• Tidak ada hasil yang ditemukan

HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN DAN SIKAP DENGAN UPAYA PENCEGAHAN PENYAKIT ANTRAKS PADA Hubungan Antara Pengetahuan dan Sikap Dengan Upaya Pencegahan Penyakit Antraks Pada Peternak Sapi di Desa Sempu Kecamatan Andong Kabupaten Boyolali.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN DAN SIKAP DENGAN UPAYA PENCEGAHAN PENYAKIT ANTRAKS PADA Hubungan Antara Pengetahuan dan Sikap Dengan Upaya Pencegahan Penyakit Antraks Pada Peternak Sapi di Desa Sempu Kecamatan Andong Kabupaten Boyolali."

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

ANDONG KABUPATEN BOYOLALI

NASKAH PUBLIKASI

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat

Untuk Meraih Gelar Sarjana Keperawatan

Disusun oleh:

ANIS RAHMAWATI

J 210 080 037

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

(2)
(3)

PENELITIAN

HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN DAN SIKAP DENGAN UPAYA PENCEGAHAN PENYAKIT ANTRAKS PADA PETERNAK SAPI DI DESA

SEMPU, KECAMATAN ANDONG, KABUPATEN BOYOLALI

Anis Rahmawati*

H. Abi Muhlisin, SKM. M. Kep ** Vinami Yulian S.Kep., Ns.***

Abstrak

Antraks merupakan salah satu penyakit tertua yang dikenal. Penyakit ini pernah menjadi epidemi: misalnya pada tahun 1600an sebagai epidemi di Eropa dan dikenal sebagai black bane disease. Kemudian pada tahun 1979, epidemi di Zimbabwe melibatkan tidak kurang dari 6000 penderita. Pada tahun itu pula terjadi kecelakaan instalasi militer di Rusia yang menyebabkan 66 kematian manusia akibat antraks pulmonal. Kondisi tersebut juga terjadi di wilayah kecamatan Andong Kabupaten Boyolali pada tahun 2011. Hasil studi pendahuluan berupa survey pada 10 pertenak di desa Sempu kecamatan Andon Boyolali diketahui 8 dari 10 peternak sapi mengatakan kurang paham tentang bagaimana pencegahan penyakit antraks, peternak juga mengatakan memberikan vaksin pada ternaknya hanya jika ada vaksin dari dinas peternakan saja, karena menurut warga vaksin kurang penting bagi ternaknya, dan warga lebih memilih membeli pakan dari pada buat vaksin sapi. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui apakah ada hubungan antara pengetahuan dan sikap dengan upaya pencegahan penyakit antraks pada peternak sapi di Desa Sempu, Kecamatan Andong, Kabupaten Boyolali. Penelitian ini adalah kuantitatif non eksperimental dengan rancangan correlation study. Populasi penelitian adalah semua peternak yang kontak langsung dengan ternak sapi yang tinggal di Desa Sempu, Kecamatan Andong, Kabupaten Boyolali yang berjumlah 750 peternak dan sampel penelitian sebanyak 88 dengan teknik sampling simple random sampling. Pengumpulan data penelitian menggunakan kuesioner, sedangkan teknik analisis data menggunakan uji Chi Square. Hasil penelitian menunjukkan: (1) pengetahuan peternak tentang penyakit antraks di Desa Sempu Kecamatan Andong Kabupaten Boyolali sebagian besar adalah baik (42%), (2) sikap pencegahan penyakit antraks di Desa Sempu Kecamatan Andong Kabupaten Boyolali sebagian besar baik (48%), (3) perilaku pencegahan penyakit antraks di Desa Sempu Kecamatan Andong Kabupaten Boyolali sebagian besar cukup (39%), (4) ada hubungan antara pengetahuan tentang penyakit antrak dengan perilaku pencegahan penyakit antraks di Desa Sempu Kecamatan Andong Kabupaten Boyolali, dan (5) ada hubungan antara sikap pencegahan penyakit antraks dengan perilaku pencegahan penyakit antraks di Desa Sempu Kecamatan Andong Kabupaten Boyolali.

(4)

THE RELATION BETWEEN SCIANCE AND ATTITUDE WITH ANTHRAX DISEASE AND PREVENTION EFFORT AT OXEN BREEDER AT SEMPU

VILLAGE-ANDONG-BOYOLALI

Anis Rahmawati*

H. Abi Muhlisin, SKM. M. Kep ** Vinami Yulian S.Kep., Ns.***

ABSTRACT

An anthrax is one of eldest disease recognized. This disease have ever be an epidemic for instance in 1600 as an epidemic in Europe and known as black bane disease. And then in 1979 epidemic at Zimbagwe and include more than less 6000 sufferes. In the same year, accured an accident of instalation military in Rusia. Which caused deaths of 66 people, caused by anthrax pulmonal. This condition also accured in districk of Andong, Boyolali at 2011. The result of research from 10 breeders in Sempu village, that they don’t understand hao to prevent the anthrax disease. The breeder also said that ,“Giving a vaccine to their cattles, whether there is a vaccine from the goverment”. And the people like to get feed than vaccine. The aims of this research: is there any relation beetwen science ang attitude with te effort of prevention for anthrax disease on the breeder of oxen in Sempu village-Andong-Boyolali. This research is non esperimental with planning correlation of study. The population of research are the breeders who direct contacting with their cattles, who live at Sempu village. In region of Boyolali their are 750 breeders and sample of research, there are 88 with purposinal random sampling tehnique. The data collecting using questionare, while data analitical tehnique applies test Chi Square. The result of research show: 1) knowledge of breeder anthrax disease in sempu village-Andong-Boyolali was good (42%), 2) The attitude an prevention of anthrax disease in sempu village-Andong-Boyolali was good (48%), 3) The effort of prevention of anthrax disease in Sempu village-Andong-Boyolali was enaugh (39%), 4) There is a rellation between a science and anthrax disease, with an effort of prevention at Sempu village-Andong-Boyolali, 5) There is a rellation between prevention and attitude for anthrax disease Sempu village-Andong-Boyolali.

