6 BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Komunikasi massa
Bittner dalam Mcquail Denis (2003) berpendapat Bahwa komunikasi massa ialah pesan yang diutarakan lewat media massa ke masyarakat luas. Hakikatnya komunikasi massa yakni komunikasi yang memakai media massa sebagai alatnya, entah itu media cetak ataupun elektronik.
Terdapat komponen-komponen dalam komunikasi massa yang dapat dipusatkan, ada 5 variabel yang ada pada tiap tindakan komunikasi sekaligus bagaimana variabel-variabel dapat bekerja terhadap media massa. 5 komponen diatas diantaranya (Winarni: 2003) :
1. Sumber
Komunikasi massa ialah suatu komunikasi yang memiliki organisasi yang kompleks serta membutuhkan anggaran banyak guna menyusun sekaligus mengirim pesan 2. Khalayak
Komunikasi massa ialah komunikasi yang diperuntukkan untuk massa, yakni masyarakat luas dalam jumlah banyak serta beraneka ragam
3. Pesan
Komunikasi massa ialah pesan yang ada pada komunikasi yang sifatnya umum. tiap orang bisa mengetahui pesan komunikasi massa dari media massa
4. Proses
Proses dibagi menjadi 2 di komunikasi massa diantaranya :
1. Komunikasi massa ialah proses yang liner dalam mengalirkan pesannya.
komunikasi mengalir dari sumber menuju penerima serta tidak bisa dengan langsung dilempar kembali kecuali berbentuk feedback tertunda
2. komunikasi massa ialah proses dua arah. Baik khalayak maupun media melaksanakan seleksi. media melaksanakan penyeleksian terhadap masyarakat yang menjadi sasarannya dan penerimanya menyeleksi dari mana media yang nantinya mereka terima pesannya
5. Konteks
7
komunikasi massa berjalan pada suatu konteks sosial. media bisa memberi pengaruh terhadap konteks sosial di khalayak serta konteks sosial di khalayak bisa memberi pengaruh pada media massa.
2.1.1 Fungsi-fungsi komunikasi Massa
Effendy (2003) membagi fungsi komunikasi menjadi 4 yakni : 1. Fungsi informasi
Dalam hal ini komunikasi berfungsi jika media massa ialah untuk menyebarkan informasi bagi, audiensnya ataupun pembaca. khalayak luas sangat membutuhkan media yang memberikan informasi sesuai dengan kebutuhannya. sebagai makhluk sosial khalayak akan selalu membutuhkan informasi yang teraktual.
2. Fungsi pendidikan
Dalam fungsi Pendidikan media massa digunakan untuk media dalam mendapatkan pendidikan, dikarenakan media massa kerap menyuguhkan persoalan yang bersifat mendidik. Cara mendidik yang dilakukan oleh para media massa salah satunya ialah dengan pengajaran nilai, etika sekaligus aturan-aturan yang berlaku terhadap para khalayaknya.
3. Fungsi mempengaruhi
Dalam hal ini fungsi dari media massa yang dapat mempengaruhi khalayaknya dengan implisit terdapat pada features, tajuk , artikel serta iklan yang membuat khalayak terpengaruh
4. Fungsi menghibur
Dalam hal ini fungsi menghibur ialah guna mengurangi ketegangan fikiran khalayaknya dengan memberikan berita mudah diterima atau melalui tayangan hiburan yang bisa membuat fikiran khalayak mudah dipengaruhi.
2.1.2 Bentuk - bentuk komunikasi massa
Wilson dalam Effendy menjelaskan Komunikasi massa merupakan proses memperbanyak pesan melalui saluran media massa. Terdapat dua bentuk media massa diantaranya media massa elektronik serta media massa cetak.
