• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB III KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN"

Copied!
33
0
0

Teks penuh

(1)

BAB III

KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

3.1 Kajian Teori

Tuntutan pasar yang semakin ketat, dengan munculnya pesaing-pesaing baru serta semakin kompleksnya masalah yang dihadapi oleh perusahaan beras organik RI1 dalam performa supply chain management nya, berdampak pada menurunnya performa on time delivery. Harga yang kompetitif dengan pesaing- pesaing organik RI1 serta tuntutan faktor seperti Speed, Dependability, Flexibility, Competitive Cost, dan Quality menjadi tuntutan yang harus diperbaiki. Hal ini harus dicermati oleh perusahaan untuk fokus dalam strategi supply chain management yang harus diambil serta memperbaiki kinerja supply chain management nya. Diperlukan dukungan kajian teori yang tepat untuk mendukung penelitian serta menjadi pemahaman secara teoritis mengenai supply chain management.

Dalam proses penelitian, kajian teori atau studi literature nantinya akan memberikan kontribusi terhadap pengembangan indikator penilaian untuk mengukur kinerja dalam management rantai pasok (supply chain management) dalam perusahaan beras organik khususnya dan manufacture pada umunya dan juga mendukung terhadap pengembangan instrumen pengumpulan data.

21

(2)

3.1.1 Konsep dan Definisi Rantai Pasok (Supply Chain)

Konsep rantai pasok (supply chain) merupakan konsep baru dalam menerapkan sistem logistik yang terintegrasi. Konsep tersebut mata rantai penyediaan barang dari bahan baku sampai barang jadi (Indrajit dan Djokopranoto 2002 dalam Marimin dan Magfiroh 2011:25). Menurut Stevenson dan Chuong (2014:130) Supply Chain adalah urutan organisasi fasilitas, fungsi dan aktivitas yang terlibat dalam produksi dan pengiriman suatu produk atau jasa. Urutan tersebut dimulai dari pemasok dasar bahan baku hingga pelanggan akhir. Supply chain juga berarti sebagai jaringan logistik (logistic networks), seperti yang ditulis oleh Chopra and Meindl (2007:20), dalam bukunya supply chain management, dimana melibatkan semua pihak yang terkait secara langsung maupun tidak langsung dalam proses pengadaan kebutuhan pelanggan.

Supply chain tidak hanya meliputi principle (manufactures) dan supplier saja, tetapi juga penyedia jasa transportasi, gudang, distributor, agen, pengecer, dan pelanggan itu sendiri, dalam setiap organisasi seperti principle (manufactures), supply chain adalah meliputi keseluruhan proses dan fungsi- fungsi yang terlibat dalam hal penerimaan pesanan dan pemenuhannya. Fungsi- fungsi tersebut antara lain: marketing, pengadaan produk baru, operasional produksi, distribusi, keuangan dan pelayanan pelanggan. Misalnya supplier yang menyediakan bijih padi yang menjadi bahan baku utama untuk memproduksi beras tersebut, sampai dengan para petani melakukan penggilingan dan mendapatkan beras organik berkualitas baik, mereka melakukan koordinasi secara penuh terhadap supply chain mulai dari ujung yang satu sampai dengan ujung yang lainnya, tentunya cukup sulit dan membutuhkan waktu lama. Semakin

(3)

banyak titik dalam supply chain ini yang berhasil disatukan dan dikoordinasi, maka akan semakin baik pula kinerjanya.

Berdasarkan konsep supply chain terdapat tiga tahapan dalam aliran material. Bahan mentah didistribusikan ke manufaktur membentuk suatu sistem physical supply, manufaktur mengelola bahan mentah, dan produk jadi didistribusikan kepada konsumen akhir membentuk sistem physical distribution.

Aliran material tersebut dapat dilihat pada Gambar 3.1 (Arnold dan Chapman 2004 dalam Marimin dan Magfiroh 2011:26).

Gambar 3.1 Pola Aliran Material Sumber: Marimin & Magfiroh (2011)

Pola aliran material pada Gambar 3.1 meunjukkan bahwa bahan mentah didistribusikan kepada supplier dan manufaktur yang melakukan pengolahan, sehingga menjadi bahan jadi yang siap didistribusikan kepada customer melalui distributor. Aliran produk terjadi mulai dari supplier hingga ke konsumen, sedangkan arus balik aliran ini adalah aliran permintaan dan informasi.

Permintaan dari customer diterjemahkan oleh distributor dan distributor

(4)

menyampaikan pada manufactur, selanjutnya manufaktur menyalurkan informasi kepada para supplier.

Hal-hal tersebut diatas sejalan dengan pendapat Heizer dan Render (2010:4) bahwa manajemen rantai pasokan merupakan manajemen berbagai aktivitas pengadaan bahan dan pelayanan, pengubahan menjadi barang setengah jadi dan produk akhir, serta pengiriman produk melalui suatu sistem distribusi.

Rantai pasokan ini melibatkan semua interaksi antara pemasok, produsen, distributor dan pelanggannya dari hulu ke hilir atau sebaliknya, oleh karena itulah peningkatan efektifitas dan effisiensi dalam suatu pelaksanaan proses operasional melalui pemilihan dan pengelolaan yang tepat terhadap jaringan supply chain sangatlah mungkin dilakukan.

Konsep dan difinisi supply chain management dapat ditinjau menurut Pujawan dan ER (2010:5) dalam bukunya tetang supply chain management, mengatakan bahwa didalam suatu jaringan management rantai pasok (supply chain management) terdapat 3 (tiga) macam aliran yang harus dikelola dengan baik, yaitu aliran material, aliran informasi dan aliran uang. Ketiga aliran tersebut yang didefinisikan sebagai supply chain management (SCM), jika terintragasi dengan baik, sebagaimana diillustrasikan dalam Gambar 3.2. Tiga aliran yang harus dikelola dengan baik dalam suatu jaringan management rantai pasok (supply chain management), sehingga effektifitas dan effisiensi dalam proses ini dapat ditingkatkan.

(5)

Gambar 3.2 Simplifikasi model supply chain dan 3 macam aliran yang harus dikelola.

Sumber: Pujawan dan ER (2010)

Gambar diatas mengenai aliran yang harus dikelola dengan baik, dapat dijabarkan, sebagai berikut :

1. Aliran barang yang mengalir dari hulu (upstream) ke hilir (downstream).

Contohnya adalah bahan baku yang dikirim dari supplier material ke suatu pabrik material setengah jadi, setelah produk selesai diproduksi, mereka dikirim ke distributor kemudian digunakan oleh pelanggan .

2. Aliran uang dan sejenisnya yang mengalir dari hilir ke hulu.

3. Aliran informasi yang bisa terjadi dari hulu ke hilir maupun sebaliknya.

Misalnya informasi mengenai persediaan produk yang masih ada di distributor, sering dibutuhkan oleh supplier maupun pabrik yang ikut terlibat didalamnya, dan sebaliknya informasi tentang ketersediaan kapasitas produksi yang dimiliki oleh supplier juga sering dibutuhkan oleh pabrik. Sedangkan status mengenai pengiriman bahan baku juga oleh perusahaan pengiriman maupun yang akan menerima. Perusahaan pengiriman harus membagi informasi seperti ini agar pihak-pihak yang berkepentingan bisa memonitor untuk perencanaan yang lebih akurat.