Keyword: knowledge, attitude, behaviuor, disease prevention of anthrax.

(5)

PENDAHULUAN

Antraks merupakan salah satu penyakit tertua yang dikenal. Penyakit ini pernah menjadi epidemi: misalnya pada tahun 1600an sebagai epidemi di Eropa dan dikenal sebagai black bane disease. Kemudian pada tahun 1979, epidemi di Zimbabwe melibatkan tidak kurang dari 6000 penderita. Pada tahun itu pula terjadi kecelakaan instalasi militer di Rusia yang menyebabkan 66 kematian manusia akibat antraks pulmonal (Sjahrurachman, 2007).

Penyakit zoonosis ini, hampir semua negara Afrika dan Asia, beberapa negara di Eropa (Inggris, Jerman dan Italia), beberapa negara bagian Amerika Serikat (South Dakota, Nebraska, Louisiana, Arkansas, Texas, Misissipi dan California) dan beberapa daerah di Australia (Victoria dan New South Wales) (Adji dan Natalia, 2006).

Departemen Kesehatan Republik Indonesia (2007) menyebutkan selama periode tahun 2002 hingga tahun 2007 kasus penyakit antraks pada manusia di Indonesia mencapai 348 orang dengan kematian mencapai 25 orang, kasus tersebut terjadi di 5 provinsi yang termasuk sebagai daerah endemis antraks di Indonesia yaitu Jawa Barat, Jawa Tengah Nusa Tenggara Timur, Nusa Tenggara Barat dan Sulawesi Selatan. Kabupaten Bogor merupakan salah satu wilayah di Indonesia yang setelah tahun 2000 selalu terjadi kasus antraks pada manusia. Dinas Kesehatan Kabupaten Bogor (2007) melaporkan selama periode tahun 2001 hingga tahun 2007 di Kabupaten Bogor pada manusia telah terjadi 97 kasus penyakit antraks dengan kematian mencapai 8 orang (Basri dan Kiptiyah, 2010).

Kepala Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Provinsi Jawa Tengah Whitono menjelaskan, kasus antraks di provinsi ini dilaporkan ada sejak 1990-1993 di Kabupaten Semarang, Boyolali, Klaten, Kota Surakarta, dan Salatiga. Kejadian antraks di peternakan sapi perah di Boyolali (1990) menunjukkan gejala penyakit yang tidak khas, baik di hewan maupun di manusia, sehingga didiagnosa sebagai penyakit lain. Tahun lalu terjadi di Sragen dan Karanganyar, Ini menunjukkan bahwa daerah endemis antraks di Indonesia masih tetap ada dan akan tetap merupakan ancaman bagi kesehatan ternak dan manusia.

Menurut Dinas Peternakan Kabupaten Boyolali pada bulan maret 2011 Boyolali ditetapkan sebagai kejadian luar biasa. Dinas Peternakan Kabupaten Boyolali memastikan satu dari tujuh sampel tanah yang diteliti di laboratorium positif mengandung bakteri antraks. Sampel yang positif diambil dari Dukuh Tangkisan, Desa Karangmojo, Kecamatan Klego dan Dukuh Karangrejo dan Ngembat, Desa Sempu, Kecamatan Andong Kabupaten Boyolali. Dinas Peternakan lebih mengintensifkan pemantauan ke lapangan. Tujuannya, agar antraks pada ternak sapi tidak menyebar.

(6)

suspect antraks pada manusia tersebut, setelah didiagnosa lebih lanjut antraks telah menjangkiti 9 warga Dusun Tangkisan, Karangmojo, yang didiagnosis menderita antraks kulit.

Menurut kepala Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Boyolali Dwi Priyatomoko, dari 600 sapi di kecamatan Klego, 364 ekor di antaranya milik warga Tangkisan yang dilakukan vaksinasi. Selain Klego, vaksinasi serupa juga akan dilakukan di lima kecamatan lain, yakni Andong, Karanggede, Nogosari, Simo, dan Kemusu. Dinas peternakan menyiapkan 9 ribu dosis vaksin.

Setelah dilakukan vaksinasi di beberapa kecamatan, Dinas Peternakan Kabupaten Boyolali menyampaikan masih didapatkan sapi yang terkena antraks pada bulan Maret 2011 di Dukuh Karangrejo dan Dukuh Ngembat, Desa Sempu, Kecamatan Andong, dengan gejala sapi ambruk, kejang-kejang kemudian mati. Dari sampel yang diambil swab telinga dan potongan telinga didapatkan positif antraks.