1. Media cetak
8
Media cetak ialah media memakai kertas sebagai medium guna menyebarkan pesan atau informasinya contohnya Surat Kabar, Poster , Majalah Tabloid, maupun Banner 2. Media elektronik
Media elektronik ialah media dengan memakai teknologi sebagai medium guna menyebarkan pesan atau informasinya, media elektronik biasanya mengandung dua unsur yaitu audio dan visual seperti film
2.2 Film
Film ialah sebuah wujud dari komunikasi massa elektronik berbentuk audio visual dengan menyajikan dalam bentuk kata-kata, citra, bunyi, serta kombinasinya. “Film ialah bagian dari bentuk komunikasi modern yang muncul di dunia kedua. Film umumnya terbagi 2 unsur pembentuk, diantaranya unsur naratif serta unsur sinematik yang keduanya berinteraksi serta berhubungan satu dan yang lain guna membentuk film tiap-tiap unsur tersebut tidak bisa membentuk film apabila berdiri sendiri. Dengan kata lain unsur naratif ialah bahan (materi) yang nantinya dikelola, disamping itu unsur sinematik ialah cara (gaya) untuk mengolahnya”
(Pratista, 2017). Sebagai sarana baru film diperuntukkan guna menyebarkan hiburan yang sudah jadi kebiasaan dahulu, kemudian menampilkan, drama cerita, peristiwa, lawak, musik, serta sajian teknis yang lainya kepada khalayak (McQuail, 2003).
Disamping itu Prof. Effendy mendefinisikan Film sebagai media komunikasi massa yang amat mumpuni, bukan sekedar sebagai hiburan, melainkan juga sebagai penerangan dan juga pendidikan (Effendy, 2003). Dalam buku Alex Sobur (2004) yang berjudul Semiotika komunikasi beliau menjelaskan bahwa film mempunyai kekuatan serta kemampuan ketika mencakup banyak segmentasi sosial, beberapa ahli memiliki pendapat bahwasannya film mempunyai pengaruh yang sangat besar untuk memberi pengaruh terhadap khalayak luas, mulai sejak itu beberapa ahli yang meneliti efek dari film terhadap khalayak luas.
Dampak yang ditimbulkan dari film terhadap masyarakat kerap dipahami secara linier.
Yang mana, film kerap memberi pengaruh serta membentuk masyarakat berlandaskan dari muatan pesan yang ada pada film tersebut, tanpa berlaku sebaliknya. Film ialah potret dari khalayak yang mana film diproduksi dan film kerap merekam realitas yang ada serta berkembang di masyarakat yang selanjutnya menyaksikannya kedalam film (Irwanto,1999)
9
Menurut Kristanto, film dibagi dalam dua hal. Pertama, Film dibagi didasarkan menurut medianya yakni layar lebar serta layar kaca. kedua, film dipecah didasarkan jenis, yakni film non fiksi serta fiksi. Film non fiksi dipecah dalam 3 bagian, yakni film dokumenter dan dokumentasi, serta film yang ditujukan untuk ilmiah. Film Fiksi terpecah dalam dua jenis, yakni eksperimental serta genre. (Kristanto JB, 2007)
2.2.1 Jenis film
Film umumnya terbagi dalam 3 macam diantaranya film dokumenter, fiksi, dan eksperimental berikut Himawan Pratista dalam bukunya dengan judul “Memahami Film” yang mengkategorikan film menjadi tiga :
1. Film Dokumenter
Dalam hal ini film dokumenter menampilkan fakta dan realita yang sedang terjadi. Film dokumenter berkaitan dengan tokoh, momen, peristiwa , obyek sekaligus lokasi yang real. Film dokumenter tidak melahirkan sebuah peristiwa, ataupun kejadian, akan tetapi merekam peristiwa yang sedang terjadi dengan apa adanya (otentik)
2. Film fiksi
Yakni jenis film yang diikat berdasarkan plot dari sisi cerita, film fiksi kerap memakai cerita rekaan diluar peristiwa yang nyata. Sekaligus mempunyai konsep pengadeganan yang sudah disusun dari awal
3. Film eksperimental
Ialah film yang amat bertolak belakang dari jenis film sebelumnya. Sineas eksperimental pada biasanya bekerja di luar industri film yang mainstream serta bekerja dalam studio perseorangan. Film ini tidak mempunyai plot, akan tetapi masih mempunyai struktur. Yang mana strukturnya amat ditentukan berdasarkan insting subyektif sineasnya contohnya gagasan, ide, emosi, hingga pengalaman batin mereka.
Secara umum tidak bercerita mengenai apapun justru terkadang bertolak belakang dengan Kausalitas
Dari penjelasan mengenai jenis film dan genre film diatas, film “Sexy Killer” yang diteliti oleh peneliti termasuk dalam jenis film dokumenter, yang menyajikan kejadian nyata, fakta atau realitas sosial yang terjadi.
