• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERTUMBUHAN EKONOMI, KEMISKINAN DAN KESEJAHTERAAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PERTUMBUHAN EKONOMI, KEMISKINAN DAN KESEJAHTERAAN"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

PERTUMBUHAN EKONOMI, KEMISKINAN DAN KESEJAHTERAAN

Emi Suwarni

Fakultas Ekonomi, Universitas Bina Darma, Palembang emisuwarni@mail.binadarma.ac.id

Abstrak

Kemiskinan merupakan tantangan yang harus dihadapi dan dicari solusinya bagi suatu Negara. Oleh karena itu menurunkan tingkat kemiskinan selalu menjadi tujuan para pengambil kebijakan di hampir setiap negara. Demikian juga di Indonesia, berbagai kabijakan pemerintah telah terapkan demi untuk menurunkan angka kemiskinan, salah satunya dengan meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Penelitian ini menganalisis pengaruh pertumbuhan ekonomi terhadap penurunan kemiskinan di Indonesia serta dampaknya terhadap tingkat kesejahteraan masyarakat di Indonesia. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian eksplanatoris (explanatory research). Data yang digunakan adalah data sekunder yang bersumber dari Statistik Indonesia dengan unit anaslis 26 provinsi di Indonesia selama periode 1993-2012. Hasil estimasi dengam menggunakan model fixed effect menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi berpengaruh negatif dan signifikan terhadap kemiskinan di Indonesia. Dengan kata lain bahwa peningkatan pertumbuhan ekonomi secara signifikan dapat menurunkan tingkat kemiskinan di Indonesia. Akan tetapi bila kita kaitkan dengan indikator kesejahteraan, ternyata peningkatan pertumbuhan ini belum mencerminkan pertumbuhan yang berkualitas.

Kata kunci: Pertumbuhan, kemiskinan, kesejahteraan.

Abstract

Poverty is a challenge that must be faced and the solutions must be found by each State.

Therefore, reducing the level of poverty has always been a goal of policy makers in virtually every country. Similarly, in Indonesia, the government has implemented various policies to reduce poverty, one of which with increasing economic growth. This study analyzed the effect of economic growth on poverty reduction in Indonesia and its impact on the welfare of the people in Indonesia. The research method used in this research is the explanatory research. The data used are secondary data sourced from Statistics Indonesia with analysis Unit 26 provinces in Indonesia during the period 1993-2012.

estimation results using the fixed effect model shows that economic growth have a significant negative effect on poverty in Indonesia. In other words, economic growth can significantly reduce the level of poverty in Indonesia. However, if we associate with indicators of welfare, quality growth was not reflected this growth.

Keywords: Economic growth, poverty, welfare

1. Pendahuluan

Pada tahun 2000 beberapa negara yang tergabung dalam Perserikatan Bangsa- bangsa (PBB), termasuk Indonesia menandatangani Deklarasi Milenium yang menunjukkan komitmen bangsa-bangsa tersebut untuk mencapai delapan sasaran pembangunan milenium (Millenium Development Goals-MDGs) dimana salah satu targetnya adalah pengentasan kemiskinan. Hal tersebut menunjukkan pentingnya masalah kemiskinan untuk

diatasi sehingga taraf kehidupan rakyat menjadi lebih berkualitas.

Bank Dunia dalam Laporan Monitoring

Global tahun 2005 menjelaskan bahwa

pertumbuhan ekonomi memainkan peran

sentral dalam upaya menurunkan

kemiskinan dan mencapai tujuan

pembangunan. Dengan kata lain bahwa

pengurangan penduduk miskin tidak

mungkin dilakukan jika ekonomi tidak

berkembang. Pertumbuhan ekonomi adalah

syarat utama dalam mengatasi persoalan

kemiskinan.

(2)

Berdasarkan data statistik Indonesia pada periode tahun 1998 sampai 2012, menujukkan bahwa terdapat kecenderungan tingkat persentase penduduk miskin di Indonesia mengalami penurunan. Pada tahun 1998 persentase jumlah penduduk miskin di Indonesia sebesar 24,2 persen, pada tahun 2006 turun menjadi 17,8 persen sampai pada tahun 2012 menjadi 11,6 persen (lihat tabel 1.)

Tabel 1: Kemiskinan dan Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Tahun 1998-2012.

Tahun Kemiskinan (%)

Pertumbuhan (%)

1998 24,2 -13,1

2000 18,9 4,9

2003 17,4 4,5

2006 17,8 5,2

2008 15,4 6,4

2012 11,6 6,1

Sumber: Statistik Indonesia beberapa terbitan

Pada tabel 1 terlihat bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia cenderung mengalami peningkatan pada periode tahun 1998-2012.

Pada masa krisis tahun 1998 pertumbuhan ekonomi Indonesia bernilai negatif yaitu sebesar -13,1 persen. Pada tahun-tahun berikutnya pertumbuhan ekonomi cenderung meningkat menjadi 4,9 persen pada tahun 2000, kemudian meningkat lagi menjadi sebesar 5,2 persen pada tahun 2006 hingga mencapai sebesar 6,1 persen pada tahun 2012. Tentu saja hal ini merupakan suatu prestasi dalam pembangunan ekonomi Indonesia. Demikian pula bila kita lihat bagaimana persentase jumlah penduduk miskin di Indonesia yang mengalami kecenderungan semakin menurun dari tahun ke tahun.

Apabila kita kaitkan antara peningkatan pertumbuhan ekonomi Indonesia dengan menurunnya persentase jumlah penduduk miskin di Indonesia, maka akan timbul pertanyaan apakah peningkatan pertumbuhan ekonomi berpengaruh terhadap penurunan kemiskinan di Indonesia? Selain itu juga apakah menurunnya persentase jumlah penduduk miskin di Indonesia mencerminkan terjadi peningkatan kesejahteraan bagi masyarakat miskin di Indonesia?

Deininger dan Squire (1995-1996) melakukan studi tentang keterkaitan antara pertumbuhan ekonomi dengan kemiskian dengan menggunakan data lintas Negara.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa mereka tidak menemukan suatu keterkaitan yang sistematis walaupun relasi antara pertumbuhan PDB dan pengurangan kemiskinan positif. Hal ini agak berbeda dengan temuan sejumlah studi empiris

seperti Ravallion (1997), Bourguignon (2004) dan Lopez (2004), bahwa pertumbuhan hanya mempunyai dampak terhadap penurunan kemiskinan jika terjadi perubahan distribusi pendapatan secara progresif.

2. Studi Kepustakaan

2.1 Teori Pertumbuhan Harrod-Domar Teori pertumbuhan ekonomi ini dikembangkan oleh Evsey Domar (Massachussets institute of tecnology) dan Sir Roy F.Harrod (Oxford university). Teori ini mengembangkan analisis keynes dengan memasukkan masalah-masalah ekonomi jangka panjang serta berusaha menunjukkan syarat yang dibutuhkan agar perekonomian bisa tumbuh dan berkembang dengan mantap (steady growth).

Menurut Harrod-Domar, setiap perekonomian dapat menyisihkan suatu proporsi tertentu dari pendapatan nasionalnya jika hanya untuk mengganti barang-barang modal (gedung-gedung, peralatan dan material) yang rusak. Namun untuk menumbuhkan perekonomian diperlukan investasi-investasi baru sebagai tambahan stok modal. Jika dianggap ada hubungan ekonomis secara langsung antara besarnya stok modal (K) dan output total (Y), maka setiap tambahan bersih terhadap stok modal (investasi baru) akan mengakibatkan kenaikan output total sesuai dengan rasio modal output tersebut, hubungan ini dikenal dengan istilah rasio modal output (COR).

2.2Teori Pertumbuhan Solow

Salah seorang pemikir teori pertumbuhan Neo Klasik yaitu Robert M Solow memperkenalkan teori pertumbuhan ekonominya dengan mendasarkan pada model teori produksi dari Cobb-Douglas dengan memasukkan unsur teknologi (pengetahuan melalui tenaga kerja efektif) sebagai variabel eksogen atau unsur yang ikut menentukan pertumbuhan ekonomi.

Solow berpendapat bahwa akumulasi modal

secara phisik tidak cukup untuk

menjelaskan adanya perbedaan

pertumbuhan ekonomi antar negara. Oleh

karena itu model pertumbuhan Solow

dirancang untuk menunjukkan bagaimana

pertumbuhan dalam persediaan modal,

pertumbuhan dalam angkatan kerja,

kemajuan teknologi berinteraksi dalam

perekonomian dan bagaimana pengaruhnya

(3)

terhadap output total barang dan jasa suatu negara.

2.3 Teori Pertumbuhan Endogen (New Growth Theory)

Teori pertumbuhan baru (new growth theory) adalah suatu pemikiran baru mengenai pertumbuhan ekonomi dan pembangunan.

Pada dasarnya teori pertumbuhan baru ini menyajikan suatu kerangka teoritis untuk menganalisis proses pertumbuhan GNP yang bersumber dari suatu sistem yang mengatur proses produksi. Oleh karena itu teori pertumbuhan baru ini biasa disebut teori pertumbuhan endogen.

Secara struktural model pertumbuhan endogen memiliki sejumlah kesamaan dengan model neoklasik, tetapi asumsi yang dipakai berbeda. Model pertumbuhan endogen menolak asumsi tingkat pengembalian investasi modal yang semakin menurun (deminishing marginal returns to capital investment) yang selalu dianut oleh model-model neoklasik. Model pertumbuhan endogen menyatakan sebaliknya yakni hasil investasi justru akan semakin tinggi bila produksi agregat di suatu negara semakin besar. Lebih lanjut model endogen ini mengasumsikan bahwa investasi swasta dan publik (pemerintah) di bidang sumber daya atau modal manusia dapat menciptakan ekonomi eksternal (eksternalitas positif) dan memacu peningkatan produktifitas yang mampu mengimbangi kecenderungan penurunan skala hasil. Meskipun faktor teknologi tetap diakui mempunyai peranan yang sangat penting, model pertumbuhan endogen menyatakan bahwa faktor teknologi tersebut tidak perlu ditonjolkan untuk menjelaskan proses terciptanya pertumbuhan ekonomi jangka panjang. (Todaro, 2006).

Paul Romer, ahli teori pertumbuhan baru menganggap bahwa inovasi dan perubahan teknologi, yang meningkatkan produktifitas kapital dan tenaga kerja, adalah faktor utama bagi proses pertumbuhan ekonomi.

Oleh karena itu, pertumbuhan baru beranggapan bahwa penemuan teknologi dipengaruhi oleh R&D industri serta kebijakan pemerintah dan pentingnya perekonomian eksternal sebagai sumber akumulasi kapital.

2.4 Pertumbuhan dan Kemiskinan

Studi empiris yang telah dilakukan mengenai pengaruh pertumbuhan terhadap penurunan kemiskinan sudah banyak dilakukan. Ravallion (1997), Son dan Kakwani (2003), dan Bourguignon (2004)

melakukan review hubungan antara pertumbuhan dengan kemiskinan dan ketimpangan. Hasil Penelitiannya menunjukkan bahwa dampak pertumbuhan terhadap penurunan kemiskinan hanya terjadi ketika ketimpangan relatif tinggi (high inequality). Dengan kata lain, negara-negara yang mempunyai tingkat ketimpangan yang sedang, apalagi rendah, dampak pertumbuhan terhadap penurunan kemiskinan relatif tidak signifikan.

Dollar dan Kraay (2001) berpendapat bahwa pertumbuhan mempunyai dampak yang cukup signifikan terhadap penurunan kemiskinan. Menurut mereka bahwa pertumbuhan akan memberikan manfaat yang jauh lebih besar bagi si-miskin jika pertumbuhan tersebut disertai dengan berbagai kebijakan seperti penegakan hukum, disiplin fiskal, keterbukaan dalam perdagangan internasional, dan strategi pengentasan kemiskinan. Pendapat ini sejalan dengan pendapat Bigsten dan Levin (2000) yang menyatakan bahwa negara- negara yang berhasil dalam pertumbuhan kemungkinan besar juga akan berhasil dalam menurunkan kemiskinan, terlebih lagi jika terdapat dukungan kebijakan dan lingkungan kelembagaan (institutional environment) yang tepat.

3. Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian eksplanatoris (explanatory research). Metode penelitian ini relevan digunakan untuk penelitian-penelitian sosial yang mencoba melihat, mengukur, dan menguji hubungan kausalitas antara variabel.

Sedangkan sifat penelitian ini adalah verifikatif, yaitu meneliti hubungan, keterkaitan, dan pengaruh antara variabel bebas (independent variable) terhadap variabel terikat (dependent variable) yang diteliti. Dalam kaitan tersebut, akan dilakukan pengujian statistik dan ekonometrik untuk memperoleh kesimpulan penelitian.

3.1 Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian studi

kasus dengan ruang lingkup penelitian

sebagai berikut: lokasi yang menjadi objek

penelitian ini adalah seluruh provinsi di

Indonesia yaitu sebanyak 26 provinsi. Hal ini

disesuaikan dengan periode penelitian yaitu

dari tahun 1993-2012, sedangkan masalah

dibatasi hanya pada variabel-variabel yang

yang berkaitan dengan kemiskinan

(4)

3.2 Jenis dan Sumber Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder. Data sekunder yang digunakan dalam penelitian ini disajikan dalam bentuk data panel. Adapun data sekunder tersebut bersumber dari beberapa instansi yaitu antara lain: BPS Provinsi, BPS Indonesia, Bank Indonesia, Bappeda dan pihak yang terkait lainnya.

3.3 Teknik Analisis

Dalam penelitian ini, analisis yang digunakan adalah dengan menggunakan model regresi berganda (multiple regregression equation model) dengan data panel, sehingga metode yang digunakan adalah Fixed Effect Model dan Random Effect Model.

Untuk menentukan mana yang lebih baik dipakai apakah FEM (Fixed Effect Model) atau REM (Random Effect Model) dapat digunakan Hausman Specification Test. Apabila nilai tes statistik lebih kecil dari nilai tabel chi-square, maka REM lebih tepat digunakan. Namun apabila nilai tes statistik lebih besar dari nilai tabel chi-square, maka FEM lebih tepat digunakan.

Dalam model ini, diduga ada 4 (empat) variable independen yang mempengaruhi kemiskinan di Indonesia, yaitu pertumbuhan ekonomi yang diukur dengan PDRB provinsi, ketimpangan pendapatan yang diukur dengan Gini Rasio, inflasi dan pengeluaran pemerintah. Variable kemiskinan diperlakukan sebagai variabel dependen, sedangkan variabel lain (pertumbuhan inflasi, ketimpangan pendapatan dan pengeluaran pemerintah) diperlakukan sebagai variabel independen.

Spesifikasi umum persamaan kemiskinan dalam penelitian ini adalah :

POV = F(GR, PDRB, INF, GE)...(1)

Dimana:

POV = Kemiskinan

GR = Ketimpangan pendapatan PDRB = Pertumbuhan Ekonomi INF = tingkat inflasi

GE = pengeluaran pemerintah

4. Pembahasan Hasil

Untuk menguji kesesuaian model di gunakan statistik uji F dan R-Square. Uji F digunakan untuk mengambil kesimpulan

apakah variabel independen dalam model secara bersama-sama dapat menggambarkan hubungan linier dengan variabel dependen. R-Square digunakan untuk menyimpulkan berapa besar variasi dari variabel dependen yang dapat dijelaskan oleh variabel independen. Dari hasil pengolahan data diperoleh nilai R- Square sebesar 0.79 yang berarti sebesar 79% variasi perubahan yang terjadi pada variabel dependen dapat dijelaskan keempat variabel independen. Dengan nilai R-Square sebesar 0.79 diperoleh nilai statistik uji F sebesar 57,099 dengan nilai probabilitas F statistik sebesar 0,000, maka dapat disimpulkan bahwa variabel independen dalam model secara bersama- sama mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap kemiskinan di Indonesia.

Sedangkan hasil estimasi dapat dilihat pada table 2 berikut ini.

Tabel 2: Hasil Estimasi Model Kemiskinan di Indonesia.

Variable Coefficient t-Statistic Prob.

C 60.60885 3.705894 0.0002 GR -35.47847 -4.465807 0.0000 PDRB -5.689127 -2.343245 0.0196 INF 0.039644 3.274929 0.0011 GE 2.005554 3.890460 0.0001 Sumber : Hasil Pengolahan data 2014

Hasil estimasi pada table 2 menunjukkan bahwa keempat variabel independen berpengaruh secara signifikan terhadap kemiskinan di Indonesia. Hal ini dapat dilihat dari nilai p-value masing-masing variabel yang lebih kecil dari 0,05.

Variabel pertumbuhan ekonomi berpengaruh dengan arah yang negatif terhadap kemiskinan di Indonesia. Hal ini berarti untuk menurunkan kemiskinan di Indonesia diperlukan pertumbuhan ekonomi yang meningkat. Dalam hal ini dapat pula dimaknai bahwa peningkatan pertumbuhan ekonomi berdampak pada penurunan kemiskinan di Indonesia.

Variabel independen lain yang diteliti pada penelitian ini antara lain ketimpangan pendapatan. Hasil estimasi menunjukkan bahwa variabel ketimpangan pendapatan memiliki pengaruh dengan arah negatif terhadap kemiskinan di Indonesia. Hal ini berarti bahwa untuk menurunkan kemiskinan diperlukan ketimpangan pendapatan yang semakin meningkat.

Hasil ini sejalan dengan temuan empiris dari

Ravallion (1997), Bourguignon (2004) dan

Lopez (2004), yang menyebutkan bahwa

pertumbuhan hanya mempunyai dampak

terhadap penurunan kemiskinan jika terjadi

(5)

perubahan distribusi pendapatan secara progresif.

Kondisi ini tentu saja tidak sesuai dengan apa yang kita harapkan. Seyogyakan dalam rangka menurunkan tingkat kemiskinan ketimpangan pendapatan pun hendaknya semakin berkurang. Bukan sebaliknya bahwa untuk mengurangi kemiskinan justru distribusi pendapatan semakin tidak merata.

Tentu saja hal ini perlu mendapat perhatian agar dalam merancang kebijakan dalam mengurangi kemiskinan perlu dipertimbangkan dampaknya dalam pemerataan distribusi pendapatan di Indonesia.

Variabel inflasi berpengaruh dengan arah positif terhadap kemiskinan di Indonesia. Hal ini menunjukkan bahwa untuk menurunkan tingkat kemiskinan di Indonesia diperlukan tingkat inflasi yang cukup rendah. Hal ini dapat dipahami karena tingkat inflasi sangat berhubungan erat dengan daya beli masyarakat. Apabila inflasi meningkat tentu saja hal ini akan menurunkan kemampuan daya beli masyarakat, sehingga banyak masyarakat yang tidak mampu untuk memenuhi kebutuhan pokoknya sehingga dapat menyebabkan meningkatnya jumlah penduduk miskin. Dengan demikian diperlukan kondisi inflasi yang cukup rendah dan kondusif agar jumlah penduduk miskin semakin berkurang.

Pengeluaran pemerintah merupakan salah satu faktor penting yang dianggap berpengaruh terhadap pertumbuhan, meskipun arah pengaruhnya masih kerapkali menimbulkan debat. Sebagian pihak, misalnya Barro (1999), menganggap bahwa pengeluaran pemerintah mempunyai pengaruh yang positif terhadap pertumbuhan. Artinya, peningkatan pengeluaran pemerintah akan mendorong pertumbuhan. Pandangan ini didasarkan atas anggapan bahwa pengeluaran pemerintah diperlukan untuk menstimulasi aktifitas perekonomian. Namun pihak lainnya, misalnya Barro dan Sala- iMartin(1992) dan Lopez (2004), justru berpandangan sebaliknya, bahwa pengeluaran pemerintah justru mempunyai pengaruh negatif terhadap pertumbuhan.

Artinya pengeluaran pemerintah yang cenderung meningkat, akan memberi pengaruh buruk bagi pertumbuhan.

Anggapan dibalik pandangan ini adalah bahwa peran campur tangan pemerintah yang semakin besar dalam perekonomian, cenderung akan mendistorsi pasar.

Dalam penelitian ini variabel pengeluaran pemerintah sepertinya justru menyebabkan

distorsi pasar. Hal ini ditunjukkan oleh pengaruh pengeluaran pemerintah terhadap kemiskinan di Indonesia memilki arah yang positif. Kenaikan pengeluaran pemerintah belum banyak berpengaruh terhadap masyarakat miskin, justru terindikasi meningkatkan persentase jumlah penduduk miskin di Indonesia. Hal ini dapat dipahami, karena penelitian ini mengambil data pada seluruh propvinsi di Indonesia, yang berarti bahwa pada provinsi yang besar nilai pengeluaran pemerintahnya, justru terdapat banyak masyarakat miskin di provinsi tersebut. Tentu saja hal ini perlu mendapat perhatian, bahwa pengeluaran pemerintah yang akan dialokasikan pemerintah untuk pembangunan pada tiap-tiap provinsi harus lebih dipertimbangkan lagi agar menjangkau masyarakat miskin. Atau dengan kata lain pengeluaran pemerintah agar lebih ditujukan untuk mempermudah akses bagi masyarakat miskin agar dapat berpartisipasi dan menikmati pembangunan di Indonesia.

Dari hasil pembahasan dapat dikatakan bahwa pertumbuhan ekonomi di Indonesia belum dapat dikatakan sebagi pertumbuhan berkualitas. Pertumbuhan ekonomi dapat dikatakan berkualitas apabila pertumbuhan ekonomi yang bisa mendistribusikan pembangunan dan melakukan distribusi pendapatan secara merata untuk rakyat melalui pengembangan dan pemerataan ekonomi dengan kebijakan prorakyat. Hal ini, akan memperkuat ekonomi domestik dan investasi fokus pada sektor riil yang dapat dinikmati dan berkaitan langsung dengan rakyat. Karena sektor riil-lah yang mampu menyediakan lapangan kerja dan berdampak langsung pada peningkatan konsumsi, kesejahteraan rakyat, dan mempercepat produktivitas agar kemiskinan dapat kurangi.

Hasil tersebut menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi konvensional (cara pandang ekonomi positif) tampaknya tidak bisa lagi sepenuhnya diandalkan. Hubungan antara pertumbuhan ekonomi konvensional di satu sisi serta pengentasan kemiskinan, perbaikan distribusi pendapatan, dan perbaikan taraf hidup masyarakat di sisi lain,seperti yang diyakini dalam paradigma efek menetes ke bawah (trickle down effect), juga tidak terbukti.

Oleh karena itu, pertumbuhan inklusif (inclusive growth) ataupun pertumbuhan berkualitas (the quality of growth) ataupun pertumbuhan yang berpihak kepada kaum miskin (pro-poor growth), sebagai sebuah terminologi baru dalam wacana

pembangunan dewasa

(6)

ini,dipandangperluuntuk diimplementasikan sebagai sarana untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat Indonesia.

