• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan antara gaya kepemimpinan transformasional dan kecenderungan perilaku kerja kontra produktif pada perawat.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Hubungan antara gaya kepemimpinan transformasional dan kecenderungan perilaku kerja kontra produktif pada perawat."

Copied!
211
0
0

Teks penuh

(1)

฀ovitha Ekajaya Abstrak

฀enelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara gaya kepemimpinan transformasional dan kecenderungan perilaku kerja kontraproduktif pada perawat. Subjek pada penelitian ini adalah perawat yang bekerja di rumah sakit Abepura dengan masa kerja minimal 1 tahun. Jumlah subjek pada penelitian ini adalah 50 dipilih dengan menggunakan metode nonprobabilty sampling atau nonrandom sampling subjek. Hipotesis pada penelitian ini adalah ada hubungan negatif antara gaya kepemimpinan transformasional dan kecenderungan perilaku kerja kontraproduktif. ฀enelitian ini menggunakan dua skala Likert yaitu skala gaya kepemimpinan transformasional dan skala kecenderungan perilaku kerja kontraproduktif. Reliabilitas skala gaya kepemimpinan transormasional adalah 0,940 dan reliabiltas skala kecenderungan perilaku kerja kontraproduktif adalah 0,935 Data pada penelitian ini dianalisis dengan menggunakan teknik korelasi ฀pearman dan diperoleh nilai r sebesar 0,125 artinya terdapat hubungan positif antara gaya kepemimpinan transformasional dan kecenderungan perilaku kerja kontraproduktif pada perawat.

(2)

฀ovitha Ekajaya

Abstract

This research aim to understand the relationship between the transformational leadership style on nurses. The subjects in this research are nurses who are working in Abepura Hospital with at least one year working time. The numbers of the subject are 50 subjects which choosen by using nonprobabilty sampling or nonrandom sampling method . The hypothesis in this research is there any negative relation between transformational leadership style scale and the tendency of counterproductive work behavior scale. This research used two Likert scales which are transformational leadership style scale and the tendency of counterproductive work behavior scale. The reliability of transformational leadership style scale is 0,940 and the reliability of tendency of counterproductive work behavior scale is 0,935. Data in this research analyzed by using Spearman correlation technique and had a result of r = 0,125. It means there is a positive relation between the transformational leadership style and the tendency of counterproductive work behavior.

(3)

i PERAWAT

Skripsi

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi

Program Studi Psikologi

Oleh : Novitha Ekajaya NIM : 099114119

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI JURUSAN PSIKOLOGI FAKULTAS PSIKOLOGI

(4)
(5)
(6)

iv

mengenai kamu, demikianlah firman Tuhan, yaitu rancangan damai

sejahtera dan bukan rancangan kecelakaan, untuk memberikan kepadamu hari

depan yang penuh harapan (Yeremia 29:11)”

Pemenang mengatakan

“itu sulit tapi mungkin”

You never really know yourself until you

see yourself under pressure

(7)

v

Tuhan Yesus Kristus

Bapak, Mama, & Adikku Tercinta

Serta

Semua pihak yang sudah membantu mendorongku

hingga karya ini selesai

Ia membuat segala sesuatu indah pada waktunya, bahkan Ia

memberikan kekekalan dalam hati mereka. Tetapi manusia tidak dapat

menyelami pekerjaan yang dilakukan Allah dari awal sampai akhir

(Pengkhotbah 3:11)

(8)
(9)

vii PERAWAT

Novitha Ekajaya Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara gaya kepemimpinan transformasional dan kecenderungan perilaku kerja kontraproduktif pada perawat. Subjek pada penelitian ini adalah perawat yang bekerja di rumah sakit Abepura dengan masa kerja minimal 1 tahun. Jumlah subjek pada penelitian ini adalah 50 dipilih dengan menggunakan metode nonprobabilty sampling atau nonrandom sampling subjek. Hipotesis pada penelitian ini adalah ada hubungan negatif antara gaya kepemimpinan transformasional dan kecenderungan perilaku kerja kontraproduktif. Penelitian ini menggunakan dua skala Likert yaitu skala gaya kepemimpinan transformasional dan skala kecenderungan perilaku kerja kontraproduktif. Reliabilitas skala gaya kepemimpinan transormasional adalah 0,940 dan reliabiltas skala kecenderungan perilaku kerja kontraproduktif adalah 0,935 Data pada penelitian ini dianalisis dengan menggunakan teknik korelasi Spearman dan diperoleh nilai r sebesar 0,125 artinya terdapat hubungan positif antara gaya kepemimpinan transformasional dan kecenderungan perilaku kerja kontraproduktif pada perawat.

(10)

viii

AND THE TENDENCY OF COUNTERPRODUCTIVE WORK BEHAVIOR ON NURSES

Novitha Ekajaya Abstract

(11)
(12)

x

Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Kuasa karena penyertaan dan tuntunanNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsinya yang berjudul “Hubungan antara gaya kepemimpinan transformasional dan kecenderungan perilaku kerja kontraproduktif pada perawat”. Skripsi ini disusun guna memenuhi salah satu

syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Psikologi di Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

Tugas akhir ini dapat terselesaikan berkat dukungan dan bantuan banyak pihak. Maka dari pada itu, pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Bapak Dr. T.Priyo Widiyanto, M.Si selaku dekan Fakultas Psikologi. Terimakasih atas bantuannya dalam kelancaran proses pembuatan skripsi ini. 2. Ibu Ratri Sunar Astuti, M.Si selaku kepala program studi. Terimakasih atas

bantuannya dalam kelancaran proses pembuatan skripsi ini.

(13)

xi menyelesaikan skripsi ini.

5. Bapak Yohanis Pasa, Mama Ludia Pasulu, adik Yupie Faming Jaya yang senantiasa memberikan nasehat, dukungan dan semangatnya kepada saya untuk menyelesaikan skripsi ini. Kalian adalah motivasiku dalam menyelesaikan skripsi ini. Love you all.

6. Om, tante, kakak sepupu dan seluruh keluarga yang selalu memberikan semangat dan nasehatnya agar skripsi ini selesai.

7. Tiga ponakan kecilku Raina, Geraldine, dan Hanesa. Terima kasih atas keceriaan kalian yang selalu menjadi semangat buat Onty dalam menyelesaikan skripsi ini.

8. Seluruh dosen di Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma. Terimakasih karena telah membimbing saya dan membagikan ilmunya. 9. Seluruh karyawan Fakultas Psikologi, Bu Nanik, Mas Gandung, Pak Gi’,

Mas Muji, dan Mas Donny. Terima kasih atas pelayanannya.

(14)

xii selama saya mengerjakan skripsi ini.

12.“LC WELL” ka Ocha, ka Rya, Astrid, Fanbo, Elti, Sisil, Dewi, Shune, Mika. Terima kasih atas bantuan, dukungan, kebersamaan dan semangatnya selama ini. Terima kasih juga karena kalian tetap hadir dalam masa-masa sulit saya sehingga saya mampu menyelesaikan skripsi ini. Senang sekali bisa mengenal kalian semua. Saranghaeyo

13.ASAF Lovers, ada Mas Nomo, Mbak Iin, Mama Mela, Pak Polly, Kezia, Hana, Sisil, Yoha, Audri, Igar, Fanny, Elti. Terima kasih untuk kebersamaannya dalam tim ASAF. Saya merasa terberkati dan belajar banyak hal selama bergabung dalam tim ASAF. Terima kasih untuk dukungan semangatnya selama saya mengerjakan skripsi ini.

14.Teman-teman kelas C 09. Terima kasih untuk semua kenangan yang ada. Bahagia bisa bergabung dalam kelas C dan senang rasanya bisa mengenal kalian semua. Gommawo

(15)

xiii bareng di tahun 2014. Hahaha.

17.Togar dan Yoha. Terima kasih karena sudah menjadi sahabat saya dan mau menjadi “tempat sampah” selama saya mengerjakan skripsi ini. Kiranya

persahabatan yang sudah terjalin ini tetap ada untuk selamanya. Ayookkk semangaattt 

18.Terima kasih kepada Hani yang telah membantu saya mengerjakan skripsi ini khususnya bab IV. Maaf sudah merepotkan dan terima kasih banyak atas bantuannya.

19.Terima kasih kepada Benny atas nasehat, omelan, kebersamaan, dan semangatnya selama saya mengerjakan skripsi ini. Terima kasih juga karena mau mencurahkan tenaga dan waktunya untuk menemani saya mengambil data. Doaku selalu menyertaimu. Jadi dokter yang hebat dan besar ya  20.Semua orang-orang yang telah membantu saya dalam menyelesaikan skripsi

ini. Terima kasih banyak.

