• Tidak ada hasil yang ditemukan

SKRIPSI KINERJA SATUAN POLISI PAMONG PRAJA DALAM PENERTIBAN PEDAGANG KAKI LIMA DI KABUPATEN GOWA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "SKRIPSI KINERJA SATUAN POLISI PAMONG PRAJA DALAM PENERTIBAN PEDAGANG KAKI LIMA DI KABUPATEN GOWA"

Copied!
98
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

KINERJA SATUAN POLISI PAMONG PRAJA DALAM PENERTIBAN PEDAGANG KAKI LIMA DI KABUPATEN GOWA

NURUL FADILA

Nomor Stambuk: 1056 10537315

PROGRAM STUDI ILMU ADMINISTRASI NEGARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR

2020

(2)

KINERJA SATUAN POLISI PAMONG PRAJA DALAM PENERTIBAN PEDAGANG KAKI LIMA DI KABUPATEN GOWA

SKRIPSI

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Ilmu Administrasi Negara

Disusun dan Diajukan Oleh

NURUL FADILA

Nomor Stambuk : 105610537315

Kepada

PROGRAM STUDI ILMU ADMINISTRASI NEGARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITASMUHAMMADIYAH MAKASSAR 2020

(3)

HALAMAN PERSETUJUAN

Judul Skipsi : Kinerja Satuan Polisi Pamong Praja Dalam Penertiban Pedagang Kaki Lima Di Kabupaten Gowa

Nama Mahasiswa : Nurul Fadila Nomor Stambuk : 1056 1053 7315

Program Studi : Ilmu Administrasi Negara

Menyetujui :

Pembimbing I Pembimbing II

Dr. H. Mappamiring, M. Si Dr. Hj. Ihyani Malik, S.Sos., M.Si

Mengetahui:

Dekan Ketua Program Studi

Dr. Hj. Ihyani Malik, S.Sos., M.Si Nasrul Haq, S.Sos., M. PA

NBM: 730727 NBM: 1067463

(4)

HALAMAN PENERIMAAN TIM

Telah diterima oleh Tim Penguji Skripsi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah Makassar berdasarkan Surat Keputusan Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah Makassar Nomor 0135/FSP/A.4-II/XI/42/2020 sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan studi dan memperoleh gelar sarjana dalam Program Studi Ilmu Administrasi Negara yang dilaksanakan di Makassar pada hari Rabu, tanggal 02, bulan Desember tahun 2020.

TIM PENILAI

Ketua

Dr. Hj. Ihyani Malik. S.Sos, M.Si NBM: 730727

Sekretaris

Dr. Burhanuddin, S.Sos, M.Si NBM: 1084366

PENGUJI:

1. Dr. H. Mappamiring, M.Si ( )

2. Dr. Andi Rosdianti Razak, M.Si ( )

3. Dr. Hj. Fatmawati, M.Si ( )

4. Dr. Hj. Ihyani Malik, S.Sos., M.Si ( )

(5)

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ILMIAH

Yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama Mahasiswa : Nurul Fadila Nomor Stambuk : 105610537315

Program Studi : Ilmu Administrasi Negara

Dengan ini menyatakan bahwa Skripsi yang berjudul : Kinerja Satuan Polisi Pamong Praja Dalam Penertiban Pedagang Kaki Lima Di Kabupaten Gowa adalah benar merupakan hasil karya yang belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Semua sumber data dan informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Makassar, 26 September 2020 Yang Menyatakan

Nurul Fadila

(6)

ABSTRAK

NURUL FADILA (105610537315), “Kinerja Satuan Polisi Pamong Praja Dalam Penertiban Pedagang Kaki Lima Di Kabupaten Gowa” (dibimbing oleh Mappamiring dan Ihyani Malik).

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimanakah kinerja satuan polisi pamong praja dalam penertiban pedagang kaki lima di kabupaten Gowa.

Metode penelitian dengan lokasi penelitian ini dilaksanakan di kantor satuan polisi pamong praja di kabupaten Gowa. Jenis penelitian kualitatif dengan sumber data terdiri atas data primer dan data sekuder. Informan penelitian terdiri atas sekertaris satuan polisi pamong praja, pegawai dan pedagang kaki lima. Teknik pengumpulan data menggunakan observasi, wawancara, dokumentasi. Teknik analisi data meliputi redukasi data, penyajian data dan verifikasi.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) Kualitas kerja dari penertiban pedagang kaki lima yang dilakukan oleh kepala bidang satpol pp dan anggotanya cukup baik (2) Kuantitas kerja satuan polisi pamong praja dalam penertiban pedagang kaki lima sudah baik karena anggota satpol pp bekerja berdasarkan tugas dan instruksi yang di berikan, hampir seluruh anggota juga menaati peraturan yang ada seperti tidak bertindak kasar kepada pedagang kaki lima (3) Pelaksanaan tugas satuna polisi pamong praja sudah terbilang baik, karena saat penertiban anggota satpol pp mampu melaksanakan tugasnya dengan baik (4) Tanggung jawab satuan polisi pamong praja dalam menertibkan pedagang kaki lima sudah berusaha disiplin dalam melakukan tugasnya dengan cara menyampaikan dan menghimbau kepada anggota agar selama pelaksanaan tugas harus bertanggung jawab serta tidak mengambil gerakan tambahan yang dapat merugikan orang lain.

Kata Kunci: Kinerja, Satpol PP, Pemerintah, Pedagang Kaki Lima.

(7)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Kinerja Satuan Polisi Pamong Dalam Penertiban Pedagang Kaki Lima di Kabupaten Gowa”.

Skripsi ini merupakan tugas akhir yang diajukan untuk memenuhi syarat dalam memperoleh gelar sarjana Ilmu Administrasi Negara pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah Makassar. Dalam lembar ini penulis hendak menyampaikan terimah kasih yang sedalam-dalamnya kepada kedua orang tua saya, ayahanda Andi Raba S.P dan ibunda Marlang atas segala kasih sayang, cinta, pengorbanan serta do’a yang tulus dan ikhlas yang senantiasa beliau panjatkan kepada Allah SWT sehingga menjadi pelita terang dan semangat yang luar biasa bagi penulis dalam menggapai cita-cita.

Penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini tidak akan terwujud tanpa adanya bantuan dan dorongan dari berbagai pihak. Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terimah kasih kepada yang terhormat:

1. Bapak Dr. H. Mappamiring, M.Si selaku Pembimbing I dan Ibu Dr. H. Ihyani Malik, S.Sos., M.Si selaku Pembimbing II yang senantiasa meluangkan waktunya membimbing dan mengarahkan penulis, sehingga skripsi ini dapat diselesaikan.

2. Ibu Dr. H. Ihyani Malik, S.Sos., M.Si selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan

(8)

Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah Makassar.

3. Bapak Nasrul Haq, S.Sos., M. PA selaku Ketua Prodi Ilmu Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah Makassar.

4. Ibu Nurbiah Tahir, S.Sos, M. AP selaku Sekretaris Jurusan Ilmu Administrai Negara.

5. Bapak dan Ibu dosen Ilmu Administrasi Negara dan seluruh staf Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah Makassar.

6. Para pihak Dinas/Instansi yang ada pada lingkup Pemerintah Satuan Polisi Pamong Praja Kabupaten Gowa yang telah memberikan ruang dan kesempatan serta informasi pada saat melakukan penelitian.

7. Ucapan terimakasih kepada kakak tercinta Auliah Mutmainnah S.P yang telah membantu penulis dengan material

8. Para sepupu dan sahabat Rahmat, Yuniza, Bintang, Jamia, Afrida, Aura, Febrilia, Elvira, Vikra, Justika, Sintia dan Fatimah yang selalu senantiasa memberikan inspirasi, motivasi dan tawa dalam mendorong penyusunan skripsi.

Demi kesempurnaan skripsi ini, saran dan kritik yang sifatnya membangun sangat penulis harapkan. Semoga karya skripsi ini bermanfaat dan dapat memberikan sumbangan yang berarti bagi pihak yang membutuhkan.

Makassar, 26 September 2020

Nurul Fadila

(9)

DAFTAR ISI

HALAMAN PENGAJUAN SKRIPSI ... i

HALAMAN PERSETUJUAN ... ii

HALAMAN PENERIMAAN TIM ... iii

HALAMAN PERNYATAAN ... iv

ABSTRAK ... v

KATA PENGANTAR ... vi

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR GAMBAR ... xi

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 7

C. Tujuan Penelitian ... 8

D. Manfaat Penelitian ... 9

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA A. Penelitian Terdahulu ... 10

B. Teori Manajemen Kinerja ... 11

C. Konsep Kinerja... 13

D. Definisi Satuan Polisi Pamong Praja... 17

E. Sejarah Munculnya PKL ... 23

F. Pengertian Pedagang Kaki Lima ... 26

G. Jenis dan Tempat Usaha PKL ... 29

H. Kerangka Pikir ... 31

I. Fokus Penelitian ... 32

J. Deskripsi Fokus Penelitian ... 32

BAB III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Lokasi Penelitian ... 34

B. Jenis dan Tipe Penelitian ... 34

C. Sumber Data ... 35

D. Informan Penelitian ... 35

D. Teknik PengumpulanData ... 37

(10)

E. Teknik Analisis Data ... 37

G. Pengabsahan Data ... 39

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Objek Penelitian ... 41

B. Hasil Penelitian ... 48

C. Pembahasan ... 68

BAB V. PENUTUP A. Kesimpulan ... 72

B. Saran ... 73

DAFTAR PUSTAKA ... 75

LAMPIRAN ... 77

• Dokumentasi Penelitian ... 78

• Jumlah PKL Yang Di Tertibkan Tahun 2019 ... 85

• Riwayat Hidup ... 86 SURAT PENELITIAN

(11)

DAFTAR TABEL

1. Informan Penelitia ... 36 2. Jumlah Pegawai Satpol PP Tingkat Pendidikan ... 46 3. Jumlah Pegawai Satpol PP Berdasarkan Jenis Kelamin ... 46

(12)

DAFTAR GAMBAR

1.1 Bagan Struktur Satpol PP Kab. Gowa ... 30 1.2 Bagan Kerangka Pikir ... 31

(13)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pemerintah adalah organisasi yang memiliki kewenangan untuk membuat dan menerapkan hukum serta Undang-Undang di wilayah tertentu. Dalam hal ini pemerintah adalah suatu lembaga yang memiliki tugas untuk mewujudkan tujuan Negara di mana lembaga tersebut diberikan kewenangan untuk melaksanakan kepemimpinan dan koordinasi pemerintah serta pembangunan masyarakat dari berbagai lembaga di mana mereka ditempatkan.

