• Tidak ada hasil yang ditemukan

KAJIAN HUKUM MENGENAI TINDAK PIDANA PENCURIAN DENGAN PEMBERATAN DALAM PERSPEKTIF KRIMINOLOGI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "KAJIAN HUKUM MENGENAI TINDAK PIDANA PENCURIAN DENGAN PEMBERATAN DALAM PERSPEKTIF KRIMINOLOGI"

Copied!
141
0
0

Teks penuh

(1)

KAJIAN HUKUM MENGENAI TINDAK PIDANA PENCURIAN DENGAN PEMBERATAN DALAM PERSPEKTIF KRIMINOLOGI

(Studi Kasus Putusan No. 336/Pid.B/2017/Pn.Pms &

NO.348/Pid.B/2017/PN.Pms)

SKRIPSI

Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Tugas Akhir dan Melengkapi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Pada Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara Oleh :

KARTIKA RATNA SARI NIM. 140200161

DEPERTEMEN HUKUM PIDANA

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2019

(2)
(3)

SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT

Saya yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : Kartika Ratna Sari

NIM : 140200161

Departemen : Hukum Pidana

Judul Skripsi : Kajian Hukum Mengenai Tindak Pidana Pencurian

Dengan Pembertaan Dalam Perspektif Kriminologi (Studi Kasus No. 336/Pid.B/2017/PN.Pms & No.

348/Pid.B/2017/PN.Pms) Dengan ini menyatakan:

1. Bahwa isi skripsi yang saya tulis tersebut adalah benar tidak merupakan jiplakan dari skripsi atau karya ilmiah orang lain.

2. Apabila bahwa kemudian hari skripsi tersebut adalah jiplakan, maka segala akibat hukum yang timbul menjadi tanggung jawab saya.

Demikianlah pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya tanpa ada paksaan atau tekanan dari pihak manapun.

Medan, November 2018

Kartika Ratna Sari NIM: 140200161

(4)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Kajian Hukum Mengenai Tindak Pidana Pencurian Dengan Pemberatan Dalam Perspektif Kriminologi (Studi Kasus Putusan No.336/Pid.B/2017/Pn.Pms

& No.348/Pid.B/2017/PN.Pms, yang merupakan salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Hukum di Universitas Sumatera Utara.

Dalam penulisan skripsi ini, penulis telah berusaha melakukan yang terbaik, namun karena keterbatasan yang dimiliki, penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu dengan kerendahan hati penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk menyempurnakan skripsi ini.

Penulis mengucapkan terimakasih kepada Ayahanda Togu Tampubolon yang selalu mendukung, mendoakan dan dengan penuh semangat menginginkan semua anak-anaknya menjadi orang yang berhasil, terimakasih atas kasih sayang, perhatian, doa-doa dan dukungan kepada penulis sehingga penulis bisa menyelesaikan skripsi ini.

Terimakasih penulis ucapkan kepada Bapak Prof.Dr.Ediwarman, S.H.,M.Hum selaku Dosen Pembimbing I atas partisipasi dan arahan kepada penulis sehingga dapat menyelasikan skripsi ini.

Secara khusus, penulis sampaikan terimakasih dan penghargaan yang tak terhingga kepada Ibu Rafiqoh Lubis, S.H.M.Hum., selaku Dosen Pembimbing II,

(5)

berkat kesabaran dan ketegasan beliau dalam membimbing serta mengarahkan penulis untuk menyelesaikan penulisan skripsi ini.

Penulis telah banyak menerima bimbingan, saran, motivasi dan doa dari berbagai pihak selama penulisan skipsi ini. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis menyampaikan terimakasih kepada semua pihak, yaitu kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Runtung, S.H, M.Hum selaku Rektor Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Prof. Dr. Budiman Ginting, S.H, M.Hum selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Dr. OK. Saidin, S.H, M.Hum selaku Wakil Dekan I Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

4. Ibu Puspa Melati Hasibuan, S.H, M.Hum selaku Wakil Dekan II Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

5. Bapak Dr. Jelly Leviza, S.H, M.Hum selaku Wakil Dekan III Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

6. Bapak Dr. Muhammad Hamdan, S.H, M.H selaku Kepala Departemen Hukum Pidana Universitas Sumatera Utara

7. Seluruh staff pengajar Fakulltas Hukum Universitas Sumatera Utara.

8. Kepada saudara-saudari penulis, Frando Tampubolon, Denliwati Tampubolon, John Putra Satria Tampubolon, Rivenny Tampubolon, Sir William Lawrence Tampubolon, Rini Indriana Tampubolon dan Viona Sistri Tampubolon. Terimakasih atas dukungan dan motivasi kalian, serta telah

(6)

turut serta memporak-porandakan penulis dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini.

9. Kepada sahabat-sahabat penulis Grup Kalkulator Krisna Putrina Marpaung, S.P, Maria Rosa Winda Nadeak, S.Pi, Maruli Marito Marbun, S.Pd, dan Terty Elva Purba, S.Pd yang selalu setia memberikan caci maki dan dukungan serta perhatian kepada penulis.

10. Kepada teman satu seperjuangan Ervina Manalu dan Tri Ari Novandi Sinaga yang selalu setia bersama disaat-saat terakhir dalam penulisan skripsi.

11. Terimakasih juga buat teman-teman penulis yang tidak dapt disebutkan satu persatu atas dukungan, motivasi serta doa-doanya sehingga penulis bisa menyelesaikan skripsi ini.

Akhir kata, penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi semua yang membacanya dan bagi semua pihak.

Medan, Februari 2018 Penulis,

Kartika Ratna Sari

(7)

ABSTRAK Kartika Ratna Sari1

Prof.Dr.Ediwarman,S.H.,M.Hum2 Rafiqoh Lubis, S.H., M.Hum3

1 Mahasiswi Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

2 Dosen pembimbing I

3 Dosen Pembimbing II

Kejahatan merupakan perbuatan – perbuatan yang melanggar norma- norma yang berlaku dalam masyarakat. Dalam pengertian secara Yuridis kejahatan adalah semua perbuatan manusia yang memenuhi perumusan ketentuan – ketentuan yang disebutkan dalam KUHP. Salah Satu kejahatan dalam pidana yaitu tindak pidana pencurian yang diatur dalam pasal 362 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Kejahatan pencurian termuat dalam buku II KUHPidana, telah diklasifikasikan ke beberapa jenis pencurian, mulai dari kejahatan pencurian biasa (pasal 362 KUHPidana), kejahatan pencurian ringan (Pasal 364 KUHPidnaa), kejahatan pencurian di dalam kalangan dengan kekerasan (Pasal 365 KUHPidana), kejahatan pencurian dengan pemberatan (Pasal 363 KUHPidana), dan kejahatan pencurian dalam kalangan keluarga (Pasal 367 KUHPidana). Salah satu jenis tindak pidana pencurian yang sering terjadi adalah pencurian dengan unsur-unsur yang memeberatkan atau dengan pemberatan denga kualifikasi tertentu yang dibuat oleh pembentuk undang-undang dan diatur dalam Pasal 363 KUHPIdana. Adapun permasalahan dalam skripsi ini untuk membahas lebih dalam mengenai tindak pidana pencurian dengan pemberatan adalah bagaimana aturan hukum yang mengatur tindak pidana pencurian dengan pemberatan, bagaimana faktor terjadinya tindak pidana kejahatan serta bagaimana kebijakan hukum pidana tentang tindak pidana pencurian dengan pemberatan dan upaya yang harus dilakukan dalam penanggulangannya dalam perspektif kriminologi.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode yuridis normatif, yaitu suatu metode yang berdasarkan studi kepustakaan untuk memperoleh bahan- bahan yang sesuai dengan materi yang diperlukan. Penelitian ini dilakukan dengan menganalisis 2 putusan hakim.

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, pengaturan hukum mengenai tindak pidana pencurian dengan pemberatan terdapat dalam pasal 363 KUHPidana. Faktor-faktor penyebab terjadinya pencurian terdiri atas dua faktor yaitu faktor eksternal (faktor yang berasal dari luar diri manusia), yaitu ekonomi, pendidikan dan lingkungan, dan faktor internal (faktor yang berasal dari dalam diri manusia), yaitu individu, kelamin dan keluarga. Kebijakan hukum terhadap tindak pidana pencurian dengan pemberatan ada dua yaitu kebijakan penal (kebijakan yang memberlakuka hukum positif) dan kebijakan hukum non penal (bersifat pencegahan) sebelum terjadinya kejahatan. Upaya yang dilakukan dalam penanggulangan terhadap tindak pidana pencurian yaitu preventif, pre-emtif dan represif.

