EFEKTIVITAS TEKNIK MODELING UNTUK PENINGKATAN PENGENDALIAN DIRI SISWA
(Penelitian Kuasi Eksperimen pada Siswa Kelas VIII SMPN 2 Batusangkar Tahun Ajaran 2014/2015)
TESIS
Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat Memperoleh Gelar Magister Pendidikan Program Studi Bimbingan dan Konseling
Oleh IRA OKTARINI
NIM 1201449
PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING SEKOLAH PASCASARJANA
EFEKTIVITAS TEKNIK MODELING UNTUK PENINGKATAN PENGENDALIAN DIRI SISWA
(Penelitian Kuasi Eksperimen pada Siswa Kelas VIII SMPN 2 Batusangkar Tahun Ajaran 2014/2015)
Oleh Ira Oktarini
Sebuah Tesis yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Magister Pendidikan (M.Pd.) pada Program Studi Bimbingan dan Konseling
© Ira Oktarini 2014 Universitas Pendidikan Indonesia
November 2014
Hak Cipta dilindungi undang-undang.
DAFTAR ISI
PERNYATAAN ... i
ABSTRAK ... ii
KATA PENGANTAR ... iv
UCAPAN TERIMAKASIH ... v
DAFTAR ISI ... viii
DAFTAR TABEL ... x
DAFTAR GRAFIK ... xi
DAFTAR LAMPIRAN ... xii
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang Penelitian ... 1
B. Identifikasi dan Rumusan masalah ... 5
C. Tujuan Penelitian ... 7
D. Manfaat Penelitian ... 7
E. Sistematika Penulisan ... 8
BAB II KONSEP TEKNIK MODELING DAN PENGENDALIAN DIRI ... 9
A. Tinjauan Teoretis ... 9
B. Hasil Penelitian Terdahulu yang Relevan ... 28
C. Kerangka Pemikiran ... 29
D. Asumsi Penelitian ... 32
E. Hipotesis ... 32
BAB III METODE PENELITIAN ... 33
A. Lokasi, Populasi dan Sampel Penelitian ... 33
B. Pendekatan dan Desain Penelitian ... 34
C. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional Variabel ... 35
D. Pengembangan Instrumen Penelitian ... 37
E. Uji Coba Instrumen ... 41
F. Teknik Pengumpulan Data ... 44
G. Teknik Analisis Data ... 44
H. Prosedur Penelitian ... 45
I. Rumusan Intervensi Teknik Pemodelan Untuk Meningkatkan Pengendalian Diri Siswa Kelas VIII SMPN 2 Batusangkar Tahun Ajaran 2014/1015 ... 46
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 67
A. Hasil Penelitian ... 67
B. Pembahasan Hasil Penelitian ... 78
Ira Oktarini, 2014
Efektivitas Teknik Modeling Untuk Peningkatan Pengendalian Diri Siswa Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI ... 87
A. Kesimpulan ... 87
B. Rekomendasi ... 87
DAFTAR PUSTAKA ... 89
ABSTRAK
Ira Oktarini (2014). Efektivitas Teknik Modeling untuk peningkatan Pengendalian Diri Siswa. (Penelitian Kuasi Eksperimen Terhadap Siswa Kelas VIII SMPN 2 Batusangkar Tahun Ajaran 2014/2015). Pembimbing I: Prof. Dr. Rochman Natawidjaja, Pembimbing II: Dr. Ipah Saripah, M.Pd.
Penelitian bertujuan memperoleh teknik modeling yang efektif untuk peningkatan pengendalian diri siswa kelas VIII SMPN 2 Batusangkar. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan desain pretest-posttest equivalent
control group quasi experiment dengan teknik simple random sampling.
Partisipan penelitian berjumlah 30 siswa dengan tingkat pengendalian diri rendah, jumlah anggota kelompok eksperimen 15 siswa dan pada kelompok kontrol 15 siswa. Data dikumpulkan dengan menggunakan inventori pengendalian diri yang memakai skala ordinal, wawancara dan studi dokumentasi. Penelitian ini dimulai dengan mengembangkan hipotesis teknik modeling untuk meningkatkan pengendalian diri siswa dan divalidasi dengan desain pretest-posttest quasi
experimen. Teknik analisis data untuk menguji keefektifan intervensi
menggunakan analisis statistik uji nonparametrik dengan uji Wilcoxon. Hasil utama penelitian menunjukkan bahwa teknik modeling efektif untuk meningkatkan pengendalian diri siswa dengan signifikansi sebesar 0,001 pada kelas eksperimen. Berdasarkan temuan penelitian, maka teknik modeling dapat dijadikan modus intervensi dalam menangani siswa yang kurang dapat mengendalikan diri. Rekomendasi ditujukan kepada guru bimbingan dan konseling, dan peneliti selanjutnya.
Ira Oktarini, 2014
Efektivitas Teknik Modeling Untuk Peningkatan Pengendalian Diri Siswa Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
ABSTRACT
Ira Oktarini (2014). Effectiveness Modeling Technique to Increasing Student Self-Control. (A Quasi-Experiment to the Grade VIII Students of SMPN 2 Batusangkar Academic Year 2014/2015). Supervisor I: Prof. Dr Rochman Natawidjaja, Supervisor II: Dr. Ipah Saripah, M.Pd.
The present study is aimed to obtain an effective modeling technique to Increasing self-control of eighth grade students of SMP 2 Batusangkar. The present study applies quantitative research approach with pretest-posttest equivalent control group quasi-experimental design and simple random sampling technique. Participants were 30 students with lack of self-control, 15 students as experimental group and 15 students as control group by using simple random sampling technique.The data were collected using self-control inventontory which uses an ordinal scale, interview, and documentary study. The study was started with developing a hypothetical modeling technique for increasing studendt self-control and validated with pretest-posttest quasi-experimental sesign. Data analysis techniques used a nonparametric test statistical with the Wilcoxon sign test-Rank. The study comes up with the main faiding that the tasted modeling technique is proven to be effective for increasing students self-control with a significance 0,001 in the experimental class. Based on findings of this study, the modeling techniques can be used as a model of intervention in dealing with lack self-control of students. Recommendations addressed to guidance and counseling teachers, and future research.
BAB I PENDAHULUAN
Bab pertama merupakan bab pendahuluan yang menghantarkan pada topik penelitian. Bab pendahuluan terdiri dari latar belakang, identifikasi dan rumusan masalah, tujuan, manfaat serta sistematika penulisan.
A. Latar Belakang Penelitian
Masa remaja merupakan masa transisi atau peralihan dari masa anak menuju masa dewasa. Pada masa remaja individu mengalami berbagai perubahan, baik fisik maupun psikis. Pada masa remaja, perasaan mereka lebih peka, sehingga menimbulkan jiwa yang sensitif dan peka terhadap diri dan lingkungannya. Remaja menjadi seseorang yang sangat mempedulikan dirinya sendiri sehingga tidak menyukai hal-hal yang menggangu diri para remaja. Remaja dalam menghadapi masa transisi ini sering kehilangan kontrol diri, oleh karena itu salah satu tugas perkembangan yang harus dipenuhi oleh remaja adalah memperkuat
self-control (kemampuan mengendalikan diri) Havighurst (Yusuf, 2008: 25-26).
Seiring dengan tugas perkembangan remaja Phares dan Lefcont (Febrianti, 2005) mengemukakan, beberapa penelitian membuktikan individu yang memiliki orientasi letak kendali internal (kendali diri) lebih berhasil mengarahkan perhatiannya, lebih selektif terhadap stimulus dan lebih sensitif terhadap tugas. Individu yang memiliki kecenderungan internal (kendali diri) memiliki level aspirasi yang lebih tinggi, lebih terlibat dengan lingkungan tempat mereka berada, mandiri, mampu menahan perasaan dan keinginan sesaat demi tujuan jangka panjang, bertanggung jawab, berdaya juang tinggi, dan tekun.
Ira Oktarini, 2014
Efektivitas Teknik Modeling Untuk Peningkatan Pengendalian Diri Siswa Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
melainkan menunggu saat dan tempat yang lebih tepat untuk mengungkapkan emosinya dengan cara-cara yang lebih diterima.
Menurut Cavanagh dan Justin (2002: 211-212) orang yang kurang memadai pengendalian diri telah gagal untuk menguasai dua tugas perkembangan yang penting. Dua tugas perkembangan tang penting yang dimaksud adalah individu tidak bisa mengatur dirinya sendiri, dan individu mudah dikuasai atau terpengaruh oleh lingkungan.
Apabila remaja yang berada pada masa transisi mampu mengendalikan diri tentu saja remaja akan menjalani kehidupannya dengan tentram dan dapat diterima oleh lingkungannya. Keadaan sebaliknya apabila remaja tidak dapat mengendalikan diri maka remaja tersebut akan cenderung melakukan perilaku yang tidak sesuai dengan norma yang berlaku dimasyarakat.
