• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL DAN PEMBAHASAN. Deskripsi Umum

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "HASIL DAN PEMBAHASAN. Deskripsi Umum"

Copied!
24
0
0

Teks penuh

(1)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Deskripsi Umum

Keadaan Umum

Jumlah penduduk Jawa Barat pada Tahun 2002 mencapai 37.291.946 jiwa dengan laju pertambahan penduduk sebesar 2,33 persen. Secara kuantitatif kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) Jawa Barat diukur dari Indeks Pembangunan Manusia (IPM) pada tahun 2002 mencapai 67,45. Derajat kesehatan yang tercermin dalam Usia Harapan Hidup (UHH) mencapai 64,93 tahun, derajat pendidikan diukur dari Angka Melek Huruf (AMH) mencapai 93,94 persen, dan rata-rata lama sekolah mencapai 7,04 tahun. Adapun kemampuan ekonomi yang diukur dari konsumsi per kapita mencapai Rp 551.350 (lima ratus lima puluh satu ribu tiga ratus lima puluh rupiah).

Jumlah penduduk miskin pada tahun 2002 berjumlah 4. 938.200 jiwa atau sekitar 13,58 persen dari total jumlah penduduk Jawa Barat. Kondisi infrastruktur jalan dilihat dari indikator aksesibilitas (panjang jalan/luas area) rata- rata Jawa Barat baru mencapai 20,53. Selanjutnya dilihat dari indeks mobilitas (panjang jalan/1000 penduduk) baru mencapai 0,54. Kondisi infrastruktur air, untuk air bersih cakupan air bersih baru mencapai 67,13 persen. Untuk irigasi Jawa Barat yang memiliki areal sawah seluas 767.443 Ha, sebesar 76,47 persen beririgasi teknis yang dikelola pemerintah dan 13,39 persen irigasi perdesaan yang dikelola oleh masyarakat, adapun 10,14 persen sawah tadah hujan. Untuk energi listrik sampai dengan Desember 2001 jumlah desa yang sudah menggunakan listrik 5.695 desa (99,11 persen), namun berdasarkan rasio elektrifikasi tahun 2000, sekitar 49,28 persen , sedangkan di daerah perkotaan sekitar 78,93 persen.

Untuk infrastruktur telekomunikasi pembangunan jaringan telepon di propinsi Jawa Barat sampai tahun 2000 yang dilakukan TELKOM dan mitra KSO-nya sebanyak 676,051 SST (setara dengan 2,43 SST per 100 penduduk) jumlah desa yang terjangkau fasilitas telepon di setiap Kabupaten/Kota rata-rata 67,96 persen.

Khusus kota Bandung, kota Cirebon, kota Sukabumi dan kota-kota Jabodebek seluruh desa telah terlayani fasilitas telekomunikasi.

(2)

Jumlah desa dan kelurahan di seluruh wilayah Jawa Barat adalah 5.776 yang terdiri dari 5.233 desa dan 543 kelurahan. Kondisi desa di Jawa Barat sampai saat ini masih memprihatinkan, hal tersebut dapat terlihat dari sekitar 35 persen desa di Jawa Barat yang masih rawan kemiskinan dan sekitar 3.302 desa yang masih rawan infrastruktur perdesaan seperti rawan air bersih, rawan infrastruktur jalan, rawan listrik dan rawan sanitasi perdesaan.

Program Raksa Desa Tahun 2003 di Kabupaten Bogor

Kabupaten Bogor Tahun 2003 mendapat alokasi untuk program Raksa Desa di 55 Desa 11 Kecamatan. Dana keseluruhan program Raksa Desa Tahun 2003 untuk Kabupaten Bogor sebesar Rp 7.898.000.000 (tujuh milyar delapan ratus sembilan puluh delapan juta rupiah) dengan rincian; kegiatan fisik sebesar Rp 3. 300.000.000 (tiga milyar tiga ratus juta rupiah), ekonomi perguliran sebesar Rp 2.200.000.000 (dua milyar dua ratus juta rupiah), Biaya Operasioan Pelaksanaan (BOP) Satuan Pelaksana (Satlak) Kabupaten Rp 8.250.000 (delapan juta dua ratus lima puluh ribu rupiah), BOP Satlak Kecamatan sebesar Rp 13.750.000 (tiga belas juta tujuh ratus lima puluh ribu rupiah), BOP Satla k desa Rp 220.000.000 (dua ratus dua puluh juta rupiah), insentif Sarjana Pendamping Rp 26.400.000 (dua puluh enam juta empat ratus ribu rupiah), peningkatan kinerja aparat desa/kelurahan sebesar Rp 2.130.000.000 (dua milyar seratus tiga puluh juta rupiah).

Program Raksa Desa di Kabupaten Bogor juga didukung oleh APBD Kabupaten sebesar Rp 199.979.100 ( seratus sembilan puluh sembilan juta sembilan ratus tujuh puluh sembilan seratus rupiah). Setiap desa mendapat dana tugas pembantuan sebesar Rp 100.000.000 yang dipergunakan untuk kegiatan fisik sebesar Rp 40.000.000 (empat puluh juta rupiah), dan kegiatan ekonomi modal bergulir Rp 60.000.000 (enam pulih juta rupiah). Untuk Tahun 2003 terserap swadaya masyarakat sebesar Rp 1.140.075.000 (satu milyar seratus empat puluh juta tujuh puluh lima ribu rupiah). Keseluruhan kegiatan fisik yang dilaksanakan di 55 desa berjumlah sebanyak 195 kegiatan dengan macam-macam kegiatan seperti pembuatan jalan, jembatan, pipanisasi air bersih dan lain-lain.

(3)

Hasil-hasil Pelaksanaan Program Raksa Desa Tahun 2003 di Kecamatan Ciampea Kabupaten Bogor

Sesuai dengan batasan pagu dan alokasi program Raksa Desa bagi desa- desa terpilih masing-masing mendapatkan bantuan dana sebesar Rp 109.000.000 (seratus sembilan juta rupiah) dengan perencanaan sebagai berikut:

a Dana untuk peningkatan kinerja aparatur desa Rp 5.000.000 b Biaya Operasional Pela ksanaan Satlak Desa Rp 4.000.000 c Dana modal ekonomi bergulir Rp 60.000.000 d Dana pembangunan prasarana fisik Rp 40.000.000

Total alokasi anggaran bantuan untuk 3 desa (Cibanteng, Bojong Jengkol, dan Cinangka) Rp 327.000.000 (tiga ratus dua puluh tujuh juta rupiah). Realisasi anggaran dilakukan melalui dua tahap, tahap pertama bagi desa terpilih mendapatkan dana Rp 68.000.000, dan tahap kedua masing-masing desa menerima Rp 41.000.000. B idang pembangunan sarana fisik Kecamatan Ciampea dapat dilihat pa da Tabel 2.

