PERSEPSI KE6URUAN PARA GURU SMA LULUSAN UNIVERSITAS
SERTA INSTITUT BUKAN KE6URUAN DENGAN LULUSAN IKIP
Dl KOTAMADYA BANDUNG
( Studi Perbandingan mengenai Pandangan para guru yang
Mengajarkan Umu-Ilmu Sosial dan Ilmu-llmu Eksakta tentang Pelaksanaan Tugasnya Sebagai Guru )
T E S I S
Diajukan kepada Panitia Ujian Tesis
Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan Bandung
untuk Meraenuhi Sebagian dari Syarat Program
Pasca Sarjana dalam bidang StudiPengembangan Kurikulum
O 1 e h :
MOHAMMAD HASANI
Nomer Pokok : 458/F/XVI-8
FAKULTAS PASCA SARJANA
INSTITUT KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
B A N D U N G
DISETUJUI DAN DISAHKAN OLEH PEMBIMBING
'^ZlJ<&./«-*-*- ,
PROF. DR. SORIMUDA NASUTION, M.A.
Pembimbing I
OR. NANA DIH SUKMADINATA
Pembimbing II
FAKULTAS PASCA SARJANA
INSTITUT KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN B A N D U N G
Halaman
f.AiA i.*jnaMii.,i.n i i i
UCAPAN TiRIKA KASIH
vi
DAFTAR la I viii
BAB
I . P.I.-JNDAHULIUH
A0 Latar Belakang X
B. Perumusan Masalah
5
Co Penjelasan Masalah Q
Do Tujuan dan Kegunaan Penelitian 10
2. Asumsi Penelitian „ 13
F. Pokok-Pokok Pertanyaan Penelitian „ 15
G. Hipotesis Penelitian 16
I I . LAKuASAN T^ORnTIK
A. Pendahuluan 18
B. Persepsi 18
C. Proses Berpikir Guru 0 23
D. Keguruan 0o... 26
d0 Persepsi Keguruan ... 27 F. Penelitian terhadap Persepsi Keguruan dan
Pemikiran Guru yang telah dilakukan
sebelumnya „ 29
Go Pendidikan Guru Berdasar Kompetensi .... 37
H. Pemilahan Aspek-Aspek 45
I. Mencari Validitas dan Reliability ... 47
• Halaman
J. Hasil Penelitian tentang Kurikulum IKIP
dan Kurikulum SMA (Ilmu-Ilmu Sosial)
49
K. Aliran dalam Pengembangan PGBK
50
L. Penjabaran Aspek-Aspek
6l
III. METODE PENELITIAN
A. Pendahuluan
^a
3. Metode Penelitian
gc
G. Pengembangan Alat Penyumpul Data
65
D. Pelaksanaan Penelitian
34
E. Populasi dan Sampel
85
IV. PEMBAHASAN MASALAH
A. Pendahuluan
37
3. Pen.^olahan Data
37
G. Persepsi I'e-uruan para Guru Lulusan Univer
sitas serta Institut Bukan Keguruan dan
Lulusan IKIP
go
V.
DIoKUSI, KESILIPULAN DAN IMPLIKASI HASIL-HASIL
PEBELITIAIJ
A. Pendahuluan
101
3. Diskusi Hasil-Hasil Penelitian
102
C. Diskusi Mutu dan Eksistensi IKIP
106
D. Kesimpulan
^ ^
E. Implikasi Hasil Penelitian
-j 16a
DAFTAR BACAAIT
" lib
LAMPIRAN-LAMPIRAN
123
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Di sekitar semester kedua tahun 1985 dan awal ta
hun 1986 melalui koran yang terbit di Jakarta maupun di
Bandung diungkapkan bahwa IKIP sebagai lembaga pendidik an guru masih belum berhasil mendidik guru yang mampu
mengajar seperti yang diharapkan oleh sekolah tempat ia
bertugas.
Rektor IKIP Bandung dan sejumlah dosen IKIP Ban
dung pernah menerima keluhan dari sejumlah kepala SMA di
Bandung dan sekitarnya, baik negeri maupun swasta, yang
menyatakan bahwa lulusan IKIP Bandung yang mengajar di
sekolahnya belum mempunyai kemampuan yang diharapkan.Rek
tor IKIP Bandung mengungkapkan anggapan ini dalam
perte-muan, penataran dan seminar yang diadakan tahun 1985»
1986 dan 1987.
Informasi yang kami peroleh sendiri dari beberapa
kepala SMA Negeri dan Swasta di Kotamadya Bandung menya
takan pula bahwa lulusan IKIP yang mengajar di sekolah
nya masih kurang berkemampuan untuk mengajar.
Seperti telah kita ketahui bersama, para guru
yang mengajar di SMA bukan hanya terdiri dari lulusan
IKIP, melainkan juga dari lulusan universitas serta ins
titut bukan keguruan.
Para guru lulusan universitas serta institut bu
kan keguruan belum pernah mendapat sorotan seperti
hal-nya dengan para guru lulusan
IKIP.-Apakah mereka ini memang mempunyai kemampuan yang
lebih baik daripada para guru lulusan IKIP ataukah sama
saja? Apakah anggapan yang dikenakan kepada para guru lu lusan IKIP itu hanya disimpulkan dari pandangan selintas saja, ataukah memang berdasarkan kenyataan faktual yang
berlaku? Hal inipun pernah dikemukakan dalam Diskusi di
FPS. "Sejauh mana mutu lulusan IKIP itu berbeda dengan
mutu tenaga kependidikan yang bukan lulusan IKIP" (FPS,
Seminar Diskusi Dies Natalia ke-32 IKIP Bandung, 1986)
Anggapan mengenai ketidakmampuan IKIP itu menjadi
terasa lebih berat lagi, tatkala Menteri Pendidikan dan
Kebudayaan ad interim memutuskan menunjuk beberapa uni
versitas serta institut bukan keguruan untuk
menyelengga-rakan pula program keguruan pada Stratum 0 (SO) atau prog ram Diploma, mungkin pula dengan pertimbangan yang lain, tanpa bermaksud menganggap IKIP kurang berhasil.
Maka seyogianyalah anggapan yang bernada sumbang
tentang ketidakmampuan guru lulusan IKIP itu bertolak da
ri dasar yang diambil dari fakta yang nyata ada di
la-pangan, diperoleh melalui penelitian.
yang dapat memberikan garnbaran langkah awal, yang dapat
mengungkapkan, salah satu unsur yang erat kaitannya de
ngan keraarapuan dari para guru tersebut.Judulnya adalah:
"Persepsi Keguruan para Guru Lulusan Universitas
serta
Institut bukan Keguruan dan Lulusan IKIP yang
Mengajar-kan Ilmu Sosial dan Ilmu Eksakta pada SMA di Kodya
Bandung".
Dalam rangka pemikiran penelitian dan masalah
yang dihadapi parlu kiranya diingat apa dikatakan oleh
Prof. Dr. Achmad Sanusi:
"Peranan IKIP dalam menghasilkan calon-calon guru
SM yang bermutu tinggi, dan yang terus mampu
mening-katkan kompetensi kependidikannya selam jadi guru
SM, dan yang khususnya mampu membelajarkan siswanya
dalam proses belajar yang bermutu,
hingga akhirnya
mencapai mutu hasil pendidikannya yang tinggi, segi
mi perlu mendapat penelaahan yang objektif,terbuka,
iritis, dan adil. Banyak pandangan konseptual dan
data empins yang diperlukan" (A. Sanusi, 1986:2)
Cara yang paling tepat untuk menilai keraampuan
seorang guru adalah melalui observasi tatkala ia meng
ajar. Namun cara ini menuntut banyak waktu, apalagi dana,
bahkan pengalaman dan keahlian dalam mengobservasi
itu
juga kendala. Selain perijinan dan kesediaan guru yang
langka yang mau diobservasi.
Tanpa bermaksud mengurangi tujuan penelitian ini,
dan tanpa menyimpang dari masalah yang dikeraukakan, pe
Menurut Merlin C. Wittoock. dkk. sesuai dengan
hasil-hasil penelitian yang telah mereka lakukan,
terda-pat keterkaitan yang sangat erat antara ranah (domain)
proses pemikiran guru sebelum menga.iar (Teachers' thought
processes) dengan perbuatan guru (Teachers' actions)
ke-tika ia mengajar di kelas. Dise butlean bahwa:
"Teacher behavior is substantially influenced and
aven^detomined by teachers' thought processes?"
1986" 255)!M* °lark &Penel°Pe L. P?ters?n!
Maka perencanaan guru (teacher planning) yang
men-cakup pemikiran preaktif dan postaktif, pemikiran
inter-aktif dan keputusan yang diambil, diresapi pula oleh
te-ori dan keyakinan yang-dimiliki guru, secara substansial,
mempengaruhi dan bahkan menentukan. perbuatan guru
(teachers' action) di depan siswanya ketika ia mengajar.
Dengan lain perkataan adalah bahwa isi respons
yang dicantumkan di dalam angket yang mencakup proses pe
mikiran para guru itu mempengaruhi bahkan menentukan apa
yang seyogyanya akan ia lakukan dalam mengajar siswanya
nanti.
Dalam hal ini pendapat guru, bahkan pandangannya
terhadap setiap langkap yang akan ia lakukan dalam
tu-gasnya sebagai guru, merupakan masukan dari pandangan
konseptual guru dan data empiris yang diperlukan dari
nelitian ini diharapkan dapat merupakan data dan fakta
awal dari. suatu penelitian selanjutnya lewat observasi , yang dikehendaki dapat menilai kemampuan para guru tat kala ia menghadapi siswanya secara nyata di kelas.