Hasil penelitian Lestari (2006: 69) terhadap siswa Kelas 2 SMA Pasundan 2 Bandung menunjukkan, kendali diri memberi kontribusi positif terhadap kedisiplinan siswa di sekolah sebesar 27,2%. Dalam hal ini diketahui kendali diri merupakan salah satu aspek yang berpengaruh terhadap diri siswa terutama dalam hal kedisiplinan di sekolah, kedisiplinanpun akan berdampak terhadap hasil belajar siswa di sekolah. Jadi salah satu faktor yang memengaruhi keberhasilan siswa dalam melakukan penyesuaian diri terhadap tata tertib sekolah adalah adanya kemampuan pengendalian diri.
Banyak kasus terjadi di kalangan remaja yang cenderung merupakan perilaku menyimpang siswa yang disebabkan oleh kurangnya pengendalian diri. Contoh kasus, seorang siswa SMK yang menyiram air keras di dalam bis karena marah kepada siswa yang menjadi musuh sekolahnya sehingga terdapat 14 korban yang terkena air keras dan menderita luka (Tribun News, 2013). Kasus lain adalah tawuran antar pelajar SMK di Karawang yang menewaskan satu orang pelajar karena ditusuk menggunakan pisau (Karawang News, 2013).
dalam kategori sedang, artinya belum semua siswa dapat mengendalikan dirinya dengan baik. Terdapat sebagian siswa telah mampu mengendalikan dirinya dengan baik namun jumlah siswa yang tidak dapat mengendalikan dirinya dengan baik tidak sedikit.
Pada setting sekolah terdapat juga kasus pelanggaran yang dilakukan oleh remaja terutama terhadap peraturan sekolah. Pelanggaran tersebut dapat dikatakan serius karena telah mengarah pada penyimpangan norma agama dan norma sosial, seperti perkelahian antara pelajar (tawuran), perkelahian siswa dengan guru, penggunaan obat-obat terlarang, membaca atau melihat majalah dan video porno, berbicara kasar atau kotor, dan kasus lainnya. Perilaku yang tidak disiplin memengaruhi siswa dalam menyesuaikan diri dengan tuntutan sekolah maupun masyarakat. Sesuai dengan penjelasan Bhave & Saini (2009: 3) mengatakan manusia perlu mempelajari bagaimana cara mereka mengendalikan emosinya agar dapat beradaptasi dengan baik.
Berdasarkan studi pendahuluan yang telah dilakukan melalui observasi dan wawancara dengan guru bimbingan dan konseling di SMPN 2 Batusangkar, terdapat beberapa siswa yang kurang mampu mengendalikan diri, terutama dari segi kedisiplinan terhdap peraturan sekolah, contoh tindakan siswa yang kurang mampu mengontrol diri adalah terjadinya perkelahian antar pelajar yang menyebabkan cidera, memecahkan kaca sekolah, dan pencurian.
Untuk melengkapi data studi pendahuluan diperoleh juga data melalui penyebaran angket, diperoleh gambaran profil umum pengendalian diri siswa kelas VIII SMPN 2 Batusangkar Tahun Ajaran 2014/2015 yang berjumlah 226 siswa yaitu: sebanyak 33 siswa (14,60% ) dari jumlah subjek penelitian berada pada kategori tinggi. Sebanyak 163 siswa (72,12%) dari jumlah subjek penelitian berada pada kategori sedang, sebanyak 30 siswa (13,27%) dari jumlah subjek penelitian berada pada kategori rendah. Berdasarkan persentase tersebut, profil umum komunikasi interpersonal siswa kelas X VIII SMPN 2 Batusangkar Tahun Ajaran 2014/2015 berada pada kategori sedang.
Ira Oktarini, 2014
Efektivitas Teknik Modeling Untuk Peningkatan Pengendalian Diri Siswa Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
layanan bimbingan dan konseling dalam mengembangkan pengendalian diri siswa, berikut dipaparkan gambaran persentase berdasarkan aspek dari persentase terendah, sebagai berikut: aspek Kontrol perilaku (Behavior Control) sebesar 10,62%, aspek kontrol keputusan (Decisional Control) sebesar 13,27%, aspek Kontrol kognitif (Cognitive Control) sebesar 15,93%.
Gambaran persentase setiap indikator dari tiga aspek pengendalian diri siswa, sebagai berikut: pada aspek Kontrol perilaku (Behavior Control), (1) Mengatur pelaksanaan sebesar 14,16%, (2) Memodifikasi stimulus sebesar 9%. Pada aspek kontrol keputusan (Decisional Control), (1) Memperoleh Informasi sebesar 19% (2) Melakukan penilaian sebesar 16%. Pada aspek Kontrol kognitif (Cognitive Control), (1) Memilih tindakan sebesar 16%, (2) Memilih hasil sebesar 11%.
Terdapat 13,27% yang berjumlah 30 siswa berada pada kategori rendah. Siswa yang berada pada kategori rendah ini tidak dapat dibiarkan. Pratt & Cullen (Higgins, 2007) dalam penelitiannya menjelaskan, sebagian besar penelitian empiris menunjukkan rendahnya pengendalian diri memiliki hubungan dengan perilaku kriminal. Beriringan dengan hal itu Veral & Moon (2011) meneliti sekelompok remaja, hasil penelitiannya menunjukkan rendahnya pengendalian diri umumnya secara signifikan berhubungan dengan perilaku menyimpang.
Chapple, Hope, dan Whiteford (2005) menjelaskan kontrol diri juga dipengaruhi oleh pola asuh orang tua, dalam menangani anak yang terpengaruh oleh narkoba. Orang tua yang bagus pola asuhnya maka anaknya akan mampu mengendalikan diri terhadap pengaruh narkoba. Namun pola asuh orang tua yang kurang baik cenderung anaknya terpengaruh oleh narkoba.
teknik modeling atau cara pemodelan terhadap siswa.
Modeling merupakan salah satu teknik yang diimplementasikan dari teori
belajar sosial, teori belajar sosial dipelopori oleh Albert Bandura. Teori belajar sosial menjelaskan perilaku manusia dalam bentuk interaksi timbal balik yang berkesinambungan antara kogntif, perilaku, pengaruh lingkungan. Belajar melalui
modeling mencakup penambahan dan pencarian perilaku yang diamati, untuk
kemudian melakukan generalisasi dari satu pengamatan ke pengamatan lainnya Melalui pemodelan remaja dapat memperoleh informasi secara langsung baik melalui penghadiran model langsung atau pun melaui simbol-simbol. Remaja yang diberikan model, dapat mengambil benang merah sendiri dari peristiwa atau fenomena yang disajikan kepadanya.
Menurut literatur, teknik pemodelan pernah digunakan untuk mengatasi perilaku kenakalan pada remaja (juvenile delinquent), fobia, depresi, serta perilaku agresif (Krumboltz dan Thoresen, 1976). Beberapa perilaku yang dipaparkan berkaitan langsung dengan pengendalian diri, oleh karena itu pemodelan dipandang tepat digunakan untuk meningkatkan pengendalian diri. Inti dari teknik modeling adalah seseorang akan memperoleh sejumlah tingkah laku, pikiran dan perasaan dengan mengobservasi atau mengamati perilaku orang lain.
B. Identifikasi dan Rumusan Masalah Penelitian
Atas dasar uraian latar belakang penelitian, diperoleh kejelasan permasalahan sebagai berikut masa remaja adalah masa transisi dari masa kanak-kanak menuju dewas, pada masa transisi remaja mengalami berbagai perubahan baik fisik maupun psikis. Hal ini sesuai dengan pendapat Hurlock (1980), dan Erikson (Hall & Lindzey, 1993) bahwa masa remaja merupakan tahap pencarian indentitas dan sebagai ambang masa dewasa.
Ira Oktarini, 2014
Efektivitas Teknik Modeling Untuk Peningkatan Pengendalian Diri Siswa Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
pengendalian diri telah gagal untuk menguasai dua tugas perkembangan yang penting. Dua tugas perkembangan penting yang dimaksud adalah individu tidak bisa mengatur dirinya sendiri, dan individu mudah dikuasai atau terpengaruh oleh lingkungan.
Dalam kehidupan sehari-hari siswa-siswa memperlihatkan perilaku kurangnya pengendalian diri, terutama dari segi kedisiplinan terhdap peraturan sekolah, contoh tindakan siswa yang kurang mampu mengontrol diri adalah terjadinya perkelahian antar pelajar yang menyebabkan cidera, memecahkan kaca sekolah, dan pencurian
Kemampuan mengontrol diri termasuk dalam bidang pribadi peserta didik. Guru bimbingan dan konseling dapat memberikan layanan sebagai peningkatan pengendalian diri siswa untuk mengantisipasi terjadinya perilaku yang tidak diinginkan. Remaja yang tidak mampu mengendalikan dirinya akan susah beradaptasi atau diterima oleh lingkungan, baik lingkungan masyarakat, maupun lingkungan sekolah. Kurangnya pengendalian diri bagi remaja juga dapat menjadi penyebab terjadinya tindakan atau perilaku kriminal.
