• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERSEPSI KE6URUAN PARA GURU SMA LULUSAN UNIVERSITAS SERTA INSTITUT BUKAN KE6URUAN DENGAN LULUSAN IKIP Dl KOTAMADYA BANDUNG : Studi Perbandingan mengenai Pandangan para guru yang Mengajarkan Umu-Ilmu Sosial dan Ilmu-llmu Eksakta tentang Pelaksanaan Tugasny

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PERSEPSI KE6URUAN PARA GURU SMA LULUSAN UNIVERSITAS SERTA INSTITUT BUKAN KE6URUAN DENGAN LULUSAN IKIP Dl KOTAMADYA BANDUNG : Studi Perbandingan mengenai Pandangan para guru yang Mengajarkan Umu-Ilmu Sosial dan Ilmu-llmu Eksakta tentang Pelaksanaan Tugasny"

Copied!
70
0
0

Teks penuh

(1)

PERSEPSI KE6URUAN PARA GURU SMA LULUSAN UNIVERSITAS

SERTA INSTITUT BUKAN KE6URUAN DENGAN LULUSAN IKIP

Dl KOTAMADYA BANDUNG

( Studi Perbandingan mengenai Pandangan para guru yang

Mengajarkan Umu-Ilmu Sosial dan Ilmu-llmu Eksakta tentang Pelaksanaan Tugasnya Sebagai Guru )

T E S I S

Diajukan kepada Panitia Ujian Tesis

Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan Bandung

untuk Meraenuhi Sebagian dari Syarat Program

Pasca Sarjana dalam bidang Studi

Pengembangan Kurikulum

O 1 e h :

MOHAMMAD HASANI

Nomer Pokok : 458/F/XVI-8

FAKULTAS PASCA SARJANA

INSTITUT KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

B A N D U N G

(2)

DISETUJUI DAN DISAHKAN OLEH PEMBIMBING

'^ZlJ<&./«-*-*- ,

PROF. DR. SORIMUDA NASUTION, M.A.

Pembimbing I

OR. NANA DIH SUKMADINATA

Pembimbing II

FAKULTAS PASCA SARJANA

INSTITUT KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN B A N D U N G

(3)

Halaman

f.AiA i.*jnaMii.,i.n i i i

UCAPAN TiRIKA KASIH

vi

DAFTAR la I viii

BAB

I . P.I.-JNDAHULIUH

A0 Latar Belakang X

B. Perumusan Masalah

5

Co Penjelasan Masalah Q

Do Tujuan dan Kegunaan Penelitian 10

2. Asumsi Penelitian „ 13

F. Pokok-Pokok Pertanyaan Penelitian „ 15

G. Hipotesis Penelitian 16

I I . LAKuASAN T^ORnTIK

A. Pendahuluan 18

B. Persepsi 18

C. Proses Berpikir Guru 0 23

D. Keguruan 0o... 26

d0 Persepsi Keguruan ... 27 F. Penelitian terhadap Persepsi Keguruan dan

Pemikiran Guru yang telah dilakukan

sebelumnya „ 29

Go Pendidikan Guru Berdasar Kompetensi .... 37

H. Pemilahan Aspek-Aspek 45

I. Mencari Validitas dan Reliability ... 47

(4)

• Halaman

J. Hasil Penelitian tentang Kurikulum IKIP

dan Kurikulum SMA (Ilmu-Ilmu Sosial)

49

K. Aliran dalam Pengembangan PGBK

50

L. Penjabaran Aspek-Aspek

6l

III. METODE PENELITIAN

A. Pendahuluan

^a

3. Metode Penelitian

gc

G. Pengembangan Alat Penyumpul Data

65

D. Pelaksanaan Penelitian

34

E. Populasi dan Sampel

85

IV. PEMBAHASAN MASALAH

A. Pendahuluan

37

3. Pen.^olahan Data

37

G. Persepsi I'e-uruan para Guru Lulusan Univer

sitas serta Institut Bukan Keguruan dan

Lulusan IKIP

go

V.

DIoKUSI, KESILIPULAN DAN IMPLIKASI HASIL-HASIL

PEBELITIAIJ

A. Pendahuluan

101

3. Diskusi Hasil-Hasil Penelitian

102

C. Diskusi Mutu dan Eksistensi IKIP

106

D. Kesimpulan

^ ^

E. Implikasi Hasil Penelitian

-j 16a

DAFTAR BACAAIT

" lib

LAMPIRAN-LAMPIRAN

123

(5)

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Di sekitar semester kedua tahun 1985 dan awal ta

hun 1986 melalui koran yang terbit di Jakarta maupun di

Bandung diungkapkan bahwa IKIP sebagai lembaga pendidik an guru masih belum berhasil mendidik guru yang mampu

mengajar seperti yang diharapkan oleh sekolah tempat ia

bertugas.

Rektor IKIP Bandung dan sejumlah dosen IKIP Ban

dung pernah menerima keluhan dari sejumlah kepala SMA di

Bandung dan sekitarnya, baik negeri maupun swasta, yang

menyatakan bahwa lulusan IKIP Bandung yang mengajar di

sekolahnya belum mempunyai kemampuan yang diharapkan.Rek

tor IKIP Bandung mengungkapkan anggapan ini dalam

perte-muan, penataran dan seminar yang diadakan tahun 1985»

1986 dan 1987.

Informasi yang kami peroleh sendiri dari beberapa

kepala SMA Negeri dan Swasta di Kotamadya Bandung menya

takan pula bahwa lulusan IKIP yang mengajar di sekolah

nya masih kurang berkemampuan untuk mengajar.

Seperti telah kita ketahui bersama, para guru

yang mengajar di SMA bukan hanya terdiri dari lulusan

(6)

IKIP, melainkan juga dari lulusan universitas serta ins

titut bukan keguruan.

Para guru lulusan universitas serta institut bu

kan keguruan belum pernah mendapat sorotan seperti

hal-nya dengan para guru lulusan

IKIP.-Apakah mereka ini memang mempunyai kemampuan yang

lebih baik daripada para guru lulusan IKIP ataukah sama

saja? Apakah anggapan yang dikenakan kepada para guru lu lusan IKIP itu hanya disimpulkan dari pandangan selintas saja, ataukah memang berdasarkan kenyataan faktual yang

berlaku? Hal inipun pernah dikemukakan dalam Diskusi di

FPS. "Sejauh mana mutu lulusan IKIP itu berbeda dengan

mutu tenaga kependidikan yang bukan lulusan IKIP" (FPS,

Seminar Diskusi Dies Natalia ke-32 IKIP Bandung, 1986)

Anggapan mengenai ketidakmampuan IKIP itu menjadi

terasa lebih berat lagi, tatkala Menteri Pendidikan dan

Kebudayaan ad interim memutuskan menunjuk beberapa uni

versitas serta institut bukan keguruan untuk

menyelengga-rakan pula program keguruan pada Stratum 0 (SO) atau prog ram Diploma, mungkin pula dengan pertimbangan yang lain, tanpa bermaksud menganggap IKIP kurang berhasil.

