BAB II
TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Pustaka
Penelitian yang dilakukan oleh Agung Nur Hidayat dengan judul
“Perbandingan Metode Deteksi Tepi Dalam Kasus Pengenalan Pola Golongan Darah”, Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta (2012). Tujuan penelitian ini adalah untuk membuat sistem yang membantu manusia dalam mengenali golongan darah, karena selama ini proses pengecekan golongan darah sangat tergantung pada seberapa besar ketelitian petugas medis.
Domain dari penelitian ini adalah citra pengecekan golongan darah yang didapat dari hasil scanning pengecekan golongan darah di PMI Kota Yogyakarta dengan ekstensi .bmp. Pada tahap awal terebih dahulu melakukan Preprocessing yaitu mengubah citra dari citra berwarna menjadi citra grayscale. Setelah tahap transformasi citra ke citra keabuan, tahap selanjutnya adalah melakukan proses segmentasi dan dilakukan ekstraksi ciri, langkah terakhir adalah penerapan jaringan syaraf tiruan sehingga didapatkan hasil identifikasi masing-masing citra golongan darah. Unjuk kerja yang dihasilkan dari penelitian ini adalah mendapatkan tingkat keberhasilan 92,86% dengan menggunakan 39 data pelatihan data pengujian sebanyak 14 data.
Penelitian yang dilakukan oleh Hendy Mulyawan, M Zen Hadi Samsono, Setiawardhana dengan judul “Identifikasi dan Tracking Objek Berbasis Image Processing Secara Realtime”, Jurusan Telekomunikasi - Politeknik Elektronika Negeri Surabaya Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya.
Pengambilan citra dilakukan dengan webcam, kemudian hasil citra yang didapat diproses menggunakan metode template matching untuk mengidentifikasi dan melakukan tracking gambar objek tersebut. Setelah didapatkan citra gambar objek kemudian proses selanjutnya adalah
membandingkan dengan database. Apabila cocok dengan database, maka output yang dihasilkan berupa suara yang sesuai dengan gambar objek.
Hasil dari proyek akhir ini bertujuan untuk membuat software yang dapat mengidentifikasi dan melaukan tracking objek secara real-time, Dari hasil pengujian sistem diperoleh persentase keberhasilan pada siang hari dalam ruangan sebesar 54.4% dengan range jarak terbaik antara 90cm hingga 160cm, sedangkan untuk luar ruangan sebesar 34.40% dengan jarak terbaik antara 90cm hingga 130cm. Dan untuk malam hari dalam ruangan dengan tingkat keberhasilan tertinggi mencapai 59.94% dengan jarak terbaik 30cm hingga 140cm, sedangkan untuk luar ruangan dengan persentase terendah yaitu 52.16%
dengan jarak terbaik antara 30cm hingga 130cm.
Penelitian yang dilakukan oleh Yehuda Yohanes Raspudia dengan judul
“Identifikasi Uang Kertas Berdasarkan Warna Dengan Metode Template Matching”, Fakultas Teknologi Informasi Universitas STIKUBANG (UNISBANK) Semarang (2013). Penelitian ini bertujuan untuk membuat aplikasi identifikasi uang kertas.
Citra diambil dengan menggunakan scanner, sampel citra berupa uang pecahan 1000, 5000, 10000, 20000, 50000. Percobaan yang dilakukan pada penelitian ini menggunakan 15 gambar yang digunakan sebagai gambar pola, untuk proses matching. Setelah tahap analisa selesai, tahap berikutnya adalah tahap pencocokan gambar uang. Citra gambar objek yang akan diuji kemudian proses selanjutnya adalah membandingkan dengan database. Apabila cocok dengan database, untuk menghasilkan output berupa kelas identifikasi uang.
Hasil yang didapat dari pengujian penelitian menyatakan bahwa metode template matching dapat menjadi metode yang akurat dalam pengenalan uang kertas dengan menggunakan ciri warna sebagai acuannya, dengan unjuk kerja 100% dikenali dari semua data uji.
Penelitian dengan menggunakan metode template matching juga pernah dilakukan oleh Thomas Oddy Chrisdwianto dkk (2017), dalam penelitiannya yang berjudul “Perancangan Sistem Deteksi dan Pengenalan Rambu
Peringatan Menggunakan Metode Template Matching” , Fakultas Ilmu Komputer Universitas Brawijaya (2017).