Fakta empiris menunjukkan layanan bimbingan dan konseling dibutuhkan bagi siswa yang rendah kontrol dirinya. Untuk pengendalian diri pada siswa dibutuhkan teknik yang tepat. Salah satu teknik yang dapat digunakan adalah melalui teknik pemodelan. Modeling adalah prosedur yang menyajikan serangkaian perilaku kepada individu agar individu dapat berperilaku yang sama seperti yang dicontohkan/dimodelkan (Bandura, 1997: 93). Sebagian besar tingkah laku individu diperoleh dari hasil belajar melalui pengamatan atas tingkah laku yang ditampilkan oleh individu-individu lain yang menjadi model (Santrock, 2003: 53). Sesuai yang dijelaskan oleh (Yusuf dan Nurihsan. A. J, 2007: 133) tingkah laku manusia merupakan hasil interaksi timbal balik yang terus menerus antara faktor-faktor penentu yaitu faktor internal yang meliputi kognisi, persepsi, dan faktor eksternal yanitu lingkungan.
tingkah laku yang teramati, mengeneralisasi berbagai pengamatan sekaligus melibatkan proses kognitif (Santrock, 2003: 53). Tarsidi (2008:14) menjelaskan bahwa pengamatan melalui modeling yang dialami individu mempunyai beberapa fungsi, yaitu fungsi informasi, motivasi, pembangkitan emosi, dan fungsi pemberian nilai.
Berdasarkan masalah yang telah diidentifikasi, dirumuskan masalah, teknik modeling belum diketahui keefektivitannya terhadap peningkatan pengendalian diri siswa, sehingga diperlukan kajian yang lebih mendalam terhadap penerapan teknik modeling untuk meningkatkan pengendalian diri siswa.
C. Tujuan Penelitian
Tujuan yang ingin dicapai melalui penelitian ini adalah memperoleh teknik
modeling yang efektif untuk meningkatkan pengendalian diri siswa.
D. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian diharapkan dapat memiliki manfaat sebagai berikut. 1. Manfaat Teoretis
Secara teoretis, hasil penelitian diharapkan dapat memperkaya khasanah teori tentang dinamika siswa dalam meningkatkan pengendalian diri dan melengkapi berbagai model konseling untuk meningkatkan pengendalian diri. 2. Manfaat Praktis
Secara praktis, hasil penelitian diharapkan dapat memberikan manfaat bagi pihak-pihak sebagai berikut.
a. Guru Bimbingan dan Konseling
Ira Oktarini, 2014
Efektivitas Teknik Modeling Untuk Peningkatan Pengendalian Diri Siswa Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
siswa. Teknik modeling ini tidak hanya dapat diterapkan di SMPN 2 Batusangkar tetapi juga dapat dipergunakan untuk sekolah lain dengan mempertimbangkan karakteristik dan kekhasan masing-masing sekolah.
b. Bagi Peneliti Selanjutnya
Penelitian ini dapat menambah wawasan dan pengetahuan dalam mengembangkan program bimbingan dan konseling serta tenik yang sesuai untuk meningkatkan pengendlian diri siswa.
E. Sistematika Penulisan
Penelitian ditulis dalam lima bab, dengan struktur organisasi pada halaman berikutnya.
1. Bab I Pendahuluan mencakup uraian dari latar belakang; identifikasi dan rumusan masalah penelitian; tujuan penelitian; manfaat penelitian; dan sistematika penulisan tesis.
2. Bab II Kajian Pustaka mencakup uraian konsep atau teori utama dan teori-teori turunannya dalam bidang yang dikaji; hasil penelitian terdahulu dan hasil temuannya; kerangka pemikiran; serta asumsi dan hipotesis.
3. Bab III Metode Penelitian mencakup pembahasan secara berurutan tentang pendekatan penelitian; metode penelitian; desain penelitian; lokasi dan subjek penelitian; definisi operasional tentang variabel-variabel penelitian; instrumen penelitian; teknik pengumpulan data dan analisisnya.
Ira Oktarini, 2014
Efektivitas Teknik Modeling Untuk Peningkatan Pengendalian Diri Siswa Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
BAB III
METODE PENELITIAN
Bab III berisi penjabaran lebih rinci tentang metodologi penelitian. Bahasan mengenai metodologi penelitian terdiri dari lokasi, populasi dan sampel penelitian, pendekatan dan desain penelitian, variabel penelitian dan definisi operasional variabel, pengembangan instrumen penelitian, teknik pengumpulan data, teknik analisis data dan rumusan Intervensi.
A. Lokasi, Populasi dan Sampel Penelitian
Populasi dari penelitian adalah siswa Kelas VIII (delapan) SMP SMPN 2 Batusangkar Tahun Ajaran 2014/2015. Pengambilan sampel penelian dilakukan dengan menggunakan teknik simple random sampling yaitu pengambilan anggota sampel secara random tampa pilih bulu, karena setiap individu dalam populasi mempunyai peluang yang sama untuk dijadikan partisipan penelitian (Hadi, 2006:91).
Latar belakang dipilihnya SMP loksi, populsi, dan sampel penelitian sebagai berikut.
1. Berdasarkan wawancara dengan guru bimbingan dan konseling diketahui bahwa siswa yang pengendalian dirinya rendah adalah pada tingkat kelas VIII. Maka dipilih 2 kelas pada Kelas VIII (delapan) untuk menjadi sampel penelitian.
2. Sebagai populasi, pemilihan siswa kelas VIII (delapan) berdasarkan asumsi bahwa siswa pada tingkatan kelas VIII merupakan bagian dari masa remaja awal, peralihan dari masa kanak-kanak ke masa remaja. Kenakalan siswapun meningkat pada masa remaja, sehingga sulit untuk mengendalikan diri.
3. Dipilihnya SMP N 2 Batusangkar sebagai lokasi penelitian karena belum ada penelitian serupa yang dilakukan.
B. Pendekatan dan Desain Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kuasi eksperimen. Metode eksperimen kuasi digunakan untuk mengetahui efektivitas teknik pemodelan untuk meningkatkan pengendalian diri siswa. Eksperimen kuasi (quasi experiment) yaitu desain yang mempunyai kelompok kontrol, tetapi tidak dapat sepenuhnya berfungsi untuk mengontrol variabel-variabel luar yang mempengaruhi pelaksanaan eksperimen (Sugiono, 2009: 114).
Desain yang digunakan dalam penelitian adalah “pretest-posttest equivalent control group design” (Fraenkel & Wallen, 1993). Desain penelitian ini dipilih karena peneliti tidak mungkin mengontrol atau memanipulasi semua variabel yang relevan kecuali beberapa dari variabel-variabel yang diteliti. Kelompok eksperimen diberikan perlakuan teknik
modeling dan pada kelompok kontrol diberikan tidak diberikan perlakuan.
Desain ini dilakukan dengan pertimbangan karena kelas eksperimen dan kontrol memiliki karakteristik yang sama. Kesamaan mereka adalah sama-sama berada pada kategori pengendalian diri rendah, dan jumlah anggota kelompok eksperimen dan kontrol sama.
Tabel 3.1
Desain Penelitian Eksperiment kuasi
Kelompok Pre-test Perlakuan Post-Test
Eksperiment O1 X O2
Kontrol O3 - O4
Keterangan:
O1, O2 : Kegiatan Pre-test O2, O4 : Kegiatan Post-test
X : Perlakuan/Treatment dengan menggunakan teknik modeling - : Tidak ada perlakuan
Penelitian eksperimen kuasi dengan desain equivalent pretest-posttest
control group design melibatkan dua kelompok yaitu kelompok eksperimen
Ira Oktarini, 2014
Efektivitas Teknik Modeling Untuk Peningkatan Pengendalian Diri Siswa Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
melakukan pre-test dan post-test pada kedua kelompok untuk mengukur kontribusi perlakuan terhadap pengendalian diri pada dua kelompok siswa yaitu kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Pada kelompok pertama yaitu kelompok eksperimen diberikan perlakuan dengan menggunakan teknik
modeling dan pada kelompok kedua yaitu kelompok kontrol tidak diberikan
perlakuan. Perbedaan hasil pada kelompok eksperimen dan kelompok kontrol dapat menunjukkan efektif atau tidaknya perlakuan (teknik pemodelan) yang diberikan kepada kelompok eksperimen.
C. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional Variabel 1. Variabel Penelitian
Dalam penelitian ini terdapat dua variabel yakni variabel independen (bebas) variabel dependen (terikat). Adapun dua jenis variabel tersebut dipaparkan dalam uraian berikut.
a. Variabel Independen/variabel bebas (X)
Variabel dependen merupakan variabel yang mempengaruhi atau yang menjadi penyebab. Dalam penelitian ini yang dijadikan sebagai variabel bebas adalah teknik modeling.
b. Variabel dependen/variabel terikat (Y)
Variabel dependen/terikat merupakan variabel yang keberadaannya bergantung pada variabel bebas dengan kata lain variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi sebab akibat. Dalam penelitian ini yang dijadikan sebagai variabel terikat adalah pengendalian diri
(self-control).