Maka seyogianyalah anggapan yang bernada sumbang

tentang ketidakmampuan guru lulusan IKIP itu bertolak da

ri dasar yang diambil dari fakta yang nyata ada di

la-pangan, diperoleh melalui penelitian.

(7)

yang dapat memberikan garnbaran langkah awal, yang dapat

mengungkapkan, salah satu unsur yang erat kaitannya de

ngan keraarapuan dari para guru tersebut.Judulnya adalah:

"Persepsi Keguruan para Guru Lulusan Universitas

serta

Institut bukan Keguruan dan Lulusan IKIP yang

Mengajar-kan Ilmu Sosial dan Ilmu Eksakta pada SMA di Kodya

Bandung".

Dalam rangka pemikiran penelitian dan masalah

yang dihadapi parlu kiranya diingat apa dikatakan oleh

Prof. Dr. Achmad Sanusi:

"Peranan IKIP dalam menghasilkan calon-calon guru

SM yang bermutu tinggi, dan yang terus mampu

mening-katkan kompetensi kependidikannya selam jadi guru

SM, dan yang khususnya mampu membelajarkan siswanya

dalam proses belajar yang bermutu,

hingga akhirnya

mencapai mutu hasil pendidikannya yang tinggi, segi

mi perlu mendapat penelaahan yang objektif,terbuka,

iritis, dan adil. Banyak pandangan konseptual dan

data empins yang diperlukan" (A. Sanusi, 1986:2)

Cara yang paling tepat untuk menilai keraampuan

seorang guru adalah melalui observasi tatkala ia meng

ajar. Namun cara ini menuntut banyak waktu, apalagi dana,

bahkan pengalaman dan keahlian dalam mengobservasi

itu

juga kendala. Selain perijinan dan kesediaan guru yang

langka yang mau diobservasi.

Tanpa bermaksud mengurangi tujuan penelitian ini,

dan tanpa menyimpang dari masalah yang dikeraukakan, pe

(8)

Menurut Merlin C. Wittoock. dkk. sesuai dengan

hasil-hasil penelitian yang telah mereka lakukan,

terda-pat keterkaitan yang sangat erat antara ranah (domain)

proses pemikiran guru sebelum menga.iar (Teachers' thought

processes) dengan perbuatan guru (Teachers' actions)

ke-tika ia mengajar di kelas. Dise butlean bahwa:

"Teacher behavior is substantially influenced and

aven^detomined by teachers' thought processes?"

1986" 255)!M* °lark &Penel°Pe L. P?ters?n!

Maka perencanaan guru (teacher planning) yang

men-cakup pemikiran preaktif dan postaktif, pemikiran

inter-aktif dan keputusan yang diambil, diresapi pula oleh

te-ori dan keyakinan yang-dimiliki guru, secara substansial,

mempengaruhi dan bahkan menentukan. perbuatan guru

(teachers' action) di depan siswanya ketika ia mengajar.

Dengan lain perkataan adalah bahwa isi respons

yang dicantumkan di dalam angket yang mencakup proses pe

mikiran para guru itu mempengaruhi bahkan menentukan apa

yang seyogyanya akan ia lakukan dalam mengajar siswanya

nanti.

Dalam hal ini pendapat guru, bahkan pandangannya

terhadap setiap langkap yang akan ia lakukan dalam

tu-gasnya sebagai guru, merupakan masukan dari pandangan

konseptual guru dan data empiris yang diperlukan dari

(9)

nelitian ini diharapkan dapat merupakan data dan fakta

awal dari. suatu penelitian selanjutnya lewat observasi , yang dikehendaki dapat menilai kemampuan para guru tat kala ia menghadapi siswanya secara nyata di kelas.

B. Perumusan Masalah

Kemampuan seorang guru untuk mengajarkan suatu

mata pelajaran tergantung kepada

banyak hal.

Ada yang

disebabkan oleh lingkungan hidupnya di sekolah tempat ia bertugas dan di masyarakat tempat ia bergaul sehari-hari,

Ada yang disebabkan oleh pendidikan yang ia peroleh

se-lama menuntut ilmu sebagai siswa di suatu lembaga pendi

dikan. Ada yang disebabkan oleh minat, kebutuhan dan

ni-lai-nilai luhur yang dianutnya serta kemampuan

berpikir

yang dimilikinya. Kesemuanya ini memberikan sumbangan ba

gi terciptanya seorang guru yang mempunya kemampuan meng

ajar yang baik, singkatnya kemampuan yang

diperolehnya

dari pendidikan dan pengalaman yang sudah menjadi

mi-liknya.

Pengalaman seseorang diperoleh dari lingkungan

yang terdapat di luar dirinya. Melalui alat inderanya ia

menerima berbagai masukan berupa garnbaran. Garnbaran ini

masuk ke dalam dirinya dan bertemu dengan minat, kebutuh

(10)

dihasilkan suatu garnbaran yang menyeluruh. Garnbaran

yang menyeluruh inilah yang disebut persepsi.

Bagi seorang guru yang mempunyai kemampuan meng

ajar yang baik, persepsi ini seyogyanya bennuatan garn

baran tentang konsep-konsep dan prinsip-prinsip belajar

mengajar yang baik, dalam hal ini adalah yang termuat

dalam PGBK.

Persepsi yang demikian disebut persepsi keguruan.

Persepsi keguruan inilah yang menjadi obyek bahasan da

lam penelitian ini.

Persepsi keguruan ini merupakan

suatu garnbaran

yang masih abstrak. Ia tidak kelihatan, tapi ada dalam

diri guru dan hanya dapat digali melalui alat peneliti

an yang dapat menampilkannya menjadi ungkapan

verbal.

Penampilannya secara verbal dapat diketahui kalau diga

li lewat angket yang berisi pemyataan yang di jawab

atau direspons oleh para guru tersebut.

Pernyataan tersebut hendaknya dapat dipilah-pilah

menjadi sejumlah aspek. Aspek-aspek tersebut hendaknya

dapat menunjukkan peringkat intensitas jawaban, sehing

ga dapat diperoleh garnbaran yang dapat diperbandingkan.

