• Tidak ada hasil yang ditemukan

MAKALAH HUKUM INTERNASIONAL ROMBEL 5.doc

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "MAKALAH HUKUM INTERNASIONAL ROMBEL 5.doc"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

KASUS SENGKETA PULAU SIPADAN DAN LINGITAN ANTARA INDONESIA DAN MALAYSIA

Disusun Oleh :

1. Durotun Nafiah 8111416085

2. Ikhda Zikra 8111416096

UNIVERSITAS NEGRI SEMARANG FAKULTAS ILMU HUKUM

(2)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT Tuhan Semesta Alam karena atas izin dan kehendakNya jualah makalah sederhana ini dapat kami rampungkan tepat pada waktunya.

Penulisan dan pembuatan makalah ini bertujuan untuk memenuhi tugas mata kuliah Hukum Internasional adapun yang kami bahas dalam makalah sederhana ini mengenai Kasus Sengketa Pulau Sipadan dan Lingitan Antara Indonesia dan malaysia.

Dalam penulisan makalah ini kami menemui berbagai hambatan yang dikarenakan terbatasnya Ilmu Pengetahuan kami mengenai hal yang berkenan dengan penulisan makalah ini.

Oleh karena itu sudah sepatutnya kami berterima kasih kepada dosen yang telah memberikan tugas mata kuliah hukum dan ham yakni yaitu bapak Ridwan Arif yang telah memberikan limpahan ilmu berguna kepada kami.

Kami menyadari akan kemampuan kami yang masih amatir dalam makalah ini kami sudah berusaha semaksimal mungkin tapi kami yakin makalah ini masih banyak kekurangan disana-sini.

Oleh karena itu kami mengharapkan saran dan juga kritik membangun agar lebih maju di masa yang akan datang.

Harap kami, makalah ini dapat menjadi track record dan menjadi referensi bagi kami dalam mengarungi masa depan kami juga berharap agar makalah ini dapat berguna bagi orang lain yang membacanya.

Semarang,15 Oktober 2017

(3)

DAFTAR ISI

COVER... 1

KATA PENGANTAR...2 DAFTAR

ISI...3

TAFTAR TABEL atau GAMBAR, PUTUSAN...4

BAB 1

PENDAHULUAN...5 1.1 Latar

Belakang...6 1.2 Rumusan

Masalah...6 1.3 Tujuan

Penulisan...6

BAB 2

PEMBAHASAN...7

A.Penyelesaian Kasus Sipadan dan Ligitan sesuai Prosedur Hukum Internasional...7,8,9,10

B. Penyebab Indonesia Kalah dalam Sengketa Hukum Internasional...11,12

C.Sikap yang diambil Indonesia untuk kedepannya dalam kasus yang serupa...13,14

BAB 3

PENUTUP...15

(4)

DAFTAR TABEL atau GAMBAR

GAMBAR 1 : peta pulau sipandan dan linggitan

DAFTAR PUTUSAN KASUS

(5)

dimenangkan oleh 16 hakim, sementara hanya 1 orang yang berpihak kepada Indonesia. Dari 17 hakim itu, 15 merupakan hakim tetap dari MI, sementara satu hakim merupakan pilihan Malaysia dan satu lagi dipilih oleh Indonesia.

Kemenangan Malaysia, oleh karena berdasarkan pertimbangan effectivity(tanpa memutuskan pada pertanyaan dari perairan teritorial dan batas-batas maritim), pemerintah Inggris (penjajah Malaysia) telah melakukan tindakan administratif secara nyata berupa penerbitan ordonansi perlindungan satwa burung, pungutan pajak terhadap pengumpulan telur penyu sejak tahun 1930, dan operasi mercusuar sejak 1960-an. Sementara itu, kegiatan pariwisata yang dilakukan Malaysia tidak menjadi pertimbangan, serta penolakan berdasarkan chain of title (rangkaian kepemilikan dari Sultan Sulu) akan tetapi gagal dalam menentukan batas di perbatasan laut antara Malaysia dan Indonesia di selat Makassar.

