.32197 16.42047 5.15152 11.02747 0.24718 8.465915 11 51 16 34.2

5 0.28748 14.66148 4.59968 9.84619 0.21494 7.361695 12 51 16 34.2

5 0.25667 13.09017 4.10672 8.79095 0.1869 6.401325 13 51 16 34.2

5 0.22917 11.68767 3.66672 7.84907 0.16253 5.566653 14 51 16 34.2

(10)

Dimana neet B/C ini merupakan perbandingan antara PVTB dengan PVTC maka dapat dihitung dengan menggunakan rumus berikut ini;

∑ PVTB B/C = ∑ PVTC

= 277.352 / 245.4447 =1.258

Mengacu pada criteria B/C ratio maka jika B/C > 1 maka proyek dapat dilaksanakan. Hasil perhitungan dia atas B/C = 1.129 maka proyek layak u ntuk dilaksanakan.

3. Nett benefit cost ratio ( Nett B/C) .

dimana nett B/C ini merupakan perbandingan antara PVNB yang positif dengan PVNB yang negative. Dan nett B/C ini menunjukan berapa kali lipat benefit yang akan diperoleh dari cost yang dikeluarkan. Dengan menggunakan criteria sbb;

- Nett B/C > 1 maka proyek layak untuk dijalankan

- Nett B/C < 1 maka proyek tak layak untuk dijalankan

- Nett B/C = 1 maka terserah pada investor, Dilakukan atau tidak.

Dari data tebel diatas maka dapat dihitung Nett B/C nya menggunakan rumus;

∑ PVNB (+) Nett B/C =

∑ PVNB (-) = 168.0772 / 139.919 = 1.201

Dari hasil perhitungan tersebut dan berpedoman dengan kriterianya maka nett B/C > 1 maka proyek layak untuk dijalankan.

4. Internal rate of return ( IRR)

Dimana IRR ini merupakan criteria investasi yang merupakan alat untuk menghitung kemampuan proyek dalam mengembalikan bunga pinjaman . dan IRR pada dasarnya menunjukan discount factor (DF) tingkatnya dimana nilai NPV = 0 sehingga untuk mencapai IRR kita harus menaikan DFnya sehingga nilai NPV mencapai 0. Maka menggunakan rumus berikut dapat di ketahui kemampuan proyek dalam mengembalikan uang dalam hitungan interest rate nya.

NPV (+)

IRR = i1 + * (i2 – i1)

NPV (+) – NPV (-)

168.0772

= 12% + * (15 % - 12%) 168,0772 – ( - 139.919 )

168.0772

= 12% + * 3 % 307.9962

= 12 % + 0.54571 * 3%

(11)

NPV = dengan menggunakan analisa rumus diatas maka kemampuan pryek untuk mengeembalikan dana kepada pihak bank hanya sampai tingkat bunga 12.01% saja. Dengan kata lain proyek mampu mengembalikan dana pada pihak perbankan ketika suku bunga mencapai 12.01 % . hal ini terjadi karena kurun waktu proyek yang cukup lama. Sedangkan tenor yang diberikan hanya bertempo ± 4 tahun tidak termasuk masa tenggang (grace period). Dan besarnya modal awal juga sangat mempegaruhi kemampuan proyak untuk mengembalikan kredit pada bank.

2.4 ASPEK HUKUM

Dilihat dari proyek yang dilaksanakan dan luasnya proyek maka, dalam studi kelayakan proyek ini tidak membutuhkan surat izin usaha maupun surat izin dari instansi pemerintahan, hanya saja perlu diperhatikan dampak lingkungan yang terjadi akibat perluasan usaha perkebunan ini. Artinya usaha perkebunan kelapa sawit di desa koto damai sah dan legal karena tak menyalahi aturan perundang undangan. Dan hukum adat setempat.

2.5 ANALISA EKONOMI

Tidak dapat diabaikan adanya kenyataan bahwa disamping manfaat finansial, setiap proyek juga diharapkan untuk dapat memberikan manfaat sosial (ekonomi) lainnya. Dari proyek ini, maka manfaat ekonomi yang diharapkan adalah:

1. penambahan pendapatan nasional;

2. penambahan devisa, mengingat 70 % CPO merupakan produk ekspor;

3. memperluas kesempatan kerja, karena proyek ini memerlukan tenaga sekitar yang cukup banyak

4. Untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, khususnya nasyarakat desa koto damai.

5. Mampu memberikan dampak multiplier effect (ekonomi) bagi pedagang pupuk, karena dengan

(12)

6. Dengan adanya proyek perkebunan ini diharapkan mampu memberikan multiplier effect (sosial),

adanya hasil dari perkebunan ini maka dapat membantu pembangunan infrastruktur yang ada di sekitar desa koto damai.

BAB III KESIMPULAN

Dari pembahasan pembahasan diatas maka dapat di simpulkan bahwa dilahat dari aspek finansialnya proyek perkebunan kelapa sawit ini layak untuk di jalankan, karena telah sesuai dengan standart standart yang telah ditentukan, selain itu proyek ini juga memberikan manfaat yang besar pada masyarakat sekitar, dengan adanya proyek ini maka di harapakan agar kesejahteraan masyarakat dapat meningkat, melihat peluang pasar yang masih terbuka lebar serta peningkatan permintaan dunia akan minyak crude palm oil (CPO) maka usaha perkebunan kelapa sawit ini masih memberikan keuntungan, baik personal maupun nasional.

Gambar

Tabel 1.3 perhitungan

Referensi

Dokumen terkait

Usaha perkebunan kelapa sawit ini dinyatakan layak untuk diusahakan bila dijalankan walaupun harus memiliki modal yang sangat besar dan pengembaliannya yang cukup lama

Hasil penelitian menunjukkkan bahwa kawasan hutan di DAS Babalan tidak mengalami perubahan menjadi perkebunan kelapa sawit, kelas kesesuaian lahan aktual untuk kelapa sawit di

DAMANIK, Perubahan Pola Penguasaan, Pemilikan dan Penggunaan Lahan di sekitar Perkebunan Kelapa Sawit, Kasus pada Empat Desa di Sekitar Perkebunan Kelapa Sawit PT.. Tebora

Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) proyek perumahan cluster Valencia Garden adalahh layak dalam hal aspek pasar dan aspek keuangan (2) pelaksanaan proyek ini tepat seperti

berjudul Analisis Potensi Ketersediaan Air di Perkebunan Kelapa Sawit menggunakan Sistem Informasi Geografis (Studi Kasus di PT. Perkebunan Nusantara VIII Cimulang,

Permasalahan ini diangkat untuk mengetahui apakah manfaat yang diperoleh dari pembangunan proyek Trans Jogja lebih besar dari pada biaya yang dikeluarkanya. Data yang digunakan

Keberadaan perkebunan kelapa sawit di kawasan pedesaan di Sumatera Selatan bermakna ekonomi yakni: (1) Sebagai bagian dari dunia usaha (firms) perkebunan kelapa sawit

Di Indonesia, penelitian telah dilakukan oleh Sholih (2017) di habitat hutan sekunder, hutan karet, perkebunan karet dan perkebunan kelapa sawit. Namun, informasi yang