10
2.3 Film dokumenter
Menurut Penjelasan Himawan Pratista, film dokumenter tidak mengadakan sebuah peristiwa bahkan kejadian, akan tetapi film dokumenter merekam peristiwa yang benar adanya.
Berbeda dengan film fiksi, film dokumenter tidak mempunyai plot akan tetapi mempunyai struktur yang secara umum berdasarkan pada tema atau argumen dari pembuatnya. Struktur bertutur film dokumenter yang biasanya sederhana, tujuannya supaya penonton mudah dalam memahami serta percaya terhadap fakta-fakta yang ditampilkan pada film tersebut. Film dokumenter bisa dipakai dengan bermacam tujuan contohnya: informasi atau berita, pengetahuan , biografi, sosial, pendidikan, politik (propaganda), ekonomi, dan yang lainnya. (Pratista, 2017)
Ketika menyuguhkan sebuah fakta, film dokumenter bisa memakai berbagai macam metode. Film dokumenter bisa merekam langsung suatu kejadian yang benar adanya. Dalam produksinya film dokumenter dengan jenis ini membutuhkan waktu yang pendek, atau bahkan bisa membutuhkan beberapa bulan hingga tahunan. Film dokumenter mempunyai karakter- karakter teknis yang khusus, tujuan yang paling penting yakni guna memperoleh kemudahan, fleksibilitas, kecepatan , efisiensi, sekaligus otensitas peristiwa yang direkam. Secara umum film dokumenter mempunyai bentuk sederhana serta jarang sekali memakai efek visual pada filmnya. (Pratista, 2017)
Dalam film dokumenter, pembuat film harus melakukan penelitian dan mengumpulkan data-data yang valid mengenai isu-isu yang sedang hangat menjadi perbincangan sebagai bahan untuk dijadikan tema pada film dokumenter yang akan dia buat, proses ini membutuhkan waktu cukup lama. sebelum memproduksi film. Film dokumenter seringkali digunakan sebagai alat untuk kritik sosial, dengan demikian film mewakili keresahan-keresahan yang terjadi dalam masyarakat serta diwakilkan oleh film sebagai alatnya. Banyak sekali film dokumenter yang digunakan untuk menyinggung masalah kemiskinan, agama, pendidikan dan kebijakan pemerintah yang tidak pro pada rakyat. Sebagai contoh film dokumenter yang dibuat oleh Watchdoc image berjudul kala benoa. Film ini menceritakan protes rakyat bali terhadap kebijakan pemerintah setempat yang memberikan izin pembangunan di kawasan teluk benoa untuk dibuat pulau buat yang diperuntukan sebagai kawasan pariwisata dan perumahan elit.
11
Hal tersebut adalah salah satu contoh film dokumenter yang menyinggung kritik sosial terhadap pemerintah atas kebijakan yang tidak tepat.
2.3.1 Jenis- jenis film Dokumenter
Gerzon R. Ayawaila (2008) memaparkan di bukunya dengan judul dokumenter dari ide hingga produksi, memecah genre pada film dokumenter dalam dua belas jenis, yakni :
1. Laporan perjalanan
Awalnya jenis ini ialah dokumentasi antropologi yang dilakukan oleh ahli etnolog ataupun etnografi. Dengan sejalan dengan perkembangannya film dokumenter jenis ini bisa menyinggung banyak hal dari yang sangat penting sampai yang sederhana sekalipun, sesuai dengan gaya penyampaian pesan yang pembuatnya. Sebutan dari film dokumenter jenis ini ialah travelogue, travel film, travel documentary ataupun adventure film
2. Sejarah
Film dengan genre menjadi salah satu yang erat kaitannya dengan aspek referential Meaning (makna yang amat tergantung dari sebuah peristiwanya) dikarenakan kebenaran data amat penting dan hampir tidak boleh ada kesalahan mengenai penjelasan datanya ataupun penfsirannya. Saat ini, film sejarah kerap diproduksi dikarenakan untuk memenuhi kebutuhan khalayak atas sebuah pengetahuan dari masa lalu.