Citra dalam penelitian ini merupakan citra video yang tertangkap oleh kamera atau webcam. Proses pengambilan video pada sistem dilakukan secara real time. Kemudian citra yang didapat akan dilakukan thresholding guna memisahkan nilai derajat keabuan dari citra yang didapat.
Tahapan berikutnya dalam penelitian ini adalah proses Morfologi . proses ini sendiri adalah pemrosesan citra digital yang secara spesifik untuk menganalisis bentuk dalam citra. Morfologi juga merupakan proses pengolahan citra yang didasarkan pada objek atau region yang terdapat dalam citra. Proses ini juga berguna untuk menganalisis bentuk di dalam citra. Morfologi memiliki beberapa operasi yang digunakan untuk memproses citra antara lain dilasi, erosi, closing, dan opening.
Hasil dari pengujian program dalam penelitian ini berupa pendeteksian dan pengenalan rambu berupa nama rambu lalu lintas. Pada hasil pengujian terdapat posisi pengambilan gambar, gambar yang di tangkap oleh matlab, hasil pengenalan program, dan status yang berisi berhasil atau tidak program tersebut.
Pada percobaan ini tingkat keberhasilan program mencapai 88%. Kesalahan pendeteksian tersebut terjadi karena saat proses pengambilan gambar yang dilakukan tidak stabil. Hal ini membuat program sulit mendeteksi citra rambu gagal dalam mengenali rambu.
2.2 Landasan Teori 2.2.1 Golongan darah
Golongan darah adalah ilmu pengklasifikasian darah dari suatu kelompok berdasarkan ada atau tidak adanya zat antigen warisan pada permukaan membran sel darah merah. Hal ini disebabkan karena adanya perbedaan jenis karbohidrat dan protein pada permukaan membran sel darah merah tersebut.
Dua jenis penggolongan darah yang paling penting adalah penggolongan ABO dan Rhesus (faktor Rh). Di dunia ini sebenarnya dikenal sekitar 46 jenis antigen selain antigen ABO dan Rh, hanya saja lebih jarang
dijumpai. Transfusi darah dari golongan yang tidak kompatibel dapat menyebabkan reaksi transfusi imunologis yang berakibat anemia hemolisis, gagal ginjal, syok, dan kematian.
Secara umum, golongan darah O adalah yang paling umum dijumpai di dunia, meskipun di beberapa negara seperti Swedia dan Norwegia, golongan darah A lebih dominan. Antigen A lebih umum dijumpai dibanding antigen B.
Karena golongan darah AB memerlukan keberadaan dua antigen, A dan B, golongan darah ini adalah jenis yang paling jarang dijumpai di dunia.
Ilmuwan Austria Karl Landsteiner memperoleh pengharagaan Nobel dalam bidang Fisiologi dan Kedokteran pada tahun 1930 untuk jasanya menemukan cara penggolongan darah ABO. Jan Janskýdi pada tahun 1907 mengklasifikasikan darah manusia ke dalam empat grup, yang hingga kini masih digunakan.
2.2.1.1 Kecocokan sel darah merah
1. Individu dengan golongan darah A memiliki sel darah merah dengan antigen A di permukaan membran selnya dan menghasilkan antibodi terhadap antigen B dalam serum darahnya. Sehingga, orang dengan golongan darah A-negatif hanya dapat menerima darah dari orang dengan golongan darah A-negatif atau O-negatif.
2. Individu dengan golongan darah B memiliki antigen B pada permukaan sel darah merahnya dan menghasilkan antibodi terhadap antigen A dalam serum darahnya. Sehingga, orang dengan golongan darah B-negatif hanya dapat menerima darah dari orang dengan dolongan darah B-negatif atau O-negatif 3. Individu dengan golongan darah AB memiliki sel darah merah dengan
antigen A dan B serta tidak menghasilkan antibodi terhadap antigen A maupun B. Sehingga, orang dengan golongan darah AB-positif dapat menerima darah dari orang dengan golongan darah ABO apapun dan disebut resipien universal. Namun, orang dengan golongan darah AB-positif tidak dapat mendonorkan darah kecuali pada sesama AB-positif.
