KOMODIFIKASI KARYA SENI GRAFIS
SRI MARYANTO, BAYU WIDODO DAN MUHAMAD YUSUF DI YOGYAKARTA
TESIS
Disusun untuk memenuhi sebagian persyaratan mencapai derajat Magister Program Studi Seni Rupa
Minat Utama Seni Murni
Oleh
Emmanuel Putro Prakoso S011302004
PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA 2015
i
KOMODIFIKASI KARYA SENI GRAFIS
SRI MARYANTO, BAYU WIDODO DAN MUHAMAD YUSUF DI YOGYAKARTA
TESIS
Disusun untuk memenuhi sebagian persyaratan mencapai derajat Magister Program Studi Seni Rupa
Minat Utama Seni Murni
Oleh
Emmanuel Putro Prakoso S011302004
PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA 2015
ii
KOMODIFIKASI KARYA SENI GRAFIS
SRI MARYANTO, BAYU WIDODO DAN MUHAMAD YUSUF DI YOGYAKARTA
TESIS
Oleh
Emmanuel Putro Prakoso S011302004
Komisi Nama Tanda Tangan Tanggal Pembimbing
Pembimbing I Dr. Nooryan Bahari, M.Sn ... ... 26 NIP.196502201990031001 Januari
2015
Pembimbing II Dr. Sarah Rum Handayani, M.Hum ... 26 NIP.195212081981032001 Januari
2015
Telah dinyatakan memenuhi syarat Pada tanggal 26 Januari 2015
Ketua Program Studi Seni Rupa Program Pascasarjana UNS
iii
KOMODIFIKASI KARYA SENI GRAFIS
SRI MARYANTO, BAYU WIDODO DAN MUHAMAD YUSUF DI YOGYAKARTA
TESIS
Oleh
Emmanuel Putro Prakoso S011302004
Tim Penguji
Jabatan Nama Tanda Tangan Tanggal
Ketua Prof. Dr. Nanang Rizali, MSD ... 25 NIP. 19500709 198003 1003 Februari
2015
Sekretaris Dr. Titis Srimuda Pitana, S.T, M.Trop.Arch ... 25 NIP. 19680609 1994021001 Februari
2015
Anggota Dr. Nooryan Bahari, M.Sn ... 25 Penguji NIP.19650220 199003 1001 Februari
2015
Dr. Sarah Rum Handayani, M.Hum ... 25 NIP.19521208 198103 2001 Februari
2015
Telah dipertahankan didepan penguji dan dinyatakan telah memenuhi syarat
pada tanggal 25 Februari 2015
Direktur Ketua Program Studi Program Pascasarjana Seni Rupa
Porf. Dr. Ir. Ahmad Yunus, M.S. Prof. Dr. Nanang Rizali, MSD NIP. 19610717 198061 1001 NIP.19500709 198003 1003
iv
PERNYATAAN KEASLIAN DAN PERSYARATAN PUBLIKASI
Saya menyatakan dengan sebenarnya bahwa:
1. Tesis yang berjudul: “KOMODIFIKASI KARYA SENI GRAFIS SRI MARYANTO, BAYU WIDODO DAN MUHAMAD YUSUF DI YOGYAKARTA” ini adalah karya penelitian saya sendiri dan tidak terdapat karya ilmiah yang pernah diajukan oleh orang lain untuk
memperoleh gelar akademik serta tidak terdapat karya atau pendapat yang
pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang tertulis dengan
acuan yang disebutkan sumbernya, baik dalam naskah karangan dan daftar
pustaka. Apabila ternyata di dalam naskah tesis ini dapat dibuktikan
terdapat unsur-unsur plagiasi, maka saya bersedia menerima sangsi, baik
Tesis beserta gelar magister saya dibatalkan serta diproses sesuai dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
2. Publikasi sebagian atau keseluruhan isi Tesis pada jurnal atau forum
ilmiah harus menyertakan tim promotor sebagai author dan PPs UNS
sebagai institusinya. Apabila saya melakukan pelannggaran dari ketentuan
publikasi ini, maka saya bersedia mendapatkan sanksi akademik yang
berlaku.
Surakarta, 24 Februari 2015
Emmanuel Putro Prakoso
S011302004
v
MOTTO DAN PERSEMBAHAN
“Demikianlah hendaknya terangmu bercahaya di depan orang,
Supaya mereka melihat perbuatanmu yang baik dan memuliakan Bapamu yang di sorga”
(Matius 5 Ayat 16)
“The essence of all beautiful art, all great art, is gratitude” (Friedrich Nietzsche)
“Seni memampukan kita untuk melihat karya terbesar Tuhan dalam diri kita,
dan karena seni,
kita disempurnakan sebagai manusia dihadapan-Nya. (Penulis)
Tesis ini saya persembahkan kepada
Kedua orang tuaku tercinta, Ayahanda Sistiawan dan Ibunda Trining Indriyati YS dan Kakaku terkasih Pribadi Setyawam Andrianto;
Seluruh Staf Pengajar Program Magister Seni Rupa UNS yang setia membimbingku dan sahabat-sahabat mahasiswa Pogram Magister Seni Rupa; Sahabat-sahabat mahasiswa seni murni FSRD UNS angkatan 2011, 2012, dan
2013 yang tidak bisa aku sebutkan satu persatu;
Mas Sri Maryanto ORABER, Mas Bayu Widodo SURVIVE!garage dan Mas Muhamad Yusuf Taring Padi yang telah berkenan menjadi narasumber utamaku;
Mas Deni Rahman dan Alexander Nawangseto M dari Grafis Minggiran yang telah berkenan memberikan pandangan tentang perkembangan seni grafis di
Indonesia dan Yogyakarta khususnya;
Sahabat-sahabat terhebatku Galih Reza P, Rais Zakaria, Wahyu Eko P, Nugrahaningdyah Martina S.P. dan Mas Agus Susanto Tugitu United yang telah
mendukung dan menyemangatiku.
vi
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena
atas kasih dan damai sukacitaNyalah penelitian ini dapat diselesaikan dengan baik
dan sesuai dengan alokasi waktu yang ditentukan.
Sesuai dengan minat dan bidang keahlian, maka penulis mengangkat
sebuah kajian dalam bidang seni grafis di Yogyakarta sebagai dasar penelitian
tesis dan merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar master dalam
bidang seni rupa di Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Berdasarkan hal tersebut, penulis memilih sebuah penelitian yang berjudul “KOMODIFIKASI KARYA SENI GRAFIS SRI MARYANTO, BAYU
WIDODO DAN MUHAMAD YUSUF DI YOGYAKARTA” untuk dikaji dan
dianalisis dalam bentuk sebuah tesis.
Tidak sedikit pula hambatan dan kendala yang penulis alami dalam proses
penyelesaian penelitian ini, namun berkat bantuan serta dukungan dari berbagai
pihak akhirnya dapat meminimalisir segala hambatan dan kendala yang penulis
alami sehingga penelitian ini dapat diselesaikan sesuai dengan alokasi waktu yang
telah ditentukan.
Banyak perjuangan berharga yang penulis rasakan selama mengerjakan
proyek penelitian ini dimana dalam prosesnya tidak terlepas dari dukungan
berbagai pihak. Untuk itu pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan
ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada yang terhormat:
1. Bapak Prof. Dr. Ir. Ahmad Yunus, M.S. selaku Direktur Program
Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta.
2. Bapak Prof. Dr. Nanang Rizali, MSD selaku Ketua Program Studi Seni
Rupa, Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta.
3. Bapak Dr. Nooryan Bahari, M.Sn., selaku dosen pembimbing I yang telah
memberikan pengetahuan, ide, gagasan, pengalaman, dan pengarahan
selama proses pengerjaan tesis ini.
vii
4. Ibu Dr. Sarah Rum Handayani, M.Hum selaku dosen pembimbing II yang
telah memberikan pengetahuan, ide, gagasan, pengalaman, dan pengarahan
selama proses pengerjaan tesis ini.
5. Bapak Drs. Agustinus Sumargo, M.Sn., selaku rekomendator S2 dan
Ketua Jurusan Seni Rupa Murni, Fakultas FSRD Universitas Sebelas
Maret Surakarta.
6. Bapak Drs. Arfial Arsad Hakim, selaku rekomendator S2 dan Dosen
Jurusan Seni Murni Fakultas FSRD Universitas Sebelas Maret Surakarta.
7. Seluruh Bapak dan Ibu Dosen Progam Magister Seni Rupa dan Jurusan
Seni Rupa Murni Fakultas FSRD Universitas Sebelas Maret Surakarta
yang telah memberikan ilmunya, sehingga dapat menjadi bekal
dikemudian hari.
8. Bapak Sri Maryanto, Bayu Widodo, Muhamad Yusuf selaku nara sumber
utama dalam penelitian ini serta Bapak Deni Rahman dan Alexander
Nawangseto selaku nara sumber penguat dalam penelitian ini.
9. Segenap staf dan karyawan UPT Perpustakaan Pusat UNS, Perpustakaan
Pusat ISI Yogyakarta, Perpustakaan Pascasarjana UNS, IVVA Indonesian
Visual Art Archive Yogyakarta, Indonesian Art News, Cemeti Art House.