Hasil studi pendahuluan jumlah peternak yang ada di daerah sempu kecamatan Andong Kabupaten Boyolali sebanyak 247 peternak dan dari survei yang di lakukan 8 dari 10 peternak sapi di desa Sempu, Kecamatan Andong Kabupaten Boyolali mengatakan kurang paham tentang bagaimana pencegahan penyakit antraks, peternak juga mengatakan memberikan vaksin pada ternaknya hanya jika ada vaksin dari dinas peternakan saja, karena menurut warga vaksin kurang penting bagi ternaknya, dan warga lebih memilih membeli pakan dari pada buat vaksin sapi.

Melihat data diatas maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian yang bertujuan untuk mengetahui tentang hubungan antara pengetahuan dan sikap dengan upaya pencegahan penyakit antraks pada peternak sapi.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah ada hubungan antara pengetahuan dan sikap dengan upaya pencegahan penyakit antraks pada peternak sapi di Desa Sempu, Kecamatan merupakan penyakit sapi paling terkenal yang disebabkan oleh bakteri B. Anthracis (Muktiani, 2011). Antrak juga dikenal dengan beberapa istilah, yaitu radang kura, radang limpa (Rianto, 2011).

(7)

Penyakit pada binatang vetebra yang dapat menular pada manusia adalah penyakit zoonosis. Penyakit ini dapat menular secara kontak langsung, inhalasi, penetrasi pada kulit dan infeksi pada placenta (Notoatmojo, 2003). Kejadian antraks seringkali dipengaruhi musim,iklim, suhu dan curah hujan yang tinggi. Kasus antraks seringkali muncul pada awal musim hujan di mana rumput sedang tumbuh, hal ini yang menyebabkan terjadinya kontak dengan spora yang ada di tanah. Spora akan terbentuk jika terekspos oksigen (02 ), spora ini relatif tahan terhadap panas, dingin, pH (Natalia and Adji, 2007).

Cara penularan antraks berawal dari masuknya endospora ke dalam tubuh. Endospora dapat masuk ke dalam tubuh melalui abrasi kulit, tertelan atau terhisap udara pernafasan. Pada antraks kulit dan intestinal, spora dalam jumlah kecil berubah menjadi bentuk vegetatif dalam jaringan subkutan dan mukosa usus. Bentuk vegetatif selanjutnya membelah, mengeluarkan toksin yang menyebabkan terjadinya edema dan nekrosis setempat. Kuman selanjutnya menyebar secara hematogen limfogen dan menyebabkan septikemi dan toksemi. Dalam sejumlah kecil kasus penyebaran mencapai selaput otak dan menyebabkan meningitis. Dalam kasus antraks pulmonal, limfadinitis hemohargik peribronkial menyebabkan terhalangnya aliran limfe pulmonal dengan akibat edema paru. Kematian antraks biasanya terjadi akibat septikemi, toksemi dan komplikasi paru. Kematian umunya terjadi dalam kurun waktu satu sampai sepuluh hari pasca paparan (Sjahrurahchman, 2007).

Menurut DEPKES, (2009) penularan antraks bisa terjadi pada

manusia maupun binatang, diantaranya sebagai berikut:

a. Penularan pada manusia

Menurut Natalia and Adji (2007), antraks pada manusia dibedakan menjadi tipe kulit, tipe pencernaan, tipe pulmonal, dan tipe meningitis.

b. Penularan pada hewan

Hewan tertular antraks melalui pakan (rumput) atau minum yang terkontaminasi spora.

Untuk pencegahan dan penanggulangan ini dapat dilakukan dengan 3 pendekatan yaitu: eliminasi resevoir, memutus rantai penularan, dan melindungi orang-orang yang rentan terhadap penyakit antraks (Notoatmojo, 2003). Antraks pada manusia umumnya tidak terlalu mudah menular, karena itu pengamanan yang dilakukan tidak perlu berlebih. Pengambil bahan dianjurkan memakai sarung tangan, apron dan sepatu yang dapa diotoklaf. Topi dan masker biasanya dipakai saat mengambil bahan di lingkungan yang berdebu yang diduga mengandung banyak spora antraks. Bahan sekali pakai dianjurkan diotoklaf, bahan yang tidak dapat di otoklaf, direndam dalam 10-30% formalin atau

4-12% formaldehid

(Sjahrurahchman, 2007).

(8)

berasal dari spora yang telah dilemahkan dan vaksin ini diberikan pada manusia maupun hewan.

Pengetahuan

Pengetahuan adalah hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indera manusia, yakni indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba (Notoatmojo, 2003).

Menurut Mubarak (2009), faktor yang mempengaruhi pengetahuan yaitu:

1) Pendidikan, 2) Pekerjaan 3) Usia, 4) Minat, 5) Pengalaman 6) Informasi,

Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subjek penelitian atau responden (Notoatmojo, 2003).

Sikap

Sikap adalah respons tertutup seseorang terhadap stimulus atau objek tertentu, yang sudah melibatkan faktor pendapat dan emosi yang bersangkutan (senang-tidak senang, setuju-(senang-tidak setuju, baik-tidak baik, dan sebagainya). Sedangkan menurut Newcomb, salah seorang ahli psikologi sosial, menyatakan bahwa sikap itu merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak (Notoatmodjo, 2010).

Faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan sikap seseorang menurut Azwar (2005)

dalam wawan dan dewi (2010), antara lain:

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi pembentukan sikap manusia, yaitu: pengalaman pribadi, pengaruh orang lain yang dianggap penting, pengaruh kebudayaan, media massa, lembaga pendidikan dan lembaga agama, dan pengaruh faktor emosional.

Perilaku

Perilaku kesehatan adalah suatu respon seseorang terhadap stimulus yang berkaitan dengan sakit dan penyakit (wawan dan dewi, 2011).

Penelitiann Roger (1974) Cit Notoatmojo (2003), mengungkapkan bahwa sebelum orang mengadopsi perilaku baru di dalam diri orang tersebut terjadi proses :

a. Awareness (kesadaran), dimana orang tersebut menyadari dalam arti mengetahui terlebih dahulu tentang kejadian penyakit antraks pada sapi.

b. Interest (merasa tertarik) terhadap pencegahan antraks pada sapi. Di sini sikap subyek mulai timbul.

c. Evalution (menimbang-nimbang) terhadap baik dan tidaknya pencegahan penyakit antraks tersebut bagi peternak. Hal ini berarti sikap responden sudah lebih baik lagi.

d. Trial (mencoba), dimana peternak mulai mencoba melakukan sesuatu sesuai

dengan apa yang

dikehendakinya.

e. Adoption, dimana peternak telah berlaku sesuatu sesuai dengan pengetahuan, kesadaran, dan sikapnya terhadap stimulus.

(9)

seseorang dari dua faktor utama, yaitu:

a. Faktor eksternal

Faktor eksternal atau stimulus adalah faktor lingkungan, baik lingkungan fisik maupun nonfisik dalam bentuk social, ekonomi, dan sebagainya. 1) Sosial

2) Ekonomi

b. Faktor internal

1) Perhatian 2) Pengamatan 3) Persepsi 4) Motivasi 5) Fantasi

Perilaku pencegahan adalah mengambil tindakan terlebih dahulu sebelum kejadian. Dalam mengambil langkah-langkah untuk pencegahan, haruslah didasarkan pada data atau keterangan yang bersumber dari hasil analisis epidemoligi atau hasil pengamatan.

Menurut Muktiani (2011) usaha pencegahan yang dapat dilakukan untuk menjaga kesehatan sapi adalah sebagai berikut:

1. Pemanfaatan kandang karantina digunakan untuk memisahkan sapi yang menderita penyakit antraks agar tidak menular ke sapi lain.

2. Menjaga kebersihan sapi dan kandangnya dilakukan setiap hari untuk mencegah perkembangan bakteri dan virus.

3. Vaksinasi dilakukan setiap 6 bulan sekali untuk mencegah terjangkitnya penyakit antraks. 4. Sapi mati karena terkena

serangan penyakit antraks segera lakukan pembakaran atau penguburan dengan minimal kedalaman 2 meter.

5. Saat kontak dengan ternak yang terkena penyakit antraks dianjurkan memakai sarung tangan, dan sepatu yang dapat

diotoklaf. (Sjahrurahchman, 2007).

Kerangka Konseps

V. Bebas V. Terikat

Gambar 1 Kerangka Konsep

Hipotesis

Ha : Ada hubungan antara pengetahuan dengan pencegahan penyakit antraks pada peternak sapi di Desa Sempu, Kecamatan Andong, Kabupaten Boyolali.

Ada hubungan antara sikap dengan pencegahan penyakit antraks pada peternak sapi di Desa Sempu, Kecamatan Andong, Kabupaten Boyolali. Ho : Tidak ada hubungan antara

pengetahuan dengan pencegahan penyakit antraks pada peternak sapi di Desa Sempu, Kecamatan Andong, Kabupaten Boyolali.

Tidak ada hubungan antara sikap dengan pencegahan penyakit antraks pada peternak sapi di Desa Sempu, Kecamatan Andong, Kabupaten Boyolali

METODELOGI PENELITIAN

Rancangan Penelitian

1. Sosial 5. Pengamatan

2. Persepsi 6. Motivasi 3. Ekonomi 7. Fantasi 4. Perhatian

Perilaku pencegahan penyakit antraks Sikap tentang

pencegahan penyakit antraks

Pengetahuan tentang penyakit

(10)

Jenis penelitian ini adalah penelitian kuantitatif non eksperimental dengan rancangan correlation study, dimana penelitian ini dilakukan untuk mengetahui hubungan antara variabel satu dengan yang lainnya.

Populasi dan Sampel

Populasi dalam penelitian ini adalah semua peternak yang kontak langsung dengan ternak sapi yang tinggal di Desa Sempu, Kecamatan Andong, Kabupaten Boyolali yang berjumlah 750 peternak. Sampel penelitian sebanyak 88 peternak dengan teknik proporsional random sampling.

Instrumen Penelitian

Penelitian ini menggunakan alat ukur berupa kuesioner tentang pengetahuan dan sikap serta check list perilaku pencegahan.

Analisis Data

Pengujian hipotesis dilakukan dengan teknik Chi Square yang digunakan untuk mencari hubungan dua variabel. Untuk menguji hipotesis dilakukan dengan menetapkan taraf signifikansi yang akan digunakan (p=0,05), dimana apabila p<0,05 maka Ho ditolak. Sebaliknya bila p>0,05 maka Ho diterima.