3. Potret/ biografi
Dalam hal ini jenis ini menekankan kepada sosok orang yang dijadikan sebagai tema utama pada film tersebut. genre potret/ biografi ini biasanya mengangkat cerita dari orang tersebut yang diketahui oleh khalayak luas di dunia ataupun masyarakat khusus yang mempunyai kisah yang hebat, unik ataupun pada aspek lain yang menarik.
terdapat beberapa istilah yang sama dalam menggolongkan genre film ini diantaranya : A. Potret, yakni film dokumenter dengan mengangkat kisah tentang aspek human interest dari individu tertentu. alur cerita yang dibentuk pada genre
12
film ini umumnya kejadian-kejadian yang dirasa penting serta krusial bagi tokoh tersebut.
B. Biografi, yakni film yang menceritakan kronologi dari awal mula tokoh dilahirkan sampai waktu tertentu (masa kini, ketika meninggaldunia ataupun ketika tokoh menggapai kesuksesan) yang dikehendaki pembuatnya.
C. Profile, yakni sebuah subgenre yang mempunyai banyak similaritas dengan dua jenis film diatas akan tetapi perbedaanya terdapat pada unsur pariwara (iklan/promosi) dari tokoh. Secara umum profil hanya mengangkat kita aspek-aspek positif yang tokoh punyai. tidak membahas lebih mendalam atau hanya aspek-aspek tertentu saja. Nostalgia
Film ini cukup dekat dengan jenis sejarah, namun memiliki perbedaan dari cara menyuguhkan cerita. film jenis ini menitikberatkan pada kilas balik dan napak tilas dari peristiwa yang dialami individu ataupun sebuah kelompok. hanya menyuguhkan
momen-momen tertentu.
4. Rekonstruksi
Merupakan jenis film dokumenter yang mencoba untuk memberikan gambaran ulang
atas suatu kejadian yang terjadi dengan utuh.
5. Investigasi
Jenis ini merupakan kepanjangan dari investigasi jurnalistik, pada film jenis ini mengutamakan aspek visual. Peristiwa yang diusung ialah peristiwa yang hendak diketahui secara detail, baik untuk publik ataupun tidak. Contohnya seperti ingin mengetahui jaringan kartel ataupun mafia di suatu negara. Kadang-kadang, dokumenter jenis ini memerlukan rekonstruksi guna membantu dalam menjelaskan terjadinya suatu peristiwa, hingga, di beberapa film dokumenter jenis investigasi aspek rekonstruksi dipakai guna merepresentasikan dugaan para subjek didalamnya.
6. Perbandingan dan Kontradiksi
Merupakan film dokumenter yang mengutamakan perbandingan, baik dari individu
tersebut ataupun perbandingan suatu peristiwa.
7. Ilmu Pengetahuan
13
Film dokumenter yang bergenre ilmu pengetahuan menitikberatkan dalam aspek pendidikan serta pengetahuan
8. Buku harian/Diary
Film dengan genre ini menitikberatkan pada catatan harian atau perjalan hidup seorang yang diceritakan ke orang lain
9. Musik
Menjadi salah satu genre dokumenter yang banyak dibuat sineas, yang mana film dokumenter ini mendokumentasikan pertunjukan music
10. Association Picture story
Film dokumenter ini dipengaruhi oleh film eksperimental. film ini mengacu gambar- gambar yang tidak berkaitan apabila disatukan dalam editing, makna dari film ini hanya bisa dipahami melalui asosiasi yang tercipta di benak para penonton.
11. Dokudrama
film dokumenter dokudrama merupakan film yang melakukan penafsiran ulang dari kejadian nyata. Hampir semua aspek pada film jenis ini (Tokoh, ruang dan waktu) cenderung untuk di rekonstruksi.
Film dokumenter “Sexy Killer” yang diteliti oleh peneliti termasuk dalam film dokumenter yang berjenis investigasi, karena berusaha mengulas lebih mendalam suatu isu yang terjadi di masyarakat
2.3.2 Sejarah masuknya film dokumenter di Indonesia
A. Sejarah Film Dokumenter Di Indonesia Saat Era Kolonialisme
5 Desember 1900, Belanda memperkenalkan Filmnya di balik Hotel Indonesia di Jakarta. Film yang pertama kali berada di Indonesia ialah film dokumenter perjalanan Ratu Orlando dan Raja Hertog Hendrik di Kota Den Haag. Pada saat itu film dokumenter banyak dipakai untuk media propaganda. Yang mana, Film Dokumenter tidak sekedar bersifat sebagai penyalur informasi namun digunakan pula sebagai
14
penyebaran pemahaman yang manipulatif atas fakta yang terjadi (Eagleinstitute.id, 2016)
Di tahun 1905, film-film masuk ke indonesia dari Cina lewat production house China Moving picture, Ada 2 film, yakni film dengan judul Li Ting Lang ini menceritakan mengenai revolusi di China, kedua adalah film yang berjudul Satoe Perempoean Yang Berboedi. Pembuatan film di Indonesia terjadi pada tahun 1926, Dalam jangka waktu (1926-1931) ada sekitar 21 film (bisuatau bersuara) yang telah dibuat. Kemudian di tahun 1941 semakin banyak film yang bermunculan tercatat ada 41 film yang telah diproduksi, dengan 11 film dokumenter serta30 film cerita.