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Laut merupakan salah satu sumber daya alam yang dapat dimanfaatkan oleh manusia melalui negara untuk memenuhi dan mewujudkan kesejahteraan rakyat. Pada zaman dahulu laut dapat dimanfaatkan oleh setiap Negara yang ingin memanfaatkannya, namun dengan adanya rezim hukum laut menurut UNCLOS 1982 yang berisi berbagai peraturan dan pembatasan bagi setiap Negara untuk memanfaatkan sumber daya alam berupa laut

Terjadinya perebutan Pulau Sipadan dan Ligitan antara Indonesia dan Malaysia dikarenakan Malaysia menganggap Sipadan dan Ligitan itu adalah milik Malaysia asal muasalnya adalah Pulau Sipadan dan Ligitan tersebut dibagi lewat perjanjian konvensi pada tahun 1891 yaitu antara negara Belanda dan Inggris.

(6)

penyu dan ekspoitasi sumber daya alam serta membangun resort pada tahun 1988. Seiring dengan dimerdekakannya Malaysia. Apa yang di miliki oleh Inggris dianggap oleh Malaysia sebagai milik Malaysia karena Inggris memberikan daerah penjajahanya kepada pemerintahan Malaysia.

Malaysia berasumsi bahwa apa yang telah Inggris berikan adalah miliknya, dan Malaysia pun melanjutkan penangkaran penyu, sumber daya alam, dan membangun resort pada tahun 1988. Namun hal ini ternyata menimbulkan kontroversi antara pihak Malaysia dan Indonesia. Indonesia mengklaim bahwa Pulau Sipadan dan Ligitan merupakan daerah kedaulatan Indonesia, bukan milik Malaysia. Secara ekonomis, Malaysia yang telah melakukan pembangunan di kedua pulau tersebut menganggap bahwa hak untuk memiliki Pulau Sipadan dan Ligitan adalah hak Malaysia Permasalahan ini pun tidak bisa diselesaikan oleh kedua belah pihak sehingga sengketa kedua pulau ini dibawa ke Mahkamah Internasional.

Di mahkamah internasional, kedua pihak baik Indonesia maupun Malaysia melakukan berbagai usaha persuasive dan meyakinkan mahkamah internasional bahwa mereka berhak untuk memiliki kedua pulau tersebut, Mahkamah Internasional memutuskan bahwa Malaysia yang berhak atas kepemilikan Pulau Sipadan dan Ligitan tersebut kasus yang akan dibahas tentang perebutan pulau dengan negara tetangga yaitu Malaysia yang masih berada satu kawasan dengan Indonesia.

Konflik Sipadan dan Ligitan adalah persengketaan Indonesia dan Malaysia atas pemilikan terhadap kedua pulau yang berada di Selat Makassar yaitu pulau Sipadan (luas: 50.000 meter²) dengan koordinat: 4°6′52,86″LU 118°37′ 43,52″BT dan pulau Ligitan (luas: 18.000 meter²) dengan koordinat: 4°9′LU 118°53′BT. Sikap Indonesia semula ingin membawa masalah ini melalui Dewan Tinggi ASEAN namun akhirnya sepakat untuk menyelesaikan sengketa ini melalui jalur hukum Mahkamah Internasional untuk itulah diperlukan satu sistem perpolitikan yang mengatur hubungan antar negara-negara yang letaknya berdekatan diatas permukaan bumi ini.

(7)

kepulauannya yang unik dan letak Geografi. 73 negara Indonesia diatas permukaan planet bumi Geopolitik Indonesia tiada lain adalah wawasan nusantara. Wawasan nusantara tidak mengandung unsur-unsur kekerasan, cara pandang bangsa Indonesia tentang diri dan lingkungannya berdasarkan ide nasionalnya yang dilandasi pancasila dan UUD 1945 yang merupakan aspirasi bangsa Indonesia yang merdeka, berdaulat, dan bermartabat serta menjiwai tata hidup dan tindak kebijaksanaanya dalam mencapai tujuan nasional.

Dalam hal ini sebagai warga negara Indonesia yang baik yang menerapkan geopolitik wajib ikut untuk melestarikan dan menjaga keutuhan wilayah negara dan tidak dapat dipungkiri di Indonesia bergulir konflik perebutan Pulau Sipadan dan Ligitan dengan Negara tetangga yaitu Malaysia. Sebenarnya antara Indonesia dengan Malaysia tidak hanya terjadi konflik perebutan Pulau atau wilayah negara saja tetapi pernah juga terjadi konflik perebutan kebudayaan,makanan khas,lagu-lagu daerah dan yang terus bergulir dalam konflik perebutan pulau ini salah satunya Pulau Sipadan dan Ligitan.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan

1. Apakah penyelesaian kasus Sipadan dan Ligitan itu sudah sesuai dengan prosedur Hukum Internasional ?

2.Apa penyebab Indonesia kalah dalam sengketa tersebut?