(8)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... i

ABSTRAK ... iv

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... vii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Perumusan Masalah ... 5

C. Tujuan Penulisan ... 5

D. Manfaat Penulisan ... 6

E. Keaslian Penulisan ... 6

F. Tinjauan Kepustakaan………... 7

1. Kajian Mengenai Kriminologi dan Tindak Pidana ... 7

2. Pengaturan Hukum Mengenai Tindak Pidana Pencurian dengan pemberatan ... 17

3. Faktor Penyebab Terjadinya Tindak Pidana ... 21

G. Metode penelitian ... 22

BAB II ATURAN HUKUM YANG MENGATUR TINDAK PIDANA PENCURIAN DENGAN PEMBERATAN A. Pasal 362 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Tentang Pencurian Biasa ... 26

B. Pasal 363 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Tentang Pencurian Dengan Pemberatan ... 31

C. Sanksi… ... 36

(9)

BAB III FAKTOR PENYEBAB TERJADINYA TINDAK PIDANA PENCURIAN DENGAN PEMBERATAN

A. Faktor Penyebab Terjadinya Kejahatan Menurut Kriminologi .. 43 B. Faktor Penyebab dan Terjadinya Pencurian Dengan

Pemberatan ... 70 BAB IV KEBIJAKAN HUKUM PIDANA TENTANG TINDAK PIDANA

PENCURIAN DENGAN PEMBERATAN DAN UPAYA PENANGGULANGANNYA DALAM PERSPEKTIF KRIMINOLOGI

A. Kebijakan Hukum Terhadap Tindak Pidana Pencurian Dengan Pemberatan ... 77 1. Kebijakan Penal………...77 2. Kebijakan Non-Penal………..95 3. Penerapan Hukum Pidana Terhadap Tindak Pidana Pencurian

Dengan Pemberatan Dalam 2 (Dua) Putusan Hakim dan Analisa Putusannya……… 101 B. Upaya Penanggulapngan Dalam Perspektif Kriminologi …… 116 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan... 123 B. Saran ... 126 DAFTAR PUSTAKA ... .. 127

(10)

DAFTAR TABEL 1. Tabel 1

Penerapan hukum pidana terhadap tindak pidana pencurian dengan pemberatan dilihat dari surat dakwaan dan tuntutan jaksa penuntut umum………..99 2. Tabel 2

Penerapan hukum pidana terhadap tindak pidana pencurian dengan pemberatan dilihat dari tuntutan jaksa penuntut umum dan pertimbangan hakim dalam memutuskan putusannya……….107

(11)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Negara Indonesia adalah Negara yang berdasarkan atas Hukum (rechstaat), tidak berdasarkan atas kekuasaan belaka (machstaat). Pernyataan tersebut tercantum dalam penjelasan umum Undang-Undang Dasar 1945. Hal ini menunjukkan bahwa Indonesia adalah negara Hukum, Indonesia menerima hukum sebagai suatu ideologi untuk menciptakan ketertiban, keamanan, keadilan, serta kesejahteraan bagi warga negaranya. Konsekuensinya dari itu semua adalah bahwa hukum mengikat setiap tindakan yang dilakukan oleh warga negara Indonesia.4

Salah satu kajian hukum yang sangat penting adalah kajian hukum pidana.

Hukum pidana dapat diartikan sebagai sejumlah peraturan hukum yang mengandung larangan dan perintah atau keharusan terhadap pelanggarannya diancam dengan pidana (sanksi hukum) bagi mereka yangmewujudkannya.

Hukum pidana identik dengan hukum yang mengatur pelanggaran dan kejahatan Oleh karena itu , hukum menuntun jalan tentang cara berperilaku dengan baik di dalan kehidupan bermasyarakat, sehingga dengan cara ini hukum merupakan norma, biasa kita sebut dengan norma hukum. Norma hukum tumbuh dan melekat pada diri masyarakat, oleh karena itu pula hukum itu sendiri tidak lepas dari kejahatan yang menjadi salah satu kajian yang terdapat dalam hukum.

4 C. T. S Kansil.Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia. Jakarta:Balai Pustaka, 1998. Halaman. 346.

(12)

yang menyangkut kepentingan umum. Sebagai contoh kasus-kasus seperti pembunuhan, pencurian dan penipuan. Kasus-kasus tersebut tergolong kedalam kejahatan pidana.

Salah Satu kejahatan dalam pidana yaitu tindak pidana pencurian yang diatur dalam pasal 362 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (selanjutnya disingkat KUHPidana). Negara Indonesia harus menjaga dan melindungi harta warga negaranya sendiri seperti yang dimuat dalam UUD NKRI 1945 Pasal 28 H ayat (4) yang berbunyi “Setiap orang berhak mempunyai hak milik pribadi dan hak milik tersebut tidak diambil alih secara sewenang-wenang oleh siapa pun”.

Oleh karena itu negara akan menindak tegas bagi siapa pun yang mengusik atau mengganggu harta warga negaranya.

Kejahatan pencurian termuat dalam buku KUHPidana, telah diklasifikasikan ke beberapa jenis pencurian, mulai dari kejahatan pencurian biasa (pasal 362 KUHPidana), kejahatan pencurian ringan (Pasal 364 KUHPidnaa), kejahatan pencurian di dalam kalangan dengan kekerasan (Pasal 365 KUHPidana), kejahatan pencurian dengan pemberatan (Pasal 363 KUHPidana), dan kejahatan pencurian dalam kalangan keluarga (Pasal 367 KUHPidana). Salah satu jenis tindak pidana pencurian yang sering terjadi adalah pencurian dengan unsur-unsur yang memeberatkan atau dengan pemberatan denga kualifikasi tertentu yang dibuat oleh pembentuk undang-undang dan diatur dalam Pasal 363 KUHPIdana.

Kejahatan merupakan perbuatan – perbuatan yang melanggar norma- norma yang berlaku dalam masyarakat. Dalam pengertian secara Yuridis

(13)

kejahatan adalah semua perbuatan manusia yang memenuhi perumusan ketentuan – ketentuan yang disebutkan dalam KUHP. Masalah kejahatan tidak lepas dari kehidupan bermasyarakat dimana kejahatan merupakan salah satu bagian dari kehidupan manusia yang berlangsung terus-menerus. Kenyataan menunjukkan bahwa hampir setiap hari dalam media massa , baik media cetak maupun elektronik memuat berita tentang kejahatan.

Berdasarkan sosiologi, kejahatan disebabkan karena kondisi-kondisidan proses-proses sosial yang sama,yang menghasilkan perilaku-perilaku sosial lainnya. Analisis terhadap kondisi dan proses-proses tersebut menghasilkan dua Kesimpulan, yaitu terdapat hubungan antara variasi angka kejahatan dengan variasi organisasi-organisasi sosial dimana kejahatan tersebut terjadi. Tinggi rendahnya angka kejahatan berhubungan erat dengan bentuk-bentuk dan organisasi-organisasi sosial dimana kejahatan tersebut terjadi.Maka, angka-angka dalam masyrakat ,golongan- golongan masyrakat dan kelompok-kelompok sosial mempunyai hubungan dengan kondisi-kondisi dan proses-proses misalnya, gerak sosial,persaingan serta pertentangan kebudayaan ideologi politik, agama,ekonomi,dan seterusnya.5

Akhir-akhir ini berbagai bentuk pencurian sudah sedemikian merebah, menjamur bahkan sangat meresahkan orang dalam kehidupan bermasyarakat sehari-hari. Bagaimana tidak, begitu banyak trik yang dilakukan dalam memperlancar aksi pencurian mulai dari hipnotis, menggunakan obat bius, bergerombol menggunakan senjata api yang membuat korban tidak dapat berkutik

5 Soerjono Soekanto.Sosiologi Suatu Pengantar.Jakarta:Raja Grafindo Persada,2007.halaman.321

(14)

sedikit pun, maupun pencurian yang dilakukan dengan cara mengambil secara paksa baik di tempat sepi mauoun ditempat sepi. Pencurian yang dilakukan pun skalanya semakin besar dengan sasaran pencurian yang tidak lagi terfokus kerumah-rumah di malam hari melainkan justru dilakukan di siang hari di tempat keramaian seperti di pinggir jalan, di Bank, Toko emas, Pegadaian, swalayan dengan hasil pencurian yang tidak tanggung-tanggung jumlahnya. Hal tersebut menunjukkan bagaimana seseorang begitu kreatif dalam melakukan kejahatan.

Bahkan karena sudah maraknya kejahatan pencurian di tengah-tengah kehidupan bermasyarakat, sebagaian masyarakat sudah cenderung terbiasa dan seolah-olah memandang kejahatan pencurian tersebut merupakan kejahatan yang dianggap sebagai kebutuhan perorangan maupun kebutuhan kelompok.

Apabila diperhatikan jumlah tindak pidana pencurian dengan pemberatan akhir-akhir ini meningkat dan dampak kejahatan tersebur sangat besar dalam mempengaruhi serta mengganggu ketentraman dan kenyamanan dalam kehidupan bermasyarakat. Patut diakui bahwa tindak pidana pencurian dengan pemberatan kerap menyebabkan jatuhnya korban benda dan jiwa manusia. Bagaimanapun juga tindak pidana pencurian dengan pemberatan dapat berakibat buruk terhadap masyarakat, misalnya mengganggu ketertiban, ketentraman dan keamanan begitu juga dapat menimbulkan kerugian yang besar kepada masyarakat, bai kerugian fisik maupun kerugian materil.

Maka dari itu pihak instansi Kepolisian harus lebih ekstra bekerja keras dengan usaha, upaya-upaya yang strategis dan ditambah dengan kolaborasi antara masyarakat dengan kepolisian sebagai upaya untuk perlindungan bagi masyrakat

(15)

dan upaya untuk memberantas tindak pidana pencurian dengan kekerasan dalam lingkup masyarakat.

Berdasarkan apa yang telah diuraikan diatas, penulis tertarik untuk mengkaji lebih dalam tentang penerapan hukum hakim dan pertimbangan hukum hakim terhadap tindak pidana pencurian dengan pemberatan. Untuk itu penulis mengangkat skripsi dengan judul “Kajian Hukum Mengenai Tindak Pidana Pencurian Dengan Pemberatan Dalam Perspektif Kriminologi (Studi Kasus Putusan No. 336/Pid.B/2017/PN.Pms& No. 348/Pid.B/2017.PN.Pms)”.

B. Rumusan Permasalahan

Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan diatas tersebut, maka penulis merumuskan permasalahan sebagai berikut, yaitu:

1. Bagaimana aturan hukum yang mengatur tindak pidana pencurian dengan pemberatan?

2. Bagaimana faktor penyebab terjadinya tindak pidana pencurian dengan pemberatan?

3. Bagaimana kebijakan hukum pidana tentang tindak pidana pencurian dengan pemberatan dan upaya apa yang harus dilakukan dalam penanggulangannya dalam perspektif kriminologi.