(6)

Rangkaian hubungan tersebut terjadi didalam suatu rentang proses perubahan material, yang dimulai dari tahapan material alam hingga produk akhirnya yang diterima oleh pengguna akhir. Hal tersebut menjadi sangat kompleks karena perusahaan tertentu memiliki hubungan ke hulu dengan beberapa supplier (multiple suppliers) dan ke hilir dengan beberapa customer (multiple customers), meluas antara supplier dengan supplier-nya supplier dan customer dengan customer-nya customer, melalui tiga aliran proses yaitu: aliran barang, aliran informasi dan aliran uang didalamnya, dengan adanya kompleksitas tersebut, maka kemampuan untuk mengintegrasikan mata rantai pasok (supply chain), beserta wawasan dan update pengetahuan tentang manajemen rantai pasok (supply chain management), yang telah diakui dapat meningkatkan kompetensi dan pencapaian optimalisasi secara keseluruhan, sangatlah diperlukan bagi perusahaan. Supply Chain Management (SCM) bertujuan untuk membuat seluruh sistem menjadi efektif dan efisien, minimalisasi biaya dari transportasi, dan distribusi sampai inventori bahan baku, bahan dalam proses, serta barang jadi (Marimin dan Magfiroh, 2011:26).

Salah satu konsep dari industri manufacture yang dapat mendukung hal ini adalah konsep Supply Chain Management (SCM).

1. Konsep dan Definisi Indikator Kinerja Supply Chain Management Indikator secara umum dapat diartikan sebagai informasi yang disajikan dalam bentuk yang baku untuk mengacu pada status yang sedang berjalan, kecenderungan (trend), atau tindak lanjut yang dibutuhkan.

Ada beberapa sifat yang harus dipenuhi oleh Indikator yaitu :

(7)

1. Universality (bersifat umum dan mudah diukur).

2. Measurability (menjamin bahwa data-data yang diperlukan, dapat diukur).

3. Consistency (menjamin kekonsistenan pengukuran).

Kinerja seringkali dipersepsikan sebagai performance, yang diartikan sebagai hasil kerja atau prestasi kerja. Padahal kinerja memiliki makna yang lebih luas, bukan hanya menyatakan sebagai hasil kerja, tetapi bagaimana prosesnya berlangsung. Kinerja adalah tentang melakukan pekerjaan dan hasil yang dicapai dari pekerjaan tersebut, juga tentang apa yang dikerjakan dan bagaimana cara mengerjakannya. Kinerja merupakan hasil pekerjaan yang mempunyai hubungan kuat dengan tujuan strategis organisasi, kepuasan konsumen, dan memberikan kontribusi ekonomi (Wibowo, 2007 dalam Nugroho 2014:24).

Indikator kinerja atau performance indicators adalah suatu ukuran kuantitatif dan atau kualitatif yang menggambarkan tingkat suatu sasaran atau tujuan yang telah ditetapkan. Indikator kinerja merupakan suatu yang akan dihitung dan diukur serta digunakan sebagai dasar untuk menilai atau melihat tingkat kinerja baik dalam tahap perencanaan, pelaksanaan, maupun setelah kegiatan selesai dilakukan.

Terdapat dua proses dalam menentukan indicator kinerja, yaitu proses identifikasi dan klasifikasi indicator kinerja. Proses transformasi pengukuran kinerja dapat diskemakan dalam suatu kerangka logis seperti diperlihatkan dalam gambar berikut :

(8)

Gambar 3.3 Kerangka Logis Proses Penilaian Kinerja Supply Chain Sumber: Noor Yasak Manaf (2005)

Sesuai dengan kerangka logis diatas, maka untuk melakukan penilaian kinerja, ada beberapa jenis indikator kinerja yang dapat digunakan, yaitu :

a. Indikator Input (masukan), segala sesuatu yang dibutuhkan agar pelaksanaan kegiatan dapat berjalan menghasilkan keluaran. Dapat berupa sumber daya manusia, anggaran, informasi dan lain sebagainya.

b. Indikator Output (keluaran), sesuatu yang diharapkan langsung tercapai dari suatu kegiatan yang dapat berupa fisik maupun non fisik.

c. Indikator Outcome (hasil), segala sesuatu yang menunjukan berfungsinya keluaran kegiatan pada jangka menengah (efek langsung).

d. Indikator Benefit (manfaat), segala sesuatu yang berhubungan dengan tujuan akhir dari pelaksanaan kegiatan.

e. Indikator Impact (dampak), pengaruh yang ditimbulkan baik positif maupun negative pada setiap tingkatan indikator berdasarkan asumsi yang ditetapkan.

Indikator tersebut dapat digunakan untuk evaluasi baik dalam tahap perencanaan, pelaksanaan, maupun setelah kegiatan selesai dan berfungsi.

Jika dikaitkan dengan supply chain management (kinerja supply chain

(9)

management) diartikan sebagai semua pemenuhan permintaan pelanggan yang dinyatakan secara kuantitatif.

Menurut Tucker and Taylor, 1990 dalam Nugroho (2014:26), ukuran kinerja terdiri dari empat komponen yaitu satuan metrik yang digunakan (kesesuaian, efisiensi, efektifitas, biaya dan reaksi), suatu skala (rupiah, jam), suatu rumusan (presentase a terhadap b, rata-rata waktu antara kegagalan) dan suatu kondisi saat penilaian dilakukan. Pengukuran kinerja supply chain management sangat penting dilakukan di industri yang meningkatkan kompetensinya sebagai industry yang kuat, termasuk di industri beras organik. Kalangan industri pada umumnya melakukan pengukuran kinerja terhadap supply chain management nya dengan tujuan mengurangi biaya-biaya, memenuhi kepuasan pelanggan, dan meningkatkan keuntungan mereka (Kappler dan Vivar, 1999 dalam Nugroho 2014:26).

Suatu pengukuran kinerja juga harus menggambarkan suatu feedback (umpan balik) dari informasi yang merupakan gabungan antara apa yang diharapkan oleh konsumen dan tujuan yang paling strategis.

2. Konsep Kinerja Supply Chain Management Di Industri Manufacture Menurut Hugos (2011:5), dijelaskan mengenai area utama kinerja supply chain management di industri manufacture yang memungkinkan untuk menghasilkan model dasar yang memungkinkan berbagai jenis supply chain management. Model dasar ini meliputi pengambilan keputusan berikut daerah-daerah dimana semua unsur dalam supply chain management harus

(10)

membuat keputusan secara individu atau bersama sama. Area kinerja tersebut adalah :

1. Production, tujuannya menghasilkan apa keinginan pasar, pada waktu yang tepat dengan volume produksi yang cukup.

2. Inventory, apa saja level persediaan dari berbagai SKU (Stock Keeping Unit) harus ditentukan dalam seluruh tahapan supply chain. Tingkat persediaan bertindak sebagai buffer dan mengamankan proses bisnis dari fluktuasi permintaan.

3. Lokasi, merupakan bagian proses supply chain yang berkaitan dengan fasilitas. Penting karena akan menentukan lokasi yang optimal untuk berbagai fasilitas, gudang, dan penyimpanan.