Tabel 2. Hasil Pembangunan Fisik Program Raksa Desa Tahun 2003 di Kecamatan Ciampea

No Jenis Kegiatan Volume Alokasi

Anggaran (Rp)

Keterangan

1 Pembuatan jalan baru dan pengerasan

4,65 km 50.719.000 Desa Cinangka 2 Betonisasi jalan desa dan

Gang

6.700 m 68.850.000 Desa Bojong Jengkol, Cibanteng dan Cinangka 3 Pembuatan jembatan 3 unit 7.270.000 Des a Cibanteng dan

Cinangka 4 Pembuatan MCK/Bak air

bersih

3 unit 9.300.000 Desa Cibanteng dan Cinangka

5 Rehabilitasi Saluran air bersih

812 m 8.000.000 Desa Bojong Jengkol 6 Pembuatan bendungan air 200 m 3.361.000 Desa Cinangka 7 Pembuatan poskamling

permanen

2 unit 2.000.000 Desa Cibanteng 8 Pembuatan bak sampah

permanen

1 unit 250.000 Desa Cibanteng 9. Pemagaran TPU 500 m 5.250.000 Desa Cibanteng

Total 155.000.000

(4)

Tabel 2 memperlihatkan bahwa jenis kegiatan pada ketiga desa adalah pembuatan jalan baru dan pengerasan, betonisasi jalan desa dan gang, pembuatan MCK/Bak air bersih, rehabilitasi saluran air bersih, pembuatan bendungan air, pembangunan poskamling permanen, pembuatan bak sampah permanen, dan pemagaran tempat pemakaman umum. Sesuai Petunjuk Teknis dan Petunjuk Pelaksanaan program Raksa Desa, maka jenis -jenis kegiatan yang telah diselenggarakan oleh masyarakat di Kecamatan Ciampea sudah meliputi pembangunan untuk kesehatan, dan kelancaran usaha. Namun pembangunan sarana fisik pendidikan belum dilaksanakan di Kecamatan Ciampea. Hasil swadaya masyarakat pada ketiga desa dapat dilihat pada tabel dibawah ini

Tabel 3. Hasil Swadaya Masyarakat Desa Cibanteng dalam Program Raksa Desa Tahun 2003 di Kecamatan Ciampea

No Jenis Kegiatan Volume Lokasi Dana Swadaya

Tahap I (Rp)

Dana Swadaya Tahap II (Rp) 1 Betonisasi jalan desa 400X2,5 RW

03/04/05/07

4.640.000 -

2 Betonisasi jalan setapak 2000X1 RT 01 s/d 36 37.464.000 3.600.000 3 Pembangunan pos

kamling

2 unit RT 05/03 2.055.500 -

4 Pemagaran TPU 500 m RT 01 s/d 08 5.833.000 -

5 Pembangunan Bak sampah

I unit RT 01 s/d 08 - -

6 Pembangunan jembatan 2 unit - - 4.469.000

7 Pembangunan Bak Air Bersih

6X10 m - - 1.705.000

JUMLAH 49.992.500 9.774.000

Tabel 4. Hasil Swadaya Masyarakat Desa Bojong Jengkol dalam Program Raksa Desa Tahun 2003 di Kecamatan Ciampea

No Jenis Kegiatan Volume Lokasi Dana Swadaya

Tahap I (Rp)

Dana Swadya Tahap II (Rp) 1 Betonisasi jalan Desa 900 m RW 08 5.555.000 1.497.500 2 Betonisasi jalan Desa 100 m RT 06 4.920.000 1.248.000

3 Betonisasi Gang 700 m RT 05/03 1.500.000 446.500

4 Betonisasi Gang 300 m RT 01 2.373.000 555.500

5 Betonisasi Gang 300 m RT 03 2.377.000 692.000

6 Betonisasi Gang 200 m RW 05 1.830.000 460.000

7 Betonisasi Gang 200 m RW 07 1.095.000 305.000

8 Rehabilitasi Pembangunan Saluran Air bersih

12 m RW 04 2.169.000 402.500

JUMLAH 21.819.000 5.607.000

(5)

Tabel 5. Hasil Swadaya Masyarakat Desa Cinangka dalam Program Raksa Desa Tahun 2003 di Kecamatan Ciampea

No Jenis Kegiatan Volume Lokasi Dana Swadaya

Tahap I (Rp)

Dana Swadya Tahap II (Rp) 1 Pengerasan jalan desa 1000 m RT 12/03 3.955.000 - 2 Pembangunan jalan dan

jembatan

141,75 m

RT 20/04 10.250.000 1.900.000

3 Pembuatan MCK 76 m RT 10/02 dan

RT 08/02

3.793.000 -

4 Pembangunan bendungan air

200 m RT 28/05 - 3.015.000

5 Pembangunan jembatan 50,7 m RT 26 dan 15 6.460.000 -

JUMLAH 24.458.000 4.915.000

Tabel 3, 4, dan 5 memperlihatkan bahwa swadaya masyarakat pada ketiga desa cenderung berorientasi pada pembangunan jalan dan bendungan. Berarti masyarakat lebih tertarik memberi sumbangan untuk aspek kesehatan dan kelancaran usaha . Kesadaran masyarakat untuk membangunan sarana fisik pendidikan belum muncul, padahal banyak bangunan sekolah yang harus diperbaiki. Untuk melihat jenis usaha dan jumlah dana yang disalurkan untuk ekonomi modal bergulir dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6. Jenis Usaha dan Jumlah Dana yang Disalurkan bagi Penerima Bantuan Ekonomi Bergulir Tahun 2003 di Kecamatan Ciampea

No Jenis Usaha Jumlah Penerima (Orang) Jumlah Dana yang disalurkan (Rp)

1 Perdagangan 727 239.400.000

2 Kerajinan 64 34.200.000

3 Peternakan 2 10.000.000

4 Pertanian 2 900.000

5 Perikanan 10 3.000.000

6 Perbengkelan 2 300.000

7 Industri batako 4 11.000.000

8 Angkutan 3 3.200.000

Total 814 300.000.000

Tabel 6 memperlihatkan bahwa jenis usaha perdagangan menempati urutan tertinggi penerima bantuan dana ekonomi bergulir. Dalam program Raksa Desa dijelaskan jenis usaha yang dapat dikembangkan harus memenuhi syarat- syarat:

(6)

a Cepat menghasilkan, yaitu jarak waktu antara penerima bantuan modal bergulir dengan penerimaan hasil kegiatan ekonomi produktif yang menguntungkan tidak terlalu lama.

b Tersedianya potensi (sumber daya manusia dan alam) yang siap digunakan.

c Produk yang dapat dipasarkan dan sesuai permintaan pasar, sehingga memberikan nila i tambah.

d Usaha yang dikembangkan dapat memenuhi kebutuhan dasar yang sifatnya mendesak.

e Pengembangan usaha dapat memberikan hasil dan dapat digulirkan kepada calon pemanfaat lain berdasarkan kesepakatan dalam musyawarah kelompok masyarakat.

f Mudah dilaksanakan dengan keterampilan yang telah ada, telah dikenal dan dikuasai.

g Disesuaikan dengan potensi dan kondisi setempat, sehingga tidak merusak kelestarian lingkungan hidup.

h Pengembangan usaha para anggota kelompok masyarakat harus saling mendukung jenis usahanya dan tidak bersaing.

i Pengembangan usaha secara sosial dapat diterima masyarakat.

Adapun tahap perguliran dana program Raksa Desa dapat dilihat pada Tabel 7 dan 8.