2. Definisi Operasional Variabel
Operasional variabel diuraikan sebagai berikut. a. Teknik Modeling
Teknik modeling merupakan suatu upaya bantuan oleh peneliti selaku konselor kepada siswa untuk mengubah tingkah laku dan pemikiran siswa ke arah yang lebih baik, melalui pengamatan terhadap model. Pengamatan terhadap model dilakukan dengan bentuk live modeling dan model
modeling simbolis.
b. Pengendalian Diri
Secara operasional, pengendalian diri yang dimaksud dalam penelitian adalah kemampuan yang dimiliki siswa dalam menyusun, membimbing, mengatur dan mengarahkan bentuk perilakunya yang dapat membawa kearah lebih positif/baik, yang ditandai dengan dimilikinya oleh siswa indikator sebagai berikut.
1) Behavioral control
Kemampuan mengontrol perilaku diperinci menjadi dua komponen, yaitu mengatur pelaksanaan (regulated administration) dan kemampuan memodifikasi stimulus (stimulus modifiability). Kemampuan mengatur pelaksanaan merupakan kemampuan individu untuk menentukan siapa yang mengendalikan situasi atau keadaan, dirinya sendiri atau sesuatu diluar dirinya. Individu yang kemampuan mengontrol dirinya baik akan mampu mengatur perilaku dengan menggunakan kemampuan dirinya dan apabila tidak mampu individu akan menggunakan sumber eksternal. Kemampuan mengatur stimulus merupakan kemampuan untuk mengetahui bagaimana dan kapan suatu stimulus yang tidak dikehendaki dihadapi.
2) Cognitive control
Ira Oktarini, 2014
Efektivitas Teknik Modeling Untuk Peningkatan Pengendalian Diri Siswa Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
diinginkan dengan cara menginterpretasi, menilai, atau menggabungkan suatu kejadian dalam suatu kerangka kognitif sebagai adaptasi psikologis atau untuk mengurangi tekanan. Aspek cognitive control terdiri atas dua komponen, yaitu memperoleh informasi (information
gain) dan melakukan peniaian (appraisal). Dengan informasi yang
dimiliki oleh individu mengenai suatu keadaan yang tidak menyenangkan, individu dapat mengantisipasi keadaan keadaan yang tidak menyenangkan dengan berbagai pertimbangan. Melakukan penilaian berarti individu berusaha menilai dan menafsirkan suatu keadaan atau peristiwa dengan cara memperhatikan aspek-aspek positif secara objektif.
3) Decisional control
Merupakan kemampuan seseorang untuk memilih hasil atau suatu tindakan berdasarkan pada sesuatu yang diyakini atau disetujuinya. Kendali diri dalam menentukan pilihan akan berfungsi baik dengan adanya suatu kesempatan, kebebasan, atau kemungkinan pada diri individu untuk memilih berbagai kemungkinan tindakan.
D. Pengembangan Instrumen Penelitian 1. Penyusunan Instrumen
Berdasarkan jenis data yang dibutuhkan dalam penelitian, digunakan instrumen berupa angket. Intrumen yang digunakan dalam penelitian adalah intrumen yang disusun berdasarkan pengembangan dan perumusan teori mengenai pengendalian diri. Butir-butir pernyataan dalam intrumen merupakan gambaran tentang bagaimana pengendalian diri siswa. Angket menggunakan skala ordinal yang terdiri dari Ya dan Tidak.
2. Pengembangan Kisi-kisi
Kisi-kisi intrumen pengendalian diri siswa. 3. Pedoman Skoring
Penyekoran intrumen dalam penelitian disusun dalam bentuk skala ordinal. Skala ordinal didasarkan pada peringkat yang diurutkan dari jenjang yang lebih tinggi sampai jenjang terendah atau sebaliknya. Semakin tinggi alternatif jawaban siswa maka semakin tinggi tingkat kecenderungan pengendalian diri siswa dan semakin rendah alternatif jawaban siswa maka semakin rendah pula tingkat kecenderungan tingkat pengendalian diri siswa
Tabel 3.2
Kategori pemberian skor alternatif jawaban Jawaban alternative Pemberian skor
Ya 1
Tidak 0
Menguraikan sub variabel, dan indikator ke dalam kisi-kisi. Kisi-kisi instrumen penelitian sebagai berikut.
4. Kisi-kisi Intrumen
Alat pengumpulan disusun berdasarkan kisi-kisi instrumen agar peneliti dapat menyusun intrumen dengan tepat. Jadi, intrumen penelitian adalah suatu alat yang digunakan untuk mengukur fenomena alam maupun sosial yang diamati Sugiono (2009:102). Aspek pengendalian diri meliputi: kontrol perilaku, kontrol kognitif, dan kontrol keputusan.
Tabel 3. 3
Kisi-kisi Instrumen Pengendalian Diri Aspek
Kontrol Diri
Indikator Sub Indikator No Pernyataan ∑
+ -
Behavior
Control
(Kontrol Perilaku)
Mengatur pelaksanaan
Kemampuan
mengendalikan situasi atau keadaan menurut dirinya sendiri
Ira Oktarini, 2014
Efektivitas Teknik Modeling Untuk Peningkatan Pengendalian Diri Siswa Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Kemampuan
mengendalikan situasi atau keadaan menurut sesuatu di luar dirinya
5, 8 6, 7, 9 5
Aspek Kontrol Diri
Indikator Sub Indikator No Pernyataan ∑
+ -
Memodifikasi stimulus
Kemampuan untuk menghadapi suatu stimulus yang tidak dikehendaki dengan cara yang tepat
10, 11 12 3
Kemampuan untuk menghadapi suatu stimulus yang tidak dikehendaki pada waktu yang tepat
13, 15, 16
14, 17 5
Cognitive Control (Kontrol Kognitif) Memperoleh Informasi
Mengantisipasi keadaan atau peristiwa yang tidak menyenangkan dengan berbagai pertimbangan
18, 21 19, 20 4
Menginterpretasi
keadaan atau peristiwa
yang tidak
menyenangkan dengan berbagai pertimbangan
22, 24, 25
23 4
Melakukan penilaian
Menilai suatu keadaan atau peristiwa dengan cara memperhatikan segi-segi positif secara
subjektif
Aspek Kontrol Diri
Indikator Sub Indikator No Pernyataan ∑
+ -
Menafsirkan suatu keadaan atau peristiwa
dengan cara
memperhatikan segi-segi positif secara subjektif
30 29 2
Decisional
Control
(Kontrol keputusan)
Memilih tindakan
Kesempatan untuk memilih berbagai kemungkinan suatu tindakan
31, 33, 34
32, 35 5
Kebebasan untuk memilih berbagai kemungkinan suatu tindakan
37, 38, 39
36, 40 5
Memilih hasil Kemungkinan untuk memilih berbagai hasil tindakan
41 42 2
Jumlah 42
Ira Oktarini, 2014
Efektivitas Teknik Modeling Untuk Peningkatan Pengendalian Diri Siswa Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
2. Melaksanakan expert judgement terhadap pernyataan-pernyataan item yang telah diadopsi untuk menghasilkan validitas konstruk, isi, dan bahasa. Pernyataan item kemudian diuji oleh tiga orang ahli sebagai penimbang. 3. Mengujicobakan instrumen kepada satu angkatan siswa SMP yang memiliki
karakteristik yang sama dengan subjek penelitian. Ujicoba dilakukan untuk mendapatkan gambaran validitas dan reliabilitas instrumen.
E. Uji Coba Instrumen 1. Uji Kelayakan Instrumen
Sebelum dilakukan pengujian secara komputerisasi, instrumen diuji secara rasional oleh kelompok penilai dari dosen Bimbingan dan konseling yang berkompeten untuk memvalidasi materi (content), konstruk (construct) dan redaksi instrumen.
Hasil penilaian dari uji validitas ini berupa penilaian pada setiap item instrumen yang dikelompokkan dalam kualifikasi memadai (M) atau tidak memadai (TM). Pernyataan yang telah berkualifikasi M dapat langsung digunakan untuk mencari data penalitian yang dibutuhkan, sedangkan dalam pernyataan yang termasuk dalam kualifikasi TM, terdapat dua kemungkinan, yaitu pernyataan tersebut harus direvisi hingga dapat terkelompokan dalam kualifikasi M atau pernyataan tersebut harus dibuang.
