• Tidak ada hasil yang ditemukan

Program Studi Kedokteran Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Jambi 2022

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "Program Studi Kedokteran Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Jambi 2022"

Copied!
72
0
0

Teks penuh

(1)

HUBUNGAN KADAR HIGH-SENSITIVE TROPONIN I DENGAN MAJOR ADVERSE CARDIOVASCULAR EVENTS DALAM PERAWATAN PADA PASIEN SINDROMA KORONER AKUT DI RSUD RADEN MATTAHER

JAMBI

SKRIPSI

Disusun oleh:

Aura Aprilia G1A119051

Program Studi Kedokteran

Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Jambi

2022

(2)

i

HUBUNGAN KADAR HIGH-SENSITIVE TROPONIN I DENGAN MAJOR ADVERSE CARDIOVASCULAR EVENTS DALAM PERAWATAN PADA PASIEN SINDROMA KORONER AKUT DI RSUD RADEN MATTAHER

JAMBI

SKRIPSI

untuk memenuhi sebagian persyaratan mencapai derajat Sarjana Kedokteran

pada Program Studi Kedokteran FKIK Universitas Jambi

Disusun oleh:

AURA APRILIA G1A119051

HALAMAN JUDUL

PROGRAM STUDI KEDOKTERAN

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS JAMBI

(3)

ii

PERSETUJUAN SKRIPSI

(4)

iii

PENGESAHAN SKRIPSI

(5)

iv

HUBUNGAN KADAR HIGH-SENSITIVE TROPONIN I DENGAN MAJOR ADVERSE CARDIOVASCULAR EVENTS DALAM PERAWATAN PADA PASIEN SINDROMA KORONER AKUT DI RSUD RADEN MATTAHER

JAMBI

Disusun oleh:

Aura Aprilia G1A119051

Telah dipertahankan dan dinyatakan lulus di depan Tim Penguji Pada tanggal 27 Desember 2022

Pembimbing I : dr. Imelda Christina, Sp.JP., FIHA Pembimbing II: dr. Raihanah Suzan, M.Gizi., Sp.GK Penguji I : dr. Evi Supriadi, Sp.JP(K)., FIHA Penguji II : dr. Nindya Aryanty, Sp.A., M.Med.Ed

(6)

v

SURAT PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : Aura Aprilia NIM : G1A119051 Program Studi : Kedokteran

Judul Skripsi : Hubungan Kadar High-Sensitive Troponin I dengan Major Adverse Cardiovascular Events dalam Perawatan pada Pasien Sindroma Koroner Akut di RSUD Raden Mattaher Jambi

Menyatakan dengan sebenarnya bahwa Tugas Akhir Skripsi yang telah saya tulis ini benar-benar hasil karya saya sendiri, bukan merupakan pengambilalihan tulisan atau pikiran orang lain yang saya akui sebagai tulisan atau pikiran saya sendiri.

Apabila di kemudian hari dapat dibuktikan bahwa Tugas Akhir Skripsi ini adalah hasil jiplakan, maka saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan tersebut.

Jambi,

Yang Membuat Pernyataan,

Aura Aprilia

(7)

vi

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Allah SWT atas berkah, rahmat serta hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Hubungan Kadar High- Sensitive Troponin I dengan Major Adverse Cardiovascular Events dalam Perawatan pada Pasien Sindroma Koroner Akut di RSUD Raden Mattaher Jambi”.

Selama proses pendidikan dan penulisan skripsi ini, penulis banyak mendapatkan bantuan dari berbagai pihak yang berupa arahan, informasi, bimbingan, serta dukungan. Untuk itu pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada:

1. dr. Imelda Christina, Sp.JP., FIHA selaku dosen pembimbing substansi dan dr. Raihanah Suzan, M.Gizi, Sp.GK selaku pembimbing metodologi yang telah berkenan meluangkan waktu disela-sela kesibukan beliau untuk memberikan bimbingan, dukungan serta saran kepada penulis.

2. Ayahanda tercinta Winardi Saputro, S.P, Ibunda tercinta Cicih Fajarningsih, S.Pd, Adik tercinta Ghifary Prayogo, keluarga dan sahabat- sahabat terbaik yang telah memberikan dukungan, doa, semangat dan motivasi kepada penulis.

3. Teman-teman saya dan calon teman-teman sejawat PSPD 2019 yang telah mendukung, memberi semangat, menghibur serta membantu saya dalam perkuliahan dan penyelesaian skripsi ini.

4. Diri sendiri yang telah berjuang dan berusaha dalam menjalani segala prosesnya sehingga skripsi ini dapat dirampungkan.

Penulis menyadari bahwa laporan skripsi ini masih jauh dari sempurna.

Oleh karena itu, kritik dan saran yang sifatnya membangun diharapkan oleh penulis untuk kesempurnaan penelitian selanjutnya dan dapat bermanfaat bagi semua pihak.

Aura Aprilia G1A119051

(8)

vii DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

PERSETUJUAN SKRIPSI ... ii

PENGESAHAN SKRIPSI ... iii

SURAT PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN ... v

KATA PENGANTAR ... vi

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR BAGAN ... x

DAFTAR GAMBAR ... xi

DAFTAR SINGKATAN ... xii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiii

RIWAYAT HIDUP PENULIS... xiv

ABSTRACT ... xv

ABSTRAK ... xvi

BAB I ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah... 2

1.3 Tujuan Penelitian ... 2

1.4 Manfaat Penelitian ... 3

BAB II ... 4

2.1 Definisi Sindroma Koroner Akut ... 4

2.2 Klasifikasi Sindroma Koroner Akut ... 4

2.3 Etiologi dan Faktor Risiko Sindroma Koroner Akut ... 6

2.4 Patofisiologi Sindroma Koroner Akut ... 6

2.5 Diagnosis Sindroma Koroner Akut ... 12

2.6 High-Sensitive Troponin I ... 14

2.7 Major Adverse Cardiovascular Events (MACE) ... 16

2.8 Kerangka Teori ... 20

2.9 Kerangka Konsep ... 21

(9)

viii

2.10 Hipotesis... 21

BAB III ... 22

3.1 Jenis dan Rancangan Penelitian ... 22

3.2 Tempat dan Waktu Penelitian ... 22

3.3 Subjek Penelitian ... 22

3.4 Metode Pengumpulan Data ... 23

3.5 Definisi Operasional ... 24

3.6 Instrumen Penelitian ... 26

3.7 Keterbatasan Penelitian ... 27

3.8 Pengolahan dan Analisis Data ... 27

3.9 Etika Penelitian ... 28

3.10 Alur Penelitian ... 29

BAB IV ... 30

4.1 Hasil Penelitian ... 30

4.2 Pembahasan Penelitian ... 32

BAB V... 39

5.1 Kesimpulan ... 39

5.2 Saran ... 39

DAFTAR PUSTAKA ... 41 LAMPIRAN

(10)

ix

DAFTAR TABEL

Tabel 3. 1 Definisi Operasional ... 24

Tabel 4. 1 Karakteristik pasien SKA ... 30

Tabel 4. 2 Jumlah dan Jenis MACE pada Pasien SKA... 31

Tabel 4. 3 Kadar hs-cTnI pada Pasien SKA... 31

Tabel 4. 4 Uji chi-square kadar hs-cTnI dan MACE ... 32

(11)

x

DAFTAR BAGAN

Bagan 2. 1 Kerangka Teori ... 20 Bagan 2. 2 Kerangka Konsep ... 21 Bagan 3. 1 Alur Penelitian ... 29

(12)

xi

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2. 1 Patofisiologi Sindroma Koroner Akut ... 7

Gambar 2. 2 Kristal Kolesterol Aktivasi Jalur Imunitas pada Plak ... 9

Gambar 2. 3 Mekanisme Erosi Plak ... 10

Gambar 2. 4 Mekanisme SKA Plak tanpa Trombus... 11

Gambar 2. 5 Grafik Pelepasan CKMB dan Troponin ... 14

(13)

xii

DAFTAR SINGKATAN

CK : Creatinine Kinase

CKMB : Creatinine Kinase-Myocardial Band cTnC : Cardiac Troponin C

cTnI : Cardiac Troponin I DM : Diabetes Mellitus DNA : Deoxyribonucleic Acid EKG : Elektrokardiografi

H-FABP : Heart-Type Fatty Acid-Binding Protein HFrEF : Heart failure with reduced ejection fraction Hs-cTn : High-Sensitive Troponin

Hs-cTnI : High-Sensitive Troponin I IGD : Instalasi Gawat Darurat LBBB : Left Bundle Branch Block LDL : Low-Density Lipoprotein

MACE : Major Adverse Cardiovascular Events NET : Neutrophil Extracellular Traps NO : Nitrit Oksida

NSTEMI : Non ST-Elevation Myocardial Infarction PCI : Percutaneous Coronary Intervention PCWP : Pulmonary Capillary Wedge Pressure PJK : Penyakit Jantung Koroner

POC-cTnI : Point-of-Care Testing Troponin I Riskesdas : Riset Kesehatan Dasar

RSUD : Rumah Sakit Umum Daerah SKA : Sindroma Koroner Akut

STEMI : ST-Elevation Myocardial Infarction TLR2 : Toll-Like Receptor-2

UAP : Unstable Angina Pectoris WHO : World Health Organization

(14)

xiii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Hasil Pengolahan Data Menggunakan SPSS Lampiran 2. Surat Izin Survey Data Awal

Lampiran 3. Surat Izin Pengambilan Data Awal Lampiran 4. Surat Izin Penelitian Kampus Lampiran 5. Surat Izin Penelitian Rumah Sakit Lampiran 6. Surat Keterangan Selesai Penelitian Lampiran 7. Kartu Bimbingan

(15)

xiv

RIWAYAT HIDUP PENULIS

Aura Aprilia, lahir di Jakarta, 14 April 2000 merupakan putri pertama dari pasangan Winardi Saputro dan Cicih Fajarningsih. Penulis menghabiskan sebagian besar hidupnya di Pandeglang, Banten. Penulis menamatkan pendidikan dasar pada tahun 2012 dari SDN Saruni 1, pendidikan menengah di SMPN 3 Pandeglang tahun 2015 dan SMAN Cahaya Madani Banten Boarding School tahun 2018. Selepas lulus SMA, penulis melanjutkan pendidikan di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Jambi jurusan Kedokteran. Selama berkuliah di Kedokteran Unja, penulis mengikuti organisasi internal kampus yang berupa HIMA Kedokteran Unja sebagai staf dari divisi Pendidikan dan Profesi.