(16)

xiv

Yogyakarta, 13 Oktober 2014 Penulis,

(17)

xv

LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH...ix

(18)

xvi

A. Gaya Kepemimpinan Transformasional ...14

1. Definisi Gaya Kepemimpinan... 14

2. Definisi Gaya Kepemimpinan Transformasional…... 15

3. Ciri-ciri Kepemimpinan Transformasional... 16

4. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Kepemimpinan Transformasional... 17

5. Pengukuran Kepemimpinan Transformasional...19

6. Komponen Kepemimpinan Transformasional...21

7. Dampak Dari Kepemimpinan Transformasional...22

B. Perilaku kerja Kontra Produktif ...25

1. Definisi Perilaku Kerja Kontra Produktif ...25

2. Dimensi Perilaku Kerja Kontra Produktif...26

3. Kategori Perilaku Kerja Kontra Produktif...28

4. Faktor Penyebab Perilaku Kerja Kontra Produktif...30

C. Perawat...34

1. Definisi Perawat...34

2. Tugas, Fungsi, dan Peran Perawat...35

(19)

xvii

dan Kecenderungan Perilaku Kerja Kontra Produktif...42

E. Kerangka Penelitian...46

F. Hipotesis...47

BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis Penelitian...48

B. Identifikasi Variabel penelitian...48

C.Definisi operasional...49

1. Gaya Kepemimpinan Transformasional...49

2. Kecenderungan Perilaku Kerja Kontraproduktif...50

D. Subjek Penelitian...52

E. Metode dan Alat Pengambilan Data...53

(20)

xviii

2. Uji Hipotesis...69

BAB IV PEMBAHASAN A. Rumah Sakit Umum Daerah Abepura...70

1. Sejarah...70

2. Visi dan Misi...71

B. Pelaksanaan Penelitian...72

1. Izin Penelitian...72

2. Pelaksanaan Penelitian...73

C. Deskripsi subjek...73

D. Deskripsi Data Penelitian...75

E. Analisis Data Penelitian...76

1. Uji Asumsi...76

a. Uji Normalitas...76

b. Uji Linearitas...78

2. Uji Hipotesis...81

(21)

xix

B. Saran...91

1. Bagi Perawat Rumah Sakit Abepura...91

2. Bagi Rumah Sakit Abepura...91

3. Bagi Peneliti Selanjutnya...92

DAFTAR PUSTAKA...93

(22)

xx

Skala Gaya Kepemimpinan Transformasional

(sebelum uji coba)... 57 Tabel 2 Komponen dan Distribusi Aitem

Skala Kecenderungan Perilaku Kerja Kontraproduktif

(sebelum uji coba)... 61 Tabel 3 Komponen dan Distribusi Aitem

Skala Gaya Kepemimpinan Transformasional

(setelah uji coba)...65 Tabel 4 Komponen dan Distribusi Aitem

Skala Kecenderungan Perilaku Kerja Kontraproduktif

(23)

xxi

Bagan 1 Kerangka Berpikir...46

(24)

xxii

Lampiran 1 Skala Gaya Kepemimpinan Transformasional dan

Kecenderungan Perilaku Kerja Kontraproduktif

(sebelum tryout)...108

Lampiran 2 Skala Gaya Kepemimpinan Transformasional dan

Kecenderungan Perilaku Kerja Kontraproduktif

(setelah Tryout)...145

Lampiran 3 Skor Tryout skala Gaya Kepemimpinan

Transformasional...160

Lampiran 4 Reliabilitas skala Gaya Kepemimpinan

Transformasional...167

Lampiran 5 Skor Tryout skala Kecenderungan

(25)

xxiii

Kontraproduktif...176

Lampiran 7 Skor skala Gaya Kepemimpinan Transformasional...179

Lampiran 8 Skor skala Kecenderungan Perilaku Kerja

Kontraproduktif...182

Lampiran 9 Reliabilitas skala Gaya Kepemimpinan

Transformasional...185

Lampiran 10 Reliabilitas skala Kecenderungan Perilaku Kerja

Kontraproduktif...189

Lampiran 11 Surat Keterangan Penelitian...193

(26)

1 BAB I Pendahuluan

A. Latar Belakang

Saat ini Rumah Sakit sudah menjadi kebutuhan yang cukup penting bagi masyarakat. Menurut peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.

659/MENKES/PER/VIII/2009, rumah sakit adalah fasilitas pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat (Revalicha, 2013). Rumah sakit sangat diharapkan dapat memberikan pelayanan yang terbaik kepada masyarakat. Salah satu tenaga medis yang berperan dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat adalah perawat.

Menurut Menteri Kesehatan jumlah perawat pada tahun 2013 adalah

220.575 dan mayoritas adalah perempuan

(http://www.depkes.go.id/index.php?vw=2&id=2251). Perawat merupakan tenaga medis yang bekerja di rumah sakit. Perawat adalah salah satu tenaga kerja yang bekerja 24 jam (Revalicha, 2013).

(27)

da masyarakat. Namun sampai saat ini masih saja ada keluhan dari masyarakat tentang buruknya pelayanan yang diberikan oleh perawat. Misalnya keluhan tentang perawat yang bersikap galak kepada pasien (http://www.suarapembaruan.com/home/menkes-ada-dua-masalah-keperawatan-saat-ini/31959).

Perawat tidak hanya dituntut untuk dapat meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan (Revalicha, 2013), namun perawat juga dituntut untuk lebih professional. Seorang perawat juga dituntut untuk mengembangkan keterampilan dan pengetahuannya. Perawat dituntut untuk mampu bersikap sopan, loyal serta ramah (Koesmono, 2007).

(28)

h ada perawat yang tidak peduli terhadap keluhan pasien dan keluarga (http://ugm.ac.id/id/berita/8489karir.perawat.pengaruhi.mutu.pelayanan.keperaw atan). Selain itu, masih banyak ditemui juga perawat yang mempunyai kemampuan komunikasi yang buruk sehingga perawat tidak memiliki empati kepada pasien (http://kesehatan.kompasiana.com/kejiwaan/2012/11/04/dokter-dan-perawat-galak-siapa-mau-505673.html).

Kasus-kasus di atas merupakan contoh dari perilaku kerja kontraproduktif. Perilaku kerja kontraproduktif atau counterproductive work

behavior merupakan topik atau isu penting yang muncul di dunia industri dan

psikologi industri (Dalal, 2005; Vardi & Weits, 2004, dalam Bowling & Eschleman, 2010). Hal ini menjadi perhatian besar karena perilaku kerja kontraproduktif merupakan perilaku yang dapat merugikan karyawan dan organisasi (Fox, Spector, & Miles, 2001).

(29)

Perilaku kerja kontraproduktif tidak dapat diterima di dalam organisasi karena bersifat merugikan. Beberapa perilaku kerja kontraproduktif yang biasa terjadi dalam organisasi ialah datang terlambat, absen tanpa alasan yang jelas, mengambil waktu istirahat yang berlebihan, mencuri, malas, tidak disiplin, korupsi, sabotase, menyebarkan gossip, dan pelecehan seksual di tempat kerja (Thomas, 2012).

Murray (2009) menemukan salah satu perilaku kerja kontraproduktif yang terjadi di Rumah Sakit, yaitu perilaku bullying. Bullying yang terjadi diantara perawat biasanya dilakukan oleh senior. Beberapa perilaku bullying yang biasa dilakukan oleh senior kepada perawat adalah berteriak kepada perawat dihadapan orang lain untuk membuat perawat terlihat buruk, usaha yang dilakukan oleh perawat untuk mempelajari prosedur baru tidak pernah dihargai oleh senior, pelaku bullying akan terus menyiksa dan merusak pekerjaan yang dilakukan oleh korban.

(30)

menurunnya kepuasan kerja, menurunnya produktivitas, kecelakaan kerja meningkat, serta dapat menimbulkan kerugian finansial pada organisasi.

Menurut Thomas (2012) penyebab perilaku kerja kontraproduktif dapat dibagi kedalam penyebab internal dan eksternal. Penyebab internal dari perilaku kerja kontraproduktif ialah kepribadian atau karakter individu (personality). Kepribadian ini difokuskan pada ciri-ciri kepribadian lima besar yaitu kestabilan emosi (emotional stability), ekstrovert (extraversion), keterbukaan kepada pengalaman baru (openness to experience), keramahan (agreeableness), dan ketelitian (conscientiousness). Penyebab eksternal yaitu pekerjaan meliputi tuntutan kerja, tanggung jawab kerja, lingkungan fisik kerja, rasa kurang memiliki pengendalian, hubungan antar manusia yang buruk, kurang pengakuan dan peningkatan jenjang karir, rasa kurang aman dalam bekerja (Hardjana, 1994).

(31)

meminta ijin, tinggal di rumah untuk menjauhi pekerjaan, dan secara sengaja melakukan kesalahan dalam pekerjaan. Hasil yang sama juga ditunjukkan oleh sebuah penelitian yang dilakukan oleh Salami (2010) bahwa stres kerja dapat menyebabkan perilaku kerja kontraproduktif.