Instrumen ditimbang oleh 2 orang dosen, yaitu Prof. A. Juntika Nurikhsan, M.Pd dan Dr. Amin Budiamin, M.Pd. Berdasarkan uji materi (content), konstruk (construct) dan redaksi oleh kelompok penilai dari dosen diperoleh beberapa masukan, yakni redaksi bahasanya diperbaiki dan terdapat beberap item yang dihilangkan. Jadi dari 53 item yang dinilai maka ada item yang tidak memadai sehingga berkurang menjadi 45 item setelah dirubah redaksi bahasa dan item yang tidak memadai dibuang. Hasil penimbangan dari ahli, ditampilkan pada tabel berikut:
Tabel 3.4
Hasil Penimbangan Angket Pengendalian Diri
Pakar
Memadai 2,3,4,5,6,7,8,9,10,13,14,15,16,17,18, 19,20,21,22,23,24,25,26,27,28,29,30, 31,323,34,35,37,38,39,40,41,42,43,44, 45,46,47,48,49,50
40
Tidak Memadai 1, 11,12,32,36 5
2. Uji Keterbacaan Item
Sebelum instrumen pengendalian diri diuji validitas, instrumen terlebih dahulu diuji keterbacaannya kepada sampel setara yaitu 5 orang siswa kelas VIII dari sekolah yang berbeda, untuk mengukur sejauh mana keterbacaan instrumen. Setelah uji keterbacaan pernyataan yang tidak dipahami kemudian direvisi sesuai dengan kebutuhan sehingga dapat dimengerti oleh siswa kelas VIII dan kemudian dilakukan uji validitas ekstrernal. Berdasarkan hasil uji keterbacaan, dapat disimpulkan:
a. Petunjuk pengerjaan instrumen sudah dipahami oleh responden
b. Terdapat beberapa kata yang kurang dipahami oleh responden, hal ini berarti perlu diganti dengan kata yang dapat dipahami responden.
3. Uji Validitas Butir Item
Azwar (1987: 173) menyatakan bahwa validitas berasal dari kata validity yang mempunyai arti sejauh mana ketepatan dan kecermatan suatu instrumen pengukur (tes) dalam melakukan fungsi ukurnya. Suatu tes dikatakan memiliki validitas yang tinggi apabila alat tersebut menjalankan fungsi ukur secara tepat atau memberikan hasil ukur yang sesuai dengan maksud dilakukannya pengukuran tersebut. Artinya hasil ukur dari pengukuran tersebut merupakan besaran yang mencerminkan secara tepat fakta atau keadaan sesungguhnya dari apa yang diukur.
Ira Oktarini, 2014
Efektivitas Teknik Modeling Untuk Peningkatan Pengendalian Diri Siswa Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
pengendalian diri siswa dilakukan pada 226 orang siswa kelas VIII di SMPN 2 Batusangkar. Data kemudian diolah menggunakan koefisien korelasi biserial (rbis) dengan
Korelasi biserial ( ) ini melihat hubungan antara skor atau hasil jawaban pada masing-masing item pernyataan yang diberikan di dalam tes.
Pengujian validitas dilakukan terhadap 45 item pernyataan dengan jumlah subjek 226 siswa. Dari 54 item diperoleh 43 item yang valid dan 3 item tidak valid.
Tabel 3. 5
Hasil Uji Validitas Butir Item
Kesimpulan Item Jumlah
Valid 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10, 11, 12, 13, 14, 15, 16, 17, 18, 19, 20, 21, 23, 25, 26, 27, 28, 30, 31, 32, 33, 34, 35, 36, 37, 38, 39, 40, 41, 42
42
Tidak valid 22, 24, 29 3
Lebih jelasnya hasil perhitungan validitas dengan menggunakan rumus Korelasi poin biserial ( ) tersaji pada tabel berikut:.
Hasil uji validitas instrumen di peroleh 42 item yang valid, dan 3 item yang tidak valid. Item yang tidak valid dibuang, karena masih ada yang mewakili indikator.
4. Uji Reabilitas
Adapun untuk melihat tingkat kepercayaan suatu item dalam menghasilkan skor yang relative konsisten, dilakukan uji reliabilitas. Pengujian reliabilitas instrumen dalam penelitian menggunakan rumus Kuder-Richardson yang dikenal dengan nama KR-20
pernyataan atau pernyataan menggunakan pola jawaban sesuai (YA) atau tidak sesuai (TIDAK), bila sesuai bernilai 1 dan jika tidak sesuai bernilai = 0.
Sebagai tolak ukur, digunakan rentang koefisien berdasarkan Sugiyono (2009: 257) reliabilitas yang tersaji pada tabel:
Tabel. 3. 6
Kategori Reabilitas Instrumen
Batasan Derajat keterbacaan
0,00 – 0,199 sangat rendah
0,20 – 0,399 Rendah
0,40 – 0,599 Cukup
0,60 – 0,799 Tinggi
0,80 – 1,00 sangat tinggi
(Sugiyono, 2009:184). Hasil uji reabilitas menunjukkan hasil sebesar 0,747 termasuk pada kategori tinggi berdasarkan klasifikasi reabilitas menurut Guilford.
F. Teknik Pengumpulan Data
Instrumen penelitian disusun berdasarkan dimensi dan indikator variabel dengan berpedoman pada cara penyusunan butir angket yang baik. Berdasarkan jenis data yang diperlukan dalam penelitian maka dikembangkan atas pengumpulan data, yaitu:
Ira Oktarini, 2014
Efektivitas Teknik Modeling Untuk Peningkatan Pengendalian Diri Siswa Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
3. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah angket dengan skala penilaian yang menggunakan skala Guttman.
G. Teknik Analisis Data 1. Uji Prasyarat
Syarat melakukan uji-t (t-test) adalah melakukan uji normalitas (data berdistribusi normal) dan uji homogenitas (data memiliki varian yang sama atau homogenitas).
a. Uji Normalitas
Sugiono (2012: 241) mengemukakan uji normalitas berguna untuk menentukan analisis data. Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui data berdistribusi normal atau tidak sehingga langkah selanjutnya tidak menyimpang dari kebenaran dan dapat dipertanggungjawabkan. Pengujian normalitas data menggunakan bantuan software SPSS 17.0 for windows dengan uji statistic kolmogorov-Smirnov atau Shapiro-Wilk dengan taraf signifikansi 5%. Hipotesis yang digunakan pada uji normalitas adalah: Ho= data pre-test kelas eksperimen dan kelas kontrol berdistribusi normal. H1= data pre-test kelas eksperimen dan kelas kontrol berdistribusi tidak
normal.
Dasar pengambilan keputusan adalah:
Ho diterima apabila nilai signifikan (sig ≥ 0,05), dan Ho ditolak atau H1 diterima apabila nilai signifikan (sig ≤ 0,05)
Apabila kedua data berdistribusi normal maka dilanjutkan dengan uji homogenitas varians. Apabila salah satu atau kedua data yang dianalisis berdistribusi tidak normal maka tidak dilakukan uji homogenitas varians, melainkan dilakukan uji statistik nonparametrik yaitu uji Mann-Whitney.
Penelitian dilakukan terhadap dua kelas sebagai subyek, kelas pertama sebagai kelas eksprerimen dan kelas kedua sebagai kelas kontrol. Pertama masing-masing kelompok diberikan pretest dengan maksud mengetahui keadaan adakah perbedaan antara kelompok eksperimen dengan kelompok kontrol. Pada kelas eksperimen diberikan perlakuan berupa pelaksanaan teknik pemodelan (modelling) yang telah disosialisasikan kepada seluruh subyek penelitian. Materi yang diberikan berkaitan dengan aspek pengendalian diri yaitu aspek kontrol prilaku (behavior control), aspek kontrol kognitif (kognitif control), dan aspek kontrol keputusan (decision
control).
I. Rumusan Intervensi Teknik Pemodelan untuk Meningkatkan Pengendalian Diri Siswa Kelas VIII SMPN 2 Batusangkar Tahun Ajaran 2014/2015
1. Rasional
Masa remaja merupakan masa transisi atau peralihan dari masa anak menuju masa dewasa. Pada masa remaja individu mengalami berbagai perubahan, baik fisik maupun psikis. Pada masa remaja ini perasaan remaja lebih peka, sehingga menimbulkan jiwa yang sensitif dan peka terhadap diri dan lingkungannya. Remaja menjadi seseorang yang sangat mempedulikan dirinya sendiri sehingga tidak menyukai hal-hal yang menggangu identitas para remaja. Remaja untuk mempertahankan identitas dirinya sering kehilangan kontrol diri, oleh karena itu terdapat beberapa tugas perkembangan yang harus dilaksanakan oleh remaja dan salah satunya adalah memperkuat self-control (kemampuan mengendalikan diri) Havighurst (Yusuf, 2008: 25-26).
Ira Oktarini, 2014
Efektivitas Teknik Modeling Untuk Peningkatan Pengendalian Diri Siswa Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Apabila remaja yang berada pada masa transisi mampu mengendalikan diri tentu saja dia akan menjalani kehidupannya dengan tentram dan dapat diterima oleh lingkungannya. Keadaan sebaliknya apabila remaja tidak dapat mengendalikan diri maka dia akan cenderung melakukan perilaku yang tidak sesuai dengan norma yang berlaku dimasyarakat.
Banyak kasus terjadi dikalangan remaja yang cenderung merupakan perilaku menyimpang siswa yang disebabkan oleh kurangnya pengendalian diri. Kasus terbaru, seorang siswa SMK yang menyiram air keras didalam bis karena marah kepada siswa yang menjadi musuh sekolahnya sehingga ada 14 korban yang terkena air keras dan menderita luka (Tribun News, 2013). Kasus lain adalah tawuran antar pelajar SMK di Karawang yang menewaskan satu orang pelajar karena ditusuk menggunakan pisau (Karawang News, 2013).