B. Perumusan Masalah
Kemampuan seorang guru untuk mengajarkan suatu
mata pelajaran tergantung kepada
banyak hal.
Ada yang
disebabkan oleh lingkungan hidupnya di sekolah tempat ia bertugas dan di masyarakat tempat ia bergaul sehari-hari,
Ada yang disebabkan oleh pendidikan yang ia peroleh
se-lama menuntut ilmu sebagai siswa di suatu lembaga pendi
dikan. Ada yang disebabkan oleh minat, kebutuhan dan
ni-lai-nilai luhur yang dianutnya serta kemampuan
berpikir
yang dimilikinya. Kesemuanya ini memberikan sumbangan ba
gi terciptanya seorang guru yang mempunya kemampuan meng
ajar yang baik, singkatnya kemampuan yang
diperolehnya
dari pendidikan dan pengalaman yang sudah menjadi
mi-liknya.Pengalaman seseorang diperoleh dari lingkungan
yang terdapat di luar dirinya. Melalui alat inderanya ia
menerima berbagai masukan berupa garnbaran. Garnbaran ini
masuk ke dalam dirinya dan bertemu dengan minat, kebutuh
dihasilkan suatu garnbaran yang menyeluruh. Garnbaran
yang menyeluruh inilah yang disebut persepsi.
Bagi seorang guru yang mempunyai kemampuan meng
ajar yang baik, persepsi ini seyogyanya bennuatan garn
baran tentang konsep-konsep dan prinsip-prinsip belajar
mengajar yang baik, dalam hal ini adalah yang termuat
dalam PGBK.
Persepsi yang demikian disebut persepsi keguruan.
Persepsi keguruan inilah yang menjadi obyek bahasan da
lam penelitian ini.
Persepsi keguruan ini merupakan
suatu garnbaran
yang masih abstrak. Ia tidak kelihatan, tapi ada dalam
diri guru dan hanya dapat digali melalui alat peneliti
an yang dapat menampilkannya menjadi ungkapan
verbal.
Penampilannya secara verbal dapat diketahui kalau diga
li lewat angket yang berisi pemyataan yang di jawab
atau direspons oleh para guru tersebut.
Pernyataan tersebut hendaknya dapat dipilah-pilah
menjadi sejumlah aspek. Aspek-aspek tersebut hendaknya
dapat menunjukkan peringkat intensitas jawaban, sehing
ga dapat diperoleh garnbaran yang dapat diperbandingkan.
Karena itu alat itu harus berbentuk skala yang dapat
mewadahi ungkapan jawaban tersebut.
Pemilahan Persepsi Keguruan ini ke dalam sejumlah
Tenaga Kependidikan Berdasar Kompetensi yang oleh IKIP
dinamakan Pendidikan Guru Berdasar Kompetensi.
Dipilih-nya pola ini sebagai acuan (reference) alat
penelitian
adalah karena Konsep ini berorientasi kepada pendekatan
yang dapat "mernenuhi kebutuhan penampilan seorang guru
di lapangan ... dalam tugas-tugasnya ... tanpa
mengabar-kan pengembangan disiplin ilmu dan ikhtiar menemumengabar-kan
te-ori atau generalisasi baru dalam bidang pendidikan dan
keguruan" (Rektor IKIP Bandung, 1981: 6).
Alat pengumpul data ini tidak bermaksud merekam
penampilan perilaku guru melalui observasi, akan tetapi
menggali pendapat responden terhadap soal-soal
(items)
yang memuat konsep-konsep dan prinsip-prinsip yang
meng-acu kepada Pendidikan Guru Berdasarkan Kompetensi (PGBK)
dan dijabarkan ke dalam aspek-aspek persepsi keguruan.
Berdasarkan uraian tersebut maka masalah peneli
tian dirumuskan sebagai berikut.
Tidak ada perbedaan yang signifikan antara per
sepsi keguruan yang dimiliki oleh para guru lulusan uni
versitas dan institut bukan keguruan dengan persepsi ke
guruan para guru lulusan IKIP yang menga.jarkan ilmu-ilmu
sosial dan ilmu-ilmu eksakta
Masalah tersebut dipilah secara lebih spesifik
1. Tidak ada perbedaan yang signifikan antara persepsi ke
guruan para guru lulusan universitas dan institut bukan
keguruan dengan persepsi keguruan para guru lulusan IKIP
yang mengajarkan ilmu-ilmu sosial dan ilmu-ilmu eksakta.
2. Tidak ada perbedaan yang signifikan antara persepsi ke
guruan para guru lulusan universitas dan institut bukan
keguruan dengan persepsi keguruan para guru lulusan IKIP
yang mengajarkan ilmu-ilmu sosial.
3. Tidak ada perbedaan yang signifikan antara persepsi ke
guruan para guru lulusan universitas dan institut bukan
keguruan dengan persepsi keguruan para guru lulusan IKIP
yang mengajarkan ilmu-ilmu eksakta.4. Tidak ada perbedaan yang signifikan antara aspek-aspek
persepsi keguruan para guru lulusan universitas dan ins
titut bukan keguruan dengan aspek-aspek persepsi keguru
an para guru lulusan IKIP yang mengajarkan ilmu-ilmu sosial,
5. Tidak ada perbedaan yang signifikan antara aspek-aspek
persepsi keguruan para guru lulusan universitas dan ins
titut bukan keguruan dengan aspek-aspek persepsi keguru
an para guru lulusan IKIP yang mengajarkan ilmu-ilmu
eksakta.
Sesuai dengan kurikulum SMA 1984, ilmu-ilmu sosial
yang diberikan adalah ekonomi, sosiologi dan antropologi,
tatanegara, sejarah dan geografi, sedangkan ilmu-ilmu ek
Dalam uraian berikut ini dicantumkan beberapa
penjelasan yang berupa definisi operasional dari istilah
istilah yang terdapat dalam rumusan masalah.
1. Persepsi adalah hasil penginderaan yang dipengaruhi
oleh minat, kebutuhan dan nilai luhur yang dianut
se-seorang, hasil penginderaan yang demikian ini disaring
oleh pemikiran lewat abstraksi serta analisis. Suatu
persepsi yang semula berasal dari stimulus dari luar,
berpadu dengan apersepsi yang telah ada dalam diri
se-seorang, menghasilkan persepsi yang baru,'yang mungkin
lebih luas, lebih dalam dan kaya daripada persepsi
yang lama.
Inilah tinjauan fisiologis yang kemudian menjadi
psikologis, dan sosiologis (Langeveld, 1954; 19-22).
Persepsi adalah juga pend%apat apabila ia lebih
berkadar muatan kognisi. Pandangan dan sikap lebih
berkadar afeksi. Keduanya tidak terpisah. Keduanya
pada akhirnya bermuara kepada kecenderungan akan
bertindak.
Mar'at menyebutkan:
"Persepsi merupakan proses pengamatan yang berasal
dard/komponen kognisi ...
faktor
pengalaman,
Ptoses
belajar Itau sosiallsasi member! bentuk dan struktur
terhadap apa yang dilihat" (Mar'at, 1983; 22-23).
2. Keguruan adalah profesi guru sebagai pendidik dengan
,\J
dari sudut Pendidikan Guru Berdasar Kompetensi,
pro-fesi tersebut seyogianya meliputi sebelas kompetensi
seperti yang dikehendaki oleh IKIP. Profesi keguruan
itu diharapkan sudah diawali dengan muatan pendapat
dan pandangan yang positif terhadap segala tugas yang
diembannya sebagai guru.
3. Persepsi Keguruan merupakan pandangan serta pendapat
seorang guru terhadap tugasnya sebagai guru, seperti
yang tercantum di dalam Pendidikan Guru Berdasar Kom
petensi, berupa sejumlah prinsip pendidikan yang
di-jabarkan lebih lanjut ke dalam aspek-aspek persepsi
keguruan. Inilah variabel dalam penelitian ini.
4. Lingkup (scope) penelitian ini hanya menggali apa yang
ada di dalam diri guru sebelum ia beraksi di depan
sisi-wanya. Apa yang akan dilaksanakannya dihadapan siswanya
seyogianya telah diprosesnya di dalam pikirannya. Pro
ses berpikir guru (teachers' thought processes) ini ti
dak menjadi obyek penelitian, melainkan dari proses itu.
5. Hasil pemikiran guru yang mengacu kepada aspek-aspek
kompetensi keguruan ini, agar peroleh garnbaran
inten-sitasnya disusun dalam bentuk skala.
D. Tu.juan dan Kegunaan Penelitian
Hasil yang diharapkan dari penelitian ini ialah
menjawab pertanyaan tentang persepsi keguruan dari para
Apakah terdapat perbedaan antara persepsi keguruan antara
guru lulusan universitas serta institut bukan keguruan
dan lulusan IKIP.
1. Tujuan
Secara umum dapat disebutkan bahwa tujuan peneli
tian ini adalah sebagai berikut.
Mendapatkan data, fakta dan informasi yang dapat menun
jukkan apakah ada perbedaan antara persepsi keguruan da
ri para guru lulusan universitas serta institut bukan ke
guruan dengan persepsi keguruan lulusan IKIP yang meng
ajarkan ilmu-ilmu sosial dan ilmu-ilmu eksakta.
Secara lebih spesifik dapat dirumuskan sebagai
berikut:
1. Memperoleh data, fakta dan informasi yang menunjukkan,
apakah ada perbedaan antara persepsi keguruan para gu
ru lulusan universitas serta institut bukan keguruan
dengan persepsi keguruan lulusan IKIP, yang mengajar
kan ilmu-ilmu sosial dan ilmu-ilmu sosial.