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Analisis Univariat

Deskripsi Pengetahuan tentang Penyakit Antraks

Tabel 1. Distribusi Pengetahuan tentang Penyakit Antraks No Pengetahuan Jumlah %

1.

Kurang

21

24

2.

Cukup

30

34

3.

Baik

37

42

Jumlah

88

100

Distribusi frekuensi responden berdasarkan penge tahuan tentang penyakit antraks nampak bahwa distribusi tertinggi adalah pengetahuan baik yaitu sebanyak 37 responden (42%) dan distribusi terendah adalah kurang masing-masing sebanyak 21 responden (24%).

Deskripsi Sikap Pencegahan Penyakit Antraks

Tabel 2. Distribusi Sikap

No Sikap Jumlah % 1. Kurang 20 22

2. Cukup 26 30

3. Baik 42 48

Jumlah 88 100

Distribusi frekuensi responden berdasarkan sikap pencegahan penyakit antraks menunjukkan distribusi tertinggi adalah sikap pencegahan penyakit antraks kategori baik yaitu sebanyak 42 responden (48%), dan distribusi terendah adalah sikap kategori kurang sebanyak 20 responden (22%).

Deskripsi Perilaku Pencegahan Penyakit Antraks

Tabel 3. Distribusi Perilaku No Perilaku Jumlah %

1. Kurang 22 25

2. Cukup 34 39

3. Baik 32 36

Jumlah 88 100

(11)

penyakit antraks kategori cukup yaitu sebanyak 34 responden (39%), dan distribusi terendah adalah perilaku kategori kurang sebanyak 22 responden (25%).

Analisis Bivariat

Hubungan Pengetahuan tentang Penyakit Antraks dengan Perilaku Pencegahan Penyakit Antraks

Tabel. 4. Distribusi Pengetahuan tentang Penyakit Antraks Dengan Perilaku

penyakit antraks Total Kurang Cukup Baik distribusi perilaku pencegahan penyakit antraks ditinjau dari pengetahuan tentang penyakit antraks terlihat adanya kecenderungan bahwa responden dengan pengetahuan tentang penyakit antraks baik memiliki perilaku pencegahan penyakit antraks lebih baik daripada responden yang memiliki pengetahuan cukup atau kurang.

Hasil pengujian Chi-Square hubungan pengetahuan tentang penyakit antraks dengan perilaku pencegahan penyakit antraks diperoleh nilai 2obs sebesar 18,735 dengan p-value = 0,001. Karena nilai p-value lebih kecil dari 0,05 atau 0,001 < 0,05, maka disimpulkan H0 ditolak, sehingga disimpulkan terhadap hubungan antara pengetahuan tentang penyakit antraks dengan perilaku

pencegahan penyakit antraks di Desa Sempu Kecamatan Andong Kabupaten Boyolali

.

Hubungan

Sikap

Pencegahan

Penyakit Antraks dengan Perilaku

Pencegahan Penyakit Antraks

Tabel. 5 Distribusi Sikap Pencegahan Penyakit Antraks dengan Perilaku Pencegahan Penyakit Antraks

Sikap

Perilaku pencegahan

penyakit antraks Total Kurang Cukup Baik distribusi perilaku pencegahan penyakit antraks ditinjau dari sikap pencegahan penyakit antraks terlihat adanya kecenderungan bahwa responden dengan sikap pencegahan baik memiliki perilaku pencegahan penyakit antraks lebih baik dibandingkan responden dengan sikap cukup dan kurang

Hasil pengujian Chi-Square hubungan sikap pencegahan penyakit antraks dengan perilaku pencegahan penyakit antraks dimana diperoleh nilai 2obs sebesar 40,082 dengan p-value = 0,000. Karena nilai p-value lebih kecil dari 0,05 atau 0,000 < 0,05, maka disimpulkan H0 ditolak, sehingga ada hubungan antara sikap pencegahan penyakit antraks dengan perilaku pencegahan penyakit antraks di Desa Sempu Kecamatan Andong Kabupaten Boyolali.

Pembahasan

Karakteristik Responden

(12)

menunjukkan sebagian besar responden merupakan peternak dengan umur produktif yaitu antara 37 – 48 tahun sebanyak 35 responden (40%). Distribusi responden tersebut menunjukkan bahwa responden merupakan kelompok orang yang memiliki usia dewasa, dimana mereka telah memiliki kemampuan rasional yang baik dalam memahami informasi tentang penyakit antraks. Pekerjaan sebagai peternak merupakan perkerjaan utama pada masyarakat di desa Sempu Kecamatan Andong Kabupaten Boyolali. Rata-rata masyarakat, khususnya yang telah berkeluarga cenderung memilih pekerjaan sebagai peternak, sementara bagi remaja didesa tersebut kebanyakan terlebih dahulu merantau ke kota Jakarta. Kondisi ini menyebabkan sebagian besar peternak merupakan laki-laki yang telah berkeluarga dengan usia antara 35 – 45 tahun.

Distribusi responden menurut jenis kelamin menunjukkan sebagian besar adalah laki-laki sebanyak 61 responden (69%). Distribusi responden yang berjenis kelamin laki-laki disebabkan faktor pekerjaan sebagai peternak. Budaya di wilayah Jawa menempatkan laki-laki sebagai pihak yang melakukan kegiatan rumah tangga dengan tingkat beban kerja yang berat. Kegiatan peternakan berhubungan dengan usaha-usaha memberikan makanan kepada hewan ternak, membersihkan kandang, dan sebagainya yang merupakan jenis pekerjaan yang relatif berat.