Hasil need assement di lapangan, diperoleh gambaran umum dan aspek pengendalian diri siswa kelas VIII SMPN 2 Batusangkar Tahun Ajaran 2014/2015. Profil umum pengendalian diri siswa kelas VIII SMPN 2 Batusangkar Tahun Ajaran 2014/2015, tersaji pada tabel 3.8 berikut:
Tabel 3.7
Profil Umum Pengendalian Diri
Siswa kelas VIII SMPN 2 Batusangkar Tahun Ajaran 2014/2015
Kategori Z-Score F %
Tinggi Z < 1 33 14,60%
Sedang 1 ≤ Z ≥ 1 163 72,12%
Rendah Z > -1 30 13,27%
Jumlah 226 100 %
[image:31.595.126.507.501.578.2]berada pada kategori sedang.
Untuk memberikan gambaran yang menyeluruh mengenai kebutuhan layanan bimbingan dan konseling dalam mengembangkan pengendalian diri siswa, berikut dipaparkan gambaran persentase berdasarkan aspek dari persentase terendah, sebagai berikut: aspek Kontrol perilaku (Behavior Control) sebesar 10,62%, aspek kontrol keputusan (Decisional Control) sebesar 13,27%, aspek Kontrol kognitif (Cognitive Control) sebesar 15,93%.
Gambaran persentase setiap indikator dari tiga aspek pengendalian diri siswa, sebagai berikut: pada aspek Kontrol perilaku (Behavior Control), (1) Mengatur pelaksanaan sebesar 14,16%, (2) Memodifikasi stimulus sebesar 9%. Pada aspek kontrol keputusan (Decisional Control), (1) Memperoleh Informasi sebesar 19% (2) Melakukan penilaian sebesar 16%. Pada aspek Kontrol kognitif (Cognitive Control), (1) Memilih tindakan sebesar 16%, (2) Memilih hasil sebesar 11%.
Secara umum diperoleh gambaran kemampuan pengendalian diri siswa kelas VIII SMP N 2 Batusangkar Tahun Ajaran 2014/2015 memiliki pengendalian diri siswa pada kategori sedang. Yang berarti siswa sudah mampu mengontrol pada setiap aspek kontrol perilaku (behavior control), kontrol kognitif (cognitive control), dan kontrol keputusan (decision control). Sebelum bertindak siswa telah melakukan pertimbangan, namun untuk mengambil keputusan masih dipengaruhi dari luar diri siswa sendiri.
Seorang guru bimbingan dan konseling penting mengetahui keadaan kendali diri siswa dan diperlukan juga solusi yang dapat meningkatkan pengendalian diri siswa yang masih rendah. Bandura (Wagner, 2007) menyebutkan bahwa banyak perilaku, (baik dan buruk) adalah belajar dengan meniru perilaku orang lain. Siswa berperilaku melanggar norma hal itu dapat terjadi karena melihat lingkungan yang tidak baik. Salah satu cara yang dapat diusulkan adalah melalui teknik modeling atau cara pemodelan terhadap siswa.
Ira Oktarini, 2014
Efektivitas Teknik Modeling Untuk Peningkatan Pengendalian Diri Siswa Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
yang diberikan model, dapat mengambil benang merah sendiri dari peristiwa atau fenomena yang disajikan kepadanya.
Menurut literatur, teknik pemodelan pernah digunakan untuk mengatasi perilaku kenakalan pada remaja (juvenile delinquent), fobia, depresi, serta perilaku agresif (Krumboltz dan Thoresen, 1976). Beberapa perilaku yang dipaparkan berkaitan langsung dengan pengendalian diri, oleh karena itu pemodelan dipandang tepat untuk meningkatkan pengendalian diri. Inti dari teknik modeling adalah seseorang akan memperoleh sejumlah tingkah laku, pikiran dan perasaan dengan mengobservasi atau mengamati perilaku orang lain. 2. Tujuan
Secara umum tujuan program intervensi teknik pemodelan adalah untuk mengembangkan kontrol diri siswa. Secara khusus tujuan intervensi teknik pemodelan adalah untuk mengajarkan siswa agar dapat memiliki kontrol kognitif (cognitive control), kontrol perilaku (behavior control) dan kontrol keputusan (decision control) dalam berbagai situasi dan keadaan yang dapat membawa siswa kearah konsekuensi positif.
3. Dasar Pelaksanaan Intervensi
Pengembangan rancangan intervensi dengan teknik pemodelan dalam meningkatkan pengendalian diri didasarkan kepada landasan hukum, antara lain:
a. Undang-Undang No. 20 tahun 2003, tentang Sistem Pendidikan Nasional. b. SK Mendikbud No. 025 tahun 1995, tentang Pelaksanaan Bimbingan dan
Konseling pada Suatu Pendidikan Formal.
c. Surat ABKIN No. 013/PB ABKIN/II/2008, tentang Penataan Pendidikan Profesional Konselor dan Layanan Bimbingan dan Konseling dalam Jalur Pendidikan Formal.
4. Kompetensi Konselor
lisensi profesional tertentu. Beberapa kalangan yang terbiasa memberikan intervensi pemodelan diantaranya adalah Guru, Guru BK, Konselor. Hal ini mengimplikasikan peneliti memenuhi syarat untuk melaksanakan teknik
modeling. Kompetensi lainnya adalah:
a. Memiliki pemahaman dan pengetahuan yang memadai mengenai konsep pengendalian diri.
b. Memiliki pemahaman, pengetahuan, dan keterampilan yang memadai dalam teknik pemodelan (modeling).
c. Memahami karakteristik siswa SMPN 2 Batusangkar yang merupakan subjek dari penelitian.
d. Menunjukkan penerimaan tanpa syarat terhadap konseli sebagai manusia yang tidak lepas dari kesalahan.
5. Sasaran Intervensi
Program intervensi dengan teknik pemodelan dalam meningkatkan pengendalian diri siswa dilakukan terhadap siswa kelas VIII SMPN 2 Batusangkar Tahun Ajaran 2013/2014 yang memiliki tingkat pengendalian diri yang sedang dan rendah ditinjau dari beberapa aspek yakni: kontrol perilaku (behavior
control), kontrol kognitif (cognitive control), dan kontrol keputusan (dicisional
control).
6. Personel yang Dilibatkan
Layanan bimbingan dan konseling merupakan bagian integral dari keseluruhan proses pendidikan di Sekolah. Pelaksanaan program bimbingan dan konseling menjadi tanggung jawab bersama antara personel sekolah. Personel yang paling bertanggung jawab terhadap pelaksanaan layanan bimbingan dan konseling untuk mengembangkan kemampuan komunikasi interpersonal siswa adalah guru bimbingan dan konseling. Secara lebih rinci berikut dikemukakan personel yang akan dilibatkan.
Ira Oktarini, 2014
Efektivitas Teknik Modeling Untuk Peningkatan Pengendalian Diri Siswa Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
b. Wakil kepala sekolah SMPN 2 Batusangkar. c. Koordinator guru BK SMPN 2 Batusangkar. d. Guru BK SMPN 2 Batusangkar.
e. Wali kelas VIII SMPN 2 Batusangkar. f. Staf administrasi SMPN 2 Batusangkar.
g. Orang Tua siswa kelas VIII SMPN 2 Batusangkar. 7. Struktur Intervensi Teknik Pemodelan
Intervensi teknik modeling terdiri dari dua bentuk, yaitu live modeling dan
symbolic modeling. Kedua model ini dapat diberikan kepada siswa yang memiliki
pengendalian diri (self-control) rendah sehingga observer dapat memperhatikan dan mempelajari model baik itu daam bentuk live maupun symbolic (Bandura, 1997: 93).
Live modeling dilakukan konselor dengan menghadirkan sosok model yang
dapat memberikan semangat serta motivasi kepada siswa yang pengendalian dirinya rendah untuk meningkatkan pengendalian dirinya.
Symbolic modeling dapat dilakukan dengan memberikan kepada siswa
tontonan film-film kenakalan remaja yang merusak dan itu menyebabkan kerugian baik individu maupun masyarakat, yang nantinya dengan tontonan itu siswa dapat menyadari kesalahannya dan akan lebih dapat mengendalikan diri. Kemudian melalui cerita-cerita yang bisa meningkatkan pengendalian diri siswa. Selain dengan tontonan yang diberikan, konselor juga dapat melakukan verbal
modeling yakni memberikan kata-kata atau kalimat yang dapat memotivasi siswa
yang pengendalian dirinya rendah sehingga dia dapat berubah untuk meningkatkan pengendalian dirinya.