3. Bagaimana sikap yang seharusnya diambil Indonesia untuk kedepannya dalam kasus yang serupa?

1.3 Metode Penulisian

Metode dan teknik penulisan yang digunakan dalam penulisan karya tulis ini

adalah metode studi pustaka. Studi pustaka dilakukan untuk mendapatkan data dan informasi yang bersifat teoritis yang kemudian data tersebut akan dijadikan dasar atau pedoman untuk melihat adanya ketidaksesuaian antara teori dengan kenyataan sebagai penyebab dari permasalahan yang dibahas dalam karya tulis ini. Sumber – sumber yang dijadikan sebagai rujukan untuk studi pustaka diperoleh dari berbagai sumber bacaan.

(8)

A.Penyelesaian Kasus Sipadan dan Ligitan sesuai Prosedur Hukum Internasional

Awalnya indonesia hanya ingin menyelesaikan konflik ini melalui ASEAN, dan selalu menolak untuk memmbawa masalah ini ke International Court of Justice (ICJ) pun melunak dan berubah dari pendirian awal. Pada saat itu Indonesia dipimpin oleh Presiden Soeharto mengadakan pertemuan dengan Perdana Menteri Malaysia Mahathir pada tahun 1996, dan mereka membuat kesepakatan “Final and Binding” yang menyetujui untuk membawa kasus ini ke ICJ dan Indonesia meratifikasi perjanjian tersebut tanggal 29 Desember 1997 dengan Keppres Nomor 49 Tahun 1997. Lalu Malaysia turut meratifikasi pada 19 November 1997.1 Indonesia juga tentu saja memiliki beberapa pertimnbangan dari kasus ini. Salah satunya adalah ASEAN Way dimana sangat memprioritaskan penyelesaian konflik secara damai. Selain itu di lihat melalui factor ekonomi investasi Malaysia di Indonesia pun cukup besar karena pada tahun 1997-2004 mencapai 67 Triliun. Jika pada saat itu hubungan Indonesia dan Malaysia memburuk maka akan merugikan pihak Indonesia sendiri. Ditambah dengan banyaknya Tenaga Kerja Indonesia (TKI) yang pendidikannya kurang sekitar 500ribu orang.2

Namun pada akhirnya 17 Desember 2002 Putusan Mahkamah Internasional (ICJ) memberi hak kedaulatan terhadap wilayah Pulau Sipadan dan Pulau Ligitan terhadap Malaysia. Ada beberapa kemungkinan alasan departemen terkait pengelolaan kedua pulau ini. Mahkamah Internasional membuat keputusan dengan mengutamakan Level Analisa States : continuous presence,effective occupation, dan ecology preservation

Dengan keputusan yang telah mutlak diberikan oleh ICJ, maka pulau Sipadan dan Ligitan maka Malaysia mempunyai hak wilayah serta bertambah

1Adolf Huala, 2006 , Hukum Penyelesaian Sengketa Internasional, Sinar Grafika Jakarta.

2Ibid

(9)

luas daerah teritotialnya dan tentunya Malaysia berhak mengelola segala sesuatu sumber daya alam yang ada di pulau Sipadan maupun Pulau ligitan dan segala sesuatu yang terkandung di dalam lautnya.3

Dalam menganalisa kasus sengketa pulau Sipadan dan pulau Ligitan, saya menggunakan teori geopolitik yang dipaparkan oleh Peter Wallensteen di dalam bukunya yang berjudul “Understanding Conflict Resolution” ia mengatakan “Geopolitics as we have defined it, is concerned with territories of particular interest. In its original form, dealing with major powers, particular regions would gain eminence in global strategies”Kasus antara Indonesia dan Malaysia langsung menyerahkan konflik diantara mereka berdua ke Mahkamah Internasional. 4

Hal ini menggunakan resolusi penyelesaian konflik dengan cara Arbitrase. Menurut Black's Law Dictionary "Arbitration an arrangement for taking an abiding by the judgement of selected persons in some disputed matter, instead of carrying it to establish tribunals of justice, and is intended to avoid the formalities, the delay, the expense and vexation of ordinary litigation."