C. Tujuan Penulisan

Dalam suatu penelitian pasti terdapat suatu tujuan yang jelas. Tujuan penelitian ini adalah member arah dalam melangkah sesuai dengan maksud penelitian. Adapun tujuan yang ingin hendak dicapai oleh penulis dalam penelitian ini sebagai berikut :

(16)

a. Untuk mengetahui pengaturan hukum tentang pencurian dengan pemberatan di Indonesia.

b. Untuk mengetahui faktor-faktor yang menyebabkan tindak pidana pencurian.

c. Untuk mengetahui kebijakan hukum pidana di Indonesia terhadap tindak pidana pencurian dengan pemberatan dan upaya dalam penangggulangannya dalam perspektif kriminologi.

D. Manfaat Penulisan

Manfaat penelitian terdiri dari 2, yakni : 1. Manfaat Teoritis

Dapat menambah pengetahuan, wawasan serta pengembangan ilmu pidana mengenai faktor-faktor penyebab terjadinya kejahatan pencurian dengan pemberatan.

2. Manfaat Praktis

Penelitian ini diharapkan dpat memberikan jawaban-jawaban atas persoalan kriminologi serta menjadi referensi khusus bagi mahasiswa yang menggeluti ilmu hukum pidana, mengingat perkembangan ilmu hukum pidana yang mengalami banyak permasalahan dan membutuhkan suatau pemecahan unuk menjelaskan semua itu, tentunya diperlukan suatu konstruksi pemikiran sehingga dapat memecahkan bersama.

E. Keaslian Penulisan

Sebelum melakukan penelitian ini telah ada peninjauan terhadap perpustakaan fakultas hukum Universitas sumatera Utara, apakah ada sebelumnya

(17)

yang telah melakukan penelitian yang sama dan setelah ditinjau tidak ada penelitian yang sama tentang objek pencurian dengan pemberatan ini. Oleh karena itu penelitian ini asli tanpa ada meniru dari skripsi lain.

F. Tinjauan Kepustakaan

Dalam tinjauan kepustakaan mengandung beberapa pengertian yang akan dipaparkan.

1. Kajian Mengenai Kriminologi dan Tindak Pidana a. Kajian Mengenai Kriminologi

Nama kriminologi yang ditemukan oleh P. Topinard seorang ahli antropologi Prancis, secara harfiah berasal dari kata “crimen” yang berarti kejahatan atau penjahat dan “logos” yang berarti ilmu pengetahuan, maka kriminologi dapat berarti ilmu tentang kejahatan atau penjahat.6

Dari sudut pengertian tata bahasa, kriminologi juga terdiri dari dua kata, yaitu :Crimen yang berarti penjahat dan logos yang berarti pengetahuan. Dengan demikian kriminologi dapat diartikan sebagai ilmu pengetahuan tentang kejahatan atau penjahat.7

Menurut Hurwitz, kriminologi adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari kejahatan sebagai gejala masyarakat (social phenomenon- Sutherlan), sekarang ini dimasukkan kedalamnya, usaha-usaha untuk mengatasinya (menanggulangi),

6 Topo Santoso dan Eva Achjani Julfa, Kriminologi, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2001, Halaman. 9

7 Purnianti, Moh.Kemal Darmawan, Mashab dan Penggolongan Teori Dalam Kriminologi, PT Citra aditya Bakti, Bandung, 1994, Halaman. 1

(18)

memperbaiki kelakuan jahat, memberantas, setidak-tidaknya mengusahakan mengurangi kejahatan atau mencegah kejahatan.8

Wolfgang, Savitz dan Johnston dalam The Sociology of Crime and delinquency memberikan definisi kriminologi sebagai kumpulan ilmu pengetahuan tentang kejahatan yang bertujuan untuk memperoleh pengetahuan dan pengertian tentang gejala kejahatan dengan jalan mempelajari dan menganalisa secara ilmiah keterangan-keterangan, keseragaman-keseragaman, pola-pola dan faktor-faktor kausal yang berhubungan dengan kejahatan, pelaku kejahatan serta reaksi masyarakat terhadap keduanya. Jadi obyek studi kriminologi melingkupi :9

a. Perbuatan yang disebut kejahatan.

b. Pelaku kejahatan dan

c. Reaksi masyarakat yang ditujukan baik terhadap perbuatan maupun pelakunya.

W.A. Bonger memandang kriminologi sebagai ilmu pengetahuan yang bertujuan menyelidiki gejala kejahatan seluas-luasnya. Bonger juga membagi kriminologi menjadi kriminologi murni yang mencakup :10

1. Antropologi Kriminil

Ilmu pengetahuan tentang manusia yang jahat (somatis). Ilmu pengetahuan ini memberikan jawaban atas pertanyaan tentang orang jahat dalam

tubuhnya yang mempunyai tanda-tanda.

8H.Ridwan Hasibuan, KriminologiDalam Arti Sempit dan Ilmu-Ilmu Forensik, Universitas Sumatera Utara Press, Medan, 1994, Halaman. 5

9Topo Santoso dan Eva Achjani Julfa,Op.Cit, Halaman. 12.

10Ibid, Halaman.l 9-10.

(19)

2. Sosiologi Kriminil

Ilmu pengetahuan tentang kejahatan sebagai suatu gejala masyarakat.

Pokok persoalan yang dijawab oleh bidang ilmu ini adalah sampai dimana letak sebab-sebab kejahatan didalam masyarakat.

3. Psikologi Kriminil

Ilmu pengetahuan tentang penjahat yang dilihat dari sudut jiwanya.

4. Psikopatologi dan Neuropatologi Kriminil

Ialah ilmu tentang penjahat yang sakit jiwa atau urat syaraf.

5. Penology

Ialah ilmu tentang tumbuh dan berkembangnya hukuman.

Di dalam kaitan itu, Sutherland dan Cressey membagi kriminologi dalam tiga bagian utama yaitu :11

a) Sosiologi hukum sebagai analisis sistematik atas kondisi-kondisi berkembangnya hukum pidana serta penjelasan mengenai kebijaksanaan dan prosedur administrasi peradilan pidana;

b) Etiologi kejahatan sebagai usaha untuk melakukan analisis ilmiah atas musabab kejahatan; dan

c) Penologi yang menaruh perhatian pada pengendalian kejahatan.

Menurut Martin L.Haskell dan Lewis Yablonsky, kriminologi sebagai studi ilmiah tentang kejahatan dan penjahat mencakup analisa tentang :

1) Sifat dan luas kejahatan 2) Sebab-sebab kejahatan

11Soerjono Soekamto, Henkie Liklikuwata, Muliana W. Kusuma, Kriminologi Suatu Pengantar, Ghalia Indonesia, Jakarta Timur, 1986, Halaman. 8-10.

(20)

3) Perkembangan hukum pidana dan pelaksanaan peradilan pidana 4) Ciri-ciri penjahat

5) Pembinaan penjahat 6) Pola-pola kriminalitas

7) Akibat kejahatan atas perubahan sosial.

Adapun pendapat para sarjana antara lain yang memberikan pengertian kriminologi adalah: 12

a) Mr. Paul Moedikdo Moeliono :

Kriminologi adalah ilmu pengetahuan dari berbagai ilmu yang membahas kejahatan sebagai masalah manusia.

b) Michael dan Adler :

Kriminologi adalah keseluruhan dari bahan-bahan keterangan mengenai perbuatan-perbuatan lingkungan mereka dan bagaimana mereka diberlakukan oleh badan-badan masyarakat dan oleh anggota masyarakat.

c) Wood

Kriminologi ialah ilmu yang meliputi segala pengetahuan yang diperoleh baik oleh pengalaman, maupun teori-teori tentang kejahatan dan penjahat serta pengetahuan yang meliputi reaksi-reaksi masyarakat terhadap penjahat dan kejahatan itu.

12Ediwarman, Selayang Pandang TentangKriminologi, Universitas Sumatera Utara Press, Medan 1994, Halaman. 5.

(21)

d) Noach

Kriminologi adalah ilmu pengetahuan yang membahas kejahatan dan penyelewengan tingkah laku manusia baik sebagai gejala social maupun sebagai psikhologis.

e) Prof. Vrij

Kriminologi adalah suatu ilmu pengetahuan yang berhubungan dengan kejahatan sebagai gejala maupun sebagai faktor penyebab dari kejahatan itu sendiri.

Dari defenisi ahli-ahli tersebut kita bisa melihat adanya persamaan- persamaan pandangan sedikit banyaknya dapat diambil kesimpulan bahwa kriminologi merupakan ilmu yang memepelajari dan meneliti tentang sebab- musababnya suatu kejahatan.

Dalam rangka mempelajari masalah kejahatan Hermann Mannheim mengemukakan tiga pendekatan yang dapat dilakukan :13

A. Pendekatan Deskriptif

Yang dimaksud dengan pendekatan deskriptif adalah suatu pendekatan dengan cara melakukan observasi dan pengumpulan data yang berkaitan dengan faktafakta tentang kejahatan dan pelaku kejahatan seperti :

a. Bentuk tingkah laku kriminal;

b. Bagaimana kejahatan dilakukan;

c. Frekuensi kejahatan pada waktu dan tempat yang berbeda;

d. Ciri-ciri khas pelaku kejahatan, seperti usia, jenis kelamin dan sebagainya;

13 Made Darma Weda, Kriminologi, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1995, Halaman.

2-5.

(22)

e. Perkembangan karir seorang pelaku kejahatan;

B. Pendekatan Sebab-Akibat

Disamping pendekatan deskriptif, pemahaman terhadap kejahatan dapat dilakukan melalui pendekatan sebab-akibat.Hal ini ditafsirkan untuk mengetahui sebab-musabab kejahatan, baik dalam kasus-kasus yang bersifat individual maupun yang bersifat umum. Hubungan sebab-akibat dalam kriminologi dapat dicari yaitu dengan mencari jawaban atas pertanyaan mengapa orang tersebut melakukan kejahatan. Usaha untuk mengetahui kejahatan dengan menggunakan pendekatan sebab-akibat ini dikatakan sebagai etiologi kriminil (etiology of crime).