8. Langkah-langkah intervensi
Bandura (1997:89) menyebutkan empat proses yang memengaruhi belajar observasional, yaitu proses attensional, proses retensional, proses pembentukan perilaku, proses motivational.
a. Proses Attensional
Dalam belajar melalui pengamatan, seseorang harus memberi perhatian atau atensi pada model. Sesuai dengan pendapat Gredle (Nursalim; 2013) yang menyatakan bahwa perilaku yang baru tidak diperoleh kecuali apabila perilaku tersebut diperhatikan dan dipersepsi secara cermat. Proses perhatian ini terjadi karena beberapa sebab. Pertama, kapasitas sensoris seseorang akan mempengaruhi attentional proces. Kedua, dipengaruhi oleh penguatan masa lalu. Misalnya, apabila aktivitas yang lalu dipelajari melalui observasi terbukti berguna untuk mendapatkan suatu penguatan, maka perilaku yang sama akan diperhatikan situasi modeling berikutnya. Ketiga, dipengaruhi oleh karakteristik model. Riset menunjukkan bahwa model akan sering diperhatikan apabila model sama dengan pengamat, orang yang dihormati atau memiliki status tinggi, memiliki kemampuan lebih, dianggap kuat dan atraktif.
b. Proses Retensional
Ira Oktarini, 2014
Efektivitas Teknik Modeling Untuk Peningkatan Pengendalian Diri Siswa Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
dapat diambil kembali, diulangi, dan diperkuat beberapa waktu sesudah belajar observasional terjadi. Menurut Bandura, peningkatan kapasitas simbolisasi ini yang memampukan manusia untuk mempelajari banyak perilaku melalui observasi. Simbol-simbol yang disimpan ini memungkinkan terjadinya deyaled modeling (modeling yang ditunda), yaitu kemampuan untuk menggunakan informasi lama setelah informasi itu diamati.
c. Proses Pembentukan Perilaku
Proses pembentukan perilaku menentukan sejauh mana hal-hal yang telah dipelajari akan diterjemahkan ke dalam tindakan. Seseorang mungkin mempelajari sesuatu secara kognitif namun tidak mampu menerjemahkan informasi tersebut kedalam perilaku karena ada keterbatasan. Misalnya perangkat yang dibutuhkan untuk merespon tertentu tidak tersedia. Bandura berpendapat apabila seseorang dilengkapi dengan semua aparatus fisik untuk memberikan respon yang tepat, dibutuhkan suatu periode rehearsal (latihan repetisi) kognitif sebelum perilaku pengamat menyamai perilaku model. Bandura menyatakan simbol yang didapat dari modeling akan bertindak sebagai template (cetakan) sebagai pembanding tindakan. Selama proses pelatihan, individu mengamati perilaku mereka sendiri dan membandingkan dengan representasi kognitif dari pengalaman model. Setiap diskrepetansi antara perilaku seseorang dengan perilaku model akan menimbulkan tindakan korektif. Proses ini terus berlangsung sampai ada kesesuaian yang sudah memuaskan antara perilaku pengamat dan model.
d. Proses Motivational
diperoleh melalui observasi dapat digunakan dalam berbagai macam situasi jika individu membutuhkan.
Tabel 3.8
Gambaran Pelaksanaan Intervensi
Sesi Aspek
Intervensi
Jenis Intervensi
Tujuan Waktu
Pelaksanaan
Pendu kung Teknis Sesi 1 Pre-test
Sesi 2 Pengantar
tentang kegiatan yang akan
dilakukan.
1. Agar siswa memahami kegiatan yang akan mereka ikuti.
2. Siswa bisa mempersiapkan diri untuk mengikuti kegiatan
Minggu ke-2
Sesi 3 Behavior Control
(Kontrol Perilaku)
Live modeling
dengan judul “guruku tauladan ku”
1. Membantu siswa agar mampu mengendalikan situasi atau keadaan menurut dirinya sendiri
2. Membantu siswa agar mampu mengendalikan situasi atau keadaan menurut sesuatu di luar dirinya
Minggu ke-3
Sesi Aspek
Intervensi
Jenis Intervensi
Tujuan Waktu
Pelaksanaan
Pendu kung Teknis Sesi 4 Behavior
Control
(Kontrol Perilaku)
Live modeling
dengan judul “teman terbaik”
1. Kemampuan untuk
menghadapi suatu stimulus yang tidak dikehendaki dengan cara yang tepat
2. Kemampuan untuk
menghadapi suatu stimulus yang tidak dikehendaki pada waktu yang tepat
Minggu ke-4
Sesi 5 Cognitive Control
(Kontrol Kognitif)
Symbolic modeling
video tentang “akibat marah”
1. Membantu siswa agar mampu mengantisipasi keadaan atau peristiwa yang tidak menyenangkan dengan berbagai pertimbangan 2. Membantu siswa agar
mampu menginterpretasi keadaan atau peristiwa yang
Ira Oktarini, 2014
Efektivitas Teknik Modeling Untuk Peningkatan Pengendalian Diri Siswa Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
tidak menyenangkan dengan berbagai pertimbangan 3. Membantu siswa agar
mampu menilai suatu keadaan atau peristiwa dengan cara memperhatikan segi-segi positif secara subjektif
4. Membantu siswa agar mampu menafsirkan suatu keadaan atau peristiwa dengan cara memperhatikan segi-segi positif secara subjektif
Sesi 6 Decision Control
(Kontrol keputusan)
Symbolic modeling
cerita tentang akhlak
Rasulullah SAW dengan judul
“Rasulullah suritauladan terbaik”
1. Membantu siswa agar mampu memilih berbagai kemungkinan tindakan melalui kesempatan yang ada 2. Membantu siswa agar
mampu memilih berbagai kemungkinan tindakan melalui kebebasan yang ada 3. Membantu siswa untuk
memilih berbagai hasil tindakan
Minggu ke-6 Teks bacaan
Sesi 7 Post-Test
9. Pelaksanaan Sesi Intervensi Teknik Modeling a) Pre-test
Pre-test dilaksanakan pada tanggal 9 juli 2014, Pre-test berlangsung di
ruang kelas VIII.1 dan didikuti oleh 15 siswa. Awalnya peneliti mengucapkan salam kemudian memperkenalkan diri kepada siswa, peneliti menjelaskan tujuan yang akan dicapai dari pertemuan hari ini. Kegiatan selanjutnya adalah menjelaskan petunjuk pengisian angket, angket yang disebarkan memiliki 42 item, pernyataan item berbentuk pernyataan yang akan dipilih oleh siswa, dan siswa akan memilih jawaman Ya atau Tidak.
terlihat serius mengisi angket dengan membaca pernyataan angket dengan sungguh-sungguh.
Siswa satu persatu menyelesaikan angket dan mengumpulkan kepada peneliti. Dalam waktu 25 menit seluruh siswa menyelesaikan angket, dan duduk kembali ke posisi duduk mereka masing-masing. Berikutnya peneliti mengucapkan terimakasih atas partisipasi siswa dalam mengisi angket yang peneliti sebarkan.
b) Sesi 1
Kegiatan dilaksanakan pada minggu kedua pada bulan juli, tepatnya pada tanggal 16 juli 2014 pada pukul 10.30, kegiatan dilaksanakan di ruang kelas VIII-1. Untuk memulai kegiatan peneliti terlebih dahulu mengucapkan salam kepada siswa, kemudian berdoa bersama untuk kelancaran kegiatan hari ini. Kegiatan selanjutnya yaitu mengabsen siswa satu persatu untuk lebih mengenal siswa dan mengetahui jumlah siswa yang hadir dan tidak hadir. Kegiatan dihadiri oleh 15 siswa.
Setelah siswa diabsen dan diketahui jumlah yang hadir dan tidak kegiatan dilanjutkan dengan “ice breaking” untuk mencairkan suasana dan menambah keakraban dengan siswa. Ice breaking yang diberikan adalah permainan “ibu berkata”, permainan bertujuan untuk melatih konsentrasi siswa, dan memfokuskan siswa untuk berada dalam kegiatan. Peraturan dari permainan adalah peserta diminta untu menirukan gaya pemandu permainan yaitu peneliti sendiri, peserta menirukan apabila ada kata ibu berkata sebelum perintah, kalau tidak ada diawali oleh kata ibu berkata maka peserta tidak boleh mengikuti perintah. Bagi peserta yang salah akan mendapatkan hukuman, hukuman berupa hal yang ringan-ringan saja. Siswa sangat antusias mengikuti permainan dan ada beberapa orang yang salah mendapatkan hukuman tetapi hal itu membuat mereka tertawa dan akan berusaha untuk lebih konsentrasi.
Ira Oktarini, 2014
Efektivitas Teknik Modeling Untuk Peningkatan Pengendalian Diri Siswa Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
singkat mengenai teknik pemodelan berikut dengan konsep kontrol diri. Setelah menjelaskan tentang teknik pemodelan dan kontrol diri peneliti mengajak siswa untuk membuat „kontrak belajar‟, kontrak belajar yang disepakati adalah siswa hendaknya mengikuti seluruh kegiatan dan selama 45 menit kegiatan di kelas siswa dilarang izin keluar kelas dan jadwal kegiatan disamakan dengan jadwal BK di sekolah. Setelah adanya kesepakatan dan kesediaan siswa untuk menjalani kesepakatan itu dengan sunguh-sungguh. Setelah menyepakati kontrak dengan siswa kemudian menanyakan kesiapan siswa, dan siswa menjawab bahwa mereka siap untuk mengikuti kegiatan. Kegiatan terakhir pada dalah kegiatan penutup untuk pertemuan hari ini, yakninya berdoa bersama-sama atas kelancaran kegiatan hari ini.
c) Sesi 2
Sesi kedua dilaksanakan pada tanggal 20 juli 2014 , kegiatan konseling dilaksanakan dalam bentuk layanan klasikal, Sesi dua berjudul “guruku tauladan ku”. Sesi kedua bertujuan merubah perilaku siswa ke arah lebih baik dengan indikator siswa dapat mengendalikan situasi baik dari dalam diri maupun dari luar dirinya atau lingkungan. Jenis pemodelan yang dipergunakan adalah live modeling dengan menghadirkan seorang narasumber kepada siswa, yang menjadi model adalah guru yang berprestasi atau guru teladan disekolah.
