• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS KARAKTERISTIK CAMPURAN AC-WC DENGAN MENGGUNAKAN ASBUTON LAWELE (LGA) HASIL EKSTRAKSI DAN VARIASI ABU SEKAM PADI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "ANALISIS KARAKTERISTIK CAMPURAN AC-WC DENGAN MENGGUNAKAN ASBUTON LAWELE (LGA) HASIL EKSTRAKSI DAN VARIASI ABU SEKAM PADI"

Copied!
177
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS KARAKTERISTIK CAMPURAN AC-WC DENGAN MENGGUNAKAN ASBUTON LAWELE (LGA) HASIL

EKSTRAKSI DAN VARIASI ABU SEKAM PADI

SEBAGAI FILLER

Disusun Oleh : SANDI RIAN RINALDI

45 12 041 088

SKRIPSI

Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Guna MemperolehGelar

Sarjana TEKNIK

JURUSAN SIPIL FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS BOSOWA MAKASSAR

2017/2018

(2)
(3)
(4)
(5)

iv

KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah, Tuhan yang rahmat-Nya selalu tercurahkan kepada setiap Hamba-nya, dengan kasih dan sayang-Nya, telah memperkenankan kami untuk menyelesaikan tugas akhir ini walaupun dalam bentuk yang sederhana.

Tugas akhir ini disusun untuk memenuhi salah satu persyaratan akademik dalam menyelesaikan studi pada Jurusan Sipil Fakultas Teknik Program Reguler Universitas Bosowa Makassar.

Dalam tulisan ini penulis menyajikan pokok bahasan menyangkut masalah dibidang transportasi, dengan jUdul :

“ANALISIS KARAKTERISTIK CAMPURAN AC-WC DENGAN MENGGUNAKAN ASBUTON LAWELE (LGA) HASIL EKSTRAKSI DAN VARIASI ABU SEKAM PADI SEBAGAI

FILLER”

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa selesainya tugas akhir ini adalah berkat bantuan dan sumbansi dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis ingin menghaturkan ucapan terima kasih tak terhingga kepada:

1. Ibu Savitri Prasandi M, ST, MT. selaku Ketua Jurusan Sipil Fakultas Teknik Universitas Bosowa Makassar.

2. Ibu Nurhadijah Yunianti, ST, MT. selaku Sekretaris Jurusan Sipil Fakultas Teknik Universitas Bosowa Makassar.

(6)

v

3. Bapak Ir. H. Abd. Rahim Nurdin, MT dan Bapak Ir. Tamrin Mallawangeng, MT selaku pembimbing I dan II yang senantiasa meluangkan waktunya untuk membimbing dan membantu penulis dalam menyelesaikan tugas akhir ini.

4. Ayahanda Ir. H. Syahrul Sariman, MT. yang selalu memberikan nasehat dan masukan selama proses penyelesaian tugas akhir ini.

5. Seluruh Staff Dosen Jurusan Sipil Fakultas Teknik Universitas Bosowa Makassar.

6. Ayahanda Ir. H. Abd. Rahim Nurdin, MT selaku Kepala Laboratorium Bahan dan Jalan, Jurusan Sipil Fakultas Teknik Universitas Bosowa Makassar.

7. Bapak Muh. Hamdan, ST dan Marlina Alwi, ST selaku Asisten Laboratorium Jurusan Sipil Fakultas Teknik Universitas Bosowa Makassar yang senantiasa meluangkan waktunya untuk membimbing dan memberikan masukan sehubungan dengan penelitian ini.

8. Kepada kedua orang tua dan keluarga tercinta atas doa, dukungan dan bantuannya, berupa moril maupun materi selama penulis menuntut ilmu di Universitas Bosowa Makassar.

9. Kepada saudara seperjuangan angkatan 2012 Fakultas Teknik Jurusan Sipil yang telah memberikan banyak pelajaran dan bimbingan kepada saya.

10. Kepada Himpunan Mahasiswa Sipil (HMS) Universitas Bosowa Makassar.

(7)

vi

Dengan penuh kesadaran diri dan segala kerendahan hati penulis, menyadari bahwa hanya Allah yang memiliki segala kesempurnaaan, sehingga tentu masih banyak lagi rahasia-Nya yang belum tergali dan belum kita ketahui. Oleh karena itu, kami mengharapkan saran-saran dan kritik yang positif demi penyempurnaan tugas akhir ini. Semoga tulisan yang sederhana ini dapat memberikan manfaat bagi pembaca. Amien.

Makassar, Juni 2017

PENULIS

(8)

iv

ABSTRAK

Penelitian ini mencoba menggunakan Abu Sekam Padi yang diharapkan menambah daya tahan lapis perkerasan beton aspal terhadap kerusakan yang disebabkan oleh cuaca dan beban lalu lintas. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis karakteristik campuran aspal panas (AC-WC) dengan menggunakan aspal hasil ekstraksi Asbuton Lawele (LGA) dengan variasi kadar abu sekam padi yang berfungsi sebagai filler. Penelitian ini menggunakan metode eksperimen yaitu dengan suatu percobaan untuk mendapatkan hasil, dengan demikian akan terlihat pemanfaatan Abu Sekam Padi pada konstruksi beton aspal dengan variasi kadar abu sekam padi 3%, 5%, 7%, 9% dan 10%. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan Abu Sekam Padi akan mempengaruhi karakteristik campuran aspal.

Kata Kunci: Abu Sekam Padi, Aspal, Asbuton Lawele (LGA), AC-WC.

(9)

iv ABSTRACT

This research tries to use Ash Husk Rice which is expected to increase pavement asphalt concrete pavement against damage caused by weather and traffic load. This study aims to analyze the characteristics of hot asphalt mixture (AC-WC) by using asphalt Asbuton Lawele (LGA) asphalt with variation of ash content of rice husk that function as filler. This research uses experimental method with an experiment to get the result, so it will be seen the utilization of Ash Husk Rice on asphalt concrete construction with variation of ash rice husk level 3%, 5%, 7%, 9%

and 10%. The results showed that the use of rice husk ash will affect the characteristics of asphalt mixture.

Keywords: Ash husk Rice, Asphalt, Asbuton Lawele (LGA), AC-WC.

(10)

vii

DAFTAR ISI

Halaman Judul ... i

Surat Pernyataan Keaslian dan Publikasi Tugas Akhir ... ii

Lembar Pengajuan Ujian Akhir ... iii

Lembar Pengesahan ……… iv

Kata Pengantar ... v

Abstrak ... vi

Daftar Isi ... vii

Daftar Tabel ... xi

Daftar Gambar ... xii

Daftar Notasi ... xiv BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang ... I-1 1.2. Maksud dan Tujuan Peneltian ... I-4 1.2.1. Maksud Penelitian ... I-4 1.2.2. Tujuan Penelitian ... I-4 1.3. Batasan Masalah ... I-5 1.4. Rang LingkupPenelitian ... I-5 1.5. Sistematika Penulisan ... I-6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Tinjauan Umum Perkerasan Jalan Raya ... II-1 2.2. Pembebanan Pada Perkerasan Jalan ... II-5

(11)

viii

2.3. Aspal Beton ... II-7 2.3.1. Pengertian Aspal Beton ... II-7 2.3.2. Karakteristik Campuran Aspal Beton ... II-8

2.3.3. Jenis – jenis Aspal Beton ... II-10 2.4. Karakteristik AC-WC Modified ... II-13 2.5. Material Campuran Aspal Beton ... II-15 2.5.1. Agregat ... II-15 2.5.2. Aspal ... II-28 2.5.3. Aspal Buton (Asbuton) ... II-38 2.6. Perencanaan Campuran Aspal Beton ... II-57 2.7. Pengujian Marshall Test ... II-59 2.8. Abu Sekam Padi ... II-66 BAB III METODE PENELITIAN

3.1. Diagram Alur Penelitian ... III-1 3.2. Lokasi Material ... III-3 3.3. Lokasi Penelitian ... III-3 3.4. Waktu Pelaksanaan ... III-3 3.5. Persiapan Peralatan dan Pengambilan Sampel ... III-3

3.5.1. Pemeriksaan Analisa Saringan Aggregat Kasar

dan Halus ... III-3 3.5.2. Pemeriksaan Berat Jenis dan Penyerapan

Agregat Kasar ... III-5

(12)

ix

3.5.3. Pemeriksaan Berat Jenis dan Penyerapan

Agregat Halus ... III-8 3.5.4. Pemeriksaan Abrasi ... III-10 3.5.5. Pemeriksaan Kadar Lumpur Agregat Kasar ... III-12 3.5.6. Pemeriksaan Kadar Lumpur Agregat Halus ... III-14 3.6. Pemeriksaan Aspal ... III-16 3.6.1. Pemeriksaan Berat Jenis Aspal ... III-16 3.6.2. Pemeriksaan Daktilitas ... III-18 3.6.3. Pemeriksaan Penetrasi Aspal ... III-20 3.6.4. Pemeriksaan Viskositas ... III-22 3.6.5. Pemeriksaan Titik Nyala dan Titik Bakar ... III-23 3.6.6. Pemeriksaan Titik Lembek Aspal ... III-25 3.7. Pemeriksaan Asbuton ... III-26 3.7.1. Pemeriksaan Kadar Air Asbuton... III-26 3.7.2. Pemeriksaan Kadar Bitumen ... III-27 3.8. Penentuan Jumlah dan Persiapan Benda Uji ... III-30 3.8.1. Penentuan Jumlah Benda Uji ... III-30 3.8.2. Perancangan Agregat Gabungan ... III-31 3.8.3. Pembuatan Benda Uji I ... III-33 3.9. Pengetesan Benda Uji Dengan Alat Marshall ... III-35 3.10. Pembuatan Benda Uji II ... III-36

BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN

(13)

x

4.1. Rekapitulasi Hasil Pengujian ... IV-1 4.1.1. Hasil Pemeriksaan Analisa Saringan ... IV-1 4.1.2. Hasil Pemeriksaan Berat Jenis Dan Penyerapan ... IV-4

4.1.3. Hasil Pemeriksaan Abrasi ( Tingkat Kekerasan ) Agregat Kasar ( Batu Pecah 1-2 ) ... IV-5

4.1.4. Hasil Pemeriksaan Karakteristik Aspal Minyak ... IV-6 4.2. Penentuan Proporsi Agregat Campuran ... IV-7 4.3. Pembuatan Benda Uji Untuk Penentuan KAO ( Kadar Aspal

Optimum ) ... IV-10 4.3.1. Perkiraan Kadar Aspal Rencana (Pb) ... IV-11 4.3.2. Penentuan Berat Agregat dan Berat Aspal

Dalam Campuran ... IV-11 4.3.3. Perhitungan Berat Jenis dan Penyerapan

Campuran ... IV-12 4.4. Data Uji Marshall Untuk Penentuan Kadar

Aspal Optimum ... IV-13 4.5. Pembuatan Benda Uji KAO ( Kadar Aspal Optimum ) Dengan Variasi Abu Sekam Padi ... IV-18 4.5.1. Perhitungan Berat Agregat Dan Berat Aspal Menggunakan Kadar Aspal Optimum Dengan Menggunakan Bahan Abu Sekam Padi ... IV-18

(14)

xi

4.5.2. Data Hasil Uji Dengan Alat Marshall Yang Diperoleh Dengan Menggunakan Kadar Aspal Optimum ... IV-21 4.5.3. Analisis Hasil Pengujian Dengan Menggunakan Bahan Abu Sekam Padi Pada Campuran Beton Aspal Panas AC-WC ... IV-22 4.6. Pembahasan Pengaruh Penggunaan Variasi Abu Sekam Padi Terhadap Karakteristik Marshall ... IV-30 4.7. Hubungan KAO Dengan Persentase Nilai IKS ... IV-31

BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN

5.1. Kesimpulan ... V-1 5.2. Saran ... V-1 DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN – LAMPIRAN DOKUMENTASI

(15)

xiii

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1.Ketentuan Sifat-sifat Campuran Dimodifikasi

( AC-WC Modified )... II-14 Tabel 2.2.Spesifikasi Gradasi Agregat Kasar ... II-19 Tabel 2.3.Ketentuan Agregat Kasar ... II-20 Tabel 2.4.Spesifikasi Agregat Gradasi Agregat Halus ... II-22 Tabel 2.5.Ketentuan Agregat Halus ... II-22 Tabel 2.6.Ukuran Gradasi Filler ... II-23 Tabel 2.7.Ketentuan Filler ... II-24 Tabel2.8.Amplop Gradasi Agregat Gabungan untuk Campuran Aspal... II-26 Tabel 2.9.Spesifikasi Gradasi Agregat untuk Campurasn Aspal ... II-27 Tabel 2.10.Pengujian Aspal Keras ... II-32 Tabel 2.11.Persyaratan Untuk Aspal Keras Pen 60/70 ... II-33 Tabel2.12.Perkiraan Deposit Asbuton di daerah Lawele dan sekitarnya... II-41 Tabel 2.13.Sifat Fisik Aspal Buton dari Kabungka dan Lawele ... II-42 Tabel 2.14.Sifat Kimia Aspal Buton dari Kabungka dan Lawele ... II-43 Tabel 2.15.Komposisi Kimia Mineral Aspal Buton dari Kabungka dan Lawele ... II-44 Tabel 2.16.Jenis Pengujian dan Persyaratan Sbuton Butir ... II-46 Tabel 2.17.Persyaratan Aspal yang dimodifikasi dengan Asbuton .. II-54 Tabel 2.18.Persyaratan Bitumen Asbuton Modifikasi ... II-55

(16)

xiv

Tabel 2.19.Sifat Kimiawi Abu Sekam Padi ... II-67 Tabel 2.20.Syarat Gradasi Bahan Pengisi Abu Sekam Padi (filler) .. II-22 Tabel 3.1.Perhitungan Benda Uji ... III-30 Tabel 4.1.Hasil Pemeriksaan Material Batu pecah 1-2 ... IV-1 Tabel 4.2.Hasil Pemeriksaan Material Batu Pecah 0,5-1 ... lV-2 Tabel 4.3.Hasil Pemeriksaan Material Abu Batu ... IV-2 Tabel 4.4.Hasil Pemeriksaan Analisa Saringan Semen ... IV-3 Tabel 4.5.Hasil Pemeriksaan Berat Jenis Dan Penyerapan

Batu Pecah 1-2 ... lV-4 Tabel 4.6.Hasil Pemeriksaan Berat Jenis Dan Penyerapan

Batu Pecah 0,5-1 ... lV-4 Tabel 4.7.Hasil Pemeriksaan Berat Jenis Dan Penyerapan Material Abu batu ... IV-5 Tabel 4.8.Hasil Pemeriksaan Keausan Agregat Kasar ... IV-5 Tabel 4.9. Hasil Pemeriksaan Aspal Pen 60/70 ... IV-6 Tabel 4.10. Ketentuan Aspal Retona Blend 55 ( Ditjen Bina Marga,

2008 ... IV-7 Tabel 4.11. Penggabungan Agregat AC-WC Standar ... lV-9 Tabel 4.12. Rumus Komposisi Campuran AC-WC Standar ... lV-12 Tabel 4.13. Berat Aspal Dan Agregat Pada Campuran Aspal

Panas AC-WC Standar ... lV-12 Tabel 4.13. Hasil Pemeriksaan Berat Jenis Dan Penyerapan

Agregat Untuk Campuran AC-WC Standar ... lV-12

(17)

xv

Tabel 4.15.Komposisi Campuran Dengan Bahan Abu Sekam Padi ....IV-19 Tabel 4.16.Hasil Uji Marshall KAO Menggunakan Bahan Abu Sekam Padi Dengan Perendaman selama 30 menit pada suhu

60˚C ... IV-21 Tabel 4.17.Hubungan KAO dengan Presentase Nilai IKS Beton

Aspal AC-WC Menggunakan Variasi Abu Sekam Padi IV-31

(18)

xiv

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1.Komponen Perkerasan Lentur ... II-2 Gambar 2.2.KomponenPerkerasan Kaku ... II-2 Gambar 2.3.KomponenPerkerasan Komposit ... II-3 Gambar 2.4.Potongan Lapisan Pada Perkerasan Lentur ... II-3 Gambar 2.5.Sistematika Bentuk Perkerasan Jalan... II-4 Gambar 2.6.Distribusi beban roda melalui lapisan perkerasan jalan II-6 Gambar 2.7.Ilustrasi Gradasi Agregat ... II-25 Gambar 2.8.Kandungan kimia dari aspal ... II-36 Gambar 2.9.Peta lokasi sebaran asbuton... II-40

Gambar 2.10a.Ilustrasi pengolahan asbuton padat dengan nilai penetrasi bitumen rendah (<10 dmm) menjadi asbuton butir... II-47

Gambar 2.10b.Ilustrasi pengolahan asbuton padat dengan nilai penetrasi bitumen rendah (<10 dmm) menjadi asbuton butir ... II-48

Gambar 2.11.Alat Uji Marshall ... ... II-58 Gambar 2.12.Skematis berbagai Jenis Volume Beton Aspal... II-62 Gambar2.13.Pengertian Tentang VIM, Selimut Aspal, Aspal yang Terabsorbsi... II-63 Gambar 2.14.Ilustrasi Pengertian VMA dan VIM ... II-63 Gambar 2.16.Kurva distribusi partikel abu sekam padi ... II-66 Gambar 3.1.Diagram Alir Penelitian ... III-1 Gambar 3.2. Satu Set Saringan ... III-5

(19)

xiv

Gambar 3.3.Pengujian Berat Jenis dan Penyerapan Agregat

Kasar ... III-7 Gambar 3.4.Pengujian Berat Jenis Agregat Halus ... III-10 Gambar 3.5.Los Angeles Abration Test ... III-12 Gambar 3.6.Pengujian Kadar Lumpur Agregat Kasar ... III-14 Gambar 3.7.Pengujian Kadar Lumpur Agregat Halus ... III-15 Gambar 3.8.Pengujian Berat Jenis Aspal ... III-18 Gambar 3.9.Pengujian Daktilitas ... III-20 Gambar 3.10.Pengujian Penetrasi ... III-22 Gambar 3.11.Pengujian Kadar Bitumen ... III-30 Gambar4.1.Grafik Gradasi Penggabungan Agregat AC – WC Standar... ... IV-9 Gambar 4.2. Diagram Penentuan Kadar Aspal Optimum ... IV-14 Gambar 4.3.Grafik Karakteristik Marshall Test ... IV-15 Gambar4.4.Diagram hubungan variasi abu sekam padi terhadap kepadatan pada kondisi kadar aspal optimum Dengan Waktu Perendaman 30 Menit Dengan Suhu 60°C. ... IV-22 Gambar4.5. Diagram hubungan variasi abu sekam padi terhadap stabilitas pada kondisi kadar aspal optimum Dengan Waktu Perendaman 30 Menit Dengan Suhu 60°C ... IV-23 Gambar4.6.Diagram hubungan variasi abu sekam padi terhadap Flow pada kondisi kadar aspal optimum Dengan Waktu Perendaman 30 Menit Dengan Suhu 60°C ... IV-25