Stres kerja yang dialami oleh karyawan dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor. Menurut The Health and Safety Executive (dalam Blaugh, Kenyon, dan Lekhi 2007) stres kerja dapat dipengaruhi oleh tuntutan, kontrol, hubungan, perubahan, aturan, dan dukungan. Sedangkan menurut Robbins (1993) penyebab stres kerja dapat dibagi kedalam tiga kategori yaitu faktor lingkungan (ketidaktentuan ekonomi, dan ketidaktentuan politik) , faktor individu (isu-isu keluarga, masalah ekonomi, dan kepribadian), dan faktor organisasi (tuntutan kerja, tuntutan peran, tuntutan interpersonal, struktur organisasi, kepemimpinan dalam organisasi).

(32)

Frankel, 2009) mendefinisikan kepemimpinan sebagai sebuah proses

multifaceted yang mengidentifikasi tujuan atau target, memotivasi orang lain

untuk bertindak, dan memberikan dukungan dan motivasi untuk mencapai tujuan. Menurut Ancok (2012) gaya kepemimpinan yang diterapkan dalam sebuah organisasi sangat menentukan seberapa banyak inovasi yang dapat dihasilkan dalam organisasi yang bertujuan untuk kesejahteraan organisasi tersebut.

Menurut Govier (2009) gaya kepemimpinan sangat penting dalam dunia kesehatan. Hal ini karena lingkungan kesehatan secara terus menerus beradaptasi dengan tren dan kebijakan, sehingga perawat harus bisa memimpin, mengatur dan memberikan perawatan di lingkungan yang semakin menantang dan berubah-ubah. Selain itu, para perawat juga diharapkan dapat menjaga dan meningkatkan efisiensi dalam organisasi. Hal ini dapat membuat perawat merasa tertekan hingga akhirnya dapat meningkatkan stres dan menurunkan kinerja. Hal ini juga berpotensi membahayakan pelayanan kepada pasien. Perawat dapat melakukan kesalahan-kesalahan medis ketika bekerja.

Menurut Warrick (1981) terdapat empat gaya kepemimpinan dasar dalam sebuah organisasi yaitu gaya kepemimpinan autocratic, democratic, Laissez

(33)

kepemimpinan seperti gaya kepemimpinan birokrasi (bureaucratic leadership), gaya kepemimpinan karismatik (charismatic leadership), gaya kepemimpinan yang berorientasi pada orang (people-oriented leadership) atau gaya kepemimpinan yang berorientasi pada hubungan (relations-oriented leadership), gaya kepemimpinan hamba (servant leadership), gaya kepemimpinan berorientasi pada tugas (task-oriented leadership), gaya kepemimpinan transaksional (transactional leadership), gaya kepemimpinan transformasional (transformational leadership). Masing-masing gaya kepemimpinan mempunyai dampak kinerja yang berbeda-beda, beberapa gaya kepemimpinan membantu organisasi berkembang dan mencapai sukses, namun beberapa diantaranya dapat menghambat organisasi (Maria, 2012).

(34)

Kepemimpinan transformasional didefinisikan sebagai sebuah proses transformasi/perubahan perilaku organisasi, budaya dan individu, dan secara bersamaan pemimpin juga mengubah dirinya sendiri (Suresh dan Rajini, 2013). Pemimpin transformasional adalah seseorang yang menstimulasi dan menginspirasi pengikutnya untuk mencapai hasil yang luar biasa. Pemimpin transformasional berfokus pada kebutuhan pengikutnya; mereka mampu untuk meningkatkan dan menginspirasi pengikutnya untuk mengeluarkan usaha yang besar untuk mencapai tujuan kelompok (Robbins dan Coulter, dalam James dan Ogbonna, 2013).

(35)

Menurut Given (2008) gaya kepemimpinan transformasional berpengaruh positif pada Organization Citizenship Behavior (OCB), budaya organisasi, visi organisasi, kepuasan kerja, komitmen, kepercayaan, dan motivasi. Penelitian yang dilakukan oleh Gillet, Fouquereau, Bonnaud-Antignac, Mokounkolo, dan Colombat (2013) mendapati bahwa pemimpin dengan gaya kepemimpinan transformasional dapat membantu menjaga kualitas kehidupan kerja perawat yang pada akhirnya dapat meningkatkan keterlibatan perawat dalam pekerjaannya. Hal ini menguntungkan perawat dan organisasi.

(36)

peran dan konflik peran. Selain itu adanya persaingan diantara subunit dapat mengakibatkan penurunan keefektifan organisasi. Burn out, ambiguitas peran, dan konflik peran merupakan salah satu penyebab dari stres kerja yang dialami karyawan (Robbins, 1993). Menurut penelitian yang dilakukan oleh beberapa ahli, stres kerja yang dialami oleh karyawan dapat mendorong karyawan tersebut untuk melakukan perilaku kontraproduktif atau perilaku yang merugikan organisasi (Aftab dan Javeed, 2012).

Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti tertarik untuk melihat apakah ada hubungan antara gaya kepemimpinan transformasional dengan kecenderungan perilaku kerja kontraproduktif.

B. Rumusan Masalah

Apakah terdapat hubungan antara gaya kepemimpinan transformasional dengan kecenderungan perilaku kerja kontraproduktif pada perawat?

C. Tujuan Penelitian

(37)

D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoretis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan kepada perkembangan ilmu pengetahuan khususnya psikologi industri dan psikologi kepemimpinan mengenai gaya kepemimpinan transformasional dan kecenderungan perilaku kontra produktif yang terjadi pada perawat.

2. Manfaat Praktis 1. Bagi subjek

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi subjek dalam memahami gaya kepemimpinan dan kecenderungan perilaku kerja kontraproduktif yang dapat terjadi pada diri subjek.

2. Bagi Rumah Sakit

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangsih untuk membantu rumah sakit dalam memahami gaya kepemimpinan yang tepat untuk diterapkan diantara perawat dan kecenderungan perilaku kerja kontraproduktif yang terjadi pada perawat.

(38)
(39)

14 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Gaya Kepemimpinan Transformasional 1. Definisi Gaya Kepemimpinan

Riggio (2008) mendefinisikan kepemimpinan sebagai kemampuan untuk membimbing atau menuntun kelompok untuk mencapai suatu tujuan. Menurut Maria (2012) secara singkat kepemimpinan diartikan sebagai seni untuk memotivasi sekelompok orang untuk mencapai tujuan yang sama. Sedangkan gaya kepemimpinan merupakan cara-cara khusus dalam melakukan kepemimpinan.

(40)

Berdasarkan uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa gaya kepemimpinan adalah sebuah cara yang dipakai oleh pemimpin untuk mencapai tujuan organisasi.

2. Definisi Gaya Kepemimpinan Transformasional

Gaya kepemimpinan transformasional pertama kali diperkenalkan oleh Burns pada tahun 1978 kemudian dikembangkan lagi oleh Bass (1985, 1998). Gaya kepemimpinan transformasional adalah sebuah proses transformasi/perubahan perilaku organisasi, budaya dan individu, dan secara bersamaan pemimpin juga mengubah dirinya sendiri (Suresh dan Rajini, 2013).

(41)

3. Ciri-ciri Kepemimpinan Transformasional

Menurut beberapa sumber, dibawah ini merupakan ciri-ciri dari kepemimpinan transformasional :

a. Gaya kepemimpinan transformational berfokus pada kemampuan pemimpin untuk membagikan nilai-nilai dan visi untuk masa depan di dalam kelompok kerjanya (Riggio, 2008).

b. Menurut Northouse (dalam Aamodt, 2010) kepemimpinan transformasional berfokus untuk mengubah tujuan, nilai-nilai, etika, standar, dan kinerja dari orang lain.

c. Kepemimpinan transformasional meningkatkan motivasi, semangat, dan kinerja dari pengikutnya melalui berbagai mekanisme (James dan Ogbonna, 2013).

d. Menurut Ancok (2012) kepemimpinan transformasional mampu mendorong anggota untuk mengembangkan aspirasi, mampu mengembangkan pemimpin-pemimpin baru di lingkungan kerjanya, serta mampu menciptakan lingkungan kerja yang apresiatif.

(42)

(2007) mengatakan bahwa pemimpin transformasional adalah seseorang yang memimpin dengan menginspirasi orang lain untuk mengadopsi tinggi tujuan dan berusaha untuk mencapainya. Menurut Bryman (dalam Aamodt, 2010) seorang pemimpin transformasional penuh keyakinan, memiliki kemampuan untuk mempengaruhi orang lain, dan memiliki sikap yang kuat atas apa yang mereka percayai, dan ide-ide yang benar.

Berdasarkan uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa gaya kepemimpinan transformasional ciri-ciri berfokus pada nilai, visi dan tujuan, meningkatkan motivasi, dan mendorong serta mengembangkan aspirasi pengikutnya.