Di tahun 1942, produksi film di Indonesia terjadi penurunan yang sangat tajam. Di tahun tersebut hanya ada tiga film yang dibuat. Disebabkan karena penduduk Jepang yang ada di Indonesia melarang proses produksi film. Jepang membuat sebuah pusat kebudayaan yang bernama Keimin Bunka Sidhoso yang di dalam lembaga tersebut terdapat divisi Nippon Eiga Sha yang mengurus perfilman. semasa kependudukan Jepang di Indonesia film dengan terbuka digunakan untuk media propaganda politik.
Film-Film yang diputarkan menunjukkan “Kegagahan” Jepang. Pada saat itu film Amerika sangat dilarang beredar di Indonesia. (Eagleinstitute.id, 2016)
B. Film Dokumenter Indonesia Era Orde Lama dan Orde Baru
Seperti sudah kita ketahui bahwa Era orde lama, film dokumenter dijadikan sebagai media propaganda guna menumbuhkan rasa nasionalisme di Indonesia. Saat memasuki orde baru film dokumenter tetap digunakan sebagai alat propaganda seta sangat jelas, ketika itu masyarakat tidak mengetahui dengan benar apa itu film dokumenter.
Namun kini, film dokumenter hanya diketahui dengan sempit sebagai film yang mengangkat cerita mengenai sejarah, fauna serta flora dan sebagai film propaganda yang dibuat oleh pemerintahan saat orde baru, yang menyuguhkan program unggulan pemerintah serta menanam kebencian kepada mereka yang tidak mendukung pemerintah. (Eagleinstitute.id, 2016)
C. Film Dokumenter Indonesia Era Modern
Pada tahun 1990 terjadi babak baru pada film dokumenter indonesia, yang mana film dokumenter bergerak dinamis, yang mana film dokumenter sebagai bentuk film
15
advokasi sosial-politik, eksperimental, seni, perjalanan sekaligus petualangan, film komunis serta digunakan sebagai film alternatif di bidang seni serta audio visual.
Film dokumenter mengalami perubahan dalam satu genre seni audio visual yang bersifat demokratis, dan juga personal. Perkembangan film dokumenter Indonesia tumbuh dengan sangat drastis, banyak film dokumenter yang diproduksi dan banyak tema-tema yang diusung menjadikan film dokumenter beraneka ragam mulai dari tema sosial-politik, seni, perjalanan, komunitas serta petualangan.
Tino Sawunggalu dengan karyanya Student Movement in Indonesia jadi salah satu film pendorong sineas film dokumenter yang lainnya. Hal ini berkaitan bahwa film dokumenter tersebut merepresentasikan peristiwa Mei 1998 dengan nyata, dengan demikian menjadikan dunia film dokumenter di Indonesia mulai disukai dan bertumbuhnya komunitas-komunitas sineas film dokumenter indonesia.
Film dokumenter memberi peluang bagi siapa saja yang ingin membuatnya untuk menampilkan diri dan mengutarakan pendapat, film yang menyajikan sebuah karya unik, orisinil ataupun memiliki ciri khas tertentu. Melalui ciri khas tersebut, membuat film dokumenter sebagai karya yang bersifat alternatif, baik dari segi ideologi ataupun bentuk akibatnya hal tersebut bisa menarik minat masyarakat luas serta kaula muda.