Dalam arti sempit, pemerintah adalah hanya Badan Eksekutif saja. Dalam pemerintahan terdapat beberapa struktur organisasi di tiap–tiap tingkatan pemerintah daerah, sedangkan pengertian pemerintah dalam arti luas adalah pemerintah adalah semua aparatur Negara (Eksekutif, Legislatif, dan Yudikatif) yang bertugas untuk menjalankan sistem pemerintahan.

Organisasi pemerintah daerah merupakan lembaga yang menjalankan seluruh kegiatan pemerintah yang sumber legitimasinya berasal dari masyarakat di suatu daerah. Untuk membantu melancarkan kegiatan dan mengatur masyarakat, pemerintah daerah mengeluarkan peraturan daerah (PERDA) Nomor 05 Tahun 2009 tentang Pembinaan dan Penataan Pedagang Kaki Lima. Salah satu tujuan Peraturan daerah adalah meningkatkan kualitas lingkungan menjaga kelestarian fungsi

(14)

lingkungan hidup dan kesehatan masyarakat. Dalam pelaksanaanya diperlukan suatu kemampuan untuk menangani berbagai pelanggaran-pelanggaran yang menyangkut ketertiban daerah.

Keamanan dan ketertiban masyarakat merupakan salah satu kebutuhan manusia. Masyarakat itu sesungguhnya manusia yang baik sebagai perorangan atau kelompok-kelompok manusia yang telah berhimpun untuk memenuhi berbagai keperluan atau tujuan dalam hubungan bermsyarakat atau pergaulan sehingga perlu berinteraksi antara individu dan kelompok yang saling membutuhkan satu sama lain.

Agar hubungan ini berjalan dengan baik dibutuhkan aturan atau kaidah-kaidah yang mengikat untuk melindungi, menghormati dan hak orang lain serta memberikan rasa aman, dan tertib dalam kehidupan bermasyarakat.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara dimana pada Bab I Ketentuan Umum Pasal 1 angka 2 berbunyi

“Pegawai Aparatur Sipil Negara yang selanjutnya disebut Pegawai ASN adalah pegawai negeri sipil dan pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja yang diangkat oleh pejabat pembina kepegawaian dan diserahi tugas dalam suatu jabatan pemerintahan atau diserahi tugas negara lainnya dan digaji berdasarkan peraturan pendung-undangan”.

Kinerja merupakan prestasi kerja, yaitu perbandingan antara hasil kerja dengan standar yang ditetapkan (Dessler, 2004: 41) kinerja adalah hasil kerja baik secara kualitas maupun kuantitas yang dicapai oleh seseorang dalam melaksanakan tugas sesuai tanggung jawab yang diberikan (mangkunegara, 2002: 22). Kinerja

(15)

adalah hasil atau tingkat keberhasilan sesorang secara keseluruhan selama periode tertentu dalam melaksanakan tugas dibandingkan dengan berbagai kemungkinan, seperti standar hasil kerja, target atau sasaran maupun kriteria yang telah ditentukan terlebih dahulu telah disepakati bersama (Rivai dan Basri, 2005: 50).

Jadi kinerja adalah kualitas dan kuantitas yang harus dicapai sesorang serta melaksanakan tugas sesuai dengan tanggung jawabnya, target atau sasaran adapun tingkat keberhasilan seseorang secara keseluruhan selama periode tertentu.

Moeheriono (2012:95) kinerja atau performance merupakan gambaran mengenai tingkat pencapaian pelaksanaan suatu program kegiatan atau kebijakan dalam mewujudkan sasaran, tujuan, visi, dan misi organisasi yang dituangkan melalui perencanaan strategis suatau organisasi.

Widodo (2006:78), mengatakan bahwa kinerja adalah melakukan suatu kegiatan dan menyempurnakannya sesuai dengan tanggung jawabnya dengan hasil seperti yang diharapkan. Sedangkat menurut Mahsun (2006: 78) kinerja (performance) adalah gambaran mengenai tingkat pencapaian pelaksanaan suatu

kegiatan atau program maupun kebijakan dalam mewujudkan sasaran, tujuan, misi dan visi organisasi yang tertuang dalam strategic planning suatau organisasi.

Berdasarkan definisi di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa kinerja merupakan hasil kerja organisasi ataupun gambaran mengenai apakah suatu organisasi telah dapat melaksanakan kegiatan atau kebijakan sesuai dengan visi dan misi yang telah dibuat atau ditentukan sebelumnya oleh organisasi tersebut.

(16)

Sumber Daya Manusia (SDM) merupakan bagian terpenting dari pencapaian tujuan sebuah organisasi. Manusia sebagai sumber daya utama yang terampil sangat dibutuhkan dalam berbagai bidang karena sudah merupakan tuntutan dunia global.

Dalam sebuah organisasi sumber daya manusia tersebut ditujukan untuk mencapai tujuan organisasi dan pengembangan individu yang bersangkutan dalam lingkup pekerjaan. Sumber daya manusia memiliki kedudukan sentral karena berperan dalam menentukan tingkat keefektifan dan keefisienan organisasi.

Sumber daya manusia diperlukan di semua instansi salah satunya termasuk instansi pemerintahan. Dalam mencapai tujuan, dibutuhkan kinerja yang baik dari semua komponen yang mempunyai peranan penting. Polisi adalah suatu bagian yang berperan penting dalam mengntrol kehidupan bermasyarakat yang di perlukan untuk menunjang tercapainya tujuan keamanan. Aparat kepolisian juga berperan aktif dalam memberikan layanan kepada seluruh pihak yang berkepentingan terutama dalam hal layanan keamanan. Polisi dituntut untuk dapat memberikan layanan yang bermutu untuk menunjang segala kelancaran aktifitas masyarakat.

Menurut Malayu S.P Hasibuan (2012: 10), menyatakan bahwa Manajemen Sumber Daya Manusia (MSDM) adalah ilmu dan seni mengatur hubungan dan peran tenaga kerja agar efektif dan efisien membantu terwujudnya tujuan perusahaan, karyawan dan masyarakat.

Sedangkan menurut serdamayanti (2014: 25) menyatakan bahwa Manajemen Sumber Daya Manusia (MSDM) yaitu rancangan sistem formal dalam organisasi

(17)

untuk memastikan secara penggunaan bakat manusia secara efektif dan efisien guna mencapai tujuan organisasi.

Berdasarkan pengertian dari manajemen sumber daya manusia (MSDM) menurut beberapa ahli di atas, maka dapat dikatakan bahwa manajemen sumber daya manusia adalah salah satu bidang manajemen yang secara khusus mengatur peranan manusia dalam mewujudkan tujuan organisasi maupun perusahaan.

Terbitnya Undang-Undang nomor 32 Tahun 2004 tentang pemerintahan daerah, dalam Pasal 148 ayat 1 disebutkan bahwa polisi pamong praja ditetapkan sebagai perangkat pemerintah daerah dengan tugas pokok menegakkan peraturan daerah, penyelenggaraan ketertiban umum dan ketentraman masyarakat, sebagai pelaksana tugas desentralisasi. Desentralisasi sendiri adalah suatu cara pemerintah di mana sebagian dari kekuasaan mengatur dan mengurus dari pemerintah pusat diserahkan kepada kekuasaan - kekuasaan bawahan.

Satuan polisi pamong praja dapat berkedudukan di daerah provinsi dan daerah kabupaten atau kota. Di daerah provinsi, satuan polisi pamong praja dipimpin oleh kepala yang berada dibawah dan bertanggung jawab kepada gubernur melalui sekertaris daerah. Di daerah kabupaten atau kota, satuan polisi pamong praja dipimpin oleh kepala yang berada dibawah dan bertanggung jawab kepada bupati atau walikota melalui sekertaris daerah.

Keberadaan satuan polisi pamong praja dalam pemerintah daerah mempunyai arti khusus yang cukup stategis karena Satuan polisi pamong praja mempunyai tugas membantu kepala daerah untuk menciptakan suatu kondisi daerah yang tentram,

(18)

tertib, dan teratur sehingga penyelenggaraan roda pemerintahan dapat berjalan sesuai dengan harapan dan masyarakat mampu melakukan rutinitasnya atau kegiatannya dengan aman tanpa tekanan. Untuk mewujudkan suatu keadaan tersebut maka aparat pemerintahan perlu lebih intens dalam melakukan pengawasan kinerja para aparat yang bertugas menjalankan yang seharusnya dilakukan.