(20)

xiv

Gambar4.7.Diagram hubungan variasi abu sekam padi terhadap VIM pada kondisi kadar aspal optimum Dengan Waktu Perendaman 30 Menit Dengan Suhu 60°C ... IV-26 Gambar4.8.Diagram hubungan variasi abu sekam padi terhadap Marshall Quetient pada kondisi kadar aspal optimum Dengan Waktu Perendaman 30 Menit Dengan Suhu 60°C ... IV-27 Gambar4.9.Diagram hubungan variasi abu sekam padi terhadap VFB pada kondisi kadar aspal optimum Dengan Waktu Perendaman 30 Menit Dengan Suhu 60°C ... IV-28 Gambar4.10.Diagram hubungan variasi abu sekam padi terhadap VMA pada kondisi kadar aspal optimum Dengan Waktu Perendaman 30 Menit Dengan Suhu 60°C ... IV-29

(21)

xvii

DAFTAR NOTASI

AASTHO = American Association Of State Highway and Transportation Officials

AC = Asphalt Concrete

AC - BC = Asphalt Concrete Binder Course AC - Base = Asphalt Concrete Base

AC - WC = Asphalt Concrete Wearing Course ASBUTON = Aspal Batu Buton

ASTM = American Society For Testing and Materials

Ba = Berat Benda Uji Kering Permukaan Jenuh di dalam Air BFT = Bitumen Film Thickness

Bj = Berat Benda Uji Kering Permukaan Jenuh Bk = Berat Benda Uji Kering Oven

cP = Centipoise

DMF = Design Mix Formula EVA = Ethylene Vinyl Acetate

Filler = Berupa Abu batu Bahan Perkerasan Yang Lolos Saringan No. 200

Flow = Pelelehan

Ga = Berat Jenis Aspal Gsa = Berat Jenis Semu

Gsb = Berat Jenis curah dari total Agregat

(22)

xvii Gse = Berat Jenis Efektif

H = Hidrokarbon

HRS = Hot Rolled Sheet HRS - Base = Hot Rolled Sheet Base

HRS - WC = Hot Rolled Sheet Wearing Course HRSS = Hot Roled sand Sheet

HSMA = High Stiffnes Modulus Asphalt JMF = Job Mix Formula

KAO = Kadar Aspal Optimum LATASTON = Lapisan Tipis Aspal Beton LATASIR = Lapisan Tipis Aspal Pasir LASTON = Lapisan Aspal Beton LPA = Lapis Pondasi Atas LPB = Lapis Pondasi Bawah LTD = Lapis Tanah Dasar MC = Medium Curing Cut Back

MPBJ = Manual Pemeriksaan Bahan Jalan MQ = Marshall Quetiont ( kg / mm ) Pa.s = Pascal sekon

Pb = Perkiraan Bitumen Pba = Penyerapan Aspal Pen 60/70 = Penetrasi 60/70 RC = Rapid Curing

(23)

xvii RCC = Residium Catalytic Cracking SBS = Styrene Butadine Styrene SBR = Styrene Butadine Rubber SC = Slow Curing Cut Back SI = Standar Internasional SIS = Styrene Isoprene Styrene SMA = Split Mastic Asphalt

SNI = Standar Nasional Indonesia

SS = Sand Sheet

SSD = Surface Saturated Dry VFB = Voids Filled With Bitumen VIM = Voids In Mixed (%)

VMA = Voids In Mineral Agregates (%)

‘’ = Ukuran Saringan Dalam Inchi

(24)

I - 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Indonesia sebenarnya kaya akan sumber daya alam. Pulau Buton (Sulawesi Tenggara) memiliki aspal alam yang terkenal dengan sebutan Asbuton yang merupakan daerah deposit aspal alam yaitu sekitar 650 juta ton dengan sebaran deposit terletak antara teluk Sampolawa dan teluk Lawele (Departemen Pekerjaan Umum dirilis tahun 2007). Aspal ini merupakan campuran antara bitumen dengan bahan mineral lainnya dalam bentuk batuan. Karena aspal buton merupakan bahan alam maka kadar bitumen yang dikandungnya sangat bervariasi dari rendah sampai tinggi. Berdasarkan kadar bitumen yang dikandungnya, aspal buton dapat dibedakan atas B10, B13, B20, B25, dan B30 (Aspal buton B10 adalah aspal buton dengan kadar bitumen rata-rata 10 %). Seiring dengan terus melonjaknya harga aspal minyak sejak 2002 lalu,maka penggunaan Asbuton dinilai lebih murah dan efisien juga dapat menghemat devisa Negara dalam menunjang pembangunan Nasional. Sebagai produk pelengkap, Aspal Buton dapat digunakan sebagai bahan tambahan (modifier) untuk campuran perkerasan jalan. Penggunaan Aspal Buton akan menekan biaya konstruksi dan pembangunan karena harganya lebih murah dibandingkan Aspal Minyak.

(25)

I - 2

Pemerintah dalam hal ini Menteri Pekerjaan Umum telah mengeluarkan kewajiban sesuai peraturan Menteri PU No. 35/2006 untuk memanfaatkan Aspal Buton sebagai produk dalam negeri dalam pelaksanaan konstruksi jalan di Indonesia.

Salah satu produk campuran aspal yang kini banyak digunakan oleh Departemen Pekerjaan Umum dan Prasarana wilayah adalah AC-WC (Asphalt Concrete Wearing Course) Lapis Aus Aspal Beton. AC-WC adalah salah satu dari tiga macam campuran lapis aspal beton yaitu AC- WC, AC-BC,dan AC-Base. Penggunaan AC-WC yaitu untuk lapis permukaan (paling atas ) dalam perkerasan dan mempunyai tekstur yang paling halus dibandingkan dengan jenis laston lainnya. Laston sebagai lapis aus (Wearing Course) adalah lapisan perkerasan yang berhubungan langsung dengan ban kendaraan, merupakan lapisan yang kedap air, tahan terhadap cuaca, dan mempunyai kekesatan yang disyaratkan dengan tebal nominal minimum 4 cm. Lapisan-lapisan tersebut berfungsi untuk menerima beban lalu lintas dan menyebarkannya kelapisan dibawahnya berupa muatan kendaraan (gaya vertikal), gaya rem (Horizontal) dan pukulan Roda kendaraan (getaran).

Aspal yang digunakan campuran AC-WC sebagai bahan pengikat adalah aspal alam yang berasal dari Buton yang di kenal dengan Asbuton.

Namun yang menjadi masalah sampai sejauh mana daya ikat yang di hasilkan asbuton di bandingkan dengan menggunakan aspal minyak.

(26)

I - 3

Filler adalah material yang lolos saringan no.200 (0,075 mm) dantermasuk kapur hidrat, abu terbang, Portland semen dan abu batu.

Filler dapat berfungsi untuk mengurangi kepekaan terhadap temperatur serta mengurangi jumlah rongga udara dalam campuran, namun demikian jumlah filler harus dibatasi pada suatu batas yang menguntungkan

Keberadaan sekam padi yang melimpah di Indonesia masih tidak termanfaatkan dengan baik. Diantara sekian banyak kegunaan sekam padi, sebagian besarnya dieksploitasi untuk keperluan-keperluan tradisional seperti perapian, abu gosok, pembakaran batu-bata, campuran batu-bata dan sebagainya. Dibandingkan dengan potensinya, jelas pemanfaatan abu sekam ini tampak monoton dan juga bernilai guna rendah. Disamping kemampuan menyusut, abu sekam juga memiliki sifat sementasi yang berfungsi meningkatkan kekesatan antar butiran partikel.

Dua sifat tersebut yang menyebabkan abu sekam layak digunakan sebagi bahan kompaktor saat jadi filler. Masa yang akan datang, abu sekam tampaknya dapat menggantikan abu batu yang selama ini merupakan bahan filler utama yang keberadaanya mulai sulit didapatkan. Abu sekam juga memungkinkan digunakan dalam jenis campuran lain seperti campuran aspal untuk lapis permukaan. Sifat sementasi dan gradasi butirannya sesuai dengan spesifikasi yang dibutuhkan dalam salah satu bahan pembentuk campuran aspal yaitu filler. Selama ini filler diisi oleh abu batu. Namun karena abu batu sulit didapatkan sebab jumlahnya sedikit, fungsinya sering digantikan oleh bahan lain seperti fly ash.

(27)

I - 4

Kenyataannya fly ash juga mahal karena abu batu bara ini belum banyak tersedia di setiap daerah kecuali daerah-daerah tertentu di Indonesia. Jika abu sekam dapat menggantikan kedua bahan tersebut, maka kendala tersebut dapat dikurangi disebabkan kelebihan abu sekam yang disamping murah harganya juga mudah mendapatkannya dalam jumlah besar. Masalah murah dan mudah inilah yang akhir-akhir ini menjadi perhatian utama dalam penyediaan bahan pembangunan jalan.