Karena itu alat itu harus berbentuk skala yang dapat

mewadahi ungkapan jawaban tersebut.

Pemilahan Persepsi Keguruan ini ke dalam sejumlah

(11)

Tenaga Kependidikan Berdasar Kompetensi yang oleh IKIP

dinamakan Pendidikan Guru Berdasar Kompetensi.

Dipilih-nya pola ini sebagai acuan (reference) alat

penelitian

adalah karena Konsep ini berorientasi kepada pendekatan

yang dapat "mernenuhi kebutuhan penampilan seorang guru

di lapangan ... dalam tugas-tugasnya ... tanpa

mengabar-kan pengembangan disiplin ilmu dan ikhtiar menemumengabar-kan

te-ori atau generalisasi baru dalam bidang pendidikan dan

keguruan" (Rektor IKIP Bandung, 1981: 6).

Alat pengumpul data ini tidak bermaksud merekam

penampilan perilaku guru melalui observasi, akan tetapi

menggali pendapat responden terhadap soal-soal

(items)

yang memuat konsep-konsep dan prinsip-prinsip yang

meng-acu kepada Pendidikan Guru Berdasarkan Kompetensi (PGBK)

dan dijabarkan ke dalam aspek-aspek persepsi keguruan.

Berdasarkan uraian tersebut maka masalah peneli

tian dirumuskan sebagai berikut.

Tidak ada perbedaan yang signifikan antara per

sepsi keguruan yang dimiliki oleh para guru lulusan uni

versitas dan institut bukan keguruan dengan persepsi ke

guruan para guru lulusan IKIP yang menga.jarkan ilmu-ilmu

sosial dan ilmu-ilmu eksakta

Masalah tersebut dipilah secara lebih spesifik

(12)

1. Tidak ada perbedaan yang signifikan antara persepsi ke

guruan para guru lulusan universitas dan institut bukan

keguruan dengan persepsi keguruan para guru lulusan IKIP

yang mengajarkan ilmu-ilmu sosial dan ilmu-ilmu eksakta.

2. Tidak ada perbedaan yang signifikan antara persepsi ke

guruan para guru lulusan universitas dan institut bukan

keguruan dengan persepsi keguruan para guru lulusan IKIP

yang mengajarkan ilmu-ilmu sosial.

3. Tidak ada perbedaan yang signifikan antara persepsi ke

guruan para guru lulusan universitas dan institut bukan

keguruan dengan persepsi keguruan para guru lulusan IKIP

yang mengajarkan ilmu-ilmu eksakta.

4. Tidak ada perbedaan yang signifikan antara aspek-aspek

persepsi keguruan para guru lulusan universitas dan ins

titut bukan keguruan dengan aspek-aspek persepsi keguru

an para guru lulusan IKIP yang mengajarkan ilmu-ilmu sosial,

5. Tidak ada perbedaan yang signifikan antara aspek-aspek

persepsi keguruan para guru lulusan universitas dan ins

titut bukan keguruan dengan aspek-aspek persepsi keguru

an para guru lulusan IKIP yang mengajarkan ilmu-ilmu

eksakta.

Sesuai dengan kurikulum SMA 1984, ilmu-ilmu sosial

yang diberikan adalah ekonomi, sosiologi dan antropologi,

tatanegara, sejarah dan geografi, sedangkan ilmu-ilmu ek

(13)

Dalam uraian berikut ini dicantumkan beberapa

penjelasan yang berupa definisi operasional dari istilah

istilah yang terdapat dalam rumusan masalah.

1. Persepsi adalah hasil penginderaan yang dipengaruhi

oleh minat, kebutuhan dan nilai luhur yang dianut

se-seorang, hasil penginderaan yang demikian ini disaring

oleh pemikiran lewat abstraksi serta analisis. Suatu

persepsi yang semula berasal dari stimulus dari luar,

berpadu dengan apersepsi yang telah ada dalam diri

se-seorang, menghasilkan persepsi yang baru,'yang mungkin

lebih luas, lebih dalam dan kaya daripada persepsi

yang lama.

Inilah tinjauan fisiologis yang kemudian menjadi

psikologis, dan sosiologis (Langeveld, 1954; 19-22).

Persepsi adalah juga pend%apat apabila ia lebih

berkadar muatan kognisi. Pandangan dan sikap lebih

berkadar afeksi. Keduanya tidak terpisah. Keduanya

pada akhirnya bermuara kepada kecenderungan akan

bertindak.

Mar'at menyebutkan:

"Persepsi merupakan proses pengamatan yang berasal

dard/komponen kognisi ...

faktor

pengalaman,

Ptoses

belajar Itau sosiallsasi member! bentuk dan struktur

terhadap apa yang dilihat" (Mar'at, 1983; 22-23).

2. Keguruan adalah profesi guru sebagai pendidik dengan

(14)

,\J

dari sudut Pendidikan Guru Berdasar Kompetensi,

pro-fesi tersebut seyogianya meliputi sebelas kompetensi

seperti yang dikehendaki oleh IKIP. Profesi keguruan

itu diharapkan sudah diawali dengan muatan pendapat

dan pandangan yang positif terhadap segala tugas yang

diembannya sebagai guru.

3. Persepsi Keguruan merupakan pandangan serta pendapat

seorang guru terhadap tugasnya sebagai guru, seperti

yang tercantum di dalam Pendidikan Guru Berdasar Kom

petensi, berupa sejumlah prinsip pendidikan yang

di-jabarkan lebih lanjut ke dalam aspek-aspek persepsi

keguruan. Inilah variabel dalam penelitian ini.

4. Lingkup (scope) penelitian ini hanya menggali apa yang

ada di dalam diri guru sebelum ia beraksi di depan

sisi-wanya. Apa yang akan dilaksanakannya dihadapan siswanya

seyogianya telah diprosesnya di dalam pikirannya. Pro

ses berpikir guru (teachers' thought processes) ini ti

dak menjadi obyek penelitian, melainkan dari proses itu.

5. Hasil pemikiran guru yang mengacu kepada aspek-aspek

kompetensi keguruan ini, agar peroleh garnbaran

inten-sitasnya disusun dalam bentuk skala.

D. Tu.juan dan Kegunaan Penelitian

Hasil yang diharapkan dari penelitian ini ialah

menjawab pertanyaan tentang persepsi keguruan dari para

(15)

Apakah terdapat perbedaan antara persepsi keguruan antara

guru lulusan universitas serta institut bukan keguruan

dan lulusan IKIP.