4. Individu dengan golongan darah O memiliki sel darah tanpa antigen, tapi memproduksi antibodi terhadap antigen A dan B. Sehingga, orang dengan golongan darah O-negatif dapat mendonorkan darahnya kepada orang dengan golongan darah ABO apapun dan disebut donor universal. Namun, orang dengan golongan darah O-negatif hanya dapat menerima darah dari sesama O-negatif. Daftar kecocokan darah RBC dapat dilihat pada tabel 2.1.
Tabel 2.1 Kecocokan Darah RBC
Sumber : Wikipedia, tahun 2017
2.2.1.2 Kecocokan plasma
Kecocokan plasma darah terbalik dengan kecocokan sel darah merah. Hal ini disebabkan karena antibodi yang mampu untuk bereaksi dibawa di dalam plasma:
1. Plasma tipe AB membawa antibodi anti-A maupun anti-B dan bisa ditranfusikan pada individu dari grup manapun. tetapi pasien tipe AB hanya bisa menerima plasma tipe AB.
2. Plasma tipe O membawa antibodi keduanya, sehingga individu dengan golongan darah O bisa menerima plasma darah dari grup manapun, tetapi plasma tipe O hanya bisa digunakan untuk pasien dengan golongan darah O.
Tabel kecocokan plasma dapat dilihat pada Tabel 2.2.
Tabel 2.2 Kecocokan Plasma
Sumber : Wikipedia, tahun 2017
2.2.2 Citra Digital
Sebuah citra mengandung informasi tentang obyek yang direpresentasikan merupakan suatu representasi, kemiripan, atau imitasi dari suatu obyek atau benda, (Kamus Webster, 1913). Citra dapat dikelompokkan menjadi citra tampak dan citra tak tampak. Untuk dapat dilihat mata manusia, citra tak tampak harus dirubah menjadi citra tampak, misalnya dengan menampilkannya di monitor, dicetak di kertas dan sebagainya. Salah satu contoh citra tak tampak adalah citra digital.
Citra dapat juga didefenisikan sebagai gambar dua dimensi yang dihasilkan dari gambar analog dua dimensi yang kontinyu menjadi gambar diskrit melalui proses sampling. Gambar analog dibagi menjadi N baris dan M kolom sehingga menjadi gambar diskrit. Persilangan antara baris dan kolom tertentu disebut dengan pixel. Contohnya adalah gambar/titik diskrit pada baris n dan kolom m disebut dengan pixel [n,m].
Citra merupakan demensi spasial yang berisi informasi warna dan tidak bergantung pada waktu. Citra merupakan sekumpulan titik-titik dari gambar, yang disebut pixel (picture element). Sebuah citra dapat diubah ke bentuk digital agar dapat disimpan dalam memori komputer atau media lain. Proses mengubah citra kebentuk digital bisa dilakukan dengan beberapa perangkat, misalnya scanner, kamera digital dan handycam. Ketika sebuah citra sudah
diubah kedalam bentuk digital, bermacam-macam proses pengolahan citra dapat diperlakukan terhadap citra tersebut.
Pada saat pendigitalan citra terjadi dua macam penurunan kualitas citra yaitu penurunan kualitas secara deterministic ( Deterministic degradations), seperti kabur (blur) yang disebabkan penyimpangan sistem optis, gerakan, kekacauan atmosfir, serta ketidak linearan film dan penurunan kualitas secara statistic ( statistical degradations), seperti derau ( noise) yang disebabkan sensor-sensor pencitraan elektronis, granularitas film, dan fluktuasi cahaya atmosfer. Kedua penurunan kualitas citra tersebut dapat terjadi secara bersamaan pada saat pendigitalan.
2.2.3 Pengolahan Citra
Pengolahan citra adalah ilmu yang mengolah sinyal yang berupa citra atau gambar secara spesifik. Dalam artian yang sebenarnya, citra merupakan gambar yang dipetakan dalam dua dimensi. Dan dalam arti matematis citra itu fungsi kontinyu dari intesistas cahaya pada bidang dua dimensi (Permadi, 2015).
Manfaat dari pengolah citra adalah untuk memperbaiki bentuk citra, menganalisis dan sebagai pendeteksian citra. Terdapat jenis-jenis citra diukur dari nilai suatu pixel dalam rentang tertentu, antara rentang 0-255 (Indra, 2016).
Pengolahan citra adalah salah satu cabang dari ilmu informatika.