Demikian pula, satuan polisi pamong praja di lingkup pemerintah Kabupaten Gowa, dalam hal sikap dan perilaku pegawai satuan polisi pamong praja dituntut untuk selalu siaga dan cekatan dalam menyelesaikan setiap masalah yang ada di lapangan. Namun pada kenyataannya sikap dan perilaku yang dimiliki oleh beberapa pegawai masih dinilai kurang dari yang diharapkan, hal ini terbukti dari hasil evaluasi penulis di kantor satuan polisi pamong praja kabupaten Gowa bahwa ada beberapa pegawai yang datang terlambat pada saat menangani masalah di lapangan, padahal tugas di lapangan harus cekatan dan tepat waktu dalam menyelesaikannya.

Selanjutnya, tingkat tanggung jawab yang dimiliki beberapa pegawai dapat dikatakan masih rendah. Pegawai seharusnya bekerja sesuai dengan jam yang sudah ditentukan oleh kantor. Namun pada kenyataannya banyak pegawai yang meninggalkan tugas pada saat mendapatkan giliran piket atau memilih pulang lebih awal dari waktu yang telah ditentukan.

Untuk memenuhi harapan masyarakat atas upaya perlindungan dan ketertiban, merupakan tantangan tersendiri bagi kelembagaan, khususnya satuan polisi pamong praja itu sendiri dalam memenuhi tugas pokok dan fungsinya. Di mana perlu didukung oleh kualitas sumber daya manusia, anggaran operasional, dan sarana

(19)

prasarana satuan polisi pamong praja yang memadai. Sumber daya manusia, anggaran operasional, dan sarana prasarana aparat memiliki sisi lemah terutama berkenaan dengan kemampuan skill dan manajerial, khususnya pemahaman pendalaman pengetahuan indikator aspek hukum dalam menjalankan tugas-tugas di lapangan.

Ketersediaan sumber daya manusia yang maksimal belum dapat dipenuhi dalam sistem perekrutan aparat. Sistem tata kerja kelembagaan yang ada masih belum sinergis dari hulu hingga hilir, di mana menempatkan petugas satuan polisi pamong praja sebagai ujung tombak dalam menyelesaikan suatu permasalahan pada sisi hilirnya, tanpa perlibatan proses sejak awal.

Melihat masalah di atas mengenai kurangnya kesadaran dari polisi pamong praja maka penulis mengambil judul “Kinerja Satuan Polisi Pamong Praja Dalam Penertiban Pedagang Kaki Lima di Kabupaten Gowa”

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian pada latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam peneltiian ini yaitu:

1. Bagaimanakah kualitas kinerja satuan polisi pamong praja dalam menangani pedagang kaki lima?

2. Bagaimanakah kuantitas kinerja satuan polisi pamong praja dalam menangani pedagang kaki lima?

(20)

3. Bagaimanakah pelaksanaan tugas satuan polisi pamong praja dalam menangani pedagang kaki lima?

4. Bagaimanakah tanggung jawab satuan polisi pamong praja dalam menangani pedagang kaki lima?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah yang dikemukakan sebelumnya, maka tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui:

1. Bagaimana kualitas kinerja satuan polisi pamong praja dalam menangani pedagang kaki lima

2. Bagaimana kuantitas kinerja satuan polisi pamong praja dalam menangani pedagang kaki lima

3. Bagaimana pelaksanaan tugas satuan polisi pamong praja dalam menangani pedagang kaki lima

4. Bagaimana tanggung jawab satuan polisi pamong praja dalam menangani pedagang kaki lima

(21)

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini memiliki kegunaan:

1. Manfaat praktis

a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi peningkatan kinerja aparatur dari satuan polisi pamong praja kabupaten Gowa dalam melayani masyarakat, yaitu pelayanan di bidang ketentraman dan ketertiban umum.

b. Sebagai bahan kajian atau studi banding bagi yang ingin melakukan penelitian.

2. Manfaat teoritis

a. Sebagai salah satu bahan bacaan atau sumber referensi yang dimiliki oleh Perpustakaan Universitas Muhammadiyah Makassar.

b. Sebagai salah satu sumber data dan informasi atau bahan referensi dasar bagi para mahasiswa dan peneliti yang berminat untuk melakukan penelitian.

c. Sebagai salah satu sumber referensi dalam diskusi, seminar, maupun pengkajian terkait kinerja satuan polisi pamong praja.

d. Sebagai salah satu sumber data, informasi, dan referensi tambahan dalam Ilmu Administrasi Publik.

(22)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. PENELITIAN TERDAHULU

Adapun penelitian-penelitian terdahulu yang relevan dalam mendukung penelitian ini, di antaranya:

a. Penelitian Wahida Ardiantiana Rasyid (2018) dengan judul “ Kinerja Satuan Polisi Pamong Praja dalam pelaksanaan Peraturan Daerah Nomor 9 Tahun 2001 tentang Larangan Mengonsumsi Minuman Keras di Kabupaten Maros”

yang menyimpulkan bahwa dilihat dari sisi kualitas Satpol PP belum optimal dalam menangani larangan mengonsusmsi minuman keras namun aparat telah menunjukkan usahanya dengan berpatroli dan bersosialisasi.

b. Penelitian Andi Muhammad Ardan (2016) dengan judul “Kinerja Pegawai Satuan Polisi Pamong Prja dalam menertibkan Pedagang Kaki Lima di Kecamatan Samarinda Ilir Kota Samarinda” yang menyimpulakan bahwa kualitas kerja dari penertiban pedagang kaki lima yang di lakukan oleh anggota Satpol PP cukup baik. Akan tetapi belum terlalu optimal karena masih banyak terdapat pedagang kaki lima yang beraktifitas di Kecamatan Samarinda Ilir Kota Samarinda.

(23)

B. TEORI MANAJEMEN KINERJA

Manajemen kinerja adalah manajemen tentang menciptakan hubungan dan memastikan komunikasi yang efektif. Manajemen kinerja memfokuskan pada apa yang diperlukan oleh organisasi, manajer, dan pekerja untuk berhasil. Manajemen kinerja adalah tentang bagaimana kinerja dikelola untuk memperoleh sukses. Definisi dari manajemen kinerja terdapat beberapa pandangan para pakar tentang pengertian manajemen kinerja.

Fahmi (2014:128) berpendapat bahwa manajemen kinerja adalah suatu ilmu yang memadukan seni di dalamnya untuk menerapkan suatu konsep manajemen yang memiliki tingkat fleksibilitas yang representatif dan aspiratif guna mewujudkan visi dan misi perusahaan dengan cara mempergunakan orang yang ada di organisasi tersebut secara maksimal. Jadi memanajemen kinerja itu harus memiliki beberapa visi dan misi secara baik dan benar. Didalam suatu kantor atau perusahaan biasanya memiliki visi dan misi untuk menunjang tercapainya tujuan dalam suatu pekerjaan dan juga, diperlukan beberapa organisasi yang harus mengontrol tiap–tiap pekerjaan yang harus selesai tepat pada waktunya.

Bacal (2012:4) mengemukakan bahwa manajemen kinerja adalah proses komunikasi yang sedang berjalan, dilakukan dengan kemitraan antara pekerja dengan atasan langsung mereka, yang menyangkut menciptakan harapan yang jelas dan saling pengertian tentang pekerjaan yang harus dilakukan, Sedangkan Wibowo (2007:9) berpendapat bahwa manajemen kinerja merupakan gaya manajemen dalam

(24)

mengelola sumber daya yang berorientasi pada kinerja yang melakukan proses komunikasi secara terbuka dan berkelanjutan dengan menciptakan visi bersama dan pendekatan strategis serta terpadu sebagai kekuatan pendorong untuk mencapai tujuan organisasi.

Armstrong (2004:29) lebih melihat manajemen kinerja sebagai sarana untuk mendapatkan hasil yang lebih dari organisasi, tim, dan individu dengan cara memahami dan mengelola kinerja dalam suatu kerangka tujuan, standar, dan persyaratan-persyaratan atribut atau kompetensi terencana yang telah disepakati.

Sedangkan menurut Kreitner dan Anggelo kinicki (2014:246) manajemen kinerja (Performance Management) adalah sistem perusahaan di mana manajer mengintegrasikan aktivitas penentuan tujuan, pengawasan dan evaluasi, penyediaan umpan balik dan pelatihan, dan penghargaan karyawan secara kontinu.

Berdasarkan pendapat beberapa ahli diatas dapat disimpulkan, bahwa manajemen kinerja adalah tata kelola kinerja individu ataupun suatu kelompok dalam sebuah organisasi agar tujuan dan sasaran yang ingin di capai suatu organisasi dapat tercapai dengan baik, dan manajemen kinerja memerlukan proses yang cukup lama.

Menurut Dessler (2003:322) manajemen kinerja adalah suatu proses manajemen yang dirancang untuk menghubungkan tujuan organisasi dengan tujuan individu sedemikian rupa, sehingga baik tujuan indviidu maupun tujuan perusahaan dapat bertemu. Berdasarkan pendapat ahli diatas kesimpulan saya bahwa dalam hal ini bagi pekerja bukan hanya tujuan individunya yang tercapai tetapi juga ikut

(25)

berperan dalam pencapaian tujuan organisasi, yang membuat dirinya termotivasi serta mendapa kepuasan yang lebih besar.