4. Transportasi, kebutuhan untuk memindahkan inventory dari satu titik ke titik yang lain diseluruh aktivitas supply chain. Pertanyaannya adalah bagaimana barang harus dipindahkan dan jenis transportasi apa yang harus dipilih.

5. Informasi, menekankan pada pengambilan keputusan yang lebih tepat, berkaitan dengan pengumpulan dan pengambilan data.

(11)

Penjelasan dari ke lima faktor diatas dapat dijelaskan dalam Gambar 3.4.

Lima Area Utama Kinerja Supply Chain di Industri Manufacture, berikut :

Gambar 3.4. Lima Area Utama Kinerja Supply Chain di Industri Manufacture Sumber : Hugos (2011)

Pengukuran kinerja supply chain management, tidak terlepas dari strategi operasi dari supply chain itu sendiri dalam memenuhi kebutuhan konsumen (market requirement), seperti yang dikatakan oleh Nigel dan Lewis (2011:47), kinerja operasi dapat memberikan keunggulan kompetitif melalui kinerjanya pada lima tujuan kompetitif, yaitu:

1. Kualitas (Quality)

Kualitas mengacu pada "spesifikasi" dari produk atau jasa., atau apecification approriate, yang berarti bahwa produk dan layanan yang "cocok untuk tujuan".

2. Kecepatan (Speed)

Menunjukkan total waktu antara awal prose soperasi hingga ujungnya.

(12)

3. Kehandalan (Dependability)

Istilah ketergantungan digunakan untuk berarti menepati janji pengiriman menghormati waktu pengiriman yang diberikan kepada pelanggan.

4. Fleksibilitas (Flexibility)

Kemampuan untuk merubah sesuai yang diinginkan pasar.

5. Biaya (Cost)

Biaya yang ditimbulkan sepanjang proses operasi berlangsung hingga pendistribusian ke pelanggan.

Menurut Chan and Qi, 2003 dalam Nugroho (2014:30), mengusulkan performance of activity (POA) yang merupakan suatu model untuk mengukur kinerja aktifitas yang menjadi bagian dari proses dalam supply chain management. Menurut jurnal tersebut, performance dari supply chain management merupakan kinerja aktifitas tersebut dapat diukur dalam berbagai dimensi, yaitu :

1. Ongkos atau biaya

Ongkos atau biaya muncul karena dalam pelaksanaan suatu aktifitas ada sumber daya yang digunakan.

2. Waktu

Merupakan kecepatan respon secara umum yang ditentukan oleh waktu yang diperlukan oleh masing-masing aktifitas maupun proses dalam supply chain.

3. Kapasitas

Suatu ukuran seberapa banyak volume pekerjaan yang bisa dilakukan oleh suatu bagian dari supply chain pada suatu periode tertentu.

(13)

4. Kapabilitas

Mengacu pada kemampuan agregat suatu kegiatan supply chain untuk melakukan suatu aktifitas. Mempunyai sub-dimensi: Reliabilitas (kehandalan), Ketersediaan, dan Fleksibilitas.

5. Produktifitas

Mengukur sejauh mana sumber daya pada kegiatan supply chain digunakan secara efektif dalam mengubah input menjadi output.

6. Utilisasi

Mengukur tingkat pemakaian sumber daya dalam kegiatan supply chain.

7. Outcome

Merupakan hasil dari suatu proses atau aktifitas. Pada proses produksi misalnya, bisa berupa nilai tambah yang diberikan kepada produk-produk yang diberikan, mengelola resiko yang timbul dan stabilitas mutu, dan merupakan sebuah atribut kerja dalam pengukuran performa kinerja supply chain management.

3. Konsep Strategi Supply Chain Management

Strategi supply chain management didefinisikan sebagai kumpulan kegiatan dan aksi strategis disepanjang supply chain management yang menciptakan rekonsiliasi antara apa yang dibutuhkan pelanggan akhir dengan kemampuan sumber daya yang ada pada supply chain management tersebut.

Strategi tidak bisa dilepaskan dari tujuan jangka panjang. Strategi ini sangat penting untuk menciptakan daya saing dipasaran. Untuk bisa memenangkan persaingan pasar maka supply chain management harus bisa menyediakan

(14)

produk yang murah, berkualitas, tepat waktu dan berfariasi. Menciptakan kesesuaian antara karakteristik produk (atau pasar) dengan strategi supply chain management akan menyebabkan supply chain management bertahan atau unggul dipasaran. Kesesuaian tersebut atau juga disebut strategic fit.

Strategic fit merupakan konsistensi antara prioritas pelanggan yang diharapkan mampu dipenuhi oleh strategi kompetitif dan kemampuan rantai nilai yang dapat dibangun dengan strategi supply chain management.

Strategic fit diartikan bahwa kompetitif dan strategi rantai nilai memiliki sasaran yang sama. Ini berarti adanya konsistensi antara prioritas pelanggan yang diharapkan mampu dipenuhi oleh strategi kompetitif dan kemampuan rantai nilai yang dapat dibangun dengan strategi managemen rantai pasokan (Chopra and Meindl. 2007:42). Strategic fit dicapai dengan tiga tahap : yaitu:

1. Memahami pelanggan dan ketidakpastian rantai pasokan (Understanding the Customer and Supply Chain Uncertainty).

2. Memahami kemampuan rantai pasokan (Understanding the Supply Chain Capabilities).

3. Pencapaian strategic fit (Achieving Strategic Fit).

3.1.2 Pengertian Supply Chain Operations Reference (SCOR)

SCOR (Supply Chain Operations Reference) merupakan suatu referensi model yang digunakan untuk mengukur kinerja dari supply chain. SCOR dikembangkan oleh Supply Chain Council (SCC) yaitu suatu lembaga nirlaba yang didirikan pada tahun 1996 dan diprakarsai oleh beberapa organisasi/perusahaan seperti Bayer, Compaq, Procter & Gamble, Lockheed

(15)

Martin, Nortel, Rockwell Semiconductor, Texas Instruments, 3M, Cargill, Pittiglio, Rabin, Todd, & McGrath (PRTM), dan AMR (Advance Manufacturing Research). Pada awal berdirinya council ini memiliki anggota sebanyak 69 perusahaan, namun saat ini anggotanya telah mencapai 1000 perusahaan. Menurut Marimin dan Magfiroh (2010:144), SCOR dapat digunakan untuk mengukur perfoma rantai pasokan perusahaan, meningkatkan kinerjanya, dan mengomunikasikan kepada pihak-pihak yang terlibat didalamnya. SCOR merupakan alat manajemen yang mencakup mulai dari pemasok hingga ke konsumennya.

Supply Chain Operations Reference Model, SCOR menjelaskan pemetaan dilakukan untuk mendapatkan gambaran model yang jelas mengenai aliran material, aliran informasi dan aliran keuangan dari suatu rantai pasok perusahaan.

Metode SCOR merupakan metode sistematis yang mengkombinasikan elemen- elemen seperti teknis bisnis, bechmarking, dan praktek terbaik (best practice) untuk diterapkan didalam rantai pasokan.