Dari uraian tersebut di atas menjadi latarbelakang untuk mengadakan penilitian di laboratorium dan menuliskannya dalam bentuk tugas akhir yang berjudul :

“ANALISIS KARAKTERISTIK CAMPURAN AC-WC DENGAN MENGGUNAKAN ASBUTON LAWELE (LGA) HASIL EKSTRAKSI DAN

VARIASI ABU SEKAM PADI SEBAGAI FILLER”.

1.2. Maksud dan Tujuan

Maksud :

Maksud dari penelitian ini adalah untuk mengetahui karakteristik campuran aspal panas (AC-WC) dengan menggunakan aspal hasil ekstraksi Asbuton Lawele (LGA) dengan variasi kadar abu sekam padi yang berfungsi sebagai filler.

(28)

I - 5

Tujuan :

Menganalisis karakteristik campuran aspal panas (AC-WC) dengan menggunakan aspal hasil ekstraksi Asbuton Lawele (LGA) dengan variasi kadar abu sekam padi yang berfungsi sebagai filler.

1.3. Ruang Lingkup Penelitian

a. Melakukan penelitian laboratorium untuk mengetahui dan menganalisis karakteristik campuran aspal AC-WC hasil ekstraksi Abuston Lawele (LGA) dengan menggunakan variasi abu sekam sebagai filler.

1.4. Batasan Masalah

Penulisan skripsi ini dibatasi pada hal – hal sebagai berikut :

1. Pengujian dilakukan di laboratorium Aspal Universitas Bosowa Makassar.

2. Jenis aspal yang digunakan Asbuton Lawele (LGA) hasil ekstraksi yaitu Retona Blend 55.

3. Jenis aspal yang digunakan yaitu Asbuton Lawele (LGA) dan aspal minyak penetrasi 60/70.

4. Agregat kasar dan halus di ambil dari Bili-bili di Samata, Kab. Gowa.

5. Filler yang di gunakan adalah Abu Sekam Padi yang di ambil dari pabrik padi Kab. Maros.

(29)

I - 6

6. Aspal yang di gunakan adalah Asbuton Lawele (LGA) hasil ekstrasi dan aspal minyak penetrasi 60/70.

7. Campuran yang di gunakan adalah campuran aspal panas AC-WC dengan menggunakan Asbuton Lawele (LGA) dengan variasi abu sekam padi sebagai filler.

8. Material abu sekam padi di masukan dalam komposisi campuran tanpa memperhatikan berat jenis abu sekam padi sebagai filler.

9. Pengujian dilakukan dengan menggunakan alat Marshall Test.

1.5. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan dalam tugas akhir ini terdiri dari lima bab yang berurutan sebagai berikut :

 BAB I : PENDAHULUAN

Bab ini merupakan pendahuluan yang menguraikan latar belakang masalah, rumusan masalah, maksud dan tujuan penulisan, ruang lingkup penelitian, batasan masalah dan sistematika penulisan.

 BAB II : KAJIAN PUSTAKA

Bab ini membahas tentang teori-teori pendukung mengenai penelitian yang dilakukan.

 BAB III : METODE PENELITIAN

Bab ini membahas tentang bagan alir penelitian, bahan,

(30)

I - 7

lokasi, dan waktu penelitian, metode pengambilan sampel, persiapan bahan campuran dan pembuatan benda uji.

 BAB IV : ANALISIS DAN PEMBAHASAN

Bab ini membahas tentang hasil rekapitulasi data, analisa rancangan campuran , hasil pengetesan benda uji serta pembahasan hasil penelitian.

 BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN

Bab ini merupakan penutup yang memberikan kesimpulan dan saran-saran yang diharapkan sesuai dengan tujuan dan manfaat penulisan.

(31)

II - 1 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Umum Perkerasan Jalan Raya

Perkerasan jalan raya adalah bagian jalan raya yang diperkeras dengan lapis konstruksi tertentu, yang memiliki ketebalan, kekuatan, dan kekakuan, serta kestabilan tertentu agar mampu menyalurkan beban lalu lintas diatasnya ke tanah dasar secara aman.

Perkerasan jalan merupakan lapisan perkerasan yang terletak di antara lapisan tanah dasar dan roda kendaraan, yang berfungsi memberikan pelayanan kepada sarana transportasi, dan selama masa pelayanannya diharapkan tidak terjadi kerusakan yang berarti. Agar perkerasan jalan yang sesuai dengan mutu yang diharapkan, maka pengetahuan tentang sifat, pengadaan dan pengolahan dari bahan penyusun perkerasan jalan sangat diperlukan.

Berdasarkan bahan pengikatnya konstruksi perkerasan jalan raya dibedakan atas 3 (tiga) jenis yaitu :

a. Konstruksi perkerasan kaku (rigid pavement), yaitu perkerasan yang menggunakan semen sebagai bahan pengikatnya. Pelat beton dengan atau tanpa tulangan diletakkan diatas tanah dasar dengan atau tanpa lapis pondasi bawah. Beban lalu lintas sebagaian besar dipikul oleh pelat beton.

(32)

II - 2

Gambar 2.1. komponen perkerasan kaku

(Sumber, dikutip dari bahan kuliah Rekayasa Tanah Dan Perkerasan Jalan Raya oleh Ir. H. Abd. Rahim Nurdin, MT.)

b. Konstruksi perkerasan lentur (flexible pavement), yaitu perkerasan yang menggunakan aspal sebagai bahan pengikat. Sifat dari perkerasan ini adalah memikul dan menyebarkan beban lalu lintas ke tanah dasar. Pengaruhnya terhadap repetisi beban adalah timbulnya rutting (lendutan pada jalur roda).

Gambar 2.2. komponen perkerasan lentur

(Sumber, dikutip dari bahan kuliah Rekayasa Tanah Dan Perkerasan Jalan Raya oleh Ir. H. Abd. Rahim Nurdin, MT.)

c. Konstruksi perkerasan komposit (composite pavement), yaitu perkerasan yang dikombinasikan antara perkerasan kaku dan perkerasan lentur. Dapat berupa perkerasan lentur diatas perkerasan kaku ataupun sebaliknya.

(33)

II - 3

Gambar 2.3. komponen perkerasan komposit

(Sumber, dikutip dari bahan kuliah Rekayasa Tanah Dan Perkerasan Jalan Raya oleh Ir. H. Abd. Rahim Nurdin, MT.)

Konstruksi perkerasan jalan yang banyak digunakan di Indonesia adalah konstruksi perkerasan lentur yang terdiri dari lapisan-lapisan yang berfungsi untuk menerima beban lalu lintas dan menyebarkannya kelapisan bagian bawah, karena tekanan makin menyebar maka tekanan yang ditimbulkan pada perkerasan bagian atas lebih berat dari pada perkerasan bagian bawah.

Adapun susunan lapisan konstruksi perkerasan dapat dilihat pada gambar di bawah ini :

Gambar 2.4. Potongan lapisan pada perkerasan lentur.

(Sumber, dikutip dari bahan kuliah Rekayasa Tanah Dan Perkerasan Jalan Raya oleh Ir. H. Abd. Rahim Nurdin, MT.)

LAPIS PERMUKAAN

LAPIS PONDASI

LATASAPIS PONDASI BAWAH

TANAH DASAR

(34)

II - 4 Adapun fungsi dari lapis perkerasan yaitu :

 Lapis permukaan adalah lapisan yang terletak pada bagian paling atas dari struktur perkerasan konstruksi jalan dan berfungsi sebagai:

 Lapisan perkerasan yang ikut mendukung dan menyebarkan beban kendaraan yang diterima oleh perkerasan, baik beban vertikal maupun beban horizontal (gaya geser).

 Lapisan kedap air, mencegah masuknya air ke dalam lapisan perkerasan yang ada di bawahnya.

 Lapisan perkerasan menyediakan permukaan yang tetap rata, agar kendaraan dapat berjalan dan memperoleh kenyamanan yang cukup.

 Lapisan aus (wearing course), lapisan yang langsung akibat rem kendaraan sehingga mudah menjadi aus.

Gambar 2.5 Sistematika Bentuk Perkerasan Jalan

(Sumber : UU No. 38 Tahun 2004)

(35)

II - 5

 Lapis Pondasi Atas (LPA) atau Base Course

Lapis pondasi atas adalah bagian dari perkerasan yang terletak antara lapis permukaan dan lapis pondasi bawah atau dengan tanah apabila tidak menggunakan lapis pondasi bawah. Fungsi lapis ini adalah :

a. Lapis pendukung bagi lapis permukaan.

b. Pemikul beban horizontal dan vertikal.

c. Lapis perkerasan bagi pondasi bawah.

 Lapis Pondasi Bawah (LPB) atau SubbaseCourse

Lapis Pondasi Bawah adalah bagian perkerasan yang terletak antara lapis pondasi dan tanah dasar. Fungsi lapis ini adalah :

a. Penyebar beban roda.

b. Lapis peresapan.

c. Lapis pencegah masuknya tanah dasar ke lapis pondasi.

d. Lapis pertama pada pembuatan perkerasan.

 Lapisan Tanah Dasar (TD) atau Subgrade

Tanah dasar (subgrade) adalah permukaan tanah semula, permukaan tanah galian atau permukaan tanah timbunan yang dipadatkan dan merupakan permukaan tanah dasar untuk perletakan bagian-bagian perkerasan lainnya.

2.2 Pembebanan Pada Perkerasan Jalan

Kendaraan pada posisi berhenti di atas struktur yang diperkeras menimbulkan beban langsung pada arah vertikal (tegangan statis) yang terkonsentrasi pada bidang kontak yang kecil antara roda dan perkerasan.