C. Pendekatan Secara Normatif

Kriminologi dikatakan sebagai idiographic-discipline dan nomotheticdiscipline. Dikatakan sebagai idiographic discipline, karena kriminologi mempelajari fakta-fakta, sebab-akibat, dan kemungkinan- kemungkinan dalam kasus yang bersifat individual. Sedangkan yang dimaksud dengan nomothetic discipline, adalah bertujuan untuk menemukan dan mengungkapkan hukumhukum yang bersifat ilmiah, yang diakui keseragaman dan kecenderungan-kecenderungannya.

b. Kajian Mengenai Tinddak Pidana

Istilah tindak pidana berasal dari istilah yang dikenal dalam hukum pidana Belanda yaitu ‘’strafbaar feit’’. 14

14 Mohammad Ekaputra, Dasar-dasar Hukum Pidana, USU Press, Medan, 2015, Halaman. 77.

Ada dua istilah yang dipakai dalam bahasa Belanda, yaitu strafbaar feit dan istilah delict yang mempunyai makna yang

(23)

sama. Dalam terjemahannya delict diterjemahkan dengan delik saja, sedangkan strafbaar feit dalam bahasa Indonesia mempunyai beberapa arti dan belum diperoleh

Kata sepakat diantara para sarjana Indoesia mengenai ahli bahasa. Ada yang menggunakan terjemahan : Tindak Pidana (Wirjono Projodikoro), Peristiwa Pidana (Mr. R Tresna, Mr. Drs. H.J Van Schravendijk, Prof. A. Zainal Abidin, konstitusi RIS, UUDS 1950), delik (Utrecht, Zainal Abidin), pelanggaran Pidana (Tirta Amidjaja), perbuatan yang boleh dihukum (M, Karni), perbuatan yang dapat dihukum (UU NO. 12/Drt/1951), perbuatan pidana (Moeljatno), dan didalam konsep KUHP baru sebagai terjemahan dari istilah strafbaar feit adalah tindak pidana. 15

Menurut Simon, strafbaar feit dapat dirumuskan sebagai suatu tindakan melanggar hukum yang telah dilakukan dengan sengaja ataupun tidak dengan sengaja oleh seseorang yang dapat dipertanggungjawabkan atas tindakannya dan yang oleh undang-undang telah dinyatakan sebagai suatu tindakan yang dapat dihukum.16 Sedangkan Vos berpendapat bahwa strafbaar feit adalah suatu kelakuan manusia yang diancam pidana oleh undang-undang.17

15 Ibid.

16Ibid, Halaman. 88

17Ibid , Halaman. 85

(24)

Peristiwa pidana atau delik ialah peristiwa pidana yang mengandung 5 unsur, unsur-unsur yakni: 18

a. Harus ada suatu perbuatan manusia;

b. Perbuatan itu harus sesuai dengan apa yang dilukiskan di dalam ketentuan hukum;

c. Harus terbukti adanya “dosa”’ pada orang yang berbuat, yaitu orangnya harus dapat dipertanggungjawabkan;

d. Perbuatan itu harus berlawanan dengan hukum;

e. Terhadap perbuatan itu harus tersedia ancaman hukumannya dalam undang-undang.

Beberapa pakar hukum pidana memberikan defenisi mengenai strafbaar feit antara lain :19

Menurt Pompe pengertian Strafbaar feit dibedakan:

Pompe menyatakan, strafbaar feit itu secara teoritis dapat dirumuskan sebagai suatu pelanggaran norma (gangguan terhadap tertib hukum) yang dengan sengaja maupun tidak sengaja dilakukan oleh seorang pelaku, dimana penjatuhan hukuman terhadap pelaku tersebut adalah perlu demi terpeliharanya tertib hukum yang terjaminnya kepentingan umum.

20

a. Defenisi menurut hukum positif itu sebenarnya adalah tidak lain daripada suatu “tindakan yang menurut sesuatu rumusan Undang-undang telah dinyatakan sebagai tindakan yang dapat dihukum”.

18Ibid, Halaman. 85-86

19 PAF Lamintang, Dasar - Dasar Hukum Pidana Indonesia, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 1997, Halaman, 181.

20 Mohammad Ekaputra, Op. Cit, Halaman. 85.

(25)

b. Defenisi menurut teori strafbaar feit itu adalah perbuatan, yang bersifat melawan hukum, yang dilakukan dengan kesalahan dan diancam dengan pidana.

Sejalan dengan defenisi yang membedakan antara pengertian menurut teori dan menurut hukum positif itu, juga dapat dikemukakan pandangan dari J.E.

Jonkers yang telah memberikan defenisi strafbaar feit menjadi dua pengertian : 21 a. Defenisi pendek memberikan pengertian “strafbaar feit” adalah suatu

kejadian (feit) yang dapat diancam pidana oleh undang-undang;

b. Defenisi panjang atau lebih mendalam memeberikan pengertian

“strafbaar feit” adalah suatu kelakuan yang melawan hukum (wederrechttelijk) berhubung dilakukan dengan sengaja atau alpa oleh orang yang dapat dipertanggungjawabkan.

Setiap tindak pidana yang terdapat dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana itu pada umumnya dapat dijabarkan kedalam unsur-unsur yang pada dasarnya dapat dibagi menjadi dua macam unsur, yakni unsur-unsur subjektif dan unsur-unsur objektif. 22

a. Kesengajaan atau tidak kesengajaan (dolus atau culpa) Unsur Subjektifnya yaitu:

b. Maksud atau voornomenpada suatu percobaan atau poging seperti yang dimaksud di dalam pasal 53 ayat 1 KUHP.

c. Macam-macam maksud atau oogmerk seperti yang terdapat misalnya dalam kejahatan-kejahatan pencurian, penipuan, pemerasan, pemalsuan

21Ibid, Halaman. 89.

22 P.A.F. Lamintang, Op.Cit.,Halaman. 193

(26)

dan lain-lain.

d. Merencanakan terlebih dahulu atau voorbedachteraad seperti yang terdapat di dalam kejahatan pembunuhan menurut pasal 340 KUHP.

Unsur-unsur objektif itu adalah unsur-unsur yang ada hubungannya dengan keadaan-keadaan yaitu dalam keadaan-keadaan mana tindakan tindakan dari sipelaku itu harus dilakukan.

Unsur objektif dari sesuatu tindak pidana itu adalah :23 a. Sifat melanggar hukum atau wederrechtelijkheid.

b. Kualitas dari si pelaku, misalnya “ keadaan sebagai seorang pegawai negeri” keadaan sebagai pengurus atau komisaris dari suatu perseroan terbatas didalam kejahatan menurut pasal 398 KUHP.

c. Kausalitas, yakni hubungan antar sesuatu tindakan sebagai penyebab dengan sesuatu kenyataan sebagai akibat.

Berdasarkan rumusan-rumusan tindak pidana KUHPidana, terdapat 11 unsur tindak pidana :24

1. Unsur tingkah laku;

2. Unsur melawan hukum;

3. Unsur kesalahan;

4. Unsur akibat konstitutif;

5. Unsur keadaan yang menyertai;

6. Unsur syarat tambahan untuk dapatnya dituntut pidana;

7. Unsur syarat tambahan untuk memperberta pidana

23Ibid, Halaman. 194.

24 Adam Chazawi Op. Cit, Halaman. 82

(27)

8. Unsur syarat tambahan untuk dapatnya dipidana 9. Unsur objek hukum tindak pidana

10. Unsur kualitas subjek hukum tindak pidana

11. Unsur syarat tambahan untuk memperingan pidana.

2. Pengaturan Hukum Mengenai Tindak Pidana Pencurian dengan Pemberatan

Setelah penjabaran diatas tentang tindak tindak pidana, maka berikut dibahas tentang pengaturan hukum mengenai tindak pidana pencurian dengan pemberatan.

Ketentuan yang terdapat dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana tentang kejahatan yang ditujukan terhadap kekayaan orang lain dengan maksud untuk memilikinya yaitu tindak pidana pencurian diatur di Buku II dalam BAB XXII memiliki kualifikasi tentang tindak pidana pencurian yaitu :

a) Pencurian Biasa

Barangsiapa mengambil sesuatu barang yang sama sekali atau sebagian termasuk kepunyaan orang lain, dengan maksud akan memiliki barang itu dengan melwan hak, dihukum, karena pencurian dengan hukuman penjara, selama- lamanya lima tahun atau sebanyak-banyaknya Rp.900- (K.U.H.P. 364, 366, 486).25

b) Pencurian Dengan Pemberatan

Pengaturan hukum tentang pencurian dengan pemberatan dapat dilihat dalam pasal 363 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana yaitu :

25R.Soesilo. 1994. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Bogor : Politeia. Halaman.

250.

(28)

(1) Hukuman penjara selama-lamanya tujuh tahun dihukum :26 1. Pencurian hewan (K.U.H.P. 101)

2. Pencurian pada waktu kebakaran, letusan, banjir, gempa bumi, atau gempa laut, letusan gunung api, kapal karam, kapal terdampar, kecelakaan kereta api, huru-hara, pemberontakan atau kesengsaraan di masa perang.

3. Pencurian pada waktu malam dalam sebuah rumah atau perkarangan yang tertutup yang ada dirumahnya, dilakukan oleh orang yang ada disitu tiada dengan setahunya atau bertentangan dengan kemauan orang yang berhak (yang punya). (K.U.H.P. 98, 167, 365)

4. Pencurian dilakukan oleh dua orang bersama-sama atau lebih.

(K.U.H.P.364)

5. Pencurian yang dilakukan oleh tersalah dengan masuk ke tempat kejahatan itu atau dapat mencapai barang yang diambilnya dengan jalan membongkar, memecah atau memanjat atau dengan jalan memakai kunci palsu, perintah palsu atau pakaian jabatan palsu.