(16)

xv ABSTRACT

Background: Cardiovascular disease is still a frightening threat for Indonesia.

Deaths that occur in Indonesia due to cardiovascular disease are still very high where acute coronary syndrome (ACS) is included. High sensitive troponin I (hs- cTnI) is a very specific biomarker in detecting myocardial damage and is associated with an increased risk of Major Adverse Cardiovascular Events (MACE) in the elderly and patients with ACS symptoms. This study aims to determine the relationship between hs-cTnI levels and MACE in ACS patients at Raden Mattaher Hospital, Jambi.

Methods: This study was a cross-sectional study which was conducted at Raden Mattaher Hospital, Jambi. The sample consisted of 70 ACS patients who met the inclusion and exclusion criteria. The data used is secondary data taken from the medical record sheet of ACS patients receiving treatment at Raden Mattaher Hospital, Jambi.

Results: The incidence of ACS at Raden Mattaher Hospital, Jambi was dominated by patients in the age range of 46-55 years (35.7%) and male (75.7%), and the most common type of ACS was STEMI (40%). ACS patients at Raden Mattaher Hospital, Jambi who experienced MACE totaled 30 people out of 70 samples (42.9%) with the most type of MACE being heart failure (66.7%). Most of the hs- cTnI levels in ACS patients at Raden Mattaher Hospital, Jambi were in the high category (58.6%).

Conclusion: There is a significant association between hs-cTnI levels and MACE in ACS patients at Raden Mattaher Hospital, Jambi (p value 0.006<0.05).

Key words: High-sensitive troponin I, Major Adverse Cardiovascular Events, Acute Coronary Syndrome

(17)

xvi ABSTRAK

Latar Belakang: Penyakit kardiovaskular masih menjadi ancaman yang menakutkan bagi bangsa Indonesia. Kematian yang terjadi di Indonesia akibat dari penyakit kardiovaskular masih sangat tinggi dimana sindroma koroner akut (SKA) termasuk di dalamnya. High sensitive troponin I (hs-cTnI) merupakan biomarka yang sangat spesifik dalam mendeteksi adanya kerusakan miokardium dan berhubungan dengan peningkatan risiko Major Adverse Cardiovascular Events (MACE) pada lansia dan pasien dengan gejala SKA. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara kadar hs-cTnI dengan MACE pada pasien SKA di RSUD Raden Mattaher Jambi.

Metode: Penelitian ini bersifat observasional dengan desain penelitian cross- sectional yang dilakukan di RSUD Raden Mattaher Jambi dari bulan Agustus hingga Oktober 2022. Sampel berjumlah 70 pasien SKA yang memnuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Data yang digunakan merupakan data sekunder yang diambil dari lembar rekam medis pasien SKA yang menerima perawatan di RSUD Raden Mattaher Jambi.

Hasil: Kejadian SKA di RSUD Raden Mattaher Jambi didominasi oleh pasien pada rentang usia 46-55 tahun (35.7%) dan berjenis kelamin laki-laki (75.7%), serta jenis SKA terbanyak berupa STEMI (40%). Pasien SKA di RSUD Raden Mattaher Jambi yang mengalami MACE berjumlah 30 orang dari 70 sampel (42.9%) dengan jenis MACE terbanyak berupa gagal jantung (66.7%). Kadar hs- cTnI pada pasien SKA di RSUD Raden Mattaher Jambi paling banyak berada dalam kategori tinggi (58.6%).

Kesimpulan: Terdapat hubungan yang signifikan antara kadar hs-cTnI dengan MACE pada pasien SKA di RSUD Raden Mattaher Jambi (p value 0.006 < 0.05).

Kata kunci: High-sensitive troponin I, Major Adverse Cardiovascular Events, Sindroma Koroner Akut

(18)

1 BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

WHO menyatakan bahwa 17,9 juta orang di seluruh dunia meninggal setiap tahunnya akibat penyakit kardiovaskular atau sekitar 32% dari total kematian dunia dimana 85% dari seluruh kematian akibat penyakit kardiovaskular disebabkan oleh serangan jantung dan stroke. Lebih dari 75%

kematian tersebut terjadi pada negara dengan pendapatan rendah dan menengah.1 Indonesia, sebagai negara yang termasuk dalam kategori negara yang memiliki pendapatan menengah ke bawah tidak luput dari ancaman bahaya penyakit kardiovaskular.1,2

Penyakit kardiovaskular masih menjadi ancaman yang menakutkan bagi bangsa Indonesia. Kematian yang terjadi di Indonesia akibat dari penyakit kardiovaskular masih sangat tinggi dimana sindroma koroner akut (SKA) termasuk di dalamnya. Hal ini terbukti dari data WHO yang menyatakan bahwa penyebab kematian tertinggi di Indonesia selama satu dekade terakhir adalah stroke dan penyakit jantung iskemik dimana insidensi kedua penyakit tersebut terus meningkat setiap tahunnya.1 Data Riskesdas tahun 2013 melaporkan bahwa prevalensi penyakit jantung koroner (PJK) di Indonesia sebesar 0,5% atau sekitar 883.447 orang pernah didiagnosis sebelumnya oleh dokter, sedangkan berdasarkan diagnosis dokter/gejala sebesar 1,5% atau sekitar 2.650.340 orang. Untuk Provinsi Jambi, prevalensinya adalah 0,2%

atau sekitar 4.625 orang pernah didiagnosis dokter sebelumnya dan 0,5% atau sekitar 11.563 orang berdasarkan diagnosis dokter atau gejala.3

SKA merupakan kondisi dimana aliran darah menuju jantung mendadak terhenti yang mengindikasikan terjadinya iskemia miokard akut yang disebabkan oleh penyakit jantung iskemik yang tidak stabil.4,5 SKA menyebabkan 1/3 dari total kematian orang berusia lebih dari 35 tahun di dunia dan merupakan kondisi mengancam jiwa yang dapat terjadi kapan pun pada pasien dengan PJK dimana angka kematian akan semakin tinggi pada

(19)

2

SKA dengan komplikasi yang berupa Major Adverse Cardiovascular Events (MACE).6,7

Martin P Than et al. menyatakan bahwa risiko terjadinya MACE dan semua penyebab mortalitas pada pasien dengan gejala SKA akan semakin tinggi seiring dengan peningkatan kadar high-sensitive troponin I (hs-cTnI).8 Sahand Mohammadzadeh et al. menyatakan dalam penelitiannya bahwa hs- cTnI memiliki akurasi diagnostik yang sama baiknya dengan pemeriksaan point-of-care testing troponin I (POC-cTnI) untuk terjadinya MACE pada pasien dengan dugaan infark miokard.9 Bruno B Lima et al. juga menyatakan bahwa peningkatan hs-cTnI merupakan prediktor terjadinya MACE pada pasien PJK yang stabil.10

Di RSUD Raden Mattaher Jambi, pemeriksaan hs-cTnI dilakukan saat pertama kali pasien dengan keluhan nyeri dada masuk ke Instalasi Gawat Darurat (IGD). Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk mengetahui hubungan hs-cTnI dengan MACE pada pasien SKA di RSUD Raden Mattaher Jambi.

Dengan melihat kadar hs-cTnI, diharapkan dapat menjadi prediksi awal untuk melihat besarnya risiko terkena MACE pada pasien SKA.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang, masalah penelitian dapat dirumuskan sebagai berikut:

Apakah ada hubungan antara kadar hs-cTnI dengan MACE dalam perawatan pada pasien SKA di RSUD Raden Mattaher Jambi?

1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum

Mengetahui hubungan antara kadar hs-cTnI dengan MACE dalam perawatan pada pasien SKA di RSUD Raden Mattaher Jambi.

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Mengetahui kejadian SKA berdasarkan usia, jenis kelamin, dan jenis SKA di RSUD Raden Mattaher Jambi.

(20)

3

2. Mengetahui jumlah dan jenis MACE dalam perawatan pada pasien SKA di RSUD Raden Mattaher Jambi.

3. Mengetahui kadar hs-cTnI pada pasien SKA di RSUD Raden Mattaher Jambi.

4. Mengetahui hubungan kadar hs-cTnI dengan MACE dalam perawatan pada pasien SKA di RSUD Raden Mattaher Jambi.

1.4 Manfaat Penelitian 1.4.1 Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan ilmu pengetahuan khususnya mengenai hubungan kadar hs-cTnI dengan MACE dalam perawatan pada pasien SKA di RSUD Raden Mattaher Jambi, serta diharapkan menambah pengalaman dalam menyusun skripsi dan sebagai dasar untuk penelitian lebih lanjut.