2. Memperoleh data, fakta dan informasi yang menunjukkan
apakah ada perbedaan antara persepsi keguruan para gu
ru lulusan universitas serta institut bukan keguruan
dengan persepsi keguruan lulusan IKIP, yang mengajar
kan ilmu-ilmu eksakta.
3. Memperoleh data, fakta dan informasi yang menunjukkan
guru lulusan universitas serta institut bukan keguru
an dengan persepsi keguruan lulusan IKIP yang meng
ajarkan ilmu-ilmu sosial.
4. Memperoleh data, fakta dan informasi yang menunjukkan
apakah ada perbedaan antara aspek-aspek persepsi ke
guruan para guru lulusan universitas serta institut
bukan keguruan dengan aspek-aspek persepsi keguruan
lulusan IKIP, yang mengajarkan ilmu-ilmu sosial.
5. Memperoleh data, fakta dan informasi yang menunjukkan
apakah ada perbedaan antara aspek-aspek persepsi ke
guruan para guru lulusan universitas serta institut
bukan keguruan dengan aspek-aspek persepsi keguruan
lulusan IKIP, yang mengajarkan ilmu-ilmu eksakta.
Dari data, fakta dan informasi tersebut akan dapat
disimpulkan, ada-tidaknya perbedaan persepsi keguruan an
tara lulusan kedua jenis lembaga pendidikan tersebut.
2. Kegunaan
Garnbaran tentang perbedaan persepsi kegunaan dari
lulusan kedua jenis lembaga pendidikan tersebut pada
gi-lirannya akan dapat memberikan kegunaan sebagai berikut.
1. Bagi masyarakat umum akan dapat diberikan fakta dan
informasi yang mempunyai dasar, dalam menilai persepsi
keguruan, daripada hanya disimpulkan selintas. Garnbar
tentang penilaian kemampuan guru.
2. Pejabat dan pendidik akan memperoleh informasi berda
sar penelitian.
3. Pengembang kurikulum dan dosen akan dapat menggunakan
informasi ini untuk memberi perhatian pada aspek-as
pek yang belum meraadai pada siswanya.
4. Guru yang bersangkutan akan mendapatkan fakta dan in
formasi tentang garnbaran perbedaan (kalau ada) tentang
persepsi keguruan yang dimiliki oleh lulusan lembaga
pendidikan keguruan dan bukan keguruan.
5. Bagi para guru, garnbaran yang sesungguhnya didapat
secara langsung,dapat memantapkan dan menumbuhkan
ke-inginan untuk pengerabangan potensi diri guru
masing-masing. Secara tidak langsung ini akan meningkatkan
mutu sumber daya manusia, dalam hal ini mutu guru
yang baik.
E. Asumsi Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah dan tujuan penelitian
yang telah ditetapkan sebagai pengarah dalam mencari dan
memperoleh fakta, maka berikut ini penulis merumuskan beberapa asumsi sebagai landasan berpikir lebih lanjut.
14
1) Guru adalah pengajar dan pendidik. Sebagai pengajar,
ia dituntut memiliki penguasaan bahan ilmu yang
diajar-kan, metode mengajar, cara mengevaluasi hasil belajar,
mengelola interaksi belajar, menggunakan media dan
sura-bar, mengetahui fung3i administrasi sekolah, fung3i
bimbingan dan penyululian, rnengerti penelitian pendi
dikan dan landasan kependidikan. Sebagai pendidik,
se-lain memiliki kemampuan sebagai pengajar, ia juga
di-tutut memiliki sifat-aifat sebagai guru yang baik.
2) Pendidikan dan pengalaman. Kemampuan sebagai guru dan
sifat-sifat sebagai guru yang baik dapat diperoleh me
reka dari pendidikan formal pada suatu lembaga pendi dikan maupun dari pengalaman. Hasil pendidikan dan pengalaman ini tertanam dalam dirinya berupa persepsi
keguruan.
3) Persepsi keguruan, adalah pendapat serta pandangan guru tentang tugasnya sebagai guru. Pendapat dan pan
dangan ini secara subatansial mendasari perilaku seba
gai guru. Pandangan ini dapat digali melalui angket yang
P. Pokok-pokok Pertanyaan Penelitian
Berdasarkan rurausan masalah, tujuan penelitian,
anggapan dasar yang telah disebut di muka, maka dapatlah
diajukan pokok-pokok pertanyaan penelitian sebagai ber
ikut.
Secara umum adalah sebagai berikut.
Apakah ada perbedaan antara persepsi keguruan para guru
lulusan universitas serta institut bukan keguruan dengan
persepsi keguruan para guru lulusan IKIP yang mengajarkan
ilmu-ilmu sosial dan ilmu-ilmu eksakta.
Secara lebih spesifik 3ebagai berikut.
1. Apakah ada perbedaan antara persepsi keguruan para gu
ru lulusan universitas serta institut bukan keguruan
dengan lulusan IKIP, yang mengajarkan :
a. Ilmu-ilmu Sosial dan Ilmu-ilmu Eksakta,
b. Ilmu-ilmu Sosial,
c. Ilmu-ilmu Eksakta.
2. Apakah ada perbedaan antara persepsi keguruan para guru
lulusan universitas serta institut bukan keguruan de
ngan lulusan IKIP, yang mengajarkan Ilmu-ilmu Sosial,
dalam hal:
a. penguasaan sumber bahan, b. pengelolaan kegiatan
belajar-mengajar, c. pengelolaan kelas, d. penggunaan
media dan sumber, e. landasan kependidikan, f.
16
h. program bimbingan dan penyuluhan, i. administrasi
sekolah, j. peraaharaan prinsip-prinsip penelitian,
k.
ciri-ciri guru yang baik (individu guru), 1. ciri-ciri
guru yang baik (hubungan guru dengan siswa dan orang
lain).
3. Apakah ada perbedaan antara persepsi keguruan para gu
ru lulusan universitas serta institut bukan keguruan
dengan lulusan IKIP, yang mengajarkan Ilmu-ilmu Eksak
ta, dalam hal:
a. penguasaan sumber bahan, b. pengelolaan kegiatan
belajar-mengajar, c. pengelolaan kelas, d. penggunaan
media dan sumber, e. landasan kependidikan, f.
interak-si belajar-mengajar, g. evaluainterak-si hainterak-sil belajar, h. prog
ram bimbingan dan penyuluhan, i. administrasi sekolah,
j. pemahaman prinsip-prinsip penelitian, k. ciri-ciri
guru yang baik (individu guru), 1. ciri-ciri guru yang
baik (hubungan guru'dengan siswa dan orang lain).
G. Hipotesis Penelitian
Sesuai dengan tujuan penelitian, dirumuskanlah hi
potesis umum sebagai berikut.
Tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara
persepsi keguruan para guru lulusan universitas serta
institut bukan keguruan dengan para guru lulusan IKIP
Dalam bentuk skema variabel yang diteliti adalah
sebagai berikut.
Lulusan
Universitas serta
Institut bukan Keguruan
Mengajar
Ilmu-ilmu Sosial
Persepsi Keguruan
pa ra Guru
Mengajar
Ilmu-ilmu Eksakta
Mengajar
Ilmu-ilmu Sosial
Lulusan
Institut Keguruan
dan Ilmu Pendidikan
Mengajar
ilmu-ilm Eksakta
Baik persepsi keguruan para guru yang saraa meng
ajarkan ilmu-ilmu sosial maupun yang sama mengajarkan
ilmu-ilmu eksakta dipilah selanjutnya ke dalam duabelas
•• ;^#:--- '•
- • -<jt$vp» •.
A 1r . " S I
• ,'1- > .
ri-ty!:
5.
-V>'
•!?•
. . ...
METODE PENELITIAN
A. Pendahuluan
Pada bab ini dibahas hal-hal mengenai metode pe
nelitian yang digunakan dalam penelitian ini.
Masalah pokok yang menjadi titik utama peneliti
an ini adalah persepsi keguruan yang merupakan sikap gu
ru terhadap profesi keguruan yang diembannya sebagai gu
ru. Persepsi keguruan ini adalah suatu keadaan
neuropsi-kis (G.W. Allport,1957) yang menunjukkan kesiapan guru
yang merespons sesuatu yang dihadapinya atau yang akan
dihadapinya dalam proses belajar mengajar.
Suatu keadaan batin yang terarah kepada ranah
kognitif, afektif dan psikomotor dari Bloom.
Persepsi keguruan sebagai abilitas (competence, ability) menurut Dr. B.J. Kouwer (1958) dapat digali me
lalui suatu alat yang dapat berupa lembar observasi.ang
ket atau kuestioner, maupun berupa tes. Alat ini hendak
nya telah teruji lebih dahulu sehingga terhindar dari
hasil yang 'bias'. Adapun penelitian ini mencoba mengga
li persepsi keguruan yang abstrak itu dengan mengguna
kan alat angket yang dapat menjangkau aspek-aspek kognitif,
65
afektif, dan psikomotor yang masih bersifat neuropsikis
yang berada pada taraf prapelaksanaan nyata dalam proses
belajar mengajar.
Maka penelitian ini adalah penelitian yang ingin
menggali pendapat dan pandangan terhadap tugas-tugas gu ru yang tercantum pada salah satu lingkaran, yaitu yang disebelah kiri dari Christopher dan Peterson, mengenai Teachers' Thought Processes, (lihat hal 28 ) baik ke-simpulan, maupun mengenai implikasinya.
B. Metode Penelitian
Metode deskriptif ialah "pendekatan yang berusaha
memberikan garnbaran dan penafsiran apa adanya, yang
ber-kenaan dengan suatu kondisi ..." (Best, 1977; 116).