Kegiatan diawali dengan mengucapkan salam kepada siswa, kemudian seperti biasa mengabsen siswa satupersatu, mengecek apakah siswa hadir seluruhnya atau tidak. Ternyata siswa hadir seluruhnya yang berjumlah 15 orang.
Setelah diabsen kegiatan berikutnya adalah menjelaskan tujuan dari kegiatan hari ini, kemudian menjelaskan langkah-langkah kegiatan yang akan diikuti siswa, yang mana siswa harus melakukan hal berikut: (1) Proses
Attensional, dalam belajar melalui pengamatan, seseorang harus memberi
untuk selanjutnya dapat menerima umpan balik mengenai akurasi perilaku seberapa baik observer telah meniru perilaku model). (3) Proses Pembentukan perilaku, proses pembentukan perilaku menentukan sejauh mana hal-hal yang telah dipelajari akan diterjemahkan ke dalam tindakan. (4) Proses
Motivationa, memiliki fungsi memberikan penguatan kepada siswa atas apa
yang telah dicapai.
Setelah menjelaskan langkah-langkah kegiatan lalu memperkenalkan model yaitu guru teladan di sekolah walaupun siswa pada umumnya sudah mengenal guru. Berikutnya model diminta untuk bercerita tentang keberhasilan yang diraih, guru bercerita bahwa ia telah meraih keberhasilan menjadi guru teladan di sekolah selama beberapa tahun berturut-turut. Guru menjelaskan kalau penghargaan itu bukan hal yang paling membuat guru senang melainkan yang paling ia senangi adalah kedekatan dengan siswa dan siswa bisa nyaman untuk berkomunikasi dengannya. Begitu juga dengan persahabatannya dengan guru-guru di sekolah.
Ira Oktarini, 2014
Efektivitas Teknik Modeling Untuk Peningkatan Pengendalian Diri Siswa Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Kegiatan hari ini sudah berakhir, guru mengungkapkan kalau ia sangat senang bisa berbagi pengalaman bersama siswa. Siswa juga mengungkapkan kalau mereka senang karena dapat mengetahui cerita guru teladan mereka. Kegiatan hari ini berjalan lancar, untuk menutup pertemuan kita bersyukur dan berdoa.
d) Sesi 3
Sesi ketiga dilaksanakan pada tanggal 26 juli 2014, kegiatan dilaksanakan dalam bentuk layanan klasikal. Sesi tiga berjudul “teman terbaik”. Sesi ketiga bertujuan agar siswa dapat meniru perilaku yang baik, agar siswa dapat berubah kearah yang lebih baik dengan cara dan waktu yang tepat. Jenis pemodelan yang dipergunakan adalah live modeling dengan menghadirkan seorang siswa yang berprestasi di sekolah. siswa akan bercerita tentang kegiatan yang dia lakukan selama sekolah sampai dia meraih keberhasilan dengan meraih prestasi terbaik di sekolah.
a. Konselor (peneliti) membuka pertemuan dan menyampaikan maksud dan tujuan kegiatan.
b. Konselor menampilkan seorang model yakni siswa terbaik di sekolah tersebut.
c. Menerapkan teknik pemodelan dengan proses (1) Proses Attensional, dalam belajar melalui pengamatan, seseorang harus memberi perhatian atau atensi pada model. (2) Proses Retensional (mengambil imaginal dan representasi verbal dan menerjemahkan ke dalam perilaku nyata untuk selanjutnya dapat menerima umpan balik mengenai akurasi perilaku seberapa baik observer telah meniru perilaku model). (3) Proses Pembentukan Perilaku, proses pembentukan perilaku menentukan sejauh mana hal-hal yang telah dipelajari akan diterjemahkan ke dalam tindakan. (4) Proses Motivationa, memiliki fungsi memberikan penguatan kepada siswa atas apa yang telah dicapai.
Sesi keempat dilaksanakan pada tanggal 10 agutus 2014 , kegiatan konseling dilaksanakan dalam bentuk layanan klasikal. Sesi kempat berjudul “akibat marah”. Sesi keempat bertujuan membantu siswa untuk bisa berpikir
tentang akibat dari perilaku yang tidak baik. Jenis modeling yang digunakan adalah symbolic modeling dengan memanfaatkan video sebagai media atau model. video ini menggambarkan bentuk kemarahan dua orang wanita yang berakibat merugikan masing-masing dari mereka. Dalam video ini terlihat bahwa seseorang yang tidak dapat mengendalikan diri dengan kemarahan yang semakin besar dan menjadi-jadi membuat mereka melakukan hal-hal yang merugikan dan berakibat buruk. Kegiatan dilaksanakan dengan langkah-langkah sebagai berikut:
a. Konselor (peneliti) membuka pertemuan dan menyampaikan maksud dan tujuan kegiatan.
b. Konselor menayangkan video yang bertemakan akibat dari kemarahan. c. Menerapkan teknik pemodelan dengan proses (1) Proses Attensional,
dalam belajar melalui pengamatan, seseorang harus memberi perhatian atau atensi pada model, siswa menonton video dengan penuh perhatian. (2) Proses Retensional (mengambil imaginal dan representasi verbal dan menerjemahkan ke dalam perilaku nyata untuk selanjutnya dapat menerima umpan balik mengenai akurasi perilaku seberapa baik observer telah meniru perilaku model). (3) Proses Pembentukan Perilaku, proses pembentukan perilaku menentukan sejauh mana hal-hal yang telah dipelajari akan diterjemahkan ke dalam tindakan. (4) Proses Motivationa, memiliki fungsi memberikan penguatan kepada siswa atas apa yang telah dicapai.
d. Penutup dan evaluasi f) Sesi 5
Sesi kelima dilaksanakan pada tanggal 14 agustus 2014 , kegiatan dilaksanakan dalam bentuk layanan klasikal sesi kelima berjudul “Rasulullah
Ira Oktarini, 2014
Efektivitas Teknik Modeling Untuk Peningkatan Pengendalian Diri Siswa Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
memutuskan tindakan yang terbaik untuk dirinya. Jenis modeling yang dipergunakan adalah symbolic modeling dengan memanfaatkan cerita sebagai media atau model. cerita menjelaskan bagaimana pribadi Rasulullah SAW yang menjadi contoh dan suritauladan yang baik bagi umatnya. Kegiatan dilaksanakan dengan langkah-langkah sebagai berikut:
a. Konselor (peneliti) membuka pertemuan dan menyampaikan maksud dan tujuan kegiatan.
b. Membacakan sebuah cerita tentang kepribadian Rasulullah ang merupakan suritauladan yang baik bagi umatnya.
c. Menerapkan teknik pemodelan dengan proses (1) Proses Attensional, dalam belajar melalui pengamatan, seseorang harus memberi perhatian atau atensi pada model. (2) Proses Retensional (mengambil imaginal dan representasi verbal dan menerjemahkan ke dalam perilaku nyata untuk selanjutnya dapat menerima umpan balik mengenai akurasi perilaku seberapa baik observer telah meniru perilaku model). (3) Proses Pembentukan Perilaku, proses pembentukan perilaku menentukan sejauh mana hal-hal yang telah dipelajari akan diterjemahkan ke dalam tindakan. (4) Proses Motivationa, memiliki fungsi memberikan penguatan kepada siswa atas apa yang telah dicapai.
d. Penutup dan evaluasi g) Post-test
Posttest diberikan setelah sesi konseling selesai. Posttest dilakukan untuk melihat dan mengukur profil pengendalian diri siswa setelah diberikan perlakuan (intervensi). Hasil yang diperoleh dari perbedaan pretest dan posttest untuk mengukur efektivitas teknik pemodelan untuk meningkatkan pengendalian diri siswa SMPN 2 Batusangkar tahun ajaran 2014/2015.
kegiatan siswa diminta untuk berdiri dan melakukan permainan kecil, permainan yang dilakukan bertujuan untuk mencairkan suasana dan menambah semangat siswa. Permainan sederhanan yang dilakukan adalah “Marina Menari”. Setelah selesai bermain siswa diminta untuk mengisi
angket.
Angket yang diberikan kepada siswa sama dengan angket pre-test yang diberikan kepada siswa pada sesi pertama. Angket pengendalian diri yang akan mengngkap hasil pengendalian diri siswa setelah diberikan intervensi yaitu teknik pemodelan, angket yang memiliki item sebanyak 42.
Siswa kembali dijelaskan tentang petunjuk pengisian angket, karena khawa