(2) Jika pencurian yang diterangkan dalam No. 3 disertai dengan salah satu hal yang tersebut dalam No. 4 dan 5, dijatuhkan hukuman penjara selamalamanya Sembilan tahun.

c) Pencurian Ringan

Pasal 364 menamakan pencurian ringan bagi suatu pencurian biasa, atau yang dilakukan oleh dua orang atau lebih bersama-sama atau disertai hal-hal

26Ibid.

(29)

tersebut dalam pasal 363 nomor 5, apabila tidak dilakukan dalam suatu rumah kediaman atau di perkarangan tertutup di mana ada rumah kediaman, dan lagi apabila barang yang dicuri berharga tidak lebih dari dua puluh lima rupiah; dan hukumannya hanya maksimal tiga bulan penjara atau denda enam puluh rupiah. 27 d) Pencurian Dengan Kekerasan

Pengaturan hukum pencurian dengan kekerasan dapat dilihat dari pasal 365 KUHP yaitu:28

(1) Dengan hukuman penjara selama-lamanya Sembilan tahun dihukum pencurian yang didahului kekerasan terhadap orang lain, dengan maksud untuk mempersiapkan atau memudahkan pencurian itu, atau si pencuri jika tertangkap basah, supaya ada kesempatan bagi dirinya sendiri atau bagi yang turut serta melakukan kejahatan itu untuk melarikan diri atau supaya barang yang dicuri tetap tinggal di tangannya.

(2) Hukuman penjara selama-lamanya dua belas tahun dijatuhkan :29

ke-1: Jika perbuatan itu dilakukan pada waktu malam dalam sebuah rumah kediaman atau di perkarangan tertutup di mana ada rumah kediaman, atau di jalan umum atau di dalam kereta api atau trem yang sedang berjalan;

ke-2: Jika perbuatan itu dilakukan oleh dua orang atau lebih bersama- sama.

27 Wirjono Prodjodikoro. 2003. Tindak-Tindak Pidana Tertentu Di Indonesia. Bandung :PT Refika Aditama, Halaman.26.

28Ibid, Halaman.20.

29Ibid, Halaman.21.

(30)

ke-3: Jika yang bersalah telah masuk ke tempat melakukan kejahatan itu dengan jalan membongkar atau memanjat, atau dengan memakai anak kunci palsu, perintah palsu, atau pakaian jabatan palsu;

ke-4: Jika perbuata itu berakibat luka berat;

(3) Dijatuhkan hukuman penjara selama-lamanya lima belas tahun jika perbuatan itu berakibat matinya orang.

(4) Hukuman mati atau hukuman penjara seumur hidup atau penjara selamalamnya dua puluh tahun dijatuhkan jika perbuatan itu berakibat ada orang luka berat atau mati, dan lagi perbuatan itu dilakukan bersama-sama oleh dua orang atau lebih, dan lagi pula diseertai salah satu dari hal-hal yang disebutkan dalam nomor 1 dan nomor 2.

e) Pencurian Dalam Kalangan Keluarga

Pengaturan tentang pencurian dalam kalangan keluarga diatur dalam pasal367, yaitu ;30

(1) Jika pembuat atau pembantu salah satu kejahatan yang diterangkan dalam bab ini ada suami (istri) orang yang kena kejahatan itu, yang tidak, bercerai meja makan dan tempat tidur atau bercerai hasrat benda, maka pembuat, atau pembantu itu tak dapat dituntut hukuman.

(2) Jika suaminya (istrinya) yang sudah diceraikan meja makan tempat tidur, atau harta benda, atau sanak atau keluarga orang itu karena kawin, baik dalam keturunan yang lurus, maupun keturunan yang menyimpang dalam

30R.Soesilo, Op.Cit, Halaman.255.

(31)

derajat, dalam derajat yang kedua, maka bagi ia sendiri hanya dapat dilakukan penuntutan, kalau ada pengaduan dari orang yang dikenakan kejahatan itu.

(3) Jika menurut adat istiadat keturunan ibu, kekuasaan bapa dilakukan oleh orang lain dari bapak kandung, maka ketentuan dalam ayat kedua berlaku juga bagi orang itu (K.U.H.P. 55s, 72s, 9, 370, 376, 394, 404, 141).

3. Faktor Penyebab Terjadinya Tindak Pidana Pencurian Dengan Pemberatan

Menurut kartono Defenisi kejahatan adalah bentuk tingkah laku yang bertentangan dengan moral kemanusiaan (immoril), merupakan masyarakat, asosial sifatnya dan melanggar hukum serta undang-undang.31

Kriminologi merupakan ilmu pengetahuan yang bertujuan menyelidiki gejala kejahatan seluas-luasnya.32

1. Mashab Italia atau Antropologi

Menurut Bonger mashab – mashab dalam Kriminologi adalah sebagai berikut:

Mashab ini mula-mula berkembang di Italia, sehingga dalam Kriminologi sering disebut sebagai Mashab Italia. Tokoh terkenal dari Mashab ini adalah C.Lombroso

2. Mashab Lingkungan.

Menurut Mashab ini orang yang melakukan kejahatan karena dipengaruhi oleh faktor-faktor lingkungan.Tokoh ternama mashab ini adalah A.LacasSagne.

31 2R.Soesilo, Op.Cit, halaman.255.

32 W.A Bonger.1977.Pengantar Tentang Kriminologi.Jakarta.PT.Pembangunan Ghalia Indonesia. Halaman 79.

(32)

3. Mashab Bio-Sosiologis

Mashab bio-sosiologis adalah merupakan pengembangan dan perpaduan antara aliran Antropologi dan aliran sosiologis. Tokoh ternama aliran ini antara lain A.D.Prins, Van Hammel dan D.Simons.

4. Mashab Spiritualis

Aliran ini pada mulanya mencari sebab-sebab kejahatan itu dari pihak beragamanya seseorang.Tokoh yang terkenal yaitu F.A.K.Krauss, H.Sturbugs dan N.De Beats.

faktor-faktor yang menyebabkan seseorang melakukan tindak pidana pencurian dengan kekerasan yang diantaranya :

a) Faktor Internal

Yaitu faktor yang berasal bathin dari pelaku itu sendiri,seperti faktor pendidikan dan keluarga dalam melakukan tindak pidana pencurian dengan kekerasan.

b) Faktor Eksternal

Yaitu faktor yang berasal dari luar diri pelaku dalam melakukan tindak pidana pencurian dengan kekerasan seperti , lingkungan sosial, pengaruh massa teknologi dan lain-lain.

G. Metode Penelitian a. Spesifikasi Penelitian

Spesifikasi penelitian hukum yang digunakan dalam penelitian yang dilakukan adalah metode penelitian hukum yang Yuridis Nornatif dinamakan juga

(33)

dengan penelitian hukum normatif atau penelitian hukum doktrinal. Pada penelitian normatif data sekunder sebagai sumber/bahan informasi dapat merupakan bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tirtier.

Pelaksanaan penelitian normatif secara garis besar ditujukan kepada:33

− Penelitian terhadap asas-asas hukum.

− Penelitian terhadap sistematika hukum.

− Penelitian terhadap sinkronisasi hukum.

− Penelitian terhadap sejarah hukum.

− Penelitian terhadap perbandingan hukum.

Dalam hal penelitian hukum normatif, dilakukan penelitian terhadap peraturan perundang-undangan dan berbagi literature yang berkaitan dengan permasalahan ini.

b. Metode Pendekatan.34

Metode Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu menggunakan pendekatan Normatif, antara lain:

1. Pendekatan Undang-Undang 2. Pendekatan Kasus

c. Lokasi Penelitian

Lokasi Penelitian penulis dan penyusun skripsi ini adalah Pengadilan Negeri Pematang Siantar.

33 Ediwarman. Monograf Metodologi Penelitian Hukum : Panduan Penulisan Skripsi, Tesis dan Disertasi. Medan : PT. Sofmedia, 2015. halaman. 94

34Ibid. Halaman. 96

(34)

d. Alat Pengumpulan Data35

Berdasarkan pendekatan dan data dalam penelitian ini, maka metode pengumpulan data yang dipakai yaitu:

1. Studi kepustakaan,yaitu menelaah bahan hukum primer maupun bahan hukum sekunder yang berkaitan dengan analisis hukum tentang tindak pidana pencurian dengan pemberatan.

2. Wawancara, yaitu melakukan wawancara dengan narasumber aparat penegak hukum yang terlibat dalam proses peradilan pidana, yaitu yang pertama wawancara terhadap Praktisi, penulis melakukan wawancara terhadap seorang Pengacara. Dan yang kedua wawancara terhadap seorang Akademisi, penulis melakukan wawancara dengan Jaksa yang bertugas di Pengadilan Negeri Pematang Siantar.

3. Daftar Pertanyaan, penulis melakukan wawancara terhadap para narasumber dengan mengajukan pertanyaan guna memperoleh data yang dibutuhkan dalam penulisan skripsi ini.

e. Prosedur Pengambilan dan Pengumpulan Data

Posedur pengumpul dan pengambilan data yang digunakan dalam penulisan karya ilmiah ini menggunakan:

1. Studi kepustakaan (library research), yaitu dengan melakukan penelitian terhadap berbagai literatur yang relevan dengan permasalahan skripsi ini seperti, buku-buku, makalah, yang bertujuan untuk mencari atau

35 Ibid. Halaman 109

(35)

memperoleh konsepsi-konsepsi, teori-teori atau bahan-bahan yang berkenaan dengan analisis hukum tentang tindak pidana pencurian dengan pemberatan dalam perspektif kriminologi.