Melalui berbagai pertemuan dalam beberapa tahun, kedua belah pihak berkesimpulan sengketa ini sulit untuk diselesaikan secara bilateral Karena itu kedua belah pihak setuju untuk mengajukan penyelesaian ini ke Mahkamah Internasional dengan menandatangai ”Perjanjian Khusus untuk diajukan ke Mahkamah Internasional dalam Sengketa antara Indonesia dan Malaysia menyangkut kedaulatan atas Pulau Ligitan dan Sipdan,” di Kuala Lumpur pada 31 Mei 1997. 5

Melalui surat bersama perjanjian ini kasus sengketa ini disampaikan ke Mahkamah Internasional di Den Haag pada 2 November 1998 Kedua belah pihak mempercayai Mahkamah Internasional akan mengambil keputusan yang adil mengenai siapa yang berdaulat atas kedaulatan Pulau Ligitan dan Sipadan,

3 Wallensteen, Peter. 2002. Understanding Conflict Resolution. (London : Sage Publications), hal.96

4 Pendekta,2006,Jurnal Ilmu Hukum Universitas Negri Semarang ,Kajian Internasional Terhadap Terhadap HAM,Volume 2 No.2,Juli-Desember 2008.

(10)

berdasarkan bukti-bukti yang ada. Indonesia mendasarkan kedaulatan atas kedua pulau itu menurut Pasal IV Konvensi 1891 antara Belanda dan Inggris.6 Sedangkan Malaysia mendasarkan kepemilikannya menurut dua alur yaitu alur Sultan Spanyol-Amerika Serikat-Inggris-Malaysia dan alur Sultan Sulu-Den&Overbeck-BNBC-Malaysia malaysia juga berpendirian bahwa kedaulatannya atas kedua pulau tersebut berdasarkan fakta bahwa Inggris dan kemudian Malaysia sejak 1878 secara damai terus menerus mengadmi istrasi kedua pulau itu. Di depan Mahkamah Internasional, untuk membuktikan klaimnya, kedua belah pihak harus memenuhi prosedur, antara lain menyampaikan pembelaan tertulis dan memori, memori banding dan replik. Sampai memasuki tahap penyampaian pembelaan lisan. Pembelaan lisan terbagi dua, yaitu putaran pertama pada 3 dan 4 Juni 2002 Indonesia menyampaikan pembelaannya pada dengar pendapat terbuka. Menyusul Malaysia pada 6 dan 7 Juni. Sedang putaran kedua pada 10 Juni untuk Indonesia dan pada 12 Juni jawaban Malaysia.

Mengenai cara-cara menyampaikan perkara, batas waktu penyampaian pembelaan tertulis dan lisan tertera dalam Statuta ICJ. Pembelaan lisan ini, sebagai kelanjutan pembelaaan tertulis yang berakhir pada Maret 2000, akan berlangsung sampai 12 Juni 2002 Pemerintah Indonesia berpendirian bahwa Pulau Sipadan dan Pulau Ligitan merupakan wilayah Indonesia.

Indonesia mendasarkan kedaulatan atas kedua pulau itu menurut Pasal IV Konvensi 1891 antara Belanda dan Inggris. Sedangkan Malaysia mendasarkan kepemilikannya menurut dua alur yaitu alur Sultan Sulu-Spanyol-Amerika Serikat-Inggris-Malaysia dan alur Sultan Sulu-Den & Overbeck-BNBC-Malaysia.

Pada tanggal 17 Desember 2002 lalu, Mahkamah Internasional di Den Haag memutuskan, Pulau Sipadan dan Ligitan adalah wilayah Malaysia berdasar kenyataan, Inggris dan Malaysia dianggap telah melaksanakan kedaulatan yang lebih "efektif" atas pulau itu sebelum tahun 1969. Indonesia menghormati keputusan itu, apalagi karena Pasal 5 Persetujuan 1997 tegas menyatakan, kedua pihak agree to accept the judgement of the Court given pursuant to this Special Agreement as and binding upon th.

(11)

Pada tahun 1998 masalah sengketa Sipadan dan Ligitan dibawa ke ICJ, kemudian pada hari Selasa 17 Desember 2002 ICJ. Secara rinci tentang kronologi kasus Sipadan dan Ligitan dapat di lihat pada tabel di bawah ini :

Tahu n

Peristiwa

1969 Sengketa Pulau Sipadan dan Ligitan muncul pertama kali pada perundingan mengenai batas landas kontinen antara RI dan Malaysia di Kuala Lumpur (9-12 September 1969). Hasil Kesepakatan: kedua pihak agar menahan diri untuk tidak melakukan kegiatan-kegiatan yang menyangkut kedua pulau itu sampai penyelesaian sengketa.