10. Kedua Orang tuaku tercinta, Ayahanda Sistiawan, Ibunda Trining
Indriyati YS. dan Kakaku tercinta Pribadi Setyawan A yang telah
memberikanku semangat dan doa di setiap waktu.
11. Sahabat-sahabat terbaikku, Rais Zakaria, Galih Reza, Wahyu Eko P, Agus
Susanto dan Nugrahaningdyah Martina S.P. yang dengan segala
kemurahannya telah bersedia membantu dan mendukungku secara nyata
maupun doa.
12. Seluruh teman-teman di Prodi S1 Seni Murni angkatan 2008, 2009, 2010,
2011, 2012, 2013. Heri, Faqih, Efendi, Ratna, Izmi, Aditya, Anggy, Oki,
Rezky, Kodi, Algo, Amalia P, Tri Andriani L, M Thata Gilang, A Ovan,
Dewi H, Anis K, Aninda DR, Retno W, Nurina S, Sindi M, Latifah H,
Stera LR, Luki AR dan sahabat ISI Surakarta serta teman-teman dari
Pendidikan Seni Rupa FKIP UNS atas semua dukungan, doa, saran dan
viii
13. Seluruh teman-teman komunitas Taring Padi, SURVIVE!garage, dan
ORABER Total Produk Grafis, dam Grafis Minggiran
14. Semua pihak yang telah membantu secara langsung maupun tidak
langsung yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.
Penulis menyadari bahwa apa yang telah penulis buat ini tidaklah
mencapai kata sempurna namun hanya dengan niat baik yang melandasi penulis
menyelesaikan tesis ini agar dapat bermanfaat bagi pihak-pihak yang
berkepentingan. Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih dan salam budaya.
Surakarta, 24 Februari 2015
Emmanuel Putro Prakoso
ix
B. Identifikasi Masalah ... 6
C. Pembatasan Masalah ... 6
g. Seni Grafis dan Nilai Orisinalitas dalam karya Seni Grafis ... 29
h. Sejarah Seni Grafis di Yogyakarta dan perubahannya ... 31
2. Fenomenologi dan Analisis Hermeneutik ... 36
a. Defenisi Fenomenologi ... 36
b. Defenisi Hermeneutik ... 37
B. Penelitian yang Relevan ... 38
C. Kerangka Berpikir ... 44
BAB III METODE PENELITIAN ... 47
A.Tempat dan Waktu ... 47
x
B. Jenis Penelitian ... 47
C. Data, Sumber Data dan Instrumen Penelitian ... 48
D.Teknik Pengambilan/Pemilihan Informan... 49
E. Teknik Pengumpulan Data ... 50
F. Teknik Analisis dan Validasi Data ... 52
BAB IV HASIL PENELITIAN: BENTUK, SEBAB DAN PROSES KOMODIFIKASI KARYA SENI GRAFIS DI YOGYAKARTA ... 56
A.Hasil Penelitian ... 56
1. Bentuk Komodifikasi pada Objek Karya Seni Grafis di Yogyakarta ... 56
2. Penyebab Terjadinya Komodifikasi Seni Grafis Di Yogyakarta... 69
a. Sebab Terjadinya Komodikifakasi pada Karya Seni Grafis Sri Maryanto ... 69
b. Sebab Terjadinya Komodikifakasi pada Karya Seni Grafis Bayu Widodo ... 71
c. Sebab Terjadinya Komodikifakasi pada Karya Seni Grafis Muhamad Yusuf ... 72
3. Proses Komodifikasi Karya Seni Grafis di Yogyakarta ... 73
a. Proses Terjadinya Komodifikasi pada Karya Seni Grafis Sri Maryanto ... 73
b. Proses Terjadinya Komodifiaksi pada Karya Seni Grafis Bayu Widodo ... 81
c. Proses Terjadinya Komodifikasi pada Karya Seni Grafis Muhamad Yusuf ... 90
B. Analisis Data dan Pembahasan ... 98
BAB IV SIMPULAN DAN SARAN ... 123
A.Simpulan ... 123
B. Saran ... 125
DAFTAR PUSTAKA ... 126
LAMPIRAN ... 131
xi
DAFTAR TABEL
Tabel 1 Perubahan Karya Grafis Sri Maryanto Sebelum dan
Sesudah Proses Komodifikasi ...58
Tabel 2 Perubahan Karya Grafis Bayu Widodo Sebelum dan
Sesudah Proses Komodifikasi ...62
Tabel 3 Perubahan Karya Grafis Muhamad Yusuf sebelum
dan Sesudah proses Komodifikasi ...66
Tabel 4 Identifikasi dan Klasifikasi Karya Seni Grafis Atas
Dugaan Munculnya Praktik Komodifikasi di Yogyakarta... 101
Tabel 5 Analisis Perubahan Fisik Karya Seni Grafis ... 102
Tabel 6 Identifikasi Penyebab Terjadinya Komodifikasi Seni
Grafis di Yogyakarta... 108
Tabel 7 Identifikasi Proses Terjadinya Komodifikasi Seni Grafis
Sri Maryanto, Bayu Widodo dan Muhamad Yusuf
Di Yogyakarta ... 119
xii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1 Piramida Hirarki Kebutuhan Manusia Abraham Maslow ...17
Gambar 2 Kerangka Berpikir ...45
Gambar 3 Analisis Data Model Interaktif ...52
Gambar 4 Sisi Kiri Karya Cukil Berjudul “KissBoy” dan Sisi
Kanan Hasil Produk Kaos dari Sri Maryanto yang
Dicetak Langsung Pada Kaos dengan Teknik Cetak
Tinggi, Tahun Pembuatan 2008 ...75
Gambar 5 Sisi Kiri Karya Cukil Berjudul “Malaikat Maut” dan
Sisi Kanan Hasil Produk Kaos dari Sri Maryanto yang
Dicetak Langsung Pada Kaos dengan Teknik Cetak
Tinggi, Tahun Pembuatan 2008 ...76
Gambar 6 Sisi Kiri Karya Cukil Berjudul “Tan Malaka” dan Sisi
Kanan Hasil Produk Kaos dari Sri Maryanto,
Dicetak Pada Kaos dengan Teknik Cetak Saring,
Tahun Pembuatan 2008 ...78
Gambar 7 Sisi Kiri Karya Cukil Berjudul “Tirto Suryo Adi”
dan Sisi Kanan Hasil Produk Kaos dari Sri Maryanto,
Dicetak Pada Tas dengan Teknik Cetak Saring,
Tahun Pembuatan 2008 ...79
Gambar 8 Sisi Kiri Karya Proses Produksi Kalender dan Sisi
Kanan Hasil Produk Kalender dari Sri Maryanto,
yang Dicetak Langsung Pada Kertas dengan Teknik
Cetak Tinggi, Tahun Pembuatan 2008 ...80
Gambar 9 Sisi Kiri Karya Cukil Berjudul “The Last Tree” dan Sisi
Kanan Hasil Produk Kaos dari Bayu Widodo yang
Dicetak dengan Teknik Cetak Saring,
Tahun Pembuatan 2012 ...82
Gambar 10 Sisi Kiri Karya Sablon Berjudul “Less Hotel More Park”
dan Sisi Kanan Hasil Produk Kaos dari Bayu Widodo
xiii
Tahun Pembuatan 2014 ...84
Gambar 11 Sisi Kiri Karya Cukil Berjudul “Owl” dan Sisi Kanan
Hasil Produk Emblem dari Bayu Widodo yang Dicetak
Pada Kaos dengan Teknik Cetak Saring, Tahun
Pembuatan 2012 ...85
Gambar 12 Sisi Kiri Karya Sablon Berjudul “Less Hotel More Park”
dan Sisi Kanan Hasil Produk Emblem dari Bayu Widodo
yang Dicetak dengan Teknik Cetak Saring, Tahun
Pembuatan 2014 ...86
Gambar 13 Sisi Kiri Karya Sablon dan Sisi Kanan Hasil Produk
Kartu Pos dari Bayu Widodo yang Dicetak dengan
Teknik Cetak Digital, Tahun Pembuatan 2009 ...87
Gambar 14 Sisi Kiri Karya Cukil Berjudul “Kretek Butuh Korek”
dan Sisi Kanan Hasil Produk Kaos dari Muhamad
Yusuf yang Dicetak Langsung dengan Teknik
Cetak Tinggi, Tahun Pembuatan 2014 ...92
Gambar 15 Sisi Kiri Karya Cukil Berjudul “Dewi Saraswati”
dan Sisi Kanan Hasil Produk Kaos dari Muhamad
Yusuf yang Dicetak Langsung dengan Teknik
Cetak Tinggi, Tahun Pembuatan 2014 ...94
Gambar 16 Sisi Kiri Karya Cukil Berjudul “Matinya Seorang Petani”
dan Sisi Kanan Hasil Produk Kaos dari Muhamad
Yusuf yang Dicetak Langsung dengan Teknik
Cetak Tinggi, Tahun Pembuatan 2014 ...95
Gambar 17 Sisi Kiri Mater Plat Grafis dan Sisi Kanan Produk
Emblem Manual dari Muhamad Yusuf yang Dicetak
Langsung dengan Teknik Cetak Tinggi, ...96
Gambar 18 Sisi Kiri Mater Plat Grafis dan Sisi Kanan Produk
Kartu Pos Manual dari Muhamad Yusuf yang
Dicetak Langsung dengan Teknik Cetak Tinggi, ...96
Gambar 19 Produk Kalender Manual dari Muhamad Yusuf yang
xiv
Gambar 20 Poster Propaganda Politik Kemerdekaan Indonesia
Karya dari Affandi, Suromo, Abdul Salam, dan
Mochtar Apin ...99
Gambar 21 Karya Monoprint AT. Sitompul, AC. Andre Tanama
Ariswan Adhitama dan Irwanto Lentho... 100
Gambar 22 Contoh Produk Benda Pakai Hasil Komodifikasi Karya
Seni Grafis Sri Maryanto, Bayu Widoo dan
Muhamad Yusuf ... 104
xv
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Biodata Penulis ... 131
Lampiran 2 Biografi Narasumber Utama dan Narasumber Penguat ... 132
Lampiran 3 Dokumentasi Penelitian ... 136
Lampiran 4 Daftar Pertanyaan Untuk Menggali Data dari
Narasumber Utama ... 139
Lampiran 5 Daftar Nama Seniman Yogyakarta Yang Melakukan Praktik
Komodifikasi Karya Seni Menjadi Sebuah Produk Pakai
(Merchandise) Rentang Tahun 1999-2014 ... 140
xvi ABSTRAK
Emmanuel Putro Prakoso. S011302004. 2015. KOMODIFIKASI KARYA SENI GRAFIS SRI MARYANTO, BAYU WIDODO DAN MUHAMAD YUSUF DI YOGYAKARTA. TESIS. Pembimbing 1 Dr. Nooryan Bahari, M.Sn., dan Pembimbing 2 Dr. Sarah Rum Handayani P, M.Hum. Program Studi Seni Rupa, Program Pascasarjana, Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Seni grafis di Yogyakarta merupakan salah satu media ekspresi diri yang memiliki karakter visual yang khas dan unik. Karya seni grafis di Yogyakarta dalam penelitian ini diposisikan sebagai sebuah objek yang dapat dianalisa untuk dijadikan tolok ukur keberadaan praktik komodifikasi di kota tersebut. Fenomena komodifikasi seni grafis harus dipahami dan dipandang sebagai sebuah proses perubahan nilai guna suatu barang menjadi nilai tukar (jual) dimana perubahan ini ditentukan melalui sebuah mekanisme harga.