Tingkat pendidikan responden sebagian besar adalah SD sebanyak 56 responden (64%). Desa Sempu Kecamatan Andong Kabupaten Boyolali merupakan suatu wilayah yang relatif jauh dari perkotaan dan fasilitas pendidikan

yang rendah. Didukung oleh tingkat ekonomi masyarakat yang rendah, menyebabkan motivasi masyarakat untuk menyekolahkan anaknya relatif rendah. Kondisi ini menyebabkan rata-rata masyarakat di desa Sempu Kecamatan Andong Kabupaten Boyolali memiliki tingkat pendidikan yang rendah.

Tingkat pendidikan responden berhubungan dengan kemampuan responden dalam memahami informasi tentang penyakit antraks. Semakin baik tingkat pendidikan seseorang, maka kemampuannya untuk memahami suatu informasi menjadi lebih baik, sehingga tingkat pengetahuannya semakin baik.

Analisis Univariat

Pengetahuan tentang penyakit antraks

(13)

yang mengungkapkan bahwa salah satu faktor yang mempengaruhi tingkat pengetahuan seseorang adalah tingkat pendidikan, informasi, pengalaman dan sosial ekonomi.

Pengetahuan tentang penyakit antraks meliputi pemahaman responden tentang definisi penyakit antraks, penyebabkan, dan cara pencegahaannya. Pengetahuan responden tentang penyakit antraks diperoleh dari informasi yang berasal dari penyuluhan, media masa, dan lingkungan.

Sikap pencegahan penyakit antraks

Distribusi sikap pencegahan penyakit antraks responden menunjukkan memiliki sikap yang baik (47%). Sikap responden tentang pencegahan penyakit antraks merupakan kesiapan atau kesediaan responden untuk melakukan upaya-upaya pencegahan penyakit antraks.

Sikap responden terhadap penyakit antraks adalah baik. Kondisi ini disebabkan beberapa faktor, antara lain pengalaman. Kejadian antraks di wilayah Kabupaten Boyolali beberapa bulan yang lalu memotivasi masyarakat peternak untuk lebih berhati-hati terhadap penyakit antraks. Ketakutan masyarakat akan terjangkitnya penyakit antraks menyebabkan masyarakat cenderung memiliki sikap yang baik terhadap pencegahan penyakit antraks. Disamping itu masyarakat juga memperoleh penyuluhan dari mahasiswa kedokteran UGM tentang penyakit antraks jadi masyarakat desa Sempu kecamatan Andong Kabupaten Boyolali paham tentang upaya apa saja yang harus dilakukan untuk pencegahan penyakit antraks.

Namun demikian, terdapat pula beberapa responden yang memiliki sikap kurang baik. Pada umumnya masyarakat mengetahui tentang penyakit antraks, namun kadangkala mereka kurang mensikapi upaya-upaya untuk mencegah penularan penyakit antraks. Kondisi ini disebabkan masyarakat memiliki anggapan bahwa pencegahan penularan penyakit merupakan tugas pemerintah, khususnya petugas kesehatan dengan alasan mereka tidak memiliki cukup pengetahuan dan ketrampilan untuk melakukan pencegahan penyakit antrak. Kondisi ini menyebabkan responden enggan untuk melakukan tindakan-tindakan kesehatan berkaitan dengan upaya pencegahan penularan penyakit antraks.

Perilaku pencegahan penyakit antraks

(14)

(1974) cit Notoatmodjo (2003) yang mengemukakan bahwa faktor yang mempengaruhi perilaku kesehatan adalah faktor internal dan faktor eksternal.

Analisis Bivariat

Hubungan Antara Pengetahuan tentang penyakit antraks Dengan Perilaku Pencegahan Penyakit Antraks

Hasil pengujian hubungan pengetahuan peternak dengan perilaku pencegahan penyakit antraks menggunakan uji Chi Square diperoleh nilai 2 sebesar 18,735 dengan nilai probabilitas ( p-value) sebesar 0,000. Hasil uji Chi Square tersebut menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan pengetahuan tentang penyakit antraks dengan perilaku pencegahan penyakit antraks di Desa Sempu Kecamatan Andong Kabupaten Boyolali, dimana semakin baik pengetahuan tentang penyakit antraks, maka perilaku responden dalam pencegahan penyakit antraks semakin baik.

Pengetahuan tentang penyakit antraks yang dimiliki peternak menopang pemahaman perternak tentang cara pencegahan penyakit antraks. Semakin baik pengetahuan peternak tentang penyakit antraks maka perilaku pencegahan penyakit antraks akan semakin baik. Hal tersebut sebagaimana dikemukakan oleh Notoatmodjo (2003) yang menyatakan bahwa pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang atau over behavior. Lebih lanjut dijelaskan bahwa perilaku yang didasari pengetahuan akan lebih langgeng dari pada perilaku yang tanpa didasari dengan

pengetahuan. Pengetahuan diyakini kebenarannya yang kemudian terbentuk perilaku baru yang dirasakan sebagai miliknya.