Hal ini jadi pertanda robohnya masa kelam dari film dokumenter yang ada di Indonesia pada babak dokumenter Indonesia di era modern saat ini. (Eagleinstitute.id, 2016)
2.4 Konstruksi Sosial
Konstruksi atas realitas sosial menjadi populer ketika dikenalkan oleh Peter L. Berger dan Thomas Luckmann lewat buku The Social Construction of Reality: A treatise In the Sociological of Knowledge (1966). Mereka merepresentasikan proses sosial lewat perilaku serta interaksi yang terjadi, yang mana seseorang terus menerus menciptakan realitas yang dipunyai serta dialami Bersama-sama dengan subjektif. Konstruksi sosial asal mulanya dari filsafat konstruktivisme yang digagas pertama kali dari gagasan konstruktif kognitif. Ada berbagai macam pendapat dari para ahli terkait kapan munculnya pengertian konstruksi kognitif tersebut. Akan tetapi pada filsafat, gagasan konstruktivisme sudah lama ada tepatnya mulai para filsuf terkemuka memaparkan teori filsafatnya. Terdapat 3 jenis konstruktivisme:
16
pertama, konstruktivisme radikal; kedua, konstruktivisme biasa; ketiga, konstruksi realisme hipotesis (Suparno dalam Bungin, 2009). Dari tiga jenis konstruktivisme diatas mempunyai similaritas yakni konstruktivisme dipandang sebagai kerja kognitif individu dalam menjabarkan realitas yang terjadi, sebab terjadi relasi sosial diantara individu terhadap lingkungannya. selanjutnya individu menciptakan sendiri konstruktivisme dengan pengetahuan yang sudah ada, oleh Piaget disebut sebagai skema/skemata. Dari penjelasan diatas mengenai konstruktivisme, inilah yang disebut sebagai konstruksi sosial oleh Berger dan Luckmann.
Berger dan Luckmann dalam Bungin (2009) menjelaskan bahwa realitas sosial memisahkan antara pemahaman “kenyataan” dengan “pengetahuan”. Realitas dijelaskan oleh Berger dan Luckmann sebagai kualitas yang ada pada realitas-realitas yang diakui mempunyai kebenaran (being) yang tidak bergantung dari keinginan individu atau diri sendiri. Disamping itu pengetahuan dijelaskan sebagai kepastian bahwasannya realitas tersebut nyata serta mempunyai ciri khas yang mendetail.
Teori dan pendekatan konstruksi sosial atas realitas Peter L. Berger dan Luckmann sudah mengalami revisi berdasarkan variabel dan fenomena dari media massa yang sangat substansi saat proses dialektika eksternalisasi, subjektivikasi, dan internalisasi. Maka dari itu, sifat serta kelebihan media massa (dalam hal ini film) membantu proses konstruksi sosial tersebut. Substansi “teori konstruksi sosial media massa” ialah sirkulasi informasi media massa yang cepat dan menjangkau khalayak yang luas dapat membantu proses terbentuknya konstruksi sosial realitas dan realitas yang terkonstruksi itu pula dapat memunculkan opini publik (Apriadi, 2012)
Namun pada proses pembentukan konstruksi realitas sosial media massa tidak terjadi begitu saja, ada beberapa tahapan penting dari konten konstruksi sehingga lahirlah konstruksi sosial media massa lewat tahapan-tahapan diantaranya : (a) tahapan mempersiapkan materi konstruksi; (b) tahapan sebaran konstruksi; (c) tahapan membentuk konstruksi serta; (d) tahapan konfirmasi
2.4.1 Film sebagai media konstruksi realitas
17
Munculnya media massa sangat berpengaruh besar dalam proses pemberian makna atas sebuah realitas yang ada di sekeliling, contohnya adalah media film. Film selama ini hanya dimaknai sebagai media hiburan dibandingkan media persuasif. Akan tetapi sebenarnya film merupakan media yang mempunyai kekuatan untuk membujuk ataupun mempersuasi para penontonnya. Dalam perkembangannya media massa di Indonesia mengalami naik dan turun yang signifikan, akan tetapi media film di Indonesia tercatat sebagai media yang mampu untuk memberi dampak besar atas proses tersampainya sebuah pesan. (Rivers & Peterson, 2008)
Film dianggap sebagai media yang ideal dalam menggambarkan serta mengkonstruksi realitas kehidupan yang bebas dari konflik ideologis dan juga sebagai pelestarian budaya. Film sebagai alat presentasi serta penyebaran dari tradisi hiburan yang lebih tua, membawa sebuah cerita, drama, panggung, humor, music dan trik teknis bagi konsumsi popular. Fenomena perkembangan film terjadi sangat cepat dan tidak dapat terprediksi, memproduksi film saat ini disadari sebagai fenomena budaya yang progresif (McQuail, 2003)
Film merupakan salah satu alat komunikasi masa yang dapat menyajikan konstruksi dan penggambaran sosial yang terdapat di masyarakat, ada beberapa fungsi komunikasi yang dimiliki oleh film sebagai berikut: Pertama; guna media hiburan, film ditujukan guna memberi hiburan kepada masyarakat dengan isi cerita, gerakannya, keindahannya, suara dan visual supaya penonton mendapatkan kepuasan psikologis. Kedua; berfungsi untuk penerangan, film dapat memberi penjelasan atau keterangan ke para khalayaknya tentang suatu hal atau permasalahan, sehingga khalayak memperoleh penjelasan dan paham mengenai hal tersebut dan bisa melakukannya. Ketiga; berfungsi guna alat propaganda film mengacu pada kemampuan film yang dapat mempengaruhi khalayaknya untuk menerima atau menolak pesan yang disampaikan pada film sesuai dengan keinginan filmmaker.