1970 Malaysia melakukan tindakan sepihak dengan menerbitkan peta yang memasukkan kedua pulau tersebut ke dalam wilayah nasionalnya, dan beberapa tahun kemudian melakukan pembangunan dan pengelolaan fasilitas-fasilitas wisata di kedua pulau itu.

1989 Pembahasan sengketa oleh Presiden RI Soeharto dan PM Malaysia Mahathir Muhammad di Yogyakarta, tahun 1989. Hasil kesimpulan: sengketa mengenai kedua pulau tersebut sulit untuk diselesaikan dalam kerangka perundingan bilateral.

1997 Kedua pihak sepakat untuk mengajukan penyelesaian sengketa tersebut ke Mahkamah Internasional dengan menandatangani dokumen "Special Agreement for the Submission to the International Court of Justice on the Dispute between Indonesian and Malaysia concerning the Sovereignty over Pulau Ligitan and Pulau Sipadan" di Kuala Lumpur pada tanggal 31 Mei 1997.

(12)

2002 Proses penyelesaian sengketa Pulau Sipadan dan Ligitan di Mahkamah Internasional memasuki tahap akhir, yaitu proses argumentasi lisan ("oral hearing"), yang berlangsung dari tanggal 3-12 Juni 2002. Pada kesempatan itu, Menlu Hassan Wirajuda selaku pemegang kuasa hukum RI, menyampaikan argumentasi lisannya ("agent’s speech"), yang kemudian diikuti oleh presentasi argumentasi yuridis yang disampaikan Tim Pengacara RI. Mahkamah Internasional kemudian menyatakan bahwa keputusan akhir atas sengketa tersebut akan ditetapkan pada Desember 2002.

Pada tanggal 17 Desember 2002, Mahkamah Internasional di Den Haag menetapkan Pulau Sipadan dan Ligitan menjadi bagian dari wilayah kedaulatan Kerajaan Malaysia atas dasar “efektivitas” karena Malaysia telah melakukan upaya administrasi dan pengelolaan konservasi alam di kedua pulau tersebut.

B Penyebab Indonesia Kalah dalam Sengketa Hukum Internasional

Mengeluarkan keputusan tentang kasus sengketa kedaulatan Pulau Sipadan-Ligatan antara Indonesia dengan Malaysia. Hasilnya, dalam voting di lembaga itu, Malaysia dimenangkan oleh 16 hakim, sementara hanya 1 orang yang berpihak kepada Indonesia. Dari 17 hakim itu, 15 merupakan hakim tetap dari MI, sementara satu hakim merupakan pilihan Malaysia dan satu lagi dipilih oleh Indonesia.

Kemenangan Malaysia, oleh karena berdasarkan pertimbangan effectivity (tanpa memutuskan pada pertanyaan dari perairan teritorial dan batas-batas maritim), yaitu pemerintah Inggris (penjajah Malaysia) telah melakukan tindakan administratif secara nyata berupa penerbitan ordonansi perlindungan satwa burung, pungutan pajak terhadap pengumpulan telur penyu sejak tahun 1930, dan operasi mercu suar sejak 1960-an.

(13)

Berikut ini ada tiga butir Pokok-pokok Putusan Mahkamah Internasional dari sengketa pulau sipadan ligitan ,yaitu :

1. Menolak argumentasi Malaysia bahwa kedua pulau sengketa pernah menjadi bagian dari wilayah yang diperoleh Malaysia berdasarkan kontrak pengelolaan privat Sultan Sulu dengan Sen-Overbeck/BNBC/Inggris/Malaysia. Mahkamah juga menolak argumentasi Malaysia bahwa kedua pulau termasuk dalam wilayah Sulu/Spanyol/AS/Inggris yang kemudian diserahkan kepada Malaysia berdasarkan terori rantai kepemilikan (Chain of Title Theory). Menurut Mahkamah tidak satupun dokumen hukum atau pembuktian yang diajukan Malaysia berdasarkan dalil penyerahan kedaulatan secara estafet ini memuat referensi yang secara tegas merujuk kedua pulau sengketa.