1.4.2 Manfaat Praktis a. Bagi peneliti

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan tambahan pengetahuan bagi peneliti mengenai hubungan kadar hs-cTnI dengan MACE dalam perawatan pada pasien SKA di RSUD Raden Mattaher Jambi.

b. Bagi masyarakat

Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi pengetahuan kepada masyarakat bahwa kadar hs-cTnI berhubungan dengan MACE dalam perawatan pada pasien SKA, sehingga dapat dilakukan pencegahan.

c. Bagi institusi

Penelitian ini juga dapat digunakan sebagai bahan referensi atau sumber informasi untuk penelitian selanjutnya dan sebagai referensi bagi kepustakaan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Jambi.

(21)

4 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Sindroma Koroner Akut

Sindroma Koroner Akut (SKA) merupakan istilah umum untuk kondisi dimana aliran darah menuju jantung mendadak terhenti yang memberikan gambaran klinis berupa nyeri dada pada penderitanya. SKA merujuk pada kondisi dimana terjadi iskemia atau infark pada miokardium akibat oklusi aliran darah koroner secara mendadak yang disebabkan oleh penyakit jantung iskemik yang tidak stabil.4,5,11,12

2.2 Klasifikasi Sindroma Koroner Akut 2.2.1 Unstable Angina Pectoris (UAP)

Angina merupakan sensasi yang dirasakan akibat iskemia pada miokardium karena adanya peningkatan kebutuhan oksigen jantung yang melebihi ketersediaannya. Sensasi tersebut dapat berupa rasa tertekan, tidak nyaman pada dada kiri akibat aktivitas berlebih, provokasi, dan suhu yang dingin. Sensasi tersebut akan reda dengan istirahat atau pemberian nitrigoliserin.13

UAP didefinisikan sebagai nyeri dada dengan tampilan klinis antara lain: (1) terjadi saat istirahat atau ketika tubuh beraktivitas minimal dan biasanya berlangsung lebih dari 20 menit;

(2) nyeri hebat, awitan baru dan biasanya nyerinya jelas; atau (3) nyeri yang lambat laun bertambah berat.14,15

2.2.2 Non ST-Elevation Myocardial Infarction (NSTEMI)

Pada dasarnya, gejala NSTEMI dan UAP adalah sama, yang membedakannya yaitu iskemia yang timbul pada NSTEMI cukup berat dan menyebabkan kerusakan pada miokardium, sehingga dapat dijumpai kenaikan biomarka kerusakan miokardium seperti troponin atau Creatinine Kinase-Myocardial

(22)

5

Band (CKMB) dari pemeriksaan laboratorium, sedangkan pada pemeriksaan elektrokardiografi (EKG) dapat dijumpai ST depresi, T inversi, atau EKG dengan gambaran yang normal.15

2.2.3 ST-Elevation Myocardial Infarction (STEMI)

STEMI merupakan kondisi iskemia pada miokardium yang muncul dengan adanya perubahan EKG klasik berupa elevasi segmen ST pada titik J dengan peningkatan biomarka jantung.

Pada pemeriksaan EKG, dikatakan STEMI apabila terdapat elevasi segmen ST > 1 mm pada titik J dalam 2 sadapan dada atau tungkai yang berdekatan, kecuali V2-V3. Pada V2-V3 elevasi segmen ST harus > 2 mm pada pria atau > 1.5 mm pada wanita.16

Diagnosis STEMI menurut European Society of Cardiology/ACCF/AHA/World Heart Federation Task Force for the Universal Definition of Myocardial Infarction ditegakkan berdasarkan anamnesis nyeri dada yang khas dan gambaran EKG adanya elevasi ST baru pada titik J >2 mm pada pria atau >1,5 mm pada wanita, minimal pada 2 sadapan V2-V3 dan atau >1 mm pada sadapan dada yang lain atau sadapan ekstremitas. Left Bundle Branch Block (LBBB) baru atau diduga baru dipertimbangkan sebagai STEMI ekuivalen. Adanya depresi segmen ST pada banyak sadapan prekordial (V1-V4) dapat menunjukkan adanya kerusakan pada posterior transmural; depresi segmen ST pada banyak sadapan dengan elevasi ST pada sadapan aVR ditemukan pada pasien dengan oklusi pada left main atau pada proksimal arteri desendens anterior kiri. Peningkatan biomarka jantung terutama troponin akan semakin memperkuat diagnosis.15

(23)

6

2.3 Etiologi dan Faktor Risiko Sindroma Koroner Akut

SKA sering merefleksikan derajat kerusakan pada arteri koroner karena aterosklerosis; ruptur plak, trombosis, dan inflamasi.6,17 SKA terjadi karena adanya oklusi akut pada pembuluh darah koroner akibat ruptur atau erosi dari plak ateroma yang berisiko tinggi, sehingga terjadi ketidakseimbangan antara kebutuhan oksigen miokardium dengan ketersediannya.18 SKA memiliki beberapa faktor risiko yang telah diidentifikasi, baik yang dapat dimodifikasi maupun tidak dapat dimodifikasi. Beberapa faktor risiko yang dapat dimodifikasi antara lain hipertensi, merokok, diabetes mellitus (DM), dislipidemia, obesitas, dan gaya hidup yang kurang aktif bergerak, sedangkan faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi yaitu usia lanjut, pria, dan riwayat penyakit jantung iskemik pada keluarga.6,11,17 Riwayat keluarga yang mengalami infark miokard pada usia 55 tahun juga merupakan faktor risiko yang tinggi untuk terjadi SKA.6

2.4 Patofisiologi Sindroma Koroner Akut

Patofisiologi yang mendasari terjadinya SKA adalah penurunan aliran darah menuju otot jantung yang terjadi sekunder akibat ruptur plak dan pembentukan trombus, sehingga terjadi iskemia dan infark pada otot jantung. SKA juga dapat terjadi sekunder akibat vasospasme dengan atau tanpa aterosklerosis.6

Terdapat empat mekanisme yang melatarbelakangi terjadinya SKA, yaitu karena adanya ruptur plak dengan inflamasi sistemik, ruptur plak tanpa inflamasi sistemik, erosi plak, dan plak tanpa trombus.19

(24)

7

Gambar 2. 1 Patofisiologi Sindroma Koroner Akut19

2.4.1 Ruptur Plak dengan Inflamasi Sistemik

Mekanisme inflamasi merupakan regulator kunci dari kerapuhan tudung fibrosa dan potensi trombogenik dari lipid core. Makrofag membuka jalan dalam rupturnya tudung fibrosa dari plak. Ketika teraktivasi, makrofag mendorong enzim-enzim yang mendegradasi semua komponen dari matriks ekstraseluler arteri. Enzim tersebut termasuk matrix metalloproteinase dan beberapa cathepsin. Beberapa mekanisme yang meregulasi enzim pendegradasi protein ini yaitu transkripsi, translasi, aktivasi prekursor zimogen, dan keseimbangan dengan inhibitor endogen.

Oleh karena itu, peningkatan jumlah proteinase yang teraktivasi atau menurunnya kadar inhibitor enzim tersebut dapat meningkatkan penguraian matriks ekstraseluler dari plak. Ketidakseimbangan aktivitas sel T efektor dengan sel T regulator juga berkontribusi dalam rupturnya plak. Sel T regulator normalnya berperan untuk menjaga homeostasis sel yang terlibat dalam imunitas adaptif, sehingga berkurangnya jumlah dan fungsi supresif dari sel T regulator yang bersirkulasi dapat dijumpai pada pasien SKA.19

Sebagian besar SKA terjadi karena pecahnya plak ateroma pembuluh darah koroner akibat aktivasi inflamasi dari plak yang

(25)

8

mendorong terjadinya keretakan (pada sekitar 25% kasus) atau pecahnya plak dan mengarah pada perkembangan trombus. Titik awal terjadinya hal ini adalah akibat perubahan struktur dan fungsi endotel, di mana komposisi plak berubah dan tudung fibrosa yang melingkupi plak tersebut menipis. Kejadian tersebut menyebabkan trombosit beragregasi dan jalur koagulasi teraktivasi, sehingga terbentuklah trombus yang kaya trombosit (white thrombus). Trombus ini menyebabkan vasokonstriksi koroner paroksismal dengan, sebagai manifestasi klinis, angina spontan. Trombus tersebut akan menyebabkan oklusi pada pembuluh darah koroner secara total maupun parsial; atau dapat pecah pada pembuluh koroner yang lebih distal sebagai mikroemboli dan bertanggung jawab dalam mikronekrosis, sehingga dapat terdeteksi dengan adanya peningkatan troponin. Selain itu, terjadi pula vasokonstriksi akibat pelepasan zat vasoaktif yang berdampak pada keparahan gangguan aliran darah koroner, sehingga aliran darah koroner berkurang dan menyebabkan iskemia miokardium. Iskemia yang berlanjut selama kurang-lebih 20 menit mengakibatkan terjadinya infark miokardium akibat kematian atau nekrosis pada miokardium.16,18 Oleh karena itu, SKA paling sering merupakan komplikasi akut aterosklerosis yang bertanggung jawab atas penurunan aliran koroner yang berat yang bersifat gangguan sementara dan parsial (NSTEMI) atau berkepanjangan (STEMI).20

2.4.2 Ruptur Plak tanpa Inflamasi Sistemik

Ruptur plak tanpa inflamasi sistemik disebabkan oleh aktivitas fisik yang meningkat, gangguan emosi yang ekstrim, dan stres mekanik lokal pada dinding arteri. Korelasi antara stres psikologis dengan ruptur plak disebabkan oleh adanya aktivasi simpatik sistem saraf dan pelepasan katekolamin, sehingga terjadi peningkatan dari detak jantung dan tekanan darah, vasokonstriksi koroner yang mendorong disrupsi plak dan aktivasi platelet, hiperkoagulasi, serta konstriksi mikrovaskular koroner yang intens.19

(26)

9

Kristal kolesterol juga dapat mengaktivasi jalur imunitas lokal alami pada plak aterosklerotik.19

Gambar 2. 2 Kristal Kolesterol Aktivasi Jalur Imunitas pada Plak19

Hal ini terjadi karena plasma low-density lipoprotein (LDL) dapat memasuki dinding arteri dan terakumulasi di dalam monosit. Makrofag yang dipenuhi oleh lipid dapat mati dan menyebabkan lipid yang semula berada di dalam makrofag akan keluar ke jaringan, sehingga terjadi akumulasi cholesteryl ester dan kristal kolesterol pada lipid core dari plak.