4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kepemimpinan Transformasional Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi kepemimpinan transformasional, yaitu :

a. Perkembangan Moral dan Kepribadian

(43)

pengalaman aktivitas ekstrakulikuler diperkirakan dapat membuat seseorang mempunyai kecenderungan untuk menjadi pemimpin transformasional (Avolio, dalam Bass, 1999).

b. Pelatihan dan Pendidikan

Dalam hal ini para pemimpin transformasional akan dilatih untuk meningkatkan perilaku mereka tentang kepemimpinan. Pelatih akan membantu untuk membuat perencanaan bagaimana meningkatkan perilaku dan bagaimana mengubah rintangan yang dirasakan. Kemudian, para pemimpin akan dikembalikan ke tempat kerjanya semula untuk melanjutkan rencana mereka.

c. Budaya Organisasi

Perilaku dari pemimpin ditingkat atas menjadi simbol bagi budaya organisasi yang baru. Pemimpin yang peduli tentang pembaharuan organisasional akan berusaha untuk menumbuhkan budaya organisasi yang kondusif dan ramah bagi kreativitas, pemecahan masalah, pengambilan resiko, dan eksperimentasi (Bass, 1999).

d. Perbedaan Jenis Kelamin

(44)

sebagian besar penelitian di organisasi memperlihatkan bahwa yang mendominasi adalah laki-laki (Bass, 1999).

e. Keragaman

Del Castillo (dalam Bass 1999) menyatakan bahwa pemimpin transformasional akan sangat baik jika bisa menghargai dan beradaptasi dengan perbedaan yang ada di antara pengikutnya.

Berdasarkan uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi kepemimpinan transformasional ada lima yaitu perkembangan moral dan kepribadian, pelatihan dan pendidikan, budaya organisasi, perbedaan jenis kelamin, dan keragaman.

5. Pengukuran Kepemimpinan Transformasional

Bass (dalam Popper, Mayseless, dan Castelnovo, 2000) mengukur kepemimpinan transformasional melalui pengembangan Multifactor Leadership Questionnaire (MLQ). Ada tiga hal yang mempengaruhi

(45)

perkembangan lagi sehingga terbentuklah empat komponen dari kepemimpinan transformasional, yaitu pengaruh ideal yaitu mempertimbangkan kebutuhan orang lain sebelum kebutuhan pribadi , menghindari penggunaan kekuasaan untuk keuntungan pribadi, menunjukkan standar moral yang tinggi, dan mengatur tujuan bagi para pengikut mereka.

Kedua, inspirasi yang memotivasi yaitu mengacu pada cara-cara pemimpin transformasional memotivasi dan mengilhami orang-orang di sekitar mereka, sebagian besar dengan memberikan makna dan tantangan. Secara khusus, mereka melakukannya dengan menampilkan semangat dan optimisme, dengan melibatkan para pengikut membayangkan masa depan negara, dengan mengkomunikasikan harapan yang tinggi, dan dengan menunjukkan komitmen terhadap tujuan bersama.

(46)

Berdasarkan uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa gaya kepemimpinan transformasional dapat diukur dengan menggunakan

Multifactor Leadership Questionnaire (MLQ) dan meliputi emapat hal yaitu

pengaruh ideal, inspirasi yang memotivasi, pertimbangan individu, dan rangsangan intelektual.

6. Komponen Kepemimpinan Transformasional

Warrilow (dalam James dan Ogbonna, 2013) dan Riggio (2008) membagi komponen gaya kepemimpinan transformasional kedalam empat komponen yang dikenal juga dengan sebutan four I, yaitu:

a. Karisma atau pengaruh ideal : Merujuk pada pemimpin transformasional yang menjadi model bagi pengikutnya. Pemimpin transformasional memegang nilai-nilai dan kepercayaan mereka sehingga pengikutnya sangat menghargai pemimpin transformasional.

b. Inspirasi yang memotivasi : pemimpin transformasional mampu untuk meningkatkan gairah dan menginspirasi pengikutnya dengan cara membagikan visi untuk masa depan dan hasil yang bermakna.

(47)

d. Perhatian individu atau pertimbangan individu : melibatkan perhatian pribadi pemimpin untuk mengetahui perasaan, kebutuhan, dan kekhawatiran pengikutnya. Pemimpin bertindak sebagai mentor atau pelatih dan menghargai dan mengapresiasi setiap kontribusi dari individu. Berdasarkan uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa gaya kepemimpinan memiliki transformasional mempunyai empat komponen atau yang biasa disebut Four I yaitu Karisma atau pengaruh ideal, Inspirasi yang memotivasi, rangsangan intelektual, dan Perhatian individu atau pertimbangan individu.

7. Dampak dari Kepemimpinan Transformasional

Menurut Givens (2008), kepemimpinan transformasional dapat berdampak pada oraganisasi dan kepribadian. Givens secara khusus membahas pengaruh dari kepemimpinan transformasional pada organisasi. Kepemimpinan transformasional memberikan dampak pada organizational

citizenship behavior (OCB). Penelitian memperlihatkan bahwa OCB

(48)

yang bekerja di organisasi. Pemimpin transformasional akan membantu bawahannya untuk mencapai misi organisasi dan akhirnya meningkatkan komitmen organisasi pada bawahan. Pemimpin transformasional juga berpengaruh pada budaya organisasi melalui produktifitas organisasi. Produktivitas pada organisasi akan meningkat. Kemudian, kepemimpinan transformasional juga memberikan pengaruh yang positif pada visi organisasi. Penelitian yang dilakukan oleh Nguni, Sleegers, dan Denessen (dalam Givens, 2008) mendapatkan hasil bahwa pemimpin transformasional memberikan dampak pada organisasi seperti organizational citizenship

behavior, komitmen organisasi, kepuasan kerja, usaha, dan kinerja.

Selain berdampak pada organisasi, kepemimpinan transformasional juga berdampak pada hasil personal. Hasil panelitian memperlihatkan bahwa kepemimpinan transformasional memberikan pengaruh positif pada kekuatan, kepuasan kerja, komitmen, kepercayaan, keyakinan diri, dan motivasi pada bawahan (Givens, 2008).

(49)

sehingga para pengikut mengalami burn out karena stres yang berkepanjangan. Pemimpin juga bisa mengeksploitasi pengikut tanpa disadari. Porter dan Bigley (dalam Yukl, 1999) menyatakan bahwa gaya kepemimpinan transformasional juga memiliki dampak merugikan bagi organisasi. Jika anggota organisasi dipengaruhi oleh pemimpin-pemimpin yang berbeda visi, hasilnya akan meningkatkan ambiguitas peran dan konflik peran. Selain itu adanya perasaingan diantara subunit dapat mengakibatkan penurunan keefektifan organisasi.

(50)

B. Perilaku Kerja Kontraproduktif

1. Definisi Perilaku kerja kontraproduktif

Perilaku kerja kontraproduktif adalah sebuah perilaku yang mempunyai dampak merusak atau merugikan bagi sebuah organisasi dan anggotanya (Neuman & Baron, 1998; Fox & Spector, 1999, dalam Spector, Fox & Miles, 2001 ). Menurut Sackett (dalam Firdousiya & Jayan, 2013) perilaku kerja kontraproduktif adalah perilaku yang sengaja dilakukan oleh anggota organisasi dimana perilaku tersebut jika dilihat oleh organisasi adalah sebuah perilaku yang bertentangan dengan kepentingan organisasi.

Robbinson dan Bennet (dalam Kelloway, Francis, Prosser, & Cameron, 2010 ) mendefinisikan perilaku kerja kontraproduktif sebagai salah satu perilaku menyimpang yang dilakukan secara sukarela di tempat kerja dengan melanggar semua norma-norma organisasi, sehingga mengancam kesejahteraan organisasi dan anggota organisasi.

(51)

2. Dimensi Perilaku Kerja Kontraproduktif

Hollinger, Hollinger dan Clark, Robbinson dan Bennett (dalam Kelloway, Francis, Prosser, & Cameron, 2010) menyebut perilaku kerja kontraproduktif sebagai perilaku menyimpang dan membaginya dalam dua dimensi. Dimensi yang pertama melihat perilaku menyimpang dari tingkat keparahannya (minor-mayor). Beberapa perilaku menyimpang seperti berbicara antar karyawan pada saat jam kerja termasuk dalam kategori penyimpangan perilaku minor. Sedangkan perilaku penyerangan fisik dikategorikan sebagai penyimpangan perilaku yang parah atau mayor. Dimensi yang kedua melihat perilaku menyimpang dari sifat target, misalnya perilaku yang dapat membahayakan individu (interpersonal deviance) atau kesejahteraan organisasi (organizational deviance).

Berdasarkan hal tersebut maka Robbinson dan Banett (dalam Anderson, Ones, Sinangil, & Viswesvaran, 2001) membagi perilaku kerja kontraproduktif kedalam empat dimensi, yaitu:

a. Penyimpangan Property (Property Deviance)

(52)

keloway, Francis, Prosser, & Cameron, 2010) masuk kedalam perilaku penyimpangan property.

b. Penyimpangan Produksi (Production Deviance)

Robbins dan Banett (dalam Keloway, Francis, Prosser, & Cameron, 2010) menyatakan bahwa perilaku yang termasuk dalam penyimpangan produksi misalnya, datang terlambat atau mengambil terlalu banyak waktu untuk beristirahat. Dan target dari perilaku penyimpangan produksi ialah organisasi.

c. Agresi Individu (Personal Agression)

Yang menjadi target dalam agresi individu adalah individunya atau rekan kerja. Perilaku agresi individu seperti pelecehan seksual, agresi non verbal dan agresi verbal.

d. Penyimpangan Politik (Politic Deviance)

(53)

Dari uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa dimensi dari perilaku kerja kontraproduktif adalah peyimpangan property (Property deviance), penyimpangan produksi (production deviance), agresi individu (personal

agression), dan penyimpangan politik (politic deviance).