2. Menolak argumentasi Indonesia bahwa kedua pulau sengketa merupakan wilayah berada di bawah kekuasaan Belanda berdasarkan penafsiran atas pasal IV Konvensi 1891. penafsiran Indonesia terhadap garis batas 4° 10' LU yang memotong P. Sebatik sebagai allocation line dan berlanjut terus ke arah timur hingga menyentuh kedua pulau sengketa juga tidak dapat di terima Mahkamah.

Kejelasan perihal status kepemilikan kedua pulau tersebut juga tidak terdapat dalam Memori van Toelichting. Peta Memori van Toelichting yang memberikan ilustrasi sebagaimana penafsiran Indonesia atas pasal IV tersebut dinilai tidak memiliki kekuatan hukum karena tidak menjadi bagian dari konvensi 1891.

mahkamah juga menolak dalil alternatif Indonesia mengingat kedua pulau sengketa tidak disebutkan di dalam perjanjian kontrak 1850 dan 1878 sebagai bagian dari wilayah Kesultanan Bulungan yang diserahkan kepada Pemerintah Kolonial Belanda.

(14)

Cara damai yang ditempuh Indonesia dan Malaysia akan memberikan dampak yang besar bagi kawasan Asia Tenggara, seperti misalnya cara penyelesaian kedua belah pihak (Malaysia-Indonesia) yang menyerahkan persoalan ini seutuhnya kepada Mahkamah Internasional dapat ditiru sebagai salah satu model penyelesaian klaim-klaim teritorial lain antar negara anggota ASEAN yang masih cukup banyak terjadi, misalnya klaim teritorial Malaysia dan Thailand dengan hampir semua negara tetangganya.

Satu hal yang perlu disesali dalam mekanisme penyelesaian konflik Sipadan dan Ligitan adalah tidak dipergunakannya mekanisme regional ASEAN. ASEAN, sebagai satu forum kerja sama regional, sangat minimal perannya dalam pemecahan perbatasan. Hal ini karena dipandang sebagai persoalan domestik satu negara dan ASEAN tidak ikut campur tangan di atasnya.

Akibat jatuhnya Sipadan dan Ligitan ke tangan Malaysia terjadi dampak domestik yang tak kalah hebatnya, banyak komentar maupun anggapan bahwa Departemen Luar Negeri-lah penyebab utama lepasnya Sipadan- Ligitan mengingat seharusnya Deplu dibawah kepemiminan Mentri Luar Negeri.7

Dalam mengantisipasi negosiasi pada tahap berikutnya,maka perlu terus dilakukan pengkajian mendalam untuk memperkuat posisi tawar menawar kita. Landasan hukum yang kuat akan menjadi modal dasarnya, namun harus didukung dengan kepiawaian dalam seni bernegosiasi untuk menyakinkan pihak lawan.

Dengan alasan apapun, opsi perangsebaiknya tidak digunakan untuk mencegah berulangnya kejadian serupa, maka Pemerintah Indonesia harus menangani secara lebih serius masalah wilayah perbatasan dan pulau- pulau yang berbatasan dengan negara tetangga. Bayangkan saja untuk memperjuangkan Sipadan-Ligitan di Mahkamah Internasional harus keluar dana lebih dari Rp16 miliar.

Dan itu bukan uang yang sedikit terlebih lagi kehilangan satu pulau berarti ancaman terhadap integritas wilayah Indonesia. Hal ini penting, karena

(15)

sengketa pulau yang dimiliki Indonesia bukan saja Sipadan-Ligitan, tetapi banyak pulau lainnya. Selain itu, ini juga bisa menjadi preseden buruk.8

C. Sikap yang seharusnya diambil Indonesia untuk kedepannya dalam kasus yang serupa

Terhadap pertanggungjawaban pemerintah untuk mempertahankan eksistensi keutuhan wilayah Ahli hukum internasional, Hilangnya Pulau Sipadan dan Lingitan di Mahkamah Internasional, menjadi pelajaran yang sangat berharga sekali, harus diakui bahwa pemerintah memang tidak menggunakan bantuan dari pengacara atau pakar hukum internasional dari Indonesia, kecuali ahli-ahli dari Deplu sendiri. Dari sekian ribu pengacara yang ada di Indonesia, menurut Havas, belum ada satupun yang memiliki keterampilan yang memadai untuk berlaga di Mahkamah Internasional. Salah satunya adalah memperkuat dan memperbanyak ahli hukum yang menguasai pengetahuan tentang hukum internasional.

