• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penerapan Kampanye Bangga Untuk Mengubah Pola Pengelolaan Ternak Masyarakat Dalam Mendukung Konservasi Harimau Sumatera di Jantho Aceh Besar

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Penerapan Kampanye Bangga Untuk Mengubah Pola Pengelolaan Ternak Masyarakat Dalam Mendukung Konservasi Harimau Sumatera di Jantho Aceh Besar"

Copied!
151
0
0

Teks penuh

(1)

PENERAPAN KAMPANYE BANGGA UNTUK MENGUBAH

POLA PENGELOLAAN TERNAK MASYARAKAT

DALAM MENDUKUNG KONSERVASI

HARIMAU SUMATERA DI JANTHO ACEH BESAR

CUT MEURAH INTAN

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

Judul Penelitian : Penerapan Kampanye Bangga Untuk Mengubah Pola Pengelolaan Ternak Masyarakat Dalam Mendukung Konservasi Harimau Sumatera di Jantho Aceh Besar

Nama : Cut Meurah Intan

NRP : E 051054165

Disetujui Komisi Pembimbing,

Dr.Ir. Yeni A.Mulyani, M.Sc Dr.Ir.Burhanuddin Masy’ud, MS

Ketua Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana IPB

Prof.Dr.Ir. Imam Wahyudi, MS Prof.Dr.Ir. Khairil A. Notodiputro, MS

(3)
(4)

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Penerapan Kampanye Bangga Untuk Mengubah Pola Pengelolaan Ternak Masyarakat Dalam Mendukung Konservasi Harimau Sumatera di Jantho Aceh Besar adalah karya saya dengan arahan komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, Juli 2008

(5)
(6)

CUT MEURAH INTAN. Penerapan Kampanye Bangga Untuk Mengubah Pola Pengelolaan Ternak Masyarakat Dalam Mendukung Konservasi Harimau Sumatera di Jantho Aceh Besar. Dibimbing oleh YENI A. MULYANI dan BURHANUDDIN MASY’UD.

Penelitian tentang Penerapan Kampanye Bangga Untuk Mengubah Pola Pengelolaan Ternak Masyarakat Dalam Mendukung Konservasi Harimau Sumatera di Jantho Aceh Besar telah dilakukan dari September 2006 sampai dengan Juli 2008. Tujuan penelitian adalah mengidentifikasi perubahan perilaku masyarakat Kecamatan Kota Jantho dalam pola pengelolaan ternak dan partisipasi perlindungan hutan sebelum dan sesudah pelaksanaan program Kampanye Bangga. Kampanye Bangga dilaksanakan di Kecamatan Kota Jantho karena terletak di dekat hutan lindung Jantho Kawasan Ekosistem Seulawah Aceh Besar yang diketahui menjadi habitat harimau sumatera. Penurunan kualitas hutan Jantho akibat kegiatan penebangan, kebakaran hutan, dan alih fungsi lahan menyebabkan harimau makin sering bergerak menuju permukiman penduduk. Sementara itu, pola pengelolaan ternak masyarakat secara tradisional yaitu melepas ternak dekat dengan hutan lindung tanpa pengawasan telah memperbesar peluang ternak dimangsa oleh harimau sumatera (Mapayah 2006).

Penelitian ini menggunakan metodologi Kampanye Bangga yang dikembangkan oleh Rare International yaitu sebuah metodologi yang memadukan pendidikan konservasi dengan teknik social marketing yang bertumpu pada perubahan perilaku. Pelaksanaan Kampanye Bangga dengan menerapkan prinsip-prinsip social marketing serta dilakukan secara partisipatif dan intensif telah terbukti membantu menyelesaikan permasalahan konservasi selama lebih dari 15 tahun di lebih dari 40 negara (Rare 2006).

Prosedur dalam melaksanakan program Kampanye Bangga terdiri dari 3 tahap yaitu 1). Tahap Perencanaan yang bertujuan mengumpulkan informasi mengenai kawasan target sebagai bahan dalam merumuskan program Kampanye Bangga di lokasi target. Strategi pengumpulan informasi dilakukan melalui a). Studi Pustaka dan Analisa Stakeholder; b). Pertemuan Stakeholder Pertama yang dilakukan untuk mengembangkan sebuah Model Konseptual; c). Diskusi

Kelompok Terfokus; d). Survei Pra Kampanye e). Pertemuan Stakeholder Kedua f). Penetapan tujuan dan sasaran SMART yaitu sasaran yang spesifik, terukur,

berorientasi pada aksi, dan terikat waktu (Salafsky dan Margolouis 1998). Rumusan kegiatan Kampanye Bangga yang dilakukan selama 1 tahun kampanye disusun dalam sebuah dokumen rencana kerja. 2). Tahapan pelaksanaan yaitu melaksanakan kegiatan-kegiatan Kampanye Bangga yang sudah dirancang dalam dokumen rencana kerja, juga pelaksanaan survei pasca kampanye untuk mengevaluasi hasil pelaksanaan program Kampanye Bangga serta mengidentifikasi indikator-indikator yang menunjukkan perubahan perilaku

masyarakat terkait pola pengelolan ternak dan partisipasi perlindungan hutan. 3).Tahap Pengolahan/Analisis Data dan Penulisan Tesis yaitu tahapan mengolah

(7)

menggunakan lembar tes dalam survei pra dan pasca kampanye. Lembar kuesioner yang digunakan pada saat survei pra kampanye sama dengan lembar kuesioner pada saat survei pasca kampanye. Analisis perubahan perilaku dilihat dengan membandingkan pola perilaku sebelum dan sesudah pelaksanaan Kampanye Bangga.

Hasil kampanye menunjukkan adanya peningkatan pengetahuan masyarakat target tentang hubungan hutan dengan ketersediaan air bersih yaitu dari 17.6% yang tidak tahu hubungannya menjadi hanya 6% di akhir periode kampanye. Peningkatan pengetahuan yang terjadi pada kelompok petani sebesar 12.4% dari sebelumnya ada 22% petani yang tidak tahu hubungan hutan dengan ketersediaan air bersih menurun menjadi hanya 9.6% yang tidak tahu hubungannya. Pengetahuan tentang penyebab harimau semakin sering turun ke kampung juga meningkat sebesar 26% dari yang sebelumnya 30% menjadi hanya 4% yang tidak tahu penyebabnya. Perbaikan sikap terhadap pengelolaan hutan bersama juga meningkat menjadi 47% di akhir periode kampanye.

(8)

© Hak cipta milik IPB, tahun 2008

Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB

(9)

DALAM MENDUKUNG KONSERVASI

HARIMAU SUMATERA DI JANTHO ACEH BESAR

CUT MEURAH INTAN

Tesis

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Magister Profesi

Pada Program Studi Ilmu Pengetahuan Kehutanan

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(10)

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karuniaNya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Penelitian ini telah dilaksanakan sejak September 2006 – Juli 2008 dan diberi judul Penerapan Kampanye Bangga Untuk Mengubah Pola Pengelolaan Ternak Masyarakat dalam Mendukung Konservasi Harimau Sumatera di Jantho Aceh Besar.

Terima kasih yang tidak terhingga penulis sampaikan kepada Ibu Dr.Ir. Yeni A.Mulyani M.Sc dan Bapak Dr. Ir. Burhanuddin Masy’ud MS yang telah dengan sabar membimbing penulis selama penelitian ini. Disamping itu terima kasih juga saya sampaikan kepada seluruh tim dosen tahun pertama Program Khusus Pendidikan Konservasi kerjasama IPB dan Rare International yaitu Prof.Dr.Ir.Harini Muntasib,MS; Dr.Ir. Rinekso Soekmadi.M.Sc.F; Dr.Ir.Yeni A. Mulyani,M.Sc; Ir.Dones Rinaldi,M.Sc.F; Ir. Arzyana Sunkar M.Sc, kepada Manajer Kursus Rare Indonesia Hari Kushardanto dan Ni Putu Sarilani Wirawan atas asistensi selama pelaksanaan program Kampanye Bangga. Terima kasih juga kepada teman Angkatan 1 Bogor – PIZSA.

Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada Ayahanda T.Z. Abidin Hasan (Alm) dan Ibunda Nur’aini Umar (Almh) dan Empat Adik-adikku yang pergi dalam Tsunami 2006, Agusti, Abin, Nirza, Syahrul, Masyarakat Jantho, teman-teman di Bogor serta seluruh keluarga atas segenap cinta dan do’a tulusnya.

(11)

T.Z. Abidin Hasan dan Ibu Nur’aini Umar. Penulis merupakan putri pertama dari tujuh bersaudara.

(12)

i

DAFTAR TABEL...iii

DAFTAR GAMBAR ... iv

DAFTAR LAMPIRAN...v

I. PENDAHULUAN ...1

1.1. Latar Belakang ...1

1.2. Perumusan Masalah ...3

1.3. Kerangka Pemikiran...5

1.4. Tujuan Penelitian ...7

1.5. Manfaat Penelitian ...7

II. TINJAUAN PUSTAKA...8

2.1. Sejarah Kampanye Bangga ...8

2.2. Kampanye Bangga Untuk Konservasi ...9

2.3. Prosedur Kerja Kampanye Bangga ...9

2.4. Hasil Yang Pernah Dicapai Oleh Kampanye Bangga...17

2.5. Perubahan Perilaku Untuk Konservasi...19

2.6. Pendidikan Untuk Mendorong Perubahan Perilaku...20

2.7. Mengubah Perilaku Melalui Perubahan Sikap...21

2.8. Teknik Social Marketing...22

2.9. Kampanye Bangga Sebagai Metode Pendekatan Massal...25

2.10. Teknik Menyampaikan Pesan Untuk Perubahan Perilaku ...25

III. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN ...27

3.1. Kecamatan Kota Jantho...27

3.2. Gambaran Umum Masyarakat ...28

3.2.1. Gambaran Umum Masyarakat Aceh Besar...28

3.2.2. Kondisi Sosial Budaya ...29

3.2.3. Situasi Politik ...30

3.2.4. Hutan di Jantho ...30

3.2.5. Kearifan Tradisional Pengelolaan Sumber Daya Hutan ...31

3.2.6. Permasalahan Konservasi...32

IV. METODE PENELITIAN...36

4.1. Waktu dan Lokasi Penelitian ...36

4.2. Alat dan Bahan...37

4.3. Metode ...37

4.3.1. Penentuan Lokasi dan Responden...37

4.3.2. Data dan Informasi ...38

(13)

ii

5.1. Deskripsi Umum Responden Pra Kampanye Bangga...44

5.1.1.Deskripsi Responden...44

5.1.2.Preferensi Media dan Saluran Komunikasi...45

5.1.3.Pengetahuan Responden ...49

5.1.4.Sikap Responden...51

5.1.5.Perilaku Responden...52

5.2.Rancangan Program Kampanye Bangga...54

5.2.1.Hasil Tahap Perencanaan ...54

5.2.2.Materi Komunikasi ...63

5.2.3.Bentuk Kegiatan...70

5.3.Deskripsi Umum Masyarakat Pasca Kampanye Bangga ...81

5.3.1.Pengetahuan Responden ...81

5.3.2.Sikap Responden...85

5.3.3.Indikasi Efektivitas Kampanye Bangga terhadap Pola Pengelolaan Ternak dan Partisipasi Perlindungan Hutan ...87