Tabel 7. Tahap I Perguliran Dana Program Raksa Desa Tahun 2003 di Kecamatan Ciampea

N o

Nama Des a Waktu Pergulir an

Jml Klpk

Jml Orng

Total Dana Bergulir

Masa Pinjam an/bln

Jasa % /bln

Total Angsuran 1 Cibanteng 16/09/03 07 136 30.000.000 10 1% 3.300.000 2 Bj. Jengkol 12/09/03 13 82 Gol 1:

19.500.000 Gol 2:

10.500.000

12 1%

1,25%

1.820.000

1.881.249 3 Cinangka 13/09/03 08 65 30.000.000 06 1% 3.300.000

JUMLAH 90.000.000 10.301.249

(7)

Tabel 8. Tahap II Perguliran Dana Program Raksa Desa Tahun 2003 di Kecamatan Ciampea

No Nama Des a Waktu Pergulir an

Jml Klpk

Jml Orng

Total Dana Bergulir

Masa Pinjam an (bln)

Jasa % /bln

Total Angsuran 1 Cibanteng 15/12/03 07 121 30.000.000 10 1% 3.300.000 2 Bj. Jengkol 12/12/03 10 84 Gol 1:

19.500.000 Gol 2:

10.500.000

12 1%

1,25%

1.820.000

1.881.249

3 Cinangka 13/12/03 08 44 30.000.000 06 1% 3.300.000

JUMLAH 90.000.000 10.301.249

Tabel 7 dan 8 memperlihatkan bahwa besarnya dana pada perguliran pertama dan kedua sama jumlahnya, masa peminjamannya dan angsurannya.

Hanya berbeda pada jumlah kelompok dan jumlah penerima bantuan. Hal ini mengindikasikan bahwa perguliran program Raksa Desa sudah sesuai dengan waktu yang direncanakan.

(8)

Karakteristik Anggota

Karakteristik anggota yang diamati meliputi: umur, pendidikan, pekerjaan, pengalaman, dan penghasilan. Sebaran anggota berdasarkan karakteristik dapat dilihat pada Tabel 9.

Tabel 9. Distribusi Karakteristik Anggota Penerima Bantuan Program Raksa Desa di Kecamatan Ciampea Kabupaten Bogor

Jumlah No Karakteristik

Responden

Kategori

N %

1 Umur Muda (25-41 Tahun) Dewasa (42-59 Tahun) Tua (60-76 Tahun) Jumlah

31 38 5

74

41,9 51,3 6,8 100,0 2 Pendidikan Rendah (Tdk sekolah – Tamat SD)

Sedang (Tdk tamat SMP- Tdk tamat SMA) Tinggi (Tamat SMA ke atas)

Jumlah

58 8 8 74

78,4 10,8 10,8 100,0 3 Pekerjaan Petani

Peternak Pedagang Pengrajin Perbengkelan Jumlah

4 1 51 3 15 74

5,4 1,4 68,9 4,1 20,2 100,0 4 Pengalaman Sedikit (1-12 Tahun)

Sedang (13- 26 Tahun) Banyak (27-40 Tahun) Jumlah

62 10 2 74

83,8 13,5 2,7 100,0 5 Penghasilan

per bulan

Rendah (Rp 90.000- Rp 226.000) Sedang ( Rp 227.000- Rp 363.000) Tinggi (Rp 364.000- Rp 500.000) Jumlah

68 5 1 74

91,9 6,8 1,3 100,0 Pada Tabel 9 terlihat bahwa anggota kelompok penerima bantuan program Raksa Desa tahap I Tahun 2003 di Kecamatan Ciampea tergolong dalam kategori dewasa, dengan kisaran umur 42-59 Tahun. Tingkat pendidikan formal anggota umumnya tergolong rendah (78,4%) tidak bersekolah sampai tamat SD 58 orang, tidak tamat SMP sampai tidak tamat SMA 8 orang (10,8%), dan anggota yang tamat SMA 8 orang (10,8%). Latar belakang rendahnya pendidikan anggota berpengaruh terhadap pengetahuan dan sikap mental anggota dalam program Raksa Desa. Anggota yang berpendidikan rendah cenderung bersikap pasif,

(9)

sedangkan anggota yang berpendidikan tinggi mempunyai keberanian dan aktif terlibat dalam program Raksa Desa.

Sebagian besar anggota yang bekerja sebagai pedagang (68,9%) lebih diprioritaskan untuk memperoleh bantuan ekonomi modal bergulir, karena jenis pekerjaan ini lebih cepat mengasilkan, sehingga dana dapat digulirkan ke anggota yang lain. Pengalaman anggota dalam berusaha umumnya sedikit (83,8%) dengan kisaran 1 – 12 tahun. Jumlah rata-rata pengalaman anggota sangat terkait dengan umur anggota dan jenis perkerjaan. Anggota yang memiliki umur lebih muda memiliki pengalaman usaha sedikit, sedangkan anggota yang berumur dewasa dan tua memiliki pengalaman usaha di atas rata-rata. Anggota yang bekerja sebagai petani memiliki pengalaman usaha 27-40 tahun. Sedangkan yang bekerja sebagai pedagang pengalaman usahanya cenderung sedikit, karena anggota tersebut cenderung sering beralih profesi.

Tingkat pendapatan anggota sebagian besar tergolong rendah (91,9%) dengan kisaran Rp 90.000 – Rp 226.000 per bula n. Pendapatan anggota tersebut berada di bawah konsumsi per kapita Kabupaten Bogor yakni Rp 551. 350 (lima ratus lima puluh satu ribu tiga ratus lima puluh rupiah). Berarti pendapatan anggota belum dapat memenuhi kebutuhan konsumsi, dengan demikian hal ini berpengaruh pada tingkat pendidikan dan kesehatan masyarakat. Rendahnya pendapatan masyarakat menyebabkan masyarakat mengutamakan kebutuhan sandang pangan daripada biaya sekolah, dan untuk kesehatan masyarakat seadanya saja. Keadaan demikian menggambarkan bahwa masyarakat masih berada dalam tingkat pendidikan yang rendah, tingkat kesadaran kesehatan yang rendah, dan pendapatan yang rendah. Berdasarkan keadaan, masyarakat perlu mendapat perhatian pemerintah, karena hal ini menyangkut kebutuhan dasar.

Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa anggota penerima bantuan program Raksa Desa tahap pertama, memiliki pendidikan rendah, pengalaman sedikit dalam berusaha, dan berpenghasilan rendah.

(10)

Pola Intervensi Pemerintah

Pola intervensi yang diamati meliputi: pendekatan, peran pendamping, dan ketepatan program. Sebaran anggota berdasarkan pola inter vensi dapat dilihat pada Tabel 10.

Tabel 10. Distribusi Anggota berdasarkan Pola Intervensi Pemerintah dalam Program Raksa Desa di Kecamatan Ciampea Kabupaten Bogor

Jumlah No Pola Intervensi

Pemerintah

Kategori

N %

1 Pendekatan partisipatif Tidak partisipatif (8- 11) Kurang partisipatif (12- 15) partisipatif (16-20)

Jumlah

11 47 16 74

14,9 63,5 21,6 100,0 2 Peran Pendamping Rendah (5-8)

Sedang (9-11) Tinggi (12- 15) Jumlah

59 15 0 74

79,7 20,3 0 100,0 3 Ketepatan program Tidak tepat (4- 6)

Kurang tepat (7-9) Tepat (10-12) Jumlah

34 35 5 74

45,9 47,3 6,8 100,0 Pada Tabel 10 terlihat sebagian besar anggota beranggapan bahwa pemerintah belum melakukan pendekatan partisipatif. Hanya sebagian kecil saja yang mengaku bahwa pemerintah telah melakukan pendekatan partisipatif.