C. KONSEP KINERJA

Konsep kinerja pada dasarnya dapat diilihat dari dua segi yaitu kinerja pegawai (perindividu) dan kinerja organisasi. Kinerja pegawai adalah hasil kerja perseorangan dalam suatu organisasi. Sedangkan kinerja organisasi adalah totalitas hasil kerja yang dicapai suatu organisasi. Kinerja pegawai dan kinerja organisasi memiliki keterkaitan yang sangat erat. Tercapainya tujuan organisasi tidak bisa dilepaskan dari sumber daya yang dimiliki oleh organisasi yang digerakkan atau dijalankan pegawai yang berperan aktif sebagai upaya perilaku dalam upaya mencapai tujuan organisasi.

Kinerja artinya sama dengan prestasi kerja atau dalam Bahasa Inggrisnya disebut Performance. Abdullah (2013;331) dilihat dari asal katanya, kinerja itu adalah terjemahan dari performance yang berarti hasil kerja atau prestasi kerja. Dan dalam pengertian yang simpel kinerja adalah hasil dari pekerjaan organisasi, yang dikerjakan oleh karyawan dengan sebaik-baiknya sesuai dengan petunjuk (manual), arahan yang diberikan oleh pimpinan (manajer) kompetensi dan kemampuan karyawan mengembangkan nalarnya dalam bekerja.

Moeheriono (2012:95) kinerja atau performance merupakan gambaran mengenai tingkat pencapaian pelaksanaan suatu program kegiatan atau kebijakan

(26)

dalam mewujudkan sasaran, tujuan, visi, dan misi organisasi yang di tuangkan melalui perencanaan strategis suatau organisasi.

Menurut Dharma (2003 : 55) dalam pengukuran kinerja seseorang dapat dilihat sebagai berikut :

1. Kuantitas, yaitu melibatkan perhitungan keluaran dari proses atau pelaksanaan kegiatan. Hal ini berkaitan dengan jumlah keluaran yang dihasilkan.

2. Kualitas, yaitu mencerminkan seberapa baik penyelesaian atau mutu yang dihasilkan. Hal ini berkaitan dengan bentuk keluaran.

3. Ketepatan waktu, yaitu sesuai tidaknya penyelesaian pekerjaan dengan waktu yang direncanakan.

Wirawan (2009:5), kinerja merupakan singkatan dari kinetika energy kerja yang pandangannya dalam bahasa inggeris adalah performance. kinerja adalah keluaran yang dihasilkan oleh fungsi-fungsi ataupun indikator-indikator suatu pekerjaan dan suatu profesi dalam waktu tertentu. Saya dapat menarik kesipulan bahwasanya kinerja adalah kinetika energy kerja yang pandangannya mengarah ke performance. Kinerja juga ialah keluaran performance yang dihasilkan dari fungsi-

fungsi atau indikator suatu pekerjaan dalam waktu tertentu.

Colquitt, LePine, dan Wesson, (2011:35) mengemukakan bahwa kinerja adalah nilai serangkaian perilaku pekerja yang memberikan konstribusi, baik secara positif maupun negatif, pada penyelesaian tujuan organisasi. Pendapat lain memandang kinerja sebagai cara untuk memastikan bahwa pekerja individual atau tim tahu apa yang di harapkan dari mereka dan mereka tetap fokus pada kinerja efektif dengan

(27)

memberikan perhatian pada tujuan, ukuran dan penilaian (cascio, 2013:693).

Pendapat lain juga menyatakan bahwa kinerja adalah hasil dari pekerjaan yang berkaitan dengan tujuan organisasi seperti kualitas, efisiensi dan criteria lain dari efektivitas (Gibson, Ivancevich, Donnelly, dan Konopaske, 2012:374).

Sedarmayanti (2011:260) mengungkapkan bahwa kinerja merupakan terjemahan dari performance yang berarti hasil kerja seorang pekerja, sebuah proses manajemen atau suatu organisasi secara keseluruhan, di mana hasil kerja tersebut harus dapat ditunjukkan buktinya secara kongkrit dan dapat di ukur (dibandingkan dengan standar yang telah ditentukan).

Berdasarkan beberapa definisi mengenai kinerja di atas, dapat di tarik kesimpulan bahwa kinerja merupakan hasil kerja organisasi ataupun gambaran mengenai apakah suatu organisasi telah dapat melaksanakan kegiatan atau kebijakan sesuai dengan visi dan misi yang telah dibuat atau di tentukan sebelumnya oleh organisasi tersebut.

Wibowo (2006:3) kinerja merupakan implementasi dari rencana yang telah disusun tersebut. Implementasi kinerja dilakukan oleh sumberdaya manusia yang memiliki kemampuan, kompetensi, motivasi dan kepentingan. Bagaimana organisasi menghagai dan memperlakukan sumber daya manusianya akan memengaruhi sikap dan perilakunya dalam menjalankan kinerjanya.

Umar (2004: 76) dalam Dwi Jatmiko mengatakan bahwa pengertian kinerja sebagai berikut: “kinerja adalah keseluruhan kemampuan seseorang untuk bekerja sedemikian rupa sehingga mencapai tujuan kerja secara optimal dan berbagai sasaran

(28)

yang telah diciptakan dengan pengorbanan rasio kecil dibandingkan dengan hasil yang dicapai”.

Rivai (2010: 548) dalam Wahyudi (2014: 28) mengungkapkan bahwa kinerja karyawan tersebut merupakan hal yang sangat penting dalam upaya perusahaan untuk mencapai tujuannya. Adapun salah satu cara yang dapat digunakan untuk melihat perkembangan perusahaan adalah dengan cara melihat hasil penilaian kinerja. Dari hasil penilaian tersebut dapat dilihat kinerja karyawan atau dengan kata lain bahwa kinerja adalah hasil kerja konkret yang dapat diamati dan diukur.

Kinerja adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya. Dengan kata lain bahwa kinerja adalah hasil kerja yang dicapai oleh seseorang dalam melaksanakan tugas yang diberikan kepadanya sesuai dengan kriteria yang ditetapkan. Terdapat tiga faktor utama yang berpengaruh pada kinerja, yaitu individu (kemampuan kerja), usaha kerja (keinginan untuk bekerja), dan dukungan organisasional (kesempatan untuk bekerja). Terdapat empat unsur dalam kinerja, yaitu hasil-hasil fungsi pekerjaan, faktor-faktor yang berpengaruh terhadap prestasi karyawan, pencapaian tujuna organisasi, dan periode waktu tertentu (tika, 2006L: 121). Dari beberapa pengertian yang telah dikemukakan di atas, bahwa pada dasarnya kinerja merupakan suatu tindakan yang dilakukan oleh individu untuk diselesaikan dalam kurun waktu tertentu sehingga dapat diukur dan diamati.

Anwar Prabu Mangkunegara (2009:75) mengemukakan bahwa indikator kerja, yaitu:

(29)

a. Kualitas, kualitas kerja adalah seberapa baik seorang karyawan mengerjakan apa yang seharusnya dikerjakan.

b. Kuantitas, kuantitas kerja adalah seberapa lama seorang pegawai bekerja dalam satu harinya kuantitas kerja ini dapat dilihat dari kecepatan kerja setiap pegawai itu masing-masing

c. Pelaksanaan tugas, pelaksanaan tugas kerja adalah seberapa jauh karyawan mampu melakukan pekerjaannya dengan akurat atau tidak ada kesalahan d. Tanggung jawab, tanggung jawab terhadap pekerjaan adalah kesadaran akan

kewajiban karyawan untuk melaksanakan pekerjaan yang diberikan perusahaan

D. DEFINISI SATUAN POLISI PAMONG PRAJA (SATPOL PP)

Polisi Pamong Praja sebelumnya disebut pangreh praja sampai awal kemerdekaan dalam sejarah pemerintahan daerah di Indionesia memeliki peran yang srategis, karena pamong praja tidak saja memainkan peran sebagai abdi negara dan abdi masyarakat yang menyelenggarakan pelayanan masyarakat tapi juga peran strategis dalam menjaga keutuhan Negara Republik Indonesia. Pamong praja berperan dalam mengelolah berbagai keragaman dan mengukuhkan keutuhan negara.

Pangreh praja sebagaimana pengertian secara etimologis masih relevan pada saat jaman kolonial dan awal kemerdekaan di mana pemerintah masih sangat dominan, sistem pemerintahan yang sangat sentralistik serta paradigma pemerintah

(30)

dan sentralistik serta desentralistik, kewenangan untuk mengurus juga ada pada rakyat, rakyat lebih mandiri, maka dengan kondisi ini tentunya pengertian pamong praja sebagai mana awal berkembangnya sudah berbeda dengan kondisi saat ini, definisi pamong praja sesuai dengan konteks dan jamannya perlu dinjau ulang.

Apabila dilihat dari sejarahnya, keberadaan pamong praja sudah ada sejak jaman hindia belanda sebagai korp binnenlands bestuur, yakni korp pejabat bumi putera yang bertugas menjaga kepentingan kerajaan Belanda di tanah Nusantara. Pada masa awal kemerdekaan, kemudian diganti menjadi korps pamong praja, karena istilah pangreh mengandung makna memerintah dengan paksaan

Satuan polisi pamong praja, disingkat Satpol PP adalah perangkat pemerintah daerah dalam memelihara ketentraman dan ketertiban umum serta menegakkan peraturan daerah. Organisasi dan tata kerja satuan polisi pamong praja di tetapkan dengan peraturan daerah. Satuan polisi pamong praja dapat berkedudukan di daerah provinsi dan daerah kabupaten atau kota.

Di Daerah Provinsi, satuan polisi pamong praja dipimpin oleh kepala yang berada dibawah dan bertanggung jawab kepada gubernur melalui sekretaris daerah sedangkan di daerah kabupaten atau kota, satuan polisi pamong praja dipimpin oleh kepala yang berada dibawah dan bertanggung jawab kepada bupati atau wali kota melalui sekretaris daerah.

Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia nomor 6 tahun 2010 tentang satuan polisi pamong praja, dalam Bab I (1) tentang ketentuan umum di sebutkan satuan polisi pamong praja, yang selanjutnya di singkat Satpol PP, adalah

(31)

bagian perangkat daerah dalam penegakan peraturan daerah (Perda) dan penyelenggaraan ketertiban umum serta ketenteraman masyarakat. Polisi pamong praja adalah anggota Satpol PP sebagai aparat pemerintah daerah dalam penegakan Perda dan penyelenggaraan ketertiban umum dan ketenteraman masyarakat, di mana ketertiban umum dan ketenteraman masyarakat adalah suatu keadaan dinamis yang memungkinkan pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat dapat melakukan kegiatannya dengan tenteram, tertib, dan teratur. Defenisi ini juga disebutkan dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia nomor 40 tahun 2011 tentang Pedoman Organisasi dan Tata Kerja Satuan Polisi Pamong Praja.

Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2010, Satuan polisi pamong praja dibentuk untuk membantu kepala daerah dalam menegakkan perda dan penyelenggaraan ketertiban umum dan ketenteraman masyarakat, di setiap provinsi dan kabupaten atau kota dibentuk satuan polisi pamong praja. Pembentukan organisasi satuan polisi pamong praja berpedoman pada peraturan pemerintah tersebut.

Ndaraha (2005) mengatakan pamong praja adalah mereka yang mengelola kebhinekaan dan mengukuhkan ketunggalikaan. Pamong praja kembali menjadi perbincangan di tengah masyarakat, bahkan petinggi negeri, pengamat pemerintahan termasuk penggiat Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) mencurahkan perhatian dan pikirannya untuk beberapa saat setelah kejadian “Kota Berdarah” bentrok antara polisi pamong praja dengan warga di makam Mbah Priuk Jakarta tanggal 14 April 2010 dan penertiban Peraturan Menteri Dalam Negeri nomor 26 tahun 2010 tentang

(32)

Penggunaan Senjata Bagi Satuan Polisi Pamong Praja. Bagi sebagian besar masyarakat keberadaan pamong praja identik dengan satuan polisi pamong praja, hal ini bisa dipahami karena dalam Undang-Undang yang mengatur tentang pemerintah daerah sebutan “Pamong Praja” di temukan dalam pasal yang mengatur polisi pamong praja (pasal 148 UU32/2004 dibentuk untuk membantu kepala daerah dalam penegakan peraturan daerah dan penyelenggaraan ketertiban umum dan ketentraman masyarakat). Di lingkungan Kementrian Dalam Negeri sebutan “Pamong Praja”

terkait dengan satuan polisi pamong praja (UU 32/2004 dan PP 6 tahun 2010) dan lembaga pendidikan Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN) sebagai

“Pendidikan Tinggi Pamong praja” sebagaimana dalam Peraturan Presiden Nomor 1 Tahun 2009 tentang Perubahan Atas Keputusan Presiden Nomor 87 Tahun 2004 tentang Perubahan Sekolah Tinggi Pemerintahan Dalam Negeri ke Dalam Institut Ilmu Pemerintahan. Peserta didik atau mahasiswa Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN) di sebut “Praja” dan lulusan sebagai “Pamong Praja Muda”

1. Wewenang Satuan Polisi Pamong Praja

Satuan polisi pamong praja memiliki wewenang dalam penegakan hukum peraturan daerah karena satuan polisi pamong praja adalah pejabat pemerintah pusat yang ada di daerah melaksanakan tugas pemerintahan umum. Dengan adanya kedudukan di atas maka dapat disimpulkan bahwa satuan polisi pamong praja berwenang :

(33)

a. Melakukan tindakan penertiban non yustial terhadap warga masyarakat, aparatur, atau badan hukum yang melakukan pelanggaran atas peraturan daerah atau peraturan kepala daerah.

b. Menindak warga masyarakat, aparatur, atau badan hukum yang mengganggu ketertiban umum dan ketentraman masyarakat.

c. Fasilitas dan pemberdayaan kapasitas penyelenggaraan perlindungan masyarakat.

d. Melakukan tindakan penyelidikan terhadap warga masyarakat, aparatur, atau badan hukum yang diduga melakukan pelanggaran atas peraturan daerah dan atau peraturan kepala daerah.

e. Melakukan tindakan administratif terhadap warga masyarakat, aparatur, atau badan hukum yang melakukan pelanggaran atas peraturan daerah atau peraturan kepala daerah.

2. Tugas Pokok

Satuan polisi pamong praja mempunyai tugas pokok menegakkan peraturan daerah dan menyelenggarakan ketertiban umum dan ketenteraman masyarakat serta perlindungan masyarakat dan pengamanan asset daerah.

3. Fungsi

Untuk melaksanakan tugas pokok tersebut, satuan polisi pamong praja mempunyai fungsi:

(34)

1. Penyusunan program dan pelaksanaan ketentraman dan ketertiban umum, menegakkan Peraturan Daerah, Peraturan Bupati dan Keputusan Bupati sebagai pelaksanaan Peraturan Daerah.

2. Pelaksanaan kebijakan pemeliharaan dan penyelenggaraan ketentraman dan ketertiban umum di Daerah.

3. Pelaksanaan kebijakan penegakkan Peraturan Daerah, Keputusan Bupati dan Keputusan Bupati sebagai pelaksanaan Peraturan Daerah.

4. Perlaksanaan kebijakan perlindungan masyarakat dan pengamanan asset Daerah.

5. Pelaksanaan koordinasi Penegakan Peraturan Daerah dan Peraturan Kepala Daerah, penyelenggaraan ketertiban umum dan ketenteraman masyarakat dengan Kepala Kepolisian Negara RI, Penyidik Pegawai Negeri Sipil Daerah (PPNS) dan/atau aparatur lainnya.

6. Pengawasan terhadap masyarakat agar memenuhi dan mentaati Peraturan Daerah, Peraturan Bupati dan Keputusan Bupati sebagai pelaksanaan Peraturan Daerah.

7. Pelaksanaan tugas lainnya yang diberikan oleh Kepala Daerah.

4. Indikator Kinerja Satuan Polisi Pamong Praja a. Pegawai negeri sipil

b. Berijazah sekurang-kurangnya sekolah lanjutan tingkat atas atau yang setingkat

(35)

c. Tinggi badan sekurang-kurangnya 160 cm (seratus enam puluh sentimeter) untuk laki-laki dan 155 cm (seratus lima puluh lima sentimeter) untuk perempuan

d. Berusia sekurang-kurangnya 21 (dua puluh satu) tahun e. Sehat jasmani dan rohani; dan

f. Lulus pendidikan dan pelatihan dasar polisi pamong praja

E. SEJARAH MUNCULNYA PEDAGANG KAKI LIMA

Pedagang kaki lima atau yang sering di sebut PKL merupakan sebuah komunitas pedagang, yang kebanyakan berjualan dengan memanfaatkan area pinggir jalan raya. Meraka menggelar dagangannya, atau gerobaknya, di pinggir perlintasan jalan raya. Sebenarnya istilah pedagang berasal dari masa penjajahan kolonial Belanda peratutan pemerintahan waktu itu menetapkan bahwa setiap jalan raya yang dibangun hendaknya menyediakan sarana untuk pejalan kaki. Lebar ruas untuk pejalan adalah lima kaki atau sekitar satu setengah meter. Di beberapa tempat, pedagang kaki lima dipermasalahkan karena mengganggu para pengendara kendaraan bermotor, menggunakan badan jalan dan trotoar. Selain itu ada pedagang kaki lima yang menggunakan sungai dan saluran air terdekat untuk membuang sampah dan air cuci. Sampah dan air sabun dapat merusak sungai yang ada dengan mematikan ikan dan menyebabkan pencemaran lingkungan. Tetapi pedagang kaki lima kerap menyediakan makanan atau barang lain dengan harga yang lebih, bahkan sangat murah dari pada membeli di pedagang yang hendak memulai bisnis dengan modal

(36)

yang kecil atau orang kalangan ekonomi lemah yang biasanya mendirikan bisninya di sekitar rumah mereka.

Istilah pedagang kaki lima berasal dari masa kolonial Belanda. Tepatnya pada saat Gubernur Jendral Stanford Raffles berkuasa (1811-1816). Jauh sebelum Indonesia merdeka, pemerintah Belanda membuat sebuah peraturan yakni setiap jalanan yang dibangun harus memiliki sarana untuk para pedestrian atau pejalan kaki yang dinamakan trotoar. Trotoar ini memiliki lebar 5 feet way (Kaki: satuan panjang yang digunakan oleh mayoritas bangsa Eropa). Kebijakan ini juga diterapkan oleh Raffles pada saat ia bertugas di Singapore pada tahun 1819, tepatnya di Chinatown.

Kemudian setelah Indonesia merdeka, trotoar untuk pejalan kaki itu sering dimanfaatkan untuk tempat berjualan. Kata 5 feet sering disalah artikan ke dalam bahasa Melayu yakni kaki lima karena penerjemahan Bahasa Inggris kedalam bahasa Melayu menggunakan hukum Diterangkan. Dari istilah trotoar kaki lima inilah pedagang yang berjualan di wilayah tersebut sering dijuluki dengan nama pedagang kaki lima istilah ini menjalar ke Medan, kemudian dari Medan menjalar sampai ke Jakarta dan kota-kota lainnya Indonesia. Kemudian setelah Indonesia merdeka, trotoar yang tadinya berfungsi sebagai jalur pedestrian atau pejalan kaki sering di salah gunaka oleh pedagang untuk tempat berjualan atau sekedar untuk tempat beristirahat meletakkan gerobak dagangan mereka. Sehingga masyarakat Indonesia menyebutnya dengan pedagang kaki lima.