5.3.4.Analisis Efektivitas Kampanye Bangga terkait Kondisi Aceh Terkini (Existing Condition) ...89

VI. SIMPULAN DAN SARAN...91

6.1. Simpulan ...91

6.2. Saran...92

DAFTAR PUSTAKA ...93

(14)

iii

Tabel 2 Kelebihan dan keterbatasan Diskusi Kelompok Terfokus...13

Tabel 3 Tahapan Inovasi dan Perubahan ...26

Tabel 4 Pelaksanaan Diskusi Kelompok Terfokus ...40

Tabel 5 Pekerjaan utama responden di Kecamatn Kota Jantho ...45

Tabel 6 Tingkat kepercayaan responden desa target terhadap media audio ...46

Tabel 7 Program radio yang paling digemari per umur responden desa target ...46

Tabel 8 Tingkat kepercayaan responden desa target kepada sumber informasi lain ...47

Tabel 9 Tingkat kepercayaan responden kelompok kontrol kepada sumber informasi (n=102)...48

Tabel 10 Tingkat pengetahuan responden kelompok kontrol mengenai kaitan hutan yang sehat dengan ketersediaa air bersih (n=102) ...50

Tabel 11 Kecenderungan perilaku responden Kota Jantho...53

Tabel 12 Perilaku responden target berkenaan dengan membicarakan dampak menebang pohon di kawasan hutan lindung (n=183)...53

Tabel 13 Perilaku responden kelompok kontrol berkenaan dengan membicarakan dampak menebang pohon di kawasan hutan lindung (n=102)...62

(15)

iv

keselarasan konservasi harimau sumatera dengan

kehidupan masyarakat...6

Gambar 2 Ilustrasi Model Konseptual ...11

Gambar 3 Perbandingan jenis kelamin responden di Jantho (n=183) ...44

Gambar 4 Sikap responden terhadap kesepakatan bersama masyarakat untuk pengelolaan hutan menurut jenis kelamin laki-laki (a) dan perempuan (b) ...51

Gambar 5 Sikap terhadap kesepakatan bersama masyarakat untuk pengelolaan hutan menurut jenis kelamin laki-laki (a) dan perempuan (b) (n=102)...52

Gambar 6 Poster...64

Gambar 7 Pin...65

Gambar 8 Lembar Fakta...65

Gambar 9 Lembar Dakwah ...66

Gambar 10 Kostum ...67

Gambar 11 Kantong Belanja...67

Gambar 12 Kalender ...68

Gambar 13 Komik ...68

Gambar 14 Proses rekaman dan album lagu konservasi populer...69

Gambar 15 Kunjungan Sekolah ...70

Gambar 16 Panggung Boneka...71

Gambar 17 Pelajar SD sedang mengikuti lomba cipta puisi...72

Gambar 18 Pelajar SD sedang menyusun puzzle...72

Gambar 19 Lomba Dai Konservasi...74

Gambar 20 Workshop Membangun Kesepakatan Pengelolaan Hutan ...75

Gambar 21 Penyuluhan dari Balai Penyuluhan Peternakan...76

Gambar 22 Pertemuan Ulama di Mesjid Raya Jantho ...77

Gambar 24 Perubahan pengetahuan petani mengenai hubungan hutan dan ketersediaan air, sebelum dan sesudah Kampanye Bangga ...81

Gambar 25 Perubahan pengetahuan seluruh responden mengenai hubungan hutan dan ketersediaan air, sebelum dan sesudah Kampanye Bangga (n=183)...82

Gambar 26 Perubahan pengetahuan mengenai penyebab harimau semakin sering turun ke permukiman (n=183) ...82

(16)

v

Halaman

Lampiran 1 Matriks Stakeholder...94

Lampiran 2 Model Konseptual Awal...100

Lampiran 3 Model Konseptual Final ...101

Lampiran 4 Bentuk Kegiatan Kampanye Yang Dikembangkan...102

Lampiran 5 Peta Kawasan Perlindungan Mata Air Krueng Kalok oleh 5 Desa di Jantho ...116

Lampiran 6 Evaluasi Guru Untuk Kunjungan Sekolah...117

Lampiran 7 Lembar Kuesioner ...119

Lampiran 8 Naskah Sandiwara Panggung Boneka ...110

(17)

I.

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Hutan-hutan di Jantho Kabupaten Aceh Besar yang merupakan bagian dari Kawasan Ekosistem Seulawah (KES) Nanggroe Aceh Darussalam, juga berfungsi sebagai habitat beberapa spesies langka seperti gajah sumatera dan harimau sumatera. Kawasan hutan ini juga merupakan hulu dari Daerah Aliran Sungai (DAS) Krueng (Kr.) Aceh, dan menjadi sumber air bagi masyarakat di Kabupaten Aceh Besar dan Kota Banda Aceh (John et al 2005).

Kegiatan penebangan, kebakaran hutan, perburuan dan alih fungsi lahan di dalam kawasan hutan Jantho menyebabkan menurunnya daya dukung habitat harimau sumatera. Menurut Alikodra (1990) menurunnya kualitas habitat serta adanya rangsangan dari luar akan menyebabkan pergerakan satwa liar keluar

habitatnya. Situasi ini terjadi di kawasan Jantho. Menurunnya daya dukung habitat telah mengakibatkan harimau keluar dari hutan dan menuju desa-desa yang terletak di dekat hutan Jantho.

Kondisi ini telah menimbulkan permasalahan bagi masyarakat yang tinggal di sekitar hutan. Umumnya masyarakat Jantho mengelola ternak secara tradisional yaitu melepas ternak dekat dengan hutan lindung tanpa pengawasan. Model kandang yang digunakan untuk mengandangkan ternak kambing atau sapi adalah model kandang terbuka, sehingga memudahkan harimau memangsa ternak yang dikandangkan pada malam hari. Dari survei yang dilakukan diketahui bahwa dalam tahun 2006 tidak kurang dari 20 ekor ternak warga Jantho menjadi mangsa harimau sumatera (Mapayah 2006).

Untuk mengatasi permasalahan ini, masyarakat atau instansi terkait melakukan berbagai upaya penanganan seperti menjerat, membuat perangkap dengan menggunakan umpan, atau melumpuhkan harimau dengan tembak bius. Namun, upaya-upaya tersebut belum namun belum pernah berhasil mengatasi permasalahan. Kegagalan pendekatan ini menyebabkan sampai saat ini masyarakat merasa tidak aman dan terus mengalami kerugian materil.

(18)

2006). Oleh karena itu membunuh harimau sumatera bukanlah jalan keluar. Selain karena satwa ini dilindungi oleh UU, juga jika ditinjau dari ilmu ekologi populasi maka punahnya suatu jenis tumbuhan atau hewan akan menggangu sistem rantai makanan dan mengganggu keseimbangan ekologi secara global (Primarcks 2005).

Kasus ini memperlihatkan bahwa ada dua sisi kepentingan yang harus diperjuangkan. Di satu sisi adalah memperjuangkan kelestarian harimau sumatera sebagai salah satu spesies yang terancam punah dan di sisi yang lain adalah kepentingan masyarakat untuk dapat hidup tenang tanpa merasa terancam dalam melaksanakan kehidupan sehari-hari.

Informasi yang dikumpulkan dari Dinas Peternakan dan Fakultas Kedokteran Hewan Banda Aceh menunjukkan bahwa masih ada upaya lain yang dapat dilakukan untuk mengurangi resiko ternak dimangsa harimau, yaitu dengan mengubah pola peternakan tradisional menjadi pola peternakan intensifikasi. Disamping itu, masyarakat juga perlu didorong untuk terlibat dalam upaya

perlindungan hutan untuk mempertahankan hutan Jantho sebagai habitat harimau sumatera (Mapayah 2006).

Dengan memperhatikan dua sisi kepentingan di atas dan mengingat ketidakberhasilan berbagai pendekatan yang telah dilakukan sebelumnya maka dilakukanlah Kampanye Bangga, yaitu penggunaan prinsip-prinsip social

marketing untuk mencapai perubahan perilaku masyarakat sehingga dapat mendukung upaya-upaya konservasi. Hal ini didasari pada pemikiran, bahwa permasalahan konservasi pada akhirnya disadari sebagai sebuah masalah yang tidak dapat dipisahkan dari upaya-upaya memperbaiki kehidupan manusia. Upaya memperbaiki kehidupan manusia salah satunya dapat ditempuh melalui kegiatan pendidikan.

(19)

Kampanye Bangga diakui oleh banyak pihak memiliki beberapa kelebihan; salah satunya adalah penggunaan teknik social marketing dalam memasarkan pesan-pesan konservasinya. Secara sederhana social marketing adalah aplikasi teknologi pemasaran yang dikembangkan dalam sektor komersial untuk memecahkan masalah-masalah sosial di mana perubahan perilaku adalah hal yang paling penting (Weinreich 1999).

Kampanye Bangga dengan teknik social marketing telah digunakan untuk membantu menyelesaikan permasalahan konservasi selama lebih dari 15 tahun di lebih dari 40 negara. Kampanye Bangga yang dilakukan secara partisipatif dan intensif telah berhasil membangun momentum untuk konservasi dengan cara membangun konstituen yang diperlukan untuk membuat perubahan kebijakan, reformasi, perundang-undangan dan penciptaan kawasan konservasi baru dengan mendorong pendanaan oleh sektor swasta maupun publik dari dalam negeri, dengan mengubah perilaku yang lebih lestari dan dengan menitikberatkan perhatian masyarakat kepada ekosistem atau spesies yang terancam punah (Rare

2006).