Media (dalam hal ini film) tidak hanya menjadi sebagai alat pembujuk yang kuat, tetapi media dapat juga membelokan perilaku atau sikap-sikap yang ada atas suatu hal. Dalam buku “Media massa dan masyarakat modern” yang ditulis William L. River dan Jay W. Jensen Theodore Peterson, Wilbur Schramm meringkas peranan pengaruh media sebagai alat pembujuk dibawah ini :
18
Pada penelitian ini ada beberapa penelitian terdahulu yang serupa mengenai konstruksi dalam film dokumenter yang penelitian akan lakukan. beberapa penelitian terdahulu menjadi bahan bagi peneliti mempelajari lebih mendalam tentang penelitian yang akan dilakukan dan sebagai referensi tambahan bagi peneliti guna sebagai perbandingan antara penelitian yang akan dilakukan dengan penelitian terdahulu. Tinjauan penelitian sebelumnya menunjukkan persamaan serta perbedaan mengenai beberapa aspek seperti tempat, waktu dan metode penelitian.
Pertama, penelitian dari Nandha Radite Pradipta Soewito yang merupakan mahasiswa Ilmu Komunikasi Universitas Brawijaya. Penelitian dengan judul Analisis Framing Isu Korupsi Dalam Film “Kita Versus Korupsi”. Penelitian ini diselesaikan pada tahun 2014.
Penelitian ini memiliki sifat deskriptif dan memakai metode penelitian kualitatif dengan memakai metode analisis framing dari Robert N. Entman. Hasil penelitian ini ialah terdapat gambaran tentang isu korupsi dari bermacam keadaan.
Perbedaan penelitian ini dengan penelitian Nandha Radite Pradipta Soewito ada pada objek penelitian yakni pada pemilihan media yang nantinya dianalisis, yang mana penelitian sebelumnya memakai film “Kita Versus Korupsi” sedangkan penelitian ini memakai film “sexy killer” sebagai objek yang dianalisis. Penelitian sebelumnya ini bertujuan sebagai referensi agar penelitian ini bisa dirampungkan dengan sebaik-baiknya.
Kedua, Penelitian dari Kartini seorang mahasiswa Ilmu Komunikasi Universitas Lampung. dengan judul Konstruksi Seksualitas Dalam Film ( Studi Semiotika Roland Barthes Dalam Film Supernova). Penelitian tersebut dirampungkan di tahun 2016. Penelitian ini bersifat deskriptif dan memakai metode penelitian Kualitatif dengan memakai metode Analisis semiotika dari Roland Barthes. Hasil penelitian tersebut membuktikan bahwa terdapat konstruksi seksualitas yang terkandung pada film Supernova.
19
Perbedaan antara penelitian ini dengan penelitian sebelumnya terdapat dalam fokus penelitian. Yang mana penelitian ini memakai film “Sexy Killer” sebagai objek yang nantinya dianalisis. Namun dalam penelitian Kartini film Supernova digunakan sebagai objek penelitian.