Menurut susan Blackburn dalam Jakarta sejarah 400 tahun, pada akhir abad ke 19 jumlah pedagang kaki lima di batavia suka berteriak untuk menarik pembeli. Tapi

(37)

pemerintah pada saat itu tidak menyukai kehadiran mereka. Menurut salah satu Bumiputera yang duduk di Dewan Kota yaitu Abdoel Moeis menyatakan bahwa pedagang kaki lima itu di usir karena banyak orang belanda yang mau melihat adanya pedagang kaki lima yang kotor di kawasan tersebut.

1. Penyebab Kemunculan Pedagang Kaki Liam

Sejak terjadinya krisis ekonomi pada tahun 1998, banyak sekali kegiatan ekonomi yang bergerak di sektor formal beralih ke sektor informal. Faktor utama beralihnya kegiatan ekonomi dari sektor formal ke sektor informal adalah sifat dari sektor informal yang tidak memerlukan tingkat keteramilan yang tinggi, modal usaha yang besar, dan sarana yang sederhana sehingga mudah dijangkau oleh semua lapisan masyarakat atau mereka yang belum memiliki pekerjaan yang tetap. Menurut jayadinata (2001: 46) karakteristik sektor informal antara lain:

a. Bentuknya tidak terorganisir b. Kebanyakan kerja sendiri c. Cara kerja tidak teratur

d. Biaya diri sendiri atau sumber tidak resmi

Terutama sejak terjadinya krisis moneter yang menyebabkan banyak perusahaan di Indonesia tidak bisa menutupi biaya operasionalnya lagi sehingga harus ditutup. Hal ini menyebabkan terjadinya Pemecatan Hubungan Kerja (PHK) besar-besaran. Sehingga angka pengangguran di Indonesai saat itu meningkat dengan pesat.

(38)

Salah satu kegiatan usaha yang bergerak di sektor informal adalah Pedagang Kaki Lima. Kesulitan untuk mencari pekerjaan serta keterbatasan kemampuan modal untuk mendirikan usaha bagi masyarakat golongan ekonomi lemah mendorong mereka untuk melakukan suatu usaha dalam mempertahankan hidupnya. Untuk mempertahankan hidupnya mereka mencari nafkah yang sesuai dengan kekuatan serta kemampuan yang dimilikinya serta serba terbatas. Wujud keterbatasan ini adalah keterbatasan tingkat pendidikan, keterbatasan kemampuan ekonomi atau keterbatasan modal, keterbatasan tentang pengetahuan dalam tatanan atau peraturan yang berlaku, membuat mereka para masyarakat ekonimo lemah untuk berusaha dalam bentuk usaha dagangan berupa pedagang kaki lima (PKL) yang mereka laksanakan di kota-kota besar untuk memenuhi kebutuhan hidup.

F. PENGERTIAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL)

Pedagang kaki lima atau yang sering di sebut PKL merupakan sebuah komunitas pedagang, yang kebanyakan berjualan dengan memanfaatkan area pinggir jalan raya. Meraka menggelar dagangannya, atau gerobaknya, di pinggir perlintasan jalan raya.

Pada masa penjajahan kolonial, peraturan pemerintah menetapkan bahwa setiap jalan raya yang dibangun hendaknya menyediakan sarana untuk para pendestrian atau pejalan kaki (sekarang ini disebut dengan trotoar). Lebar ruas untuk sarana bagi para pejalan kaki atau trotoar ini adalah lima kaki. Pemerintah pada waktu itu juga

(39)

menghimbau agar sebelah luar dari trotoar diberi ruang yang agak lebar atau agak jauh dari pemukiman penduduk. Ruang ini untuk dijadikan taman sebagai penghijauan dan resapan air. Dengan adanya tempat atau ruang yang agak lebar itu kemudian para pedagang mulai banyak menempatkan gerobaknya untuk sekedar beristirahat sambil menunggu adanya para pembeli yang membeli dagangannya.

Seiring perjalanan waktu banyak pedagang yang memanfaatkan lokasi tersebut sebagai tempat untuk berjualan, sehingga mengundang para pejalan kaki yang kebetulan lewat untuk membeli makanan, minuman sekaligus beristirahat. Berawal dari situ maka Pemerintahan Kolonial Belanda menyebut mereka sebagai Pedagang Kaki Lima yang berasal dari buah pikiran pedagang yang berjualan di area pinggir perlintasan para pejalan kaki atau trotoar yang mempunyai lebar lima kaki.

Pedagang kaki lima, yang selanjutnya disingkat PKL, adalah pelaku usaha yang melakukan usaha perdagangan dengan menggunakan saran usaha bergerak maupun tidak bergerak, menggunakan prasarana kota, fasilitas sosial, fasilitas umum, lahan dan bangunan milik pemerintah atau swasta yang bersifat sementara atau tidak menetap.

Pedagang kaki lima merupakan salah satu jenis perdagangan dalam sektor informal, yakni operator usaha kecil yang menjual makanan, barang dan jasa yang melibatkan ekonomi uang dan transaksi pasar, hal ini sering disebut dengan sektor informal perkotaan.

Ciri-ciri umum pedagang kaki lima lebih lanjut dijelaskan oleh Kartono dkk sebagai berikut :

(40)

a. Kelompok pedagang yang kadang sekaligus menjadi produsen, yaitu pedagang makanan dan minuman yang memasaknya sendiri.

b. Pedagang kaki lima memberikan konotasi bahwa mereka umumnya menjual dagangannya di atas tikar di pinggil jalan, di depan tokoh, maupun dengan menggunakan grobak dorongan kecil dan kios kecil.

c. Pedagang kaki lima umumnya menjual dagangannya secara eceran.

d. Pedagang kaki lima umumnya bermodal kecil.

e. Kualitas dagangan yang dijual relatif renda, bahkan ada pedagang yang khusus menjual barang cacat dengan harga sangat rendah.

f. Omzet penjualan pedagang kaki lima tidak besar dan cenderung tidak menentu.

g. Para pembeli umumnya berdaya beli rendah.

h. Umumnya pedagang kaki lima merupakan usaha “familt enterprise” artinya anggota keluarga juga turut membantu dalam usaha tersebut

i. Mempunyai sifat “one man enterprise” yaitu usaha yang hanya dijalankan oleh satu orang.

j. Memiliki ciri khas yaitu terdapat sistem tawar-menawar antara pembeli dan pedagang.

k. Sebagian pedagang kaki lima melakukan usahanya secara musiman, sering kali jenis dagangannya berubah-ubah.

l. Pedagang kaki lima umumnya menjual barang yang umum, jarang menjual barang yang khusus.

(41)

m. Anggapan bahwa para pedagang kaki lima ini merupkan kelompok yang menduduki status sosial terendah dalam masyarakat.

n. Pedagang kaki lima tidak memiliki jam kerja yang tetap

o. Pedagang kaki lima memiliki jiwa “entrepeneurship” yaitu kewiraswataan atau kewirausahaan yang tinggi.

G. JENIS DAN TEMPAT USAHA PEDAGANG KAKI LIMA

Penjelasan mengenai jenis tempat usaha pedagang kaki lima sebagai berikut :

a. Gelar/Alas, pedagang menggunakan alas tikar, kain atau sejenisnya untuk menjajakan dagangannya.

b. Lesehan, pedagang menggunakan tikar atau lantai untuk memperjualbelikan dagangannya dan konsumen juga ikut menggunakan tikar untuk duduk.

c. Tenda, pedagang menggunakan tempa berlindung dari kain atau bahan lainnya untuk menutupi yang melekat pada kerangka tiang atau dengan tali pendukung.

d. Selter, bentuk sarana ini menggunakan papan-papan yang diatur sedemikian rupa sehingga menjadi sebuah bilik, yang mana pedagang tersebut juga tinggal didalamnya.

e. Tidak bermotro, biasanya pedagang menggunakan gerobak/kereta dorong yang digunakan untuk berjualan makanan, minuman atau rokok.

f. Bermotor, pedagang menggunakan kendaraan baik beroda dua, tiga atau empat untuk menggunakan barang dagangan

(42)

SATUAN POLISI PAMONG PRAJA KABUPATEN GOWA

(43)

H. KERANGKA PIKIR

Berdasarkan tinjauan pustaka, dari uraian kerangka pikir di atas maka adapun skema penelitian ini:

Kerangka Pikir

I.

Gambar 1 (Kerangka Pikir) Satuan Polisi Pamong Praja Kabupaten Gowa

Indikator Kerja

Kualitas a. Ketepatan

b. Kelengkapan Kuantitas Tanggung Jawab

Pelaksanaan Tugas a. Orientasi Pelayanan b. Integritas

c. Komitmen

Peningkatan Kinerja Satuan Polisi Pamong Praja Kabupaten Gowa

(44)

I. FOKUS PENELITIAN

Ada 4 indikator fokus penelitian kinerja satuan polisi pamong praja di Kabupaten Gowa, yang menekankan pada pembahasan kualitas, kuantitas, pelaksanaan tugas dan tanggung jawab

J. DESKRIPSI FOKUS PENELITIAN

Deskripsi fokus penelitian merupakan penjelasan atau uraian masing-masing dari fokus yang di amati untuk memberikan kemudahan dan kejelasan tentang pengamatan.