(36)

II - 6

Ketika kendaraan bergerak, timbul tambahan tegangan dinamis pada arah horisontal akibat akselerasi pergerakan kendaraan serta pada arah vertikal akibat pergerakan kendaraan ke atas dan ke bawah karena perkerasan yang tidak rata. Intensitas tegangan statis dan dinamis terbesar terjadi di permukaan perkerasan dan terdistribusi dengan bentuk piramida dalam arah vertikal pada seluruh ketebalan struktur perkerasan.

Peningkatan distribusi tegangan tersebut mengakibatkan tegangan semakin kecil sampai permukaan lapis tanah dasar. Untuk memperjelas hal tersebut maka ditampilkan pada Gambar 2.6 berikut ini.

Perkerasan Kaku Perkerasan Lentur

Gambar 2.6. Distribusi beban roda melalui lapisan perkerasan jalan

(Sumber, dikutip dari bahan kuliah Rekayasa Tanah Dan Perkerasan Jalan Raya oleh Ir. H. Abd.

Rahim Nurdin, MT.)

Mekanisme retak yang terjadi di lapangan terjadi karena adanya gaya tarik yang ditandai dengan adanya retak awal pada bagian bawah perkerasan yang mengalami deformasi kemudian retak ini lama kelamaan akan menjalar kepermukaan perkerasan jalan yang dapat mengakibatkan kerusakan dan ketidaknyamanan.

(37)

II - 7

Banyak hal yang menyebabkan rusaknya perkerasan jalan, salah satunya adalah karena beban tarik. Beban tarik sering menyebabkan adanya retak, terutama diawali dengan adanya retak awal (crack initation) pada bagian bawah lapisan perkerasan yang kemudian akan menjalar kepermukaan-permukaan. Untuk mengetahui karakteristik material perkerasan lentur di lapangan mulai dikembangkan dengan analisa di laboratorium agar tercapai mix desain yang tepat. Beban lalu lintas yang bekerja di atas konstruksi perkerasan dapat dibedakan menjadi :

a) Muatan kendaraan yang berupa gaya vertikal.

b) Gaya rem atau gaya inersia percepatan pada kendaraan berupa gaya horizontal.

c) Pukulan roda kendaraan berupa getaran-getaran.

Oleh karena itu sifat penyebaran gaya maka muatan yang diterima oleh masing-masing lapisan berbeda dan semakin ke bawah semakin kecil. Lapisan permukaan harus mampu menerima seluruh jenis gaya yang bekerja, lapis pondasi atas menerima gaya vertikal dan getaran, sedangkan tanah dasar dianggap hanya menerima gaya vertikal saja.

2.3 Aspal Beton

A. Pengertian Aspal Beton

Aspal beton adalah jenis perkerasan jalan yang terdiri dari campuran agregat dengan aspal, dengan atau tanpa bahan tambahan.

Material-material pembentuk aspal beton dicampur di tempat pencampuran pada suhu tertentu, kemudian diangkut ke lokasi,

(38)

II - 8

dihamparkan dan dipadatkan. Suhu pencampuran ditentukan berdasarkan jenis aspal yang digunakan. Aspal Beton atau Laston mempunyai beberapa kelebihan dibanding dengan bahan – bahan lain, kemampuannya dalam mendukung beban berat kendaraan yang tinggi dan dapat dibuat dari bahan – bahan lokal yang tersedia dan mempunyai ketahanan yang baik terhadap cuaca. Kekuatan utama aspal beton ada pada keadaan butir agrerat. Pengalaman para pembuat aspal beton mengatakan bahwa campuran ini sangat stabil tetapi sangat sensitif terhadap variasi dalam pembuatannya.

B. Karakteristik campuran Aspal Beton

Pada dasarnya lapisan perkerasan aspal beton sangat dipengaruhi oleh material pembentuknya. Hal ini akan menentukan karakteristik dari lapisan perkerasan tersebut. Adapun karakteristik dari lapisan aspal beton adalah :

1. Stabilitas

Stabilitas adalah kemampuan perkerasan jalan menerima beban lalu lintas tanpa terjadi perubahan bentuk tetap seperti bergelombang, alur dan bleeding. Kebutuhan akan stabilitas sebanding dengan fungsi jalan, dan beban lalu lintas yang akan dilayani. Jalan yang melayani volume lalu lintas tinggi,sebaliknya perkerasan jalan yang diperuntukkan untuk melayani lalu lintas kendaraan ringan tentu tidak perlu mempunyai stabilitas yang tinggi. Faktor-faktor yang mempengaruhi nilai stabilitas aspal beton adalah gesekan interna dan kohesi.

(39)

II - 9 2. Keawetan atau Durabilitas

Durabilitas adalah kemampuan aspal beton menerima repitisi beban lalu lintas seperti beban lalu lintas sebagai berat kendaraan dan gesekan antara roda kendaraan dan permukaan jalan, serta menahan keausan akibat pengaruh cuaca dan iklim, seperti udara, air, atau perubahan temperatur. Durabilitas aspal beton dipengaruhi oleh tebalnya film atau selimut aspal,banyaknya pori dalam campuran, kepadatan dan kedap airnya campuran.

3. Kelenturan atau Fleksibelitas

Kelenturan adalah kemampuan aspal beton untuk menyesuaikan diri akibat penurunan (konsolidasi/settlement) dan pergerakan dari pondasi atau tanah dasar, tanpa terjadi akibat dari repitisi beban lalu lintas, ataupun penurunan akibat berat sendiri tanah timbunan yang dibuat diatas tanah asli. Fleksibel dapat ditingkatkan dengan mempergunakan agregat bergradasi terbuka dengan kadar aspal yang tinggi.

4. Ketahanan terhadap kelelahan (Fatique Resistance)

Ketahanan adalah kemampuan aspal beton menerima lendutan berulang akibat repitisi beban, tanpa terjadinya kelelahan berupa alur dan retak. Hal ini dapat terjadi jika mempergunakan aspal yang tinggi.

5. Kekesatan/tahanan geser (Skid Resistance)

Kekesatan dalah kemampuan permukaan aspal beton terutama pada kondisi basah, memberikan gaya gesek pada roda kendaraan sehingga kendaraan tidak tergelincir, ataupun slip. Faktor-faktor untuk mendapatkan

(40)

II - 10

kekesatan jalan sama dengan untuk mendapatkan stabilitas yang tinggi yaitu kekasaran permukaan dari butir-butir agregat, kepadatan campuran, dan tabel film aspal. Ukuran maksimum butir agregat ikut menentukan kekesatan permukaan.

6. Kedap Air ( Impermebility )

Kedap air adalah kemampuan aspal beton untuk tidak dimasuki air ataupun udara kedalam lapisan aspal beton. Air dan udara dapat mengakibatkan percepatan proses penuaan aspal dan pengelupasan film/selimut aspal dari permukaan agregat.jumlah pori yang tersisa setelah aspal beton dipadatkan dapat menjadi indikator kekedapan air campuran.

7. Mudah Dilaksanakan (Workability)

Workability adalah kemampuan campuran aspal beton untuk mudah dihamparkan dan dipadatkan. Faktor yang mempengaruhi tingkat kemudahan dalam proses penghamparan dan pemadatan adalah viskositas aspal, kepekatan aspal terhadap perubahan temperatur, dan gradasi serta kondisi agregat.

C. Jenis-jenis Aspal Beton

Jenis aspal beton dapat dibedakan berdasarkan suhu pencampuran material pembentukan aspal beton, dan fungsi aspal beton.

Berdasarkan temperatur ketika mencampur dan memadatkan campuran, aspal beton dapat dibedakan atas :

(41)

II - 11

1. Aspal beton campuran panas (Hot Mix), adalah aspal beton yang material pembentukannya dicampur pada suhu pencampuran sekitar 140° c.

2. Aspal beton campuran sedang (Warm Mix), adalah aspal beton yang material pembentukannya dicampur pada suhu pencampuran sekitar 60° c.

3. Aspal beton campuran dingin (Cold mix), adalah aspal beton yang material pembentukannya dicampur pada suhu sekitar 25° c.

Berdasarkan fungsinya aspal beton dapat dibedakan atas :

a. Aspal beton untuk lapisan aus (Wearing Course), adalah lapisan perkerasan yang berhubungan langsung dengan ban kendaraan, merupakan lapisan yang kedap air, tahan terhadap cuaca, dan mempunyai kekesatan yang disyaratkan.

b. Aspal beton untuk lapisan pondasi (Binder Course), adalah lapisan perkerasan yang terletak dibawah lapisan aus. Tidak berhubungan langsung dengan cuaca, tetapi perlu memiliki stabilitas untuk memikul beban lalu lintas yang dilimpahkan melalui roda kendaraan.

c. Aspal beton untuk pembentukan dan perata lapisan lapisan aspal beton yang sudah lama, yang pada umumnya sudah aus dan sering kali tidak lagi berbentuk crown.