Kampanye Bangga adalah sebuah program peningkatan kesadaran yang terarah dan dapat dikerja-ulangkan (replicable) pada situasi sosial budaya yang berbeda. Kampanye ini ditujukan bagi masyarakat dan individu di kawasan yang memiliki nilai ekologis sangat tinggi di dunia ini; misalnya di kawasan yang masih ditemukan spesies-spesies endemik atau spesies langka. Kampanye Bangga selalu menggunakan spesies kunci yang menarik serta menjadi kebanggaan masyarakat lokal untuk dijadikan maskot atau simbol kebanggaan lokal. Spesies kunci yang menjadi kebanggaan lokal tersebut menjadi maskot dalam pelaksanaan Kampanye Bangga (Rare 2006).

1.2. Perumusan Masalah

Hutan Jantho di Kawasan Ekosistem Seulawah Aceh Besar merupakan

(20)

semakin sering bergerak ke permukiman yang berbatasan dengan hutan lindung. Kondisi ini menyebabkan masyarakat di sekitar hutan merasa tidak aman dan juga mengalami kerugian akibat pemangsaan ternak (kambing atau sapi) oleh harimau sumatera. Adanya pemangsaan ternak oleh harimau disebabkan masyarakat Jantho mengelola ternak secara tradisional, yaitu melepas ternak dekat dengan hutan lindung tanpa pengawasan dan model kandang yang dipakai adalah model terbuka yang memudahkan harimau masuk ke dalam kandang saat ternak dikandangkan pada malam hari.

Informasi dari Dinas Peternakan dan Fakultas Kedokteran Hewan Banda Aceh menyebutkan bahwa upaya yang dapat dilakukan untuk mengurangi resiko ternak dimangsa oleh harimau adalah dengan mengubah pola peternakan tradisional menjadi pola peternakan intensifikasi. Disamping itu masyarakat juga perlu didorong untuk terlibat dalam kegiatan pengelolaan hutan sebagai upaya memperbaiki dan melestarikan hutan Jantho sebagai habitat harimau sumatera.

Berdasarkan hal tersebut maka permasalahan yang terjadi akan dijawab

dengan mendorong perubahan perilaku masyarakat di sekitar kawasan hutan Jantho dalam pola pengelolaan ternak serta partisipasi dalam perlindungan hutan. Penelitian ini menggunakan metodologi Kampanye Bangga yaitu metode pendidikan konservasi dengan sistem social marketing yang bertumpu pada perubahan perilaku. Metode ini telah direplikasikan di banyak tempat di seluruh dunia dan terbukti telah mampu mendorong perubahan perilaku masyarakat di sekitar kawasan konservasi. Untuk melihat peran Kampanye Bangga di Jantho maka pertanyaan penelitian yang dijawab pada penelitian ini adalah:

1. Bagaimana pola peternakan masyarakat Jantho sebelum dan sesudah dilaksanakan Kampanye Bangga?

2. Bagaimana partisipasi masyarakat Jantho dalam perlindungan hutan sebelum dan sesudah Kampanye Bangga?

1.3. Kerangka Pemikiran

(21)

Hutan Jantho sebagai habitat harimau sumatera terus mengalami penurunan kualitas akibat kegiatan penebangan, kebakaran dan alih fungsi lahan. Hasil pengumpulan informasi awal menunjukkan bahwa faktor tidak langsung dari menurunnya kualitas hutan Jantho adalah kurangnya kesadaran dan partisipasi masyarakat dalam kegiatan perlindungan hutan.

Penurunan kualitas habitat harimau menyebabkan pergerakan harimau keluar dari habitatnya dan menuju permukiman yang berbatasan dengan hutan lindung. Ketika hal ini terjadi, upaya yang biasanya dilakukan oleh masyarakat adalah membuat perangkap dengan menggunakan umpan, menjerat, atau berusaha menembak namun belum pernah berhasil mengatasi permasalahan yang terjadi. Kegagalan upaya-upaya yang biasanya dilakukan menyebabkan ternak masih terus beresiko dimangsa oleh harimau sumatera.

Masyarakat Jantho memiliki pola pengelolaan tradisional yaitu melepas ternak dekat dengan hutan lindung tanpa pengawasan serta model kandang terbuka. Hal ini mengakibatkan tingginya resiko ternak dimangsa oleh harimau

sumatera. Akibatnya, masyarakat merasa tidak aman dan mengalami kerugian materil. Salah satu faktor yang menyebabkan masyarakat berada pada kondisi tidak aman dan mengalami kerugian materil diketahui akibat tidak adanya aksi untuk mengubah pola pengelolaan ternak mereka.

(22)

Gambar 1:

Gambar 1 Kerangka pemikiran pendekatan kampanye bangga untuk mewujudkan keselarasan konservasi harimau sumatera dengan kehidupan masyarakat.

Keselarasan Antara Kehidupan Masyarakat dengan Konservasi Harimau Sumatera

Harimau bergerak keluar hutan dan

ke permukiman Terlibat Aktif Dalam

Perlindungan Hutan Habitat Harimau

Sumatera

Masyarakat berpartisipasi aktif

dalam perlindungan hutan Kesadaran dan Partisipasi Masyarakat

(23)

1.4.Tujuan Penelitian

Tujuan dilakukan penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Mengidentifikasi perilaku masyarakat Jantho dalam pola pengelolaan ternak sebelum dan sesudah pelaksanaan Kampanye Bangga.

2. Mengidentifikasi perilaku masyarakat Jantho dalam kegiatan perlindungan hutan sebelum dan sesudah pelaksanaan Kampanye Bangga.

1.5.Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi bagi para pihak yang ingin menyelesaikan permasalahan konservasi atau permasalahan sosial lainnya dengan menggunakan metode Kampanye Bangga dengan mengadopsi teknik social

(24)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Sejarah Kampanye Bangga

Pada akhir tahun 1970 Departemen Kehutanan Saint Lucia Kepulauan Karibia hangat mendiskusikan isu pendidikan lingkungan. Pada saat itu pihak departemen menyatakan bahwa mereka harus melakukan sesuatu agar masyarakat tidak lagi menghancurkan hutan dan mau menyelamatkan satwa yang terancam punah. Namun Departemen Kehutanan tidak memiliki banyak dana untuk pendidikan lingkungan sehingga mereka memutuskan untuk membuat poster. Poster dibuat tanpa melakukan penelitian terhadap masyarakat target, tanpa mengetahui apakah poster menjadi alat yang tepat dalam menyampaikan pesan, dan tidak memiliki sebuah panduan yang dapat membantu dalam merancang sebuah poster yang mampu memberikan motivasi agar masyarakat dapat melakukan aksi demi perubahan yang nyata. Belajar dari pembuatan poster yang tidak efektif tersebut membuat mereka mencoba metode-metode baru yang pada akhirnya menjadi sebuah metodologi yang disebut dengan Kampanye Bangga Rare (Rare 2006).

Saat itu Kampanye Bangga berhasil meraih dukungan publik terhadap perlindungan burung nuri terancam punah Amazona versicolor. Burung nuri ini berhasil dideklarasikan sebagai burung nasional dan diperkuat status perlindungannya dengan undang-undang. Pada tahun 1992 lembaga konservasi dunia IUCN menyatakan bahwa sejarah konservasi di Saint Lucia telah menjadi model bagi negara Karibia lainnya dan menjadi sebuah pencapaian yang tidak ada

(25)

2.2. Kampanye Bangga Untuk Konservasi

Kampanye Bangga dapat digunakan jika kita membutuhkan dukungan yang lebih kuat dari masyarakat dalam upaya-upaya konservasi, membutuhkan konstituen setempat untuk menjaga dan merawat tempat-tempat yang dilindungi serta memanfaatkannya secara berkelanjutan, membutuhkan alat bantu untuk

penyuluhan dan perubahan perilaku yang dapat direplikasi dan diterapkan untuk mencapai tujuan konservasi, membutuhkan akses terhadap praktisi lingkungan di seluruh dunia, dan juga membutuhkan pelatihan tingkat lanjut mengenai pemasaran sosial. Semua kebutuhan tersebut dapat terpenuhi jika Kampanye Bangga dijalankan dengan kerja keras serta penuh dedikasi. Di Indonesia kebutuhan alat bantu untuk perubahan perilaku sangat tinggi. Banyak penduduk yang tinggal di sekitar kawasan lindung tidak memahami bagaimana mereka dapat membantu dalam menyelamatkan alam. Oleh karena itu Rare dengan Kampanye Bangga mengkhususkan diri dalam membangun dukungan masyarakat terhadap konservasi dan mengubah perilaku yang merusak alam. Kampanye ini disebut Kampanye Bangga karena mendorong masyarakat untuk memiliki kebanggaan dan melindungi aset alam yang mereka miliki dan tidak ada di tempat lain. Dalam melaksanakan programnya Kampanye Bangga menggunakan teknik pemasaran sosial. Model Kampanye Bangga selalu menggunakan spesies flagship sebagai pembawa pesan kampanye. Spesies flagship akan dipilih oleh masyarakat dan akan menjadi simbol kebanggaan lokal. Penggunaan spesies kunci sebagai maskot akan membantu memberikan emosi yang sangat kuat yaitu kebanggaan (Rare 2006).

2.3. Prosedur Kerja Kampanye Bangga

Prinsip dalam menjalankan Kampanye Bangga adalah penerapan konsep manajemen adaptif dalam merancang, melaksanakan, dan memantau program konservasi (Salafsky dan Margolouis 1998). Oleh karena itu Kampanye Bangga terdiri dari 3 tahapan yaitu tahap perencanaan, pelaksanaan, dan pemantauan. Ketiga tahapan tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:

(26)

Kajian pustaka dilakukan oleh manajer kampanye untuk memahami dengan lebih baik kawasan dan berbagai hal yang berlangsung di kawasan. Penekanan khusus dibuat dengan pemahaman kepada siapa yang menjadi pemain utama dan kegiatan apa yang dilakukan. Salah satu hasil dari proses ini adalah matriks analisa stakeholder yang mengidentifikasikan pemain utama dan kepentingannya terhadap kawasan (Salafsky dan Margolouis 2008).

