• Tidak ada hasil yang ditemukan

SANKSI KEBIRI KIMIA PADA PELAKU KEJAHATAN SEKSUAL ANAK DALAM PERSPEKTIF KODE ETIK KEDOKTERAN TESIS

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "SANKSI KEBIRI KIMIA PADA PELAKU KEJAHATAN SEKSUAL ANAK DALAM PERSPEKTIF KODE ETIK KEDOKTERAN TESIS"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

I

SANKSI KEBIRI KIMIA PADA PELAKU KEJAHATAN SEKSUAL ANAK DALAM PERSPEKTIF

KODE ETIK KEDOKTERAN

TESIS

Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Dalam Mencapai Derajat Magister Hukum

Minat Utama : Hukum Kesehatan

Disusun Oleh:

HILMIA FAHMA (S301908003)

PROGRAM MAGISTER ILMU HUKUM FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SEBELAS MARET 2021

library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

(2)
(3)

library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

(4)
(5)

V

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah melimpahkan begitu banyak nikmat-Nya sehingga tesis yang berjudul “SANKSI KEBIRI KIMIA PADA PELAKU KEJAHATAN SEKSUAL ANAK DALAM PERSPEKTIF KODE ETIK KEDOKTERAN”, ini dapat penulis selesaikan tepat pada waktunya guna memenuhi sebagian persyaratan mencapai derajat Magister Program Studi Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Tesis ini mengkaji Sanksi Kebiri Kimia Pada Pelaku Kejahatan Seksual Terhadap Anak Dalam Bingkai Kode Etik Kedokteran, di mana diketahui Undang- Undang Nomor 17 Tahun 2016 tentang Penetapan Peraturan Pengganti Undang- Undang Nomor 1 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dan PP No. 70 Tahun 2020 secara eksplisit dan tegas memberikan kewenangan bagi dokter untuk menjadi eksekutor sanksi kebiri kimia pada pelaku kejahatan seksual terhadap anak maka dari itu perlu diuraikan pandangan kode etik kedokteran terhadap hal tersebut.

Dalam kesempatan ini, penulis juga bermaksud menyampaikan ucapan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu penulis baik secara materiil maupun moril sehingga penulis tesis ini dapat terselesaikan dengan baik dan lancar terutama kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Jamal Wiwoho, S.H, M.Hum., selaku Rektor Universitas Sebelas Maret Surakarta.

2. Bapak Prof. Drs. Sutarno, M.Sc., Ph.D. selaku Dekan Sekolah Pascasarjana Universitas Sebelas Maret.

3. Ibu Prof. Dr. I Gusti Ayu Ketut Rachmi Handayani, S.H., M.M, selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret.

4. Bapak Dr. Mohammad Jamin, S.H., M.Hum., selaku Kepala Program Studi Magister Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta.

5. Bapak Dr. Waluyo, SH., M.Si., selaku pembimbing yang telah memberikan bimbingan, arahan, petunjuk dan masukan bagi penulis

library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

(6)

VI

kesempurnaan penulisan tesis ini sehingga tesis ini dapat tersusun dan terselesaikan dengan baik dan lancar.

6. Suami saya tercinta, Candra Sumardianto, S.ST. Anak saya, Ceisya Aqeela Fara. Terima kasih atas segala cinta kasih dan dukungannya. Tesis ini untuk kalian.

7. Orang tua yang saya hormati Bapak dr. H.M. Wafiq, Almh. Isti Halimah, S.H, Bapak Mardi, dan Ibu Suprihatin, S. PD yang senantiasa mendukung dan memotivasi saya untuk menyelesaikan pendidikan ini.

8. Bapak dan Ibu Dosen Program Studi Magister Hukum, Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah memberikan ilmunya dengan penuh dedikasi dan keikhlasan sehingga menambah wawasan dan pengetahuan penulis.

9. Teman-teman kelas Program Magister Hukum Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta angkatan Tahun 2020, terutama Qori, juga dr. Eko, dr. Indah, drg. Haris, dan Tata yang telah memberi semangat dan doa sehingga tesis ini dapat terselesaikan tepat waktu.

10. Semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan tesis ini yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.

Penulis menyadari bahwa dalam tesis ini masih banyak kekurangan dan masih jauh dari sempurna, oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan kritik membangun demi perbaikan pada masa yang akan datang dan semoga tesis ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Amiin.

Surakarta, 02 Mei 2021 Penulis

Hilmia Fahma (S331902003)

(7)

VII ABSTRAK

Hilmia Fahma, S331902003, 2021, SANKSI KEBIRI KIMIA PADA PELAKU KEJAHATAN SEKSUAL ANAK DALAM PERSPEKTIF KODE ETIK KEDOKTERAN

Tesis: Program Studi Magister Ilmu Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pandangan kode etik kedokteran dalam melihat profesi kedokteran sebagai eksekutor kebiri kimia dan mengonsepkan pengaturan yang ideal dalam penerapan sanksi kebiri kimia.

Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif, pendekatan yang digunakan berupa pendekatan kasus (case approach) dan pendekatan konseptual (conceptual approach)”, dengan teknik penelitian studi kepustakaan. Pemberian kewenangan eksekusi kebiri kimia oleh dokter bertentangan dengan prinsip-prinsip yang terdapat dalam kode etik kedokteran, di antaranya: Pertama, bertentangan prinsip autonomy pada tataran implementasi prinsip Autonomy yang diaplikasikan dalam bentuk asas “informed consent” di mana dalam melakukan tugasnya seorang dokter harus terlebih dahulu memili persetujuan dari keluarga maupun pasien atas segala tindakan yang berakibat penurunan daya tahan fisik pasien, dalam konteks kebiri kimia dokter tidak perlu untuk meminta persetujuan dari orang yang akan di eksekusi karena kebiri kimia merupakan hukuman yang telah jelas. Kedua, bertentangan dengan Prinsip Non Maleficence, yang melarang tindakan yang membahayakan atau memperburuk keadaan pasien. Prinsip ini lebih dikenal di kenal sebagai “primum non nocere” atau “do no harm”. Ketiga, bertentangan dengan prinsip beneficience Implementasi prinsip beneficence ini, terdapat dalam Pasal 5 Kode Etik Kedokteran (KODEKI) Tahun 2012 dikatakan bahwa “setiap perbuatan/nasihat dokter yang mungkin melemahkan daya tahan psikis maupun fisik, wajib memperoleh persetujuan pasien/keluarganya dan hanya diberikan untuk kepentingan dan kebaikan pasien tersebut.” Kemudian, pengaturan mengenai pemberian kewenangan eksekusi kebiri kimia bagi pelaku kejahatan seksual terhadap anak di Indonesia oleh dokter menjadi akar polemik terhadap penolakan profesi kedokteran, sejatinya dapat diambil contoh mengacu pada ketentuan pelaksanaan kebiri kimia di Rusia dan Korea Selatan, kedua negara tersebut profesi kedokteran ke depannya hanya sebagai pemberi saran (advisory opinion) bagi para penegak hukum untuk melakukan eksekusi kebiri kimia. Terkait dengan teknis hal tersebut, dapat dilakukan dengan cara seorang eksekutor (baik dari pengadilan atau kejaksaan) yang telah diberikan pelatihan kompetensi khusus.

Kata Kunci: Sanksi Kebiri Kimia, Pelaksanaan, Dokter

library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

(8)

VIII ABSTRACT

Hilmia Fahma, S331902003, 2021, CHEMICAL CHEMISTRY SANCTIONS ON CHILDREN SEXUAL CRIMES IN PERSPECTIVE OF MEDICAL CODE OF CONDUCT

Thesis: Master of Law Study Program, Sebelas Maret University, Surakarta This study aims to analyze the view of the medical code of ethics in seeing the medical profession as an executor of chemical castration and to conceptualize ideal arrangements for the application of chemical castration sanctions. This research is a normative legal research, the approach used is in the form of a case approach and a conceptual approach, with a literature study research technique.