3. Kategori Perilaku kerja kontraproduktif

Gruys (dalam Anderson, Ones, Sinangil, dan Viswesvaran, 2001) mengemukakan 11 kategori dari perilaku kerja kontraproduktif. 11 kategori perilaku kerja kontraproduktif ini merupakan gambaran dari perilaku yang masuk kedalam perilaku kerja kontraproduktif :

a. Pencurian dan perilaku yang terkait (theft and related behavior) yaitu pencurian uang tunai atau barang milik perusahaan/organisasi, memberikan pelayanan atau barang tanpa seijin organisasi/perusahaan, dan penyalahgunaan diskon karyawan.

(54)

c. Menyalahgunakan informasi (misuse of information) yaitu mengungkapkan atau menyebarkan rahasia organisasi/perusahaan serta memalsukan informasi mengenai organisasi/perusahaan.

d. Menyalahgunakan waktu dan sumber daya (misuse of time and

resources) yaitu membuang-buang waktu, memalsukan jam kerja,

dan melakukan pekerjaan pribadi diwaktu bekerja.

e. Perilaku tidak aman yang membahayakan organisasi/perusahaan (unsafe behavior) seperti gagal mengikuti atau gagal mempelajari prosedur yang benar.

f. Tingkat kehadiran yang rendah (poor attendance) seperti absen atau datang terlambat tanpa alasan yang jelas serta menyalahgunakan ijin sakit.

g. Rendahnya kualitas kerja (poor quality work) seperti dengan sengaja bekerja secara lambat atau melakukan suatu pekerjaan dengan tidak rapi.

(55)

i. Penggunaan obat-obat terlarang (drug use) seperti memiliki, menggunakan, dan menjual obat-obatan di tempat kerja.

j. Berbicara kasar (inappropriate verbal actions) seperti berdebat dengan pelanggan atau secara lisan melecehkan teman kerja.

k. Kekerasan fisik (Inappropriate physical actions) seperti menyerang sesama teman kerja dan melakukan pelecehan seksual kepada sesama pekerja.

Dari uraian di atas maka dapat disimpulkan perilaku kerja yang masuk dalam kategori perilaku kerja kontraproduktif, yaitu pencurian dan perilaku yang terkait, merusak barang, menyalahgunakan informasi, menyalahgunakan waktu dan sumber daya, perilaku tidak aman yang membahayakan organisasi/perusahaan, tingkat kehadiran yang rendah, rendahnya kualitas kerja, penggunaan alkohol, penggunaan obat-obat terlarang, berbicara kasar, kekerasan fisik.

4. Faktor Penyebab Perilaku kerja kontraproduktif

(56)

a. Kepribadian (personality)

Kepribadian merupakan salah satu faktor yang dapat menjadi penyebab seseorang melakukan perilaku kerja kontraproduktif. Penelitian yang dilakukan selama ini berfokus pada big five personality yaitu

extraversion (keinginan seseorang untuk terlibat dalam interaksi

sosial), openness to experience(kemampuan individu untuk menerima ide baru dan pengalaman baru), agreebleness(kemampuan individu untuk bersama dengan orang lain), conscientiousness (kemampuan individu untuk melatih kontrol diri, perencanaan, dan pengaturan),

emotional stability (salah satu kemampuan individu untuk mengatur

suasana hati).

b. Stresor dari organisasi (organisational stresors) I.1 Kontrak psikologis (psychological contract)

(57)

sepenuhnya oleh kedua belah pihak dan jika seorang karyawan percaya bahwa organisasi telah melakukan pelanggaran maka akan menimbulkan perasaan negatif pada organisasi/perusahaan sehingga mendorong karyawan untuk melakukan perilaku kerja kontraproduktif.

I.2 Pemberian hadiah (reward allocation)

Apabila karyawan melihat bahwa organisasi/perusahaan tidak adil dalam memberikan hadiah maka karyawan akan lebih terdorong untuk melakukan perilaku kerja kontraproduktif.

I.3 Kepemimpinan (leadership)

Kepemimpinan otoritatif merupakan salah satu faktor penyebab terjadinya perilaku kerja kontraproduktif. Jika manager dan sepervisor tidak menaati kode etik atau aturan-aturan dalam perusahaan/organisasi dan banyak melakukan pelecehan kepada karyawan maka konsekuensinya adalah munculnya perilaku kerja kontraproduktif di kalangan karyawan.

I.4 Lingkungan kerja (work environment)

(58)

mengakibatkan karyawan merasa stres, sakit, dan konsekuensinya adalah karyawan meninggalkan perusahaan/organisasi.

I.5 Stres Kerja

(59)

Dari uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa perilaku kontra produktif dapat disebabkan oleh kepribadian (personality), stressor yang berasal dari organisasi (kontrak psikologis, pemberian hadiah, kepemimpinan, lingkungan kerja), dan stress kerja.

C. Perawat

1. Definisi Perawat

Berdasarkan peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. HK.02.02/MENKES/148/1/2010 tentang izin dan penyelenggaraan praktik perawat, definisi perawat adalah seseorang yang telah lulus pendidikan perawat baik di dalam maupun di luar negeri sesuai dengan peraturan

perundang-undangan (Revalicha, 2013). Menurut College of Nurses of

Ontario (2011), perawat adalah sebuah profesi yang difokuskan pada

hubungan kolaboratif atau kerjasama untuk mempromosikan hasil yang

terbaik bagi klien. Hubungannya dapat terjadi baik secara interprofessional

dengan melibatkan berbagai professional kesehatan yang bekerjasama untuk

(60)

dengan melibatkan beberapa anggota dengan profesi yang sama untuk

memberikan perawatan yang berkualitas.

Ellis dan Harley (dalam Pratopo, 2001, dalam Almasitoh, 2011) mendefinisikan perawat sebagai orang yang merawat, memelihara, dan menjaga orang yang sakit. Sementara Gunarsa (dalam Almasitoh, 2011) mengartikan perawat sebagai individu yang telah dipersiapkan melalui pendidikan untuk turut serta merawat dan menyembuhkan orang yang sakit yang dilaksanakan sendiri atau di bawah pengawasan supervise dokter atau penyelia.

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa perawat ialah seseorang yang telah menyelesaikan pendidikan keperawatan dan bertugas untuk merawat serta memelihara orang yang sakit di rumah sakit.

2. Tugas, Fungsi, dan Peran Perawat

(61)

perawat juga mempunyai tugas-tugas administratif seperti mendokumentasikan segala sesuatu yang berhubungan dengan pelayanan keperawatan.

Organization of Nursing (dalam manajemen keperawatan, 2003)

menjabarkan peran, tugas, serta fungsi dari perawat. Dalam manajemen keperawatan seorang perawat mempunyai peran sebagai berikut:

a. Pelaksana Pelayanan Keperawatan

Perawat mempunyau tanggung jawab untuk memberikan pelayanan dari yang bersifat sederhana hingga kompleks.

b. Pengelola dalam bidang pelayanan keperawatan

Tenaga keperawatan secara fungsional mengelola pelayanan keperawatan termasuk perlengkapan, peralatan, dan lingkungan. Selain itu, perawat juga membimbing tenaga kesehatan yang berpendidikan lebih rendah dan bertanggung jawab dalam hal administrasi.

c. Pendidik pelayanan keperawatan

(62)

Menurut Organization of Nursing (dalam manajemen keperawatan, 2003) tenaga keperawatan juga diharapkan dapat melaksanakan fungsi (khususnya pada pasien yang dirawat) sebagai berikut :

a. Menentukan kebutuhan kesehatan pasien dan mendorong pasien untuk berperan serta di dalam memenuhi kebutuhan kesehatannya. b. Memberikan penyuluhan kesehatan mengenai kebersihan perorangan,

kesehatan lingkungan, kesehatan mental, gizi, kesehatan ibu dan anak, pencegahan penyakit dan kecelakaan.

c. Memberikan asuhan keperawatan kepada pasien yang meliputi perawatan darurat, serta bekerjasama dengan dokter dalam program pengobatan.

d. Melaksanakan rujukan terhadap kasus-kasus yang tidak dapat ditanggulangi dan menerima rujukan dari organisasi kesehatan lainnya.

e. Melaksanakan pencatatan asuhan keperawatan.

(63)

keluar; membimbing dan mengawasi pekarya kesehatan dan pekarya rumah tangga; mengatur tugas jaga; mengelola peralatan medis dan keperawatan, bahan habis pakai dan obat; mengelola administrasi.