Keterlibatan masyarakat dari awal perencanaan program Kampanye Bangga adalah mutlak. Hal ini untuk menjamin bahwa ide dan gagasan yang muncul dari bawah dapat terakomodasikan. Selain itu keterlibatan aktif masyarakat juga dapat membangun dukungan dan komitmen luas untuk bertindak. Lokakarya pemangku kepentingan atau pertemuan stakeholder (Stakeholder

Workshop) merupakan salah satu forum yang dipakai untuk dapat menampung keterlibatan masyarakat. Dalam stakeholder workshop, ide, masukan dan suara dari berbagai kelompok yang berkepentingan dirangkum menjadi gagasan kolektif (Rare 2006).

Tahapan yang paling penting adalah mendapatkan anggota masyarakat yang dapat mewakili kepentingan masyarakat keseluruhan. Isu representasi mengemuka terutama karena dengan segala keterbatasan yang dimiliki sangatlah tidak mungkin melibatkan seluruh anggota masyarakat. Apalagi jika dikaitkan dengan waktu yang tersedia dan kompleksitas sosial budaya masyarakatnya. Untuk itu diperlukan suatu pendekatan yang dapat digunakan untuk membantu dalam menilai kepentingan dan keterwakilan anggota kelompok masyarakat yang dilibatkan(Rare 2006).

(27)

2) Pertemuan Stakeholder Pertama

Matriks stakeholder dipakai untuk menentukan dan mengundang kelompok atau individu ke dalam suatu pertemuan stakeholder. Dalam pertemuan ini para

stakeholder bekerjasama dengan difasilitasi oleh manajer kampanye untuk mengembangkan Model Konseptual (Concept Model) dari ancaman kunci yang ada. Pertemuan ini akan menghasilkan sebuah Model Konseptual, Pemeringkatan Ancaman, serta Kandidat maskot dan slogan bagi Kampanye Bangga.

Model Konseptual (Concept Model) adalah suatu diagram dari satu set hubungan antara faktor-faktor tertentu yang diyakini memberi dampak terhadap atau menghantar ke suatu kondisi target. Model Konseptual yang baik adalah:

a) Menampilkan sebuah gambaran situasi di lokasi target.

b) Menunjukkan perkiraan hubungan antara faktor-faktor yang mempengaruhi kondisi target.

c) Hanya menghadirkan faktor yang relevan.

d) Didasarkan atas data atau informasi yang dapat dipercaya.

e) Merupakan hasil kerja tim.

Berikut ini adalah ilustrasi sebuah Model Konseptual:

Gambar 2 Ilustrasi Model Konseptual

Kondisi Target adalah situasi yang ingin dipengaruhi melalui kegiatan kampanye. Kondisi target sama dengan variabel dependen dalam analisis ilmiah, yang artinya kondisi target adalah faktor Y dalam logika matematika dimana Y

adalah faktor yang dipengaruhi (Siregar 2008). Contoh kondisi target seperti Hutan Lindung Indah, Hutan Jantho, dan lain lain. Faktor Langsung adalah faktor-faktor atau ancaman yang langsung mempengaruhi kondisi target. Contoh faktor langsung adalah perburuan, kebakaran, atau penebangan.

Target Kondisi Faktor Langsung

Faktor Langsung

Faktor Langsung Faktor Tidak

Langsung

Faktor Tidak Langsung

Faktor Kontribusi

(28)

Faktor Tidak Langsung adalah faktor-faktor atau ancaman yang mendasari atau menyebabkan terjadinya ancaman tidak langsung. Contoh faktor tidak langsung adalah kemiskinan, kurang pengetahuan, kurang kesadaran, kebiasaan.

Faktor Kontribusi atau Faktor Tambahan adalah faktor yang tidak diklasifikasikan sebagai ancaman langsung maupun tidak langsung tetapi ikut mempengaruhi kondisi target. Contoh faktor kontribusi adalah cuaca, dan nilai sosial budaya.

Dalam pertemuan stakeholder kondisi target ditetapkan oleh manajer kampanye. Kemudian manajer kampanye meminta kepada para stakeholder mengidentifikasikan faktor langsung, faktor tidak langsung, dan faktor kontribusi. Setelah semua faktor diidentifikasikan maka manajer kampanye memfasilitasi para pemangku kepentingan untuk melakukan pemeringkatan terhadap ancaman langsung (Pemeringkatan Matriks). Pemeringkatan dibatasi hanya pada 3 prioritas berdasarkan komponen Area, Intensitas, dan Kepentingan. Metode ini memungkinkan manajer kampanye menggabungkan sudut pandang sejumlah

pemangku kepentingan lokal dalam penilaian manajer kampanye. Metode ini mirip dengan pemungutan suara. Ilustrasi Tabel rangking ancaman dapat dilihat dalam tabel 1.

Tabel 1. Ilustrasi rangking ancaman

Ancaman Kelompok 1 Kelompok 2 Kelompok 3 Total

(suara)

Rangking

Penebangan III II I 6 2

Kebakaran II IIII II 8 1

Perburuan I II II 5 3

Penggembalaan I I I 3 3

(29)

3) Diskusi Kelompok Terfokus (Focus Group Discussion)

Diskusi Kelompok Terfokus adalah diskusi yang direncanakan dengan hati-hati untuk mengetahui tanggapan atau perasaan orang atas suatu masalah (isu), pelayanan, atau komoditas. Dalam Kampanye Bangga, manajer kampanye akan memfasilitasi serangkaian diskusi kelompok terfokus bersama masyarakat target untuk mendiskusikan prioritas ancaman langsung yang telah diidentifikasikan dalam pertemuan stakeholder pertama. Kelompok dalam diskusi terfokus ini akan membantu manajer kampanye memahami sikap dan pendapat populasi sasaran tentang ancaman-ancaman langsung di kawasan mereka. Kelompok diskusi terfokus akan memberikan data kualitatif yang penting bagi manajer kampanye dalam membuat perencanaan Kampanye Bangga.

Tabel 2 akan memperlihatkan kelebihan dan kekurangan diskusi kelompok terfokus sebagai sebuah instrumen untuk mengumpulkan data kualitatif.

Tahapan dalam melaksanakan diskusi kelompok terfokus adalah sebagai berikut: 1. Menentukan jumlah dan bentuk diskusi terfokus yang ingin

diselenggarakan.

2. Menghimpun peserta untuk pertemuan kelompok terfokus.

3. Menentukan moderator dan mempersiapkan pertanyaan-pertanyaan kunci. 4. Menyelenggakan diskusi kelompok terfokus.

5. Menganalisis hasil diskusi kelompok terfokus.

6. Membuat laporan singkat dari pertemuan kelompok terfokus.

Kelompok diskusi terdiri dari 3 kelompok yang masing-masing akan mendiskusikan 3 isu ancaman langsung di kawasan.

Tabel 2 Kelebihan dan keterbatasan Diskusi Kelompok Terfokus

Diskusi Kelompok Terfokus

Kelebihan Keterbatasan Peralatan mudah, fleksibel, dan murah Jika moderator tidak memfasilitasi dengan

baik maka akan ada peserta yang akan memonopoli diskusi.

Dapat dianalisis dalam waktu singkat. Sulit memilah calon peserta secara acak. Moderator dapat menghimbau peserta diskusi

membahas isu sensitif sehingga sentimen yang tersembunyi dapat dijajaki secara mendalam.

Moderator membutuhkan banyak sekali keterampilan, pengalaman dan kebijaksanaan.

Dapat direkam dan ditranskripsikan sehingga mudah dimengerti oleh orang awam.Rekaman dapat dilihat berulang-ulang dan menampilkan perasaan marah, sedih, ragu-ragu atau kekuatan/ketegasan.

(30)

4) Survei Pra Kampanye

Survei adalah alat untuk mengenal populasi sasaran. Survei adalah salah satu metode penelitian yang dipilih untuk mempelajari masyarakat yang menghuni daerah sasaran Kampanye Bangga. Melalui survei manajer kampanye dapat memperoleh informasi kuantitatif dari masyarakat sasaran. Informasi-informasi kualitatif yang diperoleh dari diskusi kelompok terfokus sangat kaya dan subjektif sehingga perlu dicounter melalui metode survei. Survei yang dilakukan dalam Kampanye Bangga adalah Survei KAP (Knowledge, Attitude, Practice) yaitu survei yang bertujuan mengetahui pengetahuan, sikap dan perilaku masyarakat sasaran. Tahapan dalam melaksanakan Survei Pra Kampanye adalah: a.Menetapkan karakteristik populasi sasaran Kampanye Bangga.

b.Menetapkan tujuan survei.

c.Mempersiapkan pertanyaan survei.

d.Pertanyaan survei dipersiapkan dengan menggunakan informasi-informasi yang diperoleh dari studi literatur, pertemuan stakeholder pertama, dan diskusi kelompok terfokus.

e.Melakukan pre uji atas pertanyaan survei yang telah dipersiapkan. f.Menetapkan sampling (contoh) dari populasi sasaran.

g.Dengan keterbatasan waktu dan dana maka tidak mungkin melakukan wawancara dengan seluruh anggota populasi sehingga perlu diambil sampel yang mampu mewakili populasi sasaran. Sampel yang baik tidak tergantung pada besar atau kecilnya jumlah sampel tetapi sampel yang baik adalah sampel yang dapat mewakili populasi seluruhnya. Cara terbaik untuk memperoleh sampel adalah dengan sistem acak. Acak berarti setiap orang dalam populasi sasaran mempunyai kesempatan yang sama untuk dipilih masuk ke dalam sampel. Metode pengambilan sampel dalam Kampanye Bangga adalah Simple Random Sampling (Sampel Acak Sederhana).

h.Menetapkan ukuran sampel.

Dalam menetapkan ukuran sampel harus diperhatikan beberapa hal yaitu:

(31)

b) Jika populasi sasaran relatif kecil dan seragam (suku, agama, bahasa,budaya) maka sampel kecil sudah cukup.