Penelitian mengenai pengetahuan dan sikap terhadap suatu penyakit dilakukan oleh Emma Suzana Sihaloho (2009) meneliti tentang Tingkat Pengetahuan, Sikap dan Perilaku Pekerja Rumah Potong Unggas dalam Pencegahan Penularan Penyakit Flu Burung di Kecamatan Gerbah dan Kecamatan Prambanan, Sleman, Yogyakarta dengan hasil bahwa ada hubungan antara tingkat pengetahuan dengan perilaku pencegahan penularan penyakit flu burung dan terdapat hubungan antara sikap dan perilaku pekerja rumah potong unggas dalam pencegahan penularan penyakit flu burung di Kecamatan Gerbah dan Kecamatan Prambanan, Sleman, Yogyakarta.

Hubungan Antara Sikap pencegahan penyakit antraks Dengan Perilaku pencegahan penyakit antraks

Hasil pengujian Chi-Square hubungan sikap pencegahan penyakit antraks dengan perilaku pencegahan penyakit antraks dimana diperoleh nilai 2obs sebesar 40,082 dengan p-value = 0,000. Karena nilai p-value lebih kecil dari 0,05 atau 0,000 < 0,05, maka disimpulkan H0 ditolak, sehingga ada hubungan antara sikap pencegahan penyakit antraks dengan perilaku pencegahan penyakit antraks di Desa Sempu Kecamatan Andong Kabupaten Boyolali, dimana semakin baik sikap responden tentang penyakit antraks, maka perilaku responden dalam pencegahan penyakit antraks semakin baik.

(15)

dipengaruhi oleh berbagai macam faktor baik dari dalam maupun dari luar peternak, salah satu faktor tersebut adalah persepsi atau sikap peternak. Sikap peternak terhadap penyakit antrak diperoleh setelah peternak melakukan pengamatan terhadap ternak yang terkena antraks atau paham tentang penyakit antraks maka akan terjadi gambaran yang tinggal dalam ingatan peternak tentang apa yang mereka amati. Berdasarkan pemahaman tersebut maka peternak akan mengambil suatu sikap untuk berupaya melakukan upaya pencegahan penyakit antraks atau tidak.

Peternak yang memilih bersikap untuk melakukan pencegahan penyakit antraks, maka peternak akan berupaya mewujudkan pengetahuan dan pemahamannya tentang pencegahan penyakit antraks dalam suatu perilaku yang nyata berupa tindakan-tindakan pencegahan penyakit antraks, seperti yang dikemukakan oleh Muktiani (2011) usaha yang harus dilakukan untuk pencegahan penyakit antraks adalah berusaha membersihkan kadang, memberikan vaksin, mengubur hewan ternak yang mati karena antraks dan lain sebagainya.

Secara umum dalam penelitian menunjukkan perilaku penceghaan penyakit antraks responden sebagian besar adalah baik dan cukup, namun masih terdapat 22 responden (25%) memiliki perilaku yang buruk. Faktor yang menyebabkan perilaku kurang tersebut disebabkan oleh tingkat kemampuan ekonomi beberapa peternak yang masih rendah. Peternak sebenarnya mengetahui bahwa untuk mencegah penularan penyakit antraks, maka hewan ternak harus diberikan vaksin secara

teratur. Namun peternak enggan untuk memberikan vaksin pada ternaknya. Kondisi ini disebabkan masyarakat menganggap untuk pemberian vaksin secara teratur biaya yang harus dikeluarkan sangat mahal karena harus mengundang matri hewan sendiri, dan mereka memilih menggunakan uang tersebut untuk membeli pakan untuk ternak. Seperti yang dikemukakan oleh Muktiani (2011) sapi yang belum terserang penyakit antraks bisa dilakukan pencegahan yaitu melakukan vaksinasi secara teratur. Ternak yang divaksinasi dengan vaksin spora dengan dosis 100 cc. Vaksiniasi ini dilakukan 6 bulan sekali atau menggunakan serum antiantraks dengan dosis 50-100 cc per ekor

Hasil penelitian ini ternyata mendukung hasil penelitian terdahulu. Rahmat Setya Adji dan Lily Natalia (2006) meneliti tentang Pengendalian Penyakit antraks : Diagnosis, Vaksinasi dan Investigasi

bahwasannya Program

pengendalian antraks pada hewan dan manusia dapat dikendalikan dengan penggunaan vaksin cukup efektif untuk pencegahan penyakit antraks.

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan

1. Pengetahuan peternak tentang penyakit antraks di Desa Sempu Kecamatan Andong Kabupaten Boyolali sebagian besar adalah baik

2. Sikap pencegahan penyakit antraks di Desa Sempu Kecamatan Andong Kabupaten Boyolali sebagian besar baik. 3. Perilaku pencegahan penyakit

(16)

Kecamatan Andong Kabupaten Boyolali sebagian besar cukup 4. Ada hubungan antara

pengetahuan tentang penyakit antrak dengan perilaku pencegahan penyakit antraks di Desa Sempu Kecamatan Andong Kabupaten Boyolali. 5. Ada hubungan antara sikap

pencegahan penyakit antraks dengan perilaku pencegahan penyakit antraks di Desa Sempu Kecamatan Andong Kabupaten Boyolali.