Gambar 3.5 Model Supply Chain Operations Reference Sumber: SCC Council (2013)

(16)

Berdasarkan Gambar 3.5 terdapat dua konsep penting dalam pengelolaan kinerja yakni pengukuran kinerja (performance measurement) dan peningkatan kinerja (performance improvement). Dilihat dari sudut pandang pengukuran kinerja, kerangka tersebut mencakup semua aspek dari kumpulan mengukur kinerja (performance measure), mengukur ketergantungan (measure dependencies) sampai metode evaluasi (evaluation method). Sementara dari sudut pandang peningkatan kinerja, kerangkat tersebut membentang diseluruh siklus mulai dari langkah-langkah pemodelan, pengukuran, analis dan peningkatan.

3.1.3 Proses Supply Chain Operations Reference (SCOR)

Proses dalam Supply Chain Operations Reference (SCOR) terdiri dari 4 level, yaitu:

Level 1 adalah top level yang terdiri dari 5 proses kunci yakni PLAN, SOURCE, MAKE, DELIVER dan RETURN. Level 1 metrik mengkarakteristikan kinerja berdasarkan dua perspektif. Perspektif pertama adalah dari sisi customer dan perspektif yang kedua adalah berdasarkan perspektif internal. Pada level ini, dilakukan pendefinisian tentang kompetisi dasar yang ingin dicapai beserta petunjuk dan cara bagaimana dapat memenuhi kompetisi dasar tersebut. Adapun penjelasan dari kelima proses pada level 1 adalah sebagai berikut:

a. Plan, merupakan proses yang menyeimbangkan permintaan dan pasokan untuk menentukan tindakan terbaik dalam memenuhi kebutuhan pengadaan, produksi, dan pengiriman. Plan mencakup proses menaksir kebutuhan distribusi, perencanaan dan pengendalian persediaan,

(17)

perencanaan produksi, perencanaan material, perencanaan kapasitas, dan melakukan penyesuaian supply chain plan dengan financial plan.

b. Source, yaitu proses pengadaan barang maupun jasa untuk memenuhi permintaan. Proses yang tercakup meliputi penjadwalan pengiriman dari supplier, menerima, mengecek, dan memberikan otorisasi pembayaran untuk barang yang dikirim supplier, memilih suplier, mengevaluasi kinerja supplier, dll. Jadi proses bisa berbeda tergantung pada apakah barang yang dibeli termasuk stoked, make-to-order, atau engineer-to-order products.

c. Make, yaitu proses untuk mentransformasi bahan baku/komponen menjadi produk yang diinginkan pelanggan.Kegiatan make atau produksi dapat dilakukan atas dasar ramalan untuk memenuhi target stok (make-to-stock), atas dasar pesanan ( make-to- order ), atau engineer-to-order. Proses yang terlibat disini adalah penjadwalan produksi, melakukan kegiatan produksi dan melakukan pengetesan kualitas, mengelola barang setengah jadi, memelihara fasilitas produksi, dll.

d. Deliver, yang merupakan proses untuk memenuhi permintaan terhadap barang maupun jasa. Biasanya meliputi order management, transportasi, dan distribusi. Proses yang terlibat diantaranya adalah menangani pesanan dari pelanggan, memilih perusahaan jasa pengiriman, menangani kegiatan pergudangan produk jadi, dan mengirim tagihan ke pelanggan.

e. Return, yaitu proses pengembalian atau menerima pengembalian produk karena berbagai alasan kegiatan yang terlibat antara lain identifikasi kondisi produk, meminta otorisasi pengembalian cacat, penjadwalan

(18)

pengembalian, dan melakukan pengembalian. Post-delivery-customer support juga merupakan bagian dari proses return.

Level 2 merupakan level konfigurasi dan berhubungan erat dengan pengkategorian proses. Pada level 2 ini dilakukan pendefinisian kategori – kategori terhadap setiap proses pada level 1. Pada level ini, proses disusun sejalan dengan strategi supply chain. Tujuan yang hendak dicapai pada level 2 ini adalah menyederhanakan supply chain dan meningkatkan flexibility dari keseluruhan supply chain. Pada level 2 ini, kendala market, kendala produk dan kendala perusahaan untuk menyusun proses inter dan intra- perusahaan.

Level 3 adalah level elemen proses dan merupakan level paling bawah dalam lingkup SCOR model. Pada level implementasi, yakni level yang berada dibawah level 3, elemen proses diuraikan kedalam task dan aktivitas lanjutan.

Level implementasi ini tidak mencakup dalam lingkup SCOR model. Level 3 mengijinkan perusahaan untuk mendefinisikan secara detail proses-proses yang teridentifikasi begitu juga dengan ukuran kinerja dan juga best practice pada setiap aktivitas. Level kinerja dan practices didefinisikan untuk proses-proses elemen ini, didalam level ini, Benchmarking dan atribut –atribut yang diperlukan juga dibutuhkan untuk enabling software. Pada level 3 juga disertakan input output dan basic logic flow dari elemen-elemen proses.

Pada level 4, implementasi dari supply chain mengambil peran. Pada level ini digambarkan secara detail tugas-tugas didalam setiap aktivitas yang dibutuhkan pada level 3 untuk mengimplementasikan dan mengelola supply chain berbasis harian. Model SCOR level 1 dan 2 menjaga manajemen untuk tetap focus, sedangkan level 3 mendukung adanya diagnosis (Nugroho, 2014:45-47).

(19)

Indikator kinerja supply chain management di industri manufacture yang dikembangkan juga oleh Lutz and Ritter (2009), kemudian diaplikasikan dalam pengukuran kinerja disuatu perusahaan manufacture ditunjukan dalam Tabel 3.1 berikut:

Tabel: 3.1 Indikator Kinerja Supply Chain Management di Industri Manufacture

No Kinerja Definisi

1 Delivery performance to request Kinerja perusahaan dalam memenuhi permintaan untuk dapat sesuai dengan jumlah yang diminta oleh pelanggan

2 Order fulfillment lead time Waktu yang diperlukan perusahaan untuk memenuhi permintaan pelanggan

3 Perfect Order Tingkat keakuratan perusahaan dalam melakukan pemenuhan permintaan dari pelanggan

4 Order fill rate Kemampuan perusahaan untuk memenuhi

kebutuhan pelanggan pada kedatangan pertama kali

5 Performance to promise Keadaan perusahaan berkaitan dengan pemenuhan janji yang diberikan oleh perusahaan jika terjadi kekurangan atau jika terjadi kekosongan dari barang yang diminta

6 Upside production flexibility Felxibilitas dari supplier perusahaan dalam memenuhi permintaan perusahaan

7 Fixed Production Stabilitas produksi yang dilakukan oleh perusahaan

8 Total Supply Management Cost

Order Manufacturing cost Biaya Orde dari pesanan

Equipment related to production as a% of revenue

Besarnya pembelian perlengkapan yang diperlukan perusahaan

Inventory carrying cost Biaya simpan dari inventory

Inventory investment as % of sales

Besarnya investasi dari inventory

% of raw material, purchased component, product compare to total inventory investment

Jumlah bahan baku yang dibeli perusahaan

9 Measure of excess/obsolete inventory

Adanya inventory yang kelebihan/menjadi tidak digunakan

10 Projected inventory turns Perpindahan inventory yang diinginkan perusahaan dimasa depan

11 Inventory accuracy Ketepatan penggunaan dari jumlah inventory yang dilakukan

12 Value of slow moving product Ketepatan dari besarnya Nilai yang harus disediakan

(20)