Semakin besar ukuran sampel semakin kecil kemungkinan kesalahan terjadi. Lazimnya hal ini dinyatakan dengan interval kepercayaan (Confidence Interval). Untuk menghitung ukuran sampel kita dapat memanfaatkan situs

http://www.surveysystem.com/sscalc.htm. Untuk mendapatkan ukuran sampel

maka kita harus mengetahui total populasi sasaran, derajat kepercayaan yang diinginkan (pada banyak Kampanye Bangga para manajer kampanye menggunakan derajat kepercayaan 95%), dan interval kepercayaan yang diinginkan (sebagian jajak pendapat atau program kampanye menggunakan interval kepercayaan 3% -5 %).

i. Memilih pewawancara dan melakukan wawancara Karakteristik seorang pewawancara yang baik mencakup:

a) berkepribadian menyenangkan yang membantu membuat responden merasa tenang dalam latar yang mungkin baru atau tidak nyaman baginya,

b) tata kramanya profesional, tidak seolah-olah “superior” terhadap atau memandang rendah para responden,

c) seorang pendengar yang baik, yaitu seseorang yang dapat menunjukkan perhatian terhadap jawaban responden tanpa menampakkan perasaan pribadinya tentang tanggapan itu.

j. Menetapkan kelompok kontrol.

5) Pertemuan Stakeholder Kedua

Setelah pelaksanaan diskusi kelompok terfokus dan survei KAP maka manajer kampanye melakukan revisi Model Konseptual. Para stakeholder diundang kembali dalam pertemuan stakeholder kedua untuk membantu mengidentifikasikan sasaran kampanye yang fokusnya kepada perubahan pengetahuan dan kesadaran yang dapat mempengaruhi ancaman kuncinya.

6) Menetapkan Tujuan dan Sasaran SMART

(32)

kampanye telah memiliki pemahaman yang lebih baik tentang kondisi target. Langkah selanjutnya adalah sebagai berikut:

a) Menetapkan tujuan Kampanye Bangga, tujuan adalah ringkasan umum tentang keadaan yang diinginkan yang sedang dituju oleh Kampanye Bangga.

b) Menetapkan sasaran SMART, suatu sasaran yang baik adalah yang memenuhi kaidah SMART (Specific/spesifik, Measurable/dapat diukur,

Action-oriented/berorientasi kepada tindakan, Realistic/Realistis, dan Time bound/terikat waktu). Sasaran SMART ini kemudian dikaitkan dengan rencana pemantauan dengan suatu indikator yang jelas. Aktivitas dirancang dengan suatu tahapan untuk mencapai sasaran tersebut. Sasaran tersebut kemudian dikaji peserta dalam pertemuan stakeholder kedua. c) Mengembangkan kegiatan dalam Kampanye Bangga.

Kegiatan merupakan tindakan atau tugas spesifik yang dilakukan untuk mencapai setiap sasaran SMART. Kegiatan yang baik adalah cocok dengan

kriteria sebagai berikut:

a) Terkait, yaitu terkait langsung dengan pencapaian suatu sasaran yang spesifik.

b) Terfokus, yaitu merangkum tugas-tugas spesifik yang perlu dilakukan. c) Layak dikerjakan, yaitu dapat diselesaikan dalam keadaan sumber daya

dan kendala proyek.

d) Tepat guna, yaitu dapat diterima dan cocok dengan kerangka norma-norma budaya, sosial dan hayati setempat yang spesifik.

Setelah mengembangkan kegiatan maka ada beberapa informasi khusus yang harus ditulis dalam setiap kegiatan yaitu:

a) Mengapa melakukan kegiatan ini? Informasi ini menjelaskan bagaimana kegiatan berkaitan dengan sasaran.

(33)

c) Siapa yang bertanggung jawab atas kegiatan tersebut? Informasi ini menjelaskan siapa yang bertanggung jawab dalam menjalankan kegiatan tersebut.

d) Kapan kegiatan tersebut akan dilaksanakan? Informasi ini menjelaskan tanggal yang ditargetkan untuk menyelesaikan kegiatan tersebut.

e) Dimana kegiatan tersebut akan dilakukan? Informasi ini menjelaskan dimana kegiatan tersebut akan dilaksanakan.

f) Asumsi yang mendasari. Daftar asumsi dibuat untuk melihat hal apa saja yang mendasari kegiatan tersebut dilakukan.

g) Prasyarat. Informasi ini menjelaskan tugas dan acara yang perlu terjadi sebelum kegiatan tersebut dilakukan.

7) Menyusun Rencana Kerja

Rencana kerja adalah sebuah dokumen lengkap dari keseluruhan informasi yang diperoleh dalam tahapan perencanaan. Rencana kerja menjadi dasar

pelaksanaan Kampanye Bangga selama 1 tahun (Rare 2006).

II. Tahap Pelaksanaan Kampanye Bangga

Jika rencana kerja telah disusun maka dilaksanakanlah Kampanye Bangga selama periode 1 tahun serta melaksanakan survei pasca kampanye di akhir periode kampanye untuk mengevaluasi kegiatan kampanye yang sudah dijalankan Dalam tahap ini juga dilihat indikator-indikator yang mengarah pada perubahan perilaku masyarakat sasaran (Rare 2006).

III. Tahap Pengolahan dan Analisis Data

Tahap mengolah dan menganalisis data untuk mengkaji efektivitas kampanye yang sudah dilaksanakan.

2.4. Hasil yang Pernah Dicapai oleh Kampanye Bangga

(34)

6 juta orang serta berhasil meningkatkan perlindungan terhadap 77 hektar habitat daratan dan lautan yang penting. Beberapa contoh mengenai apa yang telah diraih oleh mitra Rare dengan Kampanye Bangga adalah:

1) Manajer Kampanye Ni Putu Sarilani Wirawan telah membantu menciptakan dukungan masyarakat terhadap pembentukan Taman Nasional Kepulauan Togean Indonesia yang mencakup ekosistem laut seluas 337.000 hektar serta wilayah daratan seluas 23.000 hektar.

2) Manajer Kampanye Hirmen Sofyanto yang telah membantu menciptakan dukungan kuat bagi 1.2 juta hektar Kawasan Konservasi Laut Berau Kepulauan Derawan dan membantu nelayan setempat untuk mengadopsi teknik/sistem penangkapan ikan yang tidak merusak lingkungan.

3) Manajer Kampanye Naiten Bradley Phillip yang berhasil membentuk 8 kawasan konservasi laut yang dilakukan secara lokal di Kimbe Bay Papua Nugini melalui penggunaan 20.000 kartu telepon bergambar spesies yang dilindungi yaitu kepiting hutan bakau.

Kunci kesuksesan Kampanye Bangga adalah melibatkan dan membangun komitmen setiap lapisan masyarakat seperti guru, pelaku bisnis, anggota legislatif dan masyarakat awam. Contoh lain keberhasilan konservasi lingkungan yang telah didukung dan dimotivasi oleh Rare adalah:

1) Keterlibatan masyarakat secara luas dalam perilaku yang berkelanjutan: Kampanye Bangga di Sierra de Manatlan dan Kawasan Biosfer di Meksiko mendorong perilaku yang baik untuk mengurangi kebakaran hutan yang disebabkan oleh teknik pembersihan ladang pertanian dan babat bakar serta mengurangi sampah. Kebakaran hutan di Manatlan berkurang sebanyak 50%.

2) Pembangunan kapasitas bagi organisasi masyarakat: Kampanye Bangga membantu Masyarakat Konservasi Palau mengembangkan dirinya sebagai LSM lokal pertama dan menjadi organisasi yang sangat vokal menyuarakan konservasi di Mikronesia.

(35)

4) Pendanaan baru bagi pengelolaan sumber daya alam dari sektor swasta: Seluruh Kampanye Bangga telah membantu partner setempat mengumpulkan dana dan sumbangan in kind (tidak berbentuk uang) dari pengusaha lokal yang tertarik dengan pendektan kampanye ini yang positif dan menarik.

5) Kapasitas baru bagi pendidikan masyarakat: Lembaga dan LSM setempat menerima pelatihan dan bantuan teknis serta pengalaman langsung dalam melaksanakan program penjangkauan (outreach).

6) Keberhasilan konservasi spesies kunci: Kampanye Bangga yang memfokuskan dirinya dengan nuri dari Saint Lucia dan merpati grenada saat itu telah berhasil membangkitkan momentum yang penting bagi penerapan langkah-langkah konservasi spesies (Rare 2006).

2.5. Perubahan Perilaku untuk Konservasi

Dimensi utama dari usaha pelestarian alam adalah manusia. Manusia merupakan unsur dari alam semesta ini yang harus sangat bertanggungjawab atas segala degradasi alam yang sekarang terjadi, karena manusia adalah sebagai pengguna, perusak, dan akhirnya harus menjadi pelestari alam ini (Hamiudin 2007). Oleh karena itu menjadi sangat penting untuk menciptakan perilaku manusia yang positif demi membantu terciptanya alam yang yang lebih lestari.

Pendidikan konservasi bertujuan untuk membentuk jiwa konservasionis yang memiliki sikap sadar terhadap lingkungannya. Sadar lingkungan diartikan sebagai bagian dari kesadaran diri yang bertumpu pada terbentuknya hubungan positif antara individu dengan lingkungan alam, sosial dan lingkungan yang telah terbentuk dengan memperhatikan keteraturan ekologi (Hamiudin 2007).

Menurut Biswas (1982) pendidikan konservasi bertujuan untuk membuat

(36)

Pandangan Environmentalis J.B Watson pada tahun 1913 menyatakan “Manusia bereaksi terhadap lingkungan (environment) karena itu manusia belajar dari lingkungannya (Sarwono 2002). Jadi aktivitas atau perilaku manusia memberi pengaruh terhadap lingkungannya. Aktivitas manusia yang positif akan membawa dampak positif bagi lingkungannya. Untuk menciptakan manusia dengan perilaku yang baik maka J.B Watson menyatakan karena perilaku sosial dikembangkan berdasarkan proses kondisioning maka jika kita menginginkan individu yang baik kita tinggal memberikan rangsangan yang baik yang sesuai selama proses pendidikan individu tersebut (Sarwono 2002).

2.6. Pendidikan untuk Mendorong Perubahan Perilaku

Teori J.B Watson menyatakan bahwa perilaku dapat dikendalikan dengan memberikan rangsangan-rangsangan tertentu yang disebut dengan kondisioning (pembiasaan). Hewan dan manusia pada dasarnya hanyalah terjadi dari jaringan-jaringan syaraf dan otot yang bereaksi secara tertentu jika diberi rangsang tertentu. Dengan demikian perilaku manusia pun dapat dikendalikan. Menurut J.B Watson kepribadian manusia dapat dibentuk melalui pemberian rangsang tertentu (Sarwono 2002).