1. Tujuan

Secara umum dapat disebutkan bahwa tujuan peneli

tian ini adalah sebagai berikut.

Mendapatkan data, fakta dan informasi yang dapat menun

jukkan apakah ada perbedaan antara persepsi keguruan da

ri para guru lulusan universitas serta institut bukan ke

guruan dengan persepsi keguruan lulusan IKIP yang meng

ajarkan ilmu-ilmu sosial dan ilmu-ilmu eksakta.

Secara lebih spesifik dapat dirumuskan sebagai

berikut:

1. Memperoleh data, fakta dan informasi yang menunjukkan,

apakah ada perbedaan antara persepsi keguruan para gu

ru lulusan universitas serta institut bukan keguruan

dengan persepsi keguruan lulusan IKIP, yang mengajar

kan ilmu-ilmu sosial dan ilmu-ilmu sosial.

2. Memperoleh data, fakta dan informasi yang menunjukkan

apakah ada perbedaan antara persepsi keguruan para gu

ru lulusan universitas serta institut bukan keguruan

dengan persepsi keguruan lulusan IKIP, yang mengajar

kan ilmu-ilmu eksakta.

3. Memperoleh data, fakta dan informasi yang menunjukkan

(16)

guru lulusan universitas serta institut bukan keguru

an dengan persepsi keguruan lulusan IKIP yang meng

ajarkan ilmu-ilmu sosial.

4. Memperoleh data, fakta dan informasi yang menunjukkan

apakah ada perbedaan antara aspek-aspek persepsi ke

guruan para guru lulusan universitas serta institut

bukan keguruan dengan aspek-aspek persepsi keguruan

lulusan IKIP, yang mengajarkan ilmu-ilmu sosial.

5. Memperoleh data, fakta dan informasi yang menunjukkan

apakah ada perbedaan antara aspek-aspek persepsi ke

guruan para guru lulusan universitas serta institut

bukan keguruan dengan aspek-aspek persepsi keguruan

lulusan IKIP, yang mengajarkan ilmu-ilmu eksakta.

Dari data, fakta dan informasi tersebut akan dapat

disimpulkan, ada-tidaknya perbedaan persepsi keguruan an

tara lulusan kedua jenis lembaga pendidikan tersebut.

2. Kegunaan

Garnbaran tentang perbedaan persepsi kegunaan dari

lulusan kedua jenis lembaga pendidikan tersebut pada

gi-lirannya akan dapat memberikan kegunaan sebagai berikut.

1. Bagi masyarakat umum akan dapat diberikan fakta dan

informasi yang mempunyai dasar, dalam menilai persepsi

keguruan, daripada hanya disimpulkan selintas. Garnbar

(17)

tentang penilaian kemampuan guru.

2. Pejabat dan pendidik akan memperoleh informasi berda

sar penelitian.

3. Pengembang kurikulum dan dosen akan dapat menggunakan

informasi ini untuk memberi perhatian pada aspek-as

pek yang belum meraadai pada siswanya.

4. Guru yang bersangkutan akan mendapatkan fakta dan in

formasi tentang garnbaran perbedaan (kalau ada) tentang

persepsi keguruan yang dimiliki oleh lulusan lembaga

pendidikan keguruan dan bukan keguruan.

5. Bagi para guru, garnbaran yang sesungguhnya didapat

secara langsung,dapat memantapkan dan menumbuhkan

ke-inginan untuk pengerabangan potensi diri guru

masing-masing. Secara tidak langsung ini akan meningkatkan

mutu sumber daya manusia, dalam hal ini mutu guru

yang baik.

E. Asumsi Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah dan tujuan penelitian

yang telah ditetapkan sebagai pengarah dalam mencari dan

memperoleh fakta, maka berikut ini penulis merumuskan beberapa asumsi sebagai landasan berpikir lebih lanjut.

(18)

14

1) Guru adalah pengajar dan pendidik. Sebagai pengajar,

ia dituntut memiliki penguasaan bahan ilmu yang

diajar-kan, metode mengajar, cara mengevaluasi hasil belajar,

mengelola interaksi belajar, menggunakan media dan

sura-bar, mengetahui fung3i administrasi sekolah, fung3i

bimbingan dan penyululian, rnengerti penelitian pendi

dikan dan landasan kependidikan. Sebagai pendidik,

se-lain memiliki kemampuan sebagai pengajar, ia juga

di-tutut memiliki sifat-aifat sebagai guru yang baik.

2) Pendidikan dan pengalaman. Kemampuan sebagai guru dan

sifat-sifat sebagai guru yang baik dapat diperoleh me

reka dari pendidikan formal pada suatu lembaga pendi dikan maupun dari pengalaman. Hasil pendidikan dan pengalaman ini tertanam dalam dirinya berupa persepsi

keguruan.

3) Persepsi keguruan, adalah pendapat serta pandangan guru tentang tugasnya sebagai guru. Pendapat dan pan

dangan ini secara subatansial mendasari perilaku seba

gai guru. Pandangan ini dapat digali melalui angket yang

(19)

P. Pokok-pokok Pertanyaan Penelitian

Berdasarkan rurausan masalah, tujuan penelitian,

anggapan dasar yang telah disebut di muka, maka dapatlah

diajukan pokok-pokok pertanyaan penelitian sebagai ber

ikut.

Secara umum adalah sebagai berikut.

Apakah ada perbedaan antara persepsi keguruan para guru

lulusan universitas serta institut bukan keguruan dengan

persepsi keguruan para guru lulusan IKIP yang mengajarkan

ilmu-ilmu sosial dan ilmu-ilmu eksakta.

Secara lebih spesifik 3ebagai berikut.

1. Apakah ada perbedaan antara persepsi keguruan para gu

ru lulusan universitas serta institut bukan keguruan

dengan lulusan IKIP, yang mengajarkan :

a. Ilmu-ilmu Sosial dan Ilmu-ilmu Eksakta,

b. Ilmu-ilmu Sosial,

c. Ilmu-ilmu Eksakta.

2. Apakah ada perbedaan antara persepsi keguruan para guru

lulusan universitas serta institut bukan keguruan de

ngan lulusan IKIP, yang mengajarkan Ilmu-ilmu Sosial,

dalam hal:

a. penguasaan sumber bahan, b. pengelolaan kegiatan

belajar-mengajar, c. pengelolaan kelas, d. penggunaan

media dan sumber, e. landasan kependidikan, f.