Berdasarkan uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa perawat mempunyai tugas untuk memberikan pelayanan perawatan, kenyamanan, dan keamanan kepada pasien dan peran sebagai pelaksana, pengelola, dan pendidik dibidang pelayanan kesehatan. Selain itu, perawat juga melaksanakan fungsinya untuk merawat dan memenuhi kebutuhan pasien selama masa perawatan.

3. Tuntutan Bagi Seorang Perawat

Menurut Revalicha (2013) seorang perawat dituntut untuk meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan kepada masyarakat. Oleh sebab itu, seorang perawat dituntut untuk lebih professional. Selain itu seorang perawat juga dituntut untuk memiliki kemauan dan kemampuan untuk mengembangkan keterampilan dan pengetahuannya dalam usaha untuk memberikan pelayanan yang berkualitas kepada pasien.

(64)

dalam diri perawat sangat diperlukan misalnya melakukan tugas lainnya apabila dibutuhkan oleh rumah sakit (Koesmono, 2007).

Berdasarkan uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa perawat dituntut untuk dapat meningkatkan dan memberikan pelayanan kesehatan yang berkualitas kepada masyarakat

4. Penelitian Tentang Perawat

The Institute of Medicine (IOM) (dalam Olds dan Clarke, dalam Bae,

2012) merekomendasikan kepada perawat untuk tidak bekerja lebih dari 12 jam perhari dan tidak lebih dari 60 jam perminggu. Olds dan Clarke menemukan bahwa perawat yang bekerja lebih dari 40 jam perminggu berhubungan dengan kesalahan-kesalahan medis. Menurut Trinkoff (dalam Bae, 2012 ) jam kerja yang panjang pada perawat juga berhubungan dengan kematian pasien

(65)

pasien dengan penyakit jantung akut, peluang kematian naik hingga 33% ketika perawat bekerja dengan jam kerja yang panjang dan peluang kematian pada pasien dengan penyakit gagal jantung naik hingga 39% ketika perawat bekerja dalam keadaan sakit

Penelitian yang dilakukan oleh Schwartz, Spencer, Wilson, dan Wood (2011) mendapati bahwa kepuasan kerja diantara perawat memiliki hubungan yang kuat dengan gaya kepemimpinan transformasional. Selain itu penelitian yang dilakukan oleh Bass dan Avolio (dalam Scwartz et all, 2011) memperlihatkan bahwa komitmen pada organisasi di antara perawat meningkat ketika pemimpin mereka menggunakan gaya kepemimpinan transformasional. Casida dan Pinto-Zipp (dalam Scwartz et all, 2011) menemukan bahwa gaya kepemimpinan transformasional berhubungan positif dengan budaya organisasi.

(66)

lainnya yaitu, turnover. Turnover yang terjadi diantara perawat berhubungan signifikan dengan sistem kesehatan dan kepuasan kerja perawat.

Perawat juga sering merasa kelelahan. Berdasarkan survei yang dilakukan oleh Canadian Nurses Association (CNA) dan Registered Nurses Association of Ontario (RNAO) menemukan bahwa kelelahan yang dirasakan oleh perawat mempunyai pengaruh negatif dalam keterlibatan perawat, pengambilan keputusan, kreativitas dan kemampuan pemecahan masalah, dan semua aspek-aspek keamanan pasien. Selain itu, setiap minggu ditemukan perawat yang tidak masuk kerja dengan alasan sakit. Absensi yang terjadi diantara perawat berkaitan dengan kepuasan kerja, komitmen organisasi, dan lingkungan kerja (Davey, Cummings, Newburn-Cook & Lo, 2009, dalam Berry & Curry, 2012).

D. Dinamika Hubungan Antara Gaya Kepemimpinan Transformasional dan Perilaku Kontraproduktif pada Perawat

(67)

masyarakat, perawat dituntut untuk dapat bersikap professional, ramah, sopan, loyal, serta dapat mengembangkan pengetahuan dan keterampilannya (Revalicha, 2013).

Di antara semua tenaga medis, perawat merupakan pekerja yang rentan terkena stres. Hal ini disebabkan karena perawat mempunyai tuntutan yang sangat banyak (Revalicha, 2013). Selain itu adanya konflik dengan dokter, diskriminasi, beban kerja yang tinggi, menghadapi pasien, kematian

pasien dan keluarga pasien juga dapat menyebabkan perawat mengalami stres

(Perancis, Lenton, Walters, & Eyles, dalam Mark & Smith, 2011, dalam

Revalicha, 2013).

(68)

Gaya kepemimpinan adalah sebuah cara yang dipakai oleh pemimpin untuk mencapai tujuan organisasi. Ada beberapa macam gaya kepemimpinan yang dipakai, salah satunya adalah gaya kepemimpinan transformasional. Gaya kepemimpinan transformasional sendiri diartikan sebagai sebuah proses perubahan yang terjadi dalam sebuah organisasi yang dapat meningkatkan motivasi diantara pengikutnya.

Gaya kepemimpinan transformasional yang diterapkan oleh seorang pemimpin mempunyai empat kriteria yaitu karisma atau pengaruh ideal dimana pemimpin menjadi model/teladan bagi bawahannya, inspirasi yang memotivasi dimana pemimpin mampu untuk memotivasi bawahannya, rangsangan intelektual dimana pemimpin merangsang kreativitas dari pegikutnya dan perhatian individu dimana pemimpin lebih memperhatikan dan menghargai bawahannya (Warrilow, dalam James & Ogbonna, 2013, dan Riggio, 2008).

(69)

dengan penelitian yang dilakukan oleh Givens (2008) yang menyatakan bahwa gaya kepemimpinan transformasional secara signifikan berpengaruh positif terhadap OCB, budaya organisasi, dan visi organisasi Selain itu, menurut Schwartz, Spencer, Wilson, dan Wood (2011) kepemimpinan transformasional juga berhubungan dengan kepuasan kerja, komitmen organisasi, dan budaya organisasi.

Namun, gaya kepemimpinan transformasional juga dapat memberikan efek negatif bagi pengikutnya. Karena pada dasarnya gaya kepemimpinan transformasional merupakan sebuah gaya kepemimpinan yang berusaha untuk merubah perilaku, budaya dan individu di dalam organisasi (Suresh dan Renini, 2013).

(70)
(71)

E. Kerangka Penelitian (Bagan 1)

Positif Negatif

Perawat

Berpengaruh positif pada Komitmen kepuasan kerja, OCB, budaya organisasi, motivasi

Gaya Kepemimpinan transformasional

Dipersepsi / Dampak

Muncul CWB seperti datang

terlambat, malas, tidak disiplin, burn out, keefektifan organisasi menurun CWB Tidak muncul

(72)

F. Hipotesis

(73)

48 BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Pada penelitian ini, peneliti menggunakan pendekatan kuantitatif. Pendekatan kuantitatif menekankan pada data-data numerikal (angka) yang diolah dengan menggunakan metoda statistika (Azwar, 2013). Menurut Noor (2012) penelitian kuantitatif merupakan metode untuk menguji teori-teori dengan cara meneliti hubungan antar variabel.

Penelitian ini menggunakan penelitian korelasional. Penelitian korelasional bertujuan menyelidiki sejauh mana variasi pada satu variabel berkaitan dengan variasi pada satu atau lebih variabel lain, berdasarkan koefisien korelasi (Azwar, 2013).

B. Identifikasi Variabel Penelitian

Terdapat dua variabel pada penelitian ini, yaitu :

(74)

2. Variabel Dependen (Terikat) : Kecenderungan Perilaku Kerja Kontraproduktif

C. Definisi Operasional

1. Gaya Kepemimpinan Transformasional

Gaya kepemimpinan transformasional adalah persepsi bawahan dalam melihat gaya pemimpin dalam memimpin dengan cara meningkatkan motivasi serta semangat bawahannya. Gaya kepemimpinan dapat diukur dengan menggunakan skala gaya kepemimpinan transformasional. Semakin tinggi skor total gaya kepemimpinan transformasional berarti semakin baik/positif dampak dari gaya kepemimpinan transformasional. Skala kepemimpinan transformasional didasarkan pada 4 komponen, yaitu:

(75)

c. Rangsangan intelektual : pemimpin merangsang rasa ingin tahu dan inovasi serta kreativitas dari pengikutnya.

d. Perhatian individu atau pertimbangan individu : melibatkan perhatian pribadi pemimpin untuk mengetahui perasaan, kebutuhan, dan kekhawatiran pengikutnya. Pemimpin bertindak sebagai mentor atau pelatih dan menghargai dan mengapresiasi setiap kontribusi dari individu.

2. Kecenderungan Perilaku Kerja Kontraproduktif

Kecenderungan Perilaku kerja kontraproduktif adalah perilaku yang dilakukan secara sengaja oleh karyawan kepada organisasi atau amggota organisasi yang sifatnya merugikan. Kecenderungan perilaku kerja kontraproduktif dapat diukur dengan menggunakan skala kecenderungan perilaku kontraproduktif. Semakin tinggi skor total pada kecenderungan perilaku kerja kontraproduktif berarti semakin tinggi kecenderungan perilaku kontraproduktif yang ada di dalam organisasi tersebut.