Penelitian ini dilakukan dalam ranah ilmu Seni Rupa dengan metode kualitiatif dan teknis analisis data secara deskriptif yang menggunakan strategi studi kasus agar dapat menangkap fenomena di lapangan yang kemudian dikaji lebih mendalam, detail, intensif dan komperehensif melalui pendekatan hermeneutik. Di dalam penelitian ini teori Komodifikasi dari Walter Benjamin diposisikan sebagai teori utama untuk menjawab ketiga rumusan masalah penelitian yang dalam penggunaannya dibantu dengan teori Psikologi Kepribadian dan Ekonomi Mikro yang digunakan secara elektik.
Berdasarkan penelitian komodifikasi karya seni grafis, diperoleh hasil penelitian bahwa telah terjadi komodifikasi seni grafis di Yogyakarta yang ditandai perubahan fisik dan non fisik dari karya grafis yang dilatarbelakangi oleh faktor dorongan psikologis dan kebutuhan ekonomi yang dalam proses terjadinya meliputi aspek ide penciptaan produk, penentuan teknis produksi, penentuan jenis produk yang dicetak, penentuan jumlah barang yang diproduksi, proses produksi, penentuan harga produk, mpenentuan strategi pemasaran dan strategi penjualan produk. Penelitian ini mempunyai implikasi teoritis dan praktis. Hasil studi ini akan memperkaya teori komodifikasi, teori psikologi kepribadian dan teori ekonomi mikro secara umum serta praktik komodifikasi pada karya seni grafis dapat dimungkinkan terjadi atas dasar tujuan komersil.
Kata Kunci: Komodifikasi, Seni Grafis, Yogyakarta, Psikologi Kepribadian, Ekonomi Mikro
xvii ABSTRACT
Emmanuel Putro Prakoso. S011302004. Co-modification of Graphic Arts Sri Maryanto, Bayu Widodo dan Muhamad Yusuf in Yogyakarta. Thesis: Advisor: Dr. Nooryan Bahari, M.Sn, Co-advisor: Dr. Sarah Rum Handayani, P., M. Hum. The Graduate Program in Fine Art, Sebelas Maret University, Surakarta 2015.
Graphic art in Yogyakarta is one of the media for self-expression which has a special and unique visual character. The graphic art in Yogyakarta is positioned in this research as an object which can be analyzed to be used as a parameter for modification practice existence in the city. The graphic art co-modification phenomenon must be understood and viewed as a process of change of the use value of an article to be the sale value where this value change is determined by a price mechanism.
This research was done within the fine art studies. It used the descriptive qualitative method with the embedded single case study. The data of research were analyzed by using the descriptive and interpretative qualitative method as to obtain the phenomena in the field to be analyzed deeply, in detail, intensively, and comprehensively through hermeneutics approach. In this research to answer the three proposed problem statements, the theory of co-modification claimed by Walter Benjamin was positioned as the primary theory, which was also supported with theory of personality psychology and that of micro economics. They were used eclectically.
The results of research show that the graphic art co-modification happens in Yogyakarta as indicated by the physical and non-physical changes of graphic arts. The co-modification is due to psychological support and economic need factors. In its process, the co-modification includes product creation ideas, determination of production technique, determination of printed product types, determination of number of products manufactured, production process, determination of product prices and determination of product marketing and sale.
This research has theoretical and practical implications that the results of research enrich theory of co-modification, theory of personality psychology, and theory of micro-economics in general, and the practice of co-modification in graphic arts possibly takes place on the commercial goal basis.
Keywords: Co-modification, graphic art, Yogyakarta, personality psychology, micro economics.
1 BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Seni grafis di Indonesia merupakan sebuah proses kerja kreatif yang
digunakan sebagai alat untuk mengungkapkan pengalaman estetis senimannya.
Kedudukan seni grafis sejajar dengan bidang seni murni lainnya seperti lukis,
patung maupun keramik. Pendapat ini diperkuat oleh Tris Neddy Santo dkk.
dalam bukunya yang berjudul “Menjadi Seniman Rupa”, yang menyatakan bahwa
seni grafis masuk dalam rumpun seni murni sama seperti seni patung, keramik
dan lukis (Santo dkk, 2012: 104). Sebagai sebuah karya, seni grafis memiliki
keistimewaan yang khas jika dibandingkan dengan karya seni lainnya.
Keistimewaan ini terlihat dalam karya seni grafis yang dapat digandakan
sebanyak mungkin tanpa kehilangan nilai orisinalitas disetiap hasil cetakannya.
Pernyataan ini diperkuat oleh Nooryan Bahari dalam bukunya yang berjudul
“Kritik Seni Wacana, Apresiasi dan Kreasi” yang menyatakan bahwa seni grafis
memiliki kelebihan pada karyannya yang dapat dilipatgandakan tanpa mengurangi
nilai orisinalitasnnya (Bahari, 2008: 83)
Seni grafis tidak hanya memiliki keistimewaan dalam proses
penggandaannya, namun juga memiliki ciri yang kuat berupa sebuah identitas
konvensi disetiap karyanya dan hal tersebut sekaligus menjadi pembeda dengan
karya seni lainya seperti lukis, keramik maupun patung. Mengacu pada konvesi
seni grafis Indonesia dalam kompetisi Trienal Seni Grafis Indonesia, Aminudin
TH Siregar menyatakan bahwa identitas konvensi pada karya seni grafis ditandai
dengan pencantuman edisi (nomor urut cetakan), teknik yang digunakan, judul
karya, tanda tangan, tahun pembuatan atau tempat dimana karya seni grafis
tersebut diciptakan dan semua keterangan tersebut ditulis pada bagian bawah
setiap karya grafis yang diciptakan (Siregar, 2009: 9).
Seni grafis sebagai sebuah rumpun seni murni memiliki beberapa teknis
dalam pengerjaannya. Teknik tersebut meliputi; cetak tinggi, cetak dalam, cetak
dalam seni grafis yang mengalami perubahan dalam aspek media. Kedua teknik
tersebut adalah teknik cetak tinggi dan cetak saring. Hal ini diperkuat oleh Tris
Neddy Santo dkk, yang menyatakan bahwa karya grafis yang lazimnya disajikan
pada media kertas, kemudian berubah dengan media lainnya seperti kain, kayu,
fiberglass dan lain-lainnya (Santo dkk, 2012: 104).
Secara singkat teknis dalam proses pembuatan karya cetak tinggi dapat
dijabarkan sebagai berikut, langkah pertama yang dilakukan adalah
mencukil/mentatah lembaran plat kayu sesuai dengan bentuk rancangan visual
yang diinginkan, kemudian permukaan kayu yang telah dicukil dibubuhi dengan
tinta cetak dengan cara dirol pada bagian permukaan yang tidak tercukil,
kemudian ditransfer/dipindah pada media cetak seperti kertas, kain ataupun
kanvas dengan cara menekan media cetak tersebut di atas lembaran plat kayu
yang telah dicukil/ditatah. Cetak saring dalam seni grafis memiliki perbedaan
teknis dibandingan dengan cetak tinggi. Bentuk visual yang hadir dalam cetak
saring disebabkan oleh tembusnya cat pada bidang screen yang berlubang sesuai
dengan rancangan visual yang telah dibuat (Marianto, 1988: 17). Cetak tinggi dan
cetak saring, merupakan sebuah teknik dalam seni grafis yang berkembang sangat
pesat di Indonesia khususnya Yogyakarta.