Metode penelitian ini adalah metode deskriptif
dengan membatasi generalisasinya hanya
pada kelompok
individu tertentu sebagai responden angket.
"Tidak ada kesimpulan yang diperluas berlaku bagi
kelompok lain. Data deskriptif ini bermaksud memberikan
informasi mengenai sifat-sifat dari para responden yang
diteliti "(Sanapiah Faisal, 1982; 253).
C. Pengembangan alat pengumpul data
Seperti telah disebutkan di muka, persepsi kegu
dan pengalamannya sebagai guru. Hasil pendidikan dan pengalaman ini tertanam dalam dirinya berupa persepsi
keguruan.
Persepsi keguruan adalah, buah penghayatan menge nai segala sesuatu yang berkenaan dengan tugas guru se bagai pendidik (educator).
Sebagai pendidik selayaknyalah guru menguasai
prinsip-prinsip kependidikan. Prinsip-prinsip ini di da lam angket, dituangkan ke dalam sepuluh aspek, ditambah stu aspek kepribadian guru yang mengacu kepada
aspek-aspek PGBK.
Aspek-aspek yang sepuluh ini tampaknya lebih
ber-orientasi kepada "keterampilan mengajar". Perlu pula ki ranya dilengkapi dengan aspek sifat-sifat guru yang baik.
Sifat-sifat guru yang baik ini disebut "ciri-ciri guru
yang baik" (S. Nasution, 1982: 12-17), di samping
Hu
bungan antarpribadi yang dikembangkan Raka Joni dan IKIP
Bandung. (Akta V Kependidikan, 1983: no. 15; 221-229)
Ciri-ciri guru yang baik dan hubungan antarpriba
di tersebut merupakan dua bahan ramuan dalam
penyusunan
items aspek yang kesebelas. Aspek ini kemudian dibagi
pula ke dalam satu aspek ciri-ciri guru yang baik seba
gai individu dan satu aspek sebagai guru dalam
6?
pemisahan maupun pernilahan yang lepas-lepas. Ini dilaku kan hanyalah untuk menggali pandangan guru secara terarah
dan lebih spesifik, dengan demikian persepsi keguruan
yang sesungguhnya merupakan suatu yang terpadu.
Aspek-aspek itu tercantum sebagai berikut ini.
1. Penguasaan bahan
2. Pengelolaan program belajar mengajar
3. Pengelolaan kelas
4. Penggunaan media dan sumber
5. Landasan kependidikan
6. Interaksi belajar mengajar
7. Evaluasi hasil belajar
8. Program bimbingan penyuluhan
9. Administrasi sekolah
10. Pemahaman prinsip penelitian
11. Ciri-ciri guru yang baik (individu guru)
12. Ciri-ciri guru yang baik (hubungan dengan siswa dan
orang lain).
Langkah berikutnya adalah menguraikan persepsi keguruan secara logis dan wajar (S. Nasution, 1982: 69) menjadi aspek-aspek yang lebih khusus sejumlah 150 items, 75 positif dan 75 negatif (Draft I).
Melalui diskusi dengan beberapa rekan yang dianggap
kompeten dan tahu seluk-beluknya, diambil 70 items yang
baik dan memadai untuk dinilai, teridiri atas 35 item po
dan yang negatif adalah sebagai berikut:
Tabel 1.
Arah
pernyataan
Sangat
Setuju Setuju
Tidak
Setuju
Sangat Tidak Setuju
Positif 4 3 2 1
[image:27.595.69.519.60.746.2]Tabel 2
(Kisi-kisi Skala Persepsi Keguruan (Draft I) Lamp. 1
Aspek-aspek Nomor Perny(
P o s i t i f
a t aa n (i1: e m)
= = = = = : := = = r : z
Jumlah Negatif
_
+
A. Penguasaan Bahan 12 10 6 4 8 3 9 7 2 1 5 1 6 6 12
B. Pengelolaan Program Belajar
Mengajar 8 1 3 7 9 11 5 4 10 6 12 2 6 6 12
C. Pengelolaan Kelas 2 5 1 7 4 9 10 8 6 3 1 12 6 6 12 D. Penggunaan Media Sumber 9 8 5 10 1 12 6 4 3 7 2 11 6 6 12
E. Landasan Kependidikan 11 7 2 5 9 12 10 4 6 3 1 8 6 6 12
F. Interaksi Belajar Mengajar 9 6 8 7 11 3
5 12 1 10 4 2 6 6 12 G. Evaluasi Hasil Belajar 12 1 6 2 10 4 9 3 7 11 5 8 6 6 12 H. Program Bimbingan dan Penyu
luhan 7 3 2 1 5 11 4 9 6 8 10 12 6 6 12
I . Administrasi Sekolah 9 11 3 1 5 7 6 2 10 8 4 12 6 6 12
J . Pemahaman Prinsip-prinsip
•Penelitisn 11 7 9 2 3 5 6 12 1 4 8 10 6 6 12
K. Ciri-ciri Guru yang Baik
(individu guru) 14 2 1 8 13 3 11 9 5 4 6. 12 10 7 7 7 14
L. Ciri-ciri Guru yang Balk
(hubungan dengan siswa dan
orang lain) 3 10 4 8 2 14 16 12 15 7 9 1 11 5 6 3 3
[image:28.842.133.771.119.543.2]•Tabel 3
KISI-K.7JJ SKALA ri-JRo JPSI
Kode
Aspek Nomor Pernyataan •
'- •
Junllah
Pernyataan Positif Pernyataan Negatif
.mo. Lama No. Baru No. Lama No. Baru +
- £
A 01 02 05 17 25 10 03 04
02 43 3 2 5
B 06 09 10
13 14
56 67 20 54 04
07 08 11
12
11 36 28 27
5 4 9
C 15 17 19 66 29 52 16 18 35 16
3 2 5
D 21 24 64 30 20 22 23
25
65 58 40
51
2 4 6
£ 27 30 55 09 26 28 29
03 44 34 2 3 5
F 31 35 36
37 40
53 33 32 19 62
32 33 34 38 39
22 31 63
13 12
5 5 •10
G 41 42 43
45
06 21 57
08
44 46 47 14 38 60 4 3 7
H 48 49 48 70 - - 2 — 2
I 51 46 50 50 1 1 2
J 52 47 53 37 1 1 2
K 55 58 59
63
01 15 18 49
54 56 57
60 61 62 69 61 2439 41
23-4 6 10
L 65 67 69 42 26 07 64 66 68
70
59 68 45
05
3 4 7
71
Tabel 4
KISI-KISI DAN NOMOR PERNYATAAN (Draft III, Akhir)
No. Positif Negatif
1 .
i
A 10 17 25 02 43 3 2 5
2. B 04 20 54 56 67 ili 27 28 36 5 4 9
3. C 29 52 66 16 35 3 2 5
4. D 30 64 40 51 58 65 2 4 6
5. E 09 55 03 34 44 2 3 5
6. F 19 32 33 53 62 12 13 22 31 63 5 5 10
7. G 06 08 21 57 14 38 60 4 3 7
8. H 48 70 - 2 - 2
9. I 46 50 1 1 2
10. J 47 37 1 1 2
1 1 . K 01 15 18 49 23 24 39 41 61 69 4 6 10 1 2. L 07 26 42 05 45 59 68 3 4 7
[image:30.595.86.522.75.746.2]1. Memeriksa Reliabilitas Skala Persepsi Keguruan
Selanjutnya untuk mencari reliabilitasnya,
digu-nakan cara bagi-dua (Split-half) (S. Nasution, 1982:68)
Hasil perhitungan tersebut dapat dilihat pada Tabel.5
yang disertai dengan perhitungan product moment dari
Pearson serta rumus Spearman Brown (Sutrisno Hadi,
flo.
?o
Jab el 5 Penghltungan
dengan Metode Split HalfReliabilitas
"Skor ItCJB Ganjil I 77 65 60 49 +13,.3 4
+ 0, U + 7,34 1+ 5,34 + 4,34 -1&.66 - 7,66 + 1,34 + 2,34 - 8,66 -14,66 -19,66 + 1,34 + 5,34 +10,3+ + 3,34 + 3,34 - 0,66 + 4,34 + 0,34 + 5,34 -14,66 -14,66 + 7,34 - 0,66 + 0,34 + 9,34 +10,34 +11,34 + 6,34 + 1,34 - 1,66 -14,66 - 9,CC 3,ZS + 8,85 + 5,86 - o,u - 7,14 1+3,86 + 3,66 '+ 0,86 - 1,14 + 2.66 - 5,14 + 7,36 + 7,86 + 6,86 - 2,14 -13,14 4,06 177,9556 0,1156 53,8756 69,5556 18,8356 160,2756 58,6756 1,7956 5,4756 74,9956 214,9156 356,5156 1,7956 28,5i5u 106,9156 69,5556 69,5555 0,4335 18,8356 0,1156 28,5156 214,9156 214,9156 53,0756 0,4356 0.115C . 37,2356 '106,9156 '123,5956 •40,1956 1,7355 58,6755 2,7556 214,9156 93,3150 15 251,5396 14,6996 0,0196 14,8996 14,6996 1,2996 147,3796 147,3796 23,6196 14,8996 199,9396 260,4996 "105,6196 14,3996 97,2196 0,7396 14,8996 102,6196 78,4996 23,6196 34,3396 0,0196 50,9796 14,8996 34,3396 0,7396 1,2996 8,1796 26,4196 61,7796 51,7796 47,0596 4,5796 ,172,6596 ' 23,6196 211,572' 1,3124 -1,027( 32,1924 16,7524 14,4324 92,9924 •16,2676 11,3724 -33,4276 i207,2924 1317,3124 -26,9876 20,6124 101,9524 7,1724 32,1924 6,6924, 38,4524 1,6524 31,2924 2,0524 104,6724 23,3324 =3,0676 0,2924 10,6476 29,5724, -53,2876' 49,3324 10,5324 -52,5476 3,5524 .192,6324 '-46,9476 2158 2158 2140
^^^~^2AOmJ^^ija^
r =
~jf- =
61,65714 - 61,66
!14 0
Dihitung dengan Product Moment dari Pearson, maka
XY 1316,714
rx>Y= =
^(X2)(Y2)
^(2765,886)(2372,286)
zlll'A -
°'5U03
rX,Y - +0'51
Dengan rumus Spearman Brown, maka
.