(20)

16

h. program bimbingan dan penyuluhan, i. administrasi

sekolah, j. peraaharaan prinsip-prinsip penelitian,

k.

ciri-ciri guru yang baik (individu guru), 1. ciri-ciri

guru yang baik (hubungan guru dengan siswa dan orang

lain).

3. Apakah ada perbedaan antara persepsi keguruan para gu

ru lulusan universitas serta institut bukan keguruan

dengan lulusan IKIP, yang mengajarkan Ilmu-ilmu Eksak

ta, dalam hal:

a. penguasaan sumber bahan, b. pengelolaan kegiatan

belajar-mengajar, c. pengelolaan kelas, d. penggunaan

media dan sumber, e. landasan kependidikan, f.

interak-si belajar-mengajar, g. evaluainterak-si hainterak-sil belajar, h. prog

ram bimbingan dan penyuluhan, i. administrasi sekolah,

j. pemahaman prinsip-prinsip penelitian, k. ciri-ciri

guru yang baik (individu guru), 1. ciri-ciri guru yang

baik (hubungan guru'dengan siswa dan orang lain).

G. Hipotesis Penelitian

Sesuai dengan tujuan penelitian, dirumuskanlah hi

potesis umum sebagai berikut.

Tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara

persepsi keguruan para guru lulusan universitas serta

institut bukan keguruan dengan para guru lulusan IKIP

(21)

Dalam bentuk skema variabel yang diteliti adalah

sebagai berikut.

Lulusan

Universitas serta

Institut bukan Keguruan

Mengajar

Ilmu-ilmu Sosial

Persepsi Keguruan

pa ra Guru

Mengajar

Ilmu-ilmu Eksakta

Mengajar

Ilmu-ilmu Sosial

Lulusan

Institut Keguruan

dan Ilmu Pendidikan

Mengajar

ilmu-ilm Eksakta

Baik persepsi keguruan para guru yang saraa meng

ajarkan ilmu-ilmu sosial maupun yang sama mengajarkan

ilmu-ilmu eksakta dipilah selanjutnya ke dalam duabelas

(22)

•• ;^#:--- '•

- • -<jt$vp» •.

A 1r . " S I

• ,'1- > .

ri-ty!:

5.

-V>'

•!?•

. . ...

(23)

METODE PENELITIAN

A. Pendahuluan

Pada bab ini dibahas hal-hal mengenai metode pe

nelitian yang digunakan dalam penelitian ini.

Masalah pokok yang menjadi titik utama peneliti

an ini adalah persepsi keguruan yang merupakan sikap gu

ru terhadap profesi keguruan yang diembannya sebagai gu

ru. Persepsi keguruan ini adalah suatu keadaan

neuropsi-kis (G.W. Allport,1957) yang menunjukkan kesiapan guru

yang merespons sesuatu yang dihadapinya atau yang akan

dihadapinya dalam proses belajar mengajar.

Suatu keadaan batin yang terarah kepada ranah

kognitif, afektif dan psikomotor dari Bloom.

Persepsi keguruan sebagai abilitas (competence, ability) menurut Dr. B.J. Kouwer (1958) dapat digali me

lalui suatu alat yang dapat berupa lembar observasi.ang

ket atau kuestioner, maupun berupa tes. Alat ini hendak

nya telah teruji lebih dahulu sehingga terhindar dari

hasil yang 'bias'. Adapun penelitian ini mencoba mengga

li persepsi keguruan yang abstrak itu dengan mengguna

kan alat angket yang dapat menjangkau aspek-aspek kognitif,

(24)

65

afektif, dan psikomotor yang masih bersifat neuropsikis

yang berada pada taraf prapelaksanaan nyata dalam proses

belajar mengajar.

Maka penelitian ini adalah penelitian yang ingin

menggali pendapat dan pandangan terhadap tugas-tugas gu ru yang tercantum pada salah satu lingkaran, yaitu yang disebelah kiri dari Christopher dan Peterson, mengenai Teachers' Thought Processes, (lihat hal 28 ) baik ke-simpulan, maupun mengenai implikasinya.

B. Metode Penelitian

Metode deskriptif ialah "pendekatan yang berusaha

memberikan garnbaran dan penafsiran apa adanya, yang

ber-kenaan dengan suatu kondisi ..." (Best, 1977; 116).

Metode penelitian ini adalah metode deskriptif

dengan membatasi generalisasinya hanya

pada kelompok

individu tertentu sebagai responden angket.

"Tidak ada kesimpulan yang diperluas berlaku bagi

kelompok lain. Data deskriptif ini bermaksud memberikan

informasi mengenai sifat-sifat dari para responden yang

diteliti "(Sanapiah Faisal, 1982; 253).

C. Pengembangan alat pengumpul data

Seperti telah disebutkan di muka, persepsi kegu

(25)

dan pengalamannya sebagai guru. Hasil pendidikan dan pengalaman ini tertanam dalam dirinya berupa persepsi

keguruan.

Persepsi keguruan adalah, buah penghayatan menge nai segala sesuatu yang berkenaan dengan tugas guru se bagai pendidik (educator).

Sebagai pendidik selayaknyalah guru menguasai

prinsip-prinsip kependidikan. Prinsip-prinsip ini di da lam angket, dituangkan ke dalam sepuluh aspek, ditambah stu aspek kepribadian guru yang mengacu kepada

aspek-aspek PGBK.

Aspek-aspek yang sepuluh ini tampaknya lebih

ber-orientasi kepada "keterampilan mengajar". Perlu pula ki ranya dilengkapi dengan aspek sifat-sifat guru yang baik.

Sifat-sifat guru yang baik ini disebut "ciri-ciri guru

yang baik" (S. Nasution, 1982: 12-17), di samping

Hu

bungan antarpribadi yang dikembangkan Raka Joni dan IKIP

Bandung. (Akta V Kependidikan, 1983: no. 15; 221-229)

Ciri-ciri guru yang baik dan hubungan antarpriba

di tersebut merupakan dua bahan ramuan dalam

penyusunan

items aspek yang kesebelas. Aspek ini kemudian dibagi

pula ke dalam satu aspek ciri-ciri guru yang baik seba

gai individu dan satu aspek sebagai guru dalam

(26)

6?

pemisahan maupun pernilahan yang lepas-lepas. Ini dilaku kan hanyalah untuk menggali pandangan guru secara terarah

dan lebih spesifik, dengan demikian persepsi keguruan

yang sesungguhnya merupakan suatu yang terpadu.

Aspek-aspek itu tercantum sebagai berikut ini.