Karya-karya seni grafis di Yogyakarta memiliki keunikan yang khas jika
dibandingkan dengan karya seni grafis di kota lainnya. Hal ini terlihat pada karya
cetak tingginya yang memiliki karakter visual rumit dan detail serta pada karya
cetak saring yang memiliki karakter khas berupa penggabungan berbagai macam
unsur warna dalam satu karya. Yogyakarta sebagai salah satu kota bagi para
seniman memiliki tantangan yang besar untuk terus melakukan inovasi dalam
rangka memasyarakatkan seni grafis kepada khalayak umum dan turut menjaga
keberadaan seni grafis dari kepunahan. Tantangan tersebut dijawab dengan
diselenggarakannya berbagai pameran seni grafis baik yang dilakukan secara
tunggal, kelompok maupun secara bersama di wilayah Yogyakarta. Beberapa
pameran seni grafis tersebut diantaranya adalah Trienal Seni Grafis Indonesia,
Festival Seni Grafis Jogjakarta Hi Grapher, dan yang terbaru adalah JMB (Jogja
Mini print Bienale) yang diadakan di Bank Indonesia Yogyakarta pada tahun
membawa karya cetak tinggi dalam hal ini cukil kayu semakin dikenal oleh
masyarakat di wilayah Yogyakarta. Hal ini selaras dengan pernyataan Aminudin
TH Siregar dalam pengantar kuratorial pameran tunggal Irwanto Lentho yang
berjudul “Sang Pencukil: Catatan-catatan dan Pemaknaan” di dalam
pernyataannya Aminudin TH Siregar mengatakan bahwa cetak tinggi merupakan
salah satu teknik yang paling populer di Indonesia dan paling mendominasi
dibeberapa pameran seni grafis (Siregar, 2011: 7). Kepopuleran teknik cetak
tinggi kemudian diikuti pula dengan berkembangnya teknik cetak saring yang telah diakui sebagai “kerja seni” sejak dekade 1970-an (Siregar, 2011: 11).
Kepopuleran seni grafis khususnya teknik cetak tinggi dan cetak saring
berdampak dengan semakin banyaknya penggunaan teknik tersebut oleh
seniman-seniman di Yogyakarta sebagai sebuah media ekspresi seni yang sifatnya sangat
personal. Terlihat dalam dekade tahun 2000an banyak sekali seniman-seniman di
Yogyakarta yang melakukan porses inovasi dengan cara memodifikasi
karya-karya grafis konvensional atas dasar ekspresi personal dan kepentingan untuk
lebih memasyarakatkan seni grafis secara umum. Sebut saja diantaranya adalah
seniman grafis AT. Sitompul yang pada tahun 2008 melakukan pameran tunggal
karya cukil kayu dengan visual berbentuk garis-garis geometrik dengan teknik
scraperboard yang telah dimodifikasi. Hal ini diperkuat dengan pernyataan Mikke
Susanto dalam pengantar kuratorial pameran tunggal AT. Sitompul yang berjudul
“Abstrak” yang menyatakan bahwa hasil karya cukil kayu AT. Sitompul
diciptakan menggunakan teknik monoprint dimana karya grafis yang dicetak
hanya satu kali dengan pencampuran berbagai macam teknis (Susanto, 2008: 07).
Inovasi ini kemudian muncul kembali pada tahun 2010 yang dilakukan
oleh seniman grafis yang bernama AC. Andre Tanama. AC Andre Tanama pada
pameran tunggalnya yang bertajuk “The Tales of Gwen Silent” menampilkan
berbagai jenis karya seni grafis yang telah dimodifikasi dengan penggabungan
berbagai macam teknik seperti relief print, woodcut, drawing, dan painting dalam
satu karya. Jejak modifikasi karya seni grafis ini kemudian diikuti oleh seniman
grafis Ariswan Adhitama yang pada tahun 2010 melakukan pameran tunggalnya
dengan menampilkan karya cukil bervisual robot yang juga menggambungkan
Oktanio dalam pengantar kuratorial pameran tunggal Ariswan Adhitama yang
berjudul “In repair: Imaginantion of Resistance, and Idea of Superhuman” yang
menyatakan bahwa karya cukil kayu yang diciptakan Ariswan Adhitama
menggunakan teknik monoprint dimana dalam teknis tersebut terjadi berbagai
perpaduan antara teknik drawing, painting dan printing yang kemudian hanya di
cetak satu kali tanpa adanya proses penggandaan yang merupakan sesuatu yang
tidak lazim terjadi pada karya seni grafis konvensional (Oktanio, 2010: 22).
Bentuk modifikasi ini berlanjut pada pameran tunggal seniman grafis yang
bernama Irwanto Lentho yang mengusung tema “Sang Pencukil”. Irwanto Lentho
dalam pameran tunggalnya juga melakukan proses modifikasi dari karya seni
grafis dengan melakukan pencampuran teknis di setiap karyanya dan hanya
dicetak satu kali atau yang biasa disebut dengan istilah monoprint. Proses inovasi
personal dari karya seni grafis yang diciptakan oleh AT. Sitompul, AC. Andre
Tanama, Ariswan Adhitama dan Irwanto Lentho merupakan sebuah bentuk
munculnya gejala praktik komodifikasi yang nyata terjadi di wilayah Yogyakarta.
Munculnya gejala praktik komodifikasi seni grafis di Yogyakarta ternyata
tidak hanya terjadi dalam wilayah pameran seni rupa saja melainkan telah
merambah pada wilayah komoditas benda pakai seperti kaos, tas, kalender, kartu
pos dan embelem dan hal ini juga yang kemudian menjadi fokus perhatian dalam
penelitian ini. Sekitar akhir tahun 1999 muncul sebuah fenomena baru dikalangan
seniman di Yogyakarta. Fenomena baru ini adalah menciptakan sebuah produk
merchandise/benda pakai dari karya seni grafis konvensional. Hal ini sama seperti
yang dilakukan oleh Sri Maryanto, Bayu Widodo dan Muhamad Yusuf di
Yogyakarta. Ketiga seniman tersebut melakukan proses komodifikasi dengan cara
menggandakan karya cetak tinggi dan cetak saring ke dalam bentuk media baru
seperti kaos, tas, kalender dan kartu pos yang notabene memiliki nilai ekonomi.
Sangat menarik untuk dicermati bahwa gejala munculnya praktik komodifikasi
seni grafis tidak hanya terjadi dilingkungan pameran seni rupa melainkan telah
merambah pada wilayah barang komoditi dalam bentuk merchandise/benda pakai
yang dapat dikonsumsi secara massal oleh masyarakat umum. Hal ini
menimbulkan satu dugaan terhadap adanya upaya memodifikasi ulang karya seni
Gambaran fenomena di atas merupakan sesuatu yang sangat mungkin
terjadi seperti yang dikemukakan oleh Karl Marx dan George Simnel, yang
dikutip oleh Turner (1992: 115–132), yang mengatakan bahwa faktor dorongan
ekonomi menimbulkan semangat menciptakan keuntungan sebanyak-banyaknya
yang berdampak pada munculnya gejala komodifikasi diberbagai sektor
kehidupan. Hal ini diperkuat oleh Ardika (2008: 3) dalam penelitiannya yang berjudul “Pariwisata Budaya Berkelanjutan, Refleksi dan Harapan di Tengah
Perkembangan Global”, yang mengatakan bahwa komodifikasi tidak
semata-mata dilakukan oleh pelaku ekonomi saja, melainkan masyarakat lokal juga
berpotensi untuk melakukan praktik komodifikasi karena mereka mempunyai hak
yang sama untuk mengkomodifikasikan setiap poduk yang dihasilkannya.
Faktor-faktor lain yang memungkinkan mendorong terjadinya komodifikasi pada karya
cetak tinggi dan cetak saring seniman Sri Maryanto, Bayu Widodo dan Muhamad
Yusuf adalah dorongan akan kebutuhan hidup seperti yang dikemukakan oleh
Abraham Maslow, yang dikutip oleh Alwisol (2009: 202), yang mengatakan
bahwa setiap manusia hidup memiliki kebutuhan homeostatik seperti makan dan
minum, serta kebutuhan dalam aktualisasi diri seperti kreativitas, realisasi diri dan
pengembangan diri. Faktor terakhir yang mempengaruhi terjadinya proses
komodifikasi adalah pandangan seniman terhadap industri kreatif, dimana
seniman memposisikan karya seni dengan standar-standar tertentu, seperti ada
karya yang diciptakan khusus sebagai idealisme dengan standar lebih tinggi dari
sisi konsep, ukuran, media, harga dan fungsi, namun ada juga karya
diperuntukkan atas dasar ekonomi untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari dengan
kualitas karya yang relatif lebih rendah dari sisi konsep, ukuran, media, harga dan
fungsi. Hal ini tidak terlepas adanya hubungan antara penawaran dan permintaan
yang menghasilkan barang dan jasa.