Tabel: 3.1 (Lanjutan)

No Kinerja Definisi

13 Forecast accuracy

Unit of forecast accuracy Ketepatan dari peramalan yang digunakan

Dollar of forecast accuracy Ketepatan dari peramalan yang dilakukan dari besarnya nilai yang harus disediakan

14 Transportation

Freight cost per unit shipped Biaya angkut dari pengiriman per unit

Outbound freight cost as percentage of net sales

Biaya kirim yang dibandingkan terhadap penjualan

Inbound freight cost as percentage of purchases

Biaya angkut yang terjadi didalam perusahaan dibandingkan terhadap pembelian

Claims as % og freight costs Biaya klaim yang dibandingkan terhadap biaya angkut

Accessorial as percent of total freight

Biaya tambahan dalam pengiriman

Percent of truckload capacity utilized

Penggunaan ruang dalam kendaraan

Mode selection vs optimal Cara pengiriman yang paling optimal

Truck turn around time Lama waktu untuk mengisi kendaraan yang dating

Shipment visibility/traceability percent

Kemampuan melihat kinerja pengiriman dari ekspedisi yang digunakan perusahaan

Number of carries per mode Jumlah ekspedisi yang menggunakan cara pengangkutan yang sama dengan perusahaan

On times pickup Ketepatan waktu pengambilan ke perusahaan.

15 Return

Return processing cost as % of product revenue

Biaya memproses barang yang dikembalikan terhadap penerimaan produk yang sejenis yang dikirim

Return inventory status Jumlah inventory dari barang yang dikembalikan

Return cycle time

 Cycle time to process excess product return to re scale

Waktu untuk memproses barang yang dikembalikan untuk dijual kembali

Cycle time to process obsolete and end of life product return disposal

Waktu untuk memproses barang yang dikembalikan yang sudah habis masa expired

Cycle time to repair of refurbish return for use

Waktu untuk memperbaiki barang yang dikembalikan untuk digunakan kembali

Cost of units

repaired/refurbished internally as a % of total

Biaya memperbaiki barang yang dikembalikan

Defect free order to total order Jumlah pemenuhan permintaan yang tanpa return

Sumber : Lutz and Ritter (2009)

Menurut Beamon 1999, dalam Nugroho (2014:35), terdapat tiga jenis pengukuran kinerja supply chain, yaitu:

(21)

1. Sumber daya, tujuannya untuk mencapai tingkat effisiensi yang setinggi tingginya, bentuk nyata yang dapat diukur dalam kriteria ini antara lain, total biaya, biaya distribusi, biaya produksi, biaya inventory, dan lain sebagainya.

2. Keluaran, tujuannya mencapai tingkat kepuasan pelanggan yang setinggi tingginya, bentuk nyata yang dapat diukur dalam kriteria ini antara lain, volume produksi, jumlah penjualan, jumlah pesanan yang dapat dipenuhi tepat waktu .

3. Fleksibilitas, tujuannya untuk menciptakan kemampuan yang tinggi dalam merespon perubahan yang terjadi dilingkungannya, bentuk nyata yang dapat diukur dalam kriteria ini antara lain, pengurangan jumlah backorder, pengurangan jumlah lost sales, kemampuan merespon fariasi permintaan, dan lain sebagainya.

3.1.4 Analytical Hierarchy Process (AHP)

Menurut Marimin dan Magfiroh (2011:91), Proses Hierarki Analitik (Analytical Hierarchy Process –AHP) dikembangkan oleh Dr. Thomas L. Saaty dari Wharton School of Business pada tahun 1970-an untuk mengorganisir informasi dan pendapat ahli (Judgment) dalam memilih alternatif yang paling disukai oleh Saaty, dengan menggunakan AHP suatu persoalan akan diselesaikan dalam suatu kerangka pemikiran terorganisir, sehingga dapat diekspresikan untuk mengambil keputusan yang efektif atas persoalan tersebut. Persoalan yang kompleks dapat disederhanakan dan dipercepat pengambilan keputusannya.

(22)

Prinsip kerja AHP adalah penyederhanaan suatu persoalan kompleks yang tidak terstruktur, strategik dan dinamik menjadi sebuah bagian-bagian dan tertata dalam sebuah hirarki. Tingkat kepentingan setiap variabel diberi nilai numerik, secara subjektif tentang arti penting variabel tersebut dan secara relatif dibandingkan dengan variabel lain. Berbagai pertimbangan kemudian dilakukan sintesa untuk menetapkan variabel yang memiliki prioritas tinggi dan berperan untuk memengaruhi hasil pada sistem tersebut.

Secara grafis, persoalan keputusan AHP dapat dikontruksikan sebagai diagram bertingkat (hierarki). AHP dimulai dengan goal sasaran lalu kriteria level pertama, subkriteria, dan akhirnya alternatif. Terdapat berbagai bentuk hierarki keputusan yang disesuaikan dengan substansi dan persoalan yang dapat diselesaikan dengan AHP.

AHP memungkinkan pengguna untuk memberikan nilai bobot relatif dari suatu kriteria majemuk atau alternatif majemuk terhadap suatu kriteria. Pemberian bobot tersebut secara intuitif, yaitu dengan melakukan perbandingan berpasangan (Parwise comparisons). Dr. Thomas L. Saaty, pembuat AHP, kemudian menentukan cara yang konsisten untuk mengubah perbandingan berpasangan/

parwise menjadi suatu himpunan bilangan yang mempresentasikan prioritas relatif dari setiap kriteria dan alternatif.

(23)

AHP sangat cocok dan flexibel digunakan untuk menentukan keputusan yang menolong seorang decision maker untuk mengambil keputusan yang kualitatif dan kuantitatif berdasarkan segala aspek yang dimilikinya. Kelebihan lain dari AHP adalah dapat memberikan gambaran yang jelas dan rasional kepada decision maker tentang keputusan yang dihasilkan.

Gambar 3.6 Breakdown Matric pada SCOR Model dengan AHP Sumber: Thomas L. Saaty, (2003) dalm Marimin dan Magfiroh (2010).

Pada Gambar 3.6 Struktur Bagan AHP, dapat diketahui bahwa setiap elemen dalam suatu level didalam AHP akan mempengaruhi elemen pada level yang lebih tinggi. Langkah-langkah dalam menentukan keputusan dalam AHP:

1. Menentukan masalah yang terjadi

2. Menentukan perbandingan setiap element 3. Mengabungkan setiap prioritas yang ada.

Pada langkah pertama, user diminta untuk menentukan permasalahan apa yang terjadi dan menentukan keputusan apa yang akan dicari, pada langkah pertama ini user juga diminta untuk menentukan kriteria-kriteria apa saja yang dapat menentukan pengambilan keputusan. Pada langkah kedua, user diminta

(24)

untuk menentukan prioritas-prioritas setiap element yang dapat mempengaruhi pengambilan keputusan. Pada langkah ketiga, system akan mengabungkan setiap prioritas-prioritas yang ada dan mencari hasil dan keputusan yang terbaik.

Menurut Saaty (2003) dalam Marimin dan Magfiroh (2011:94) tidak semua masalah sistem dapat dipecahkan hanya melalui analisa elemen sistem yang terukur. Sering kali elemen sistem yang tidak terukur memiliki peranan yang besar, sehingga tidak dapat diabaikan, seperti mutu lingkungan, kesehatan, ketentraman dan sebagainya. Menganalisa dan mengevaluasi nilai-nilai sosial, seperti tersebut diatas, diperlukan metode analisis yang sesuai, yaitu suatu pendekatan yang memungkinkan adanya intraksi antara pendapat dan fenomena sosial. Penggunaan terdapat dalam memecahkan masalah sistem dilakukan dengan membendingkan elemen sistem secara berpasangan. Diperlukan seperangkat skala (rating scale) yang dapat membedakan setiap pendapat dan memiliki keteraturan, sehingga memudahkan untuk mengaitkan antara pendapat pakar dengan nilai skala tersebut.

Nilai skala yang digunakan dalam perbandingan pendapat secara berpasangan adalah 1 sampai 9, dapat dilihat pada Tabel 3.2., untuk berbagai persoalan, skala 1 sampai 9 adalah skala terbaik dalam mengekspresikan pendapat. Skala 1-9 diterapkan sebagai pertimbangan dalam membandingkan pasangan elemen disetiap level hirarki terhadap suatu elemen yang berbeda di level atasnya. Skala dengan sembilan satuan dapat menggambarkan derajat sampai mana kita mampu membedakan intensitas tata hubungan antar elemen.

(25)

Tabel 3.2 Skala Penilaian Perbandingan Berpasangan

Intensitas kepentingan

Keterangan Penjelasan

1 Faktor Vertikal sama penting dengan Faktor Horizontal

Dua elemen mempunyai pengaruh yang sama besar terhadap tujuan

3 Faktor Vertikal lebih penting dari Faktor Horizontal

Pengalaman dan penilaian sedikit menyokong satu elemen dibandingkan elemen lainnya 5 Faktor Vertikal jelas lebih

penting dari Faktor Horizontal

Pengalaman dan penilaian sangat kuat menyokong satu elemen dibanding elemen lainnya

7 Faktor Vertikal sangat jelas lebih penting dari Faktor Horizontal

Satu elemen yang kuat disokong dan dominan terlihat dalam praktek

9 Faktor Vertikal mutlak lebih penting dari Faktor Horizontal

Bkanukti yang mendukung elemen yang satu terhadap elemen yang lainnya memiliki tingkat penegasan tertinggi yang mungkin menguatkan 2,4,6,8 Apabila ragu-ragu antara

dua nilai elemen yang berdekatan

Nilai ini diberikan bila ada dua kompromi diantara dua pilihan

Kebalikan 1/(2-9)

Kebalikan dari keterangan nilai 2-9

Sumber: Marimin dan Magfiroh (2011)

Matrik pendapat komparasi berpasangan terdiri dari matriks pendapat individu (MPI) dari setiap expert yang memberikan pendapat dan matriks pendapat gabungan (MPG), yaitu gabungan pendapat dari semua expert yang memberikan pendapat. MPI merupakan matriks pendapat berpasangan dari setiap expert yang membentuk suatu matrik bujur sangkat (n x n). MPI secara matematis dapat ditulis sebagai matriks A = (

a

ij), dimana

a

ij adalah elemn matrik A pada baris ke-i dan kolom ke-j. Bentuk umum matriks pendapat komparasi berpasangan dapat dilihat pada tabel 3.3. Matriks komparasi pendapat berpasangan. Cara pengisian tabel tersebut adalah dengan membandingkan, dimana tingkat kepentingan F1 dibandingkan dengan F2 ternyata sedikit lebih penting atas G, sehingga diberi niali 3 dan nilai kebalikannya adalah 1/3. Tingkat kepentingan F1

(26)

dibandingkan dengan Fn ternyata antara sedikit lebih penting sampai lebih penting atas G, sehingga diberi nilai 4 dan nilai kebalikannya adalah 1/4 . Tingkat kepentingan F2 dibandingkan dengan Fn ternyata sangat kuranf penting atas G, sehingga diberi nilai 1/7 dan nilai kebalikannya adalah 7. Demikian seterusnya dilakukan untuk setiap matriks pendapat individu.

Tabel 3.3 Matriks Komparasi Pendapat Berpasangan

G F1 F2 ... Fn

F1 1 3 ... 4

F2 1/3 1 ... 1/7

... ... ... ... ...

Fn 1/4 7 1/9 1

Sumber: Marimin dan Magfiroh (2011)

Matriks pendapat gabungan berisi nilai rata-rata geometrik (gij) dari matriks pendapat individu yang memenuhi syarat tingkat konsistensi (Nilai RK = 10%). Rata-rata geometrik dapat dituliskan dalam bentuk rumus sebagai berikut :

____ = ∏ (k)

Dimana m adalah jumlah responden pakar yang memenuhi syarat tingkat konsistensi.

Pengolahan Horizontal

Pengolahan horizontal digunakan untuk menyusun prioritas keputusan untuk setiap elemen pada srata keputusan. Tahap-tahap pada pengolahan horizontal dipaparkan di bawah ini.

(27)

Tahap 1. Mencari Nilai Vektor Eigen (VE)

VE = ∏

(i, j = 1, 2, ..., n)

Tahap 2. Mencari Vektor Prioritas (VP)

VP =

Dimana VPi adalah elemen vektor prioritas ke-i

Pengolahan Vertikal

Pengolahan vertikal digunakan untuk menyusun prioritas keputusan setiap elemen pada strata tertentu terhadap sasaran utamanya (strata 1). Pengolahan vertikal dimulai dari strata ke tiga dengan mencari prioritas keputusan setiap elemen yang terdapat pada strata ketiga tersebut terhadap sasaran utamanya.

Setelah prioritas keputusan setiap elemen pada strata ketiga diperoleh, maka dilanjutkan untuk menghitung prioritas keputusan untuk strata berikutnya terhadap sasaran utama, demikian seterusnya dilakukan untuk semua strata dibawahnya. Pengelolaan vertikal dapat diformulasikan dalam bentuk aljabar sebagai berikut:

Dimana :

NP = Nilai Prioritas hasil Pengelolaan vertikal elemen ke p strata ke q NP =

m S t = 1

(NPH NPT ), untuk p =1, 2, ..., n dan t =1, 2, ..., m

(28)

NPH = Nilai Prioritas hasil Pengelolaan horizontal elemen ke p strata ke q NPV ( ) = Nilai Prioritas hasil Pengelolaan vertikal elemen ke-t strata ke q-1 m = Jumlah elemen pada strata ke q-1

n = Jumlah elemen pada strata ke q

Untuk mengetahui kerangka umum untuk didiskusikan dan dianalisis dengan para pakar, maka perlu dibuat semacam Framework awal yang memuat lima kluster yaitu tujuan, aspek, masalah, pemecahan dan strategi. Framework awal bertujuan untuk memberikan gambaran mengenai tujuan yang akan dicapai dengan beberapa aspek dan masalah yang timbul kemudian dicari pemecahan masalah dan strategi nya.

Tujuan

Aspek

Masalah

Pemecahan Strategi

Gambar 3.7 Framework hubungan goal, kriteria dan strategi dalam AHP Sumber: Marimin dan Magfiroh (2011)

GOAL

KINERJA ORGANISASI/ INDUSTRI

A1, A2, A3, A4

M1, M2, M3 … M11

P1, P2, P3… P6 S1, S2, S3… S7

(29)

Setiap organisasi atau perusahaan, hal utama yang akan di capai adalah tujuan perusahaan, dalam menunjang tujuan perusahaan diperlukan beberapa aspek yang dapat mendukung dan menjadikan tujuan tersebut dapat tercapai.

Mencapai sebuah tujuan perusahaan banyak masalah yang akan dihadapi, untuk menghadapi masalah yang ada, maka perusahaan mencari solusi untuk pemecahan masalah nya dan yang paling terpenting adalah strategi pemecahan yang akan digunakan sehingga tujuan perusahaan akan tercapai.

3.2 Kajian Penelitian Terdahulu

Referensi mengenai penelitian terdahulu sangat diperlukan, karena untuk mendukung penelitian mengenai pentingnya strategi supply chain management untuk meningkatkan kinerja nya, dimana penelitian tersebut memang menunjukkan betapa pentingnya diterapkan strategi dalam supply chain management, terutama dibidang industri manufacture.

Strategi ini diperlukan dalam kegiatan peningkatan kinerja supply chain management guna memenuhi tuntutan pelanggan yang dinamis. Beberapa penelitian terdahulu yang disajikan dalam jurnal internasional dan lokal, dapat dipaparkan sebagai berikut:

Tabel 3.4 Penelitian Terdahulu

Penulis Metode Hasil

Rouyendegh dan Erkan (2012)

AHP digunakan dalam menentukan pemasok yang terbaik.

Dalam menentukan pemasok yang terbaik, alternatif yang dipakai dalam memilih dan sebagai matrik pengukurannya dalam menentukan pemasok adalah biaya, kualitas, fleksibilitas, pengiriman digunakan.

Bittencourt dan Rabelo

(2011)

SCOR Supply Chain Operation Reference, dengan menggunakan pengambilan keputusan multi-kriteria yang disebut AHP - Analytic Hierarchy Process.

Model SCOR memberikan AHP menitik beratkan pada metrik persaingan harga, kualitas dan on time delivery dalam menyeleksi para pemasoknya

(30)

Tabel 3.4 (Lanjutan)

Penulis Metode Hasil

Daim, et al (2013) Metode yang digunakan adalah proses hirarki analitik dan pendekatan model keputusan hirarkis.

Mengingat kriteria, bobot dan atribut skor, ditemukan bahwa dua 3PLs peringkat sangat erat diposisi teratas. Itu juga menemukan bahwa peringkat sederhana kriteria dapat menghasilkan bobot agregat sangat mirip, asalkan jumlah ahli cukup tinggi. Makalah ini berisi tinjauan literatur yang luas pada penggunaan AHP dan metode yang terkait dalam konteks logistik.

Jothimani and Sarmah S.P (2014)

Atribut kinerja model SCOR (reliability, responsiveness, fleksibilitas, langkah-langkah, biaya dan efisiensi manajemen aset) digunakan sebagai dasar untuk menentukan KPI.

Kuesioner dikirim ke pembuat keputusan yang relevan.

Tulisan ini menggambarkan penggunaan pendekatan terpadu dari SCOR dan proses hirarki analitik (AHP) untuk mengukur kinerja rantai pasokan (SCP) dalam kasus kehidupan nyata penelitian perusahaan. Metode ini membentuk dasar untuk pengukuran kinerja menggunakan model SCOR untuk mengevaluasi strategi.

Kinerja perusahaan telah dibandingkan dengan kinerja sebelumnya sendiri. pekerjaan dapat diperpanjang untuk benchmarking eksternal dan juga untuk sektor lain.

Mmenghubungkan tujuan strategis dengan operasi yang akan membantu manajer pada tingkat yang berbeda dari sebuah organisasi dengan pengambilan keputusan.

Ganguly (2014) Dalam tulisan ini, upaya ini adalah untuk menyajikan sebuah model untuk mengevaluasi risiko yang berhubungan dengan supply, yang didasarkan pada metode analisis proses hirarki (AHP) dan teori Dempster-Shafer (DST). Menetapkan variabel bobot melalui metode AHP dan akhirnya mengevaluasi risiko pasokan melalui metode DST dan menentukan tingkat risiko akhir.

Makalah ini memberikan kontribusi untuk penelitian dalam penilaian risiko dibidang tertentu dari pengukuran kinerja supplier. Dalam tulisan ini, model hibrida menggunakan AHP dan DST untuk penilaian risiko pemasok berdasarkan pengukuran kinerja disajikan.

Analisis empiris dilakukan untuk menggambarkan penggunaan model untuk penilaian risiko dalam rantai pasokan. Metode yang diusulkan memberikan kontribusi dengan memasukkan risiko sebagai ukuran kinerja dalam rantai pasokan. proses penilaian yang dihasilkan proaktif risiko pasokan menggunakan model hybrid dari AHP dan DST.

Anand and Neha (2015)

Sebuah pendekatan kualitatif, berdasarkan literatur telah diadopsi. Diterbitkan literatur dari jurnal pada pengukuran kinerja supply chain telah dipertimbangkan dan berbagai

pendekatan untuk

mengembangkan KPI telah

dipelajari untuk

mengembangkan kerangka teoritis untuk pengukuran kinerja dalam rantai suplai ritel.

Mengidentifikasi indikator kunci untuk pengukuran kinerja dan mengklasifikasikan mereka ke dalam empat kategori utama: transportasi optimasi, optimasi teknologi informasi, optimasi persediaan dan optimalisasi sumber daya. indikator kunci ini disusun secara tepat untuk industri ritel. Sebuah kerangka teori diusulkan untuk menghubungkan kinerja konstruksi ini terhadap kinerja keuangan perusahaan.

Jalalvandet. al (2011) Metode yang diusulkan didasarkan pada lima proses disediakan dalam SCOR Model versi 9.0 (rencana, sumber, membuat, memberikan dan kembali) dan tahapan bisnis utama dari industri.

Menggunakan data

Envelopment Analysis (DEA) dan PROMETHEE II, kelipatan kriteria teknik pengambilan keputusan, sebagai alat untuk

Membandingkan rantai pasokan (SCS) dari industri melalui hasil metode yang diusulkan dalam proses benchmarking, bisnis tahap benchmarking dan SCS peringkat dalam lingkup pemasok pemasok untuk pelanggan pelanggan.

Metode yang disarankan memberikan informasi yang realistis dan dapat dicapai untuk SCS 'pemilik / manajer untuk mengetahui kekuatan dan kelemahan dari SCS mereka dan meningkatkan kinerja mereka dengan proses benchmarking dan tahap bisnis benchmarking. Juga mereka bisa mengidentifikasi posisi kompetitif mereka di industri oleh SCS peringkat.

(31)

Tabel 3.4 (Lanjutan)

Penulis Metode Hasil

membandingkan SCS di tingkat proses, tingkat panggung bisnis dan SC tingkat. Oleh karena itu, metode ini pada dasarnya adalah kombinasi baru dari model yang ada dan metode termasuk Model SCOR, DEA dan PROMETHEE II. Untuk menunjukkan penerapan dan

kekuatan metode

membandingkan SCS, telah dilaksanakan di tujuh SCS industri broiler Iran sebagai studi kasus.

Nowitzki, et al (2012) Berdasarkan kajian literatur secara menyeluruh, pendekatan prosedural dikembangkan dan diterapkan dilakukan ketat dalam kasus di dua perusahaan.

Pengaturan triangulasi digunakan dalam analisis empiris.

Kemampuan sebuah perusahaan untuk bertindak dengan tepat, cepat dan ekonomis dalam menghadapi volatilitas dapat dilakukan melalui analisis konteks khusus dan segmentasi. Pendekatan masing-masing untuk meningkatkan fleksibilitas dan kemampuan beradaptasi harus mempertimbangkan dan melihat aspek rasional, emosional dan budaya.

Chang, et al (2011) Penelitian ini mendasarkan komponen utama dari riset pemasaran pada penelitian sebelumnya yang berkaitan dengan mempengaruhi strategi dan fleksibilitas dalam rantai pasokan. Studi empiris ini dimanfaatkan 162 sampel survei Smit.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa menggunakan strategi pengaruh koersif dan mengembangkan visi bersama mampu mempromosikan fleksibilitas pemasok dan sepenuhnya memediasi efek kepercayaan pada fleksibilitas pemasok. Selain itu, fleksibilitas pemasok memiliki dampak positif yang signifikan terhadap kinerja produsen

Kocao˘glu, et al (2011) Mengembangkan kerangka kerja untuk mempromosikan pemahaman yang lebih baik tentang pentingnya pengukuran kinerja SCM dan matriks, menggunakan literatur saat ini dan hasil empiris.

Model SCOR menyediakan kerangka kerja rantai pasokan umum, terminologi standar, metrik yang umum yang terkait dengan benchmark, dan praktik terbaik.

Bukhori, dan kawan kawan (2014)

Metode yang digunakan adalah SCOR Model dan AHP.

KPI yang digunakan untuk pengukuran kinerja antara lain reability, responsibility, flexibility dan cost. Berdasarkan pengukuran AHP

ada 3 kinerja terburuk, pasokan pemenuhan pesanan, pemasok lead time dan waktu siklus produk. Kinerja tersebut yang direkomendasi sebagai alternatif atau strategi dalam memperbaiki kinerja.

Hanugrani, dan kawan kawan (2011)

Langkah-langkah penelitian yang dilakukan terbagi menjadi tiga tahap, yaitu tahap pendahuluan (studi lapangan, studi literatur, identifikasi masalah, perumusan masalah, dan penentuan tujuan penelitian), tahap pengumpulan dan pengolahan data (observasi, wawancara, kuesioner, dan dokumentasi perusahaan), dan tahap analisa.

Performansi supply chain perusahaan secara keseluruhan dapat dikatakan belum mencapai performansi yang diharapkan.

(32)

Tabel 3.4 (Lanjutan)

Penulis Metode Hasil

Perdana (2014) Penelitian ini menggunakan pendekatan SCOR Model dan Fuzzy AHP.

Hasil perhitungan menggunakan fuzzy ahp diketahui bahwa pengelolaan aset khususnya persediaan menjadi prioritas yang harus segera diperbaiki. Perbaikannya berfokus pada kemampuan perusahaan untuk menjual produknya secara efektif. Hal ini dapat diwujudkan melalui program promosi dan diskon.

Sumber: Proquest (2015) dan Google Scholar (2016)

3.3.Kerangka Pemikiran

Gambar 3.8 Kerangka Pemikiran Penelitian Sumber: Analisa Alur Proses Penelitian, (2015)

Masalah Perusahaan :

 Belum ada pengukuran kinerja sebelumnya

 Demand KFC tidak terpenuhi

 Keterlambatan Pengiriman bahan baku dari supplier

Kondisi Perusahaan :

Keterlambatan Produk

Tingginya Permintaan Konsumen

Sistem SCM yang kurang baik Kondisi Pasar

Produk yang dibutuhkan tidak ada

Permintaan tinggi Kondisi Vendor

Harga Produk tidak sesuai permintaan

Strategi SCM yang di kembangkan (AHP) Identifikasi KPI (Key Performance Indicator)

Pengukuran Kinerja Supply Chain dengan SCOR Model

(33)

Kerangka pemikiran diatas (Gambar 3.8) menjelaskan alur proses bagaimana penelitian ini dimulai sampai mencapai hasil akhirnya pada perusahaan beras organik RI1, diawali dari beberapa masalah perusahaan yang muncul, kemudian diidentifikasi KPI (Key Performance Indicator) yang akan digunakan dalam mengukur kinerja SCM, kemudian dicari data-data yang mendukung untuk penyelesaiannya melalui Observasi, Wawancara dan Penyebaran Quesioner. Data tersebut didapat dari kondisi vendor, kondisi pasar dan kondisi perusahaan, dan akhirnya data itu didapat.

Langkah selanjutnya adalah melakukan pengukuran performa SCM menggunakan SCOR Model, jika performa buruk maka harus diperbaiki dan goal yang akan dicapai adalah menghasilkan beberapa alternative strategi dalam bidang suppy chain management melalui alur proses yang diawali dengan program penetapan strategi supply chain dengan didukung oleh kajian teori, pengamatan lapangan, depth interview, penyebaran questioner hingga pengolahan data menggunakan alat analisa data supply chain operations reference (SCOR) dan analytical hierarchy process (AHP).

Gambar

Gambar 3.1 Pola Aliran Material  Sumber: Marimin & Magfiroh (2011)
Gambar 3.2 Simplifikasi model supply chain dan 3 macam aliran yang harus  dikelola.
Gambar 3.3 Kerangka Logis Proses Penilaian Kinerja Supply Chain  Sumber: Noor Yasak Manaf (2005)
Gambar 3.4. Lima Area Utama Kinerja Supply Chain di Industri Manufacture  Sumber : Hugos (2011)
+6

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil pembahasan yang dikemukakan dalam laporan akhir ini, kesimpulan yang didapatkan ialah untuk tingkat likuiditas perusahaan dianggap likuid tetapi

In measuring phase the sequences (i.e. patterns) of HO and LAU zones can be determined and stored in database on each road. There are operating solutions and IPRs based

Kami juga akan memberikan dukungan dan pantauan kepada yang bersangkutan dalam mengikuti dan memenuhi tugas-tugas selama pelaksanaan diklat online. Demikian

Deskripsi Literasi Sains Siswa dalam Implementasi Pembelajaran IPA Terpadu Model Connected.... Pembelajaran IPA di SMP Saat

PENERAPAN PAKEM MELALUI STRATEGI MASTER UNTUK MENINGKATKAN MOTIVASI BELAJAR SISWA SEKOLAH DASAR.. Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |

Di Indonesia pelaksanaan CSR telah diatur didalam Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas, yang diatur didalam bab V pasal 74 ayat

Sertifikasi Bidang Studi NRG

Data hasil pretes dan postes yang telah diperoleh akan dianalisis untuk melihat bagaimana efektivitas model pembelajaran reflektif untuk meningkatkan pemahaman