= 2r1>2
= (2)(0,5l)
. 1^02
m
Qf67550 = +Qf68
nn
1+(n-1)r1#2
l+(2-l)(0,5D
1,51
= + 0,68
Ini berarti bahwa reliabilitasnya cukup.
Guilford (1971 & 1978) memberikan batas-batas
koefi-sien korelasi sebagai berikut.
r less than 0,20 = slight
0.20-0.40 • = low
0.40 - 0.70 = moderate
0.70-0.90 = high
75
2. Perhitungan Reliabilitas antar Penilai
Hasil penilaian yang dimintakan kepada tiga orang
penilai,* dari Unpad, ITB dan IAIN, dapat dilihat pada
halaman berikut ini*
X . a.
M M NJ NJ
n> rr Hi II
ii ii II » — — « U1
m i—• H-1 M t-< CO H-1 .2. NJ
en
i s UJ
en 1 i—• CTl ^ 1 >£> •C o /^>
UD ~J — H->
U) . C 1 CO
II H-' ON I—1 II a \ * —
M H-'
U) » * . X 1 tvj ii ~j O cr> o
a \
t o
II
ii * i I-1 i-1 - J
h-1 CTl J ^
o .&. . *
- - . c \
co -^J ^J
- j . C H-" II CTl
o -- -O
. c .U
a \ II • X X Ul H-1 NJ CO .£». CTl z ?r ii - j ii
o X Hi M Ul OJ c \ u> CD Ul Ul CTl
W W U W U U W W N J M W W W W W M H ' h - ' l - ' l - ' M I — ' H - ' H - ' H ^ H - ' O O O O O O O O O j i ^ w w - ' O v o c a s i m u i ^ w w H O ^ c o v j a i / i A U J W M O v o c s v j o M ^ ^ U M H
(-•!—'I—' O H-1 O H-" H-- H-'Oh-' H-• I—'I—' H-1 O H-" H-" H-1 O (—• O M H-'(—'I—-Ml—•
I—'Ml—' t—• O M H-" H-' H" I-* (-* H* H* I—' I—'Ml—' M M M M ' O h - ' M M M O M'I—• M O M r—'
l - ' h - , M I - ' M M M H ' H - , l - ' h - , H ' l - - , h - ' H - , h - ' l - - ' l - ' O I - ' l — ' O l — • O I—• »—• I—* »—• I—• I—' I—•i—•
U U U U H U N J U U U NJ.U> U U U W W U U U H U W H U H U U W U U U W W U
U)VOyDVDI-'WA^OU)VDAU)VOVOlOV£)iU^DiD\OI-'U)lCI-,W3h,'0 0 * ' ^ v D ' a ^ ^ D y 3
voaiviaiWJiWWHOvaa)vja\uiAUJMHOir)casioMn^wwi-'0©C3vjc?i
|_i)_jO|_i(_.|_.|_.>_i(_,OMMMMMMMMMMOMMOMMOMMOMMMM
M M O M M M I—• M M O t-1 M I—' M O M O I—• M M M M
Ml—• I—• I—• I—• I—• I—• I—' 1—' O M M M• I—'Ml—•H-'l-' I—' |—> |—' )—• 1—• I—• i—•I—• I—'
UUUHUUIWUUUHUWUJWUUUNWtJHUOJMUJUiMWUMWUUW
i£> \ o ^a m ix) VOVOVOVOVDf-'VONiVOVDVDVDVOJikVOUJMVDVOJi.VDvO^'vOvOJkVDNDvO^
m 2 Tl
Perhituncjan Variansi
(V dan V )
1? _ __?"
77
Sumber Jumlah kuadrat dk Variansi
iPernyataan
I
9,93 69 0,144
;Penilai 0. 4 6
'Galat 10,87 138 0,079
Jumlah 21,26 209
11
33
'r33
11
33
+..
33
V - V
P e
Vp - (k-1) ve
V - v
p e
V
.
\T-
n-2(l-r-33)
0,144 - 0,079 0,144 + 2 X 0,079
0,144-0,079 _ 0,065
0,144 0,144
0,065
„ °4£5 6,215
~ 0,144+0,158 " 0,302= 0,451
0,451
V
68/(1-0,51^)= 0,451V
68/(1-0,203 == 0,451 V
68/0,797
= 0,451 X V 35,320 =
= 0,451 X 9,237 = 4,166 = signifikan pda 0,1%
3. Memeriksa Normalitas Penyebaran
Untuk memeriksa ketepatan skala bagi setiap per
nyataan dilakukan uji-coba kepada 36 responden yang
ter-diri dari lulusan IKIP, UNPAD, ITB, dan IAIN. Hasil
uji-coba dianalisis normalitas penyebaran frekuensinya pada
kontinum skala bagi setiap pernyataan. Perhitungannya
de-menggunakan cara yang dikemukakan oleh Edwards (1957) yang dicontohkan oleh Rochman Natawidjaja (1985:15).
Berikut ini contoh perhitungan item no. 13 yang berisi
pernyataan negatif.
Langkah-langkahnya adalah sebagai berikut:
(1) Menghitung frekuensi setiap kategori jawaban bagi setiap pernyataan dari sampel uji-coba. Untuk jawab
an pernyataan no. 13 terdapat 36 responden, frekuen
sinya adalah sebagai berikut. Sangat Setuju (SS)
7.
responden; Setuju (S) 9 responden, Tidak Setuju (TS)
16 responden, Sangat Tidak Setuju (STS) 4 responden.
(2) Menghitung proporsi frekuensi untuk setiap kategori
jawaban:
Frekuensi alternatif jawaban dibagi dengan
banyak-nya sampel uji-coba. Diperoleh untuk alternatif ja
waban SS = 0,194; S = 0,250; TS = 0,444; STS = 0,111,
79"
(4) Menghihung titik tengah proporsi kumulatif dilakukan
dengan cara sebagai berikut.
SS = 1/2 x 0,194 = 0,096; S = 0,194 - 1/2 x 0,250 = 0,319; TS = 0,444 + 1/2 x 0,444 = 0,666; STS = 0,888
+ 1/2 x 0,111 = 0,943.
(5) Menentukan nilai Z pada tabel (Edwards, 1957: 246-247) berdasarkan nilai titik tengah, proporsi kumu
latif dari jawaban adalah:
SS = 0,097 memiliki nilai z = -1,299;
S =0,319 memiliki nilai z = -0,470;
TS = 0,666 memiliki nilai z = 0,513; STS = 0,943 memiliki nilai z = 0,580.
Mereka yang menjaai sampel uji-coba (berjumlah 36 orang), diurutkan menurut besar kecilnya jumlah nilai
yang diperoleh, yaitu dari yang paling tinggi hingga
yang paling rendah. Dari 36 responden itu diambil 27 %,
atau 10 responden yang memiliki nilai tertinggi dan 27 %
atau 10 responden yang memiliki nilai terendah. Rata-ra
ta hitung yang diperoleh masing-masing kelompok
diperban-dingkan. Jika rata-rata nilai kelompok tinggi lebih besar
daripada rata-rata nilai kelompok rendah, maka pernyataan
itu dianggap mempunyai daya pembeda yang memadai.
Rumus perhitungannya dengan uji t adalah sebagai
berikut:
XT ' XR
^(XT - XT)2 + S(XR - XR)2
n (n-1)
(Edwards, 1957: 153)
Sebagai contoh perhitungan pengujian t untuk pernyataan nomor 33 (positif) dan 58 (negatif) adalah sebagai ber
81
Tabel 6
(Pernyataan no. .13)
Arah pernyataan Sangat Setuju Tidak Sangat Ti
Setuju Setuju' dak Setuju
Frekuensi (f) 7 9 16 4
Proporsi (p) 0,194 0,250 0,444 0,111
p kumulatif (pk) 0,194 0,444 0,888 0,999
titik tengah 0,097 0,319 0,666 0,943
nilai z
nilai z + 0,755
-1,299
0 '
-0,470
0,829 .
0,513 1,812
0,580
2,879
z dibulatkan 0 1 2 3
Ketujuhpuluh items memiliki normalitas penyebaran yang
memadai. Kisi-kisi skala persepsi dianggap siap untuk
digunakan.
Berdasarkan hasil analisis normalitas penyebaran
frekuensi pada kontinum skala persepsi ini, ketujuhpuluh
pernyataan itu memenuhi syarat.
4. Memeriksa Daya Pembeda
Uji Daya diskriminasi ini bertujuan untuk menge
tahui apakah suatu pernyataan dapat membedakan responden
yang mempunyai pandangan positif daripada mereka yang
Tabel • 7
Perhituncjan Pengujian t Pernyataan Mombr 33 (positif)
Kategori
Jawaban
Kelompok Tinggi Kelompok rendah |
f jf*,. j fx»T
|f
fX^
«T iSangat ! '• ' Setuju 4 ; 2 8 ; 32
; ; i
l
Setuj u 3 6 | 18 54 1 3 9
Tidak
Setuj u 2 1 2 4 4 8 16
Sapgat
Tidak 1
Setuj u 1
1 1 5 5 5
Jumlah
j10
l
30 91 10 16 -30
I 1
Notasi I i fX
1 ; T
i
fir
T fXR
fA
-<VV2= 91" 10 =1'°
^ (VXR,2ss30"ll =3°-25'6=4'4
3£P_LlL_ _5j83
y
3,922, signifikan pada 0,1%.