Makrofag yang mati juga dapat mengeluarkan apoptotic bodies yang mengandung procoagulant tissue factor yang poten. Pembentukan kristal kolesterol pada lipid core dapat meningkatkan risiko ruptur plak dan trombosis serta dapat mengaktivasi inflammasome atau struktur supramolekul intraseluler yang menghasilkan bentuk aktif dari sitokin proinflamasi. Kristal yang besar juga dapat menyebabkan disrupsi mekanik dari tudung fibrosa.19

(27)

10

2.4.3 Erosi Plak

Gambar 2. 3 Mekanisme Erosi Plak19

Stimulus seperti gangguan aliran atau keterlibatan reseptor imun bawaan seperti toll-like receptor-2 (TLR2) dapat mengaktivasi sel-sel endotel yang melapisi intima arteri. Sel-sel ini dapat mengalami kematian sel, misalnya dengan apoptosis. Sel endotel yang terluka atau sekarat dapat mengalami deskuamasi, sehingga membran basal terekspos. Neutrofil yang tertarik oleh kemokin yang diproduksi oleh sel endotel yang teraktivasi dapat beragregasi di intima, terdegranulasi dan mati, sehingga melepaskan neutrophil extracellular traps (NET). Untaian DNA yang diekstrusi ini dapat mengikat isi granula neutrofil dan protein lain, misalnya mieloperoksidase atau tissue factor. Trombosit yang berinteraksi dengan membran basal dapat mengaktivasi dan melepaskan isi granularnya, termasuk kemokin yang dapat merekrut leukosit lebih lanjut.19

(28)

11

2.4.4 Plak tanpa Trombus

Pada pasien SKA tanpa plak trombus, perubahan sirkulasi koroner menyebabkan iskemia akut yang melibatkan arteri koroner epikardial yang luas atau mikrosirkulasi koroner. Spasme mikrovaskular juga dapat menyebabkan iskemia miokardium. Spasme koroner dapat berkontribusi dalam ketidakstabilan plak yang disebabkan oleh kerusakan endotel. Baik spasme makrovaskular maupun mikrovaskular terjadi karena terganggunya vasodilatasi atau vasokonstriksi berlebih akibat stimulus dari sistem saraf otonom, farmakologi, dan respons lokal terhadap autacoid. Pada endotel yang terganggu, substansi vasodilator yang berupa nitrit oksida (NO) berkurang jumlahnya, sehingga pembuluh darah tidak dapat melakukan vasodilatasi.19

Gambar 2. 4 Mekanisme SKA Plak tanpa Trombus19

Efek lain dari iskemia yang terjadi pada miokardium yaitu adanya gangguan kontraktilitas karena proses hibernating dan stunning (setelah iskemia hilang), serta distritmia dan remodeling ventrikel atau terjadinya perubahan bentuk, ukuran dan fungsi ventrikel. Penyempitan arteri koronaria tanpa spasme ataupun trombus dapat diakibatkan oleh progresi

(29)

12

pembentukan plak atau restenosis setelah percutaneous coronary intervention (PCI). Pada pasien yang telah memiliki plak aterosklerosis, terjadinya SKA dapat dicetuskan oleh beberapa keadaan, seperti demam, anemia, tirotoksikosis, hipotensi, dan takikardia karena stenosis yang signifikan dapat menyebabkan UAP sekunder ketika kondisi metabolik meningkat atau kebutuhan oksigen miokard meningkat.18,20

2.5 Diagnosis Sindroma Koroner Akut 2.5.1 Anamnesis

Keluhan yang sering dialami pasien SKA hampir sama dengan keluhan angina pektoris stabil, tetapi pada SKA keluhan akan berlangsung lebih lama dan berat. Keluhan yang muncul dapat berupa nyeri dada yang tipikal (angina tipikal) atau atipikal (angina ekuivalen). Keluhan angina tipikal berupa rasa tertekan/berat, rasa terbakar, seperti ditusuk, rasa diperas, dan dipelintir pada daerah retrosternal, substernal, dan prekordial.

Nyeri tersebut dapat menjalar ke lengan kiri, leher, rahang bawah, gigi, punggung/area interskapular, bahu, epigastrium dan dapat juga ke lengan kanan. Keluhan ini dapat berlangsung hilang timbul selama beberapa menit atau menetap (>20 menit), paling sering terjadi saat istirahat dan berlangsung lebih dari 20 menit. Nyeri membaik atau hilang dengan istirahat atau dengan pemberian nitrat. Faktor pencetus berupa latihan fisik, stres emosi, udara dingin, dan sesudah makan. Keluhan angina tipikal sering disertai oleh keluhan penyerta lain, seperti diaforesis, mual/muntah, nyeri abdominal, sesak napas, dan sinkop.14,15,18,20,21

Keluhan angina atipikal yang sering dijumpai yaitu nyeri di daerah penjalaran angina tipikal, pencernaan terganggu (indigesti), sesak napas dan rasa lemah mendadak yang sulit dijelaskan. Gejala atipikal lebih sering dijumpai pada pasien berusia muda (25-40 tahun) atau pada lanjut usia (>75 tahun), wanita, penderita diabetes, gagal ginjal menahun, dan demensia. Pada pasien dengan riwayat PJK, jika terdapat angina atipikal yang berulang dapat dicurigai sebagai manifestasi klinis dari SKA.18

(30)

13

2.5.2 Pemeriksaan Fisik

Pada pasien SKA, dapat dijumpai pemeriksaan fisik yang normal, sedangkan pemeriksaan fisik abnormal dapat dijumpai pada pasien dengan komplikasi.21 Auskultasi seksama selama episode iskemik dapat mengungkapkan bunyi jantung ketiga atau keempat yang mencerminkan disfungsi sistolik atau diastolik. Murmur pansistolik regurgitasi mitral menunjukkan disfungsi otot papiler iskemik. Episode iskemia yang parah dapat menyebabkan kongesti paru dan bahkan edema paru yang ditandai dengan ditemukannya dispnea, nada perkusi redup di daerah basal paru, bunyi napas bronkial di atas basal paru, dan terdapat bunyi tambahan berupa ronki basah inspiratorik akhir yang pertama kali muncul di basal paru, menyebar ke atas seiring dengan perburukan penyakit.14,22

Regurgitasi katup mitral akut, suara jantung tiga (S3), ronki basah halus, dan hipotensi hendaknya selalu diperiksa untuk mengidentifikasi komplikasi iskemia. Ditemukannya tanda-tanda regurgitasi katup mitral akut, hipotensi, diaforesis, ronkhi basah halus, atau edema paru meningkatkan kecurigaan terhadap SKA.18

2.5.3 Pemeriksaan Penunjang

Pengkajian yang harus dilakukan pada seseorang dengan kemungkinan SKA meliputi evaluasi faktor risiko, adanya gejala yang khas, EKG, dan pemeriksaan biomarka cedera miokardium. EKG harus dilakukan dalam waktu 10 menit pasca timbulnya gejala. STEMI didiagnosis jika ditemukan elevasi pada segmen ST pada 2 sadapan berdekatan saat dilakukannya EKG. Jika tidak ditemukan adanya elevasi segmen ST, maka dapat didiagnosis dengan SKA non-ST elevasi.23 Pemeriksaan biomarka jantung yang dapat dilakukan antara lain troponin, Creatinine Kinase (CK) dan CKMB, mioglobin, ischemia-modified albumin, dan heart-type fatty acid-binding protein (H-FABP). Di antara semua biomarka jantung tersebut, troponin memiliki sensitivitas dan spesifisitas tertinggi, sehingga sampai saat ini troponin masih menjadi gold

(31)

14

standard untuk penegakan diagnosis SKA.24 Peningkatan kadar troponin jantung juga dibutuhkan untuk penegakan diagnosis SKA.23

Dalam 4-6 jam setelah awitan SKA pada keadaan nekrosis miokard, pemeriksaan CKMB atau troponin menunjukkan kadar yang normal, sehingga 6-12 jam setelah awitan angina dianjurkan untuk mengulangi pemeriksaan biomarka jantung. Kadar troponin pada pasien infark miokard akut meningkat di dalam darah perifer 3-4 jam setelah awitan infark. Troponin yang kadarnya mengalami peningkatan ringan biasanya menghilang dalam 2-3 hari, tetapi jika terjadi nekrosis luas, peningkatan kadar troponin dapat menetap hingga 2 minggu.18,20 Pemeriksaan CKMB dapat dilakukan jika pemeriksaan troponin tidak tersedia. CKMB akan meningkat dalam waktu 4-6 jam, mencapai puncaknya pada 12 jam, dan menetap sampai 2 hari.18