Berdasarkan pandangan tersebut terlihat adanya faktor-faktor yang
mempengaruhi terjadinya gejala praktik komodidikasi pada karya seni grafis Sri
Maryanto, Bayu Widodo dan Muhamad Yusuf di Yogyakarta. Hal tersebut yang
kemudian dijadikan dasar pemikiran untuk perlu dilakukannya penelitian dan
proses analisa terhadap munculnya gejala praktik komodifikasi pada karya seni
Muhamad Yusuf di Yogyakarta. Guna memecahkan persoalan tersebut maka
diperlukan beberapa teori pendekatan seperti; teori komodifikasi, teori psikologi
kepribadian, dan teori ekonomi mikro.
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang penelitian, maka inti permasalahan dalam
penelitian ini adalah menganalisa munculnya gejala praktik komodifikasi pada
karya seni grafis Sri Maryanto, Bayu Widodo dan Muhamad Yusuf di
Yogyakarta.
C. Pembatasan Masalah
Munculnya sebuah fenomena gejala praktik komodifikasi pada karya seni
grafis di Yogyakarta tersebut dirasakan sangat sulit untuk diungkapkan semua
secara menyeluruh dalam satu penelitian, hal ini dikarenakan adanya keterbatasan
waktu penelitian, luasnya wilayah penelitian, biaya yang dibutuhkan dan
banyaknya seniman yang melakukan praktik komodifiksi karya seni di Indonesia.
Ruang lingkup penelitian ini kemudian dibatasi pada apsek persoalan
muculnya gejala praktik komodifikasi karya seni grafis yang hanya dilakukan oleh
seniman Sri Maryanto, Bayu Widodo dan Muhamad Yusuf dengan objek
penelitian berupa karya-karya cetak tinggi dan cetak saring serta beberapa hasil
produk mereka yang telah mengalami proses komodifikasi. Penelitian ini juga
dibatasi di wilayah Kota Yogyakarta dengan rentang antara tahun 1999 hingga
tahun 2014.
Pemilihan ketiga seniman tersebut dilakukan dengan pertimbangan bahwa
mereka melakukan bentuk inovasi baru dalam dugaan munculnya gejala praktik
komodifikasi karya seni grafis di Yogyakarta. Gejala praktik komodifikasi yang
telah mereka lakukan adalah dengan menciptakan sebuah produk massal dari
karya seni grafis konvensional yang diaplikasikan dalam bentuk benda pakai yang
sederhana, unik, artistik, orisinal dan bernilai ekonomi serta dapat dirasakan
secara nyata kehadiranya bagi masyarakat umum. Terlihat adanya sisi kreatifitas
dari ketiga seniman tersebut untuk menciptakan sebuah produk massal yang
keindahan dan orisinalitas. Hal inilah yang kemudian dijadikan dasar penulis
untuk lebih memfokuskan dan mengkonsentrasikan penelitian ini pada kasus
munculnya gejala praktik komodifikasi karya seni grafis Sri Maryanto, Bayu
Widodo dan Muhamad Yusuf.
Guna menganalisa praktik komodifikasi karya cetak tinggi dan cetak
saring yang dilakukan seniman Sri Maryanto, Bayu Widodo dan Muhamad Yusuf,
maka diperlukan peran serta ketiga seniman tersebut sebagai subjek dari
penelitian ini. Fokus dan konsentrasi penelitian ini diarahkan pada produk
merchandise dari hasil proses komodifikasi karya grafis konvensional yang
dijadikan sebagai objek utama dan beberapa konsumen yang membeli produk
hasil dari komodidikasi karya seni grafis seniman Sri Maryanto, Bayu Widodo,
dan Muhamad Yusuf. Diperlukan beberapa pendekatan disiplin ilmu untuk
menganalisa praktik komodifikasi seni grafis yang terjadi di Yogyakarta.
Pertama, psikologi kepribadian terkait dengan faktor utama pendorong terjadinya
proses komodifikasi karya dari Sri Maryanto, Bayu Widodo dan Muhamad Yusuf.
Kedua, teori komodifikasi terkait dugaan perubahaan karya seni grafis pada aspek
ukuran, media, harga dan tujuan dari penciptaan karya Sri Maryanto, Bayu
Widodo dan Muhamad Yusuf. Ketiga, ekonomi mikro terkait dengan adanya
prilaku dari masing-masing pelaku ekonomi akibat munculnya permintaan dan
penawaran pada produk karya seni grafis yang membentuk sebuah mekanisme
harga sehingga menentukan keberlangsungan dari proses komodifikasi karya seni
grafis Sri Maryanto, Bayu Widodo dan Muhamad Yusuf di Yogyakarta.
D. Perumusan Masalah
Ada beberapa hal yang menjadi pokok permasalahan dalam penelitian ini.
Adapun rumusan masalah berdasarkan latar belakang tersebut adalah sebagai
berikut.
1. Bentuk komodifikasi apa saja yang terjadi pada objek karya seni grafis di
Yogyakarta?
2. Mengapa terjadi komodifikasi pada objek karya seni grafis di Yogyakarta?
3. Bagaimana terjadinya praktik komodifikasi pada objek karya seni grafis
E. Tujuan Penelitian
Secara umum penelitian ini bertujuan untuk mengungkapkan praktik
komodifikasi karya seni grafis seniman Sri Maryanto, Bayu Widodo dan
Muhamad Yusuf di Yogyakarta dalam fenomena perubahan bentuk, ukuran,
media, harga dan tujuan penciptaan karya. Secara khusus tujuan penelitian ini
adalah:
1. Menganalisis bentuk-bentuk komodifikasi yang terjadi pada objek karya
seni grafis yang terjadi di Yogyakarta.
2. Menganalisis faktor penyebab terjadinya komodifikasi pada objek karya
seni grafis di Yogyakarta.
3. Menganalisis proses terjadinya komodifikasi pada objek karya seni grafis
Sri Maryanto, Bayu Widodo dan Muhamad Yusuf di Yogyakarta.
F. Manfaat Penelitian 1. Civitas Akademik
Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk menambah
wawasan, pengetahuan, dan sebagai literatur ilmiah bagi penelitian
berikutnya yang terkait dengan permasalahan komodifikasi karya seni
khususnya pada seni grafis.
2. Masyarakat
Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai tambahan
informasi mengenai bentuk-bentuk komodifikasi karya seni grafis di
Yogyakarta, faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya komodifikasi
karya grafis, perubahan yang terjadi pada seni grafis di Yogyakarta, dan
proses terjadinya paktik komodifikasi seni grafis di Yogyakarta.
3. Industri Kreatif
Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai informasi
kepada pelaku industri kreatif untuk mengembangkan potensi pada karya
seni grafis yang dapat dijadikan sebagai sebuah produk massal yang
memiliki nilai ekonomi serta dapat dijadikan sebagai produk yang
memiliki nilai keunikan dan orisinalitas yang mampu bersaing dengan
4. Pemerintah
Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan pedoman bagi
pemerintah untuk lebih memperhatikan keberadaan seniman dan karya
seni grafis di Yogyakarta agar keberlangsungannya tetap terjaga. Hasil
penelitian ini pun diharapkan dapat dijadikan bahan rujukan bagi
pemerintah dalam membuat program-program pengembangan potensi
masyarakat yang berbasis industri kreatif.
G. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan penelitian ini terdari dari lima bab. Masing-masing
bab dijelaskan secara singkat seperti berikut.
Bab I adalah “ Pendahuluan”. Bab ini menguraikan latar belakang masalah
penelitian ini dengan mengidentifikasi masalah, membatasi masalah, dan memberi
rumusan dalam masalah. Secara keseluruhan di dalam bab ini terdapat enam
bagian sub bab yaitu latar belakang, identifikasi masalah, pembatasan masalah,
perumusan masalah, tujuan penelitian dan manfaat penelitian. Melalui penguraian
masalah penelitian ini dapat digambarkan dengan jelas dasar argumentasi yang
berkaitan dengan komodifikasi karya seni grafis di Yogyakarta. Karya seni grafis
diposisikan menjadi objek penelitian di wilayah keilmuan kajian seni rupa sebagai
sebuah teks yang harus dibaca ulang sesuai dengan ruang dan waktu untuk
mengembangkan pengetahuan mengenai komodifikasi karya seni grafis di
Yogyakarta.
Bab II adalah “Orientasi Teoritik”. Bab ini menguraikan berbagai penelitian yang telah dilakukan berkaitan dengan komodifikasi untuk membangun
sebuah konsep. Berdasarkan pada konsep yang telah dibangun dalam
penelitian-penelitian sebelumnya, hal ini dapat digunakan untuk menentukan posisi peneliti
dalam menggunakan teori yang tepat dalam penelitian komodifikasi seni grafis di
Yogyakarta ini. Penelitian ini bersifat holistik oleh karena itu digunakan berbagai
sudut pandang teori guna memecahkan masalah dalam penelitian ini. Landasan
teori penelitian ini terbagi menjadi deskripsi teoritik, penelitian yang relevan dan
kerangka berpikir. Deskripsi teoritik dalam penelitian ini dibagi kembali ke dalam
teori psikologi kepribadian, teori ekonomi mikro, industri kreatif, fungsi politis
seni, art and craft movement, seni grafis dan nilai orisinalitas dalam seni grafis,
serta sejarah seni grafis dan perubahannya. Sub bab yang kedua terdiri dari teori
fenomenologi dan analisis hermeneutik. Kerangkang berfikir dalam penelitian ini
dijelaskan melalui sebuah bagan alur penelitian, yang memuat inti masalah,
alternatif pendekatan masalah, dan hasil penelitian.