2. Studi Lapangan, yaitu penulis mempeoleh data yang bersifat primer dengan mengadakan Tanya jawab (wawancara) dengan aparat penegak hukum yang terlibat dalam proses peradilan pidana. Selama ini wawancara dianggap sebagai metode yang paling efektif dalam pengumpulan data primer dilapangan, dianggap efektif karena interviewer dapat bertatap muka langsung dengan narasumber untuk menanyakan perihal pribadi narasumber, fakta yang ada dan pendapat (opinion) maupun persepsi diri narasumber dan bahkan saran-saran narasumber. 36

f. Analisis Data

Adapun yang menjadi narasumber dalam wawancara ini adalah Jaksa dari Pengadilan Negeri Pematang Siantar dan seorang Pengacara.

Analisis data yang digunakan dalam penulisan skripsi ini dengan cara kualitatif, yaitu menganalisis melalui data lalu diolah dalam pendapat atau tanggapan dan data-data sekunder yang diperoleh dari pustaka kemudian dianalisis sehingga diperoleh data yang dapat menjawab permasalahan dalam skripsi ini.

36 Bambang Waluyo, Penelitian Hukum Dalam Praktek, (Jakarta:Sinar Grafika, 2002), Halaman 57.

(36)

BAB II

ATURAN HUKUM YANG MENGATUR TINDAK PIDANA PENCURIAN DENGAN PEMBERATAN

A. Pasal 362 Kitab Undang-Undang Hukum pidana Tentang Pencurian Biasa

Pencurian dalam bentuk pokok beserta unsur-unsurnya dirumuskan dalam pasal 362 KUHP, yang berbunyi:

“Barang siapa mengambil sesuatu benda yang seluruhnya atau sebagian milik orang lain, dengan maksud untuk dimiliki secara melawan hukum, diancam karena pencurian, dengan pidana penjara paling lama 5 tahun atau benda paling banyak Rp. 900,00,-”

Rincian rumusan pencurian yang terdapat dalam pasal 362 tersebut dapat dilihat sebagai berikut:37

1. Unsur-unsur objektif, terdapat dari : a. Perbuatan mengambil.

b. Objeknya suatu benda.

c. Unsur keadaan yang menyertai / melekat pada benda, yaitu benda tersebut atau seluruhnya milik orang lain.

2. Unsur-unsur subjektif, terdiri dari:

a. Adanya maksud.

b. Yang ditujukan untuk memiliki.

37 Adami chazawi.op.cit. Halaman. 5

(37)

c. Dengan melawan hukum.

Mengambil Barang

Unsur pertama dari Tindak Pidana Pencurian adalah perbuatan mengambil Barang. Kata mengambil (wegnemen) dalam arti sempit terbatas pada menggerakkan tangan dan jari-jari, memegang barangnya, dan mengalihkannya ke tempat lain. Sudah lazim masuk istilah pencurian apabila orang mencuri barang cair, seperti bir dengan membuka suatu keran untuk mengalirkannya ke dalam botol yang ditempatkan dibawah keran itu. Bahkan tenaga listrik sekarang dianggap dapat dicuri dengan seutas kawat yang mengalirkan tenaga listrik itu ke suatu tempat lain dari pada yang dijanjikan.

Perbuatan mengambil jelas tidak ada apabila barangnya oleh yang berhak diserahkan kepada pelaku. Apabila penyerahan ini disebabkan pembujukan dengan tipu muslihat, maka ada Tindak Pidana Penipuan. Jika penyerahan ini disebabkan ada paksaan dengan kekerasan oleh si pelaku, maka ada tindak pidana pemerasan (afpersing) jika paksaan itu berupa kekerasan, langsung, atau merupakan tindak pidana pengancaman (afdreiging) jika paksaan ini berupa mengancam akan membuka rahasia.38

Seorang A bediri dekat suatu barang milik orang lain – B − dan menjual barang itu kepada C yang membayar harganya kepada A dan mengambil sendiri Noyon-Langemeyer (jilid III Halaman 127) membahas suatu peristiwa sebagai berikut:

38Wirjono Projodikoro.op.cit. Halaman.14

(38)

barangya. Pemilik B tidak tahu-menau hal ini, dan uang harga pembelian ditahan oleh A terus sebagai miliknya.

Di sini, A sama sekali tidak mengambil barang. Maka, menurut Langemeyer, si A dapat dipersalahkan menyuruh mencuri (doen plegen pasal 55 KUHP) karena si C − sebagai si pengambil barang mengira bahwa A adalah pemilik barang itu sehingga tidak dapat dipertanggungjawabkan.

Langemeyer menceritakan bahwa dalam hal semacam ini − oleh suatu pengadilan di Negeri Belanda − si A dipersalahkan pmenipu si C untuk menyerahkan harga pembelian kepada A. putusan tersebut tidak disetujui oleh Langemeyer. 39

Barang yang diambil dapat sebagian milik oleh si pencuri, yaitu apabila merupakan suatu barang warisan yang belum dibagi-bagi, dan si pencuri adalah seorang ahli waris yang turut berhak atas barang itu. Hanya jika barang yang Barang Yang diambil

Oleh karena sifat tindak pidana pencurian adalah merugikan kekayaan si korban, maka barang yang diambil harus berharga. Harga ini tidak selalu bersifat ekonomis. Misalnya, barang yang diambil itu tidak mungkin akan terjual kepada orang lain, tetapi bagi si korban sangat dihargai sebagai suatu kenang-kenangan.

Van Bemmlen (halaman 285) memberikan contoh berupa beberapa helai rambut (haarlok) dari seseorang yang telah meninggal yang dicintai atau beberapa halaman yang disobek daru suatu buku catatan atau surat biasa.

39Ibid. Halaman.15

(39)

diambil =itu tidak dimiliki oleh siapapun (resnulius), misalnya sudah dibuang oleh sipemilik, maka tidak ada tindak pidana pencurian.

Tujuan memiliki barangnya dengan melanggar hukum

Unsur memiliki barangnya dengan melanggar hukum ini juga terdapat pada unsur tindak pidana penggelapan barang dari pasal 372 KUHP, bahkan disana tidak hanya harus ada tujuan (oogmerk) untuk itu, tetapi perbuatan si pelaku harus masuk rumusan memiliki barangnya dengan ,melanggar hukum.

Menurut Prof. Dr. Wirjono sebetulnya terdapat suatu kontradisi antara memiliki barang –barang dan melanggar hukum. Memiliki barang berarti menjadikan dirinya pemilik. Dan, untuk menjadi pemilik suatu barang harus menurut hukum. Setiap pemilik barang adalah menjadi pemilik menurut hukum.

Maka sebenarnya tidak mungkin orang memiliki barang orang lain dengan melanggar hukum, karena kalau hukum dilanggar, tidak mungkin orang tersebut menjadi pemilik barang.

Berbuat sesuatu dengan sesuatu barang seolah-olah pemilik barang itu, dan dengan perbuatan tertentu itu si pelaku melanggar hukum. 40

40Ibid.

Wujud perbuatan memiliki barang

Perbuatan ini dapat berwujud macam-macam seperti menjual, menyerahkan, meminjamkan, memakai sendiri, menggadaikan, dan sering bahkan bersifat negative, yaitu tidak berbuat apa-apa dengan barang itu, tetapi juga tidak mempersilahkan orang lain berbuat sesuatu dengan barang itu tanpa persetujuannya.

(40)

Apabila seseorang menyimpan barang orang lain menghancurkan barangnya tanpa diberi izin dari yang berhak, maka saya rasa lebih baik dianggap bahwa tidak ada tindak pidana penghancuran barang orang lain (pasal 406) dari pada penggelapan barang dari pasal 372 KUHP karena seseorang penyimpan barang yang mengahncurkan barang itu sukar memiliki barang yang pada waktu itu dimusnahkan. Lain halnya dengan seorang yang mengambil barang orang lain dengan tujuan untuk menghancurkannya. Kini masih dapat dipersoalkan, sampai dimana ada maksud si pengambil barang untuk kemudian akan menghancurkannya.

Seorang pengambil barang mungkin mempunyai alas an untuk menghancurkan barang itu, misalnya untuk menghilangkan hal yang akan membuktikan sesuatu terhadap dirinya, atau yang akan selalu mengingatkannya kepada hal yang ia lebih suka melupakannya. Alasan-alasan ini juga dapat dikandung oleh seorang pengambil barang orang lain.

Disamping itu, oleh karena pada waktu barang nya diambil dan beberapa waktu kemudian belum dilakukan penghancuran barang, maka dapat dianggap wajar bahwa si pengambil barang itu bertindak seolah-olah seorang pemilik barangnya. Maka dalam hal ini ada tindak pidana pencurian yaitu pasal 362 KUHP.41

Dalam hal apabila si pengambil barang hanya bermaksud untuk memakai barangnya sebentar, dan sesudah itu akan dikembalikan, atau si penyimpan barang memakai barangnya sebentar, tidak untuk seterusnya, maka dalamhal inititik berat

41Ibid. Halaman 17

(41)

harus diletakkan pada hal bawa tidak ada izin dari pemilik barang yang diambil itu. Dengan demikian, maka orang itu bersalah telah melakukan pencurian, tetapi mungkin hukumannya dapat diringankan.42

B. Pasal 363 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Tentang Pencurian Dengan Pemberatan

.