Jenis aspal beton campuran panas yang ada di indonesia saat ini adalah ; 1. Laston (Lapisan aspal beton), adalah aspal beton bergradasi

(42)

II - 12

menerus dan umum digunakan untuk jalan-jalan dengan beban lalu lintas berat. Laston dikenal pula dengan nama AC (Aspal Concrete). Karakteristik aspal beton yang terpenting adalah stabilitas. Tebal nominal minimum laston 4-6 cm (spesifikasi 2002). Sesuai fungsinya laston mempunyai 3 macam campuran yaitu:

a. Laston sebagai lapis aus, dikenal dengan nama AC - WC (Asphalt Concrete Wearing Course). Tebal nominal - minimum AC – WC adalah 4 cm.

b. Laston sebagai lapis pengikat, dikenal dengan nama AC - BC (Asphalt Concrete Base Course). Tebal nominal - minimum AC – BC adalah 5 cm.

c. Lapisan sebagai lapisan pondasi, dikenal sebagai nama AC - Base (Asphalt Concrete Base). Tebal nominal AC - Base adalah 6 cm.

2. Lataston (Lapisan tipis aspal beton) adalah aspal beton bergradasi senjang. Lataston biasa pula disebut dengan HRS (Hot Rolled Sheet). Karakteristik aspal beton yang terpenting pada campuran ini adalah durabilitas, dan fleksibilitas. Sesuai fungsinya lataston mempunyai 2 macam campuran yaitu:

a. Lataston sebagai lapisan aus, dikenal dengan nama HRS - WC ( Hot Rolled Sheet Wearing Coarse). Tebal minimum HRS - WC adalah 3 cm.

(43)

II - 13

b. Lataston sebagai lapisan pondasi, dikenal dengan nama HRS-Base (Hot Rolled Sheet Base). Tebal minimum HRS - Base adalah 3,5 cm.

3. Latasir (Lapisan Tipis Aspal Pasir), adalah aspal beton untuk jalan-jalan dengan lalu lintas ringan, khususnya dimana agregat kasar tidak atau sulit diperoleh. Latasir biasa pula disebut sebagai SS (Sand Sheet) atau HRSS (Hot Rolled Sand Sheet).

4. Lapisan perata adalah aspal beton yang digunakan sebagai lapisan perata dan pembentuk penampang melintang pada permukaan jalan lama. Semua jenis campuran aspal beton dapat digunakan, tetapi untuk membedakan dengan campuran untuk lapisan perkerasan jalan baru, maka setiap jenis campuran aspal beton tersebut ditambahkan Huruf L (Leveling). Jadi ada jenis campuran AC - WC (L), AC - BC (L), HRS– WC(L), dan seterusnya.

2.4 Karakteristik AC-WC modified

Beton aspal adalah jenis perkerasan jalan yang terdiri dari agregat dan aspal, dengan atau tambah bahan tambahan.material utama penyusun suatu campuran aspal sebenarnya hanya dua macam yaitu agregat dan aspal. Namun dalam pemakaiannya aspal dan agregat biasa menjadi bermacam-macam, tergantung kepada metode dan kepentingan yang dituju pada penyusunan suatu perkerasan.

(44)

II - 14

Salah satu produk campuran aspal yang kini banyak digunakan oleh departemen pemukiman dan prasarana wilayah adalah AC-WC (Asphalt concrete-Wearing course) / lapis aus aspal beton.AC-WC adalah salah satu dari tiga macam campuran lapis aspal beton yaitu AC-WC, AC-BC, dan AC-Base.Ketiga jenis laston tersebut merupakan konsep spesifikasi campuran beraspal yang telah disempurnakan oleh Bina Marga bersama-sama dengan Pusat Litbang jalan.

.Ketentuan mengenai sifat-sifat dari campuran dimodifikasi dapat dilihat pada Tabel 2.1

Tabel 2.1. Ketentuan Sifat-sifat Campuran Dimodifikasi ( AC-WC Modified )

Sifat-sifat Campuran

Laston

WC BC Base

Penyerapan Kadar Aspal (%) Maks 1.7

Jumlah tumbukan per bidang 75 112

Rongga dalam campuran (%)

Min 3

Maks 5

Rongga dalam agregat (VMA) (%) Min 15 14 13

Rongga terisi aspal (%) Min 65 63 60

Stabilitas Marshall (kg)

Min 1000 1800

Maks - -

Kelelehan (mm)

Min 3 5

Maks - -

Marshall Quotient (kg/mm) Min 300 350

Stabilitas Marshall sisa (%) setelah

perendaman selama 24 jam, 60˚C Min 75

Rongga dalam campuran (%) pada kepadatan membal (refusal)

Min 2.5

Stabilitas Dinamis (lintasan/mm) Min 2500 Sumber :Departemen Pekerjaan Umum

(45)

II - 15

Penggunaan AC-WC yaitu untuk lapis permukaan (paling atas) dalam perkerasan dan mempunyai tekstur yang paling halus dibandingkan dengan jenis laston lainnya.Pada campuran laston yang bergradasi menerus tersebut mempunyai sedikit rongga dalam struktur agregatnya dibandingkan dengan campuran bergradasi senjang.Hal tersebut menyebabkan campuran AC-WC lebih peka terhadap variasi dalam proporsi campuran.

Gradasi agregat gabungan untuk campuran AC-WC yang mempunyai gradasi menerus tersebut ditunjukkan dalam persen berat agregat, harus memenuhi batas-batas.yang mana dalam hal ini tidak melebihi batas atas dan tidak kurang dari batas bawah.

Perencanaan campuran beraspal panas yang umum dilakukan di Indonesia adalah dengan metode Marshall. Dari perencanaantersebut diperoleh nilai stabilitas (stability) dan flow, yang selanjutnya akan dihitung Marshall Quotient serta besaran-besaran volumetrik lainnya.

2.5 Material Campuran Aspal Beton

2.5.1 Agregat

Agregat atau batuan merupakan komponen utama dari lapisan perkerasan jalan yang mengandung 90-95% agregat berdasarkan presentase volume. Dengan demikian daya dukung, keawetan dan mutu perkerasan jalan ditentukan dari sifat agregat dan hasil campuran agregat dengan material lain.

(46)

II - 16

Agregat dapat dibedakan berdasarkan kelompok terjadinya pengolahannya, dan ukuran butirnya.

Berdasarkan ukuran butirnya agregat dapat dibedakan atas, agregat kasar ( batu pecah dan alami ), agregat halus, bahan pengisi ( filler ) sebagai berikut;

a. Agregat kasar adalah agregat dengan ukuran butir lebih besar dari saringan No, 4 ( 4,75 mm )

b. Agregat halus adalah agregat dengan ukuran butir lebih halus dari saringan No,4 ( 4,75 mm )

c. Bahan pengisi ( filler ) adalah bagian dari agregat halus minimum 75% lolos saringan No.200 ( 0,075 mm ).

Agregat untuk campuran AC-WC harus memiliki sifat-sifat yang memenuhi persyaratan spesifikasi yang telah ditentukan. Oleh karena itu, perlu diadakan pemeriksaan terhadap sifat-sifat dari agregat yang akan digunakan.

Pemeriksaan terhadap sifat-sifat agregat tersebut merupakan dasar dalam merencanakan komposisi campuran serta sangat menentukan kualitas dari campuran tersebut.

Kualitas agregat kasar dan halus juga berpengaruh terhadap kekuatannya. Sedangkan fungsi agregat halus pada beton adalah sebagai bahan pengisi (filler) yang akan mengurangi bahkan menutupi rongga- rongga udara atau rongga kosong diantara agregat kasar dan mortar.

(47)

II - 17

Semakin padat struktur beton maka semakin tinggi kuat tekan yang dihasilkan. Hal inilah yang membuat pemilihan agregat kasar yang baik menjadi faktor yang penting dalam pembuatan atau perencanaan beton.

Ilmu teknologi bahan mengklasifikasikan agregat kasar dan halus berdasarkan ukuran butirnya. Untuk agregat kasar (selanjutnya disebut

„agregat‟ saja) ukuran butirnya diatas 4,75 mm sedangkan agregat halus dibawah nilai tersebut. Fisik agregat yang baik untuk beton dapat dibagi menjadi beberapa kriteria, yaitu;

1. Berbentuk Kebulatan atau Hampir Bulat

Agregat dengan butir-butir bulat umumnya lebih baik daripada agregat dengan butir-butir yang berbentuk pipih atau panjang. Hal ini dikarenakan butir-butir bulat menghasilkan tumpukan butir yang yang erat jika dikonsolidasikan, sehingga hanya membutuhkan pasta semen yang sedikit dengan kemudahan pengerjaan yang sama.

2. Tekstur Permukaan Kasar

Tekstur yang kasar mungkin akan mengurangi derajat kemudahan pengerjaan. Namun, tekstur kasar pada agregat dapat meningkatkan rekatan agregat-semen sampai 1,75 kali dan meningkatkan kuat tekan beton hingga 20 persen.

3. Berat Jenis Ringan

Agregat dengan berat jenis yang rendah biasa disebut dengan agregat ringan. Agregat ringan mempunyai berat jenis dibawah 2,0.

biasanya dipakai untuk beton non-struktural. Akan tetapi agregat ini juga

(48)

II - 18

bisa digunakan sebagai beton struktural dengan beberapa perlakuan khusus. Struktur yang menggunakan agregat ringan akan mengurangi berat struktur tersebut sehingga membutuhkan dimensi fondasi yang lebih kecil.

4. Ukuran Butir Maksimal

Adukan beton dengan kemudahan pengerjaan dan rencana kekuatan yang sama, akan membutuhkan jumlah semen yang lebih sedikit dengan ukuran butir agregat yang besar-besar. Semakin sedikit semen, maka beton akan semakin hemat dan dapat mengurangi dampak panas hidrasi yang menyebabkan beton menjadi retak akibat kembang susutnya.

Namun, tetap penggunaan agregat terdapat batasan ukuran butir maksimal. Hal ini dapat dilihat di berbagai referensi.