Menurut Director of Treaties on Political, Security and Teritorial A airs Deplu, Arif Havas Oegroseno, Indonesia minim sekali orang yang ahli di bidang hukum internasional. Namun, tidak seharusnya ketiadaan para pakar hukum internasional membuat kita menjadi tidak percaya diri. Jangan menggunakan pengacara asing karena, Selain itu, ia juga berpendapat bahwa pengacara dalam negeri memiliki sense ofbelonging yang jauh lebih tinggi dibandingkan dengan pengacara asing. Sedangkan, pengacara-pengacara asing relatif melihat kasus tersebut dari sisi bisnisnya semata

Pihak Malaysia membangun resor parawisata baru yang dikelola pihak swasta Malaysia karena Malaysia memahami status quo sebagai tetap berada di bawah Malaysia sampai persengketaan selesai, sedangkan pihak Indonesia mengartikan bahwa dalam status ini berarti status kedua pulau tadi tidak boleh ditempati/diduduki sampai persoalan atas kepemilikan dua pulau ini selesai. . Di atas Sipadan, pulau yang luasnya hanya 4 km2 itu, kini, siap menanti wisatawan. Pengusaha Malaysia telah menambah jumlah penginapan menjadi hampir 20 buah. Dari jumlahnya, fasilitas pariwisata itu memang belum bisa disebut memadai.

(16)

Tapi pemerintah Indonesia, yang juga merasa memiliki pulau-pulau itu, segera mengirim protes ke Kuala Lumpur, minta agar pembangunan di sana disetop dahulu.

Alasannya, Sipadan dan Ligitan itu masih dalam sengketa, belum diputus siapa pemiliknya. Pada tahun 1969 pihak Malaysia secara sepihak memasukkan kedua pulau tersebut ke dalam peta nasionalnya

Pada tahun 1976, Traktat Persahabatan dan Kerja Sama di Asia Tenggara atau TAC (Treaty of Amity and Cooperation in Southeast Asia) dalam KTT pertama ASEAN di pulau Bali ini antara lain menyebutkan bahwa akan membentuk Dewan Tinggi ASEAN untuk menyelesaikan perselisihan yang terjadi di antara sesama anggota ASEAN akan tetapi pihak Malaysia menolak beralasan karena terlibat pula sengketa dengan Singapura untuk klaim pulau Batu Puteh, sengketa kepemilikan Sabah dengan Filipina serta sengketa kepulauan Spratley di Laut Cina Selatan dengan Brunei Darussalam, Filipina, Vietnam, Cina, dan Taiwan. Pihak Malaysia pada tahun 1991 lalu menempatkan sepasukan polisi hutan (setara Brimob) melakukan pengusiran semua warga negara Indonesia serta meminta pihak Indonesia untuk mencabut klaim atas kedua pulau.9

Setelah hampir 30 tahun, perundingan tiba pada jalan buntu, karena baik Indonesia yang bertahan pada posisi dan argumentasi bahwa kedua pulau tersebut telah menjadi bagian wilayahnya sejak masa penjajahan Belanda, maupun Malaysia yang juga meyakini kedaulatannya atas pulau-pulau tersebut sejak masa colonial Inggris, tetap bertahan pada posisi masing-masing. Pada 1997 kedua belah pihak sepakat menempuh jalan hukum yaitu dengan menyerahkan sengketa tersebut kepada Mahkamah Internasional.10

Sikap pihak Indonesia yang ingin membawa masalah ini melalui Dewan Tinggi ASEAN dan selalu menolak membawa masalah ini ke ICJ kemudian melunak. Dalam kunjungannya ke Kuala Lumpur pada tanggal 7 Oktober 1996, Presiden Soeharto akhirnya menyetujui usulan PM Mahathir tersebut yang 9Thomas Merilin L. I., 2013, Tinjauan Yuridis Penyelesaian Sengketa Tentang Penetapan Batas Wilayah Laut Negara, Jurnal Lex et Societatis, Volume I No. 2, April – Juni 2013.

(17)

pernah diusulkan pula oleh Mensesneg Moerdiono dan Wakil PM Anwar Ibrahim, dibuatkan kesepakatan "Final and Binding," pada tanggal 31 Mei 1997, kedua negara menandatangani persetujuan tersebut. Indonesia meratifikasi pada tanggal 29 Desember 1997 dengan Keppres Nomor 49 Tahun 1997 demikian pula Malaysia meratifikasi pada 19 November 1997.