Pencurian dengan pemberatan memiliki unsur-unsur pencurian biasa yang pokok, pencurian dengan pemberatan merupakan (gequalificeerde diefstal) yang diterjemahkan sebagai pencurian khusus dimaksudkan sebagai suatu pencurian dengan cara tertentu dan bersifat lebih berat.43

Pencururian dengan pemberatan diatur dalam pasal 363 Kitab Undang- Undang Hukum Pidana yaitu :44

1. Dipidana dengan penjara selama-lamanya tujuh tahun : (1) pencurian ternak;

(2) pencurian pada waktu kebakaran, peletusan, banjir, gempa bumi atau gempa

laut, peletusan gunung api, kapal karam, kapal terdampar, kecelakaan kereta api, huru-hara, pemberontakan atau bahaya perang;

(3) Pencurian pada waktu malam dalam sebuah rumah kediaman atau dipekarangan tertutup yang disitu tanpa setahu atau bertenatangan dengan kehendak yang berhak;

(4) Pencurian dilakukan oleh dua orang atau lebih secara bersama-sama;

42Ibid. Halaman 18

43 Wirjono Projodikoro, Op.Cit., Halaman.19

44 Adami chazawi.op.cit. Halaman. 29-34

(42)

(5) pencurian yang dilakukan dengan cara membongkar, merusak, atau memanjat, atau memakai anak kunci palsu, yaitu untuk dapat masuk ke tempat kejahatanatau untuk dapat mengambil barang yang akan dicuri itu.

2. Jika pencurian dari nomor 3 disertai salah satu nomor 4 dan nomor 5, makadijatuhkan hukuman selama-lamanya 9 tahun.

Dengan begitu pencurian dalam pasal tersebut dinamakan “pencurian berat” dan ancaman hukumannya juga lebih berat.

Pencurian ternak

Pasal 101 KUHP berbunyi : yang dimaksud hewan hewan, yaitu binatang yang berkuku satu, binatang yang memamah biak dan babi.45

Oleh karena di Indonesia tidak ada tambahan dari padang rumput penggembalaan, maka alas an memperberat hukuman hanya terletak pada hal bahwa ternak dianggap kekayaan yang penting. Hal ini memang sesuai dengan istilah jawa rojokoyo bagi ternak, yaitu istilah oyang berarti kekayaan besar.

Di satu pihak, penentuan arti kata ini bersifat memperluas karena biasanya kuda dan babi tidak masuk istilah ternak (vee) ; di pihak lain, bersifat membatasi karena tidak termasuk di dalamnya : pluimvee atau ayam, bebek, dan sebagainya.

Di negeri Belanda, pasal yang besangkutan (pasal 311) menyebutkan diefstal van iut de weide (pencurian ternak dari suatu padang rumput penggembalaan), dimana unsur weide itu tegas ditambahkan karena unsure inilah yang justru merupakan alasan memberatkan hukuman.

46

45R.Soesilo.opcit. Halaman 105

46Ibid.Halaman.30

(43)

Pencurian pada waktu ada kebakaran dan sebagainya

Alasan untuk memberatkan hukuman atas pencurian ini adalah bahwa peristiwa-peristiwa semacam ini menimbulkan keributan dan rasa kekhawatiran pada khalayak ramai yang memudahkan seorang yang jahat melakukan pencurian, sedangkan seharusnya orang-orang harus sebaliknya memberikan pertolongan kepada para korban.

Untuk berlakunya pasal ini, tidak perlu bahwa yang dicuri itu barang- barang yang kena bencana atau yang diselamatkan dari bencana tetapi juga meliputi barang-barang di sekitarnya yang karena ada bencana tidak dijaga oleh pemiliknya.47

Unsur waktu malam digabungkan dengan tempat rumah kediaman atau pekarangan tertutup dimana ada rumah kediaman, ditambahkan denganunsur adanya sipencuri disitu tanpa setahu atau bertentangan dengan kehendak yang berhak.

Pencurian pada waktu malam dalam sebuah rumah kediaman dan seterusnya.

48

Perlu diketahui bahwa tidak ada syarat beradanya si pencuri disitu tanpa persetujuan yang berhak. Jadi harus ada kehendak yang jelas-jelas menentang Gabungan unsur-unsur ini memang bernada memberikan sifat lebh jahat kepada pencurian.

Pekarangan tertutup tidak memerlukan adanya pagar yang seluruhnya mengelilingi pekarangan, tetapi cukup apabila pekarangan yang bersangkutan tampak tepisah dari sekelilingnya.

47ibid

48ibid

(44)

adanya si pencuri disitu. Maka, apabila seseorang masuk rumah itu, mungkin orang itu dipersilahkan sebagai tamu yang akan diterima. Baru apabila yang berhak menandakan tidak setuju dengan hadirnya orang itu, dapat dikatakan orang itu ada di situ bertentangan dengan kehendak yang berhak. Sebaliknya, apabila seorang tamu sudah jelas diperbolehkan masuk rumah itu. Misalnya anaknya sendiri dari yang berhak, namun jika si anak tersebut masuk pada waktu malam tanpa setahu yang berhak, maka dipenuhilah syarat dari tambahnya hukuman ini.49

Bekerja sama ini misalnya terjadinya apabila setelah mereka merancangkan niatnya untuk bekerja saama dalam melakukan pencurian, Pencurian oleh dua orang atau lebih bersama-sama

Hal ini menunjuk pada dua orang atau lebih yang bekerja dalam melakukan tindak pidana pencurian, misalnya mereka bersama-sama mengambil barang-barang dengan kehendak bersama. Tidak perlu ada rancangan bersama yang mendahului pencurian, tetapi tidak cukup apabila mereka secara kebetulan pada persamaan waktu mengambil barang-barang.

Dengan digunakannya kata gepleegd (dilakukan), bukan kata began (diadakan), maka pasal ini hanya berlaku pabila ada uda orang atau lebih yang masuk istilah medeplegen (turut melakukan) dari pasal 55 ayat 1 nimir 1 KUHP dan memenuhi syarat bekerja sama. Jadi, pasal 363 ayat 1 nomor 4 KUHP tidak berlaku apabila hanya ada seorang pelaku (dader) dan ada seorang pembantu (medeplichtige) dari pasal 55 ayat 1 nomor 2 KUHP.

49Ibid. Halaman 31

(45)

kemudian hanya seorang yang masuk rumah dan mengambil barang, dan kawannya hanya tinggal diluar rumah untuk menjaga dan member tahu kepada yang masuk rumah jika perbuatan mereka diketahui orang lain.50

Anak kunci palsu, dalam penjelasan pasal 100 KUHP yaitu segala macam anak kunci yang tidak digunakan oleh yang berhak untuk membuka kunci dari sesuatu barang seperti lemari, rumah, peti, dsb. Anak kunci duplikat bila tidak dipergunakan oleh yang berhak, jika orang itu telah membuat atau memakai anak kunci yang lain untuk membuka kunci itu, masuk pula menjadi anak kunci palsu.

Selain dari pada itu maka menurut bunyi pasal 100, semua perkakas meskipun tidak berupa anak kunci yang berupa apa saja, misalnya “loopers”, kawat atau paku yang biasa gunanya bukan untuk membuka kunci, apabila dipergunakan oleh pencuri untuk membuka kunci, masuk pula dalam sebutan”anak kunci palsu”.

Pencurian dengan jalan membongkar, merusak, dan sebagainya.

Pembongkaran (braak) terjadi apabila misalnya dibuat lubang dalam suatu tembok dinding suatu rumah, dan perusakan (verbreking) terjadi apabila misalnya hanya satu rantai pengikat pintu diputuskan, atau kunci dari suatu peti dirusak.

Menurut pasal 99 KUHP, arti memanjat diperluas hingga meliuti membuat lubang di dalam tanah dibawah tembok dan masuk rumah melalui lubang itu, dan meliputi pula melalui selokan atau parit yang ditujukan untuk membatasi suatu pekarangan yang dengan demikian dianggap tertutup (besloten erf)

51

Perintah palsu Perintah palsu ialah perintah yang dibuat sedemikian rupa, seolah-olah perintah itu asli dan dikeluarkan oleh yang berwajib, padahal tidak

50Ibid. Halaman 32

51 R. Soesilo, Ibid, Halaman. 105

(46)

asli.Pakaian palsu ialah pakaian yang dikenakan oleh orang yang tidak berhak itu.

Misalnya seorang pencuri yang mengenakan pakaian seragam polisi dapat masuk ke dalam rumah seseorang, kemudian mencuri barang.

Pakaian palsu di sini tidak saja pakaian jabatan pemerintah, tetapi boleh juga pakaian seragam perusahaan swasta.52

Dengan disebutkannya hal-hal yang kini memberatkan hukuman, maka apabila orang baru melakukan pembongkaran atau perusakan atau pemanjatan, dan pada waktu itu diketahui sehingga si pelaku lari, orang itu sudah dapat dipersalahkan melakukan percobaan melakukan pencurian (poging tot diefstal) karena perbuatan pembongkaran dan lain-lain tadi dapat dianggap termasuk tahap menjalankan (uitvoering dari pasal 53 KUHP) tindak pidana pencurian khusus (gequalificeerde diefstal) ini, jadi tidak lagi dalam tahap persiapan (voorbereiding) untuk melakukan tindak pidana. Ini perlu dikemukakan karena sebetulnya perbuatan pengambilan barang sebagai perbuatan pokok dari pencurian sama sekali belum mulai dijalankan.53

C. Sanksi

Dari segi pengertian hukum pidana (pemidanaan) yang lebih sempit menjadi pidana disamping penindakan dan kebijaksanaan maka hukum pidana dapat disebut sebagai Hukum Sanksi. Pengertian sanksi dalam pembahasan ini adalah yang berupa penderitaan, nestapa, atau segala sesuatu yang tidak mengenakkan secara badani. Penjatuhan tentang penderitaan, nestapa atau segala sesuatu yang tidak mengenakkan tadi, akan dirasakan setiap orang yang karena

52R.Sugandhi. 1981. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (K.U.H.P) Dengan Penjelasannya.Surabaya : Usaha Nasional, Halaman. 380.