Pengolahan citra berkutat pada usaha untuk melakukan transformasi suatu citra atau gambar menjadi citra lain dengan menggunakan teknik tertentu dimana input berupa gambar seperti foto atau video, sedangkan output dari pengolahan gambar dapat berupa gambar atau sejumlah karakteristik atau parameter yang berkaitan dengan gambar.
Kebanyakan gambar-teknik pemrosesan melibatkan atau memperlakukan foto sebagai dimensi dua sinyal dan menerapkan standar-teknik pemrosesan sinyal untuk itu, biasanya hal tersebut mengacu pada pengolahan gambar digital, tetapi dapat juga digunakan untuk optik dan pengolahan gambar analog. Akuisisi gambar atau yang menghasilkan gambar input di tempat pertama disebut sebagai pencitraan.
Pengolahan citra merupakan proses pengolahan dan analisis citra yang banyak melibatkan persepsi visual. Proses ini mempunyai ciri data masukan dan informasi keluaran yang berbentuk citra. Istilah pengolahan citra digital secara umum didefinisikan sebagai pemrosesan citra dua dimensi dengan komputer.
Dalam definisi yang lebih luas, pengolahan citra digital juga mencakup semua data dua dimensi. Citra digital adalah barisan bilangan nyata maupun kompleks yang diwakili oleh bit-bit tertentu.
Langkah awal dalam melakukan pengolahan citra adalah dengan data acquisition. Pada langkah ini merupakan proses untuk menetukan metode pengambilan citra serta data yang ingin diolah. Langkah selanjutnya image segmentation, ini bertujuan untuk menandai citra pada setiap bagiannya.
Kemudian feature extraction and selection, pada langkah ini bertujuan untuk mendapatkan data informative pada citra.
. Pengolahan citra merupakan rangkaian pemrosesan citra, khususnya dengan menggunakan komputer, menjadi citra yang kualitasnya lebih baik.
Umumnya, operasi -operasi pada pengolahan citra diterapkan pada citra bila:
1. Perbaikan atau memodifikasi citra perlu dilakukan untuk meningkatkan kualitas penampakan atau untuk menonjolkan beberapa aspek informasi yang terkandung di dalam citra.
2. Elemen di dalam citra perlu dikelompokkan, dicocokkan, atau diukur.
3. Sebagian citra perlu digabung dengan bagian citra yang lain.
2.2.4 Ekstraksi Ciri
Ciri merupakan suatu tanda yang khas, yang membedakan antara satu dengan yang lain. Tidak berbeda dengan sebuah gambar yang lain. Masing- masing ciri gambar didapatkan dari proses ekstraksi ciri. Ciri-ciri dasar dari sebuah gambar :
1. Warna.
Ciri warna suatu gambar dapat dinyatakan dalam bentuk histogram dari gambar tersebut yang dituliskan dengan H(r,g,b) dimana H(r,g,b) adalah jumlah
membedakan suatu objek dengan warna tertentu dapat menggunakan nilai hue yang merupakan representasi dari cahaya tampak (merah, jingga, kuning, hijau, biru, ungu). Nilai hue dapat dikombinasikan dengan nilai saturation dan value yang merupakan tingkat kecerahan suatu warna.
Untuk mendapatkan ketiga nilai tersebut, perlu dilakukan konversi ruang warna citra yang semula RGB (Red, Green, Blue) menjadi HSV (Hue, Saturation, Value) melalui persamaan berikut:
R‘ = R/255 G‘ = G/255 B‘ = B/255
Cmax = max(R‘, G‘, B‘) Cmin = min(R‘, G‘, B‘) Δ = Cmax – Cmin Perhitungan nilai Hue:
. ...2.1
Perhitungan nilai Saturation:
...2.2
Perhitungan nilai Value:
V = Cmax 2. Bentuk
Ciri bentuk suatu gambar dapat ditentukan oleh tepi (sketsa) atau besaran moment dari suatu gambar. Pemakaian besaran moment pada ciri bentuk ini banyak digunakan orang dengan memanfaatan nilai-nilai transformasi fourier dari gambar.
Proses yang dapat digunakan untuk menentukan ciri bentuk adalah deteksi tepi, threshold, segmentasi dan perhitungan moment seperti mean, median dan standart deviasi dari setiap lokal gambar.