1. Penguasaan bahan

2. Pengelolaan program belajar mengajar

3. Pengelolaan kelas

4. Penggunaan media dan sumber

5. Landasan kependidikan

6. Interaksi belajar mengajar

7. Evaluasi hasil belajar

8. Program bimbingan penyuluhan

9. Administrasi sekolah

10. Pemahaman prinsip penelitian

11. Ciri-ciri guru yang baik (individu guru)

12. Ciri-ciri guru yang baik (hubungan dengan siswa dan

orang lain).

Langkah berikutnya adalah menguraikan persepsi keguruan secara logis dan wajar (S. Nasution, 1982: 69) menjadi aspek-aspek yang lebih khusus sejumlah 150 items, 75 positif dan 75 negatif (Draft I).

Melalui diskusi dengan beberapa rekan yang dianggap

kompeten dan tahu seluk-beluknya, diambil 70 items yang

baik dan memadai untuk dinilai, teridiri atas 35 item po

(27)

dan yang negatif adalah sebagai berikut:

Tabel 1.

Arah

pernyataan

Sangat

Setuju Setuju

Tidak

Setuju

Sangat Tidak Setuju

Positif 4 3 2 1

[image:27.595.69.519.60.746.2]
(28)

Tabel 2

(Kisi-kisi Skala Persepsi Keguruan (Draft I) Lamp. 1

Aspek-aspek Nomor Perny(

P o s i t i f

a t aa n (i1: e m)

= = = = = : := = = r : z

Jumlah Negatif

_

+

A. Penguasaan Bahan 12 10 6 4 8 3 9 7 2 1 5 1 6 6 12

B. Pengelolaan Program Belajar

Mengajar 8 1 3 7 9 11 5 4 10 6 12 2 6 6 12

C. Pengelolaan Kelas 2 5 1 7 4 9 10 8 6 3 1 12 6 6 12 D. Penggunaan Media Sumber 9 8 5 10 1 12 6 4 3 7 2 11 6 6 12

E. Landasan Kependidikan 11 7 2 5 9 12 10 4 6 3 1 8 6 6 12

F. Interaksi Belajar Mengajar 9 6 8 7 11 3

5 12 1 10 4 2 6 6 12 G. Evaluasi Hasil Belajar 12 1 6 2 10 4 9 3 7 11 5 8 6 6 12 H. Program Bimbingan dan Penyu

luhan 7 3 2 1 5 11 4 9 6 8 10 12 6 6 12

I . Administrasi Sekolah 9 11 3 1 5 7 6 2 10 8 4 12 6 6 12

J . Pemahaman Prinsip-prinsip

•Penelitisn 11 7 9 2 3 5 6 12 1 4 8 10 6 6 12

K. Ciri-ciri Guru yang Baik

(individu guru) 14 2 1 8 13 3 11 9 5 4 6. 12 10 7 7 7 14

L. Ciri-ciri Guru yang Balk

(hubungan dengan siswa dan

orang lain) 3 10 4 8 2 14 16 12 15 7 9 1 11 5 6 3 3

[image:28.842.133.771.119.543.2]
(29)

•Tabel 3

KISI-K.7JJ SKALA ri-JRo JPSI

Kode

Aspek Nomor Pernyataan •

'-

Junllah

Pernyataan Positif Pernyataan Negatif

.mo. Lama No. Baru No. Lama No. Baru +

- £

A 01 02 05 17 25 10 03 04

02 43 3 2 5

B 06 09 10

13 14

56 67 20 54 04

07 08 11

12

11 36 28 27

5 4 9

C 15 17 19 66 29 52 16 18 35 16

3 2 5

D 21 24 64 30 20 22 23

25

65 58 40

51

2 4 6

£ 27 30 55 09 26 28 29

03 44 34 2 3 5

F 31 35 36

37 40

53 33 32 19 62

32 33 34 38 39

22 31 63

13 12

5 5 •10

G 41 42 43

45

06 21 57

08

44 46 47 14 38 60 4 3 7

H 48 49 48 70 - - 2 — 2

I 51 46 50 50 1 1 2

J 52 47 53 37 1 1 2

K 55 58 59

63

01 15 18 49

54 56 57

60 61 62 69 61 2439 41

23-4 6 10

L 65 67 69 42 26 07 64 66 68

70

59 68 45

05

3 4 7

(30)

71

Tabel 4

KISI-KISI DAN NOMOR PERNYATAAN (Draft III, Akhir)

No. Positif Negatif

1 .

i

A 10 17 25 02 43 3 2 5

2. B 04 20 54 56 67 ili 27 28 36 5 4 9

3. C 29 52 66 16 35 3 2 5

4. D 30 64 40 51 58 65 2 4 6

5. E 09 55 03 34 44 2 3 5

6. F 19 32 33 53 62 12 13 22 31 63 5 5 10

7. G 06 08 21 57 14 38 60 4 3 7

8. H 48 70 - 2 - 2

9. I 46 50 1 1 2

10. J 47 37 1 1 2

1 1 . K 01 15 18 49 23 24 39 41 61 69 4 6 10 1 2. L 07 26 42 05 45 59 68 3 4 7

[image:30.595.86.522.75.746.2]
(31)

1. Memeriksa Reliabilitas Skala Persepsi Keguruan

Selanjutnya untuk mencari reliabilitasnya,

digu-nakan cara bagi-dua (Split-half) (S. Nasution, 1982:68)

Hasil perhitungan tersebut dapat dilihat pada Tabel.5

yang disertai dengan perhitungan product moment dari

Pearson serta rumus Spearman Brown (Sutrisno Hadi,

(32)

flo.