53 R. Soesilo, Ibid, Halaman. 33.

(47)

perbuatnnya telah dinyatakan sebagai pihak yang memperkosa kemerdekaan orang lain yang sudah barang tentu penentuan apakah seseorang itu telah dinyatakan sebagai pihak yang memperkosa kemerdekaan orang lain dinyatakan di dalam putusan hakim. Mengenai putusan hakim yang melegalkan sesuatu tidak legal itu sering disebut sebagai putusan yang condemnatoir, yaitu putusan hakim yang berisi penghukuman kepada salah satu pihak.54

Menurut Sudarto, sanksi atau pemidanaan itu kerap kali kata penghukuman. Penghukuman berasal dari kata dasar hukum, sehingga dapat diartikan sebagai menetapkan hukum atau memutuskan tentang hukumnya (berechten). Penghukuman dalam perkara pidana, sinonim dengan pemidanaan atau pemberian atau penjatuhan pidana oleh hakim.55

Ada 3 teori tentang pemidanaan yaitu :56 1) Teori Absolut

Dasar dari pijakan dari teori ini adalah pembalasan.Inilah dasar pembenar dari penjatuhan penderitaan berupa pidana itu pada penjahat.Negara berhak menjatuhkan pidana karena penjahat tersebut telah melakukan penyerangan dan perkosaan pada hak dan kepentingan umum (pribadi, masyarakat atau negara) yang telah dilindungi. Oleh karena itu, ia harus diberikan pidana yang setimpal dengan perbuatan (berupa kejahatan) yang dilakukannya. Penjatuhan pidana yang pada dasarnya penderitaan pada penjahat dibenarkan karena penjahat telah membuat penderitaan bagi orang lain. Setiap kejahatan tidak boleh tidak harus

54 Waluyadi.Hukum Pidana Indonesia.Jakarta : Djambatan,2003.Halaman.29.

55 Abul Khair Dan Mohammad Ekaputra. Pemidanaan.Medan : USU Press,2011.

Halaman.7

56 Adami Chazawi. Pelajaran Hukum Pidana 1. Jakarta : PT. RajaGrafindo Persada, 2002. Halaman.157.

(48)

diikuti oleh pidana bagi pembuatnya, tidak dilihat akibat-akibat apa yang dapat timbul dari penjatuhan pidana itu, tidak memperhatikan masa depan, baik terhadap diri penjahat maupun masyarakat. Menjatuhkan pidana tidak dimaksudkan untuk mencapai sesuatu yang praktis, tetapi bermaksud satu-satunya penderitaan bagi penjahat.

2) Teori Relatif atau Teori Tujuan

Teori relatif atau teori tujuan berpokok pangkal pada dasar bahwa pidana adalah alat untuk menegakkan tata tertib (hukum) dalam masyarakat.Tujuan pidana ialah tata tertib masyarakat, dan untuk menegakan tata tertib itu diperlukan pidana.

Pidana adalah alat untuk mencegah timbulnya suatu kejahatan, dengan tujuan agar tata tertib masyarakat tetap terpelihara.Ditinjau dari sudut pertahanan masyarakat itu tadi, pidana merupaan suatu terpaksa perlu (noodzakelijk) diadakan.

Untuk mencapai tujuan ketertiban masyarakat tadi, maka pidana itu mempunyai tiga macam sifat, yaitu :57

a. Bersifat menakut-nakuti b. Bersifat memperbaiki c. Bersifat membinasakan

Oleh sebab itu terbagi jadi dua macam yaitu: 58 1. Teori Pencegahan Umum

57Ibid, Halaman 162

58Ibid

(49)

Pidana yang dijatuhkan pada penjahat ditujukan agar orang-orang (umum) menjadi takut untuk berbuat kejahtan. Penjahat yang dijatuhi pidana itu dijadikan contoh oleh masyarakat agar masyarakat tidak meniru dan melakukan perbuatan yang serupa dengan penjahat itu.

2. Teori Pencegahan Khusus

Tujuan pidana adalah mencegah pelaku kejahatan yang di pidana agar ia tidak mengulangi lagi kejahatan, dan mencegah agar orang yang telah berniat buruk untuk tidak mewujudkan niatnya itu kedalam bentuk perbuatan nyata.

Tujuan ini dapat dicapai dengan jalan menjatuhkan pidana, yang sifatnya tiga macam , yaitu:59

a. Menakut-nakutinya b. Memperbaikinya, dan

c. Membuatnya menjadi tidak berdaya.

Menakut-nakuti ialah bahwa pidana harus dapat member rasa takut bagi orang-orang tertentu yang masih ada rasa takut agar ia tidak lagi mengulangi kejahatan yang dilakukannya. Akan tetapi, ada juga orang-orang tertentu yang tidak lagi merasa takut untuk mengulangi kejahatan yang pernah dilakukannya, pidana yang dijatuhkan kepada orang yang seperti ini haruslah bersifat memperbaikinya. Sementara itu, orang-orang yang ternyata tidka dapat diperbaiki lagi, pidana yang dijatuhkan terhadapnya haruslah bersifat membuatnya tidak berdaya atau bersifat membinasakan.

3. Teori Gabungan

59Ibid, Halaman 165

(50)

Teori gabungan ini mendasarkan pidana pada asas pembalasan dan asas pertahanan tata tertib masyarakat, dengan kata lain dua alas an itu menjadi dasar dari penjatuhan pidana. Teori gabungan ini dapat dibedakan menjadi dua golongan besar, yaitu sebagai berikut:60

a. Teori gabungan yang mengutamakan pembalasan, tetapi pembalasan tidak boleh melampuibatas dari apa yang perlu dan cukup untuk dapatnya dipertahankanya tata tertib masyarakat.

b. Teori gabungan yang mengutamakan perlindungan tata tertib masyarakat, tetapi penderitaan atas dijatuhinya pidana tidak boleh lebih berat daripada perbuatan yang dilakukan terpidana.

Ted Honderich berpendapat, bahwa pemidanaan harus memuat tiga unsur berikut: 61

a. Pemidanaan harus mengandung semacam kehilangan (deprivation) atau kesengsaraan (distress) yang biasanya secara wajar dirumuskan dari tindakan pemidanaan.unsur pertama ini pada dasarnya merupakan kerugian atau kejahatan yang diderita subjek yang menjadi korban sebagai akibat dari tindakan sadar subjek lain. Secara actual, tindakan subjek lain dianggap salah bukan saja karena mengakibatkan penderitaan bagi orang lain, tetapi juga karena melawan hukum yang berlaku secara sah.

b. Setiap pemidanaan harus datang dari instuisi yang berwenang secara hukum pula. Jadi, pemidanaan tidak merupakan konsekuensi alamiah

60Ibid, Halaman 166

61 Abul Khair Dan Mohammad Ekaputra, Op.cit, Halaman.10.

(51)

suatu tindakan, melainkan sebagai hasil keputusan pelaku-pelaku personal suatu lembaga yang berkuasa. Karenanya, pemidanaan bukan merupakan tindakan balas dendam dari korban terhadap pelanggar hukum yang mengakibatkan penderitaan.

c. Penguasa yang berwenang, berhak untuk menjatuhkan pidana hanya kepada subjek yang telah terbuti secara sengaja melanggar hukum atau peraturan yang berlaku dalam masyarakat. Unsur yang ketiga ini memang mengandung pertanyaan tentang “hukuman kolektif”, misalnya embargo ekonomi yang dirasakan oleh orang-orang yang tidak bersalah. Meskipun demikian, secara umum pemidanaan dapat dirumuskan terbukti sebagai denda (penalty) yang diberikan oleh instant yang berwenang kepada pelanggar hukum atau peraturan.

Lebih lanjut, sanksi atau hukuman mengenai tindak pidana pencurian dengan pemberatan terdapat dalam KUHP dimana menurut pasal 363 ayat (1) yang menyebutkan: “Dengan hukuman penjara selama-lamanya 7 tahun apabila:62

1. Pencurian dengan pemberatan atau pencurian dengan kwalifikasi dan diancam hukuma yang lebih berat (Pasal 363)

(1) “Dengan hukuman penjara selama-lamanya tujuh tahun, dihukum:

1. Pencurian ternak

2. pencurian pada waktu kebakaran, lerusan, banjir, gempa bumi, atau gempa laut, peletusan gunung berapi, kapal karam terdampar,

62R.Soesilo. op Cit. Halaman. 251

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini memiliki tujuan untuk mengetahui bagaimana pemahaman guru- guru akuntansi tentang pendidikan karakter dan pendidikan antikorupsi, mengetahui bagaimana

Identif ikasi bahaya dan analisa risiko pada pekerjaan pemindahan barang menggunakan forklift dengan menggunakan metode HIRARC yang telah dilakukan di Perusahaan distributor

Kemiskinan dan kekurangan persediaan pangan yang bergizi merupakan faktor penting dalam masalah kurang gizi, penyebab lain yang penting dari gangguan gizi adalah kurangnya

Respon anggota Koperasi Intako mengenai penyusunan laporan keuangan berdasarkan SAK ETAP adalah belum mengetahui komponen laporan keuangan yang lengkap berdasarkan SAK ETAP

Melaui pendekatan dari hasil Survei Konsumen (SK) Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sulawesi Utara, tingkat kesejahteraan masyarakat secara umum yang tercermin dari

Informasi mengenai kondisi di lahannya dan lahan petani serta kendala-kendala yang dihadapi dijelaskan tetapi tidak mendalam kepada ritel produk organik karena

Menurut hasil pilot study  pilot study  tersebut, faktor paling penting dalam menentukan kriteria tersebut, faktor paling penting dalam menentukan kriteria

Semarang terletak pada bagian utara Pulau Jawa memiliki kemungkinan terjadinya pergerakan lempeng tektonik, yaitu sesar. Salah satu sesar yang berada di Semarang