3. Ekstraksi Ciri Ukuran
Untuk membedakan ukuran objek satu dengan objek lainnya dapat menggunakan parameter luas dan keliling. Luas merupakan banyaknya pixel yang menyusun suatu objek. Sedangkan keliling merupakan banyaknya pixel yang mengelilingi suatu objek.
4. Ekstraksi Ciri Geometri
Ciri geometri merupakan ciri yang didasarkan pada hubungan antara dua buah titik, garis, atau bidang dalam citra digital. Ciri geometri di antaranya adalah jarak dan sudut. Jarak antara dua buah titik (dengan satuan pixel) dapat ditentukan menggunakan persamaan euclidean, minkowski, manhattan, dll. Jarak dengan satuan pixel tersebut dapat dikonversi menjadi satuan panjang seperti milimeter, centimeter, meter, dll dengan cara membaginya dengan resolusi spasial. Sedangkan sudut antara dua buah garis dapat ditentukan dengan perhitungan trigonometri maupun dengan analisis vektor.
5. Tekstur
Ciri tekstur dari suatu gambar dapat ditentukan dengan menggunakan filter gabor. Ciri tekstur ini sangat handal dalam menentukan informasi suatu gambar bila digabungkan dengan ciri warna gambar.
Dari ketiga ciri diatas, dalam hal ini menggunakan ciri warna dan ciri bentuk. Warna pokok dalam pengelolaan gambar terdiri dari 3 (tiga) unsur, yaitu merah (R), hijau (H) dan biru (B). Jika warna-warna pokok tersebut digabungkan, maka akan menghasilkan warna lain. Penggabungan warna tersebut bergantung pada warna pokok dimana tiap-tiap warna memiliki nilai 256 (8bit).
Gambar 2.1 Konsep warna Sumber : FT UI, tahun 2010
Konsep ruang warna adalah setiap pixel mempunyai warna yang dinyatakan dalam RGB, sehingga merupakan gabungan nilai R, nilai G dan nilai B yang tidak bisa dipisahkan satu dengan yang lainnya. Hal ini dapat dituliskan dengan P(r,g,b).
Gambar 2.2 RGB 24-bit color cube Sumber : FT UI, tahun 2010
Warna yang dideskripsikan dengan RGB adalah pemetaan yang mengacu pada panjang gelombang dari RGB. Pemetaan menghasilkan nuansa warna untuk masing-masing R,G dan B. Masing-masing R, G dan B di diskritkan dalam skala 256 sehingga RGB akan memiliki indeks antara 0 sampai 255. Jika dilihat dari pemetaan model warna RGB yang berbentuk cube (kubus) seperti gambar dibawah.
Gambar 2.3 Pemetaan RGB cube dengan sumbu x,y,z Sumber : FT UI, tahun 2010
Dengan pemetaan RGB 24-bit color cube maka 3 warna dasar dapat dicampurkan sehingga mendapatkan warna yang baru.
Gambar 2.4 pencampuran warna dasar RGB Sumber : FT UI, tahun 2010
2.2.5 Ekstensi Citra
Citra atau gambar dalam penyimpanannya memerlukan sebuah ekstensi tertentu dengan tujuan penggunaannya masing-masing. Ada beberapa jenis file ekstensi atau format gambar yang sudah lazim kita jumpai seperti jpeg, png, gif, tif, bmp, dll. Dan pastinya semua format tersebut memiliki kelemahan dan kelebihan masing-masing jika di bandingkan dengan format gambar lainnya.
1. JPG / JPEG (Joint Photographic Experts Assemble).
JPG adalah jenis data yang dikembangkan oleh Joint Photographic Experts Assemble (JPEG) yang dijadikan standar untuk para fotografer
untuk menemukan pengulangan (redundancy) dalam data untuk kemudian dikompresi, JPG mengompresi data gambar dengan cara mengurangi bagian- bagian dari gambar untuk memblok pixel dalam gambar tersebut. Kompresi JPG mempunyai kekurangan yang bersifat permanen, namun teknologi ini hanya digunakan untuk menyimpan data yang besar di media penyimpanan yang terbatas, bukan untuk manipulasi foto.