Gambar 2. 5 Grafik Pelepasan CKMB dan Troponin18

2.6 High-Sensitive Troponin I

Troponin jantung adalah biomarka yang direkomendasikan untuk penegakan diagnosis SKA. Transisi dari pemeriksaan troponin konvensional ke high-sensitive troponin (hs-cTn) telah meningkatkan kemampuan untuk secara cepat menyingkirkan pasien yang dicurigai SKA.25 Pemeriksaan hs-cTn dapat mendeteksi troponin jantung pada tingkat yang lebih rendah daripada uji troponin konvensional.10 Uji hs-cTn dapat mendeteksi perubahan troponin jantung pada rentang femtomolar atau 10-15 mol/L pada individu tanpa keluhan SKA dalam waktu 4 jam.26

(32)

15

Pengujian troponin I (cTnI) prinsipnya menggunakan antibodi monoklonal yang spesifik terhadap beberapa epitop dari cTnI dan dapat mengenali modifikasi cTnI yang bersirkulasi dalam darah. Perbedaan spesifisitas epitop dari antibodi yang digunakan dalam pengujian yang berbeda menjadi alasan tersering terjadinya perbedaan hasil pengukuran cTnI, bahkan uji cTnI yang menggunakan antibodi serupa pun dapat timbul perbedaan konsentrasi secara numerik. Pengukuran cTnI dipengaruhi oleh beberapa faktor, termasuk degradasi proteolitik, fosforilasi, kompleks dengan troponin C (cTnC), heparin, heterofil atau human antimouse antibodies, dan autoantibodi spesifik cTnI. Jika salah satu antibodi monoklonal sensitif mendeteksi keberadaan antigen dalam sampel, antibodi monoklonal lainnya harus tidak sensitif terhadap antigen yang sama. Ketika terjadi nekrosis miokardium, cTnI akan dipecah oleh protease endogen ke dalam sirkulasi dan sebagian besar (95%) cTnI dalam darah terdapat dalam bentuk kompleks biner cTnI-cTnC.27

Istilah "high-sensitive" dalam uji hs-cTnI mencerminkan karakteristik pengujian dan tidak mengacu pada perbedaan bentuk troponin jantung yang diukur. Hs-cTnI dapat mengukur kadar troponin dalam jumlah yang signifikan pada individu meskipun tidak dijumpai keluhan yang mendukung ke arah SKA.27 Di saat uji cTnI konvensional tidak dapat mendeteksi cTnI bahkan pada 50% individu tanpa keluhan SKA, sebaliknya hs-cTnI dapat mendeteksi troponin pada hampir 90%

individu tanpa keluhan SKA.28 Oleh karena itu, uji hs-cTnI dapat digunakan untuk mendeteksi lebih dini infark miokardium dan mempercepat penegakan diagnosis SKA. Dalam uji hs-cTnI, satuan yang digunakan adalah ng/L untuk menghindari kebingungan dan titik desimal yang diikuti oleh nol yang tidak perlu. Jadi, konsentrasi 0,0015 g/L (pengujian kontemporer) perlu dilaporkan sebagai 2 ng/L (pengujian high- sensitive).27

Pemeriksaan hs-cTnI di RSUD Raden Mattaher Jambi menggunakan alat Vidas® high-sensitive troponin I yang diproduksi oleh

(33)

16

Biomeriéux Diagnostics, dimana berdasarkan alat tersebut hs-cTnI dapat dikategorikan menjadi 3, yaitu <2 ng/L, >2 sampai <100 ng/L, dan >100 ng/L. Jika kadar hs-cTnI pada pasien dengan keluhan nyeri dada <2 ng/L, maka pasien tersebut dapat langsung dilakukan rule-out infark miokard akut. Namun, jika ditemui kadar hs-cTnI >100 ng/L pada pasien dengan keluhan nyeri dada, maka pasien tersebut langsung dilakukan rule-in infark miokard akut. Pasien dengan kadar hs-cTnI yang berada di antara

>2 sampai <100 ng/L masuk ke dalam zona observasi dan harus dilakukan pemeriksaan ulang hs-cTnI 2 jam setelahnya.29

Peningkatan kadar hs-cTnI pada pasien meningkatkan risiko prognosis yang buruk. Troponin jantung yang terdeteksi dalam sirkulasi pada uji hs-cTn diasosiasikan dengan MACE pada pasien dengan atau tanpa penyakit kardiovaskular.8 Hal ini terjadi karena troponin jantung memiliki sensitivitas tinggi dalam mendeteksi adanya nekrosis miokardium.8 Pelepasan troponin dari myofibril terjadi dalam beberapa jam setelah terjadinya iskemia karena adanya degradasi proteolitik dalam miokardium. Semakin luas zona infark pada jantung, maka semakin tinggi pula hs-cTnI yang terdeteksi dalam sirkulasi darah dan hal tersebut mengindikasikan bahwa semakin buruk pula keadaan jantung pasien. Hal inilah yang menyebabkan risiko MACE meningkat pada pasien dengan kadar hs-cTnI yang tinggi.14,26,30

2.7 Major Adverse Cardiovascular Events (MACE)

MACE merupakan titik akhir atau komplikasi dari kejadian kardiovaskular yang sering digunakan pada penelitian kardiovaskular.

Pada beberapa penelitian, komponen dari MACE meliputi re-infark non fatal, nyeri angina berulang, re-hospitalisasi terkait penyakit kardiovaskular, PCI berulang, pencangkokan bypass arteri koroner, gagal jantung, syok kardiogenik, aritmia yang mengancam jiwa, stroke, dan kematian.7,16,25,31-34

(34)

17

2.7.1 Gagal Jantung

Gagal jantung merupakan sindrom klinis yang terjadi akibat gangguan struktur jantung dan fungsi dari pengisian ventrikel atau ejeksi darah, sehingga kemampuan jantung sebagai pemompa darah terganggu.11,35 Gejala gagal jantung umumnya terjadi karena adanya peningkatan tekanan pengisian bagian kanan atau kiri jantung yang ditandai dengan sesak napas atau lelah jika beraktivitas. Pada kondisi yang berat sesak napas dapat muncul saat istirahat, adanya tanda-tanda retensi cairan seperti kongesti paru atau edema pada ektremitas.12,14,35

Kriteria yang dapat digunakan dalam menegakkan diagnosis gagal jantung di antaranya adalah kriteria Framingham, yaitu jika ditemukannya 2 gejala mayor atau 1 gejala mayor dan 2 gejala minor.15

Kriteria mayor di antaranya adalah:

1. Paroxysmal nocturnal dyspnea atau Ortopnea 2. Ronki basah

3. Kardiomegali 4. Edema paru akut 5. S3 gallop

6. Peningkatan tekanan vena jugularis 7. Refluks hepatojugular.15

Kriteria minor di antaranya adalah:

1. Edema ekstremitas 2. Batuk pada malam hari 3. Dispnea d’effort 4. Hepatomegali 5. Efusi pleura

6. Kapasitas vital berkurang menjadi sepertiga maksimum 7. Takikardi.15

(35)

18

2.7.2 Syok Kardiogenik

Syok kardiogenik merupakan sindrom klinis akibat penurunan curah jantung sistemik yang menyebabkan hipoksia jaringan dengan volume intravaskular yang adekuat. Syok kardiogenik ditandai dengan adanya bukti hipoperfusi sistemik yang berupa tekanan darah sistolik <90 mmHg, oliguria atau produksi urin <0,5 mL/KgBB/jam, perubahan status mental, dan kulit yang dingin.15

Kriteria hemodinamik yang digunakan untuk menegakkan syok kardiogenik yaitu:

1. Penurunan curah jantung (<2,2 L/menit/m2)

2. Hipotensi sistolik (<90 mmHg) atau pulse pressure <30 mmHg.

3. Peningkatan tekanan diastolik-akhir ventrikel kiri pulmonary capillary wedge pressure (PCWP) >18 mmHg atau tekanan diastolik-akhir ventrikel kanan >10-15 mmHg.12,14

2.7.3 Aritmia

Aritmia merupakan gangguan irama jantung yang dapat berupa kelainan pada kecepatan, keteraturan, atau tempat asal impuls. Kondisi yang termasuk aritmia antara lain: frekuensi denyut jantung terlalu cepat (>100x/menit) atau terlalu lambat (<60x/menit); irama jantung yang tidak teratur; irama yang asalnya selain dari nodus SA; terdapat hambatan impuls supra atau intra ventrikular.15

Lebih dari 80% aritmia yang terjadi pada kematian mendadak adalah takiaritmia ventrikel yang terdiri dari fibrilasi ventrikel, takikardia ventrikel, dan torsades de pointes.36 Selain itu, high-degree atrioventricular block dan fibrilasi atrial juga sering dijumpai sebagai komplikasi SKA.8,37

(36)

19

2.7.4 Stroke

Stroke adalah komplikasi yang sering dijumpai pada pasien SKA.31 Stroke didefinisikan dengan adanya defisit neurologis fokal dan/atau global dengan onset mendadak yang berkembang dengan cepat, adanya gangguan fungsi serebral, dengan gejala yang berlangsung lebih dari 24 jam dan disebabkan oleh penyebab vaskular fokal.12,38 Defisit neurologis fokal yang ditimbulkan seperti hemiparesis, hemihipestesia, afasia, disfagia, gangguan kesadaran dan sebagainya. Pada pemeriksaan CT scan/MRI dapat dijumpai gambaran hipodens/hipointens pada stroke iskemik dan hiperdens/hiperintens pada stroke hemoragik.12

(37)

20

2.8 Kerangka Teori

Bagan 2. 1 Kerangka Teori

hs-cTnI Pemeriksaan EKG

Penunjang Pemeriksaan Fisik Anamnesis Klasifikasi

Diagnosis Patofisiologi

Etiologi dan Faktor Risiko Definisi

Sindroma Koroner Akut

NSTEMI STEMI

Major Adverse Cardiovascular

Events

UAP

Plak tanpa trombus Ruptur plak dengan inflamasi sistemik

Erosi plak Ruptur plak tanpa

inflamsi sistemik

Gagal jantung Syok kardiogenik Aritmia

Stroke Kematian

(38)

21

2.9 Kerangka Konsep

Bagan 2. 2 Kerangka Konsep

2.10 Hipotesis

Hipotesis dari penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut:

Ha: Ada hubungan antara kadar hs-cTnI dengan MACE dalam perawatan pada pasien SKA di RSUD Raden Mattaher Jambi.