Untuk tujuan perubahan perilaku (dalam pendidikan, pelatihan, konseling), jika sudah diketahui mana yang lebih berpengaruh maka strategi yang akan diambil akan lebih mudah. Jika ternyata sikap yang lebih berpengaruh maka perlu diadakan pendekatan kepada yang bersangkutan untuk mengubah struktur kognisinya dan kalau ternyata norma subjektif yang lebih kuat pengaruhnya maka untuk mempengaruhi perilaku subjek perlu didekati orang-orang atau tokoh tokoh yang berpengaruh kepada subjek (Setiana 2005).

Melalui proses pendidikan, perubahan perilaku dapat tercapai karena proses

(37)

menggerakkan sistem dari satu titik ke titik yang lain untuk memecahkan masalah (Rogers 2005).

Ada 4 unsur perubahan yang perlu diketahui yaitu pengetahuan, sikap, perilaku individu dan perilaku kelompok. Perubahan dalam pengetahuan cenderung mudah dilakukan sedangkan perubahan dalam sikap cenderung lebih sulit karena sikap biasanya digerakkan oleh emosi dengan cara yang positif dan negatif. Tingkat kesulitan selanjutnya adalah perilaku individu dan perilaku kelompok. Mengubah perilaku kelompok sangat sulit dilakukan karena melibatkan banyak orang dan karena kita juga harus mengubah kebiasaan atau tradisi (Endah 2008).

Untuk melakukan upaya perubahan perilaku penting untuk mengetahui tahapan perilaku kelompok target. Dalam Rogers (1995) disebutkan bahwa tahap-tahap perubahan perilaku adalah:

1. Pra-perenungan (pre-contemplation) : pada tahap ini, orang sama sekali tidak berniat untuk melakukan apapun dalam waktu tertentu yang biasanya

berlaku untuk enam bulan ke depan.

2. Perenungan (contemplation): di tahap ini, orang mulai menunjukkan bahwa mereka berencana untuk melakukan sesuatu (mengubah perilaku) dalam waktu enam bulan ke depan.

3. Persiapan (preparation): di tahap ini, orang mulai menunjukkan bahwa mereka akan melakukan sesuatu dalam waktu satu bulan ke depan dan sudah memiliki rencana tindakan.

4. Melakukan tindakan (action): di tahap ini, sudah terjadi perubahan perilaku tertentu dalam enam bulan terakhir.

5. Mempertahankan perilaku (maintenance): di tahap ini, orang mulai mencegah perilaku lama muncul kembali, dan menggunakan proses-proses sebelumnya untuk mempertahankan perilaku yang baru. Fase ini bisa bertahan sekitar 6 bulan hingga 3 tahun.

2.7. Mengubah Perilaku Melalui Perubahan Sikap

(38)

masyarakat bertingkah laku tertentu dalam situasi tertentu dipengaruhi oleh sikap individu sebagai anggota masyarakat maupun sikap kelompok sebagai kumpulan individu.

Sikap dapat diartikan sebagai suatu keadaan mental dan taraf dari kesiapan yang diatur melalui pengalaman yang memberi pengaruh dinamika atau terarah terhadap respon individu pada semua obyek dan situasi yang berkaitan dengannya. Komponen sikap adalah pengetahuan, perasaan, dan kecenderungan untuk bertindak. Tidak selamanya sikap mempengaruhi perilaku tapi terkadang perilaku juga mempengaruhi sikap (Setiana 2005).

Menurut Rukminto (2001) merencanakan perubahan perilaku pada individu atau kelompok melalui intervensi komunitas tidaklah mudah. Kendala individu yang biasanya dihadapi adalah kestabilan, kebiasaan, hal utama yang diyakini, seleksi ingatan dan persepsi, ketergantungan, ego, rasa tidak percaya, serta rasa tidak aman. Kendala sosial yang biasanya dihadapi adalah kesepakatan terhadap norma tertentu, kesatuan dan kepatuhan terhadap sistem dan budaya, hal yang

bersifat sakral, kelompok kepentingan, penolakan terhadap “orang luar yang” datang dalam komunitas tersebut.

2.8. Teknik Social marketing (Pemasaran Sosial)

Pada tahun 1971, istilah social marketing pertama kali dikemukakan oleh Philip Kotler dan Gerald Zaltman dan sejak itu hingga akhir tahun 70-an para praktisi dan peneliti ternama (umumnya dari sektor kesehatan, komunikasi, dan sektor pendidikan) bergabung menyuarakan potensi social marketing dalam proses perencanaan perubahan sosial. Pada awal tahun 80-an, Bank Dunia, WHO, dan Pusat-pusat Pengendalian Penyakit (Centers for Disease Control) mulai menggunakan dan mempromosikan social marketing dalam program-program kesehatan masyarakat mereka (Kushardanto 2006).

(39)

Social marketing adalah aplikasi teknologi pemasaran yang dikembangkan dalam sektor komersial untuk mendapatkan solusi masalah-masalah sosial di mana perubahan perilaku adalah hal yang paling penting. Social marketing ini terdiri dari proses analisis, perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi program yang dirancang untuk mempengaruhi perilaku sukarela dari khalayak target guna meningkatkan kesejahteraan setiap orang dan masyarakat tersebut secara keseluruhan.

Sasaran utama social marketing adalah mempengaruhi dan mengubah perilaku, bukan hanya untuk meningkatkan pengetahuan dan/atau mengubah sikap. Social marketing juga berusaha untuk mengubah nilai-nilai dan sikap sebagai sarana untuk mempengaruhi perilaku. Dalam pemasaran komersial, konsep 4P (Product, Price, Place, and Promotion = produk, harga, tempat, dan promosi) dikembangkan untuk menekankan aspek-aspek kunci dalam pemasaran. Walaupun konsep ini terbukti bermanfaat dalam konteks pemasaran komersial, konsep tersebut tidak bisa diterapkan dengan mudah dalam bidang social

marketing.

Langkah-langkah yang umumnya dilakukan dalam membuat program social

marketing adalah sebagai berikut: 1) Mendefinisikan masalah.

2) Membuat penilaian tentang “pasar” yang Anda hadapi. 3) Segmen khalayak.

4) Menetapkan sasaran.

5) Menentukan bauran pemasaran (marketing mix). 6) Menyampaikan program.

7) Mengevaluasi program.

Langkah awal menjual gagasan adalah dengan mengaitkan nilai inti organisasi dengan perubahan perilaku masyarakat yang hendak dicapai. Proses

social marketing adalah sebagai berikut:

1) Menerapkan SWOT pada analisa kondisi awal.

2) Memilih kelompok sasaran yang perilakunya hendak diubah. 3) Menetapkan perubahan perilaku yang diinginkan.

(40)

5) Menerapkan strategi social marketing yang beranekaragam untuk mengelakkan hambatan dan mengejar manfaat.

Perubahan perilaku memakan waktu sehingga strategi social marketing harus diusahakan secara gigih dalam waktu lama dengan indikator prestasi yang terukur.

Oleh karena Kampanye Bangga menggunakan teknik social marketing maka dalam menjalankan kegiatan kampanye harus melalui beberapa tahapan. Dalam Weinreich (1999) tahapan tersebut adalah:

1. Segmentasi audiens

Pesan kunci yang sama dikomunikasikan sesuai dengan segmen kelompok target. 2. Penelitian formatif

Penelitian formatif memberikan landasan yang kuat bagi perencanaan, pengembangan pesan dan materi kampanye serta pelaksanaan uji coba materi kampanye.

3. Positioning

Dalam pemasaran komersil sebuah barang dengan mudah diingat oleh konsumen karena memiliki logo barang. Logo mampu mengkaitkan konsumen dengan segala sesuatu tentang produk tersebut. Penggunaan logo dalam social marketing untuk mewakili atau simbol dari sebuah inovasi. Hal ini diduga efektif dalam kegiatan peningkatan pengetahuan karena menurut Rakhmat (2003) manusia berpikir dibantu oleh lambang-lambang. Yang disimpan oleh pikiran manusia adalah gambar atau lambang baru kemudian diterjemahkan dalam kata-kata.

4. Price/harga

Dalam social marketing sebuah ide akan diadopsi jika khalayak target tidak mengeluarkan biaya tinggi dan kalau bisa gratis karena tujuan social marketing adalah untuk mengubah perilaku bukan mencari untung.

5. Promosi

(41)

Produk Kampanye Bangga berupa pengetahuan, sikap dan praktek yang lebih baik tentang pengelolaan sumber daya alam dipromosikan melalui berbagai kegiatan seperti poster, lagu, papan iklan, lembar fakta, kegiatan-kegiatan seni, penyuluhan, kalender, baju kaos, dan sebagainya. Promosi berguna untuk menyampaikan pesan kepada kelompok target dan mencoba agar mereka terus mempertahankan adopsi perilaku (Weinreich 1999).

2.9. Kampanye Bangga sebagai Metode Pendekatan Massal

Berdasarkan pendekatan sasaran yang ingin dicapai maka kampanye termasuk ke dalam metode pendekatan massal. Metode ini dapa menjangkau sasaran dengan jumlah yang cukup banyak. Dipandang dari segi penyampaian informasi maka metode ini cukup baik namun terbatas hanya dapat menimbulkan kesadaran dan pengetahuan saja. Beberapa penelitian menunjukkan metode kampanye dapat mempercepat proses perubahan, tetapi jarang menunjukkan perubahan dalam perilaku (Setiana 2005). Kampanye Bangga dengan sistem pemasaran sosial yang dirancang oleh Rare mengatasi kekurangan metode ini dengan membuat sasaran-sasaran terukur yang berorientasi pada perubahan perilaku (Rare 2006).

2.10.Teknik Menyampaikan Pesan untuk Perubahan Perilaku

(42)

Disamping cara penyampaian maka penyebaran informasi atau tingkat adopsi pesan atau inovasi juga sangat dipengaruhi oleh sifat kelompok sasaran. Menurut Rogers (1995) kelompok sasaran dapat digolongkan ke dalam beberapa kelompok yaitu:

1) Kelompok Perintis/ Inovator (2.5%): kebutuhan untuk selalu terlihat baru dan berbeda dari orang lain;

2) Kelompok Pelopor/ Early Adopter (13.5%): menghargai nilai perilaku yang diadopsi dari kontak dengan para inovator;

3) Kelompok Penganut Dini/ Early Majority (34%): kebutuhan untuk meniru atau diterima orang lain dengan sejumlah pertimbangan;

4) Kelompok Penganut Lambat/ Late Majority (34%): kebutuhan untuk bergabung menjadi pengekor ketika melihat bahwa para early majority sudah melakukan perubahan;

5) Kelompok Kolot/ Laggard (16%): kebutuhan untuk menghormati tradisi. Sementara tahapan inovasi sebuah masyarakat dapat dilihat dalam Tabel 3.