File JPG menggunakan teknik kompresi yang menyebabkan kualitas gambar turun (lossy compression). Setiap kali menyimpan ke tipe JPG dari tipe lain, ukuran gambar biasanya mengecil, dan kualitasnya turun dan tidak dapat dikembalikan lagi. Meskipun dengan penurunan kualitas gambar, pada gambar- gambar penurunan kualitas gambar hampir tidak terlihat mata. File JPG cocok digunakan untuk gambar yang memiliki banyak warna, misalnya foto wajah dan pemandangan dan tidak cocok digunakan untuk gambar yang hanya memiliki sedikit warna seperti kartun atau komik. JPG juga bukan media ideal untuk penggunaan typography, crisp line, atau bahkan hasil fotografi dengan sudut yang tajam, karena obyek itu kadang menjadi samar.
JPG mendukung 24-bit RGB dan CMYK, dan 8-bit Grayscale. Tidak disarankan untuk Anda menggunakan palet CMYK dalam format JPG. Perlu dicatat juga bahwa Grayscale tidak banyak dikompres jika dibandingkan dengan versi berwarnanya. File tipe JPG cocok digunakan untuk gambar yang memiliki banyak warna, misalnya foto wajah dan pemandangan. Gambar yang memiliki gradien, misalnya perubahan warna yang perlahan-lahan dari merah ke biru.
2. GIF (Graphics Interchange Format).
GIF adalah kepanjangan dari Graphics Interchange Format dan sama- sama memiliki kompresi seperti format gambar TIFF. GIF secara alami adalah gambar dengan 8-bit warna, berarti mereka dibatasi oleh palet sebanyak 256 jenis warna, yang dapat dipilih dari model RGB dan disimpan ke Color Table.
Selain bisa transparansi, GIF juga mendukung animasi gambar yang membatasi tiap form nya pada 256 warna standar. Dan karena sifatnya yang tidak pecah- pecah, GIF bisa digunakan untuk menjaga baris dalam tipografi tetap rapi, dan
juga bentuk-bentuk geometri, tapi sebaiknya menggunakan format yang memang diperuntukkan untuk vektor grafis seperti SVG atau Adobe Illustrator.
GIF tidak cocok untuk digunakan dalam fotografi modern, atau untuk penyimpanan data gambar yang terbatas. Pada ukuran kecil dengan tabel warna yang sangat terbatas, gambar GIF dapat berukuran lebih kecil daripada JPG.
Tapi dalam ukuran yang umum, gambar dengan format JPG dapat berukuran lebih kecil dibanding GIF. Jadi sebaiknya menggunakan JPG saja.
Format GIF mendukung penggunaan multiple-bitmap dalam satu file sehingga dapat menghasilkan gambar animasi dan merekam penggunaan Transparency Masking. GIF juga baik untuk menampilkan gambar dengan komposisi yang tidak menggunakan terlalu banyak warna, seperti gambar kartun.
Sementara itu, GIF tidak cocok digunakan untuk menampilkan foto.
GIF menggunakan metode Lossless Compression, untuk membuat ukuran file sekecil mungkin. Lossless Compression adalah kompresi yang tidak mengurangi kualitas pada gambar, namun dapat memperkecil besarnya jumlah file, jadi tidak ada penghilangan data pada saat dilakukan kompresi. Meskipun demikian, akan terjadi penurunan jumlah warna menjadi 256, sehingga sering membuat gambar yang kaya warna seperti pemandangan menjadi tidak realistis.
File GIF cocok digunakan untuk gambar dengan jumlah warna sedikit dibawah 256, gambar yang memerlukan perbedaan warna yang tegas seperti logo tanpa gradien, gambar animasi sederhana seperti banner-banner iklan, header, dan sebagainya. Tidak cocok digunakan untuk gambar yang memiliki banyak warna seperti pemandangan, gambar yang didalamnya terdapat warna gradien atau semburat.
3. PNG (Portable Network Graphics).
PNG adalah kepanjangan dari Portable Network Graphics. Dikembangkan sebagai alternatif lain untuk GIF, yang menggunakan paten dari LZW–algoritma kompresi. PNG adalah format gambar yang sangat baik untuk grafis internet, karena mendukung transparansi didalam perambah (browser) dan memiliki
disebut sebagai salah satu format yang merupakan gabungan dari format JPG dan GIF. Untuk tipe ini mampu untuk gradiasi warna.