Sarjana Pendamping yang diharapkan lebih memperhatikan dan mementingkan aspirasi anggota juga lebih berorientasi kepada pemerintah (ke atas). Demikian pula masih terjadi rendahnya ketepatan program dengan kebutuhan masyarakat.

Pendekatan mobilisasi dapat mengakibatkan rendahnya partisipasi anggota. Satuan Pelaksana Desa yang menggunakan pendekatan tersebut menganggap bahwa anggota masyarakat adalah pihak yang tidak tahu apa -apa, maka anggota tersebut tidak dilibatkan dalam penentuan kegiatan program.

Sebaliknya, anggota beranggapan bahwa urusan rapat dan penentuan kegiatan adalah tanggung jawab pihak desa, karena itu anggota tidak menganggap penting keterlibatannya dalam musyawarah tersebut. Untuk tercapainya pendekatan partisipatif, maka Nugroho (1996) mengatakan terdapat 6 (enam) prinsip pendekatan partisipatif: (a) kesetaraan dan kemitraan (b) transparansi, (c)

(11)

jawab (sharing responsibility), (e) pemberdayaan (empowerment), dan (f) kerjasama. Satuan Pelaksana Desa seharusnya menempatkan anggota sebagai partner yang memiliki kewenangan yang sama dan memiliki sikap yang terbuka kepada anggota tentang pelaksanaan program.

Sarjana Pendamping sebagai agen pembaharuan dapat meningkatkan partisipasi anggota melalui orientasi kebutuhan anggota. Menurut Nasution (2000) terdapat tujuh tugas utama agen perubahan dalam melaks anakan difusi inovasi (Rogers dan Shoemaker, 1971): (a) menumbuhkan keinginan masyarakat untuk melakukan perubahan, (2) membina suatu hubungan dalam rangka perubahan, (c) mendiagnosa permasalahan yang dihadapi masyarakat, (d) menciptakan keinginan perubahan dikalangan klien, (e) menerjemahkan keinginan perubahan tersebut menjadi tindakan nyata, (f) menjaga kestabilan perubahan dan mencegah terjadinya drop -out, dan (g) mencapai suatu terminal hubungan. Namun hasil pengamatan di lapangan menggambarkan bahwa Sarjana Pendamping tidak berorientasi kepada kebutuhan masyarakat, sehingga tidak tercipta suatu hubungan antara anggota dengan Sarjana Pendamping. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa Sarjana Pendamping lebih berorientasi ke atas (pemerintah) di banding ke bawah (anggota).

Ketidaktepatan program dapat menyebabkan rendahnya partisipasi anggota. Dari hasil pembangunan infrastruktur ketidaktepatan pembangunan fisik seperti pembangunan pos kamling permanen, pembangunan bak sampah permanen, dan pembangunan gang jalan, dianggap oleh anggota tidak tepat. Hal ini disebabkan pembangunan fisik tersebut hanya untuk kepentingan kalangan tertentu dan belum dirasakan oleh semua masyarakat. Di samping itu, perguliran ekonomi juga dirasakah kurang tepat, karena besarnya dana yang dipinjamkan tidak sesuai dengan kebutuhan anggota. Kisaran modal yang diterima anggota Rp 200.000-Rp 300.000, dan masing-masing anggota harus membayar bunga 1-1,25 persen per bulan. Hal ini tidak sesuai dengan petunjuk teknis program, karena biaya operasioanl pelaksanaan sudah dialokasikan oleh Pemerintah Propinsi.

Dengan demikian dapat dikatakan bahwa program Raksa Desa belum dilaksanakan secara tepat.

(12)

Proses Komunikasi

Proses komunikasi yang diamati meliputi: arah komunikasi, intensitas komunikasi dan konvergensi komunikasi. Sebaran anggota berdasarkan pola intervensi dapat dilihat pada Tabel 11.

Tabel 11. Distribusi Anggota berdasarkan Proses Komunikasi dalam Program Raksa Desa di Kecamatan Ciampea Kabupaten Bogor

Jumlah

No Proses Komunikasi Kategori

N %

1 Arah komunikasi Linear (2-4) Interaktif (5-6) Jumlah

61 13 74

82,4 17,6 100,0 Rendah (10-15)

Sedang (16- 21) Tinggi (22-28) Jumlah

46 16 12 74

62,2 21,6 16,2 100,0 2 Intensitas komunikasi

2.1. Frekuensi komunikasi

2.2. Substansi komunikasi Tidak pernah (2-3) Jarang (4-5) Sering (>6) Jumlah

58 12 4 74

78,4 16,2 5,4 100,0 3 Konvergensi komunikasi Tidak konvergen (4-6)

Kurang konvergen (7-9) Konvergen (10- 12) Jumlah

51 11 12 74

68,9 14,9 16,2 100,0

Pada Tabel 11 terlihat sebagian besar anggota beranggapan bahwa komunikasi dari atas ke bawah (linear) masih mendominasi pelaksanaan program Raksa Desa. Satuan Pelaksanaan Desa dan Sarjana Pendamping tidak melibatkan masyarakat dalam pengambilan keputusan tentang pembangunan infrastruktur dan ekonomi modal bergulir. Anggota masyarakat juga bersikap demikian, bahwa pengambilan keputusan adalah tanggung jawab Satuan Pelaksana Desa dan Sarjana Pendamping. Intensitas komunikasi anggota dalam frekuensi masih rendah, dan substansi tentang program Raksa Desa masih belum memadai. Secara konseptual konvergensi komunikasi sebagai salah satu upaya meningkatkan pemahaman kolektif dan berkesinambungan, ternyata menurut sebagian besar anggota juga tidak terjadi, hanya sebagian kecil saja yang mengaku bahwa telah terjadi diskusi antara anggota dengan Satuan Pelaksana Desa dan Sarjana

(13)

pegawai desa termasuk Satuan Pelaksana Desa. Sehingga anggota tersebut sering terlibat diskusi dengan Satuan Pelaksana terkait masalah program Raksa Desa.