V
1,0+4,4
[image:41.595.86.491.78.747.2]Tabel 8
Perhitungan Pengujian t Pernyataan Nomor 58 (negatif)
33
Kategori
Jawaban
1 Kelcmpok Tinggi Kelcmpok Rendah
f fxT j fx2T
ffXR
fX\
Sangat Setuj u 1
i :
1
i
! i . i i
i !
4 4 4
Setuj u 2
-1
4 8 16
Tidak
Setuj u 3 7 21 63 1 3 . 9
Sangat
Tidak
Setuj u
4 2 8 32
Jumlah
'
10 30 96 10 15 29
X _ 30 _
X - 1Q - 3,0 15
£04. - V'
96 " 175" = 6'°
xr=175=1'5
*<vv2-29-i§2-6'5
3,0. - 1,5 \/ 6,0 + 6,5~
10(10-1)
= 4,03 y 3,922, signifikan pada 0,1%
Ternyata ketujuhpuluh items tersebut memadai, karena
[image:42.595.97.484.63.741.2]Pelaksanaan penelitian dilakukan sebagai berikut.
a. Meminta izin untuk survey dari Kepala Kantor Wilayah
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Propinsi Jawa
Barat. Tujuannya adalah untuk memperoleh data jumlah
guru lulusan IKIP dan non Keguruan yang mengajar pada
Sekolah menengah atas di Kotamadya Bandung.(Lamp. 3)
Saat itu, 1986-1987 jumlah SMA Negeri 18 dan SMA Swasta
66 buah. Tidak eemua sekolah disurvey untuk menentukan
populasi dan sampel. Disurvey tiga belas sekolah Swasta
dan tiga sekolah negeri untuk memperoleh garnbaran per
bandingan guru lulusan IKIP dan non-keguruan baik yang
mengajarkan ilmu sosial maupun ilmu eksakta.
b. Izin diperoleh di sekitar diselenggarakannya Pemilihan
Umum. (Lamp. 3)
Dari Kanwil diperoleh keterangan bahwa Kantor Gubernur
Propinsi Jawa Barat sekitar sebulan sebelum pemilu, da
lam bulan pemilu dan sebulan sesudahnya tidak
mengeluar-kan izin untuk survey bagi mahasiswa.
c. Adapun sekolah-sekolah yang diperoleh
dengan
perbandingan antara lulusan IKIP dan non-Keguruan ada
16 buah, tiga SMA Negeri dan 13 SMA Swasta (Lamp..5)
perbandingan yang diperoleh adalah sekitar 0,95 : 0,05.
Dengan perkiraan berdasarkan perbandingan tersebut di
o5
"z.
-2
sampel menurut Sudjana: n\ pq —^tp
(Sudjana,
. 1975; 211).
d. Penulis memohon saran dari Kabid Dikmenum untuk
meng-atasi stagnasi itu. Kabid Dikmenum mengatakan bahwa
sepengetahuan beliau memang hanya sedikit sekolah yang
memiliki banyak lulusan non-Keguruan di Kodya Bandung
ini.
Sepengetahuan beliau selama ini, sekolah-sekolah
tersebut antara lain SMA Negeri 6, BPPK, Taruna Bhakti
i
dan Nasional yang memiliki banyak guru lulusan hon-•
Keguruan. Disertai pula pesan lisan beliau kepada se
kolah yang bersangkutan agar menilpun beliau apabila
diperlukan, dalam hal ini menyangkut penyebaran angket.
e. Kepala-Kepala Sekolah yang bersangkutan bersedia
mem-beri izin bagi penulis untuk menyebarkan angket terse
but.
Dengan demikian terlaksanalah pengumpulan data
beberapa mulai akhir Agustus 1987. Pengolahan hasil
penelitian tertunda beberapa lama karena kesulitan
yang penulis alami. Barulah awal Januari 1988 pengo
lahan dapat diteruskan.
E. Populasi dan Sampel
Diduga banyaknya jumlah guru yang berasal dari
Universitas dan Institut bukan Keguruan, yang mengajar
di SMA, tidaklah melebihi
5%
dari jumlah populasi Guru
Dengan demikian penentuan ukuran sampel penelitian
inipun ditentukan berdasarkan dugaan di atas, yakni sbb.:
12»>
pqApabila diperkirakan tingkat kemelesetan dugaan
tersebut tidak pula melebihi 0,05 pada tingkat kepercaya-an pengujikepercaya-an 0,95 maka:
-, 2 n> (0,95)(0,05) 1,96
n > 72,99
-$ diambil 90Berdasarkan kenyataan yang ada pada sekolah obyek
penelitian, jumlah guru berasal dari Universitas dan Ins
titut bukan keguruan adalah sebanyak 30 orang.
Oleh karena itu, dengan mengacu pada ukuran anggota
sampel yang telah ditentukan di atas, maka jumlah guru subyek penelitian yang berasal dari IKIP adalah sebanyak
60.
Perinciannya adalah sebagai berikut. Tabel 9
Universitas serta Institut bukan
Keguruan
Institut Keguruan
dan Ilmu Pendidikan
(IKIP)
Mengajar Ilmu-Ilmu Mengajarkan Ilmu-Ilmu
Sosial Eksakta Sosial Eksakta
[image:45.595.61.523.166.680.2]DISKUSI, KBSIMPULAN, DAN IMPLIKASI
HASIL-HASIL PENELITIAN
A. Pendahuluan
Setelah menguraikan hasil pengolahan dari data yang diperoleh berupa sejumlah fakta yang menamp'ilkan persamaan dan perbedaan persepsi keguruan dari kedua jenis lulusan lembaga pendidikan tinggi yang mengajar pada SMA, maka ki ranya dianggap perlu pula membahas hasil-hasil penelitian ini disehadapkan dengan berbagai ulasan yang ada di dalam masyarakat. Dengan demikian diharapkan agar hasil peneliti an ini dapat menjangkau wawasan yang lebih luas, liputan -nya. Bahasan tersebut diambil dari sejumlah masmedia yang terjangkau oleh penulis dan aktual sifatnya dalam
hubung-annya dengan penelitian ini.
Adapun bahasan-bahasan tersebut adalah sebagai ber ikut ini. (1) Diskusi Hasil Penelitian, (2) Diskusi ten tang mutu dan Eksistensi IKIP, (3) Kesimpulan, dan (4)
Im-plikasi Hasil Penelitian.
Kesemuanya ini menyangkut segi-segi teoritis maupun
praktis yang diharapkan dapat memberikan informasi yang di
perlukan dan seyogianya mendapatkan perhatian. Perhatian
ini diharapkan dari masyarakat ramai dan terutama bagi IKIP
yang selarua ini sarat memikul beban harapan dari masyarakat
ro:
yang mendambakan peranannya yang berarti dalam dunia pen didikan.
B. Diskusi Hasil-Hasil Penelitian
1. Hasil-hasil penelitian ini memberikan garnbaran
bahwa kelompok guru yang berasal dari lulusan bukan kegu
ruan yang mengajarkan Ilmu-ilmu Sosial dan Ilmu-ilmu . Ek
sakta memiliki persepsi keguruan yang lebih rendah dari
pada guru lulusan IKIP. Lulusan IKIP lebih unggul dalam
tarap yang cukup berarti ( o£_ = 0,05).
Jika pendapat atau pandangan ini adalah refleksi
diri guru yang dikehendakinya sendiri seperti demikian, yang diresapi oleh teori-teori kependidikan dan keyakinan yang dimilikinya, maka ini merupakan tanda bahwa kelompok
IKIP menyimpan kadar potensi yang rata-rata lebih kuat dalam memenuhi kompetensinya sebagai guru.
Jika potensi itu memang ada,' setelah yang bersang
kutan lulus dari IKIP, selayaknyalah pembinaan
potensi
itu, yang masih terpendam itu, dibangkitkan oleh dan di
dalam lingkungan tugasnya, suatu lingkungan yang kondusif
dan mendorong ke arah perbaikan mutu profesinya.
Lingkungan ini ada di' sekolah di tempat ia
bertu-gas, oleh Kepala Sekolah yang bersangkutan, dalam
hubung-annya dengan fungsi pembinaan selanjutnya terhadap tenaga
pengajar di sekolahnya.
ini berlandaskan persepsi keguruan yang dimilikinya, se-mata-mata ditimpakan kepada IKIP. Lebih tepat kepada Se kolah dan Pimpinannya yang mengayominya.
Jika ada yang menyatakan bahwa IKIP hanya mampu untuk menghasilkan guru-guru SD dan SLP saja, pendapat
inipun hendaknya didukung oleh hasil penelitian yang
ob-yektif, terbuka, kritis, dan adil, seperti yang
dikemuka-kan oleh Prof. Dr. A. Sanusi di muka.
2. Hasil penelitian ini menyebutkan bahwa persepsi
para guru yang mengajarkan Ilmu-Ilmu Sosial lulusan
non-keguruan dan lulusan IKIP tidak menunjukkan perbedaan.
Demikian pula persepsi keguruan para guru yang
mengajarkan Ilmu-Ilmu Eksakta lulusan non-keguruan dan
lulusan IKIP bila diperbandingkan, tidak menunjukkan per
bedaan. Ini dilihat dari tingkat kepercayaan 0.05 (aC =
0,05).