Bab III adalah “Metode Penelitian”. Bab ini menguraikan proses kerja dalam penelitian ini yang merupakan penelitian bidang ilmu kajian seni rupa.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode analisis data kualitatif
deskriptif dengan strategi studi khasus dan teknik analisis data model interaktif
yang menggunakan pendekatan hermeneutik. Proses kerja penelitian ini terdiri
atas lima bagian, yaitu tempat dan waktu penelitian, jenis penelitian, data, sumber
data dan instrumen penelitian, teknik pengambilan/pemilihan informan teknik
pengumpulan data, teknik analisis dan validasi data.
Bab IV adalah “Pembahasan: Gambaran Umum, Sebab dan Proses Komodifikasi Seni Grafis di Yogyakarta. Bab ini merupakan inti dari penelitian
yang terdiri dari sub bab besar. Pertama hasil penelitian yang menjelaskan tentang
bentuk komodifikasi karya seni grafis di Yogyakarta, Penyebab terjadinya
komodifikasi karya seni grafis di Yogyakarta dan proses terjadinya komodifikasi
karya seni grafis Sri Maryanto, Bayu Widodo dan Mahamad Yusuf di
Yogyakarta. Yogyakarta merupakan lokasi penelitian dan karya seni grafis
merupakan objek material kajian ini yang mengalami dugaan proses komodifikasi.
Ketiga hal tersebut penting untuk dijelaskan guna mendapatkan gambaran secara
umum dan khusus tentang terjadinya komodifikasi karya seni grafis di
Yogyakarta. Kedua analisis data dan pembahasan. Dalam sub bab ini penulis
menganalisi dan membahas data yang diperoleh dari hasil observasi lapangan
dalam proses kajian ini untuk membahasa tiga hal penting sesuai dengan tujuan
dalam penelitian ini, yaitu (1) menganalisa bentuk komodifiksi yang terjadi pada
objek karya seni grafis di Yogyakarta; (2) Menganalisa faktor penyebab terjadinya
komodifikasi pada objek karya seni grafis di Yogyakarta; (3) Menganalisa proses
terjadinya komodifiakasi pada objek karya seni grafis Sri Maryanto, Bayu
Bab V adalah “Kesimpulan dan Saran”. Bab ini menjelaskan kesimpulan yang diperoleh penelitian ini melalui proses analisis. Kesimpulan yang diperoleh
penulis diuraikan dalam bab ini kedalam tiga hal yang sesuai dengan perumusan
masalah penelitian sebagai berikut: (1) Bentuk komodifikasi apa saja yang terjadi
pada objek karya seni grafis di Yogyakarta? (2) Mengapa terjadi komodifikasi
pada objek karya seni grafis di Yogyakarta? (3) Bagaimana terjadinya praktik
komodifikasi pada objek karya seni grafis Sri Maryanto, Bayu Widodo dan
Muhamad Yusuf di Yogyakarta? Kemudian saran yang diajukan dalam penelitian
ini diuraikan pada bab ini sesuai dengan manfaat penelitian. Kesimpulan dan
saran penelitian ini disajikan sebagai hasil penelitian ilmu Seni Rupa.
12 BAB II
LANDASAN TEORI
A. Deskripsi Teoritik 1. Teori Substansi
a. Definisi Komodifikasi
Komodifikasi atau Commodification adalah sebuah istilah
yang awalnya populer pada kisaran tahun 1977. Komodifikasi
merupuakan sebuah konsep fundamental dari pemikiran Marxisme
tentang bagaimana kapitalisme berkembang. Kata komodifikasi
sendiri berasal dari kata komoditi yang artinya barang yang diperjual
belikan atau diperdagangkan. Marxisme melihat komoditas memiliki
nilai guna dan nilai tukar. Nilai guna suatu objek tidak lain merupakan
kegunaannya yang terkait dengan pengertian Marxisme tentang
pemenuhan kebutuhan tertentu, di sisi lain, nikai tukar akan terkait
dengan nilai produk itu di pasar, atau harga objek yang bersangkutan.
Menurut Baudrillard (dalam Barker, 2004: 200) komodifikasi
dalam masyarakat konsumen menjadi objek yang tidak lagi dibeli
sebagai nilai guna, tetapi sebagai komoditas-tanda. Munculnya proses
komodifikasi telah menghadirkan objek tiruan (simulacrum) yang
pada akhirnya membuat masyarakat hanya mengkonsumsi
produk-produk tersebut sebagai sebuah komoditas-tanda (Sutrisno dan
Putranto, 2005: 34). Berdasarkan pernyataan tersebut dapat dipahami
bahwa komodifikasi merupakan sebuah proses perubahan nilai suatu
barang yang menghasilkan produk-produk tiruan sebagai indikasi
munculnya budaya seolah-olah dalam masayarakat konsumen. Hal ini
selaras dengan pandangan Mosco (2009:132), yang mendefinisikan
komodifikasi sebagai proses perubahan nilai pada suatu produk yang
tadinya hanya memiliki nilai guna kemudian menjadi nilai tukar (nilai
jual) dimana nilai kebutuhan atas produk ini ditentukan lewat harga
produk menunjukkan bahwa kebutuhan individu dan sosial atas
produk ini semakin tinggi.
Mengutip istilah Hesmondhalgh (2007:56) komodifikasi
merupakan proses transformasi objek dan layanan ke dalam sebuah
komoditas. Komodifikasi dalam hal ini lebih menekankan pada aspek
proses dibandingkan dengan aspek industrialisasi. Pada tingkatan
dasar, hal ini melibatkan proses produksi yang tidak hanya untuk
digunakan melainkan sebagai alat pertukaran (exchange). Sejalan
dengan perkembangan kapitalisme, pertukaran di pasar dilakukan
menggunakan media uang. Pendapat ini diperkuat dengan pernyataan
Piliang dalam bukunya yang berjudul “Dunia yang Dilipat, Tamasya
Melampaui Batas-batas Kebudayaan”, yang menjelaskan bahwa
komodifikasi adalah sebuah proses yang mengubah sebuah objek
benda atau kebendaan yang awalnya bukan untuk dimaharkan
kemudian menjadi komoditas yang memiliki nilai jual (Piliang, 2006:
152). Dalam hal ini terjadi apa yang disebutkan sebagai hilangnya
nilai-nilai manfaat asli yang hakiki dari benda-benda tersebut karena
dominasi nilai tukar dalam kapitalisme. Pandangan ini diperkuat oleh
pernyataan Walter Benjamin (dalam Sutrisno dan Putranto, 2005: 34)
yang menyatakan bahwa dalam masyarakat industri telah terjadi budaya reproduksi massal yang telah menghilangkan “aura” seni dan kedalaman estetisnya atas dasar hanya untuk mengejar tujuan-tujuan
ekonomi.
Kemunculan praktik komodifikasi dalam masyarakat tentunya
dipengaruhi oleh faktor-faktor tertentu, hal ini dijelaskan oleh Karl
Marx dan George Simnel, yang dikutip dalam Turner (1992: 115-132)
yang menyatakan bahwa komodifikasi muncul karena adanya proses
produksi massal dengan tujuan mendapatkan keuntungan yang
sebesar-besarnya sesuai dengan prinsip dasar ekonomi dalam konteks
masyarakat industri. Pelaku komodifikasi melihat adanya peluang
dalam budaya masyarakat industri dan memanfaatkan peluang
dihasilkan dengan memproduksinya dalam jumlah yang besar agar
dapat dikonsumsi oleh para konsumen secara massal. Adorno (dalam
Pilliang 2010: 87) mengatakan bahwa komodifikasi tidak hanya
terjadi pada barang-barang kebutuhan konsumer, tetapi juga telah
merambah pada bidang seni dan kebudayaan.
Sedangkan dampak dari adanya proses komodifikasi menurut
Lessing (dalam Hasan, 2009: 136-150) menjelaskan bahwa proses
komodifikasi tidak memakan ruang atau tidak mengikat budaya dan
menyebar secara lebih luas serta medalam dengan tampilan yang
natural. Berdasarkan pernyataan yang dikemukakan Lessing, proses
komodifikasi berjalan seolah-olah tidak merubah produk asli yang
telah mengalami komodifikasi. Tampilan produk massal hasil
komodifikasi yang nampak natural membuat orang dengan mudah
menerima tanpa ada penilaian kritis. Keaslian produk dalam wacana
komodifikasi telah menciptakan dikotomi padangan yang berbeda. Di
satu sisi, komodifikasi dianggap merusak dan mengorbankan produk
asli dan menciptakan produk masal untuk kepentingan kapital.