Arah komunikasi yang masih didominasi oleh pola komunikasi top-down dalam program Raksa Desa, dapat dilihat pada penentuan pembangunan infrastruktur dan pelaksanaan ekonomi modal bergulir. Anggota sebagai sasaran program tidak dilibatkan dalam penentuan pembangunan infrastruktur, ini terbukti dari rendahnya keterlibatan anggota dalam perencanaan program dan evaluasi program, namun anggota banyak terlibat pada tahap pelaksanaan program dan pemanfaatan program. Hal ini mengindikasikan anggota hanya ditempatkan sebagai pekerja, bukan sebagai pene ntu program. Demikian pula pengalokasian dana ekonomi modal bergulir, anggota tidak mengetahui tentang besarnya dana bantuan, namun anggota hanya diberi pinjaman yang sudah ditetapkan sebesar Rp 200.000-Rp 300.000 dengan bunga per-bulan 1-1,25 persen. Hal ini tidak sesuai dengan petunjuk teknis dan petunjuk pelaksanaan, karena pemerintah propinsi telah menetapkan biaya operasional pelaksanaan sebesar Rp 4.000.000 dan dana untuk peningkatan kinerja aparatur desa sebesar Rp. 5.000.000. Penambahan dana pengembalian menyebabkan keberatan dan kecurigaan masyarakat, karena alokasi dana tersebut tidak jelas. Namun Satuan Pelaksana Desa berdalih bahwa dana tersebut digunakan untuk biaya pemungutan dana pinjaman yang dilakukan setiap minggu oleh petugas penagih pin jaman, dan besarnya bunga pinjaman sudah disetujui oleh masyarakat. Masyarakat sebagai orang yang membutuhkan dana bantuan diminta persetujuannya pada saat penyerahan dana pinjaman oleh Satuan Pelaksana pada saat penandatanganan pengambilan uang pinjaman. Menyikapi hal itu, berarti masyarakat dituntut menerima ketetapan tersebut. Hal ini mengindikasikan bahwa komunikasi yang diterapkan masih menggunakan pola komunikasi dari atas ke bawah.

Intensitas komunikasi anggota tentang program Raksa Desa dapat dilih at pada frekuensi bertanya, meminta klarifikasi dan kebutuhan informasi. Anggota memiliki frekuensi komunikasi yang rendah, karena anggota jarang melakukan kegiatan bertanya, dan meminta klarifikasi kepada Satuan Pelaksana dan Sarjana Pendamping. Rendahnya frekuensi komunikasi anggota disebabkan karena

(14)

Satuan Pelaksana tidak pernah mengajak atau mengundang anggota untuk membahas tentang program Raksa Desa tersebut. Begitu pula dengan substansi komunikasi anggota.

Konvergensi komunikasi sebagai langkah tepat guna meningkatkan pengetahuan anggota dan pengurus tentang program Raksa Desa tidak terjadi.

Hanya sebagian kecil saja yang mengaku bahwa telah terjadi komunikasi dua arah antara anggota dengan Satuan Pelaksana Desa dan Sarjana Pendamping.

Konvergensi komunikasi yang rendah antara anggota dengan Satuan Pelaksana dan Sarjana Pendamping, disebabkan karena Satuan Pelaksana tidak menganggap penting untuk melibatkan anggota masyarakat dalam musyawarah perencanaan pembangunan infrastruktur dan perguliran ekonomi. Menurut Satuan Pelaksana Desa, anggota masyarakat tidak perlu dilibatkan dalam musyawarah karena pendidikan anggota yang rendah dan ketidaktahuan anggota tentang program Raksa Desa akan menyebabkan musyawarah tidak efektif. Anggapan yang demikian tentunya tidak sesuai dengan prinsip partisipatif, bagaimanapun melibatkan masyarakat dalam musyawarah akan dapat menggali kebutuha n- kebutuhan anggota.

Prasyarat Partisipasi

Prasyarat partisipasi yang diamati meliputi: kesempatan, kemampuan dan kemauan. Sebaran anggota berdasarkan prasyarat partisipasi dapat dilihat pada Tabel 12.

Tabel 12. Distribusi Anggota berdasarkan Prasyarat Partisipasi dalam Program Raksa Desa di Kecamatan Ciampea Kabupaten Bogor

Kategori No Prasyarat Partisipasi

Rendah (%) Sedang (%) Tinggi (%) Total (74)

1 Kesempatan 52,7 28,4 18,9 100,0

2 Kemampuan 33,8 32,4 33,8 100,0

3 Kemauan 2,7 44,6 52,7 100,0

Keterangan: (74) adalah total responden

Pada Tabel 12 terlihat sebagian besar anggota tidak memperoleh kesempatan untuk berpartisipasi, hanya sebagian kecil saja yang mengaku memperoleh kesempatan. Kemauan anggota yang tinggi tidak dibarengi oleh

(15)

dimiliki anggota disebabkan karena anggota tidak aktif mencari informasi dan tidak menangkap peluang yang ada. Kecenderungan sikap anggota adalah menunggu pihak desa memberi kesempatan kepada mereka. Kemauan anggota untuk terlibat dalam program Raksa Desa masih sebatas sebagai pekerja , anggota belum mampu membuat perencanaan program secara sistematis. Untuk itu anggota perlu didampingi oleh Satuan Pelaksana Desa dan Sarjana Pendamping.

Partisipasi Anggota

Partisipasi anggota yang diamati meliputi keterlibatan dalam perencanaan, pelaksanaan, evaluasi dan pemanfaatan. Sebaran anggota berdasarkan partisipasi dapat dilihat pada Tabel 13.

Tabel 13. Distribusi Anggota berdasarkan Partisipasi dalam Program Raksa Desa di Kecamatan Ciampea Kabupaten Bogor

Kategori No Partisipasi Anggota

Rendah (%) Sedang (%) Tinggi (%) Total (74)

1 Perencanaan 91,9 8,1 0 100,0

2 Pelaksanaan 43,2 43,2 13,6 100,0

3 Evaluasi 79,7 16,2 4,1 100,0

4 Pemanfaatan 1,4 55,4 43,2 100,0

Keterangan: (74) adalah total responden

Pada Tabel 13 terlihat keterlibatan anggota dalam perencanaan dan evaluasi sebagian besar rendah. Namun keterlibatan anggota dalam pelaksanaan dan pemanfaatan sebagian besar terlibat. Hal ini berarti keterlibatan anggota masih pada tahap sebagai pekerja, bukan sebagai pembuat keputusan. Rendahnya keterlibatan anggota dalam pembuat keputusan disebabkan karena Satuan Pelaksana tidak memberi kesempatan kepada anggota untuk terlibat dalam penentuan kegiatan pembangunan infrastruktur dan ekonomi modal bergulir, sehingga keterlibatan anggota hanya pada tahap pelaksanaan dan pemanfaatan.

Hal ini mengindikasikan bahwa intervensi pemerintah dalam program Raksa Desa masih tinggi, sehingga partisipasi masyarakat menjadi rendah.

(16)

Hubungan Karakteristik Anggota dengan Proses Komunikasi dalam Program Raksa Desa

Analisis uji Rank Spearman antara karakterisitik anggota dengan proses komunikasi disajikan pada Tabel 14.