H0: Tidak ada hubungan antara kadar hs-cTnI dengan MACE dalam perawatan pada pasien SKA di RSUD Raden Mattaher Jambi.

Kadar high-sensitive troponin I

Major Adverse Cardiovascular Events dalam perawatan pada pasien Sindroma Koroner Akut

(39)

22 BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Jenis dan Rancangan Penelitian

Penelitian ini merupakan analitik observasional dengan desain studi cross- sectional. Tujuan dilakukan penelitian ini adalah untuk mencari hubungan antara kadar hs-cTnI dengan MACE dalam perawatan pada pasien SKA.

3.2 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di RSUD Raden Mattaher Jambi pada bulan Agustus- Oktober 2022.

3.3 Subjek Penelitian 4.1.1 Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah pasien SKA di RSUD Raden Mattaher Jambi dalam rentang waktu antara Januari 2021 hingga Desember 2021. Jumlah pasien SKA di RSUD Raden Mattaher Jambi pada rentang waktu tersebut adalah 147 orang.

4.1.2 Sampel

Sampel pada penelitian ini adalah pasien SKA di RSUD Raden Mattaher Jambi dengan kriteria:

Inklusi

1. Pasien dengan SKA yang dirawat di RSUD Raden Mattaher Jambi dari Januari-Desember 2021 dan dilakukan pemeriksaan hs-cTnI.

Eksklusi

1. Pasien SKA dengan gagal ginjal kronik.

2. Pasien SKA dengan sepsis.

3. Pasien SKA dengan emboli paru.

4. Pasien SKA dengan riwayat stroke sebelumnya.

5. Data rekam medis yang tidak lengkap atau hilang.

(40)

23

Penentuan besar sampel dihitung menggunakan rumus berikut:39

𝑛 = 𝑍 / 𝑝(1 − 𝑝)𝑁

𝑑 (𝑁 − 1) + 𝑍 / 𝑝(1 − 𝑝) Keterangan:

n = jumlah sampel

𝑍 / = nilai pada distribusi normal standar yang sama pada tingkat kepercayaan 90% adalah 1,64 p = proporsi populasi (0,26)40

d = toleransi kesalahan (0,1) N = jumlah populasi (147)

𝑛 = (1,64) (0,26)(1 − 0,26)(147) (0,1) (147 − 1) + (1,64) (0,26)(1 − 0,26)

𝑛 = 38,467 = 39 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙

Berdasarkan perhitungan menggunakan rumus di atas, didapatkan besar sampel minimal sebesar 38,467 atau sebesar 39 sampel dengan pembulatan ke atas.

4.1.3 Teknik Pengambilan Sampel

Metode pengambilan sampel pada penelitian ini adalah purposive sampling, di mana teknik ini menggunakan kriteria yang telah dipilih oleh peneliti dalam memilih sampel yang berupa kriteria inklusi dan eksklusi.

3.4 Metode Pengumpulan Data

Peneliti melakukan pengambilan data yang berupa data sekunder dari lembar rekam medis pasien SKA yang menerima perawatan di RSUD Raden Mattaher Jambi.

(41)

24

3.5 Definisi Operasional

Tabel 3. 1 Definisi Operasional

Variabel Definisi Alat Ukur Hasil Ukur Skala Ukur

Usia Lamanya hidup

terhitung sejak lahir

Lembar rekam medis

1. 26-35 tahun 2. 36-45 tahun 3. 46-55 tahun 4. 56-65 tahun 5. >65 tahun

Interval

Jenis Kelamin Perbedaan biologis antara perempuan dan laki-laki sejak dilahirkan

Lembar rekam medis

1. Laki-laki 2. Perempuan

Nominal

Jenis Sindroma Koroner Akut

Jenis SKA sesuai dengan diagnosis dokter

penanggung jawab pelayanan

Lembar rekam medis

1. UAP 2. NSTEMI 3. STEMI

Nominal

Major Adverse Cardiovascular Events

Titik akhir dari kejadian kardiovaskular yaitu gagal jantung atau syok kardiogenik atau aritmia atau stroke atau kematian7,31

Lembar rekam medis

1. Ya 2. Tidak

Nominal

(42)

25

Variabel Definisi Alat Ukur Hasil Ukur Skala Ukur Jenis Major

Adverse

Cardiovascular Events

Jenis MACE pada pasien SKA

Lembar rekam medis

1. Gagal jantung 2. Syok kardiogenik 3. Aritmia 4. Stroke 5. Kematian

Nominal

High-Sensitive Troponin I

Biomarka jantung yang berguna dalam penegakan diagnosis SKA

Vidas high- sensitive troponin I

1. Rendah:

0,0-1,9 ng/L 2. Borderline:

2-99 ng/L 3. Tinggi:

>100 ng/L29

Ordinal

Gagal Jantung Gangguan kemampuan jantung sebagai pemompa darah yang didiagnosis dengan kriteria Framingham15,35

Lembar rekam medis

1. Ya 2. Tidak

Nominal

Syok Kardiogenik

Syok yang terjadi dengan adanya bukti hipoperfusi sistemik berupa tekanan darah sistolik <90 mmHg dan diagnosis

Lembar rekam medis

1. Ya 2. Tidak

Nominal

(43)

26

berdasarkan kriteria

hemodinamik14 Aritmia Aritmia yang

berupa fibrilasi ventrikel atau takikardia ventrikel atau torsades de pointes atau high-degree atrioventricu lar block atau atrial

fibrilasi8,36,37

Lembar rekam medis

1. Ya 2. Tidak

Nominal

Stroke Stroke yang terjadi selama fase perawatan pada pasien SKA

Lembar rekam medis

1. Ya 2. Tidak

Nominal

Kematian Semua kematian pada pasien SKA

Lembar rekam medis

1. Ya 2. Tidak

Nominal

3.6 Instrumen Penelitian

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah lembar observasi dan data rekam medis pasien di RSUD Raden Mattaher Jambi. Lembar observasi mencakup usia, jenis kelamin, jenis SKA, jenis MACE dalam perawatan, dan kadar hs-cTnI.

(44)

27

3.7 Keterbatasan Penelitian

Peneliti hanya melakukan penelitian sesaat atau sekali dalam satu waktu tanpa melakukan pengamatan jangka panjang pada subjek penelitian.

3.8 Pengolahan dan Analisis Data 3.8.1 Pengolahan data

1. Editing; dilakukan untuk memeriksa ketepatan dan kelengkapan data.

2. Coding; data yang telah terkumpul dikoreksi ketepatan dan kelengkapannya kemudian diberi kode oleh peneliti secara manual.

3. Entry; data yang telah dibersihkan kemudian dimasukkan ke dalam program komputer.

4. Cleaning data; pemeriksaan kembali semua data yang telah dimasukkan ke dalam komputer.

5. Saving; penyimpanan data untuk analisis.

6. Analisis data.

3.8.2 Analisis Data

Data yang diperoleh dari hasil rekam medis pasien SKA akan diolah dengan menggunakan bantuan perangkat komputer yang berupa software SPSS versi 22.

3.8.2.1 Analisis Univariat

Analisis univariat digunakan untuk memberikan gambaran umum terhadap data hasil penelitian. Data akan disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi mengenai kejadian SKA berdasarkan usia, jenis kelamin, dan jenis SKA, jumlah dan jenis MACE dalam perawatan pada pasien SKA, dan kadar hs-cTnI pada pasien SKA.

(45)

28

3.8.2.2 Analisis Bivariat

Analisis bivariat adalah analisis yang mempunyai dua pengukuran atau variabel. Analisis ini dilakukan untuk mengetahui hubungan kadar hs-cTnI dengan MACE dalam perawatan. Uji statistik yang digunakan adalah uji chi- square. Nilai bermakna apabila nilai p < 0,05. Selanjutnya data akan disajikan dalam bentuk tabel.

3.9 Etika Penelitian

Peneliti akan meminta izin terlebih dahulu kepada pihak RSUD Raden Mattaher Jambi dengan melampirkan surat izin penelitian dari bagian akademik Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Jambi dan formulir protokol etik penelitian. Untuk menjaga kerahasiaan informasi dari setiap data subjek penelitian, peneliti akan mengganti nama subjek dengan inisial, sehingga nama subjek tidak akan tersurat dalam lembar pengumpulan data.