Skala ini terdiri dari beberapa dimensi, yaitu :

(76)

Pada penyimpangan properti, yang menjadi target adalah organisasi. Individu mencuri atau memakai barang-barang milik perusahaan untuk kepentingan pribadi menurut Robbinson dan Banett (dalam keloway, Francis, Prosser, & Cameron, 2010) masuk kedalam perilaku penyimpangan property.

f. Dimensi Penyimpangan Produksi (Production Deviance)

Robbins dan Banett (dalam Keloway, Francis, Prosser, & Cameron, 2010) menyatakan bahwa perilaku yang termasuk dalam penyimpangan produksi misalnya, datang terlambat atau mengambil terlalu banyak waktu untuk beristirahat. Dan target dari perilaku penyimpangan produksi ialah organisasi.

g. Dimensi Agresi Individu (Personal Agression)

Yang menjadi target dalam agresi individu adalah individunya atau rekan kerja. Perilaku agresi individu seperti pelecehan seksual, agresi non verbal dan agresi verbal.

h. Dimensi Penyimpangan Politik (Politic Deviance)

(77)

bergosip, dan menyalahkan atau menuduh seseorang atas suatu perbuatan yang tidak dilakukannya menurut Robbinson dan Banett masuk kedalam perilaku penyimpangan politik.

D. Subjek Penelitian

Populasi adalah elemen/anggota dari suatu wilayah yang menjadi sasaran penelitian atau keseluruhan dari objek penelitian (Noor, 2011). Menurut Effendi dan Tukiran (2012) populasi ialah jumlah keseluruhan dari unit analisis yang ciri-cirinya akan diduga. Dalam penelitian ini yang menjadi populasi adalah semua perawat yang bekerja di rumah sakit.

Menurut Noor (2012) sampel adalah sejumlah anggota yang dipilih dari populasi. Sedangkan pengambilan sampel (sampling) adalah proses memilih sejumlah elemen secukupnya dari populasi, sehingga penelitian terhadap sampel dan pemahaman tentang sikap atau karakteristiknya akan membuat kita dapat menggeneralisasikan sifat atau karateristik tersebut pada elemen populasi. Dalam penelitian ini yang menjadi sampel adalah perawat yang bekerja pada rumah sakit.

Pada penelitian ini teknik pengambilan sampel yang dipakai adalah

(78)

yang diambil dari populasi dipilih secara sengaja menurut pertimbangan tertentu sehingga setiap anggota populasi tidak memiliki kesempatan atau peluang yang sama sebagai sampel (Purwanto dan Sulistyastuti, 2007). Salah satu teknik pada

nonprobabilty sampling yang digunakan adalah purposive sampling. Purposive sampling atau sampel bertujuan dilakukan dengan cara mengambil subjek bukan

didasarkan atas strata, random atau daerah tetapi didasarkan atas adanya tujuan tertentu (Arikunto, 2006). Menurut Narbuko dan Achmadi (2010) teknik ini berdasarkan pada ciri-ciri atau sifat-sifat tertentu yang diperkirakan ada dalam populasi yang hendak diteliti. Purposive sampling dipilih oleh peneliti karena peneliti telah lebih dahulu menentukan ciri-ciri atau karakteristik dari sampel penelitian, yaitu perawat yang bertugas di ruang rawat inap dan minimal telah bekerja selama 1 tahun sebagai perawat serta tidak berstatus sebagai mahasiswa keperawatan yang sedang magang.

E. Metode dan Alat Pengambilan Data

(79)

Dokumentasi, dan Focus Grup Discussion (FGD). Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan teknik pengumpulan data dengan angket (questionnair) karena

queationnair lebih fleksibel dan mudah digunakan (Azwar, 2009).

Pada penelitian ini peneliti menggunakan 2 skala yaitu skala gaya kepemimpinan transformasional dan skala kecenderungan perilaku kontraproduktif. Pada masing-masing skala terdapat 6 pilihan jawaban yaitu STS (Sangat tidak setuju), ATS (Agak Tidak Setuju), TS (tidak setuju), AS (Agak Setuju), S (setuju), dan SS (sangat setuju).

1. Skala gaya kepemimpinan transformasional

Jenis skala yang digunakan dalam pengumpulan data gaya kepemimpinan transformasional adalah skala Likert. Skala ini terdiri dari empat komponen berdasarkan teori Bass (dalam Popper, Mayseless, dan Castelnovo, 2000). Empat komponen tersebut yaitu :

(80)

b. Inspirasi yang memotivasi : pemimpin transformasional mampu untuk meningkatkan gairah dan menginspirasi pengikutnya dengan cara membagikan visi untuk masa depan dan hasil yang bermakna.

c. Rangsangan intelektual : pemimpin merangsang rasa ingin tahu dan inovasi serta kreativitas dari pengikutnya.

d. Perhatian individu atau pertimbangan individu : melibatkan perhatian pribadi pemimpin untuk mengetahui perasaan, kebutuhan, dan kekhawatiran pengikutnya. Pemimpin bertindak sebagai mentor atau pelatih dan menghargai dan mengapresiasi setiap kontribusi dari individu.

Pada skala ini terdapat 48 butir soal yang terbagi atas pertanyaan

favorable dan unfavorable. Setiap pertanyaan akan mendapat skor 1

sampai 6. Untuk pertanyaan favorable jawaban pada kategori SS akan mendapat skor 6, S akan mendapat skor 5, AS akan mendapat skor 4, ATS akan mendapat skor 3, TS akan mendapat skor 2, dan STS akan mendapat skor 1.

(81)

kepemimpinan transformasional sedangkan skor rendah mengindikasikan bahwa subjek cenderung mempunyai tanggapan yang negatif/buruk terhadap gaya kepemimpinan transformasional.

(82)

Tabel 1

Komponen dan Distribusi aitem gaya kepemimpinan transformasional sebelum uji coba

Variabel Aspek Aitem

Favorable

2. Skala kecenderungan perilaku kerja kontraproduktif

(83)

Skala ini terdiri dari empat dimensi berdasarkan teori Robbinson dan Banett (dalam Anderson, Ones, Sinangil, & Viswesvaran, 2001). Empat dimensi tersebut yaitu :

a. Penyimpangan Property (Property Deviance)

Pada penyimpangan properti, yang menjadi target adalah organisasi. Individu mencuri atau memakai barang-barang milik perusahaan untuk kepentingan pribadi menurut Robbinson dan Banett (dalam keloway, Francis, Prosser, & Cameron, 2010) masuk kedalam perilaku penyimpangan property.

b. Penyimpangan Produksi (Production Deviance)

Robbins dan Banett (dalam Keloway, Francis, Prosser, & Cameron, 2010) menyatakan bahwa perilaku yang termasuk dalam penyimpangan produksi misalnya, datang terlambat atau mengambil terlalu banyak waktu untuk beristirahat. Dan target dari perilaku penyimpangan produksi ialah organisasi.

c. Agresi Individu (Personal Agression)

(84)

d. Penyimpangan Politik (Politic Deviance)

Menurut Robbinson dan Banett (dalam Anderson, Ones, Sinangil, & Viswesvaran, 2001) yang menjadi target dari penyimpangan politik adalah interpersonal. Tindakan memilih kasih antar karyawan, bergosip, dan menyalahkan atau menuduh seseorang atas suatu perbuatan yang tidak dilakukannya menurut Robbinson dan Banett masuk kedalam perilaku penyimpangan politik.

Pada skala ini terdapat 48 butir soal yang terbagi atas pertanyaan

favorable dan unfavorable. Setiap pertanyaan akan mendapat skor 1

sampai 6. Untuk pertanyaan favorable jawaban pada kategori SS akan mendapat skor 6, S akan mendapat skor 5, AS akan mendapat skor 4, ATS akan mendapat skor 3, TS akan mendapat skor 2, dan STS akan mendapat skor 1. Pada pertanyaan favorable skor tinggi mengindikasikan bahwa kecenderungan perilaku kerja kontraproduktif tinggi . Sedangkan skor rendah mengindikasikan bahwa kecenderungan perilaku kerja kontraproduktif rendah.

(85)
(86)

Tabel 2

(87)

F. Validitas dan Realibilitas 1. Validitas

Menurut Azwar (2011) validitas mempunyai arti sejauhmana ketepatan dan kecermatan suatu alat ukur dalam melakukan fungsi ukurnya. Dikatakan valid jika alat tersebut menjalankan fungsi ukurnya dan memberikan hasil ukur sesuai dengan maksud dilakukannya pengukuran tersebut.

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan menggunakan validitas isi. Untuk mengetahui apakah skala yang dibuat oleh peneliti valid maka peneliti meminta bantuan ahli (professional judgment). Professional judgment dalam penelitian ini adalah dosen pembimbing skripsi.