Dari sini anggapan yang dilemparkah orang kepada
IKIP yang menilai
kemampuan
para guru lulusannya
kurang
berketnampuan dalam mengajar, dilihat dari potensi yang
ditunjukkan oleh adanya persepsi keguruan yang dimiliki
nya, tidak berbeda dari lulusan non-keguruan.
Di satu pihalc potensi yang tidak banyak berbeda
itu menyatakan bahwa keduanya memerlukan pembinaan lebih lanjut agar potensi itu bisa tampil secara optimal. Ten
tunya melalui upaya yang meminta v/aktu, mungkin bukan
104
Tidaklah benar kalau dikatakan bahwa lulusan IKIP
inferior dalan segala hal sebagai guru, dibandingkan de ngan lulusan bukan keguruan, paling tidak dalam persepsi
keguruannya.
Di lain pihak, secara ideal memang selayaknya lu lusan IKIP memiliki persepsi keguruan yang lebih unggul, karena ia memang dipersiapkan untuk menjadi guru,sedang-kan mereka yang lulusan lembaga non-keguruan tidak.
"Namun dari pengamatan yang sangat umum, dari satu dua kasus yang sempat diteliti intensif, ada kesan
yang cukup kuat bahwa umumnya hingga dewasa ini
pe-ranan IKIP dalam segi-segi tersebut tadi termasuk
datar-datar saja. Kecenderungannya sesuai dengan kurva norraal, di mana sekitar 16 persen dari lulus an IKIP tergolong hebat, sekitar 16 persen lagi ter golong buruk, dan sekitar 68 persen tergolong datar datar (flat and peripherial) saja, tidak terlalu baik, maupun terlalu jelek". (A. Sanusi, 1968:2)
Secara statistik penyebaran ini wajar dan.normal jika hanya dalam perbandingan antar lulusan IKIP secara keseluruhan.
Akan tetapi yang menjadi persoalan di sini bukan lagi perbandingan antar lulusan IKIP saja, melainkan an
tara lulusan IKIP dengan lulusan non-IKIP. Dalam hal ini
ialah mengenai aspek-aspek persepsi Keguruannya.
3. Selanjutnya hasil penelitian ini menyatakan
bahwa para guru yang mengajarkan Ilmu-Ilmu Sosial yang
lulusan bukan keguruan dibandingkan dengan lulusan IKIP dirinci dalam aspek-aspek kompetensi keguruan, sesuai
dengan PGBK, tidak menunjukkan perbedaan, ditinjau pada
tingkat kopercayaan 0,05 (0<C= 0,05).
Kamun lulusan IKIP memiliki keunggulan dalam hal:
2. Landasan Kependidikan.
Jika ditinjau lebih lanjut, bahwa mahasiswa lulus
an IKIP memang diberikan bekal dalara mata-mata kuliah
keguruan, hal ini telah selayaknyalah demikian.
Bahkan diharapkan pada sebagian besar aspek-aspek
yang bertumpu pada keguruan, selayaknya para guru lulus
an IKIP memiliki persepsi yang lebih baik.
Akan tetapi kenyataan ini dapat dikembalikan kepa
da pendapat Prof. A. Sanusi yang disebut di muka. Lulusan
IKIP pada sebagian besar "flat and-peripherial".
Pendapat ini ditunjang pula oleh pendapat Dr. Aziz
V/ahab yang berbunyi demikian.
"I.lasukan (para mahasiswa) suatu LPTK amatlah
bervari-asi, namun sudah dapat did,uga bahwa pada umumnya ber
asal dari lingkungan sosial yang rendah atau sedang .
... Masukan itu sendiri dapat diklasifikasikan dalam
paling tidak tiga kelompok, yaitu :kelompok
pertama
adalah kelompok yang memang jauh sebelum menamatkan
pendidikannya pada tingkat sekolah raenengah telah
me-netapkan pilihannya untuk mengabdi kepada profesi guru.
i<.elo;npok kedua adalah mereka yang- memasuki lembaga
oen-ciidizran keguruan dan tenaga kependidikan, karena ke^iung
.cinan untuk diangkat menjadi guru lebih besar terutama
dalam masa sulit seperti sekarang ini, dan kelompok
ke-oiga adalan mereka yang masuk LPTK oleh karena terbawa
arus tidal: borcita-cita untuk menjadi seorang guru,per
sepsi seperti ini akan raempengaruhi pula motivasi bel
ajar para mahasiswa". (Aziz V/ahab, 1988; 7)
4. Hasil penelitian ini memberikan pula informasi
tentang persepsi keguruan para guru yang mengajarkan
Ilmu-Ilmu Eksakta, baik lulusan non-keguruan maupun lulusan IKIP,
yang kalau diperbandingkan, tidak menunjukkan perbedaan
yang berarti ( cC = 0,05).
Para guru lulusan IKIP hanya unggul dalam
aspek-aspek :
106 2. Interaksi Belajar-Mengajar,
3. Program Bimbingan dan Penyuluhan.
Yang tiga ini pun telah selayaknya pula, karena memang lulusan IKIP telah memperolehnya dalara mata-mata kuliah keguruan. Kesemuanya ini memberikan bukti bahwa sesungguhnya, dalam hal persepsi keguruan, lulusan IKIP
tidak inferior dari pada lulusan bukan keguruan.
Adanya persepsi keguruan yang lebih baik,
meng-isyaratkan bahwa kemungkinan dikembangkannya menjadi ke
mampuan yang aktual sudah tersedia.
Kualitas guru lulusan IKIP serta-merta dihubungkan
orang dengan kualitas IKIP sendiri, adalah kurang
bijak-sana. Memang persepsinya tidak menonjol berarti,
namun
tidak inferior dibandingkan dengan yang bukan lulusan
IKIP.
Ternyata pada aspek-aspek tertentu masih menunjuk
kan kelebihannya.
C. Diskusi Mutu dan Eksistensi IKIP
Rupanya orang banyak serentak raengaitkan rendahnya
mutu lulusan SMA dengan rendahnya mutu lembaga pendidikan
tinggi yang menghasilkannya.
Karena sebagian besar guru di SMA adalah lulusan
IKIP, maka guru lulusan IKIP-lah yang menjadi sasaran
ke-kurangan itu. Tak ayal lagi IKIP-pun mendapatkan sorotan
Seiring dengan itu muncullah pula program D-3
yang dibuka untuk mendidik guru SMA, yang dibuka pada
sejumlah Universitas dan Institut bukan keguruan, selain
IKIP yang sudah terhituag lama menjalankan tugasnya.
Selanjutnya munoul pula gagasan dan isyu bahwa
IKIP sebaiknya dilebur saja ke dalam universitas atau
institut non-keguruan.
Pendapat itu dijawab secara tandas oleh Prof. A.
Sabusi demikian.itu ? Jikl untile bebefaoa afi? ^^3ar lulusan'IKIP
tertentu, mutu haall hiff?
S* dan menurut ukuran
alias ^iekfdapa^ah^^aka^KJ''t^ „rendah
besar terhadap racrnf Z. ^
IP telah berdosa
tepat dalam Knfisi reL d?mi1 ldon^ia ?Betulkah
IKIP,atau menginllgrasikann™ ^ UntUk menSUbur
tinggi lain AproTT sKif^,!^^^
di DPR rTTS drSBn dlbahaSnya RUU Pendidikan Nasional
DPR RI, yang baru sampai marine! apa dan siapa guru
itu, tetapi b.i™ menyebutkan tentang kriterianya beser
ta persyaratan untuk menjadi guru yang dituangkan
,s
da-1-.. RUU tersebut, masyarakat sudah mula,membahasnya.
(Kompas;26-8-1988).
Di dalam pembahasan itu, ada miln ,rOM
"u, aaa pula yangmengaitkan-nya dengan ketidakberhasilan
tktv
,iq1
lan IKIP dal«m menyiapkan guru
SMA yang baik.
Malahan dikatakan bahwa proses pendidikan di IKIP
108
dan SLTP.
"Proses pendidikan di perguruan tinggi tersebut,
seharusnya ditingkatkan, terutama untuk kurikulumyang berkaitan dengan mata pelajaran khusus, Bagai
mana pun juga untuk mencetak tenaga guru, IKIP ma sih sangat dibutuhkan. (Drost S.J., Kompas
25-8-1988).
Lebih lanjut Drost menyatakan keprihatinannya lu lusan IKIP yang mengajar ditingkat SLTA, karena ada IKIP
tertentu yang bobot kurikulumnya lebih banyak memberikan teori pendidikan daripada materi utama jurusan.
"Akibatnya ketika mereka berdiri di depan kelas,
•tidak menguasai bahan dan tidak tahu harus mengajar
apa ... . Sementara untuk (guru) tingkat SLTA ber
asal dari lulusan universitas yang telah menroeroleh
tambahan pendidikan pedagogi.atau akta mengajar.Ta
pi siapakah lulusan universitas yang mau jadi gu^u9"
(Drost S.J. Kompas, 25-8-1988)
Sejalan dengan pendapat itu Dirjen Dikdasmen,
Prof.Dr. Hasan Walinono menyatakan sebagai berikut.