Sedangkan di sisi lain perubahan-perubahan yang terjadi pada sebuah
produk asli dimaknai sebagai pengembangan yang bersifat inovatif
dan memberi sumbangan pada kesejahteraan masyarakat.
Pendapat ini diperkuat oleh Ni Made Rai Sukmawati dalam
penelitiannya yang berjudul “Komodifikasi Kerajinan Seni Patung
Kayu di Desa Mas, Kecamatan Ubud, Giyanyar” yang
mengungkapkan bahwa munculnya proses komodifikasi berdampak
pada terjadinya perubahan-perubahan baik dari segi ukuran, bentuk
(tradisional menjadi moderen), dan penyederhanaan pada karya seni,
sesuai dengan pengaruh pasar dan permintaan konsumen (Sukmawati
2012: 219). Perubahan-perubahan pada karya asli ini kemudian
berdampak atau menjadi konsekuensi atas munculnya praktik
komodifikasi dalam karya seni.
Teori komodifikasi dalam konteks penelitian ini digunakan
komodifikasi pada objek karya seni grafis dari seniman Sri Maryanto,
Bayu Widodo dan Muhamad Yusuf di Yogyakarta.
b. Psikologi Kepribadian
Sigmund Freud menjelaskan bahwa setiap manusia memiliki
dorongan kreatif dari mekanisme pertahanan (defence mechanisme)
dalam diri. Menurut Freud (dalam Alwisol, 2009: 25) terdapat reaksi
kompromis (reaction compromise) dalam mekanisme pertahanan
manusia berupa sebuah proses sublimasi yang ditandai dengan
terjadinya kompromi antara tuntutan insting id dengan realitas ego.
Awilsol menjelaskan bahwa sublimasi merupakan sebuah proses
kompromi yang menghasilkan prestasi budaya yang lebih tinggi dan
dapat diterima masyarakat sebagai sebuah prestasi kultural kreatif
(Alwisol, 2009: 25). Hal ini dapat terlihat dari sosok Leonardo da
Vinci yang gemar melukis wanita sebagai sebuah sublimasi rasa rindu
terhadap Ibunya yang telah meninggalkan Ia sejak usia muda.
Berdasarkan hal tersebut terlihat kemunculan proses sublimasi
menjadi awal lahirnya imajinasi yang mampu mendorong seseorang
menjadi kreatif.
Hal ini selaras dengan pendapat Carl Gustav Jung (dalam
Alwisol, 2009: 41) yang menyatakan bahwa ketidaksadaran kolektif
telah menjadi pendorong besar bagi manusia untuk memunculkan
kreativitas. Di dalam ketidaksadaran kolektif terdapat sebuah arsetip
atau pola tingkah laku, dan di dalam arsetip ini terbagi kembali
menjadi tiga bagian yaitu persona, shadow dan self. Persona
merupakan sebuah topeng atau wajah yang dipakai manusia untuk
menghadapi publik (Alwisol, 2009:43). Dengan adanya persona
manusia dapat bertahan hidup, membantu mengontrol perasaan,
pikiran dan tingkah laku. Sedangkan shadow merupakan bayangan
arsetip yang mencerminkan insting kebinatangan (Semiun, 2013: 59).
Insting kebinatangan dalam manusia ini digunakan sebagai upaya
untuk bertahan hidup. Insting ini membuat manusia lebih bersemangat
dalam menjalani kehidupan. Terakhir adalah self yang merupakan
arsetip yang memotivasi perjuangan orang menuju keutuhan (Alwisol,
2009:43). Melalui aspek self kreativitas dalam ketidaksadaran diubah
menjadi disadari dan disalurkan menuju aktivitas yang lebih produktif.
Semua arsetip tersebut dapat mendorong seseorang untuk bertindak
kreatif dan terarah. Hal ini tidak menutup kemungkinan bahwa proses
sublimasi menurut Freud dan ketidaksadaran kolektif dari Jung dapat
menjadi pemicu munculnya praktik-praktik komodifikasi dalam
masyarakat sebagai akibat munculnya sifat kreatif dari dalam diri
seseorang.
Carl Rogers (dalam Alwisol, 2009: 275) menggunakan istilah
pribadi yang berfungsi utuh (fully functioning person) untuk
menggambarkan individu yang mampu merealisasi potensi bakatnya
menuju pemahaman yang lengkap mengenai dirinya sendiri dan
seluruh pengalaman yang dimilikinya. Menurut Alwisol ciri-ciri
pribadi yang berfungsi utuh adalah seperti berikut.
1) Memiliki keterbukaan terhadap pengalaman (opennes to
experience).
2) Kemampuan untuk beradaptasi terhadap situasi.
3) Kemampuan untuk bebas bereksperimen (experimental freedom)
sesuai dengan apa yang diinginkan tanpa adanya perasaaan tertekan
atau terhambat.
4) Kreativitas (creativity). Setiap orang yang memiliki pribadi yang
berfungsi utuh berkemungkinan besar untuk memunculkan produk
kreatif (idea, project, action) dan hidup kreatif.
Ciri-ciri pribadi yang berfungsi utuh diatas tidak menutup
kemungkinan dapat mendorong seseoroang untuk melakukan
munculnya praktik komodifikasi pada sebuah karya seni.
Abraham Maslow dalam konsep potensi kreatif (dalam
Alwisol, 2009: 201) menyatakan bahwa kreativitas merupakan ciri
universal manusia sejak dilahirkan dan hal tersebut merupakan potensi
setiap orang yang tidak memerlukan bakat dan kemampuan khusus
memotivasi timbulnya ekspresi-ekspresi yang bebas sehingga
memungkinkan terjadinya berbagai macam bentuk kreasi produk
ciptaan manusia untuk sebuah tujuan tertentu.
Selain hal tersebut, penulis menggunakan teori hirarki
kebutuhan manusia Abraham Maslow untuk mendukung dalam
mengungkapkan latar belakang terjadinya praktik komodifikasi karya
seni grafis di Yogyakarta. Maslow menyusun teori motivasi manusia,
dimana variasi kebutuhan manusia dipandang tersusun dalam bentuk
hirarki atau berjenjang. Maslow menggunakan piramida (gambar 1)
sebagai peraga untuk memvisualisasikan gagasannya mengenai teori
hirarki kebutuhan. Menurut Maslow, manusia selalu termotivasi untuk
memenuhi kebutuhan-kebutuhan hidupnya (Alwisol, 2009: 201).
Kebutuhan-kebutuhan tersebut memiliki tingkatan atau hirarki, mulai
yang paling rendah (bersifat dasar) sampai yang paling tinggi.
Kebutuhan yang memungkinkan mendorong terjadinya komodifikasi
adalah kebutuhan fisiologis, rasa aman, kebutuhan sosial, kebutuhan
harga diri dan kebutuhan aktualiasasi diri.
Gambar 1. Piramida Hirarki Kebutuhan Manusia Abraham Maslow (Sumber: Repro gambar dari buku Dariyo, 2008: 125)
Secara keseluruhan kebutuhan tersebut saling berkaitan satu
dengan yang lain dan jika semua kebutuhan tersebut tidak terpenuhi
maka dimungkinkan menjadi salah satu faktor pendorong terjadinya
praktik komodifikasi pada semua benda ciptaan manusia. Praktik Kebutuhan Fisiologis
Kebutuhan Rasa Aman Kebutuhan Sosial
Kebutuhan Harga Diri Kebutuhan Aktualisasi Diri
komodifikasi dalam hal ini dapat dijadikan sebagai salah satu media
atau alat untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan manusia menurut
hirarki kebutuhan Maslow.
Kebutuhan fisiologis merupakan kebutuhan yang paling
mendasar dan sangat penting untuk bertahan hidup. Diantaranya
adalah kebutuhan udara, air, makan, tidur, dan lain-lain. Maslow
percaya bahwa kebutuhan fisiologis sangat penting dan naluriah di
dalam hirarki kebutuhan karena kebutuhan yang lain menjadi
sekunder sampai kebutuhan ini terpenuhi (Awilsol, 2009: 204).
Kebutuhan ini dinamakan juga basic needs yang jika tidak terpenuhi
dalam keadaan yang sangat ekstrim maka manusia yang bersangkutan
kehilangan kendali atas perilakunya sendiri karena seluruh kapasitas
manusia tersebut dikerahkan dan dipusatkan hanya untuk memenuhi
kebutuhan dasarnya itu. Praktik komodifikasi pada sebuah produk
yang dihasilkan manusia dimungkinkan terjadi bila sesorang tersebut
membutuhkan uang untuk memenuhi kebutuhan fisiologisnya.
Kebutuhan fisiologis adalah pertahanan jangka pendek,
sedangkan kebutuhan rasa aman adalah pertahanan jangka panjang
(Alwisol, 2009: 204). Sejak bayi kebutuhan rasa aman telah muncul,
dimana seorang bayi membutuhkan rasa aman seperti ketenangan,
keteraturan, dan kesetabilan. Pada masa dewasa kebutuhan rasa aman
ini kemudian terwujud dalam kebutuhan pekerjaan, gaji, tabungan,
asuransi dan jaminan masa depan (Alwisol, 2009: 205).