(46)

29

3.10 Alur Penelitian

Bagan 3. 1 Alur Penelitian Mengurus perizinan penelitian

Meminta data jumlah pasien SKA dan identitas pasien di bagian rekam medis RSUD Raden Mattaher Jambi

Menyaring rekam medis pasien berdasarkan kriteria inklusi dan eksklusi

Sampel memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi

Pengolahan dan analisis data hasil penelitian

Kesimpulan hasil penelitian Pasien dikelompokkan berdasarkan kategori hs-cTnI

Pasien yang mengalami

MACE

Pasien yang tidak mengalami

MACE

(47)

30 BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Penelitian

Penelitian ini menggunakan data sekunder yang diperoleh dari data rekam medis pasien SKA yang dirawat inap di RSUD Raden Mattaher Jambi tahun 2021. Sampel yang didapat berjumlah 70 sampel setelah dilakukan seleksi data berdasarkan kriteria inklusi dan eksklusi serta hanya menyertakan pasien SKA yang dilakukan pemeriksaan hs-cTnI. Data hasil penelitian meliputi usia, jenis kelamin, jenis SKA, jumlah dan jenis MACE, serta kadar hs-cTnI.

4.1.1 Analisis Univariat

Berdasarkan hasil penelitian, didapatkan karakteristik pasien SKA di RSUD Raden Mattaher Jambi tahun 2021 yang termasuk ke dalam sampel pada penelitian ini sebagai berikut:

a. Tabel 4. 1 Karakteristik pasien SKA

Karakteristik n %

Usia

- 26-35 tahun 0 0

- 36-45 tahun 10 14.3

- 46-55 tahun 25 35.7

- 56-65 tahun 19 27.1

- > 65 tahun 16 22.9

Jenis Kelamin

- Laki-laki 53 75.7

- Perempuan 17 24.3

Jenis SKA

- UAP 21 30

- NSTEMI 21 30

- STEMI 28 40

Total 70 100

(48)

31

b. Tabel 4. 2 Jumlah dan Jenis MACE pada Pasien SKA

MACE n %

Ya 30 42.9

- Gagal Jantung 20 66.7

- Syok Kardiogenik 4 13.3

- Aritmia 4 13.3

- Stroke 0 0

- Kematian 2 6.7

Tidak 40 57.1

Total 70 100

c. Tabel 4. 3 Kadar hs-cTnI pada Pasien SKA

Kadar hs-cTnI n %

Rendah 12 17.1

Borderline 17 24.3

Tinggi 41 58.6

Total 70 100

Berdasarkan tabel di atas, dapat dilihat bahwa pasien SKA didominasi oleh pasien yang berada dalam rentang usia 46-55 tahun yaitu sebanyak 25 orang (35.7%) dan berjenis kelamin laki-laki yang berjumlah 53 orang (75.7%). Berdasarkan jenisnya, kejadian SKA didominasi oleh tipe STEMI yakni sebanyak 28 orang (40%).

Jumlah pasien SKA yang mengalami MACE sebanyak 30 orang (42.9%) dengan jenis MACE terbanyak berupa gagal jantung yang berjumlah 20 orang (66.7%). Kadar hs-cTnI pada pasien SKA didominasi oleh kategori tinggi yang berjumlah 41 orang (58.6%).

4.1.2 Analisis Bivariat

Analisis bivariat dilakukan dengan menggunakan uji chi-square. Tabel 4.4 merupakan tabel hasil uji menggunakan chi-square.

(49)

32

Tabel 4. 4 Uji chi-square kadar hs-cTnI dan MACE dalam perawatan MACE

p value

Ya Tidak

n % n %

Rendah 3 25 9 75 0.006

Borderline 3 17.6 14 82.4

Tinggi 24 58.5 17 41.5

Total 30 42.9 40 57.1

Berdasarkan tabel hasil analisis chi-square di atas, dapat diketahui bahwa ada hubungan yang signifikan antara kadar hs-cTnI dengan MACE dalam perawatan pada pasien SKA di RSUD Raden Mattaher Jambi (p value 0.006 < 0.05).

4.2 Pembahasan Penelitian 4.2.1 Usia

Berdasarkan hasil penelitian yang didapat, kejadian SKA didominasi oleh pasien dengan kelompok usia > 45 tahun (85.7%).

Hasil ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Haris Munirwan et al. bahwa rentang usia dengan prevalensi SKA tertinggi yaitu > 45 tahun (86.5%).40 Penelitian yang dilakukan oleh Muhibbah et al. juga menyatakan bahwa prevalensi terjadinya SKA paling banyak terjadi pada pasien berusia > 45 tahun (80,39%).41 Hal ini sesuai dengan teori mengenai faktor risiko SKA dimana risiko terjadinya SKA meningkat pada laki-laki berusia > 45 tahun dan pada perempuan berusia > 55 tahun.42

4.2.2 Jenis Kelamin

Prevalensi jenis kelamin pasien SKA berdasarkan penelitian ini didominasi oleh laki-laki sebanyak 53 orang (75.7%). Hasil ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Elsa Kusumawati et al. yang

(50)

33

menunjukkan bahwa penderita laki-laki lebih banyak dibandingkan perempuan (76.5%) dalam terjadinya SKA di RSI Jemursari Surabaya pada tahun 2018 dan penelitian yang dilakukan oleh Sabebegen et al.

pada tahun 2021 di RSUP Dr. M. Djamil Padang, dimana pasien SKA berjenis kelamin laki-laki lebih banyak dibandingkan perempuan (71,43%).7,43 Kesamaan ini terjadi karena laki-laki merupakan faktor risiko terjadinya SKA akibat sedikitnya hormon estrogen yang merupakan agen ateroprotektif, sehingga laki-laki berisiko lebih tinggi dalam terjadinya SKA dibandingkan perempuan.42,44

4.2.3 Jenis SKA

Pada penelitian ini, kejadian SKA didominasi oleh pasien STEMI yakni sebanyak 28 orang (40%). Hasil ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Musyarrafah Jamil di RS Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar yang menunjukkan bahwa jenis SKA yang paling banyak terjadi berupa STEMI yakni sebanyak 33 orang dari 46 orang pasien SKA (71.73%).45 Penelitian yang dilakukan oleh Rafika Aulia Nisa di RSUP H. Adam Malik Medan juga menunjukkan hal yang sama, yakni tipe SKA terbanyak berupa STEMI sebanyak 43 pasien (50.6%).46 Namun, hasil yang berbeda dilaporkan oleh Udaya Ralapanawa et al. dimana UAP merupakan jenis SKA yang paling banyak terjadi pada pasien SKA (37.7%).17 Selain itu, Mercilia Wenas et al. juga melaporkan bahwa NSTEMI merupakan jenis SKA yang dominan terjadi pada pasien SKA (47%).47 Perbedaan ini terjadi karena keterlambatan pasien untuk mencari pertolongan medis sedini mungkin ketika mengalami nyeri dada. Penelitian yang dilakukan oleh Mellani Puja Fahrera menemukan bahwa 53 dari 125 orang memiliki tingkat pengetahuan yang kurang baik dalam mencari pertolongan pertama sebagai respon awal dari keluhan nyeri dada, di mana 53 pasien ini memutuskan untuk beristirahat dan tidak langsung menuju rumah sakit terdekat untuk mendapatkan pertolongan pertama setelah

(51)

34

mengalami nyeri dada. Hal ini lebih lanjut menyebabkan keterlambatan pasien tiba di IGD pada kondisi yang sudah buruk.48 4.2.4 Jumlah dan Jenis MACE

Berdasarkan hasil pada penelitian ini, jumlah pasien SKA yang mengalami MACE sebanyak 30 orang (42.9%) dimana jenis MACE terbanyak berupa gagal jantung (66.7%), diikuti oleh syok kardiogenik (13.3%), aritmia yang meliputi VT, AF, dan AV blok total (13.3%), serta kematian (6.7%). Hasil ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Elsa Kusumawati et al. dimana proporsi jenis MACE terbanyak yang terjadi pada pasien SKA adalah gagal jantung sebanyak 24 orang (51%).7 Penelitian yang dilakukan oleh Haris Munirwan et al. juga menunjukkan hal yang sama, dimana jenis MACE sebagai komplikasi terbanyak pada pasien SKA adalah gagal jantung sebanyak 47 kasus dari 71 kasus komplikasi pada pasien SKA (66.2%).40

Hal ini terjadi karena gagal jantung, terutama tipe heart failure with reduced ejection fraction (HFrEF) disebabkan oleh index event yang mengakibatkan terjadinya penurunan kemampuan jantung dalam memompa darah, di mana index event tersering yang menyebabkan penurunan kontraktilitas jantung adalah SKA sebagai akibat dari hilangnya fungsi miosit jantung akibat iskemia berkepanjangan.