"Untuk guru sekolah dasar (SD) dalam perjalanan
se-lama Pelita V nanti mulai ditentukan minimal mereka
adalah lulusan SLTA dengan tambahan belajar bebera
pa tahun di Lembaga Pendidikan Tenaga Keoendidikan
LPTK" (Kompas, 23-9-1988)
Jelaslah bagi kita bahwa sudah ada kemauan
poli-tik dari pemerintah untuk menutup SPG dan SGO, dimulai
dengan tidak menerima siswa baru lagi dan hanya
menyele-saikan sampai kelas tiganya menyelemenyele-saikan studinya
(Supriyoko, Kompas, 25-8-1988)
"Pada tahun yang lalu saja jumlah.lulusan sekolah
meuengah keguruan di pulau Jawa yang masih
'meng-anggur' dalam artian belum mendapat pekerjaan yan.?
sesuai dengan profesinya, konon sudah
mencapai"
09.000 orang, mereka terdiri dari lulusan SPG se kitar 61.000 orang dan lulusan SGO sekitar 8.000
orang. Sementara itu formasi kerja yang terjadi
hanya 5.180 »meja* (aupriyoko, Kompas, 25-8-1988)
Pendapat Drost, Vembriato, dan Hasan Walinono dapat di
simpulkan sebagai berikut ini.
1. Pada saat ini IKIP baru mampu memenuhi kebu
tuhan pendidikan guru pada tingkat SD dan SLTP.
2. Proses pendidikan di IKIP seharusnya
diting-katkan, terutama untuk kurikulum yang berkaitan dengan
mata pelajaran khusus (materi suatu disiplin ilmu).
3. Guru SLTA berasal dari lulusan Universitas
atau Institut yang memperoleh tambahan pendidikan
peda-gogi atau akta mengajar.
4. Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK)
bisa jadi.: a) IKIP, atau b) bukan IKIP, yang diserahi
tugas mendidik calon guru SLTA.
Dua LPTK yang berbeda
landasan awalnya diberi tugas sama-sama
menghasilkan
calon guru SLTA.
Bagaimanapun pendapat masyarakat dan kebijakan
pemerintah terhadap IKIP, semua upaya itu adalah meru
pakan tugas mulia yang diemban oleh IKIP untuk membenahi
diri agar menjadi LPTK yang dapat diandalkan untuk
meng-hadapi tuntutan masa sekarang, bahkan untuk masa yang
110
Dalam pembenahan diri inilah diperlukan peninjau-an kembali tentpeninjau-ang lpeninjau-andaspeninjau-an kegurupeninjau-an pada IKIP ypeninjau-ang di
ambil dari Competence Based Teacher Education atau
di-indonesiakan menjadi Pendidikan Guru Berdasarkan Kom
petensi.
Jika digali pengertian Guru yang ada dalam
wawas-an budaya Indonesia ywawas-ang sejak lama ada, adalah sebagai
berikut ini.
Guru
Masyarakt Indonesia memandang guru sebenarnya
bukan hanya sebagai pengajar, "teacher", "onderwijzer",
atau pun "instructor".
Perkataan guru berasal dari bahasa Sansekerta
yang artinyn oranp; yang mengajarkan tentang kelepasan
dari sengsara. Petunjuknya dinatuhi (Mulia, S.T.G.,
1958).
Poedjawijatna mengupasnya lebih jauh melalui pan
dangan hidup orang Jawa.
"Jadi dalam kalangan Jawa guru dimasukkan golongan
yang penting, terkemuka, daripada itu terhorrnat.
... karena ia mengajarkan kebenaran,
sekurang-ku-rangnya kebenaran yang diyakininya ... Guru itu
mempunyai tugas sebagai pendidik, mewakili
orang
tua dalam bidang tertentu ... Guru harus diakui
keguruannya, kepentingannya, sebab kalau guru sam
pai kurang baik, maka murid-muridnya juga
tidak
benar." (Prof. Poedjawijatna, 1975; 97-100)
Kesemuanya ini melukiskan pandangan orang Indo
Demikian pula Perguruan Kebangsaan Taman Siswa.
•yang salah satu prinsipnya menjadi semboyan Depdikbud,
yaitu "Tut wuri handayani", mengungkapkan secara opera
sional dasar-dasar tugas guru dalam profesinya sebagai
guru, dalam Panca Dharma.
Dasar-dasarnya adalah :
1. Keraanusiaan; kemanusiaannya manusia
mewarnai
kehidupan manusia lahir-batin, berisi keterpaduan
penga-ruh pembawaan anak dengan lingkungan.
2. Kebangsaan; semangat berbangsa dan
bertanah
air satu hendaklah mewarnai penyelenggaraan pendidikan
di Indonesia.
3. Kebudayaan; kebudayaan tidak terpisahkan dari
keraanusiaan dan kebangsaan, yang terwujud dalam kepri
badian bangsa.
Pendidikan sebagai upaya kebudayaan, bermaksud
memajukan dan menyesuaikan kebudayaan terhadap kemajuan
zaman. Di sini dikemukakan asas "trikon", yaitu konti
-nuitas kehidupan budaya
, dan konsentrasi yang ber
arti tetap bertitik pusat pada kepribadian Indonesia.
4. Kodrat hidup manusia sebagai arah umum pendi
dikan yang raenuju kepada keserapurnaan hidup manusia,
hingga terlepas dari kebodohan, kemiskinan, kepicikan,
agar mampu memenuhi kebutuhan lahir dan batin.
5. Kemerdekaan yang berarti merdeka batinnya,
112
Dari bahasan di muka dapatlah disebutkan bahwa
guru itu adalah pengajar dan pendidik, sebagaimana yang
telah dikemukakan penulis.
Guru sebagai pengajar, mengajarkan sesuatu ilmu
pengetahuan yang dapat melepaskan seseorang dari
seng-sara hidup. Orang yang memiliki ilmu akan lebih arif
dan bijaksana dalam merintis keraajuan hidupnya.
Guru sebagai pendidik, selain mengajarkan ilmu
pengetahuan, juga memasukkan
nilai-nilai luhur
budaya bangsa, yang mendorong seseorang untuk
berbuat
kebaikan bagi dirinya dan bagi orang lain. Idealnya do
rongan itu hendaklah datang dari panggilan internalnya,
karena ia merasa sadar bahwa sebagai manusia, selayak
-nyalah ia berperilaku sedernikian. Guru adalah orang yang
selayaknya diteladani, diikuti nasihatnya,
dipatuhi
anjurannya.
Keguruan
Keguruan yang berasal dari kata guru, sesuai de
ngan artinya semula memuat makna pengajar dan pendidik.
Sebagai pengajar lebih tampil kecakapan, kemampuan,yang
semula berupa "kepasitas" (capasity) yang masih
tersim-pan di dalam diri seseorang, dimunculkan menjadi kemam
puan atau "abilitas" (ability) yang nyata empiris.
(Kouwer, B.J., 1952; 28).
Pendidikan dilakukan oleh manusia terhadap sesama manu
sia.
Secara umum dan sangat mendasar Driyarkara menga takan bahwa :
"Pendidikan adalah karya yang memimpin manusia muda (anak) ke arah keraanusiaan penuh atau kedewasaan.
Dalam tingkat itu manusia harus melaksanakan
hidup-nya sebagai manusia " (Driyarkara, 1967; 47)
Kemudian disebutnya lagi bahwa :
"Pendidikan adalah memanusiakan manusia muda.
Pe-ngangkatan manusia muda ke taraf insani itulah yang
menjelma dalam semua perbuatan mendidik. Dengan sa ngat singkat intisari pendidikan adalah: pemanusia-an mpemanusia-anusia muda" (Akta Mengajar V, 1983; 19)
Dari uraian ini dapatlah ditangkap bahwa "semua
perbuatan mendidik" itu adalah perilaku nyata yang empi ris, kecakapan, kemampuan atau kompetensi. Sedangkan
"pe-raanusiaan manusia muda" merupakan landasan dari perilaku yang sekaligus juga merupakan tujuan yang diresapi oleh
nilai-nilai luhur. Di dalam nilai-nilai luhur itu
tersi-rat pandangan orang Indonesia terhadap tokoh guru. Pan dangan ini telah ada sejak lama dan hingga sekarang.
Pandangan inilah yang nampaknya kurang dituangkan ke dalam Pendidikan Guru Berdasarkan Kompe.tensi.
Ini merupakan kesulitan yang hendaknya diwaspadai dalam langkah-langkah bangsa Indonesia dalam menyerap hasil pemikiran dan kebudayaan yang kita datangkan dari
114
Menerimanya begitu saja tanpa mengolah dan
men-cernakannya, disesuaikan dahulu dengan nilai-nilai lu
hur yang telah tertanam dalam kehidupan dan pandangan
hidup bangsa Indonesia, bisa jadi mengurangi nilainya
daripada tujuannya semula.
Kurang dihayati arti sesungguhnya dari keguruan
bagi orang dan masyarakat Indonesia, membawa akibat
ku-rangnya kesadaran akan tugas-tugas dan karyanya sebagai
guru dalam perilaku pendidikan, sebagai insan yang
"me-manusiakan manusia muda".
Driyarkara selanjutnya mengatakan demikian.
"Manusia itu berupa dinamika atau punya dinamika
... . Manusia sebagai dinamika tidak pernah berhen-ti, selalu dalam keaktifan ... dan pendidikan, jika
dipandang dari sudut ini bisa kita sebut
pendinami-sasian manusia ... . Pada paparan kita yang dipan
dang hanya dinamika dalam arah horizontal, artinya ke arah sesama dan dunia. Ini belum cukup.
Sebetul-nya dinamika manusia itu (atau lebih baik manusia
sebagai dinamika), mempunyai arah transendental , artinya ke atas. Manusia tidak bisa dipenuhi dengan
sesama dan dunianya. Sebab itu relatif
terbatas.Pa-dahal manusia mencari Yang Mutlak ... . Jadi artinya dinamika kita adalah dinamika ke Tuhan." (Driyarkara,
1969; 47-48)
Di dalan Islam disebut "Hablum minannaas serta
hablum minallah" yang artinya untuk sesama insan dan un
tuk A