Disamping itu, penelitian ini memakai analisis framing milik Robert N. Entman. Disamping itu penelitian Kartini memakai analisis semiotik dari Roland Barthes. Penelitian sebelumnya ini digunakan untuk tinjauan guna menentukan bahan referensi tentang konstruksi pada film.
Ketiga, Penelitian dari Jeffry Wahyu Astono dimana mahasiswa Ilmu komunikasi Universitas Lampung. Penelitian dengan judul Konstruksi Film Mengenai Isu Penggusuran di Jakarta (Analisis Framing Film Jakarta Unfair). Penelitian ini diselesaikan di tahun 2018.
Peneliti ini memiliki sifat deskriptif serta memakai metode penelitian kualitatif dengan memakai metode analisis framing dari Robert N. Entman sama dengan peneliti yang dilakukan.
Perbedaan penelitian ini dengan penelitian milik Jeffry Wahyu Astono ada pada objek penelitian yakni pada pemilihan media yang nantinya dianalisis, dimana penelitian terdahulu memakai film “Jakarta Unfair” sedangkan dalam penelitian ini memakai film “sexy killer”
sebagai objek yang di analisis. Penelitian sebelumnya ini digunakan untuk rujukan guna menentukan bahan referensi agar penelitian ini bisa dirampungkan dengan sebaik-baiknya.
2.5 Propaganda Dalam film
Film memiliki pengaruh yang besar dan paling sering dipakai sebagai media propaganda, baik secara terbuka ataupun secara tersembunyi. Film ialah cerminan dari masyarakat, hal ini mulai dilakukan dalam beberapa penelitian mengenai hubungan antara film terhadap masyarakat. Hubungan film dan masyarakat selalu dipahami secara linier, dalam hal ini film berusaha untuk mempengaruhi dan membentuk masyarakat didasarkan pesan yang dimuat. (Budi Irwanto, 1999)
Film sebagai media massa juga bisa dijadikan untuk media propaganda yang cukup efektif. Seperti yang sudah dipaparkan sebelumnya bahwasannya sebuah pesan komunikasi memiliki tujuan dan informasi dari komunikan ke komunikatornya, pesan tersebut bisa berupa ilmu pengetahuan, informasi, hiburan , nasihat ataupun propaganda. Propaganda di film sudah digunakan oleh beberapa negara. Salah satunya ialah Amerika Serikat, melalui film Amerika serikat membuat propaganda mengenai kepahlawanan tentara Amerika yang ditunjukan saat
20
perang Vietnam. Seperti film Rambo First Bloode Part II (George F Cosmatus,1985), Coming Home (Hal Ashby 1978), Platon (Oliver Stone 1986), Full Metal Jacket (Stanley Kubrick, 1987) dan Apocalypse Now ( Franciz Ford Capollo 1979) (Nurudin, 2008).
Di Indonesia film propaganda banyak digunakan pada orde baru. Ada beberapa film yang popular pada saat itu diantaranya adalah film G30S PKI, film Janur Kuning dan Serangan fajar. Film G30S PKI dianggap sebagai film propaganda Soeharto agar pemahaman tentang komunisme yang pernah besar di Indonesia musnah untuk selamanya. Selain itu film juga termasuk dalam film propaganda yang digunakan oleh Soeharto untuk menggambarkan aksi kepahlawanan di balik serangan umum 1 maret 1949. Sedangkan film serangan fajar merupakan film yang menunjukkan penguasa pada rezim orba itu sebagai pahlawan revolusi Indonesia. (Tempo.co.id)
21 2.6 Kerangka berpikir
Pada penelitian ini, kerangka berpikir didapatkan dari setiap peristiwa yang menunjukan dampak dari pertambangan. Realitas mengenai pertambangan yang berdampak kepada masyarakat selanjutnya divisualkan oleh Watchdoc dalam kanal youtubenya menjadi film dokumenter dengan judul Sexy killer. Analisis nantinya dibagi setiap adegan yang memperilahtkan dampak dari pertambanagan, yang dijadikan sebagai fokus penelitian adalah dialog dan adegan mengenai dampak dari pertambanagan dalam film sexy killer. Selanjutnya dari dialog serta adegan yang ada pada film tersebut, peneliti nantinya menganalisis film sexy killer dengan memakai analisis framing dari Robert Entman agar bisa mengetahui framing yang dibuat oleh film sexy killer