Penurunan kontraktilitas jantung dapat terjadi karena adanya kerusakan sekunder pada ventrikel seperti remodeling pada ventrikel kiri, penurunan kontraktilitas, hipertrofi, apoptosis, dan fibrosis miosit akibat mekanisme kompensasi tubuh yang melibatkan sistem saraf simpatik, sistem renin-angiotensin, dan sistem sitokin dalam jangka waktu yang lama. Peningkatan aktivitas sistem saraf simpatik turut meningkatkan kadar norepinefrin yang bersirkulasi, di mana norepinefrin dapat meningkatkan kontraksi jantung dan menjaga tekanan darah. Namun, efek dari norepinefrin tersebut mengakibatkan kebutuhan energi miokard bertambah, yang mana hal tersebut dapat

(52)

35

memperberat iskemia di saat suplai oksigen miokard terbatas. Oleh karena itu, SKA secara langsung berdampak terhadap etiologi dari gagal jantung.30,35

Iskemia yang terjadi akibat SKA juga dapat menyebabkan ketidakseimbangan elektrolit yang merupakan dasar dalam terjadinya aritmia. Iskemia pada miokard menyebabkan defisiensi ATP, asidosis yang disebabkan glikolisis anaerob, peningkatan kalium ekstrasel, dan akumulasi lysophosphatidylcholine.49 Iskemia juga menurunkan aktivitas Na+, K+-ATPase pada jantung, di mana hal tersebut mengurangi background repolarizing current dan meningkatkan depolarisasi diastolik fase 4 yang pada akhirnya meningkatkan firing rate spontan pada sel pacemaker.14

Adanya peningkatan K+ ekstrasel mengakibatkan depolarisasi parsial dari membran potensial istirahat dan menyebabkan maximum diastolic potential lebih positif. Hal tersebut mengakibatkan peningkatan firing rate sel pacemaker dan memicu aktivitas spontan akibat adanya injury currents antara jaringan yang infark dengan jaringan miokard yang sehat yang dapat ditemui pada pasien dengan VT.14,50

Hiperkalemia juga dapat menyebabkan terjadinya AV blok total, di mana kadar kalium serum yang tinggi dapat mengganggu konduksi impuls pada serat purkinje dan ventrikel karena adanya penurunan bertahap dalam eksitabilitas dan kecepatan konduksi sel pacemaker serta jaringan konduksi lain di jantung. AV blok total juga terjadi karena adanya hipoperfusi pada arteri yang memvaskularisasi AV node, sehingga aliran impuls yang mencapai area jantung tidak dapat tereksitasi.14,51

Sel yang berasal dari area infark melepaskan Ca2+ dari retikulum sarkoplasma secara spontan. Hal ini mengakibatkan terjadinya peningkatan Ca2+ intrasel dan menyebabkan AF. Selain itu, faktor neurohormonal yang terjadi sebagai bentuk kompensasi tubuh atas

(53)

36

penurunan curah jantung akibat iskemia pada SKA juga dapat menyebabkan peningkatan Ca2+ intraselular oleh sistem saraf simpatis, di mana peningkatan Ca2+ intrasel berpengaruh dalam terjadinya delayed afterdepolarization. Akumulasi lysophospholipid pada miokard yang iskemik juga merupakan mekanisme dalam terjadinya delayed afterdepolarization dan pemicu dalam otomatisasi.14,52

Syok kardiogenik yang terjadi pada pasien SKA diakibatkan oleh iskemia miokard yang berpengaruh terhadap kontraktilitas jantung, sehingga terjadi penurunan curah jantung dan tekanan darah.

Disfungsi miokard sistolik mengakibatkan terjadinya penurunan curah jantung dan stroke volume, di mana penurunan keduanya menyebabkan terjadinya hipotensi, hipoperfusi pada miokard, perburukan iskemia, dan disfungsi miokard secara progresif yang berujung pada kematian jika tidak tertangani dengan baik.53

Trombus yang terbentuk akibat rupturnya plak pada pasien SKA dapat terlepas dari tempatnya dan menjadi emboli di dalam otak yang mengakibatkan terjadinya sumbatan pada pembuluh darah di otak.

Oklusi pada pembuluh darah tersebut mengakibatkan terjadinya stroke iskemik karena sel otak mengalami gangguan metabolisme akibat tidak mendapat suplai darah, oksigen, dan energi yang cukup.54

4.2.5 Kadar hs-cTnI

Jumlah pasien SKA berdasarkan kadar hs-cTnI yang termasuk dalam kategori tinggi berjumlah 41 orang (58.6%). Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Martin P Than et al. yang menyatakan bahwa peningkatan kadar hs-cTnI turut meningkatkan risiko terjadinya MACE dan semua penyebab mortalitas pada pasien dengan gejala SKA.8

(54)

37

4.2.6 Hubungan Kadar hs-cTnI dengan MACE

Hasil uji statistik antara kadar hs-cTnI dengan MACE menunjukkan p value = 0.006 dimana p value < 0.05, sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara kadar hs-cTnI dengan MACE pada pasien SKA yang dirawat inap di RSUD Raden Mattaher Jambi.

Hs-cTnI merupakan biomarka yang sangat spesifik dalam mendeteksi adanya kerusakan miokardium dan berhubungan dengan peningkatan risiko MACE pada lansia dan pasien dengan nyeri dada.55 Hal ini terjadi karena ketika seseorang mengalami serangan jantung, miokard berada dalam kondisi iskemia dan akan berlanjut menjadi nekrosis jika iskemia berlangsung cukup lama. Adanya iskemia miokard dan nekrosis dari miosit akan menyebabkan terjadinya pelepasan troponin dari myofibril ke dalam sirkulasi karena adanya proses degradasi proteolitik dalam miokardium yang terjadi beberapa jam setelah terjadinya iskemia. Semakin luas zona infark pada miokard, maka semakin tinggi pula hs-cTnI yang terdeteksi dalam sirkulasi darah yang akan mempengaruhi kinerja jantung, seperti menurunnya kontraktilitas jantung yang berpengaruh terhadap curah jantung. Hal inilah yang mengakibatkan terjadinya gagal jantung dan bisa berlanjut menjadi syok kardiogenik serta kematian jika tidak ditatalaksana dengan baik. Aritmia dapat terjadi karena adanya ketidakseimbangan elektrolit akibat menurunnya aktivitas Na+, K+- ATPase pada jantung dengan jenis aritmia yang berupa VT, AF, dan AV blok total.14,26,30 Oleh karena itu, meningkatnya kadar hs-cTnI pada pasien turut meningkatkan risiko prognosis yang buruk dan dihubungkan dengan MACE pada pasien dengan atau tanpa penyakit kardiovaskular.8

Hasil penelitian ini sejalan dengan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Daniel et al. yang menyatakan bahwa terdapat

(55)

38

hubungan yang signifikan antara kadar hs-cTnI dengan prevalensi terjadinya MACE (OR = 1.872; 95%CI: 1.048 – 3.343; p = 0.033).56 Selain itu, penelitian yang dilakukan oleh Martin P Than et al. juga menyatakan bahwa risiko terjadinya MACE dan semua penyebab mortalitas pada pasien dengan gejala SKA akan semakin tinggi seiring dengan meningkatnya kadar hs-cTnI. (HR = 2.3; 95%CI: 1.7 –3.2).8 Wong YK et al. juga menyatakan bahwa pasien dengan peningkatan kadar hs-cTnI berhubungan secara signifikan dengan terjadinya peningkatan risiko MACE (HR = 1.75; 95%CI: 1.41–2.17; p<0.001).53

(56)

39 BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Kesimpulan yang dapat diambil dari hasil penelitian dan pembahasan penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Kejadian SKA di RSUD Raden Mattaher Jambi didominasi oleh pasien pada rentang usia 46-55 tahun (35.7%) dan berjenis kelamin laki-laki (75.7%), serta jenis SKA terbanyak berupa STEMI (40%).

2. Pasien SKA di RSUD Raden Mattaher Jambi yang mengalami MACE dalam perawatan berjumlah 30 orang dari 70 sampel (42.9%) dengan jenis MACE terbanyak berupa gagal jantung (66.7%).

3. Kadar hs-cTnI pada pasien SKA di RSUD Raden Mattaher Jambi paling banyak berada dalam kategori tinggi (58.6%), diikuti oleh kategori borderline (24.3%) dan rendah (17.1%).

4. Terdapat hubungan yang signifikan antara kadar hs-cTnI dengan MACE dalam perawatan pada pasien SKA di RSUD Raden Mattaher Jambi (p value 0.006 < 0.05).

5.2 Saran

Saran dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Praktisi kesehatan perlu meningkatkan pengetahuan masyarakat dalam tatalaksana nyeri dada. Masyarakat perlu dipahamkan agar tidak menganggap remeh keluhan nyeri dada dan segera ke rumah sakit untuk mendapatkan pertolongan pertama agar tidak jatuh dalam kondisi yang terlanjur buruk karena keterlambatan mendapat pertolongan.

2. Untuk penelitian selanjutnya perlu memperbanyak jumlah responden penelitian.

3. Diharapkan dapat dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai faktor-faktor yang berhubungan dengan MACE selain kadar hs-cTnI, agar dapat menurunkan prevalensi pasien SKA yang mengalami MACE.

Referensi

Garis besar

Dokumen terkait

Jepang memberikan janji kemerdekaan yang disampaikan kepada tiga orang pemimpin Indonesia, yaitu.. Haji Agus Salim, Abdul Kahar Muzakir, Ahmad Soebarjo

Federal International Finance (FIF) Denpasar, 6 parameter tergolong kategoritinggi dan 4 parameter tergolong sangat tinggi, dilihat dari total skor maupun rata – rata

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil percobaan pemberian pellet dengan komposisi ragi berbeda bagi pertumbuhan mutlak dan nilai efisiensi pakan benih ikan nila, diperoleh dari hasil

P SURABAYA 03-05-1977 III/b DOKTER SPESIALIS JANTUNG DAN PEMBULUH DARAH RSUD Dr.. DEDI SUSILA, Sp.An.KMN L SURABAYA 20-03-1977 III/b ANESTESIOLOGI DAN

hal ini berdampak pada kondisi daya tarik wisata yang ada khususnya di Telaga Sejuta Akar yang saat ini kondisinya telah mengalami penurunan karena tidak ada yang mengelola

Alhamdulillah penulis panjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala limpahan rahmat, berkah, dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Skripsi yang

Manusia sebagai mahluk individu yang memiliki berbagai keperluan hidup, telah disediakan Allah Swt., beragam benda yang dapat memenuhikebutuhannya. Dalam rangka

Berdasarkan hasil wawancara yang telah dilakukan peneliti strategi komunikasi dalam isi pesan inilah yang digunakan oleh Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten