• Tidak ada hasil yang ditemukan

SINTESIS PATI SUKUN (Artocarpus altilis) NANOKRISTALIN TERASETILASI DENGAN MENGGUNAKAN ASAM ASETAT SKRIPSI YENI AFRIANI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "SINTESIS PATI SUKUN (Artocarpus altilis) NANOKRISTALIN TERASETILASI DENGAN MENGGUNAKAN ASAM ASETAT SKRIPSI YENI AFRIANI"

Copied!
63
0
0

Teks penuh

(1)

SINTESIS PATI SUKUN (Artocarpus altilis) NANOKRISTALIN TERASETILASI DENGAN MENGGUNAKAN

ASAM ASETAT

SKRIPSI

YENI AFRIANI 150802069

PROGRAM STUDI S1 KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2019

(2)

SINTESIS PATI SUKUN (Artocarpus altilis) NANOKRISTALIN TERASETILASI DENGAN MENGGUNAKAN

ASAM ASETAT

SKRIPSI

Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat mencapai gelar Sarjana Sains

YENI AFRIANI 150802069

PROGRAM STUDI S1 KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2019

(3)

PENGESAHAN SKRIPSI

Judul : Sintesis Pati Sukun(Artocarpus altilis) Nanokristalin Terasetilasi dengan Menggunakan Asam asetat

Kategori : Skripsi

Nama : Yeni Afriani

Nomor Induk Mahasiswa : 150802069 Program Studi : Sarjana Kimia

Fakultas : MIPA – Universitas Sumatera Utara

Disetujui di

Medan, November 2019

Ketua Program Studi Pembimbing

Dr. Cut Fatimah Zuhra, M.Si Dr. Cut Fatimah Zuhra, M.Si

NIP. 197404051999032001 NIP. 197404051999032001

(4)

PERNYATAAN ORISINALITAS

SINTESIS PATI SUKUN (Artocarpus altilis) NANOKRISTALIN TERASETILASI DENGAN MENGGUNAKAN ASAM ASETAT

SKRIPSI

Saya menyatakan bahwa skripsi ini adalah hasil karya sendiri, kecuali beberapa kutipan dan ringkasan yang masing-masing disebutkan sumbernya.

Medan, November 2019

Yeni Afriani 1508020569

(5)

PENGHARGAAN

Bismillahirrahmanirrahim

Alhamdulillah, puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul “Sintesis Pati Sukun (Artocarpus altilis) Nanokristalin Terasetilasi dengan Menggunakan Asam Asetat”.

Terima kasih penulis sampaikan kepada Dekan dan Wakil Dekan FMIPA USU, seluruh staf dan dosen program studi Kimia FMIPA USU. Terimakasih kepada Ibu Dr. Cut Fatimah Zuhra, M.Si dan Ibu Dr. Sovia Lenny, S.Si, M.Si selaku ketua dan sekretaris program studi Kimia FMIPA USU Medan, Ibu Dr. Cut Fatimah Zuhra, M.Si selaku dosen pembimbing yang telah tulus dan sabar dalam membimbing dan memberikan arahan serta saran sehingga skripsi ini dapat terselesaikan, serta Bapak Dr. Mimpin Ginting, MS selaku Ketua Bidang Kimia Organik FMIPA USU.

Penulis mengucapkan terima kasih secara khusus kepada Ayah tercinta (Abd.

Syukur), Bunda tercinta (Umiati), saudara-saudari tercinta (Setiawan, Lusi, Delima, Novi, dan Fahri) yang senantiasa memberikan kasih sayang dan doa yang tiada terhingga serta telah memberikan dukungan moril dan materil hingga akhirnya penulis menyelesaikan studi.

Terima kasih juga kepada Dosen Kimia Organik, Asisten Laboratorium Kimia Organik, Nur Ainun, Zanira, Wilza, Marsya, Marlina, Ika, Kimush, Nanda, Nailan, Malika, Canteen Squad, dan teman-teman seangkatan 2015 yang telah memberikan bantuan, semangat dan motivasi kepada penulis. Untuk itu semua semoga Allah SWT membalasnya diakhirat kelak. Amin.

Akhir kata penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penelitian dan kemajuan ilmu pengetahuan.

Medan, November 2019

Yeni Afriani

(6)

SINTESIS PATI PATI SUKUN (Artocarpus altilis) NANOKRISTALIN TERASETILASI DENGAN MENGGUNAKAN ASAM ASETAT

ABSTRAK

Pati nanokristalin asetat diperoleh dari pati sukun alami (Artocarpus altilis) yang dimodifikasi dengan menggunakan metode hidrolisis asam dengan HCl 2,2 N, presipitasi dengan etanol 96% serta dengan penambahan asam asetat dengan variasi konsentrasi 4%, 6%, dan 8%. Pati nanokristalin yang dihasilkan pada spektrum FT- IR menunjukkan vibrasi gugus -OH pada bilangan gelombang 3448,72 cm-1, pada bilangan gelombang 1095,57 cm-1 menunjukkan gugus C-O-C, dan pada daerah gelombang 2924,09 cm-1 menujukkan gugus C-H streaching serta data 1XRD yang diperoleh menghasilkan ukuran partikel pati nanokristalin sebesar 92 nm. Pati nanokristalin asetat merupakan modifikasi pati ester, hal ini ditunjukkan oleh spektrum FT-IR pada bilangan gelombang 1635,64 cm-1 yang menunjukkan daerah vibrasi C=O. Data 1XRD yang diperoleh menghasilkan ukuran partikel pati nanokristalin asetat 4% sebesar 366; 6% sebesar 553 nm; dan 6% sebesar 826 nm.

Hasil pengukuran derajat substitusi pada pati nanokristalin asetat pada konsentrasi asam asetat 4%, 6%, dan 8% yaitu 0,353, 0,664, dan 0,898. Hasil karakterisasi dari pati sukun nanokristalin terasetilasi adalah sebagai berikut : swelling power = 37,8 – 53,2%; kelarutan = 56,7 – 76,3%; kadar air = 17,65 – 65,98%; serta derajat substitusi

= 0,353 – 0,898

Kata kunci: asam asetat, pati nanokristalin asetat, pati sukun (Artocarpus altilis),

1XRD.

(7)

v

SYNTHESIS NANOCRYSTALLINE ACETATE BREADFRUIT STARCH (Artocarpus altilis) USING ACETIC ACID

ABSTRACT

Nanocrystalline acetate starch obtained from natural breadfruit starch (Artocarpus altilis) which was modified using acid hydrolysis method with 2.2 N HCl, precipitation with ethanol 96% and with the addition of acetic acid with the variation of concentration 4%, 6%, and 8%. Nanocrystalline starch by FT-IR spectra shows vibration of functional groups –OH at wave number 3448,72 cm-1, at wave number 1095,57 cm-1 shows functional group C-O-C, at wave number 2924,09 cm-1 shows functional group C-H streaching and 1XRD of nanocrystalline starch produced a particle size is 92 nm. Nanocrystalline acetate starch is ester modified starch, proven by FT-IR spectroscopy at wave number 1635.64 cm-1 showing vibration of C=O ester. 1XRD produces a particle size of 4% nanocrystalline starch is 366 nm, 6% is 553 nm, and 6% is 826 nm. The results from determining degree of substitution of nanocrystalline acetate starch using acetic anhydride concentrations of 4%, 6%, and 8% were 0.353, 0.664 and 0.898. Characterization of nanocrystalline acetate starch are: swelling power = 37,8 – 53,2%; solubility = 56,7 – 76,3%; dry measure = 17,65 – 65,98%; and substitution degree = 0,353 – 0,898.

Keywords : acetic anhydride, bread fruit starch (Artocarpus altilis),nanocrytalline acetate starch, 1XRD.

(8)

DAFTAR ISI

Halaman

PENGESAHAN SKRIPSI i

PERNYATAAN ORISINALITAS ii

PENGHARGAAN iii

ABSTRAK iv

ABSTRACT v

DAFTAR ISI vi

DAFTAR TABEL viii

DAFTAR GAMBAR ix

DAFTAR LAMPIRAN x

DAFTAR SINGKATAN xi

BAB 1 PENDAHULUAN 1

1.1 Latar Belakang 1

1.2 Permasalahan 3

1.3 Tujuan Penelitian 3

1.4 Pembatasan Masalah 3

1.5 Manfaat Penelitian 3

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 4

2.1 Sukun (Artocarpus altilis) 4

2.2 Pati 5

2.3 Pati Nanokristalin 6

2.4 Metode Pembuatan Nanopartikel 7

2.5 Modifikasi Pati 8

2.6 Asam Asetat 11

2.7 Pati Asetat 12

2.8 Metode Esterifikasi 13

2.9 Karakteristik Pati Nanokristalin Terasetilasi 14 2.10 Spektroskopi FT-IR (Fourier Transform Infrared) 15

2.11 X-Ray Diffraction (XRD) 15

BAB 3 METODE PENELITIAN 16

3.1 Waktu Dan Tempat 16

3.2 Alat dan Bahan 16

3.2.1 Alat 16

3.2.2 Bahan 17

3.3 Pembuatan Pereaksi 17

3.3.1 Pembuatan HCl 2,2 N 17

3.3.2 Pembuatan NaOH 1 N 17

3.3.3 Pembuatan NaOH 3% 17

3.3.4 Pembuatan CH3COOH 4% 17

3.3.5 Pembuatan CH3COOH 6% 17

3.3.6 Pembuatan CH3COOH 8% 17

3.3.7 Isolasi Pati dari Sukun 18

3.3.8 Pembuatan Pati Sukun Nanoristalin 18

3.3.9 Sintesis Pati Sukun Nanokristalin Asetat 18

(9)

vii

3.3.11 Analisis dengan XRD 19

3.3.12 Kadar Air 19

3.3.13 Swelling power dan Kelarutan Pati 20

3.3.14 Persen Asetilasi dan Derajat Substitusi 20

3.3.15 Bagan Penelitian 22

3.3.15.1 Isolasi Pati Sukun 22

3.3.15.2 Pembuatan Pati Sukun Nanokristalin 23

3.3.15.3 Pembuatan Pati Sukun Nanokristalin Asetat 24

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 25

4.1 Isolasi Pati Buah Sukun 25

4.2 Sintesis Pati Sukun Nanokristalin 26

4.3 Pembuatan Pati Sukun Nanokristalin Asetat 27 4.4 Analisis FT-IR Pati Sukun Nanokristalin Asetat 28 4.5 Analisis 2XRD Pati Sukun Nanokristalin Asetat 31

4.6 Persen Asetil dan Derajat Substitusi 33

4.8 Kadar Air 34

4.9 Swellimg Power dan Kelarutan Pati 35

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN 37

5.1 Kesimpulan 37

5.2 Saran 37

DAFTAR PUSTAKA 38

LAMPIRAN 42

(10)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

Tabel

4.1 Hasil Penentuan Persen Asetil dan Derajat Substitusi 34 4.2 Hasil Penentuan kadar air pati nanokristalin dan 34

pati nanokristalin asetat Variasi Konsentrasi Asam asetat

4.3 Hasil Penentuan Swelling Power dan kelarutan pati sukun 34 nanokristalin dan pati nanokristalin asetat Variasi Konsentrasi Asam Asetat

(11)

ix

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

Gambar

2.1. Struktur dari Amilosa dan Amilopektin 6

2.2. Metode-metode modifikasi pati secara kimia 10

2.3. Struktur Asam Asetat 12

2.4. Reaksi Asetilasi 13

4.1. Spektrum FT-IR Pati Sukun 28

4.2. Spektrum FT-IR Pati Sukun Nanokristalin 29

4.3. Difraktogram Pati Sukun Nanokristalin 29

4.4. Prediksi Mekanisme Reaksi Pembentukan Pati Nanokristalin Asetat 30 4.5. Spektrum FT-IR Pati Sukun Nanokristalin Konsentrasi 31

Asam Asetat 4%

4.6. Spektrum FT-IR Pati Sukun Nanokristalin Konsentrasi 31 Asam Asetat 6%

4.7. Spektrum FT-IR Pati Sukun Nanokristalin Konsentrasi 32 Asam Asetat 8%

4.8. Perbandingan Spektrum FT-IR Pati Sukun Nanokristalin Asetat 32 4.9. Difraktogram Pati Nanokristalin Konsentrasi Asam Asetat 4% 33 4.10. Difraktogram Pati Nanokristalin Konsentrasi Asam Asetat 6% 33 4.11. Difraktogram Pati Nanokristalin Konsentrasi Asam Asetat 8% 34 4.12. Pola Kristalinitas Berdasarkan Analisa XRD untuk Pati Sukun 35

Nanokristalin dan Pati Nanokristalin Asetat

(12)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman

Lampiran

1 Gambar Pati Sukun, Pati Nanokristalin, dan Pati 42 Nanokristalin Asetat

2 Perhitungan Persen Asetil dan Derajat Substitusi (DS) 47

3 Perhitungan Kadar Air 48

4 Perhitungan Swelling Power 49

5 Perhitungan Ukuran Partikel Pati Nanokristalin Asetat 50

(13)

xi

DAFTAR SINGKATAN

FT-IR = Fourier Transform Infra Red

2XRD = X-ray Diffraction DS = Derajat Substitusi

(14)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pati merupakan karbohidrat yang berfungsi sebagai sumber bahan pangan karena berfungsi sebagai penstabil tekstur dan penentu karakteristik pangan (Koswara, 2009). Pemanfaatan pati di industri sangat luas, baik di bidang pangan maupun non pangan karena kemudahan mendapatkan bahan baku dan harganya yang relatif murah. Namun, beberapa sifat pati alami menjadi kendala apabila digunakan sebagai bahan baku industri, diantaranya sifat pati yang mudah rusak akibat panas dan asam (Sauyana, 2014).

Salah satu sumber pati yang banyak digunakan di Indonesia saat ini adalah buah sukun. Sebagai buah yang cukup banyak dibudayakan, sukun dapat menghasilkan pati 18,5 g/100 g buah dengan kemurnian 98,86%. Kandungan amilosa dan amilopektin dalam pati buah sukun adalah 27,68% dan 72,32% (Rincorn et al., 2004). Tetapi pati yang menjadi komponen utama dalam buah sukun memiliki beberapa kelemahan apabila digunakan sebagai bahan pangan. Diantaranya mudah mengembang serta viskositasnya yang rendah bila dipanaskan dan diaduk secara mekanik. Untuk mengatasi kelemahan-kelemahan pati sukun tersebut, maka dilakukanlah modifikasi pati. (Medikasari dkk, 2009 dalam Nurhaenni, 2018).

Modifikasi pati dapat dilakukan melalui perlakuan terkendali secara fisik ataupun kimia sehingga akan mengubah sifat pati. Pati alami dapat dibuat menjadi pati temodifikasi atau modified starch, dengan sifat-sifat yang di kehendaki atau sesuai dengan kebutuhan (Wurzburg, 1989). Dalam modifikasi pati secara kimia, dilakukan melalui reaksi kimia sehingga gugus fungsional baru akan tersubtitusi pada molekul pati (Hermansson dan Svegmark, 1996 dalam Teja dkk, 2008). Dalam industri, pati yang diinginkan yaitu pati yang memiliki sifat kekentalan stabil baik pada suhu tinggi maupun rendah, mempunyai ketahanan yang baik terhadap perlakuan mekanis dan daya pengentalannya tahan pada kondisi asam dan suhu tinggi (Koswara, 2006).

(15)

2

Salah satu modifikasi yang sering digunakan pada pati salah satunya yaitu asetilasi. Pada pati modifikasi asetilasi terjadi distribusi gugus asetil yang menggantikan OH¯ yang akan mengurangi kekuatan ikatan hidrogen antara pati dan granula pati akan menjadi lebih mengembang (banyak menahan air), mudah larut dalam air, dan meningkatkan freeze-thaw stability pati (Singh dan Sodhi, 2004).

Perkembangan teknologi nano saat ini sangat besar, maka kebutuhan akan nano-partikel atau partikel berukuran kecil juga bertambah dalam bidang industri pangan maupun non-pangan, termasuk dalam penggunaan pati. Dalam bidang farmasi, modifikasi ini dapat meningkatkan daya ikat terhadap senyawa aktif dan karena ukurannya yang kecil, partikel dapat lebih mudah untuk diserap oleh usus (Lee, et al., 2008). Menurut (Bloembergen et al., 2005), nanopartikel memiliki sifaat viskositas rendah walalupun pada konsentrasi tinggi dan memiliki daya mengikat yang tinggi. Nanopartikel memiliki sifat viskositas rendah walaupun pada konsentrasi tinggi dan memiliki daya mengikat yang tinggi. Sehingga pati nanopartikel kerap dimanfaatkan di industri, seperti untuk bahan tambahan makanan, bahan pembawa dalam obat-obatan, coating binders, biodegradable composites, dan berbagai produk lainnya. Nanopartikel merupakan partikel koloid padat dengan diameter berkisar antara 1-1000 nm (Tiyaboonchai, 2003).

Peneliti sebelumnya, (Uswah et al., 2016) telah melakukan penelitian pati talas beneng nanopartikel dengan menggunakan hidrolisis asam yaitu HCl dan H2SO4 yang mengahasilkan rendemen nanopartikel yang tertinggi dari pati talas beneng H2SO4 dengan perlakuan waktu hidrolisis selama 5 hari sebesar 21,64%, dengan morfologi granula tidak teratur, dan ukuran partikel 379,2 nm.

Najafi (2016) telah melakukan karakterisasi pati nanokristalin asetat dari pati jagung dengan menggunakan pelarut aseton sebagai pengantar obat dengan ciprofloxacin sebagai model yang menghasilkan ukuran partikel 312 nm dan DS sebesar 0,33-2,66.

Rizkiana (2015) melakukan persiapan dan karakterisasi modifikasi asetilisasi pada pati tapioka nanokristalin dengan menggunakan perbedaan konsentrasi anhidrida yaitu 3% dan 6% dan menghasilkan kelarutan dengan nilai 75,03% dan 82,45%.

(16)

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, peneliti tertarik untuk meneliti lebih jauh tentang pati sukun nanokristalin termodifikasi asetilasi dengan menggunakan asetat anhidrat. Peneliti bermaksud menganalisis modifikasi pati dengan variasi konsentrasi asam asam asetat.

1.2 Permasalahan

1. Bagaimana modifikasi pati sukun nanokristalin melalui reaksi asetilasi sehingga menghasilkan pati nanokristalin asetilasi?

2. Bagaimana karakteristik sifat pati sukun nanokristalin asetilasi (Analisis FTIR, analisis XRD, derajat substitusi, kadar air, swelling power, dan kelarutan)?

1.3 Tujuan Penelitian

1. Untuk mensintesis pati asetilasi dari pati sukun nanokristalin.

2. Untuk menentukan karakteristik pati sukun nanokristalin asetilasi (Analisis FTIR, XRD, derajat substitusi, kadar air, swelling power, dan kelarutan).

1.4 Pembatasan Masalah

Pati yang digunakan merupakan hasil isolasi pati dari buah sukun yang diperoleh dari Jl. Eka Warni, Gedung Johor, Medan.

1.5 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai sintesis nanokristalin terasetilasi dari bahan baku pati sukun dan karakteristik sifat pati sukun nanokristalin terasetilasi yang diteliti.

(17)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Sukun (Artocarpus altilis)

Sukun (Artocarpus altilis) merupakan suatu spesies tanaman yang tersebar di Polinesia, Pasifik dan Asia Tenggara, termasuk Indonesia.Buah sukun biasanya dipanen dua kali setahun, yaitu pada bulan Januari-Februari dan bulan Agustus- September. Buah sukun masak tidak bisa disimpan terlalu lama karena cepat membusuk (Adebowale, 2005). Sukun merupakan tanaman lokal yang penyebarannya sangat luas dan merata di daerah yang beriklim tropis, termasuk Indonesia (Taylor dan Tuia, 2007). Tanaman ini sudah lama dibudidayakan oleh masyarakat Indonesia bahkan dibeberapa negara seperti Fiji, Tahiti, Kepulauan Samoa, dan Hawai. Buah sukun telah dimanfaatkan sebagai makanan pokok tradisional. Akan tetapi, bagi masyarakat Indonesia konsumsi buah sukun umumnya masih terbatas sebagai makanan ringan dan sayur (Pitojo, 1992).

Buah sukun berbentuk bulat atau agak lonjong dengan diameter kurang lebih 25 cm. Warna kulit buah hijau muda sampai kekuning-kuningan. Ketebalan kulit antara 1-2 mm. Buah muda berkulit kasar dan buah tua berkulit halus. Daging buah berwarna putih agak krem, teksturnya kompak dan berserat halus. Rasanya agak manis dan memiliki aroma yang spesifik. Tangkai buah sekitar 5 cm. Berat buah sukun dapat mencapat 1 kg/buah (Direktorat Jendral Bina Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian, 2003).

Taksonomi tumbuhan sukun diklasifikasikan sebagai berikut:

Kingdom : Plantae

Sub divisi : Mracheobionata Divisi : Magnoliophyta Kelas : Magnoliopsida Sub kelas : Hamamelididae Bangsa : Rosales

Suku : Moraceae Marga : Artocarpus

Sumber : Nayeem et al., 2013

(18)

Tanaman sukun merupakan salah satu jenis buah-buahan yang potensial sebagai sumber karbohidrat. Kandungan karbohidrat buah sukun adalah 27%. Bobot buah sukun rata-rata adalah 1500 g dengan bobot daging buah yang dapat dimakan sekitar 1.350 g (Widowati, 2003). Selain karbohidrat, protein, dan lemak, buah sukun juga mengandung vitamin antara lain: vitamin B1, B2, dan vitamin C serta mineral yaitu kalsium, fosfor, dan zat besi (Ragone, et al., 2006). Kandungan mineral Ca dan P pada buah sukun lebih baik daripada kentang dan hampir sama dengan ubi jalar (Koswara, 2006).

Tanaman sukun merupakan salah satu jenis buah-buahan yang potensial sebagai sumber karbohidrat. Kandungan karbohidrat buah sukun adalah 27%. Bobot buah sukun rata-rata adalah 1500g dengan bobot daging buah yang dapat dimakan sekitar 1.350g (Widowati, 2003).

2.2.1 Pati

Pati merupakan homopolimer glukosa dengan ikatan α-glikosidik. Sifat pada pati tergantung panjang rantai karbonnya, serta lurus atau bercabang rantai molekulnya. Pati terdiri dari dua fraksi yaang dapat dipisahkan dengan air panas, fraksi terlarut disebut amilosa dan fraksi tidak terlarut disebut amilopektin (Hee- Joung An, 2005). Pati merupakan sumber pangan dan mengandung karbohidrat yang terdapat pada tumbuh-tumbuhan. Pati memiliki rumus umum (C6H10O5)n, dimana n lebih dari 1000 (Egan, 1981).

Pati adalah polisakarida yang terdapat dalam semua tanaman terutama dalam jagung, kentang, biji-bijian, ubi akar, dan padi atau gandum. Pati bila dipanaskan dengan air, akan terbentuk larutan koloidal (Sastrohamidjojo, 2005). Perbedaan antara amilosa dan amilopektin tidak saja dalam berat molekulnya, tetapi juga dalam kenyataan bahwa dalam amilosa satuan-satuan gula dihubungkan dengan ikatan 1,4, sedangkan dalam amilopektin ikatannya pada 1,6 atau dengan perkataan lain atom C1

dari satu gula dihubungkan dengan atom C6 dari satuan gula berikutnya. Bila pati yang terdapat dalam sel dihidrolisis oleh enzim maka pati akan pecah menjadi bagian yang lebih kecil yang disebut dekstrin; hingga diperoleh dimer, maltosa. Struktur amilosa dan amilopektin dapat dilihat pada gambar 2.1.

(19)

6

O O HOH2C

HO

OH O

O HOH2C

HO

OH O

O HOH2C

HO

OH O

O HOH2C

HO

OH O

O O HOH2C

HO

OH O

O HOH2C

HO

OH O

O H2C

HO

OH O

O HOH2C

HO

OH O O

HOH2C

HO

OH O

O HOH2C

HO

OH O O

HOH2C

HO

OH O

Amilosa

Amilopektin

Gambar 2. 1 Struktur dari Amilosa dan Amilopektin (Whistler, et al., 1984) Pati dapat dibagi menjadi 2 jenis, yaitu pati alami yang belum mengalami modifikasi (Native Starch) dan pati yang telah termodifikasi (Modified Starch). Pati alami memiliki kelemahan dalam sifat fisik maupun sifat kimia sehingga diperlukan modifikasi pada pati alami untuk memperbaiki sifat aslinya. Pati yang dimodifikasi akan mengalami perubahan komposisi dan sifat fisikokimianya (Das, et al., 2010).

2.3 Pati Nanokristalin

Nanoteknologi merupakan ilmu yang mempelajari partikel dalam rentang ukuran 1-1000 nm (Buzea, et al., 2007). Nanoteknologi mulai memungkinkan para ilmuwan, ahli kimia, dan dokter untuk bekerja di tingkat molekuler dan sel untuk menghasilkan kemajuan penting di bidang ilmu pengetahuan dan kesehatan.

Nanoteknologi memiliki keuntungan yaitu meningkatkankan kelarutan dan luas permukaan, dosis yang dibutuhkan lebih sedikit, dan dapat digunakan untuk obat bertarget (Jain, et al., 2006).

Pati nanokristalin dapat dihasilkan melalui 3 tahapan, yaitu hidrolisis asam atau enzimatis, regenerasi, dan perlakuan mekanik (Le Corre et al., 2010). Aplikasi nanopartikel atau nanokristal antara lain sebagai penguat atau pengisi polimer sintesis platik, bahan tambahan pangan, komposit biodegradable, dan pembawa/carrier obat (Sabotakin et al., 2007). Partikel nano mempunyai luas

(20)

permukaan sangat besar sehingga membuat partikel nano lebih aktif (Chen et al., 2008 ). Nanopartikel dengan menggunakan polimer dapat dimanfaatkan untuk sistem penghantaran tertarget, meningkatkan bioavailabilitas, pelepasan obat terkendali, atau melarutkan obat untuk penghantaran sistematik. Juga dapat digunakan untuk melindungi agen terapetik akibat adanya degradasi enzim (nuclease dan protease) (Napsah dan Wahyuningsiih, 2013).

2.4 Metode Pembuatan Nanopartikel

Sediaan nanopartikel dapat dibuat dengan berbagai metode, yaitu metode emulsifikasi, presipitasi, penggilingan (milling methods), dan polimer hidrofilik, (Soppimath, et al., 2001).

2.4.1 Metode Emulsifikasi

Metode emulsifikasi menggunakan prinsip difusi antara pelarut larut air seperti aseton dan metanol dengan pelarut organik tidak larut air seperti kloroform dengan penambahan polimer. Difusi mengakibatkan emulsifikasi pada daerah di antara dua fase pelarut. Partikel yang berada di antara dua fase pelarut tersebut berukuran lebih kecil dari pada kedua fase pelarut itu sendiri (Soppimath, et al., 2001).

2.4.2 Metode Milling

Penggilingan merupakan teknik standar yang telah digunakan dalam beragam bidang aplikasi industri untuk mengurangi ukuran partikel. Besarnya pengurangan ukuran diatur oleh jumlah energi penggilingan, yang ditentukan oleh kekerasan intrinsik obat, media grinding, dan penggilingan. Pengurangan ukuran partikel lewat penggilingan dapat dijelaskan oleh tiga mekanisme yaitu gesekan antara dua permukaan karena tekanan yang dihasilkan melampaui kekuatan inheren partikel sehingga mengakibatkan frakturasi (patahan atau retakan), gaya gesek yang dihasilkan mengakibatkan pecahnya partikel menjadi beberapa bagian, dan deagregasi terkait kolisi (tabrakan) antar agregat pada laju diferensial yang tinggi.

(21)

8

2.4.2 Metode Presipitasi

Sebuah proses dimana bahan dilarutkan ke dalam pelarut yang cocok, lalu dimasukkan ke dalam pelarut lain yang bukan pelarutnya dipengaruhi pH, suhu atau perubahan pelarut kemudian segera menghasilkan presipitasi zat aktif dengan partikel yang lebih kecil (Haskel, 2009). Metode ini menggunakan agen penahan tegangan permukaan yang cukup besar untuk menahan agregasi. Kelemahan metode ini adalah nanopartikel yang terbentuk harus distabilisasi untuk mencegah timbulnya kristal berukuran mikro dan zat aktif yang hendak dibuat nanopartikelnya harus larut setidaknya dalam salah satu jenis pelarut, sementara diketahui bahwa banyak zat aktif memiliki kelarutan rendah baik di air maupun pelarut organik.

2.4.3 Metode Polimer Hidrofobik

Metode polimer hidrofilik menggunakan polimer larut air seperti kitosan, natrium alginat dan gelatin. Nanopartikel umumnya terbentuk secara spontan ataupun dengan penambahan pengemulsi (Soppimath, et al., 2001).

2.5 Modifikasi Pati

Pati termodifikasi adalah pati yang gugus hidroksilnya telah diubah lewat suatu reaksi kimia (esterifikasi, eterifikasi atau oksidasi) atau dengan menggangu struktur asalnya (Fleche, 1985). Sedangkan menurut (Kusnandar, 2010), pati modifikasi adalah pati yang telah mengalami perlakuan fisik, kimia, atau enzimatis secara terkendali sehingga mengubah satu atau lebih dari sifat asalnya seperti suhu awal gelatinisasi, karakteristik selama proses gelatinisasi, ketahanan oleh pemanasan, pengasaman, dan pengadukan serta kecenderungan retrogradasi. Pati termodifikasi berguna di berbagai bidang, misalnya di bidang produksi makanan, yaitu sebagi agen pengisi, stabilizer dan emulsifier; di bidang farmasi, yaitu sebagai disintegrants dan carrier; dan aditif pengikat pada pelapis kertas (Gotlieb, et al., 2005). Ada beberapa teknik yang dapat dilakukan untuk memodifikasi pati, yaitu:

2.5.1 Modifikasi Fisika

Modifikasi fisika dari pati biasanya digunakan untuk mengubah struktur glanula dan mengubah pati asli menjadi pati yang dapat larut dalam air dingin.

Beberapa metode fisika yang dikembangkan saat ini adalah: Heat-moisture Treatment (HMT), Annealing (penguatan terhadap air), Retrogradasi, Pembekuan,

(22)

Ultra High Pressure Treatment, Glow Discharge Plasma Treatment, Osmotic-Pressure Treatment, Thermal Inhibition dan Gelatinisasi (Neelam, et al.,

2012).

2.5.2 Modifikasi Enzimatis

Modifikasi enzim melibatkan suspensi pati menggunakan enzim-enzim utama termasuk enzim hidrolisis yang cenderung menghasilkan turunan yang lebih baik.

Beberapa enzim yang telah diteliti dan digunakan untuk modifikasi pati antara lain:

Amilomaltase (α-1,4-α-1,4-glukosil transferase), siklomaltodekstrinase, transglukosidase, dan β-amilase (Neelam et al., 2012).

2.5.3 Modifikasi Asam

Pati termodifikasi asam dibuat dengan menghidrolisis pati dengan asam di bawah suhu gelatinisasi, pada suhu sekitar 52ºC. reaksi dasar meliputi pemotongan ikatan α-1,4-glukosidik dari amilosa α-1,6-glukosidik dari amilopektin, sehingga ukuran molekul pati menjadi lebih rendah dan meningkatkan kecenderungan pasta panas lebih rendah, kecenderungan retrogradasi lebih besar, ratio viskositas pasta pati dingin dari pasta pati panas lebih rendah, granula yang mengembang selama gelatinisasi dalam air panas lebih rendah, peningkatan stabilitas dalam air hangat di bawah suhu gelatinisasi dan bilangan alkali lebih tinggi.

Pada metode hidrolisis ini terjadi pemecahan ikatan α-D-glukosa dari molekul pati serta terjadi pelemahan struktur granula pati sehingga akan mengubah kekentalannya (Smith dan Bell, 1986). Proses lintnerisasi dilakukan menggunakan asam kuat pada suhu di bawah suhu gelatinisasi pati. Asam kuat mampu menghidrolisis ikatan glikosidik sehingga menghasilkan amilosa dengan rantai yang lebih pendek dan bobot molekul menjadi lebih rendah (Wurzburg, 1989).

2.5.4 Modifikasi Kimia

Modifikasi pati secara kimia dilakukan dengan menambahkan bahan kimia tertentu dengan tujuan menggantikan gugus hidroksil (-OH) dan memperkuat ikatan pada rantai pati (Novitasari, 2016). Sifat kimia dan fungsional yang dihasilkan ketika memodifikasi pati berdasarkan substitusi kimia yaitu: kondisi reaksi (konsentrasi reaktan, waktu reaksi, pH, dan katalis), jenis substituen, tingkat substitusi, dan

(23)

10

distribusi substituen dalam molekul pati (Neelam et al., 2012). Beberapa metode modifikasi secara kimia dapat dilihat pada Gambar 2.2

Gambar 2.2. Metode-metode modifikasi pati secara kimia ( Neelam, et al., 2012) Beberapa modifikasi pati secara kimia, yaitu:

1. Eterifikasi Pati

Pati terhidroksi propilasi umumnya dibuat dengan eterifikasi pati dengan propilena oksida dengan adanya katalis basa. Kelompok hidroksipropil yang dimasukkan ke dalam rantai pati mampu mengganggu ikatan hidrogen intra- molekul, sehingga melemahkan struktur butiran pati dan menyebabkan rantai pati bebas bergerak di daerah amorf. Pergantian kelompok hidroksipropil pada rantai pati mengganggu struktur ikatan internal sehingga mengurangi jumlah energi yang diperlukan untuk melarutkan pati dalam air.

2. Esterifikasi Pati

Esterifikasi dapat didefenisikan sebagai reaksi antara asam karboksilat dan alkohol (Gandhi, 1997). Pati ester adalah sejenis pati yang dimodifikasi dimana beberapa gugus hidroksil telah digantikan oleh gugus ester. Proses esterifikasi pati asli dengan anhidrida asetat biasanya dengan adanya katalis basa. Dalam kondisi basa, pati secara tidak langsung direaksikan dengan anhidrida karboksilat. Suatu komplek alkali pati terbentuk terlebih dahulu,

(24)

yang kemudian berinteraksi dengan anhidrida karboksilat untuk membentuk ester pati dengan penghilangan ion karboksilat dan satu molekul air. Pati ester disintesis dengan berbagai reaktan, seperti anhidrida asam, asam amino Octenyl Succinic Anhydride (OSA), asam lemak dodecenil suksinat anhidrida (DDSA) dan asam lemak klorida.

3. Cross-Linking

Cross-linking atau ikat silang umumnya dilakukan dengan perlakuan pati granular dengan reagen yang mampu membentuk hubungan antar molekul antara eter atau ester antara gugus hidroksil pada molekul pati. Sodium trimetaphosphate (STMP), monosodium phosphate (SOP), natrium tripolifosfat (STPP), epiklorohidrin (EPI), fosforil klorida (POCl3) adalah agen utama yang digunakan untuk cross-link. Faktor lain yang dapat mempengaruhi tingkat ikatan silang adalah distribusi ukuran populasi butiran pati.

4. Oksidasi Pati

Oksidasi pati telah dilakukan sejak awal 1800-an, dan berbagai zat pengoksidasi telah diperkenalkan, misalnya hipoklorit, hidrogen peroksida, periodat, permanganat, dikromat, persulfat, dan klorit. Reaksi utama oksidasi hipoklorit pati termasuk pembelahan rantai polimer dan oksidasi gugus hidroksil menjadi gugus karbonil dan karboksil. Laju reaksi pati dengan hipoklorit sangat dipengaruhi oleh pH. Laju menjadi cepat sekitar pH 7 dan sangat lambat pada pH 10. (Sameh, et al., 2016).

2.6 Asam Asetat

Asam asetat adalah cairan tak berwarna yang mempunyai rasa dan aroma tajam seperti cuka. Asam asetat dapat larut dalam air, etil alkohol dan eter, tetapi tidak dapat larut pada karbon disulfida. Kegunaan asam asetat banyak digunakan dalam industri kimia seperti sebagai bahan baku untuk produksi vinil asetat, pembuatan resin yang digunakan sebagai cat, pelekat, plastik dan tekstil (Celanese, 2016).

(25)

12

H3C O

OH

Gambar 2.3. Struktur Asam Asetat

Asam asetat dapat terbentuk dari asetat anhidrida. Asetat anhidrat memiliki berbagai macam kegunaan antara lain sebagai pelarut senyawa organik, berperan dalam proses asetilasi, pembuatan aspirin, dan dapat digunakan untuk membuat acetylmorphine. Adapun sifat kimia asam asetat anhidrat yaitu :

a. Mudah menguap dan mudah terbakar b. Larut dalam air, alkohol, dan eter.

d. Menyebabkan korosi pada logam

e. Asetat asetat digunakan sebagai pelarut.

2.7 Pati Asetat

Pati asetat adalah pati yang telah dimodifikasi dengan proses asetilasi.

Asetilasi pada pati digunakan untuk memberi efek kental pada pengaplikasiannya dibandingkan dengan pati alami. Pengenalan gugus asetil pada proses asetilasi mengurangi kekuatan ikatan antara molekul pati sehingga dapat meningkatkan swelling power dan kelarutan, mengurangi penggumpalan pati, meningkatkan freeze- thaw stability ( Rutenberg, 1984).

Modifikasi dengan penambahan asam asetat bertujuan untuk menggantikan gugus hidroksil (OH¯) pati dengan gugus asetil dari asam asetat. Dengan adanya distribusi gugus asetil yang menggantikan OH¯ maka akan mengurangi kekuatan hydrogen di antara pati dan menyebabkan granula pati menjadi lebih mengembang (banyak menahan air), mudah larut dalam air. Reagen yang biasa digunakan pada metode asetilasi adalah vinil asetat, asam asetat dan asam anhidrat (Teja, 2008).

(26)

O H

H HO

O OH OH

n

+ O

H

H HO

OH O

n + O CH3

H3C O

OH

O

H O

H

Gambar 2.4. Reaksi Asetilasi

Beberapa penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti sebelumnya mengenai pati asetat, antara lain:

a. Maryamah dan Nurlaili (2018), juga telah melakukan penelitian terhadap pengaruh konsentrasi asam asam asetat pada pati gadung. Hasil penelitian menunjukkan puncak serapan OH pada daerah 3425,49 cm-1, pada bilangan gelombang 1153,85 cm-1 merupakan gugus C-O-C, dan serapan pada 1641,45 cm-1 merupakan gugus C=O ester.

b. Heriawan, Rahim, dan Kadir (2016), telah melakukan penelitian tentang karakteristik fisikokimia pati aren asetat dengan pengaruh lamanya reaksi dan menghasilkan kadar air sebesar 6,69%, viskositas sebesar 376 cp, dan stabilitas emulsi sebesar 74,00% yang dapat digunakan sebagai bahan dasar pembuatan mie dan roti.

c. Sauyana (2014), melakukan peneletian terhadap pati sagu nanokristalin dengan nilai derajat substitusi yang di dapat 0,05-0,53%. Sifat pati nanokristalin terasetilasi yang dihasilkan adalah daya serap air yang lebih rendah dari pati nanokristalin, namun meningkatkan swelling power dan kelarutannya.

2.8 Metode Esterifikasi

Esterifikasi merupakan suatu reaksi ionik yang merupakan gabungan dari reaksi adisi dan reaksi penataan ulang dieliminasi (Davidek, 1990). Esterifikasi juga dapat didefenisikan sebagai reaksi antara asam karboksilat dan alkohol (Gandhi, 1997). Esterifikasi dapat dilakukan dengan menggunakan katalis enzim (lipase) dan asam anorganik (asam sulfat dan asam klorida), dengan berbagai variasi alkohol biasanya metanol, etanol, 1-propanol, 1-butanol, amyl alkohol, dan lain-lain

(27)

14

anhidrida (octenyl succinic anhhydide, acetic anhydride, propionic anhydride, dan lainnya) dan klorida (Zhao et al., 2015). Modifikasi secara esterifikasi dilakukan dengan tujuan untuk mendapatkan pati termodifikasi dengan karakteristik yakni memiliki kecepatan retrogradasi lebih lambat, stabil pada suhu rendah, panas dan kondisi asam serta memiliki kejernihan pasta lebih baik dan mudah dimasak serta Resistant Starch yang tinggi (Cereda dkk., 2003).

2.9 Karakteristik Pati Nanokristalin Terasetilasi 2.9.1 Swelling Power

Swelling power merupakan kenaikan volume dan berat maksimum pati selama mengalami pengembangan di dalam air. Swelling power menunjukkan kemampuan pati untuk mengembang dalam air. Swelling power yang tinggi berarti semakin tinggi pula kemampuan pati mengembang dalam air. Nilai swelling power perlu diketahui untuk memperkirakan ukuran atau volume wadah yang digunakan dalam proses produksi sehingga jika pati mengalami swelling, wadah yang digunakan masih bisa menampung pati tersebut (Suriani, 2008).

Proses mengembangnya granula pati ini disebabkan banyaknya air yang terserap kedalam tiap granula pati dan granula pati yang mengembang tersebut mengakibatkan swelling power menjadi meningkat (Herawati, 2010). Swelling merupakan sifat yang dipengaruhi oleh amilopektin. Proporsi yang tinggi pada rantai cabang amilopektin memiliki kontribusi dalam peningkatan nilai swelling. Selain itu, terdapat korelasi yang negatif antara swelling power dengan kadar amilosa, swelling power menurun seiring dengan peningkatan kadar amilosa ( Li dan Yeh, 2001).

2.9.2 Daya Larut

Daya larut (solubility) menunjukkan indikasi tingkat kemudahan suatu tepung untuk dapat larut dalam air. Solubility yang tinggi mengindikasikan bahwa tepung lebih mudah larut dalam air dan sebaliknya. Hal ini disebabkan partikel-partikel yang tidak larut dalam air akan lebih sedikit yang didispersikan. Semakin tinggi solubility, maka semakin bagus kualitas tepung tersebut (Janathan, 2007).

(28)

2.10 Spektroskopi FT-IR (Fourier Transform Infrared)

FTIR adalah teknik analisis IR yang seringkali menggunakan daerah IR pertengahan (4000 sampai 200 cm-1). FTIR memiliki beberapa keuntungan diantaranya non-dekstruktif, dapat menganalisis multikomponen secara tepat, tidak perlu penyiapan contoh, dan gangguan dapat diminimumkan selama penentuan suatu senyawa. Spektrum IR merupakan jenis yang bersifat: spesifik terhadap suatu molekul, yang akan memberikan informasi yang menyatu (inheren) terhadap gugus- gugus fungsional yang terdapat dalam suatu molekul, termasuk jenis interaksinya;

kuantitatif; serta non-dekstruktif (tidak merusak), yang berarti bahwa pada jenis penanganan sampel tertentu seperti dengan attenuated total refectance (ATR);

sampel yang dianalisis bersifat universal dimana dalam persyaratan pengambilan sampelnya baik sampel padat, cair, gas (Rohman, 2014).

FTIR bermanfaat dalam meneliti paduan-paduan polimer. Sementara paduan yang tidak dapat bercampur memperlihatkan suatu spektrum IR yang merupakan superposisi dari spektrum homopolimer, spektrum paduan yang dapat bercampur adalah superposisi dari tiga komponen, dua spektrum homopolimer dan satu spektrum interaksi yang timbul dari interaksi kimia atau fisika antar homopolimer (Stevens, 2007).

2.11 X-Ray Diffraction (XRD)

Analisis XRD (X-Ray Diffraction) bertujuan untuk menganalisis struktur kristal. Prinsip kerja dari XRD adalah difraksi sinar X yang disebabkan adanya hubungan fasa tertentu antara dua gerak gelombang atau lebih sehingga paduan gelombang tersebut saling menguatkan. Sinar X dihamburkan oleh atom-atom dalam zat padat material. Ketika sinar X jatuh pada kristal dari material maka akan terjadi hambura ke segala arah yang bersifat koheren. Sifat hamburan sinar X yang koheren mengakibatkan sifat saling menguatkan atau saling melemahkan pada paduan gelombang (Eldo, S.M., 2012).

(29)

16

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1 Waktu Dan Tempat

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia Organik FMIPA USU.

Analisis Spektofotometer FT-IR di Laboratorium Kimia Organik FMIPA UGM.

Analisis XRD di Laboratorium Karakterisasi Material ITS. Analisis PSA di Laboratorium Kimia Fisik Fakultas Farmasi USU. Uji kadar air, swelling power, daya larut serta penentuan rendemen pati di Laboratorium Organik FMIPA USU.

Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Februari 2019 hingga September 2019.

3.2 Alat dan Bahan 3.2.1 Alat

Spektrofotometer FT-IR Shimadzu

Particle Sized Analyzer Fritsch

Difraktometer Sinar-X

Blender Philips

Desikator

Neraca Analitis Shimadzu

Oven Blowwer Memmert

Gelas Beaker Pyrex

Labu Takar Pyrex

Gelas Ukur Pyrex

Gelas Erlenmeyer Pyrex

Hotplate Stirrer Cimarec

Indikator Universal

Termometer Fisher

Magnetic Bar

Corong Pyrex

Statif dan Klem Sentrifugasi Shake incubator

(30)

3.2.2 Bahan Pati Sukun

HCl p.a E’ Merck

Asetat Anhidrida p.a E’ Merck

CH3COOH p.a E’ Merck

NaOH p.a E’ Merck

Etanol p.a E’ Merck

Aquabidest Aquadest

3.3 Pembuatan Pereaksi 3.3.1 Pembuatan HCl 2,2 N

Sebanyak 18,3 ml HCl 37% dilarutkan dengan aquadest di dalam labu takar 100 mL sampai garis tanda dan dihomogenkan.

3.3.2 Pembuatan NaOH 1 N

Sebanyak 4 gram NaOH pellet dilarutkan dengan aquadest di dalam labu takar 100 mL sampai garis tanda dan dihomogenkan.

3.3.3 Pembuatan NaOH 3%

Sebanyak 3 gram NaOH pellet dilarutkan dengan aquadest di dalam labu takar 100 mL sampai garis tanda dan dihomogenkan.

3.3.4 Pembuatan CH3COOH 4%

Sebanyak 4 ml (CH3CO)2O(aq) dimasukkan ke dalam labu takar 100 mL dan dilarutkan dengan aquadest sampai batas atas, dihomogenkan.

3.3.5 Pembuatan CH3COOH 6%

Sebanyak 6 ml (CH3CO)2O(aq) dimasukkan ke dalam labu takar 100 mL dan dilarutkan dengan aquadest sampai batas atas, dihomogenkan.

3.3.6 Pembuatan CH3COOH 8%

Sebanyak 8 ml (CH3CO)2O(aq) dimasukkan ke dalam labu takar 100 mL dan dilarutkan dengan aquadest sampai batas atas, dihomogenkan.

(31)

18

3.3.7 Isolasi Pati dari Sukun

Buah sukun yang kulitnya mulai menguning dikupas dan dihilangkan tangkai buahnya. Setelah dikupas sukun dicuci hingga bersih dan tidak bergetah. Kemudian buah sukun dipotong kecil-kecil dan dihaluskan dengan menggunakan blender. Buah sukun yang telah dihaluskan, disaring dengan menggunakan kain kasa untuk memisahkan dari ampas. Filtrat hasil penyaringan dimasukkan ke dalam Beaker glass kemudian dibiarkan hingga membentuk endapan. Kemudian endapan yang didapat dicuci beberapa kali dengan air hingga air cucian menjadi jernih. Pati yang diperoleh dikeringkan di dalam oven pada suhu 45oC selama 24 jam. Pati yang telah kering kemudian dihaluskan, diayak dan ditimbang. Selanjutnya dianalisis dengan spektroskopi FT-IR (Zuhra, et.al, 2016).

3.3.8 Pembuatan Pati Sukun Nanokristalin

Pembuatan pati sukun kristalin menggunakan metode yang telah dilakukan oleh peneliti sebelumnya yaitu Wulandari (2013). Pati sukun sebanyak 29,7 g dilarutkan dalam 100 mL larutan hydrogen klorida 2,2 N kemudian dimasukkan ke dalam shake incubator pada suhu 35°C selama 6 jam. Suspensi pati yang sudah mengalami perlakuan litnerasi kemudian dinetralkan dengan NaOH 1 N setetes demi setetes. Kemudian suspensi dicuci dengan aquadest dan etanol 96%.

Pati yang telah dicuci kemudian dikeringkan dalam oven pada suhu 40°C selama 24 jam. Setelah kering pati digiling dengan menggunakan ball mill dan diayak dengan ayakan 80 mesh.

Setelah itu, pati dilarutkan dalam aquadest dengan perbandingan 1:15 yang kemudian dipanaskan sampai tergelatinisasi sempurna. Setelah tergelatinisasi sempurna, ditambahkan etanol dengan cara diteteskan secara perlahan sambil diaduk dengan magnetic stirrer, selanjutnya didinginkan. Endapan yang terbentuk dipisahkan dengan sentifuge ( 3000xg, 10 menit), dicuci dengan aquadest dan etanol 96%. Kemudian dikeringkan dalam oven pada suhu 40°C selama 8 jam dan dihaluskan. Lalu pati nanokristalin dikarakterisasi FTIR, kadar air, kelarutan, dan swelling power.

3.3.9 Sintesis Pati Sukun Nanokristalin Asetat

Metode asetilasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah asetilasi menggunakan asam asam asetat yang diadaptasi dari Phillips et al. (1999). Pati sukun

(32)

nanokristalin dilarutkan dalam aquadest dengan perbandingan 1 : 2.25 kemudian diaduk dengan magnetic stirrer selama 1 jam pada suhu 25°C. Kemudian ditambahkan NaOH 3%, setelah mencapai pH 8 ditambahkan asam asam asetat 4%

kemudian dipertahankan pHnya antara 8-8.4 dengan menggunakan NaOH 3%.

Larutan didiamkan selama 10 menit, kemudian larutan dibuat menjadi pH 5 dengan penambahan HCl 0.5 N. Setelah pati tersendimentasi, pati dibilas dengan alkohol dan aquadest, kemudian dikeringkan dalam oven pada suhu 40°C selama 8 jam dan dihaluskan. Lalu pati nanokristalin dikarakterisasi FTIR, XRD, DS, persen aasetil, kadar air, kelarutan, dan swelling power. Dilakukan perlakuan yang sama dengan variasi konsentrasi asam asam asetat 6% dan 8%.

3.3.10 Analisis dengan Spektroskopi FT-IR

Pati nanokristalin asetat yang berbentuk padatan dihaluskan dengan alu dan lumpang kemudian dibuat menjadi pellet dengan KBr dan diukur spektrumnya dengan alat spektroskopi FT-IR.

3.3.11 Analisis dengan XRD (X-Ray Diffraction)

Karakterisasi XRD dilakukan untuk mengetahui kristalinitas dan jenis fasa yang dihasilkan. Proses karakterisasi yaitu pada awalnya sampel ditempatkan pada holder kemudian dipadatkan. Setelah padat, sampel ditembak dengan sinar X yan memililki panjang gelombang 10-10 sampai dengan 5-10 nm, berfrekuensi 1017 – 1020 Hz dan memiliki energi 103 – 106V dan dihasilkan data berupa kurva difraktogram yang merupakan kurva antara 2 (sudut) dengan besarnya intensitas.

3.3.12 Kadar Air

Pengukuran kadar air pati dilakukan dengan menggunakan metode pengeringan berdasarkan AOAC (1995). Pada metode ini, sampel ditimbang sebanyak 5 g, kemudian dimasukkan ke dalam cawan yang telah dikeringkan terlebih dahulu selama 2 jam dan ditimbang. Pati selanjutnya dikeringkan dalam oven pada suhu 110°C selama 24 jam atau hingga diperoleh bobot kering yang tetap. Pati dikeluarkan dari oven dan kemudian dimasukkan ke dalam desikator hingga dingin, selanjutnya dilakukan penimbangan dengan menggunakan neraca analitik. Kadar air pati ditentukan dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

(33)

20

Keterangan :

x = bobot cawan dan sampel sebelum dikeringkan (g) y = bobot cawan dan sampel setelah dikeringkan (g) a = bobot cawan kosong (g)

3.3.13 Swelling power dan Kelarutan Pati

Swelling power dan daya larut pati nanokristalin terasetilasi dapat ditentukan dengan modifikasi metode yang digunakan (Perez et al., 2009). Suspensi pati disiapkan yaitu 0.5 g sampel dicampur dengan 50 ml aquades dalam labu erlenmeyer 250 ml. Sampel ditempatkan pada penangas air pada suhu 70°C selama 2 jam dengan pengadukan secara kontinu. Pada suspensi tersebut diambil 30 ml larutan yang jernih kemudian diletakkan pada cawan petri yang telah diketahui bobotnya. Cawan petri dikeringkan pada oven 100°C hingga bobotnya tetap, kemudian ditimbang dan dihitung perubahan bobotnya. Kemampuan menggelembung pati (berdasarkan berat kering) ditentukan sebagai berikut:

Kelarutan = Swelling Power =

Keterangan :

a = bobot cawan petri awal (g) b = bobot cawan petri akhir (g) c = bobot erlenmeyer awal (g) d = bobot erlenmeyer akhir (g)

3.3.14 Persen Asetilasi dan Derajat Substitusi

Pati asetilasi sebanyak 1 g dimasukkan dalam erlenmeyer 250 ml ditambahkan 50 ml etanol 75%. Pati kemudian diaduk dengan suhu 50°C selama 30 menit dan didinginkan. Setelah dingin, sampel ditambahkan dengan 40 ml KOH 0.5 M. Kemudian dititrasi dengan HCl 0.5 M menggunakan indikator PP hingga terjadi

(34)

perubahan warna dari merah rose menjadi bening. Blanko dibuat menggunakan pati yang belum diasetilasi. Dihitung derajat asetilsinya dengan menggunakan rumus :

% 𝐴𝑠𝑒𝑡𝑖𝑙 = x 100%

Keterangan :

Vo = volume HCl untuk titrasi blanko (ml) Vn = volume HCl untuk sampel (ml) N = normalitas HCl

M = massa sampel kering (g) 43 = berat molekul asetil (CH3CO)

𝐷𝑆 =

Keterangan :

162 = berat molekul anhidrit glukosa (C6H10O5) 4300 = berat molekul asetil (CH3CO) x 100

42 = selisih antara berat molekul gugus asetat dengan gugus OH-

(35)

22

3.3.15 Bagan Penelitian 3.3.15.1 Isolasi Pati Sukun

(36)

3.3.15.2 Pembuatan Pati Sukun Nanokristalin

29,4 gr Pati Sukun

ditambahkan ke dalam 150 ml HCl 2,2N diinkubasi dalam shaker bath

pada suhu 35°C selama 6 jam

dinetralkan dengan NaOH 1 N hingga pH = 7 disaring

Filtrat Residu

dicuci dengan aquabidest dicuci dengan etanol 96%

dikeringkan dalam oven pada suhu 40°C selama 24 jam digiling dengan ball mill diayak dengan ayakan 80 mesh Pati Sukun Kristalin

ditambahkan ke dalam 225 ml aquadest dipanaskan hingga tergelatinisasi sempurna pada suhu 90°C

ditambahkan etanol 96% secara perlahan-lahan hingga terjadi perubahan warna

disentrifugasi (3000 xg) selama 5 menit

Filtrat Residu

dicuci dengan aquabidest dicuci dengan etanol 96%

dikeringkan dalam oven pada suhu 40°C selama 24 jam Hasil

disaring

FTIR

dikarakterisasi

XRD

(37)

24

3.3.15.3 Pembuatan Pati Sukun Nanokristalin Asetat

3 gr Pati Sukun Nanokristalin

ditambahkan ke dalam 5 ml aquadest diaduk selama 1 jam pada suhu 25°C ditambahkan NaOH 3% hingga pH 8 ditambahkan 4% asam asetat

diaduk selama 10 menit disaring

Filtrat Residu

dicuci dengan aquabidest dicuci dengan etanol 96%

dikeringkan pada suhu 40°C selama 24 jam

Pati Nanokristalin Asetat

ditambahkan HCl 0,5 M hingga pH 5

dikarakterisasi

Kadar air XRD Derajat

Substitusi Swelling power dan kelarutan

Dilakukan perlakuan yang sama untuk pati nanokristalin asetat dengan variasi penambahan asam asam asetat 6% dan 8%.

(38)

BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Isolasi Pati Buah Sukun

Pati yang digunakan pada penelitian ini adalah hasil isolasi dari buah sukun (Artocarpus altilis) dimana dari 2 kg buah sukun dapat diperoleh sebanyak 200 g (10%) pati sukun. Pati sukun yang diperoleh diuji secara kualitatif yaitu dengan menambahkan pereaksi iodin, menghasilkan warna ungu yang menunjukkan hasil positif rantai karbohidrat polisakarida.

Uji spektroskopi FT-IR pada pati buah sukun dapat dilihat pada gambar 4.1 yang menunjukan spektrum dengan puncak vibrasi pada daerah bilangan gelombang 3425 cm-1 menunjukkan gugus –OH. Pada penelitian yang telah dilakukan oleh Nurhaeni (2018), pada bulangan gelombang 3777 cm-1 menunjukkan gugus –OH.

Serapan pada bilangan gelombang 2931 cm-1 menunjukkan vibrasi ulur gugus C–H alkana (-CH3). Sesuai dengan hasil penelitian dari Nurhaeni (2018), vibrasi ulur gugus C-H alkana (-CH3) terletak pada daerah bilangan gelombang 2927 cm-1. Pita serapan pada bilangan gelombang 1157 cm-1 menunjukkan adanya gugus fungsi C- O-C eter. Menurut Rizky (2017), spektrum gugus fungsi C-O-C eter terletak pada bilangan gelombang 1157,29 cm-1 . Pada pita serapan pada bilangan gelombang 1018 cm-1 menunjukkan gugus fungsi CO glikosidik. Sesuai dengan laporan penelitian Nurhaeni (2018), spektrum gugus fungsi C-O glikosidik terletak pada bilangan gelombang 1028,2 cm-1.

(39)

26

Gambar 4.1. Spektrum FT-IR Pati Sukun

4.2 Sintesis Pati Sukun Nanokristalin

4.2.1 Analisis FT-IR Pati Sukun Nanokristalin

Pati nanokristalin yang diperoleh berwarna putih, dimana 30 g pati sukun yang digunakan didapat pati nanokristalin sebesar 10,36 g (%). Pati nanokristalin dihasilkan dengan cara hidrolisis asam, yaitu HCl 2,2 N dengan tujuan mendegradasi fraksi amilosa rantai panjang dan percabangan pada amilopektin yang terdapat daerah amorf dihasilkan fraksi amilosa rantai pendek dengan bobot molekul yang lebih rendah (Wulandari, 2013). Kemudian dilanjutkan dengan presipitasi dengan menggunakan pelarut organik, salah satunya etanol 96%. Terbentuknya pati nanopartikel terjadi ketika pati mendapat perlakuan suhu tinggi saat proses gelatinisasi (Ma et al., 2008). Pada proses presipitasi, pati tergelatinisasi mengalami proses retrogradasi secara cepat saat dilakukan penambahan etanol secara perlahan- lahan dan pengadukan cepat.

Uji spektroskopi FT-IR pada pati buah sukun dapat dilihat pada gambar 4.2 yang menunjukan spektrum dengan puncak vibrasi pada daerah bilangan gelombang 3448 cm-1 menunjukkan gugus –OH, 1095,57 cm-1 menunjukkan gugus C-O-C dan daerah bilangan gelombang 2924 cm-1 menunjukkan gugus C-H streaching.

(40)

Gambar 4.2. Spektrum FT-IR Pati Sukun Nanokristalin 4.2.1 Data XRD Pati Sukun Nanokristalin

Hasil perhitungan menggunakan data XRD pati nanokristalin (lampiran 5) dihasilkan ukuran pati nanokristalin sebesar 92,362 nm. Hasil penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa pati ukuran partikel pati talas beneng yang dihidrolisis dengan menggunakan HCl yaitu sebesar 379,2 nm (Uswah, 2016).

20 40 60 80

100 200 300 400 500 600 700

Intesity (counts)

2-Theta (deg)

Gambar 4.3. Difraktogram Pati Nanokristalin

4.3 Sintesis Pati Sukun Nanokristalin Asetat

Modifikasi asetilasi pati merupakan hasil reaksi esterifikasi antara pati dan

(41)

28

hidroksil dimana dalam hal ini mengubah ikatan kovalen gugus hidroksil dari pati (Starch-OH) menjadi bentuk ikatan ionik pada natrium pati (Starch-ONa+) melalui pengontrolan variasi konsentrasi asetat anhidrat (4%, 6%, dan 8%). Pada proses asetilasi, pengadukan dilakukan agar pati dan asam asetat tercampur merata. Pada reaksi asetilasi terjadi subsitusi gugus hidroksil di unit anhidroglukosa pada molekul- molekul pati oleh gugus asetil yang berasal dari asam asetat sehingga dihasilkan produk pati asetat (Sauyana, 2014). Proses asetilasi ini menghasilkan 1,62 gram dari 3 gram pati nanokristalin 4%, 1,73 gram pati nanokristalin 6%, dan gram pati nanokristalin 8%. Pada penelitian ini dihasilkan rendemen pati 50-57%.

Prediksi mekanisme reaksi pembentukan pati terasetilasi secara teoritis dapat dilihat pada Gambar 4.4.