The granting of authority to execute chemical castration by doctors is contrary to the principles contained in the medical code of ethics, including: First, contrary to the principle of autonomy at the level of implementation of the Autonomy principle which is applied in the form of the principle of "informed consent" where in carrying out its duties a doctor must first have consent from the family and the patient for all actions that result in a decrease in the patient's physical endurance, in the context of chemical castration, doctors do not need to seek approval from the person who will be executed because chemical castration is a clear punishment.

Second, contrary to the Principle of Non Maleficence, which prohibits actions that harm or worsen the patient's condition. This principle is better known as "primum non nocere" or "do no harm". Third, contrary to the principle of beneficience The implementation of the principle of beneficence is contained in Article 5 of the Medical Code of Ethics (KODEKI) 2012 which states that "every action / advice from a doctor that may weaken psychological or physical endurance, must obtain the consent of the patient / family and only given to the interests and kindness of the patient. "Then, the regulation regarding the granting of authority to execute chemical castration for perpetrators of sexual crimes against children in Indonesia by doctors is the root of the polemic against the rejection of the medical profession, in fact it can be taken as an example referring to the provisions on the implementation of chemical castration in Russia and South Korea, the two countries are medical professions in the future only. as an advisory opinion for law enforcers to carry out chemical castration executions. Related to this technical matter, it can be done by means of an executor (either from the court or the prosecutor's office) who has been given special competency training..

Keywords: Chemical Castration, Sanctions, Doctors

(9)

IX

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ………...

LEMBAR PERSETUJAN...

PERNYATAAN...

I II III KATA PENGANTAR...

ABSTRAK...

ABSTRACT...

IV VI VII

DAFTAR ISI ...……….. VIII

BAB I PENDAHULUAN...

A. Latar Belakang Masalah..………..

B. Kebaruan Penelitian...

C. Rumusan Masalah ...………..

D. Tujuan Penelitian...

E. Manfaat Penelitian...

BAB II LANDASAN TEORI DAN TINJAUAN PUSTAKA...

1 1 15 18 18 18 20 A. Tinjauan Pustaka...

B. Landasan Teori...

C. Kerangka Berpikir...

BAB III METODE PENELITIAN...

A. Jenis Penelitian...

B. Pendekatan Penelitian...

C. Jenis dan Sumber Bahan Hukum...

D. Teknik Pengumpulan Bahan Hukum...

E. Teknik Analisis Bahan Hukum...

20 32 46 48 48 49 49 50 50 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN...

A. Kebiri Kimia Dalam Pandangan Kode Etik

Kedokteran...

52

52

library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

(10)

X

B. Pengaturan Ideal Pelaksanaan Sanksi Kebiri Kimia...

BAB V PENUTUP...

A. Simpulan...

B. Implikasi...

C. Saran...

DAFTAR PUSTAKA...

82 91 91 92 93 94

Referensi

Dokumen terkait

Menurut Houglum (2005), prinsip rehabilitasi harus memperhatikan prinsip- prinsip dasar sebagai berikut: 1) menghindari memperburuk keadaan, 2) waktu, 3) kepatuhan, 4)

a. Para pihak datang kembali ke Notaris untuk membuat akta pembatalan atas akta tersebut, dan dengan demikian akta yang dibatalkan sudah tidak mengikat lagi para pihak,

Dalam RUU AP Pasal 1 ayat (5) Rancangan Undang Undang Administrasi Pemerintahan (RUU AP) ditegaskan, diskresi merupakan kewenangan Pejabat Administrasi Pemerintahan yang

Puji syukur penulis panjatkan atas kehadirat Alloh SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan Tugas Akhir dengan judul

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah melimpahkan begitu banyak nikmat-Nya sehingga tesis yang berjudul “ PEMENUHAN HAK ATAS

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah melimpahkan banyak nikmat dan karunia-Nya sehingga tesis yang berjudul “Optimalisasi Sanksi Pidana Denda Terhadap

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif kuantitatif, metode penelitian kuantitatif dapat diartikan sebagai metode penelitian yang digunakan

Sekolah Huishoudschool (sekolah rumah tangga) ini terletak di timur perempatan Tumenggungan muka Prodia. Tahun 1945 sekolah ini diketuai oleh Ibu Sulastri dan sekretarisnya