Tipe file PNG merupakan solusi kompresi yang powerful dengan warna yang lebih banyak (24 bit RGB + alpha). Berbeda dengan JPG yang menggunakan teknik kompresi yang menghilangkan data, file PNG menggunakan kompresi yang tidak menghilangkan data. Kelebihan file PNG adalah adanya warna transparan dan alpha. Warna alpha memungkinkan sebuah gambar transparan, tetapi gambar tersebut masih dapat dilihat mata seperti samar-samar atau bening. File PNG dapat diatur jumlah warnanya hingga 64 bit (true color + alpha) sampai indexed color 1 bit. Dengan jumlah warna yang sama, kompresi file PNG lebih baik daripada GIF, tetapi memiliki ukuran file yang lebih besar daripada JPG.
Format PNG ini diperkenalkan untuk menggantikan format GIF. PNG mempunyai faktor kompresi yang lebih baik dibandingkan dengan GIF (kurang lebih 5%-25% lebih baik dibanding format GIF). Tetapi ada satu fasilitas dari GIF yang tidak terdapat pada PNG format yaitu dukungan terhadap penyimpanan multi format untuk keperluan animasi. Untuk keperluan pengolahan gambar, meskipun format PNG bisa dijadikan alternatif selama proses pengolahan grafis namun format JPEG masih menjadi pilihan yang lebih baik.
File PNG cocok digunakan untuk gambar yang memiliki warna banyak, gambar yang mau diedit ulang tanpa menurunkan kualitas. Namun ekstensi File PNG tidak cocok digunakan untuk gambar yang jika dikompress dengan JPG hampir-hampir tidak terlihat penurunan kualitasnya misal pemandangan.
4. BMP (Bitmap).
Bitmap adalah representasi dari citra grafis yang terdiri dari susunan titik atau pixel yang tersimpan di memori komputer. Nilai setiap titik diawali oleh satu bit data untuk gambar hitam putih atau lebih untuk gambar berwarna.
Kerapatan titik-titik tersebut dinamakan resolusi, yang menunjukkan seberapa
tajam gambar ini ditampilkan, ditunjukkan dengan jumlah baris dan kolom contoh 100×100 pixel.
Untuk menampilkan citra bitmap pada monitor atau mencetaknya pada printer, komputer menterjemahkan bitmap ini menjadi pixel pada layar mnitor atau titik tinta pada printer. Gambar bitmap sangat bergantung pada resolusi.
Jika gambar diperbesar maka gambar akan tampak kurang halus atau pecah, sehingga mengurangi detailnya. Selain itu gambar bitmap akan mempunyai ukuran file yang lebih besar. Semakin besar resolusi gambar akan semakin besar pula ukuran filenya.
Gambar dengan tampilan 100% Gambar dengan tampilan 500% akan mempunyai perbedaan yakni biasanya kalau pada gambar yang berukuran 100%, maka gambar masih terlihat jernih. Namun pada gambar yang dizoom sampai dengan 500% maka gambar akan tampak tidak tajam lagi dan terkesan membentuk kotak-kotak yang itu merupakan pixel.
5. TIFF (Tagged Image Format File).
TIFF merupakan format gambar terbaik dengan pengertian bahwa semua data dan informasi yaitu data RGB, data CMYK, dan lainnya yang berkaitan dengan koreksi atau manipulasi terhadap gambar tersebut tidak hilang. Format TIFF biasa digunakan untuk kebutuhan pencetakan dengan kualitas gambar yang sangat tinggi sehingga ukuran berkas untuk format ini biasanya sangat besar, karena dalam file ini gambar tidak dikompresi. Format ini mampu menyimpan gambar dengan kualitas hingga 32 bit. Format berkas TIFF juga dapat digunakan untuk keperluan pertukaran antar platform (PC, Macintosh, dan Silicom Graphic). Format ini juga mudah digunakan untuk transfer antar program.
2.2.6 Histogram
Color histogram merupakan gabungan dari intensitas tiga macam warna.
Dimana setiap gambar mempunyai distribusi warna tertentu. Distribusi warna ini dimodelkan dengan color histogram. Color histogram tersebut didefinisikan
H R,G,B[r,g,b] = N.Prob {R=r, G=g, B=b} ...2.3 Dimana R,G,B merupakan tiga macam warna dan N adalah jumlah pixel pada gambar.