Tabel 14. Koefisien Korelasi Rank Spearman antara Karakteristik Anggota dengan Proses Komunikasi dalam Program Raksa Desa

Proses Komunikasi Intensitas Komunikasi No Karakteristik anggota

Arah

komunikasi Frekuensi komunikasi

Substansi komunikasi

Konvergensi komunikasi

1 Umur -0,031 -0,054 0,043 0,015

2 Pendidikan -0,146 -0,010 -0,006 0,012

3 Penghasilan 0,203 0,191 0,110 0,049

4 Pengalaman berusaha -0,137 -0,137 0,189 -0,067

Pada Tabel 14 terlihat karakteristik anggota tidak mempunyai hubungan yang nyata dengan proses komunikasi. Rendahnya pendidikan, penghasilan, dan pengalaman mengakibatkan rendahnya interaksi anggota dengan Satuan Pelaksana Desa, rendahnya intensitas komunikasi anggota dan rendahnya konvergensi komunikasi anggota dalam program Hasil pengamatan di lapangan menggambarkan bahwa anggota yang berpendidikan rendah cenderung menerima informasi dari Satuan Pelaksana dan tidak memberi tanggapan, intensitas komunikasi anggota rendah, baik dalam bertanya dan meminta klarifikasi, maupun dalam membicarakan tentang program dengan sesama anggota. Di samping itu keterlibatan anggota dalam musyawarah rendah, walaupun sudah diundang untuk menghadiri rapat, anggota cenderung merasa tidak percaya diri dan tidak memiliki pengetahuan tentang program tersebut. Satuan Pelaksana Desa sebagai penanggung jawab program juga bersikap demikian, yakni menganggap keterlibatan anggota tidak berpengaruh besar dalam penentuan kegiatan program.

Berdasarkan hasil pengamatan dapat disimpulkan bahwa hipotesis yang menyatakan terdapat hubungan nyata antara karakterisitik anggota dengan proses komunikasi tidak terbukti.

(17)

Hubungan Karakteristik Anggota dengan Prasyarat Partisipasi dalam Program Raksa Desa

Analisis uji Rank Spearman antara karakteristik anggota dengan prasyarat partisipasi disajikan pada Tabel 15.

Tabel 15. Koefisien Korelasi Rank Spearman antara Karakteristik Anggota dengan Prasyarat Partisipasi dalam Program Raksa Desa

Prasyarat Partisipasi No Karakteristik Anggota

Kesempatan Kemampuan Kemauan

1 Umur -0,009 -0,051 -0,086

2 Pendidikan -0,059 0,069 0,184

3 Penghasilan 0,054 -0,080 -0,087

4 Pengalaman berusaha -0,063 -0,012 -0,178

Pada Tabel 15 terlihat tidak terdapat hubungan nyata antara karakteristik anggota dengan prasyarat partisipasi. Rendahnya pendidikan, penghasilan dan penglaman usaha anggota menyebabkan anggota memiliki kesempatan, kemampuan dan kemauan yang rendah. Hasil pengamatan di lapangan menggambarkan anggota memperoleh kesempatan sebagai penerima bantuan program, namun bantuan yang diberikan sangat sedikit dan tidak bisa mengembangkan usaha anggota. Di samping itu kemampuan anggota untuk berpartisipasi dipengaruhi oleh pendidikan anggota yakni sikap dan pengetahuan anggota. Rendahnya pendidikan anggota berarti pengetahuan dan sikap mental anggota juga rendah, sehingga hal ini mempengaruhi kemampuan anggota.

Penghasilan anggota pada umumnya rendah, karena sebagain besar mempunyai skala usaha mikro. Melalui program ini anggota tersebut diberi bantuan modal, namun modal tersebut ternyata tidak dapat mengembangkan usaha anggota.

Berdasarkan hasil pengamatan dapat disimpulkan bahwa hipotesa yang menyatakan bahwa terdapat hubungan nyata antara karakteristik dengan prasyarat partisipasi tidak terbukti.

(18)

Hubungan Pekerjaan Anggota dengan Proses Komunikasi dan Prasyarat Partisipasi dalam Program Raksa Desa

Analisis uji Chi Square antara pekerjaan anggota dengan proses komunikasi dan prasyarat partisipasi disajikan pada Tabel 16.

Tabel 16. Koefisien Korelasi Chi-square antara Pekerjaan Anggota dengan Proses Komunikasi dan Prasyarat Partisipasi dalam Program Raksa Desa

No Pekerjaan

I Proses Komunikasi

1 Arah komunikasi 6,246

2 Intensitas komunikasi

2.1 Frekuensi komunikasi 12,808

2.2 Substansi komunikasi 3,257

3 Konver gensi komunikasi 2,898

II Prasyarat Partisipasi

1 Kesempatan 7,476

2 Kemampuan 3,921

3 Kemauan 10,593

Pada Tabel 16 terlihat pekerjaan anggota tidak memiliki hubungan yang nyata dengan proses komunikasi dan prasyarat partisipasi. Hasil pengamatan di lapangan menggambarkan bahwa anggota penerima bantuan memiliki berbagai macam pekerjaan, yaitu petani, peternak, pedagang, kerajinan dan perbengkelan.

Pada umumnya anggota penerima bantuan bekerja sebagai pedagang, namun modal yang sedikit mengakibatkan anggota tidak dapat mengembangkan usahanya. Satuan Pelaksana sebagai pihak yang bertanggung jawab juga tidak melakukan pendekatan partisipatif kepada anggota, sehingga anggota tidak pernah berinterkasi, bertanya dan meminta klarifikasi. Keadaan ini mengakibatkan pengetahuan anggota tentang program Raksa Desa rendah. Di samping itu kesempatan sebagai penerima bantuan tidak dapat dimanfaatkan karena kemampuan sebagian besar anggota rendah. Kemauan anggota yang tinggi sangat diangkan karena tidak dibarengi oleh kemampuan. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa pekerjaan anggota tidak mempengaruhi proses komunikasi dan partisipasi anggota dalam program Raksa Desa.

(19)

Hubungan Pola Intervensi dengan Proses Komunikasi dalam Program Raksa Desa

Analisis uji Rank Spearman antara pola intervensi dengan proses komunikasi dalam program Raksa Desa disajikan pada Tabel 17.

Tabel 17. Koefisien Korelasi Rank Spearman antara Pola Intervensi dengan Proses Komunikasi dalam Program Raksa Desa

Proses Komunikasi Intensitas Komunikasi No Pola Intervensi

Arah

komunikasi Frekuensi komunikasi

Substansi komunikasi

Konvergensi komunikasi 1 Pendekatan partisipatif 0,371** 0,251* 0,150 0,149 2 Peran Pendamping 0,474** 0,392** 0,386** 0,316**

3 Ketepatan program 0,426** 0,506** 0,397** 0,379**

Keterangan: ** signifikan pada taraf 0.01 * signifikan pada taraf 0.05

Pada Tabel 17 terlihat terdapat hubungan yang nyata antara pola intervensi dengan proses komunikasi. Dalam program Raksa Desa masih menggunakan pendekatan yang belum partisipatif (pendekatan mobilisasi) dengan komunikasi searah dan frekuensi rendah. Hasil pengamatan di lapangan menggambarkan bahwa Satuan Pelaksana Desa cenderung memberitahu anggota hasil keputusan, pengumuman disampaika n sepihak tanpa memperhatikan tanggapan anggota, dan masyarakat tidak dilibatkan dalam tukar pendapat. Komunikasi searah mengakibatkan frekuensi anggota untuk bertanya dan meminta informasi rendah, karena anggota beranggapan keputusan yang telah ditetapkan oleh Satuan Pelaksana Desa tidak bisa dirubah dan harus diikuti, sehingga tidak terjadi komunikasi yang dua arah antara anggota dengan Satuan Pelaksana. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa pendekatan yang kurang partisipatif (pendekatan mobilisasi) mengakibatkan terjadinya komunikasi searah dan frekuensi bertanya dan meminta klarifikasi dari anggota kepada Satuan Pelaksana Desa rendah.

Peran pendamping relatif masih lemah, dengan menerapkan komunikasi searah, itupun dengan frekuensi rendah dan substans i komunikasi yang kurang memadai, sehingga kurang terjadi konvergensi komunikasi. Hasil pengamatan di

(20)

Pendamping hanya menghimbau agar anggota penerima bantuan mengembalikan dana pinjaman sesuai dengan waktu yang telah ditetapkan. Padahal, seharusnya sesuai dengan petunjuk teknis dan petunjuk pelaksanaan Sarjana Pendamping bertanggung jawab memberi pengertian dan informasi tentang konsep program Raksa Desa kepada Desa melalui forum musyawarah desa, membantu Satuan Pelaksana Desa untuk me nampung usulan-usulan kegiatan dari tingkat RW/Dusun. Berdasarkan hal tersebut dapat dikatakan bahwa Sarjana Pendamping belum berorientasi kepada kebutuhan anggota, komunikasi yang terjadi masih searah, kesempatan anggota bertanya dan meminta klarifikasi masih rendah, sehingga konvergensi komunikasi antara anggota dengan Sarjana Pendamping tidak terjadi.

Ketepatan program menunjukkan hubungan yang nyata dengan arah komunikasi, intensitas komunikasi, dan konvergensi komunikasi. Rendahnya ketepatan program dengan kebutuhan masyarakat disebabkan oleh komunikasi yang searah, intensitas komunikasi yang rendah antara anggota dengan Satuan Pelaksana selaku penanggung jawab program, dan masih rendahnya keterlibatan anggota dalam diskusi-diskusi yang diselenggarakan oleh Satuan Pelaksana Desa.

Akibatnyapun tampak dalam program tersebut kurang terjadi konvergensi antara Satuan Pelaksana Desa dengan anggota kelompok penerima bantuan. Hasil pengamatan di lapangan menggamba rkan Satuan Pelaksana desa sebagai pihak yang bertanggung jawab dalam pelaksanaan program Raksa Desa cenderung lebih dominan dalam menentukan kegiatan pembangunan fisik di desa, bahkan program pembangunan desa dicampuradukkan dengan program Raksa Desa, seperti perbaikan balai desa, pembangunan pos kamling, membangun tembok sungai, pemagaran tempat pemakaman umum, dan lain-lain. Pembangunan- pembangunan tersebut tidak sesuai dengan kebutuhan masyarakat dan petunjuk teknis program, karena biaya pembangunan fisik lebih diprioritaskan untuk pembangunan sarana dan prasarana yang dapat mendongkrak ekonomi desa.

Timbulnya ketidakpuasan masyarakat terhadap hasil pembangunan tersebut merupakan akibat dari penerapan komunikasi searah, tidak dilibatkannya anggota dalam tukar pendapat, dan tidak memberi kesempatan bagi anggota untuk

(21)

rendahnya ketepatan program dengan kebuthan anggota disebabkan oleh penerapan komunikasi searah, intensitas komunikasi yang tidak memadai dan konvergensi komunikasi yang rendah.

Berdasarkan hasil pengamatan dapat disimpulkan bahwa hipotesa yang menyatakan bahwa terdapat hubungan nyata antara pola intervensi dengan proses komunikasi terbukti. Pola intervensi yang menyebabkan terjadinya komunikasi searah, intensitas komunikasi dan konvergensi komunikasi yang rendah disebabkan oleh pendekatan yang kurang partisipatif (pendekatan mobilisasi), peran pendamping yang tidak berorientasi pada kebutuhan masyarakat, dan ketepatan program yang rendah.

Hubungan Proses Komunikasi dengan Prasyarat Partisipasi dalam Program Raksa Desa

Analisis uji Rank Spearman antara proses komunikasi dengan prasyarat partisipasi disajikan pada Tabel 18.

Tabel 18. Koefisien Korelasi Rank Spearman antara Proses Komunikasi dengan Prasyarat Partisipasi dalam Program Raksa Desa

Prasyarat Partisipasi No Proses Komunikasi

Kesempatan Kemampuan Kemauan

1 Arah komunikasi 0,380** 0,227 0,302**

Intensitas komunikasi

2.1. Frek. komunikasi 0,614** 0,405** 0,416**

2

2.2 Subs komunikasi 0,506** 0,311** 0,260*

3 Konvergensi komunikasi 0,698** 0,416** 0,526**

Keterangan: ** signifikan pada taraf 0.01 * signifikan pada taraf 0.05

Pada Tabel 18 terlihat terdapat hubungan yang nyata antara proses komunikasi dengan prasyarat partisipasi. Dalam program Raksa Desa kesempatan dan kemauan anggota masih rendah, hal ini diakibatkan komunikasi searah (top- down). Hasil pengamatan di lapangan menggambarkan penerapan komunikasi searah yang dilakukan oleh Satuan Pelaksana Desa mengakibatkan rendahnya kesempatan anggota. Menurut Margono Slamet (2003) kesempatan untuk dapat berpartisipasi dalam pembangunan bisa berbentuk pemberian modal. Anggota

(22)

modal pinjaman untuk pengembangan usaha. Namun pemberian modal pinjaman tersebut terlalu sedikit yakni berkisar RP 200.000- Rp 300.000, sehingga modal tersebut tidak dapat mengembangkan usaha anggota. Dalam pembangunan fisik anggota secara bergotong royong membangun jembatan, jalan dan lain-lain.

Kemauan anggota untuk berpartisipasi tergambar dari adanya swadaya anggota, berupa uang, bahan bangunan, dan tenaga. Dengan demikian dapat dikatakan komunikasi searah menyebabkan rendahnya kesempatan anggota untuk memanfaatkan modal pinjaman guna pengembangan usaha, namun kemauan anggota tetap tinggi untuk berpartisipasi dalam pembangunan fisik.

Intensitas komunikasi menunjukkan hubungan yang nyata dengan kesempatan, kemampuan dan kemauan anggota. Rendahnya kesempatan, kemampuan dan kemauan anggota disebabkan karena rendahnya frekuensi anggota dalam bertanya dan meminta klarifikasi kepada Satuan Pelaksana Desa.

Hasil pengamatan di lapangan menggambarkan bahwa Satuan Pelaksana Desa dan Sarjana Pendamping sebagai pihak yang mengerti tentang program Raksa Desa jarang memberi informasi yang jelas kepada anggota tentang program. Menurut Margono Slamet (2003) kemampuan anggota sangat dipengaruhi oleh pengetahuan, keterampilan, dan sikap mental. Dengan demikian, Satuan Pelaksana Desa dan Sarjana Pendamping perlu mensosialisasikan program dengan benar, sehingga kemampuan anggota tentang program Raksa Desa bisa meningkat. Di samping itu, anggota sendiri tidak juga kurang berusaha untuk mencari informasi tentang program Raksa Desa, baik dengan sesama anggota maupun dengan Satuan Pelaksana dan Sarjana Pendamping. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa rendahnya kesemparan, kemampuan dan kemauan anggota dalam program Raksa Desa disebabkan rendahnya intensitas komunikasi anggota dalam bertanya, meminta klarifikasi kepada Satuan Pelaksana Desa dan Sarjana Pendamping.