1. Kualitas kinerja satuan polisi pamong praja, kualitas menunjukkan sejauh mana mutu seorang pegawai dalam melaksanakan tugas-tugasnya meliputi ketepatan, kelengkapan, dan kerapian.

a. Yang dimaksud ketepatan adalah ketepatan dalam melaksanakan tugas dan pekerjaan polisi pamong praja di kabupaten Gowa, artinya terdapat kesesuaian antara rencana kegiatan dengan sasaran atau tujuan yang telah di tetapkan.

b. Yang dimaksud kelengkapan satuan polisi pamong praja adalah kelengkapan ketelitian (seragam, pentungan, helm, peluit dan tameng) dalam melaksanakan tugasnya.

(45)

2. Kuantitas kerja adalah seberapa lama seorang pegawai satuan polisi pamong praja bekerja dalam satu harinya. Kuantitas kerja ini dapat dilihat dari kecepatan kerja setiap pegawai itu masing-masing.

3. Pelaksanaan tugas, selain dengan sasaran kinerja pegawai (SKP), prestasi kerja pegawai juga diukur dengan indikator perilaku kerja. Parameter yang digunakan untuk mengukur perilaku kerja adalah orientasi pelayanan, integritas, disiplin dan komitmen.

a. Orientasi pelayanan adalah keinginan untuk membantu atau melayani orang lain untuk memenuhi kebutuhan mereka, artinya berusaha untuk mengetahui dan memenuhi kebutuhan masyarakat

b. Integritas adalah suatu kepribadian seseorang yang bertindak secara konsisten dan utuh, baik dalam perkataan maupun perbuatan, sesuai dengan nilai-nilai dan kode etik.

c. Komitmen adalah suatu bentuk kewajiban yang mengikat seseorang dengan sesuatu, baik itu diri sendiri maupun orang lain.

4. Tanggung jawab, kesanggupan pegawai negeri sipil untuk menaati kewajiban dan menghindari larangan yang ditentukan dalam peraturan perundang- undangan dan peraturan kedinasan yang apabila tidak ditaati atau dilanggar dijatuhi hukuman disiplin.

Adapun disiplin kerja merupakan kebijakan yang menuju kepada rasa tanggung jawab dan kewajiban bagi karyawan untuk menaati peraturan- peraturan yang telah ditetapkan perusahaan di tempat karyawan itu bekerja.

(46)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. WAKTU DAN LOKASI PENELITIAN

Waktu yang dibutuhkan penulis dalam penelitian ini kurang lebih selama 2 (dua) bulan, setelah peneliti melakukan seminar proposal dan mendapatkan izin penelitian. Lokasi penelitian berada di kantor satuan polisi pamong praja Kabupaten Gowa karena peneliti melihat sikap dan perilaku yang dimiliki oleh beberapa pegawai masih dinilai kurang dari yang diharapkan masyarakat. Bukan hanya itu, peneliti melihat beberapa pegawai yang datang tidak tepat waktu di kantor dan di lapangan.

B. JENIS DAN TIPE PENELITIAN

1. Jenis Penelitian

Berkaitan dengan tujuan penelitian adalah untuk memberikan gambaran mengenai kinerja satuan polisi pamong praja di Kabupaten Gowa. Secara obyektif, maka jenis penelitian ini adalah kualitatif, yaitu suatu penelitian yang mendeskripsikan tentang kinerja satuan polisi pamong praja di Kabupaten Gowa.

(47)

2. Tipe Penelitian

Tipe penelitian ini adalah fenomenologi dimaksudkan untuk member gambaran secara jelas mengenai masalah-masalah yang diteliti berdasarkan pengalamayang dialami oleh informan. Adapun masalah-masalah yang diteliti adalah mengenai bagaiamana kinerja satuan pilisi pamong dalam penertiban pedagang kaki lima di Kabupaten Gowa.

C. SUMBER DATA

Sumber data dalam penelitian ini ada 2 (dua), yaitu:

1. Data primer, yaitu data yang dikumpulkan peneliti untuk memperkaya dan mempertajam analisis bagi penarikan kesimpulan yang meliputi, pengamatan langsung (observasi), dan wawancara yang dilakukan penulis tentang bagaimana kinerja polisi pamong praja di Kabupaten Gowa.

2. Data Sekunder, yaitu data yang diperoleh dari berbagai laporan-laporan, catatan-catatan, atau dokumen-dokumen yang bersifat informasi tertulis yang digunakan dalam penelitian.

D. INFORMAN PENELITIAN

Informan penelitian yang peneliti wawancarai adalah sesuai dengan teknik pengumpulan informan yaitu melalui observasi langsung, wawancara mendalam dan dokumentasi. Informan dalam penelitian ini sebagai berikut :

(48)

Tabel 1 Informan Penelitia

No. Nama Informan Jabatan Ket

1. Mardhani Hamdan Sekretaris Polisi Pamong Praja MH 2. A. Moh. Rizky Junianto Abe Kepala Bidang Ketertiban umum

dan ketentraman masyarakat Polisi Pamong Praja

MR

3. Mursalim Seksi Operasi dan Pengendalian Polisi Pamong Praja

MS

4. Andi Afriady Kepala Bidang Perlindungan Masyarakat Polisi Pamong Praja

AA

5. Zulfikar Adijana Kepala Sumber Daya Aparatur Polisi Pamong Praja

ZA

6. Syamsul Bahri Anggota Pleton Raksi Cepat (PRC)

SB

7. Syarif Dg. Tammu Masyarakat Pedagang Kaki Lima

SR

8. Rahmawati Masyarakat Pedagang Kaki

Lima

RW

Total 8

(49)

E. TEKNIK PENGUMPULAN DATA

Guna memperoleh data yang relevan dengan tujuan penelitian maka digunakan teknik pengumpulan data menggunakan:

1. Observasi (pengamatan) adalah pengamatan data yang dilakukan melalui pengamatan penulis secara langsung di lapangan mengenai bagaimana kinerja satuan polisi pamong praja di Kabupaten Gowa.

2. Wawancara adalah di mana peneliti melakukan interview terhadap pipinan (atasan) atau sekertaris (wakil atasan) serta beberapa pegawai-pegawai yang bekerja pada kantor satuan polisi pamong praja di Kabupaten Gowa.

3. Dokumentasi merupakan teknik pengambilan data yang diperoleh melalui dokumen-dokumen, arsip-arsip, peraturan-peraturan dan catatan resmi.

F. TEKNIK ANALISIS DATA

Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan aktivitas yang difokuskan untuk mengelola data-data yang telah didapatkan oleh peneliti melalui kegiatan observasi, wawancara, dan dokumentasi.

Aktivitas dalam analisis data yaitu, data reduction, deskriptif dan verifikatif.

1. Reduksi Data (data reduction)

Semakin lama peneliti kelapangan, maka jumlah data akan semakin banyak, kompleks dan rumit. Untuk itu perlu segera dilakukan analisis data melalui redukasi data. Meredukasi data berarti merangkum atau memilih hal-

(50)

hal yang pokok dan difokuskan pada permasalahan yang ingin dikaji oleh peneliti dengan berdasarkan pada indikator yang terkait dengan kinerja polisi pamong praja di kabupaten Gowa.

2. Penyajian Data (deskriptif)

Setelah meredukasi data dengan sesuai hal-hal pokok yang di fokuskan pada permasalahan, langkah selanjutnya adalah peneliti menyajikan data yang dilakukan dalam bentuk uraian singkat, bagan, dan sejenisnya. Deskriptif dilakukan agar data hasil reduksi terorganisir serta memberikan pemahaman kepada peneliti mengenai fenomena-fenomena yang terjadi, setelah itu peneliti merencanakan tindakan selanjutnya yang harus diambil berdasarkan fenomena tersebut. Pada langkah ini peneliti berusaha menyusun data sesuai dengan keadaan yang sebenarnya terjadi pada kinerja satuan polisi pamong praja dalam penertiban pedagang kaki lima di kabupaten Gowa.

3. Penarikan Kesimpulan (verifikatif)

Langkah selanjutnya adalah penarikan kesimpulan (verificatif), seperti yang dijelaskan di atas bahwa kesimpulan awal yang dikemukakan masih bersifat sementara dan akan berubah bila ditemukan bukti-bukti yang mendukung tahap pengumpulan selanjutnya. Peneliti berusaha untuk menganalisis lebih lanjut dan mencari makna dari data ulang yang di kumpulkan.

Setelah disajikan dalam bentuk uraian berdasarkan pemaknaan terhadap fenomena-fenomena yang terjadi di lapangan, langkah peneliti selanjutnya

(51)

adalah menarik kesimpulan berdasarkan pemaparan data tersebut kemudian penyimpulan data sesuai dengan fokus masalah.

G. PENGABSAHAN DATA

Pengabsahan data dalam penelitian ini dilakukan dengan:

1. Perpanjangan pengamatan

Peneliti kembali ke lapangan, melakukan pengamatan, mewawancara kembali sumber data, baik yang pernah di temui maupun yang baru. Hal ini dilakukan guna menguatkan hubungan peneliti dengan narasumber agar terbangun kondisi yang akrab, terbuka, dan saling memercayai, sehingga dapat menggali dan mendapatkan informasi yang tepat.

2. Peningkatan ketekunan peneliti

Melakukan pengamatan secara lebih cermat dan berkesinambungan, sehingga kepastian data dan urutan peristiwa akan dapat direkam secara pasti dan sistematis.