Color histogram dihitung dengan cara mendiskritkan warna dalam gambar dan menghitung jumlah dari tiap-tiap pixel pada gambar. Karena jumlah dari tiap-tiap warna terbatas, maka untuk lebih tepatnya dengan cara mentransform 3 histogram kedalam single variable histogram. Misalkan pada gambar RGB salah satu transformnya didefinisikan sebagai berikut :
M = r + Nrg + NrNgb ...2.4 Dimana Nr, Ng dan Nb merupakan jumlah biner dari warna merah, hijau dan biru secara berturut-turut. Untuk mendapatkan color histogram menggunakan persamaan sebagai berikut :
...2.5 Keterangan :
R = warna merah G = warna hijau B = warna biru
Hr,g,b = data untuk menampung nilai probabilitas warna RGB Contoh histogram warna dapat dilihat pada Gambar 2.5
Gambar 2.5 Warna pada tiap pixel Sumber : FT UI, tahun 2010
2.2.7 Metode Template Matching
Template matcing adalah salah satu teknik dalam pengolahan citra digital yang berfungsi untuk mencocokkan tiap-tiap bagian dari suatu citra dengan citra yang menjadi template ( acuan ). Metode ini merupakan algoritma pengenalan citra yang dapat mengenali bagian – bagian dari citra (Bahri, 2012). Prinsip yang digunakan pada metode ini adalah dengan membandingan gambar asli dengan template gambar yang telah disimpan.
Proses pengenalan dilakukan dengan melihat nilai tingkat kemiripan dan nilai batas ambang pengenalan dari sebuah objek. Bila memliki jumlah nilai kemiripan yang tinggi maka akan dikategorikan sebagai objek yang kita kenali.
Kelebihan menggunakan metode ini adalah saat waktu pemrosesan hanya memakan waktu yang relatif singkat/cepat. Ini disebabkan karena proses template matching menggunakan proses berupa matriks, sehingga sesuai untuk diterapkan ke dalam sistem yang membutuhkan proses secara real-time. Tetapi metode ini juga memliki kekurangan yaitu memerlukan template yang banyak agar hasil pengenalan akan semakin akurat dan optimal.
Metode template matching menjadi salah satu metode yang cukup populer digunakan dalam permasalahan pencocokan pola pada pengolahan citra digital.
Banyak peneliti yang telah menerapkan implementasi template matching ini untuk berbagai aplikasi di masyarakat. Salah satu penelitian yang pernah dilakukan adalah penerapan metode template matching untuk pendeteksian kendaraan yang dilakukan oleh Thiang dkk. Sementara Mulyadi dkk telah menerapkan pula penggunaan template matching untuk melakukan identitas lampu lalu lintas. Dalam kedua penelitian tersebut disimpulkan bahwa pengguna metode template matching telah memberikan hasil yang memuaskan untuk mengenali jenis-jenis kendaraan dan lampu lalu lintas.
Acmad Hidayanto dkk, telah melakukan penelitian terkait penggunaan template matching ini untuk penentuan wilayah wajah manusia pada citra berwarna berdasarkan warna kulit. Pada penelitian ini disimpulkan bahwa penggunaan informasi warna kulit dan metode template matching dapat
Dari sejumlah penelitian di atas maka pada prinsipnya metode template matching memiliki karakteristik antara lain :
1. Relatif mudah untuk diaplikasikan dalam teknik pengolahan citra digital.
2. Hasilnya relatif sangat akurat karena mendeteksi kesalahan hingga ukuran pixel.
3. Walaupun demikian, metode ini cukup rentan terhadap orientasi antara citra acuan ( template ) dengan citra yang akan diidentifikasi, yang meliputi : ukuran, posisi dan kualitas citra.
4. Untuk mendapatkan hasil yang maksimal maka metode ini sangat tergantung pada teknik pengolahan citra digital yang lain seperti enhacement, filtering, dan lain-lain.
Metode template matching adalah salah satu metode terapan dari teknik konvolusi. Metode ini sering digunakan untuk mengidentifikasi citra karakter huruf, angka, sidik jari dan aplikasi-aplikasi pencocokkan citra lainnya. Secara umum teknik konvolusi didefinisikan sebagai suatu cara untuk mengkombinasikan dua buah deret angka yang menghasilkan deret angka ke tiga.
Contoh penggunaan template matching dapat dilihat pada Gambar 2.6
Gambar 2.6 Template Matching Sumber : http://scialert.net, tahun 2012