Konvergensi komunikasi mempunyai hubungan yang sangat nyata dengan kesempatan, kemampuan dan kemauan anggota. Rendahnya kesempatan, kemampuan dan kemauan anggota dalam program Raksa Desa disebabkan tidak terjadinya konvergensi komunikasi antara anggota dengan Satuan Pelaksana dan

(23)

anggota tidak dilibatkan dalam musyawarah penentuan kegiatan pembangunan fisik, sehingga anggota tidak memperoleh kesempatan menyampaikan kebutuhan- kebutuhannya. Satuan Pelaksana Desa cenderung melibatkan kalangan profesioanl di luar kelompok, seperti Sarjana Pendamping. Dengan demikian dapat dikatakan tidak terjadinya konvergensi komunikasi antara anggota dengan Satuan Pelaksana dan Sarjana Pendamping menyebabkan rendahnya kesempatan, kemampuan, dan kemauan anggota.

Berdasarkan hasil pengamatan dapat disimpulkan bahwa hipotesa yang menyatakan terdapat hubungan nyata antara proses komunikasi dengan prasyarat partisipasi terbukti. Proses komunikasi yang menyebabkan rendahnya kesempatan, kemampuan, dan kemauan anggota dalam program Raksa Desa adalah penerapan komunikasi yang searah, intensitas komunikasi yang rendah, dan tidak terjadinya konvergensi komunikasi antara anggota dengan Satuan Pelaksana dan Sarjana Pendamping..

Hubungan Prasyarat Partisipasi dengan Partisipasi Anggota dalam Program Raksa Desa

Analisis uji Rank Spearman antara prasyarat partisipasi dengan partisipasi anggota dalam program Raksa Desa disajikan pada Tabel 19.

Tabel 19. Koefisien Korelasi Rank Spearman antara Prasyarat Partisipasi dengan Partisipasi Anggota dalam Program Raksa Desa

Partisipasi Anggota No Prasyarat

Partisipasi Perencanaan Pelaksanaan Evaluasi Pemanfaatan

1 Kesempatan 0,073 0,611** 0,425** 0,358**

2 Kemampuan 0,075 0,581** 0,223 0,271*

3 Kemauan 0,212 0,528** 0,298** 0,306**

Keterangan: ** signifikan pada taraf 0.01 * signifikan pada taraf 0.05

Pada Tabel 19 terlihat terdapat hubungan yang nyata antara prasyarat partisipasi dengan partisipasi anggota dalam program Raksa Desa. Rendahnya keterlibatan anggota dalam pelaksanaan, evaluasi dan pemanfaatan diakibatkan rendahnya kesempatan anggota dalam program Raksa Desa tersebut. Hasil pengamatan di lapangan menggambarkan anggota tidak memperoleh kesempatan

(24)

masih kurang, begitu juga dalam evaluasi anggota tidak pernah sama sekali dilibatkan, sedangkan dalam pemanfaatan sebagian anggota saja yang memanfaatkan hasil pembangunan tersebut. Sedangkan yang lain menyatakan pembangunan tersebut banyak tidak sesuai dengan kebutuhan masyarakat umum.

Keterlibatan sebagian anggota dalam pelaksanaan pembangunan fisik karena adanya insentif yang diterima, menurut Pretty dalam Swanson et al. (1997) pemberian insentif dalam pembangunan fisik di perdesaan tidaklah baik, karena partisipasi insentif tidak memberi pembelajaran yang baik kepada masyarakat, dan anggota tidak merasa memiliki program tersebut. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa rendahnya keterlibatan anggota dalam pelaksanaan, evaluasi dan pemanfaatan disebabkan rendahnya kesempatan dalam program Raksa Desa.

Kemampuan anggota berhubungan nyata dengan pelaksanaan dan pemanfaatan. Keterlibatan anggota dalam pelaksanaan dan pemanfaatan cukup tinggi, hal ini disebabkan kemampuan anggota dalam program Raksa Desa. Hasil pengamatan di lapangan menggambarkan bahwa sebagian anggota yang terlibat dalam pekerjaan pembangunan fisik mempunyai kemampuan sebagai tukang, namun mereka tidak mempunyai kemampuan menyusun program. Rendahnya keterlibatan anggota dalam menyusun program karena sebagain besar anggota berpendidikan rendah, sehingga mereka tidak ditempatkan pada posisi strategis sebagai penentu program. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa kemampuan anggota hanya digunakan sebatas untuk pekerjaan fisik, bukan sebagai penentu kegiatan pembangunan.

Kemauan anggota mempunyai hubungan yang nyata dengan pelaksanaan, evaluasi dan pemanfaatan. Kemauan anggota yang tinggi untuk terlibat dalam pelaksanaan pembangunan fisik, karena ada insentif yang mereka terima dari pekerjaan tersebut. Sedangkan kemauan anggota untuk terlibat dalam penentuan kegiatan pembangunan rendah, karena rendahnya pendidikan anggota. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa pada pekerjaan pembangunan fisik anggota memiliki kemauan yang tinggi, sedangkan pada level penentuan kegiatan pembangunan keterlibatan anggota rendah..

Berdasarkan hasil pengamatan dapat disimpulkan bahwa hipotesa yang

Gambar

Tabel 2. Hasil Pembangunan Fisik Program Raksa Desa Tahun 2003 di    Kecamatan Ciampea
Tabel 2  memperlihatkan bahwa jenis kegiatan pada ketiga desa adalah  pembuatan jalan baru dan pengerasan, betonisasi jalan desa dan gang, pembuatan  MCK/Bak air bersih, rehabilitasi saluran air  bersih, pembuatan bendungan air,  pembangunan poskamling per
Tabel 5. Hasil Swadaya Masyarakat Desa Cinangka dalam Program Raksa    Desa Tahun 2003 di Kecamatan Ciampea
Tabel 7. Tahap I Perguliran Dana Program Raksa Desa Tahun 2003 di Kecamatan    Ciampea
+7

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Ni Putu Pebi Ardiyani (2016) yang berjudul pengaruh sikap, pendidikan dan lingkungan keluarga terhadap minat berwirausaha

Aset keuangan dimiliki sampai jatuh tempo (held-to-maturity) merupakan aset keuangan non- derivatif dengan pembayaran tetap atau telah ditentukan dengan jatuh tempo

Dari hasil penelitian yang dilakukan, tingkat sigma bahan baku di CV Hutan Rimba sebesar 3.2 dengan kemungkinan kerusakan sebasar 36913 sehingga dapat

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa problematika perkuliahan genetika antara lain: belum tersedianya bahan ajar yang relevan dan baik, materi praktikum belum

Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja yang tinggi ada di Kabupaten Banjarnegara, dengan TPAK sebesar 82,65%, sedangkan penduduk yang memiliki TPAK rendah adalah

melakukan ekspansi usaha melalui skema kredit. Dampak

Kebijakan otonomi daerah yang berimplikasi pada munculnya konsep desentralisasi di bidang pendidikan sejak beberapa tahun terakhir semakin memberikan legitimasi kuat

(1) Subbagrenmin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 80 huruf a bertugas menyusun perencanaan program kerja dan anggaran, manajemen Sarpras, personel, dan kinerja,