Saran

1. Bagi Peternak

Penelitian ini menunjukkan bahwa pengetahuan tentang penyakit antraks dan sikap pencegahan penyakit antraks berhubungan dengan perilaku pencegahan penyakit antraks peternak. Kondisi ini hendaknya menjadi pengetahuan bagi peternak untuk senantiasa mencari informasi tentang penyakit antraks sehingga pengetahuan peternak semakin meningkat. Peternak hendaknya senantiasa menjaga sikap pencegahan penyakit antraksnya dengan aktif melakukan kegiatan-kegiatan pencegahan, seperti memelihara kebersihan kandang, memperhatikan kebersihan hewan ternak, dan memberikan vaksin.

2. Bagi dinas peternakan

Dinas peternakan hendaknya senantiasa melakukan upaya-upaya peningkatan pengetahuan peternak tentang penyakit antraks, petugas kesehatan juga hendaknya senantiasa memotivasi peternak untuk bersikap positif terhadap upaya pencegahan penyakit antraks. Upaya-upaya tersebut antara

lain dengan memberikan penyuluhan-penyuluhan kepada peternak serta mempersiapkan sarana dan prasarana yang memadai dalam melakukan pencegahan penyakit antraks. 3. Bagi perawat

Hasil penelitian ini bisa menjadi tambahan pengetahuan perawat khususnya dalam hal pencegahan epidemi penyakit. 4. Bagi penelitian selanjutnya

Melakukan penelitian lebih lanjut dengan variabel-variabel yang berbeda yang belum pernah dilakukan dalam penelitian ini, sehingga diketahui faktor apakah yang paling dominan mempengaruhi perilaku pencegahan penyakit antraks.

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, S. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta. Azwar, S. 2005. Sikap Manusia,

Teori dan Pengukurannya, Yogya: Pustaka Pelajar Yogya Offset.

Basri, C & Kiptiyah, N.M. 2010. Memegang Hewan Rentan dan Menangani Produknya Berisiko Besar Tertular Antraks Kulit di Daerah Endemis. Jurnal Veteriner. Vol. 11 No. 4 : 226-231 Darmono S, Bambang. 2011.

Sukses Beternak Sapi Limousin, Yogyakarta:

Smart Pustaka.

Perpustakaan Nasional.

Depkes. 2009. “Antraks Pada

Manusia”. Jakarta:

(17)

Muktiani. 2011. Sukses Penggemukan Sapi Potong. Yogyakarta: Pustaka Baru Press.

Notoatmodjo, S. 2003. Prinsip- Prisip Dasar dan Ilmu Kesehatan Masyarakat. Jakarta: Rineka Cipta.

.2005.Promosi Kesehatan, Teori dan Aplikasinya. Jakarta: Rineka Cipta.

. .2010. Ilmu Perilaku Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.

Nursalam. 2003. Konsep Dan Penerapan

Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika

.2008. Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika

Setya Adji, R dan Natalia, Lily. 2006.

“Pengendalian penyakit

antraks : diagnosis, vaksinasi dan investigasi. Jurnal Wartazoa. Vol.16 No. 4

Rianto, Edy. 2010. Panduan Lengkap Sapi Potong Cetakan Ketiga. Jakarta: Penebar swadaya

Sihaloho, Emma Suzana. 2009. Tingkat Pengetahuan, Sikap, Dan Perilaku Pekerja Rumah Potong Unggas Dalam Pencegahan Penularan Penyakit Flu Burung Di Kecamatan Gerbah Dan Kecamatan Prambanan , Sleman, Yogyakarta. Skripsi. Fakultas Kedokteran UGM.

Sjahrurahchman, Agus. 2007.

Antraks dalam Cermin Dunia Kedokteran”. Jakarta: Universitas Indonesia. Sugiyono. 2009. Statistika Untuk

Penelitian. Bandung: Alfabeta.

*Anis Rahmawati: Mahasiswa S1 Keperawatan FIK UMS. Jln A Yani Tromol Post 1 Kartasura

** H. Abi Muhlisin, SKM. M. Kep: Dosen Keperawatan FIK UMS. Jln A Yani Tromol Post 1 Kartasura.

Gambar

Gambar 1 Kerangka Konsep
Tabel 3.  Distribusi Perilaku
Tabel. 5 Distribusi Sikap

Referensi

Dokumen terkait

Oleh karena itu, penelitian ini memadukan kombinasi diet dan latihan fisik yaitu intervensi konsumsi air putih, HIIT ( High Intensity Interval Training ) dan

Menurut Setiadi (2010:20), tes merupakan “ alat ukur yang biasa digunakan untuk mengukur hasil belajar setelah satu program tertentu ”. Tes yang digunakan dalam penelitian

Apabila produk yang dihasilkan oleh enzim berlebih, maka inhibitor tersebut akan berikatan dengan sisi alosterik enzim, sehingga sisi aktif berubah, substrat tidak dapat

[r]

Sementara itu, bagi masyarakat asli SAD Bathin Sembilan, meskipun mendapatkan pengakuan secara sosial sebagai pihak yang sah atas penguasaan sumberdaya hutan di

In this research, the writer limits the study in teaching reading techniques used by the teacher at the 11 th grade students in boarding school of Ta’mirul

Aplikasi kuis digital dengan model sistem pengujian yang baik, karakteristik yang baik, kelayakan dengan hasil layak dan performa yang baik, dapat menjadi salah satu

Silase daun singkong dengan atau tanpa aditif gliserol dan ekstrak tanin chesnut setelah masa simpan 4 minggu menunjukkan kualitas baik atau well- preserved