Tabel 3 Tahapan Inovasi dan Perubahan

Tahapan Inovasi Tahapan Perubahan

1. Tahap Pengetahuan 1. Prekontemplasi

- mengingat informasi, pesan yang komprehensif, pengetahuan dan skill agar adopsi inovasi berjalan efektif

Individu menyadari adanya masalah dan mulai memikirkan cara untuk mengatasinya.

2. Tahap Persuasi 2. Kontemplasi

mendiskusikan inovasi bersama orang lain, -menerima pesan tentang sebuah inovasi, membentuk gambaran positif dari pesan dan inovasi, mendukung perilaku yang invatif dari sistem.

Individu menyadari adanya masalah dan serius memikirkan cara untuk mengatasinya tetapi belum memiliki komitmen untuk melakukan aksi.

3. Tahap Keputusan 3. Preparasi

- mencari informasi tentang inovasi lebih intensif, ingin mencoba inovasi

Tahapan dimana individu berniat melakukan aksi di waktu mendatang tetapi belum melaksanakannya.

4. Tahap Implementasi 4. Aksi

-menggunakan inovasi dalam bentuknya yang biasa, terus menggunakan inovasi, terus mencari informasi tambahan tentang inovasi

Ketika individu mengubah perilaku atau lingkungan dengan tujuan untk dapat mengatasi permasalahan.

5. Tahap Konfirmasi 5. Pemeliharaan

- mengenali manfaat menggunakan inovasi, mengintegrasikan inovasi secara rutin, memperkenalkan inovasi kepada yang lain

(43)

3.1. Kecamatan Kota Jantho

Kabupaten Aceh Besar yang menjadi target kawasan kegiatan Kampanye Bangga ini terbentuk menjadi daerah otonom melalui Undang-Undang No 7 Tahun 1956 dengan ibukotanya pada waktu itu adalah kota Banda Aceh. Baru pada tahun 1983 ibukota Aceh Besar dipindahkan ke Kota Jantho seiring pemindahan seluruh aktifitas perkantoran ke ibu kota Aceh Besar tersebut. Kabupaten Aceh Besar memayungi 22 kecamatan, 68 kemukiman, dan 596 desa (BPS 2004).

Secara geografis Kabupaten Aceh Besar terletak pada 5.2° - 5.8° LU dan 95.0°-95.8°BT dengan luas kawasan sebesar 2.974.12 km2. Kabupaten ini berbatasan dengan Selat Malaka dan Kota Banda Aceh di sebelah Utara, Kabupaten Aceh Jaya di sebelah Selatan, Kabupaten Pidie di sebelah Timur, dan Samudera Hindia di sebelah Barat. Kecamatan Kota Jantho adalah juga sebagai Mukim Jantho yang memayungi 13 desa dengan luas wilayah 274.04 km2. Desa-desa tersebut adalah Jantho Makmur, Barueh, Jantho Baru, Buket Meusara, Jalin, Sukatani, Awek, Weue, Bueng, Jantho Lama, Teureubeh, Cucum, dan Data Cut. Jumlah total populasi di kecamatan ini adalah 9.010 jiwa (BPS 2004).

Kecamatan Kota Jantho berbatasan dengan beberapa kawasan lindung yaitu Cagar Alam Jantho seluas 16.640 ha dan Hutan Lindung Jantho seluas 28.000 ha. (BPS 2004). Cagar Alam Jantho dan Hutan Lindung Jantho merupakan bagian dari Kawasan Ekosistem Seulawah (KES) Aceh Besar. Berdasarkan hotspot keragaman hayati yang dirancang oleh lembaga konservasi Conservation International (CI) tahun 2001, KES merupakan bagian dari Hotspot Keragaman Hayati Sundaland dimana 1.9 juta km2 luas Sundaland didominasi oleh dataran Sumatera dan Kalimantan (http://www.conservation.or.id. Mei 2006). KES dalam periode tahun 2001-2005 merupakan fokus kerja proyek Critical Ecosystem Partnership Fund (CEPF) karena nilai keragaman hayatinya yang tinggi.

Kawasan lindung yang berbatasan dengan Kota Jantho ini diusulkan oleh banyak pihak untuk menjadi kawasan konservasi karena selain nilai keragaman hayatinya, kawasan ini juga merupakan sistem daerah tangkapan air bagi Daerah

(44)

3.2. Gambaran Umum Masyarakat

3.2.1 Gambaran Umum Masyarakat Aceh Besar

Penduduk di Kecamatan Kota Jantho terdiri dari suku Aceh dan suku Jawa dan umumnya menggunakan Bahasa Aceh dan Bahasa Indonesia sebagai bahasa sehari-harinya. Penduduk Jantho sebagaimana penduduk Aceh lainnya semuanya menganut agama Islam dan nuansa keislaman terlihat dalam kegiatan sosial mereka. Suku Jawa yang telah lama berbaur dengan suku Aceh dalam kegiatan sosial telah mengikuti tradisi masyarakat Aceh pada umumnya.

Secara umum, sebagian besar mata pencaharian utama masyarakat adalah sebagai petani. Sebagian lain mempunyai penghasilan dari beternak sapi, kambing, menjadi tauke/pedagang, menampung atau menjual hasil pertanian, menjadi pengrajin, mengembangkan industri kecil pengolahan hasil pertanian (keripik ubi dan ketela), dan menjadi buruh angkat ubi. Sebagian kecil mempunyai pekerjaan sebagai tukang, pekerja bengkel dan dukun (Mapayah 2006).

3.2.2.Kondisi Sosial Budaya

Aceh sebagai identitas etnis dan wilayah memiliki ciri khas dimana masyarakatnya sangat pluralistis dan terbuka. Pada saat Aceh masih dalam bentuk kerajaan, yang dimaksud dengan Aceh adalah Aceh Besar atau dalam istilah Aceh disebut Aceh Rayeuk. Berdasarkan pendekatan historis, struktur masyarakat Aceh yang paling menonjol dapat dikelompokkan ke dalam 2 golongan yaitu golongan

ulama dan golongan umara.

Golongan umara adalah pemimpin pemerintahan, contohnya Sultan sebagai pemimpin tertinggi kerajaan; Uleebalang sebagai pemimpin unit pemerintahan negeri; Panglima Sagoe sebagai pemimpin pemerintahan sagi; dan Kepala Mukim yang memimpin unit pemerintahan mukim serta Geuchiek yang memimpin unit pemerintahan gampong (kampung). Sementara golongan ulama adalah pimpinan yang mengurusi masalah-masalah keagamaan dan syariat Islam. Yang termasuk ke dalam golongan ulama adalah:

(45)

2. Imum Mukim (Imam Mukim), yaitu yang mengurusi masalah keagamaan pada tingkat pemerintahan mukim, yang bertindak sebagai imam sembahyang pada setiap hari Jumat di sebuah mesjid pada wilayah mukim yang bersangkutan.

3. Qadli (kadli), yaitu orang yang memimpin pengadilan agama atau yang dipandang menerti mengenai hukum agama pada tingkat kerajaan dan juga pada tingkat Nanggroe yang disebut Kadli Uleebalang.

4. Teungku-teungku, yaitu pengelola lembaga-lembaga pendidikan keagamaan seperti dayah dan rangkang, juga termasuk murid-muridnya. Bagi mereka yang sudah cukup tinggi tingkat keilmuannya, disebut dengan istilah Teungku Chiek. (Dinas Pariwisata Aceh 2004).

Masyarakat memiliki kebiasaan mendamaikan perselisihan antar warga dengan kenduri potong kambing. Pada awal masa tanam padi masyarakat juga mengadakan upacara “kenduri blang”. Selain itu, Gunung Seulawah merupakan simbol yang melambangkan ciri khas Aceh Besar. Dalam prosesi acara adat yang

paling sering digunakan adalah sirih (Piper betle) sebagai lambang kemulian. Sirih diberikan pada tamu-tamu yang datang sebagai tanda penghormatan.

3.2.3.Situasi Politik

(46)

menggantungkan harapan baru di bawah kepala pemerintahan baru Nanggroe Aceh Darussalam (Mapayah 2006).

3.2.4.Hutan di Jantho

Kawasan lindung yang berada di bawah administrasi pemerintahan Kota Jantho Aceh Besar adalah:

1. Cagar Alam Pinus Jantho

Cagar Alam Pinus Jantho secara geografis terletak pada 5°6’ LU - 5°16.2’ LU dan 95°37.2’ BT - 95°45’BT. Dalam administrasi pemerintahan cagar alam ini terletak di Kecamatan Jantho Kabupaten Aceh Besar. Cagar Alam Jantho seluas 16.640 hektar telah ditata batas dan ditunjuk sebagai kawasan konservasi berdasarkan SK MenHut No.186/Kpts-II/1984 tanggal 4 Oktober 1984. Kawasan ini ditunjuk sebagai cagar alam karena merupakan perwakilan hutan alam Pinus

merkusii strain Aceh dengan potensi tegakan pinus yang besar serta habitat satwa yang dilindungi seperti gajah sumatera dan harimau sumatera. Cagar Alam Jantho merupakan hulu dari sungai Krueng Aceh yang menjadi sumber air PDAM Kota Banda Aceh sehingga termasuk dalam DAS Krueng Aceh (BKSDA 2007).

2. Hutan Lindung Jantho

Hutan lindung Jantho adalah salah satu kawasan penting yang ada di KES. Pentingnya melindungi keberadaan hutan lindung Jantho bukan hanya semata-mata untuk menjaga keutuhan kawasan hutan KES akan tetapi karena kawasan hutan ini juga menjadi daerah jelajah beberapa satwa penting yang sudah langka termasuk diantaranya harimau sumatra. Selain itu, hutan lindung ini juga merupakan kawasan tangkapan air penting bagi DAS Kr. Aceh. Sebagai informasi tambahan, bendungan Jantho yang dibangun tahun 1984 juga terletak di Hutan Lindung Jantho.