(49)

II - 19 A. Agregat Kasar

Agregat kasar adalah berupa material batu pecah dan agregat alami yang tertahan pada saringan No. 8 atau 2,388 mm.

Fungsi dari agregat kasar adalah campuran beton aspal adalah untuk memberikan stabilitas akibat pengikatan agregat dan perlawanan gesekan yang besar terhadap material.

Agregat kasar yang digunakan untuk campuran aspal harus dalam keadaan kering dengan memenuhi persyaratan berdasarkan tabel dibawah ini :

Tabel 2.2. Spesifikasi Gradasi Agregat Kasar

UKURAN SARINGAN

PERSEN LOLOS

INCHI MM

¾ 19 100

½ 12,5 30 – 100

3/8 8,5 0 – 55

No. 4 4,7 0 – 100

No.8 0,075 0 – 1

Sumber : Petunjuk Teknik No. 023/T/BT/1999

(50)

II - 20

Tabel 2.3 Ketentuan Agregat Kasar

NO. KARAKTERISTIK METODE PENGUJIAN PERRSYARATAN 1. Berat jenis dan

penyerapan air

AASHTO T85 – 81 -

2. Berat jenis SSD AASHTO T85 – 81 -

3. Berat jenis Apparent

AASHTO T85 – 81 -

4. Penyerapan Air SNI 1969 – 1989 – F Maks. 3 % 5. Abrasi dengan

mesin Los Angeles

SNI 03 – 2417 – 1991 Maks 40 %

6. Kelekatan Agregat terhadap aspal

SNI 03 – 2439 – 1991 Maks 90 %

7. Indeks kepipihan ASTM D – 4791 Maks 25 % 8. Indeks kelonjongan ASTM D – 4791 Maks 10 %

9 Material lolos saringan no.200

SNI 03 – 4142 – 1996 Maks 1 %

Sumber : Departemen Permukiman dan Prasaran Wilayah – Direktorat Jendral Prasarana

B. Agregat Buatan

Agregat buatan atau batu pecah berasa dari agregat alami terbentuk dengan adanya campur tangan manusia dengan cara diolah terebih dahuu menggunakan alat pemecah batu.

(51)

II - 21 C. Agregat Alami

Agregat alami merupakan agregat yang bentuknya alami, terbentuk berdasarkan aliran air sungai dan degradasi, Agregat alami yang berasal dari tempat terbuka disebut pitrun, sedangkan yang berasal dari tempat tertutup , agregat kasar yang digunakan untuk campuran aspal harus dalam keadaan kering dengan memenuhi persyaratan berdasarkan tabel dibawah ini :

D. Agregat Halus

Agregat halus adalah material atau agregat yang lolos pada saringan No. 8 atau 2,38 mm dan tertahan pada saringan No.200 atau 0,075 mm. Agregat halus dapat berupa pasir alam screening (hasil pemecahan batu, slag atau kerikil) atau campuran keduanya. Fungsi agregat halus dalam campuran beton aspal adalah juga untuk memberikan stabilitas seperti halnya agregat kasar namun dengan adanya agregat halus pada campuran beton aspal ini dapat menutup rongga/pori yang ada sehingga lebih meningkatkat stabilitas campuran aspal. Agregat halus memegang peranan penting dalam pengontrolan daya tahan terhadap deformasi.Adapun pesyaratan agregat halus dapat dilihat dari tabel berikut ini :

(52)

II - 22

Tabel 2.4. Spesifikasi Gradasi Agregat Halus

UKURAN SARINGAN

PERSEN LOLOS

INCHI MM

3/8 9,5 100

No.4 4,75 90 – 100

No.8 2,36 8 – 100

No.30 0,06 25 – 100

No.200 0,075 3 – 11

Sumber : Petunjuk Teknik No. 023/T/BT/1999

Tabel 2.5 Ketentuan Agregat Halus

NO. KARAKTERISTIK METODE

PENGUJIAN PERSYARATAN

1. Berat jenis dan penyerapan air

AASHTO T85 – 81 -

2. Berat jenis SSD AASHTO T85 – 81 -

3. Berat jenis Apparent AASHTO T85 – 81 - 4. Penyerapan Air SNI 1969 – 1989 – F Maks 3 % 5. Nilai setara pasir SNI 03-4428-1997 Maks 50 % 6. Material lolos

saringan no. 200

SNI-03-4428-1997 Maks 8 %

Sumber : Departemen Permukiman dan Prasaran Wilayah – Direktorat Jendral Prasara Wilayah, (2004)

(53)

II - 23 E. Bahan Pengisi ( Filler )

Filler adalah bahan pengisi yang merupakan material ringan yang digunakan pada lapisan aspal beton yang berfungsi sebagai material kadar air dan penstabil lapisan, untuk mengeraskan aspal yang menyelimuti partikel-partikel agregat sehinga diperoleh kedudukan agregat yang lebih stabil dan kuat dalam campuran karena filler dapat mengisi rongga-rongga yang lebih kecil lagi dan menambah bidang kontak antara butir agregat. Filler juga merupakan material yang lolos saringan No. 200 (0,075 mm) dan termasuk kapur hidrat, abu terbang, Portland semen, abu batu dan abu sekam padi. Terlampau inggi kadar filler maka cenderung menyebabkan campuran menjadi getas dan akibatnya akan mudah retak akibat beban lalu lintas. Pada sisi lain kadar filler yang terlampau rendah menyebabkan campuran menjadi lembek pada temperature yang relative tinggi.

Tabel 2.6. Ukuran Gradasi Filler

Ukuran saringan Filler % Lolos No.30 (0,59 mm)

No.50 (0,279 mm) No.100 (0,149 mm) No.200 (0,074 mm)

100 95-100 90-100 70-100 (Sumber: Petunjuk Pelaksanaan Lapisan Aspal Beton (LASTON)

No.13/PT/B/1983 hal 2)

(54)

II - 24

Tabel 2.7. Ketentuan Filler

NO. KARAKTERISTIK METODE PENGUJIAN PERSYARAT AN

1. Berat jenis AASHTO T-85 – 81 -

2. Material lolos saringan no.200

SNI M-02-1994-03 MIN 70 %

(Sumber: Petunjuk Pelaksanaan Lapisan Aspal Beton (LASTON) No.13/PT/B/1983 hal 2)

F. Gradasi Agregat

Gradasi adalah susunan butir agregat sesuai ukurannya. Ukuran butir agregat dapat diperoleh melalui pemeriksaan analisis saringan. Satu set saringan umumnya teridiri dari saringan berukuran 4 inci, 3½inci, 3inci, 2½inci, 2inci, 1½inci, 1inci, ¾ inci, ½ inci, 3/8 inci, No.4, No.8, No.16, No.30, No.50, No.100, No. 200. Ukuran saringan dalam ukuran panjang menunjukkan ukuran bukaan, sedangkan nomor saringan menunjukkan banyaknya bukaan dalam 1 inci persegi.

Gradasi agregat menentukan besarnya rongga atau poriyang mungkin terjadi dalam agregat campuran. Agregat campuran yang terdiri dari agregat berukuran sama akan berongga atau berpori banyak karena tak terdapat agregat berukuran lebih kecil yang dapat mengisi rongga yang terjadi. Sebaliknya, jika campuran agregat terdistribusi dari agregat berukuran besar sampai kecil secara merata, maka rongga yang terjadi sedikit. Hal ini disebabkan karena rongga yang terbentuk oleh susunan

(55)

II - 25

agregat berukuran besar akan diisi oleh agregat berukuran kecil. Gradasi agregat dapat dibedakan atas :

a. Gradasi seragam (Uniform Graded) / gradasi terbuka (Open Graded) adalah gradasi agregat dengan ukuran yang hampir sama.

Gradasi seragam disebut juga gradasi terbuka karena mengandung sedikit agregat halus sehingga terdapat banyak rongga / ruang kosong antar agregat.

b. Gradasi rapat (Dense Graded) adalah gradasi agregat dimana terdapat butiran dari agregat kasar sampai halus, sehingga sering juga disebut gradasi menerus, atau gradasi baik (well graded).

c. Gradasi senjang (Gap Garded) adalah gradasi dimana ukuran agregat yang ada tidak lengkap atau ada fraksi agregat yang tidak ada atau jumlahnya sedikit sekali, oleh sebab itu gradasi ini disebut juga gradasi senjang. Campuran agregat dengan gradasi ini memiliki kualitas peralihan dari kedua gradasi yang disebutkan di atas.

Gradasi Seragam Gradasi Rapat Gradasi Senjang Gambar 2.7. Ilustrasi Gradasi Agregat

( Sumber TOT Lasbutag 2007)

(56)

II - 26

Yang umum di gunakan untuk lapisan perkerasan lentur yaitu gradasi celah (gap graded), merupakan campuran agregat dengan satu fraksi hilang atau satu fraksi sedikit sekali. Gradasi agregat diperoleh dari hasil analisis saringan dengan menggunakan satu set saringan dimana saringan yang paling besar diletakkan paling diatas dan yang paling halus di letakkan di bawah.