2. Seleksi aitem

(88)

Besarnya koefisien korelasi aitem-total bergerak dari 0 sampai dengan 1,00 dengan tanda positif atau negatif. Jika daya diskriminasi aitemnya baik maka koefisien korelasinya akan semakin mendekati 1,00. Namun jika daya diskriminasi aitem tidak baik maka koefisien korelasinya akan mendekati angka 0 (Azwar, 2009).

Pemilihan aitem berdasar korelasi aitem total, biasanya digunakan batasan rix ≥0,30. Semua aitem yang mencapai koefisien korelasi minimal

0,30 daya bedanya dianggap memuaskan. Sedangkan aitem yang mempunyai daya beda kurang dari 0,30 dianggap mempunyai daya diskriminasi yang rendah. Jika jumlah aitem yang lolos masih tidak mencukupi jumlah yang diinginkan maka kita dapat mempertimbangkan untuk menurunkan sedikit batasan kriteria 0,30 menjadi 0,25 sehingga jumlah aitem yang diinginkan dapat tercapai (Azwar, 2009).

Penelitian ini menggunakan nilai rix 0,30 dan taraf signifikasi 0,05. Hal ini menandakan bahwa aitem yang digunakan mempunyai korelasi aitem-total ≥ 0,30. Pengujian ini menggunakan SPSS 21 for windows.

(89)

dianggap sebagai aitem yang kurang baik sehingga akan digugurkan. Hasil dari pengujian skala gaya kepemimpinan transformasional menunjukkan bahwa 27 aitem memiliki nilai rix ≥ 0,30, sedangkan 21 aitem yang

mempunyai nilai rix ≤ 0,30 adalah 2, 9, 14, 22, 23, 24, 25, 26, 27, 28, 29, 33,

(90)

Tabel 3

Komponen dan distribusi aitem skala gaya kepemimpinan transformasional setelah uji coba

Variabel Aspek Aitem

Favorable

(91)

memiliki nilai rix ≤ 0,30 yaitu aitem 1, 4, 5, 6,7,8 10, 11, 14, 16, 19, 20, 24, 26, 27, 29, 30, 32, 36, 39, 40, 44, 45, 47.

Tabel 4

(92)

3. Reliabilitias

Reliabilitas adalah sejauhmana hasil suatu pengukuran dapat dipercaya. Pengukuran yang mempunyai reliabilitas tinggi disebut sebagai pengukuran yang reliabel (Azwar, 2011). Reliabilitas mengacu pada konsistensi atau keterpercayaan hasil ukur yang mengandung makna kecermatan pengukuran. Reliabilitas dinyatakan oleh koefisien reliabilitas (rxx) yang angkanya berada dari rentang 0 sampai dengan 1,00. Semakin tinggi koefisien reliabilitas mendekati 1,00 berarti semakin tinggi reliabilitasnya. Sebaliknya koefisien yang semakin rendah mendekati angka 0 berarti semakin rendah reliabilitasnya.

Pada penelitian ini reliabilitas diukur dengan menggunakan alpha

cronbach. Hal ini dikarenakan skala hanya dikenakan sekali saja pada

sekelompok responden (single-trial administration) (Azwar, 2009).

(93)

Pada skala kecenderungan perilaku kerja kontraproduktif diperoleh (r) = 0,906 , setelah seleksi aitem diperoleh (r) = 0,935. Nilai alpha cronbach

setelah seleksi menjadi lebih besar karena ada 24 aitem kurang baik yang digugurkan sehingga menaikkan nilai koefisien alpha cronbach.

G. Metode Analisis Data

Pada penelitian ini peneliti ingin melihat apakah ada hubungan antara gaya kepemimpinan transfromasional dengan kecenderungan perilaku kerja kontraproduktif pada perawat. Sebelumnya, peneliti akan menguji normalitas dan linearitas dengan menggunakan SPSS 21 for windows.

1. Uji Normalitas

(94)

2. Uji Linearitas

Uji linearitas bertujuan untuk mengetahui pengaruh suatu variabel terhadap variabel lainnya. Dalam penelitian ini peneliti menggunakan compare means dan scatter plot untuk uji linearitas. Peneliti menggunakan program SPSS 21

for windows.

3. Uji Hipotesis

(95)

70 BAB IV

PEMBAHASAN

A. RUMAH SAKIT UMUM DAERAH ABEPURA 1. SEJARAH

Setelah selesai perang dunia II Rumah Sakit Umum Daerah Abepura diserahkan kepada Zending dan tahun 1946-1959 dikelola oleh pemerintah Belanda. Tahun 1969 Rumah Sakit Jayapura di Abepura dirubah menjadi Puskesmas Perawatan dan sekaligus berfungsi sebagai Daerah Latihan Percontohan Kesehatan Masyarakat (DLPKM). Pada tahun 1989 DLPKM dipisahkan fungsinya menjadi Puskesmas Abepura dan Rumah Sakit Pembantu Abepura denagn kapasitas tempat tidur 30 buah.

(96)

Selanjutnya sesuai SK. Menkes Nomor: 1183/Menkes/SK/XI/1994 dan keputusan Mendagri Nomor : 117 tahun 1996, Rumah Sakit Umum Daerah Abepura ditetapkan menjadi kelas D dan diresmikan oleh Gubernur pada 19 Mei 1997. Dan tidak lama berselang, RSUD Abepura ditingkatkan menjadi kelas C dengan SK Menkes Nomor : 491/SK/V/1997, 20 Mei 1997 dengan mendapat persetujuan Menteri Dalam Negeri sesuai Radiogram Nomor : 061/1983/Sj tanggal 2 Juli 1997 dengan kapasitas tempat tidur 159 buah. Sampai saat ini RSUD Abepura berstatus rumah sakit tipe C dengan kapasitas tempat tidur 165 buah.

2. VISI DAN MISI a. Visi

“Menuju Rumah Sakit Abepura sebagai pusat rujukan pelayanan,

pendidikan, dan pelatihan di kawasan Timur Indonesia pada tahun 2015”.

b. Misi

(97)

2. Mengadakan sarana dan prasarana serta kelengkapan fasilitas sehingga pelayanan yang diberikan sesuai dengan standar pelayanan baku.

3. Mewujudkan pelayanan prima.

4. Mewujudkan lingkungan rumah sakit yang bersih dan tertib.

B. PELAKSANAAN PENELITIAN 1. IZIN PENELITIAN

(98)

2. PELAKSANAAN PENELITIAN

Penelitian dilaksanakan pada tanggal 14 Agustus hingga 25 Agustus 2014 di RSUD Abepura. Pengambilan data dilakukan dengan meminta bnatuan kepada setiap kepala ruangan untuk menyebarkan dan mengumpilkan kembali skala penelitian yang telah diisi. Setiap subjek mendapatkan satu kuisioner yang terdiri dari skala Gaya Kepemimpinan Transformasional dan Kecenderungan Perilaku Kerja Kontraproduktif. Setiap kuisioner dibagikan kepada perawat yang bertugas di ruang inap dengan masa kerja minimal 1 tahun. Jumlah skala yang disebar dan yang kembali adalah 50 skala.

C. DESKRIPSI SUBJEK

Gambar

Tabel 2
Tabel 3 Komponen dan distribusi aitem skala gaya kepemimpinan
Tabel 4 Komponen dan Distribusi aitem kecenderungan perilaku kerja
Tabel 5 Deskripsi Subjek
+5

Referensi

Dokumen terkait

Kesatria Madukara, senjata andalan Panah Pasopati dan Keris Pulanggeni, dan memiliki paras yang tampan siapakah tokoh yang dimaksud.... Tokoh punakawan yang mempunyai

Dengan nikamat dan karunia-Nya penulis bisa menyelesaikan skripsi yang berjudul “ Tinjauan Hukum Islam terhadap Praktik Akad Pembiayaan Murabahah antara Nasabah Pasar

Sungai Maruok Kecamatan Batipuh Kabupaten Tanah Datar Nomor : 19.I/PBJ/UPT-ULP/2014 tanggal 29 September 2014, bersama ini diumumkan Penyedia Barang/Jasa untuk pelaksanaan

Lebih lanjut kajian ini juga memperhatikan sebaran situs arkeologi sebagai satu kesatuan dalam sebuah ruang (kawasan) yang memiliki hubungan satu sama lain yakni sebagai sebuah

Dari hasil analisis dan pembahasan mengenai injeksi pembangkit tersebar dengan lima (5) skenario pada penyulang dampit kabupaten Malang menunjukkan dampak

105 dimana dalam butir Pasal 185 Kompilasi Hukum Islam menyatakan bahwa (1) Ahli waris yang meninggal lebih dahulu dari pada sipewaris maka kedudukannya dapat digantikan oleh

Luka bakar adalah suatu bentuk kerusakan atau kehilangan jaringan yang disebabkan adanya kontak dengan sumber panas seperti api, air panas, bahan kimia, listrik

Bagi responden diharapkan secara mandiri lebih aktif untuk mencari informasi tentang kesehatan baik dari media maupun langsung bertanya kepada tenaga kesehatan