Kebutuhan-kebutuhan rasa aman pada masa dewasa ini memungkinkan terjadinya
komodifikasi pada sebuah produk. Terjadinya pertukaran nilai guna
menjadi nilai tukar pada sebuah produk membuat sesorang berfikir
untuk berlomba-lomba mendapatkan tabungan dan jaminan masa
depan yang lebih baik.
Kebutuhan sosial adalah kebutuhan untuk menjalin hubungan
dengan orang lain. Individu diberi kesempatan dan kebebasan tanpa
diskriminasi untuk menjalin interaksi sosial dengan siapa saja tanpa
kebutuhan manusia berdampak pada munculnya sebuah komunikasi
diantara masyarakat dan bentuk-bentuk komunikasi ini dapat dilihat
dengan jelas pada praktik jual beli antara produsen dan konsumen.
Disinilah dimungkinankan terjadinya komodifikasi pada sebuah
produk dalam sebuah masyarakat.
Kebutuhan penghargaan dalam masyarakat sangat dibutuhkan
bagi manusia dalam sudut pandang psikis. Penghargaan dari orang
lain pada seseorang dapat memberikan rasa bangga dan berguna.
Kebutuhan penghargaan ini dapat diperoleh jika seseorang dapat
berguna bagi masyarakat (Dariyo, 2008: 124). Praktik komodifikasi
pada sebuah produk dapat dijadikan seseorang sebagai media untuk
memenuhi kebutuhan produk masyarakat sehingga dengan tidak
disadari penghargaan itu akan muncul dalam diri si pembuat produk
tersebut. Hal ini juga dapat memungkinkan munculnya praktik
komodifikasi dalam sebuah masyarakat.
Aktualisasi diri adalah keinginan untuk memperoleh kepuasan
dengan dirinya sendiri (Self fullfilment), untuk menyadari semua
potensi dirinya, untuk menjadi apa saja yang dia dapat lakukan, dan
untuk menjadi kreatif dan bebas mencapai puncak prestasi potensinya
(Alwisol, 2009: 205). Manusia yang dapat mencapai tingkat
aktualisasi diri ini menjadi manusia yang utuh, memperoleh kepuasan
dari kebutuhan-kebutuhan yang orang lain bahkan tidak menyadari
adanya kebutuhan semacam itu.
Proses pencapaian pemenuhan kebutuhan-kebutuhan tersebut
sangat berkaitan dengan kreativitas diri yang dimiliki setiap individu
dalam memperolehnya. Berdasarkan pandangan Maslow tersebut
terlihat bahwa manusia berlomba-lomba mencapai kepuasan-kepuasan
personal dengan memenuhi segala kebutuhan hidupnya sebagai akibat
munculnya dorongan nafsu selera dalam diri. Hal ini kemudian diduga
dapat memotivasi terjadinya komodifikasi pada produk seni yang
dihasilkan oleh seniman untuk memfasilitasi atau memenuhi
Menurut Alfred Alder (dalam Alwisol, 2009: 64) manusia
terlahir dalam keadaan tubuh yang lemah dan tidak berdaya sehingga
menimbulkan persaan inferiorita dan ketergantungan kepada orang
lain. Kondisi lemah dan tidak berdaya ini pada akhirnya mendorong
manusia untuk melakukan berbagai hal sebagai cara menutupi segala
kekurangan yang dimilikinya. Hal-hal tersebut terangkum dalam enam
teori pokok Adler sebagai berikut.
1) Perjuangan untuk menjadi suskses atau superiorita (striving for
superiority).
Alder berpendapat bahwa setiap individu memulai kehidupannya
dengan berbagai macam bentuk kekurangan fisik yang pada
akhirnya menggerakkan perasaan inferioritas sang pribadi untuk
berjuang ke arah keberhasilan atau superioritas (Semiun, 2013:
238). Adler (dalam Alwisol, 2009: 67) menegaskan bahwa motif
utama setiap orang, pria, wanita, anak-anak dan dewasa adalah
untuk menjadi kuat, kompeten, berprestasi dan kreatif. Hal inilah
yang menjadikan manusia berjuang untuk meraih kesuksesannya
ditengan segala kekurangan yang dimiliki.
2) Persepsi subyektif (subjective preception)
Setiap orang menentukan segala tujuan-tujuan untuk diperjuangkan
atas dasar interpretasinya sendiri terhadap suatu fakta. Pendapat ini
diperkuat oleh pandangan Alwisol dalam bukunya yang berjudul
“Psikologi Kepribadian” yang menyatakan bahwa kepribadian
seseorang dibangun bukan karena realita, tetapi atas keyakinan
subjektif orang tersebut terhadap tujuannya untuk menjadi
superioritas atau tujuan menjadi sukses (Alwisol, 2009: 67).
Perspektif subjektif terhadap realita/fakta inilah yang pada akhirnya
mengarahkan setiap individu berjuang menuju sebuah kesempurna
hidup yang positif.
3) Kesatuan kepribadian (unity of personality)
Setiap manusia berusaha dengan keras untuk menyatukan segala
tujuan superioritas atau keberhasilan (Semiun, 2013: 243-244). Hal
ini membuat setiap individu terlihat konsisten dan terarah sesuai
dengan tujuan utamanya untuk mencapai keberhasilan.
4) Minat sosial (social interest)
Minat sosial merupakan sikap keterikatan diri dengan kemanusiaan
secara umum, serta empati kepada setiap orang dengan tujuan
bekerja sama untuk mencari keuntungan pribadi (Alwisol, 2009:
70). Inferioritas alamiah yang dimiliki manusia mengharuskan
mereka bekerja sama dalam masyarakat. Tanpa perlindungan dan
pemeliharaan orang lain seorang individu akan menghadapi
kesulitan dalam kehidupannya (Semiun, 2013: 250). Dengan
demikian minat sosial merupakan suatu kebutuhan yang penting
dilakukan untuk mencapai suatu tujuan keberhasilan.
5) Gaya hidup (life of style)
Setiap orang memiliki tujuan sama dalam mencapai sebuah
superioritasnya, namun untuk mencapai tujuan tersebut setiap
manusia memiliki gaya masing-masing (Semiun, 2013: 258). Ada
sesorang yang mengejar superioritasnya dengan mengembangkan
kemampuan intelektualnya, namun ada juga orang yang mengejar
superioritasnya dengan mengembangkan kekuatan otot. Hal ini
dilakukan setiap manusia sesuai dengan gaya hidupnya
masing-masing. Gaya hidup adalah cara unik bagaimana sesorang berjuang
untuk mencapai tujuan khusus yang telah ditentukan orang itu
dalam kehidupan tertentu dimana dia berada (Alwisol, 2009: 73).
Dengan kata lain gaya hidup merupakan salah satu faktor yang
mempengaruhi setiap individu dalam mencapai tujuan
keberhasilannya.
6) Kekuatan kreatif diri (creative power of the self)
Manusia dalam perspektif psikologi kepribadian dipandang sebagai
makhluk yang memiliki sifat alami kreatif. Sifat ini akan terlihat
ketika manusia menghadapi berbagai persoalan kehidupan. Alfred
manusia memiliki daya kreatif, yang dimaksud daya kreatif adalah
kemampuan manusia dalam mengolah fakta-fakta dunia dan
mentransformasikan fakta-fakta tersebut menjadi kepribadian yang
bersifat subjektif, dinamik, menyatu, personal dan unik. Kekuatan
daya kreatif tersebut pada akhirnya membuat setiap manusia
menjadi manusia bebas, dan bergerak menuju tujuan yang terarah.
Mekanisme sublimasi Freud, ketidaksadaran kolektif Jung,
konsep pribadi yang utuh Rogers, potensi kreatif dan hirarki
kebutuhan Maslow, serta enam teori pokok Adler dalam konteks
penelitian ini dirasakan tepat digunakan dalam menganalisis faktor
pendorong terjadinya komodifikasi seni grafis pada karya cetak tinggi
dan cetak saring seniman dari sudut padang psikologis seniman Sri
Maryanto, Bayu Widodo dan Muhamad Yusuf.
c. Ekonomi Mikro
Membicarakan persoalan jual beli barang dan jasa dalam
wilayah rumah tangga dan perusahaan tentunya akan membawa kita
masuk ke dalam pembahasan tentang ekonomi mikro. Teori ekonomi
mikro didefinisikan juga sebagai suatu bidang ilmu ekonomi yang
menganalisis bagian-bagian kecil dari keseluruhan kegiatan ekonomi
(Sukirno, 2006: 21). Kajian cabang ilmu ini dipelopori oleh Adam
Smith (...the Wealth of Nattion. 1776) yang berisi mengenai
bagaimana harga suatu komoditi secara individu terbentuk; mengkaji
bagaimana penentuan harga tanah, tenaga kerja dan modal, serta
meneliti kelemahan dan kekuatan mekanisme pasar, selain sifat-sifat
efesiensi pasar itu sendiri yang sangat mengagumkan dan manfaat
ekonomi yang berasal dari tindakan individual yang bersifat
self-intersted (Samuelson dan Nordhaus, 2001: 5). Dapat disimpulkan
bahwa ekonomi mikro merupakan sebuah cabang ilmu ekonomi yang
berada pada lingkup analisis perilaku dari masing-masing pelaku
ekonomi.
Pokok pembahasan ekonomi mikro terkait dengan transaksi
suatu barang adalah adanya permintaan (demand) dan penawaran