Gradasi agregat gabungan untuk campuran aspal, ditunjukan dalam persen terhadap berat agregat, harus memenuhi batas-batas yang ditunjukan pada tabel dibawah ini

Tabel 2.8. Amplop Gradasi Agregat Gabungan Untuk Campuran Aspal

Ukuran Ayakan (mm)

% Berat Yang Lolos terhadap Total Agregat dalam Campuran

Latasir (SS) Lataston (HRS) Laston (AC)

Gradasi Senjang3 GradasiSemi

Senjang 2 Gradasi Halus Gradasi Kasar1

Kelas A Kelas B WC Base WC Base WC BC Base WC BC Base

37,5 100 100

25 100 90 - 100 100 90 - 100

19 100 100 100 100 100 100 100 90 - 100 73 - 90 100 90 - 100 73 - 90

12,5 90 - 100 90 - 100 87 - 100 90 - 100 90 - 100 74 - 90 61 - 79 90 - 100 71 - 90 55 - 76

9,5 90 – 100 75 - 85 65 - 90 55 - 88 55 - 70 72 - 90 64 – 82 47 - 67 72 - 90 58 – 80 45 - 66

4,75 54 - 69 47 - 64 39,5 - 50 43 - 63 37 - 56 28 - 39,5

2,36 75 - 100 50 – 723 35 - 553 50 – 62 32 - 44 39,1 - 53 34,6 - 49 30,8 - 37 28 - 39,1 23 - 34,6 19 - 26,8

1,18 31,6 - 40 28,3 - 38 24,1 - 28 19 - 25,6 15 - 22,3 12 - 18,1

0,600 35 - 60 15 - 35 20 – 45 15 - 35 23,1 - 30 20,7- 28 17,6 - 22 13 - 19,1 10 - 16,7 7 - 13,6

0,300 15 – 35 5 - 35 15,5 - 22 13,7- 20 11,4 - 16 9 - 15,5 7 - 13,7 5 - 11,4

0,150 9 - 15 4 - 13 4 - 10 6 - 13 5 – 11 4,5 - 9

0,075 10 – 15 8 – 13 6 - 10 2 - 9 6 – 10 4 - 8 4 - 10 4 - 8 3 - 6 4 - 10 4 – 8

Sumber :Pekerjaan Umum Direktorat Jendral Bina Marga (SpesifikasTahun2010Divisi 6 hal. 36)

(57)

II - 27

Tabel 2.9.Spesifikasi Gradasi Agregat Untuk Campuran Aspal.

Ukuran Ayakan

Berat Yang Lolos (%)

AST M

(mm) Latasir (SS) Lataston (HRS) Laston (AC)

Kelas A Kelas B WC Base WC BC Base

1 ½ “ 37,5 100

1’’ 25 90 – 100

¾ “ 19 100 100 100 100 100 90-100 Maks 90

½ “ 12,5 90– 100 90 – 100 90 – 100 Maks 90

3/8” 9,5 90 – 100 75 – 85 Maks 90

No.8 2,36 75 – 100 50 – 72 35 – 55 28 – 58 23 – 39 19 – 45 No.

16

1,18

No.

30

0,600 35 – 60 15 – 35

No.

100

0,075 10 – 15 8 – 13 6 – 12 2 – 9 4 – 10 4 – 8 3 – 7

Daerah larangan

No.4 - - 39.5

No.8 39.1 34.6 28.8-

30.8 No.

16

25.6 – 31.6

22.3 – 28.3

18.1- 30.8 No.

30

19.1 – 23.1

16.7 – 20.7

13.6- 17.6 No.

50

15.5 13.7 11.4

Sumber : Bina marga (2010)

(58)

II - 28 2.5.2 Aspal

A. Pengertian Aspal

Aspal adalah suatu bahan bentuk padat atau setengah padat berwarna hitam sampai cokelat gelap, bersifat perekat (cementious) yang akan melembek dan meleleh bila dipanasi. Aspal tersusun terutama dari sebagian besar bitumen yang kesemuanya terdapat dalam bentuk padat atau setengah padat dari alam atau hasil pemurnian minyak bumi, atau merupakan campuran dari bahan bitumen dengan minyak bumi atau derivetnya (ASTM,1994). Aspal merupakan senyawa hidrokarbon berwarna coklat gelap atau hitam pekat yang dibentuk dari unsur-unsur asphathenes, resins, dan oil. Aspal menurut American society for testing and material (ASTM) adalah suatu material yang berwarna coklat tua sampai hitam padat atau semi padat yang terdiri dari bitumen-bitumen yang terdapat di alam atau di peroleh dari residu minyak bumi.

Bitumen sendiri menurut ASTM adalah campuran hidrokarbon yang berasal dari alam yang bercampur dengan turunan-turunan non logam, seperti gas, liquid, semi padatan yang larut dalam karbon disulfit.

Aspal pada lapis perkerasan berfungsi sebagai bahan ikat antara agregat untuk membentuk suatu campuran yang kompak, sehingga akan memberikan kekuatan masing-masing agregat. Selain sebagai bahan ikat, aspal juga berfungsi untuk mengisi rongga antara butir agregat dan pori-

(59)

II - 29

pori yang ada dari agregat itu sendiri.Aspal dapat diperoleh di alam ataupun merupakan residu dari pengilangan minyak.

Aspal merupakan hasil produksi dari bahan-bahan alam, sehingga sifat-sifat aspal harus selalu diperiksa di laboratorium dan aspal yang memenuhi syarat-syarat yang telah ditetapkan dapat digunakan sebagai bahan bahan pengikat perkerasan lentur.

a. Penetrasi

Penetrasi adalah masuknya jarum penetrasi ukuran tertentu, beban tertentu dan waktu tertentu kedalam aspal pada suhu tertentu. Pengujian penetrasi dimaksudkan untuk mengetahui tingkat kekerasan aspal.

Berdasarkan nilai penetrasinya, semen aspal dibagi menjadi lima kelompok jenis aspal, yaitu aspal 40-50, aspal 60-70, aspal 80-100, aspal 120-150, dan aspal 200-300. Di indonesia, aspal yang umum digunakan untuk perkerasan jalan adalah aspal pen 60/70 dan aspal pen 80/100.

b. Titik Lembek

Titik lembek adalah suhu dimana suatu lapisan aspal dalam cincin yang diletakkan horisontal didalam larutan air atau gliserin yang dipanaskan secara teratur menjadi lembek karena beban bola baja. Tujuan dari pengujian ini adalah untuk menentukan suhu/angka titik lembek aspal yang berkisar antara 30oC sampai 200oC dengan cara ring dan ball. Hasil pengujian ini selanjutnya dapat digunakan untuk menentukan kepekaan aspal terhadap suhu. Adapun hasil yang dilaporkan adalah temperatur setiap bola menyentuh pela dasar.

(60)

II - 30 b. Titik Nyala

Titik nyala adalah suhu pada saat terlihat nyala singkat kurang dari 5 detik pada suatu titik diatas permukaan aspal. Tujuan dari pengujian titik nyala aspal adalah untuk menentukan batas temperatur tertinggi dimana aspal mulai menyala sehingga menjaga keselamatan agar pada waktu pemanasan aspal tidak mudah terjadi kebakaran.

c. Daktilitas

Daktilitasaspal adalah nilai keelastisitasan aspal, yang diukur dari jarak terpanjang, apabila diantara dua cetakan berisi bitumen keras yang ditarik sebelum putus pada suhu 25oC dan dengan kecepatan 50 mm/menit (SNI 06-2432-1991). Jarak minimal benang aspal hasil tarikan adalah minimal 100 cm.

Maksud pengujian ini adalah untuk mengukur jarak terpanjang yang dapat ditarik antara 2 cetakan yang berisi aspal keras sebelum putus pada temperatur dan kecepatan tarik tertentu. Pengujian ini juga dilakukan untuk mengetahui bahan aspal mengandung bahan lain yang tidak menyatu dengan aspal, karena bila ada bahan asing yang lain maka benang aspal hasil tarikan mesin tidak akan mencapai panjang 100 cm.

Pendapat lain mengatakan bahwa tes dakilitas dimaksudkan untuk melihat kekuatan kohesi aspal, bila tarikan tidak mencapai 100 cm maka dikhawatirkan bahan tidak punya kelenturan cukup dan akan cenderung putus dan retak.

Referensi

Dokumen terkait

Lingkari salah satu kode jenis lantai terluas dari bangunan tempat tinggal yang di huni rumah tangga responden, kemudian pindahkan ke dalam kotak yang

Analisis perbandingan adalah teknik analisa laporan keuangan yang dilakukan dengan cara menyajikan laporan keuangan secara horizontal dan membandingkan antara satu

Meningkatnya ketrampilan dan kemampuan desain tekstil melalui pelatihan desain berbasis IT bagi 30 IKM; Meningkatnya pemanfaatan teknologi rekayasa industri tepat guna

Cancel Anytime... tersebut% kita harus menyatakan suatu variabel ke dalam variabel lain% kemudian nilai tersebut% kita harus menyatakan suatu variabel ke dalam variabel lain%

Suatu proses adalah kegiatan atau kerja yang dilakukan oleh orang , mesin atau komputer dari hasil suatu arus data yang masuk ke dalam proses untuk dihasilkan

Secara umum pengguna angkutan umum antarkota Makale-Rantepao sudah puas dengan kondisi dan kualitas pelayanan oleh angkutan umum tersebut karena hanya 3 dari 10 faktor yang

Langkah-langkah yang dilakukan pada tahap persiapan, meliputi: (1) Melakukan pra-riset, yaitu melakukan wawancara dengan guru dan siswa serta

Menurut model yang dikembangkan [4] , faktor-faktor yang mempengaruhi penerapan teknologi informasi adalah faktor sosial, affect , kompleksitas, kesesuaian tugas,