?o

Jab el 5 Penghltungan

dengan Metode Split HalfReliabilitas

"Skor ItCJB Ganjil I 77 65 60 49 +13,.3 4

+ 0, U + 7,34 1+ 5,34 + 4,34 -1&.66 - 7,66 + 1,34 + 2,34 - 8,66 -14,66 -19,66 + 1,34 + 5,34 +10,3+ + 3,34 + 3,34 - 0,66 + 4,34 + 0,34 + 5,34 -14,66 -14,66 + 7,34 - 0,66 + 0,34 + 9,34 +10,34 +11,34 + 6,34 + 1,34 - 1,66 -14,66 - 9,CC 3,ZS + 8,85 + 5,86 - o,u - 7,14 1+3,86 + 3,66 '+ 0,86 - 1,14 + 2.66 - 5,14 + 7,36 + 7,86 + 6,86 - 2,14 -13,14 4,06 177,9556 0,1156 53,8756 69,5556 18,8356 160,2756 58,6756 1,7956 5,4756 74,9956 214,9156 356,5156 1,7956 28,5i5u 106,9156 69,5556 69,5555 0,4335 18,8356 0,1156 28,5156 214,9156 214,9156 53,0756 0,4356 0.115C . 37,2356 '106,9156 '123,5956 •40,1956 1,7355 58,6755 2,7556 214,9156 93,3150 15 251,5396 14,6996 0,0196 14,8996 14,6996 1,2996 147,3796 147,3796 23,6196 14,8996 199,9396 260,4996 "105,6196 14,3996 97,2196 0,7396 14,8996 102,6196 78,4996 23,6196 34,3396 0,0196 50,9796 14,8996 34,3396 0,7396 1,2996 8,1796 26,4196 61,7796 51,7796 47,0596 4,5796 ,172,6596 ' 23,6196 211,572' 1,3124 -1,027( 32,1924 16,7524 14,4324 92,9924 •16,2676 11,3724 -33,4276 i207,2924 1317,3124 -26,9876 20,6124 101,9524 7,1724 32,1924 6,6924, 38,4524 1,6524 31,2924 2,0524 104,6724 23,3324 =3,0676 0,2924 10,6476 29,5724, -53,2876' 49,3324 10,5324 -52,5476 3,5524 .192,6324 '-46,9476 2158 2158 2140

^^^~^2AOmJ^^ija^

r =

~jf- =

61,65714 - 61,66

!14 0

(33)

Dihitung dengan Product Moment dari Pearson, maka

XY 1316,714

rx>Y= =

^(X2)(Y2)

^(2765,886)(2372,286)

zlll'A -

°'5U03

rX,Y - +0'51

Dengan rumus Spearman Brown, maka

.

= 2r1>2

= (2)(0,5l)

. 1^02

m

Qf67550 = +Qf68

nn

1+(n-1)r1#2

l+(2-l)(0,5D

1,51

= + 0,68

Ini berarti bahwa reliabilitasnya cukup.

Guilford (1971 & 1978) memberikan batas-batas

koefi-sien korelasi sebagai berikut.

r less than 0,20 = slight

0.20-0.40 • = low

0.40 - 0.70 = moderate

0.70-0.90 = high

(34)

75

2. Perhitungan Reliabilitas antar Penilai

Hasil penilaian yang dimintakan kepada tiga orang

penilai,* dari Unpad, ITB dan IAIN, dapat dilihat pada

halaman berikut ini*

(35)

X . a.

M M NJ NJ

n> rr Hi II

ii ii II » — — « U1

m i—• H-1 M t-< CO H-1 .2. NJ

en

i s UJ

en 1 i—• CTl ^ 1 >£> •C o /^>

UD ~J H->

U) . C 1 CO

II H-' ON I—1 II a \ * —

M H-'

U) » * . X 1 tvj ii ~j O cr> o

a \

t o

II

ii * i I-1 i-1 - J

h-1 CTl J ^

o .&. . *

- - . c \

co -^J ^J

- j . C H-" II CTl

o -- -O

. c .U

a \ II X X Ul H-1 NJ CO .£». CTl z ?r ii - j ii

o X Hi M Ul OJ c \ u> CD Ul Ul CTl

W W U W U U W W N J M W W W W W M H ' h - ' l - ' l - ' M I — ' H - ' H - ' H ^ H - ' O O O O O O O O O j i ^ w w - ' O v o c a s i m u i ^ w w H O ^ c o v j a i / i A U J W M O v o c s v j o M ^ ^ U M H

(-•!—'I—' O H-1 O H-" H-- H-'Oh-' H-• I—'I—' H-1 O H-" H-" H-1 O (—• O M H-'(—'I—-Ml—•

I—'Ml—' t—• O M H-" H-' H" I-* (-* H* H* I—' I—'Ml—' M M M M ' O h - ' M M M O M'I—• M O M r—'

l - ' h - , M I - ' M M M H ' H - , l - ' h - , H ' l - - , h - ' H - , h - ' l - - ' l - ' O I - ' l — ' O l — • O I—• »—• I—* »—• I—• I—' I—•i—•

U U U U H U N J U U U NJ.U> U U U W W U U U H U W H U H U U W U U U W W U

U)VOyDVDI-'WA^OU)VDAU)VOVOlOV£)iU^DiD\OI-'U)lCI-,W3h,'0 0 * ' ^ v D ' a ^ ^ D y 3

voaiviaiWJiWWHOvaa)vja\uiAUJMHOir)casioMn^wwi-'0©C3vjc?i

|_i)_jO|_i(_.|_.|_.>_i(_,OMMMMMMMMMMOMMOMMOMMOMMMM

M M O M M M I—• M M O t-1 M I—' M O M O I—• M M M M

Ml—• I—• I—• I—• I—• I—• I—' 1—' O M M M• I—'Ml—•H-'l-' I—' |—> |—' )—• 1—• I—• i—•I—• I—'

UUUHUUIWUUUHUWUJWUUUNWtJHUOJMUJUiMWUMWUUW

i£> \ o ^a m ix) VOVOVOVOVDf-'VONiVOVDVDVDVOJikVOUJMVDVOJi.VDvO^'vOvOJkVDNDvO^

m 2 Tl

(36)

Perhituncjan Variansi

(V dan V )

1? _ __?"

77

Sumber Jumlah kuadrat dk Variansi

iPernyataan

I

9,93 69 0,144

;Penilai 0. 4 6

'Galat 10,87 138 0,079

Jumlah 21,26 209

11

33

'r33

11

33

+..

33

V - V

P e

Vp - (k-1) ve

V - v

p e

V

.

\T-

n-2

(l-r-33)

0,144 - 0,079 0,144 + 2 X 0,079

0,144-0,079 _ 0,065

0,144 0,144

0,065

„ °4£5 6,215

~ 0,144+0,158 " 0,302

= 0,451

0,451

V

68/(1-0,51^)= 0,451

V

68/(1-0,203 =

= 0,451 V

68/0,797

= 0,451 X V 35,320 =

= 0,451 X 9,237 = 4,166 = signifikan pda 0,1%

(37)

3. Memeriksa Normalitas Penyebaran

Untuk memeriksa ketepatan skala bagi setiap per

nyataan dilakukan uji-coba kepada 36 responden yang

ter-diri dari lulusan IKIP, UNPAD, ITB, dan IAIN. Hasil

uji-coba dianalisis normalitas penyebaran frekuensinya pada

kontinum skala bagi setiap pernyataan. Perhitungannya

de-menggunakan cara yang dikemukakan oleh Edwards (1957) yang dicontohkan oleh Rochman Natawidjaja (1985:15).