5. Simpulan

Pertumbuhan ekonomi memberi dampak terhadap penurunan pada persentase jumlah penduduk miskin di Indonesia. Akan tetapi di sisi lain ketimpangan pendapatan justru semakin meningkat seiring dengan peningkatan pertumbuhan ekonomi dalam rangka menurunkan tingkat kemiskinan di Indonesia. Maka dapat disimpulkan bahwa pertumbuhan ekonomi hanya dinikmati oleh kelompok penduduk berpendapatan menengah-atas. Jika pertumbuhan ekonomi lebih bias ke kelompok penduduk klas menengah-atas ketimbang kelompok penduduk klas bawah, maka dapat dipastikan bahwa distribusi pendapatan akan cenderung semakin melebar dan timpang. Angka koefisien gini yang membesar, dari 0,36 pada tahun 2008 menjadi 0,41 pada tahun 2012. Di kalangan penduduk miskin, situasi ini berpotensi menimbulkan efek psikologis, dimana mereka menganggap dirinya semakin miskin meskipun sesungguhnya secara absolut kehidupan mereka semakin membaik dibandingkan dengan sebelumnya.

Dengan demikian bahwa bila kita kaitkan dengan indikator kesejahteraan, ternyata peningkatan pertumbuhan di Indonesia belum mencerminkan pertumbuhan yang berkualitas.

6. Daftar Pustaka

Barro, Robert J. And Sala-i-Martin (1992) Publik Finance in Models of economic Growth.

Review of Economic Studies 59(201).

Barro, Robert J. (1999) Inequality, Growth and Investment, NBER Working Paper No.

7038.

Bigsten, Arne and Jorgen Levin (2000) Growth, Income Distribution, and Poverty: A Review, Working Paper in Economics No. 32. Departement of Economics, Goteborg University.

Bourguignon, Francois (2004) Poverty-Growth- Inequality Triangle, Paper was presented at the Indian Council for Research on International Economic Relations, New Delhi, on February 4, 2004.

Deininger, Klaus and Lyn Squire (1995-1996) A New Data Set Measuring Income

Inequality, World Bank Economic Review 10(3): 565-91.

Dollar, David and Aart Kraay (2002) Growth is Good for the Poor, Journal of Economic

Lopez, J. Humberto (2004) Pro Poor: Is There a Tradeoff?. Policy Research Working Paper#3378. World Bank.

Ravallion, Martin, 1997. Can High-Inequality Developing Countries Escape Absolute Poverty?, Economics Letters, 56: 51- 57.

Referensi

Dokumen terkait

Sedangkan untuk hasil dari proses cross correlation untuk jarak antara antena transmitter dengan receiver 56 meter dapat dilihat pada Gambar.15. Autokorelasi PN Sequence pada

(4) Dalam hal Rencana Kerja dan Anggaran Universitas belum disahkan oleh Majelis Wali Amanat sebagaimana dimaksud dalam ayat (3), maka Rencana Kerja dan

bahwa berdasarkan rapat Pimpinan Universitas Andalas mengenai Penetapan Hasil Seleksi Mandiri yang diselenggarakan pada tanggal 23 Agustus 2020, telah dihasilkan peserta

disimpulkan bahwa ada pengaruh yang signifikan secara parsial dari variabel pengalaman terhadap loyalitas karyawan pada PT. Delina Denpasar dengan nilai koefisien regresi

Pendidikan karakter merupakan bentuk pendidikan yang mengedepankan nilai moral dan nilai keagamaan melalui berbagai aspek kehidupan mulai dari kesopanan serta

Hasil kajian menunjukkan secara keseluruhannya responden memberi maklum balas positif terhadap sumber dan koleksi perpustakaan dengan purata keseluruhan melebihi

Pasir tidak menyimpan kelembaban sehingga membutuhkan penyiraman yang lebih.penggunaan tunggal tanpa campuran dengan media lain membuatnya sangat kasar sehingga

0.803 < 0,05, yang berarti bahwa hipotesis 3 yang menyatakan bahwa terdapat pengaruh pengaruh yang signifikan antara citra perusahaan terhadap loyalitas