3. Triangulasi

Memeriksa keabsahan data dengan memanfaatkan sesuatu yang lain di luar data untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data tersebut. Triangulasi dilakukan dengan 3 (tiga) cara, yaitu: (1) Triangulasi sumber, dengan menguji kredibilitas data melalui pengecekan data yang telah diperoleh dari beberapa sumber; (2) Triangulasi teknik, dengan menguji

(52)

kredibilitas data melalui pengecekan data kepada sumber yang sama dengan teknik yang berbeda; dan (3) Triangulasi waktu, dengan menguji kredibilitas data melalui pengecekan dengan wawancara, observasi, atau teknik lain dalam waktu atau situasi berbeda.

(53)

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. DESKRIPSI OBJEK PENELITIAN

1. Profil Singkat Satuan Polisi Pamong Praja Di Kabupaten Gowa

Satuan polisi pamong praja Kabupaten Gowa merupakan salah satu organisasi perangkat daerah yang dibuat berdasarkan peraturan daerah Nomor 24 Tahun 2011 tentang Susunan Organisa dan Tata Kerja Satuan Polisi Pamong Praja. Dimana pada dasarnya satuan polisi pamong praja dibentuk sebagai perpanjangan tangan Bupati didalam penciptaan ketentraman dan ketertiban umum, penegakan peraturan daerah dan peraturan kepala daerah.

Visi “Terwujudnya Kabupaten Gowa yang aman, tertib dan Taat Aturan”.

Misi: 1) Optimalisasi pengawasan, pengamanan dan sosialisasi pelaksanaan Peraturan Daerah dan Perundang-undangan lainnya. 2) Meningkatkan kualitas sumber daya manusia melalui pendidikan dan latihan dalam upaya peningkatan wibawa, keterampilan dan profesionalisme Polisi Pamong Praja. 3) Pemantapan pelaksanaan koordinasi, integritas, implementasi dan sinkronisasi (KIIS).

(54)

2. Struktur Organisasi

Struktur organisasi satuan polisi pamong praja Kabupaten Gowa adalah sebagi berikut:

a. Kepala Satuan

Bertugas memimpin dan melaksanakan kebijakan teknis penyusunan dan pelaksanaan kebijakan daerah yang bersifat spesifik dibidang penyelenggaraan ketertiban umum, ketenteraman masyarakat, perlindungan masyarakat, penegakan peraturan daerah dan peraturan Bupati, serta peningkatan sumber daya aparatur berdasarkan peraturan agar semua kegiatan dapat terlaksana sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya masing- masing.

b. Sekretaris

Bertugas melaksanakan urusan tata usaha, penyusunan program, perencanaan, pelaporan, kepegawaian, perlengkapan dan keuangan berdasarkan peraturan agar semua kegiatan terlaksana dengan baik dan menghasilkan laporan yang dapat dipertanggung jawabkan.

c. Sub Bagian Program

Mempunyai tugas melaksanakan penyiapan bahan penyusunan dan pengendalian rencana atau program kerja, evaluasi dan pelaporan berdasarkan petunjuk agar menghasilkan program kerja dan kegiatan yang

(55)

sesuai dengan perencanaan serta hasil laporan yang bisa dijadikan sebagai bahan informasi.

d. Sub Bagian Keuangan

Mempunyai tugas pengelolaan administrasi dan pertanggung jawaban pengelolaan keuangan Badan berdasarkan pedoman agar pelaksanaan pengelolaan keuangan sesuai dengan peraturan yang telah ditetapkan.

e. Sub Bagian Umum dan Kepegawaian

Mempunyai tugas melaksanakan urusan umum, rumah tangga dan kepegawaian berdasarkan petunjuk agar terlaksana dengan baik urusan kesekretariatan dan kepegawaian.

f. Bidang Penegakan Peraturan Perundang-Undangan Daerah

Mempunyai tugas melaksanakan koordinasi, pengendalian dan mempertanggungjawabkan tugas-tugas di bidang penegakan peraturan perundang-undangan daerah yang meliputi pembinaan, pengawasan, penyuluhan, penyilidikan dan penyidikan berdasarkan peraturan agar terlaksana penegakan peraturan perundang-undangan daerah dan masyarakat yang taat aturan.

g. Seksi Pembinaan, Pengawasan dan Penyuluhan

Bertugas melaksanakan urusan pembinaan, pengawasan dan penyuluhan penegakan peraturan perundang-undangan daerah berdasarkan peraturan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap peraturan perundang- undangan daerah.

(56)

h. Seksi Penyelidikan dan Penyidikan

Bertugas melaksanakan urusan bidang penyelidikan dan penyidikan terhadap pelanggaran Perda, Perbub dan peraturan perundang-undangan lainnya berdasarkan pedoman atau peraturan agar penanganan proses pelanggaran Perda tertangani sesuai dengan peraturan dan standar operasional prosedur.

i. Bidang Ketertiban Umum dan Ketenteraman Masyarakat

Mempunyai tugas urusan ketertiban umum dan ketenteraman masyarakat yang meliputi operasi, pengendalian dan kerjasama berdasarkan pedoman atau petunjuk untuk menciptakan ketenteraman masyarakat dan ketertiban umum.

j. Seksi Operasi dan Pengendalian

Mempunyai tugas urusan operasi dan pengendalian berdasarkan pedoman agar tercipta ketenteraman masyarakat dan ketertiban umum.

k. Seksi Kerjasama

Mempunyai tugas kerjasama lintas sektor terkait pelaksanaan ketenteraman dan ketertiban umum masyarakat berdasarkan petunjuk agar terjalin kerjasama dan koordinasi baik intern maupun ekstern.

l. Bidang Sumber Daya Aparatur

Mempunyai tugas di bidang sumber daya aparatur yang meliputi pelatihan dasar dan teknis fungsional berdasarkan petunjuk untuk peningkatan kualitas dan kuantitas sumber daya aparatur.

(57)

m. Seksi Pelatihan Dasar

Mempunyai tugas pelatihan dasar berdasarkan pedoman/peraturan untuk peningkatan kemampuan dan keterampilan dasar Satpol. PP serta pengembangan sumber daya manusia.

n. Seksi Teknis Fungsional

Mempunyai tugas teknis fungsional berdasarkan peraturan untuk peningkatan kemampuan profesionalisme satuan polisi pamong praja serta pengembangan sumber daya manusia aparatur.

o. Bidang Perlindungan Masyarakat

Bertugas di bidang perlindungan masyarakat dan bina potensi masyarakat berdasarkan pedoman atau peraturan untuk memberikan perlindungan, keamanan dan kenyamanan masyarakat.

p. Seksi Perlindungan Masyarakat

Mempunyai tugas pembinaan satuan perlindungan masyarakat berdasarkan peraturan ataupun petunjuk untuk menciptakan rasa aman dalam masyarakat q. Seksi Bina Potensi Masyarakat

Mempunyai tugas yaitu urusan bidang bina potensi masyarakat berdasarkan pedoman maupun peraturan untuk pembinaan dan peningkatan ketahanan masyarakat.

(58)

Tabel 2

Jumlah Pegawai Satpol PP Berdasarkan Tingkat Pendidikan

No.

TINGKAT PENDIDIKAN

JUMLAH

LAKI-LAKI PEREMPPUAN JUMLAH

1 STRATA-3 - - -

2 STRATA-2 5 - 5

3 STRATA-1 20 3 23

4 DIPLOMA-IV - - -

5 DIPLOMA-III - - -

6 SMA 27 - 27

7 SMP 5 - 5

8 SD - - -

JUMLAH 57 3 60

Sumber: Satuan polisi pamong praja Kab. Gowa Tabel 3

Jumlah Pegawai Satpol PP Berdasarkan Jenis Kelamin

No. JENIS KELAMIN JUMLAH

1 LAKI-LAKI 722

2 PEREMPUAN 10

TOTAL 732

Sumber: Satuan polisi pamong praja Kabupaten Gowa

Gambar

Gambar  1 (Kerangka Pikir) Satuan Polisi Pamong Praja Kabupaten Gowa
Tabel 1   Informan Penelitia
Foto bersama anggota pleton reaksi cepat (PRC)

Referensi

Dokumen terkait

Judul “ Peranan Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Dalam Kewenangan Pengaturan Dan Pembinaan Pedagang Kaki Lima (PKL) di Kabupaten Sukoharjo ”. Program Pascasarjana Universitas

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan karakteristik pedagang kaki lima di kawasan Taman Pancasila Kabupaten Karanganyar dan mendeskripsikan implementasi penertiban

Peneliti lantas menfokuskan tema penelitian menjadi implementasi penertiban pedagang kaki lima oleh Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) berdasarkan Peraturan Daerah Nomor 9

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan karakteristik pedagang kaki lima di kawasan Taman Pancasila Kabupaten Karanganyar dan mendeskripsikan implementasi penertiban

Akuntabilitas dalam penelitian ini yaitu ukuran yang menunjukan apakah aktivitas dalam penertiban PKL di Taman Pancasila Karanganyar yang dilakukan aparat Satpol

Upaya-upaya pencegahan yang telah dilakukan Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) meliputi sosialisasi - sosialisasi secam langsung ke Pedagang Kaki Lima yang

Dalam hal pengaturan dan pembinaan pedagang kaki lima, maka Satpol PP Kota Banda Aceh selalu berkoordinasi dengan Dinas Pasar atau Dinas Perindustrian dan Perdagangan,

Hasil penelitian menujukkaa bahwa kinerja dari Satpol-PP dalam menertibkan pedagang kaki lima (pkl) masih belum efektif , hal ini terbukti dengan semakin banyaknya jumlah