BAB 3 KESIMPULAN 3.1 Kesimpulan

Penyelesaian sengketa yang dilakukan oleh Indonesia dan Malaysia dalam menentukan kedaulatan di Pulau Sipadan dan Ligitan merupakan suatu cara penyelesaian sengketa secara damai,dimana Indonesia dan Malaysia memilih Mahkamah Internasional untuk menyelesaikan sengketa ini, dasar hukum di dalam penyelesaian sengketa ini adalah pasal 2 ayat 3 dan pasal 33 Piagam PBB. Sengketa Pulau Sipadan dan Ligitan disebabkan karena adanya ketidakjelasan garis perbatasan yang dibuat oleh Belanda dan Inggris yang merupakan negara pendahulu dari Indonesia dan Malaysia di perairan timur Pulau Borneo, sehingga pada saat Indonesia dan Malaysia berunding untuk menentukan garis perbatasan kedua negara di Pulau Borneo, masalah ini muncul karena kedua pihak saling mengklaimkedaulatan atas Pulau Sipadan dan Ligitan. Berbagai pertemuan bilateral dilakukan oleh kedua negara dalam upaya melakukan pemecahan atas sengketa ini namun sengketa ini tidak dapat diselesaikan, sehingga kedua negara sepakat untuk menyerahkan penyelesaian sengketa ini kepada Mahkamah Internasional. Berbagai macam argumentasi dan bukti yuridis dikemukakan kedua pihak dalam persidangan di Mahkamah Internasional, dan pada akhirnya Mahkamah Internasional memutuskan bahwa kedaulatan atas Pulau Sipadan dan Ligitan merupakan milik Malaysia atas dasar prinsip okupasi, dimana Malaysia dan Inggris sebagai negara pendahulu lebih banyak melaksanakan efektivitas di Pulau Sipadan dan Ligitan.

DAFTAR PUSTAKA

(18)

Dhakidae, Daniel 2009, Hubungan Cinta – Benci antara Indonesia dan Malaysia, Prisma, Jakarta

Abdullah, Taufik 2005, Ke arah Penulisan Sejarah Nasional di Tingkat Lokal, ed,UGM Press, Yogyakarta

Thomas Merilin L. I., 2013, Tinjauan Yuridis Penyelesaian Sengketa Tentang Penetapan Batas Wilayah Laut Negara, Jurnal Lex et Societatis, Volume I No. 2, April – Juni 2013.

Booth, Ken, Security in Anarchy: Utopian Realism in Theory and Practice, International Affairs (Royal Institute of International Affairs 1944), Volume 67 No. 3, July 1991

Referensi

Dokumen terkait

Konsumen memiliki tingkat pengetahuan produk yang berbeda-beda, yang dapat digunakan untuk menerjemahkan informasi dan membuat pilihan pembelian.Dalam penelitian ini,

hubungan sosial yang baik dengan lingkungannya, sehingga ia dapat bekerja sama dengan komponen madrasah dan masyarakat guna melaksanakan berbagai program dalam lingkungan

Secara kuantitatif dilakukan melalui penimbangan bobot badan dan pengukuran ukuran tubuh, sedangkan secara kualitatif penilaian dilakukan terhadap tampilan umum,

Meskipun kita dapat berbicara temang penanda dan petanda (konsep) seolah-olah sebagai suatu emitas yang terpisah , keduanya hanya muncul sebagai komponen suatu

Perlu ditekankan kembali bahwasanya, perdarahan pascapersalinan adalah penyebab paling sering terjadinya kematian pada ibu, yang terjadi dalam waktu 4

sedangkan perbedaan antara senyawa yang satu dengan yang lain pada suatu kelompok tertentu ditentukan oleh panjang rantai karbon R 1, gugus fungsi yang terdapat

Dari kedua metode tersebut kemudian diturunkan suatu algoritma yang dapat dipakai secara umum untuk menduga parameter model Hidden Markov Elliott, et.. Tulisan ini dimulai

Berdasarkan hasil rerata pada tabel 1.3 dapat diketahui bahwa hasil validasi pengembangan bahan ajar geografi berbasis keunggulan lokal oleh 1 validator ahli (Dosen)