(47)

3.2.5.Kearifan Tradisional dalam Pengelolaan Sumber Daya Hutan

Dilihat dari sejarahnya, masyarakat Aceh telah memiliki kearifan tradisional mengenai pengelolaan sumber daya alam. Masyarakat Aceh sejak zaman dahulu telah memiliki hukum adat dalam pemanfaatan dan tata kelola sumber daya alam tersebut seperti laut, sawah, kebun, pasar dan hutan.

Wilayah hutan telah sejak lama diatur oleh masyarakat adat di Aceh. Di hutan ada seorang Panglima Hutan (Panglima uteun). Pawang uteun hanya bertugas memberi nasehat dan petunjuk dalam perjalanan dalam hutan. Biasanya seorang

Pawang uteun memiliki ilmu mantra untuk menangkal jin dan binatang buas. Perselisihan dalam pelanggaran hukum adat uteun diselesaikan oleh Keujreun namun dengan tetap mendengar pendapat dari para Pawang uteun .

Beberapa larangan yang diatur adalah:

1. Orang dilarang menebang pohon tualang, kemuning, ketapang, geulumpang, beringin, dan kayu-kayu besar lainnya yang menjadi tempat sarang lebah. Menebang pohon ini bukan hanya dilarang tetapi menjadi pantangan karena

diyakini menebang pohon-pohon besar tersebut dapat merugikan orang banyak, larangan baru terlepas jika telah mendapat izin dari Keujreun atau Raja.

2. Orang dilarang menebang pohon kayu meudang ara, bungo merbau, dan kayu-kayu besar lainnya kecuali hanya untuk membuat tongkang atau perahu.

3. Orang dilarang menebang pohon yang kulitnya sudak ditetak sedikit dan diatasnya dililit dengan akar kayu.

4. Orang dilarang mengambil kayu yang sudah ditumpuk dan di atasnya sudah diletakkan batu. Ini pertanda kayu tersebut sudah ada yang punya.

5. Orang dilarang atau pantang menyebutkan nama-nama hewan buas di dalam hutan. Jika terpaksa harus menyebutkan maka harus memakai nama samaran umpamanya Nek Kaum untuk harimau, Po Meurah untuk gajah, Nek Lubuk untuk buaya, Po Meucula untuk badak.

6. Orang juga dilarang lari ke kanan jika melihat binatang buas tapi harus mengambil jalan ke kiri.

(48)

terjaring dan ada orang yang meminta sebagian daging rusa ketika perjalanan mereka pulang ke rumah maka harus diberikan (Zainuddin 1961).

3.2.6. Permasalahan Konservasi

Secara umum, perusakan hutan selain mempengaruhi kepada menurunnya nilai keanekaragaman hayati di kawasan ini juga mempengaruhi keadaan DAS Krueng Aceh. Lebih lanjut, permasalahan pengelolaan lingkungan yang ada di KES terutama terkait dengan DAS Kr. Aceh adalah sebagai berikut:

1. Penebangan Liar

Masalah lingkungan yang paling parah adalah kegiatan penebangan liar. Sebelum musibah tsunami, laju kerusakan hutan di Aceh berdasarkan Pusat Data dan Perpetaan Badan Planologi selama periode waktu 13 tahun sebesar 270.347 ha atau ± 20.796 ha/tahun. Laju kerusakan hutan semakin meningkat seiring meningkatnya kebutuhan kayu untuk kegiatan rekontruksi dan rehabilitasi pasca tsunami. Hasil survei Pokja Advokasi Hutan Aceh (2006) sekitar 15 m3 kayu

keluar dari kawasan hutan ini setiap harinya. Sebelum tsunami produksi kayu dari Aceh hanya 47 ribu meter kubik per tahunnya. Di tahun 2006 (pasca tsunami) pemerintah mengaktifkan kembali 5 HPH dan memberi kuota 300 ribu meter kubik untuk mencapai kuota produksi sebesar 500 ribu meter kubik per tahun. Padahal angka ini melebihi kebutuhan kayu untuk kegiatan rekonstruksi yang hanya sebesar dua ratus ribuan meter kubik per tahun.

Penebangan di kawasan hutan lindung juga menyebabkan fragmentasi habitat satwa yang mengakibatkan konflik satwa dengan manusia, menurunnya produksi panen karena sawah terendam banjir saat musim hujan tiba, kekeringan saat musim kemarau datang, menurunnya jumlah dan kualitas sumber daya air bersih (Mapayah 2006).

2. Konversi Lahan

(49)

mempertahankan kawasan berupa koridor biologis. Hutan alam diubah menjadi hutan tanaman monokultur. Secara teoritis, hutan tanaman monokultur rentan terhadap hama dan penyakit tanaman. Akibatnya kondisi fisik dan biologis tanah berubah dan menyebabkan ketidakseimbangan biologis. (Yayasan Pasir Luhur 2006).

3. Kebakaran Hutan

Permasalahan yang juga dipandang cukup serius adalah kasus kebakaran hutan. Kasus ini biasanya terjadi saat musim kemarau. Menurut BKSDA, kasus kebakaran hutan biasanya terjadi karena tindakan masyarakat yang membuka lahan pertanian (www.infoSumatera.com 2006). Masyarakat masih menggunakan cara membakar untuk membuka lahan pertanian. Kasus kebakaran juga ditimbulkan karena dalam kegiatan berburu masyarakat membakar lahan hutan agar tumbuh rumput muda sehingga mangsa lebih cepat diperoleh. Selain itu, tindakan membuang puntung rokok dengan sengaja atau tidak sengaja terutama di

musim kemarau diduga memicu terjadinya kebakaran hutan (Mapayah 2006).

4. Konflik Satwa-Manusia

Dampak dari kerusakan hutan bagi masyarakat Jantho adalah munculnya konflik antara penduduk lokal dengan harimau sumatera. Mapayah menerima laporan dari penduduk di Jantho bahwa konflik dengan harimau sumatera semakin meningkat. Dalam tahun 2006 ini hampir 20 ekor ternak warga yang menjadi mangsa harimau sumatera. Ada beberapa desa di Jantho yang tercatat sebagai desa yang rawan konflik satwa-manusia (harimau sumatera) yaitu:

1. Jantho Baru

(50)

2. Bueng

Pada bulan-bulan terakhir dari tahun 2006 terdapat 1 sapi dan 2 kerbau yang menjadi korban harimau sumatera. Bahkan pada saat itu ada anggota masyarakat Desa Bueng yang melihat langsung harimau sumatera yang turun ke desa yaitu di lokasi N 05º 16’ 09.5” dan E: 095 º 38’ 22.8’’ dan di titik N 05 º 16’ 02.00” dan E 095 º 38’ 25.4” namun tidak memakan korban apa-apa.

3. Weue

Desa Weue adalah salah satu desa yang memiliki tingkat konflik satwa tertinggi di Jantho. Pada saat survei dilakukan, masyarakat Desa Weue mengakui bahwa selama periode 1 tahun terakhir (Tahun 2006) ada 10 ekor sapi dan 50 ekor kambing yang menjadi korban harimau sumatera. Kejadian tidak hanya terjadi malam hari namun juga saat siang hari. Salah satu titik kejadian di desa ini adalah pada lokasi N 05 º 17’ 45.4” dan E 095 º 38’ 19.9”dan N 05 17’ 33.0”, E 095 37’ 20.0”. Kejadian konflik pada tahun 2006 tersebut terjadi pada bulan Maret, Juni, Juli, Agustus, dan Desember. Jarak kandang dengan rumah adalah sekitar 100

meter. Kandang yang digunakan oleh masyarakat Desa Weue dan juga masyarakat desa di Jantho lainnya adalah kandang yang terbuka.

4. Jantho Lama

Desa Jantho Lama berbatasan dengan Desa Weue. Pada saat survei dilakukan sudah ada 3 ekor lembu yang menjadi korban harimau sumatera. Hampir setiap bulan, bahkan dalam sebulan lebih dari 1 kali harimau sumatera turun ke kampung atau mencari korban ternak masyarakat. Salah satu lokasi kejadian di Desa Jantho Lama adalah pada N 05 17’ 34.4” dan E 095 37’ 46”.

5. Awek

Pada bulan-bulan akhir tahun 2006 ada 6 ekor sapi mati menjadi korban harimau sumatera dan berlangsung pada saat siang dan sore hari. Titik kejadian di desa ini adalah di N 05 16’34.9” dan E 096’ 38’ 08.8”.

Gambar

Tabel 4   Pelaksanaan Diskusi Kelompok Terfokus
Gambar 3  Perbandingan jenis kelamin responden di Jantho (n=183)
Tabel 5  Pekerjaan utama responden di Kecamatan Kota Jantho
Tabel 7  Program radio yang paling digemari per umur responden desa target
+7

Referensi

Dokumen terkait

Hasil pengujian menunjukan sistem yang dibuat telah dapat mengenali musik dan menyalakan LED biru ketika lagu uji dimainkan serta menyalakan LED merah ketika

Perbahasan di atas menunjukkan terdapat tiga ciri utama dalam persoalan kecukupan ini iaitu pertama ia merupakan had yang menentukan garis keperluan hidup yang

Selain itu saya ingin mengucapkan terima kasih kepada nenek saya, mamaeyang, yang telah memberikan dukungan beserta doa-doanya selama saya mengerjakan skripsi.. Ucapan terima

Semoga dengan keimanan untuk terus berikhtiar, kerja keras untuk terus berupaya, tawakkal untuk berserah diri kepada Allah S.W.T, serta doa dan dukungan dari Papah dan Mamah

Penilaian obesitas yang dikaitkan dengan tekanan darah tinggi dapat dilakukan dengan pemeriksaanan tropometri diantaranya Indeks Massa Tubuh (IMT), Lingkar Pinggang (LiPi),

d.Dağıtım tablolarındaki aygıtlara (sigorta, anahtar, sayaç, zil transformatörü vb.) etiket takılmalı, klemens ve iletkenlere numara verilmelidir. 60 A' e kadar

1) Pengetahuan, anak-anak menjadi mengenal dan mengetahui identitas diri (terkait gender, etnis, asal, maupun agama) dan identitas budaya temannya. Pengetahuan

Peta ini menggambarkan semua gerakan-gerakan saat bekerja dan waktu mengganggur yang dilakukan oleh tangan kiri dan tangan kanan juga menunjukkan perbandingan