O H

H HO

O OH OH

n

+ O

H

H HO

O OH O-

n Na+

+

O H

H HO

O OH O- Na+

n

+ O

H

H HO

O OH O

n + H3C

O OH

O CH3

H3C O

O O

CH3

+ H2O

H3C O

OH

2

H2O NaOH

H2O

Gambar 4.4. Prediksi Mekanisme Reaksi Pembentukan Pati Nanokristalin Asetat

4.4 Analisis FT-IR Pati Sukun Nanokristalin Asetat

Hasil data spektroskopi FT-IR menunjukkan bahwa pada variasi konsentrasi Asam asetat 4% (Gambar 4.3); Asam asetat 6% (Gambar 4.4); Asam asetat (Gambar

(42)

4.5) menunjukkan puncak-puncak vibrasi pada daerah bilangan gelombang 3433,29 – 3425,58 cm-1 menunjukkan gugus –OH, pada daerah gelombang 2924,09 – 2931,80 cm-1 yang menunjukkan C-H streaching, serta daerah bilangan gelombang 1157,29 cm-1 menunjukkan gugus eter C-O-C, dan daerah bilangan gelombang 1635,64 cm-1 yang menunjukkan gugus C=O.

Gambar 4.5. Spektrum FT-IR Pati Sukun Nanokristalin Konsentrasi Asam asetat 4%

Gambar 4.6. Spektrum FT-IR Pati Sukun Nanokristalin Konsentrasi Asam asetat 6%

(43)

30

Gambar 4.7. Spektrum FT-IR Pati Sukun Nanokristalin Konsentrasi Asam asetat 8%

Namun hasil analisis FT-IR pati nanokristalin terasetilasi tidak menunjukkan perubahan pita serapan pada daerah gelombang dari pati alami, hal ini dikarenakan gugus ester pada pati alami sudah ada sebelum dimodifikasi. Data FT-IR perbandingan variasi konsentrasi asam asetat dapat dilihat pada gambar 4.6.

4000 3500 3000 2500 2000 1500 1000 500 100

150 200 250

Transmitansi (T(%))

Wavenumber (cm-1)

Pati Sukun Nanokristalin Terasetilasi 4%

Pati Sukun Nanokristalin Terasetilasi 6%

Pati Sukun Nanokristalin Terasetilasi 8%

Gambar 4.8. Perbandingan Spektrum FT-IR Pati Sukun Nanokristalin Asetat Perbandingan Konsentrasi

(44)

4.5 Analisis 2XRD Pati Sukun Nanokristalin Asetat

Metode difraksi sinar X (XRD) merupakan metode analisa kualitatif yang dapat memberikan informasi kekristalan dan ukuran material. Hasil dari pengujian ukuran material menggunakan XRD Nanokristalin ditunjukkan oleh Gambar 4.5. di bawah ini :

20 40 60 80

100 200 300 400 500 600

Intensity (counts)

2-Theta (deg)

Gambar 4.9. Difraktogram Pati Nanokristalin Konsentrasi Asam asetat 4%

20 40 60 80

100 200 300 400 500

Intensity (counts)

2-Theta (deg)

Gambar 4.10. Difraktogram Pati Nanokristalin Konsentrasi Asam asetat 6%

(45)

32

20 40 60 80

100 200 300 400 500 600 700 800

Intensity (counts)

2-Theta (deg)

Gambar 4.11. Difraktogram Pati Nanokristalin Konsentrasi Asam asetat 8%

Puncak intensitas dari difraksi sinar X yang dihasilkan menunjukkan perubahan struktur bagian kristalin seperti yang ditunjukkan pada gambar 4.9 gugus asetil menggantikan sebagian besar gugus hidroksil pati dan tidak ada ikatan hidrogen antar molekul yang terbentuk sehingga menghancurkan susunan struktur kristal. Sementara tidak terjadi perubahan signifikan pada bagian amorf yang ditunjukkan dengan pola menyebar karena amorf merupakan struktur yang tidak teratur dan tersusun tanpa arah (Xu et.al, 2004).

(46)

0 20 40 60 80 100 0

500 1000 1500 2000 2500

Pati Nanopartikel

Pati Nanopartikel Terasetilasi 4%

Pati Nanopartikel Terasetilasi 6%

Pati Nanopartikel Terasetilasi 8%

Intensitas

2-theta

Gambar 4.12. Pola kristalinitas berdasarkan analisa XRD untuk pati sukun nanokristalin, hasil asetilasi 4%, 6%, dan 8%

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pati nanokristalin serta pati nanokristalin asetat variasi konsentrasi asam asetat 4%, 6%, dan 8% memiliki derajat kristalinitas masing-masing sebesar 33,04%; 33,94%;dan 35,22%. Proses asetilasi hanya menyerang daerah amorf sehingga derajat kristalinitas setelah asetilasi tidak banyak berubah.

Selain itu, dari puncak – puncak pati nanokristalin asetat pada sudut 2θ pada difraktogram gambar 4.9 di atas juga dapat diperoleh bahwa pati nanokristalin yang dihasilkan memiliki ukuran partikel 92,361 nm dan pati nanokristalin asetat yang dihasilkan memiliki ukuran partikel yang terdistribusi dari 366,604 nm – 826,001 nm, berdasarkan pada perhitungan pada Lampiran 5 dengan menggunakan persamaan Scherrer’s.

4.6 Persen Asetil dan Derajat Substitusi

Uji pesen asetil dan DS bertujuan untuk mengetahui berapa banyak gugus asetil yang tersubstitusi ke dalam pati sukun terasetilasi. Derajat Substitusi (DS) menunjukkan berapa banyak jumlah gugus asetil yang dapat mensubstitusi gugus

(47)

34

hidroksil (-OH) pada pati sukun (Teja, dkk., 2008). Persen asetil dan DS berturut- turut untuk masung-masing variasi konsentrasi asetat anhidrat dilihat pada Tabel 4.1, serta perhitungan persen asetil dan derajat substitusi dapat dilihat pada lampiran 1.

Tabel 4.1. Hasil Penentuan Persen Asetil dan Derajat Substitusi Konsentrasi Asam asetat

(%) Persen Asetil Derajat Substitusi

4 8,6 0,353

6 15,05 0,664

8 19,35 0,898

Pada tabel 4.1 menunjukkan peningkatan nilai persen asetil dan Derajat Substitusi (DS) seiring meningkatnya konsentrasi asam asetat, yaitu 0,353-0,898.

Hasil yang serupa ditunjukkan oleh Najafi el al. (2016) untuk pati nanokristalin jagung yaitu sebesar 0,23 – 2,66. Hal ini terjadi karena semakin tinggi konsentrasi maka semakin banyak jumlah partikel sehingga akan menyebabkan gerakan molekul semakin cepat. Dengan demikian kontak antara pereaksi dan bahan semakin sering sehingga memberi kesempatan yang lebih besar untuk gugus asetil tersubstitusi pada gugus hidroksil (Nuhaeni, 2018).

4.8 Kadar Air

Perhitungan kadar air pati nanokristalin dan nanokristalin erlampir pada lampiran 3, dengan hasil penentuan kadar air untuk pati sukun (tabel 4.2). variasi konsentrasi asam asetat 4%, 6%, dan 8% seperti pada Tabel 4.2 Kadar air pati hasil modifikasi sangat dipengaruhi oleh kondisi proses terutama pada saat pengeringan.

Suhu oven yang digunakan adalah rata-rata 40°C dan pengeringan selama 8 jam.

Tabel 4.2. Hasil Penentuan kadar air pati sukun nanokristalin dan pati nanokristalin asetat Variasi konsentrasi asam asetat

Konsentrasi Asam asetat (%) Kadar Air (%)

Sukun Nanokristalin 65,98

4 17,65

6 22,73

8 37,17

Referensi

Garis besar

Dokumen terkait

Selama proses pembentukan emulsi pati aren asetat yang telah tersubstitusi gugus asetil dari asetat anhidrida melalui reaksi modifikasi akan memudahkan tween

Terjadinya penurunan DS ini dapat dimungkinkan dengan konsentrasi asetat anhidrat 4% (v/w) pada waktu reaksi 15 menit, subtitusi antara gugus (-OH) pati biji lai dengan gugus

Cangkang keong mas dapat digunakan sebagai prekursor kalsium dalam sintesis hidroksiapatit porous dengan bahan porogen pati sukun. Hasil uji menunjukkan kondisi relatif baik

Penelitian ini dilakukan melalui eksperimen laboratorium meliputi isolasi pati dari buah sukun, pembuatan edible film dari pati sukun-kitosan dengan penambahan

Hasil yang didapat di keringkan dalam oven selama 24 jam pada suhu 40 0 C dan diayak.Dilakukan prosedur yang sama dengan variasi konsentrasi dari natrium hipoklorit 12% dan 15%

Dalam penelitian ini uji SEM dilakukan untuk pati buah sukun dan pati teroksidasi dengan tingkat oksidasi (DO) yang paling tinggi yaitu pati teroksidasi dengan konsentrasi Natrium

Chemically Modified Starch and Utilization in Food Stuffs. International Journal of Nutrition and

Sintesis Pati Asetat Melalui Proses Asetilasi Pati Buah Sukun (artocorpus Altilis) dengan Asetat Anhidrat Menggunakan Katalis Asam Sulfat.. Medan