Berikut ini contoh perhitungan item no. 13 yang berisi

pernyataan negatif.

Langkah-langkahnya adalah sebagai berikut:

(1) Menghitung frekuensi setiap kategori jawaban bagi setiap pernyataan dari sampel uji-coba. Untuk jawab

an pernyataan no. 13 terdapat 36 responden, frekuen

sinya adalah sebagai berikut. Sangat Setuju (SS)

7.

responden; Setuju (S) 9 responden, Tidak Setuju (TS)

16 responden, Sangat Tidak Setuju (STS) 4 responden.

(2) Menghitung proporsi frekuensi untuk setiap kategori

jawaban:

Frekuensi alternatif jawaban dibagi dengan

banyak-nya sampel uji-coba. Diperoleh untuk alternatif ja

waban SS = 0,194; S = 0,250; TS = 0,444; STS = 0,111,

(38)

79"

(4) Menghihung titik tengah proporsi kumulatif dilakukan

dengan cara sebagai berikut.

SS = 1/2 x 0,194 = 0,096; S = 0,194 - 1/2 x 0,250 = 0,319; TS = 0,444 + 1/2 x 0,444 = 0,666; STS = 0,888

+ 1/2 x 0,111 = 0,943.

(5) Menentukan nilai Z pada tabel (Edwards, 1957: 246-247) berdasarkan nilai titik tengah, proporsi kumu

latif dari jawaban adalah:

SS = 0,097 memiliki nilai z = -1,299;

S =0,319 memiliki nilai z = -0,470;

TS = 0,666 memiliki nilai z = 0,513; STS = 0,943 memiliki nilai z = 0,580.

(39)

Mereka yang menjaai sampel uji-coba (berjumlah 36 orang), diurutkan menurut besar kecilnya jumlah nilai

yang diperoleh, yaitu dari yang paling tinggi hingga

yang paling rendah. Dari 36 responden itu diambil 27 %,

atau 10 responden yang memiliki nilai tertinggi dan 27 %

atau 10 responden yang memiliki nilai terendah. Rata-ra

ta hitung yang diperoleh masing-masing kelompok

diperban-dingkan. Jika rata-rata nilai kelompok tinggi lebih besar

daripada rata-rata nilai kelompok rendah, maka pernyataan

itu dianggap mempunyai daya pembeda yang memadai.

Rumus perhitungannya dengan uji t adalah sebagai

berikut:

XT ' XR

^(XT - XT)2 + S(XR - XR)2

n (n-1)

(Edwards, 1957: 153)

Sebagai contoh perhitungan pengujian t untuk pernyataan nomor 33 (positif) dan 58 (negatif) adalah sebagai ber

(40)
[image:40.595.75.520.66.542.2]

81

Tabel 6

(Pernyataan no. .13)

Arah pernyataan Sangat Setuju Tidak Sangat Ti

Setuju Setuju' dak Setuju

Frekuensi (f) 7 9 16 4

Proporsi (p) 0,194 0,250 0,444 0,111

p kumulatif (pk) 0,194 0,444 0,888 0,999

titik tengah 0,097 0,319 0,666 0,943

nilai z

nilai z + 0,755

-1,299

0 '

-0,470

0,829 .

0,513 1,812

0,580

2,879

z dibulatkan 0 1 2 3

Ketujuhpuluh items memiliki normalitas penyebaran yang

memadai. Kisi-kisi skala persepsi dianggap siap untuk

digunakan.

Berdasarkan hasil analisis normalitas penyebaran

frekuensi pada kontinum skala persepsi ini, ketujuhpuluh

pernyataan itu memenuhi syarat.

4. Memeriksa Daya Pembeda

Uji Daya diskriminasi ini bertujuan untuk menge

tahui apakah suatu pernyataan dapat membedakan responden

yang mempunyai pandangan positif daripada mereka yang

(41)

Tabel • 7

Perhituncjan Pengujian t Pernyataan Mombr 33 (positif)

Kategori

Jawaban

Kelompok Tinggi Kelompok rendah |

f jf*,. j fx»T

|f

fX^

«T i

Sangat ! '• ' Setuju 4 ; 2 8 ; 32

; ; i

l

Setuj u 3 6 | 18 54 1 3 9

Tidak

Setuj u 2 1 2 4 4 8 16

Sapgat

Tidak 1

Setuj u 1

1 1 5 5 5

Jumlah

j10

l

30 91 10 16 -30

I 1

Notasi I i fX

1 ; T

i

fir

T fXR

fA

-<VV2= 91" 10 =1'°

^ (VXR,2ss30"ll =3°-25'6=4'4

3£P_LlL_ _5j83

y

3,922, signifikan pada 0,1%.

V

1,0+4,4

[image:41.595.86.491.78.747.2]
(42)

Tabel 8

Perhitungan Pengujian t Pernyataan Nomor 58 (negatif)

33

Kategori

Jawaban

1 Kelcmpok Tinggi Kelcmpok Rendah

f fxT j fx2T

f

fXR

fX\

Sangat Setuj u 1

i :

1

i

! i . i i

i !

4 4 4

Setuj u 2

-1

4 8 16

Tidak

Setuj u 3 7 21 63 1 3 . 9

Sangat

Tidak

Setuj u

4 2 8 32

Jumlah

'

10 30 96 10 15 29

X _ 30 _

X - 1Q - 3,0 15

£04. - V'

96 " 175" = 6'°

xr=175=1'5

*<vv2-29-i§2-6'5

3,0. - 1,5 \/ 6,0 + 6,5~

10(10-1)

= 4,03 y 3,922, signifikan pada 0,1%

Ternyata ketujuhpuluh items tersebut memadai, karena

[image:42.595.97.484.63.741.2]
(43)

Pelaksanaan penelitian dilakukan sebagai berikut.

a. Meminta izin untuk survey dari Kepala Kantor Wilayah

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Propinsi Jawa

Barat. Tujuannya adalah untuk memperoleh data jumlah

guru lulusan IKIP dan non Keguruan yang mengajar pada

Sekolah menengah atas di Kotamadya Bandung.(Lamp. 3)

Saat itu, 1986-1987 jumlah SMA Negeri 18 dan SMA Swasta

66 buah. Tidak eemua sekolah disurvey untuk menentukan

populasi dan sampel. Disurvey tiga belas sekolah Swasta

dan tiga sekolah negeri untuk memperoleh garnbaran per

bandingan guru lulusan IKIP dan non-keguruan baik yang

mengajarkan ilmu sosial maupun ilmu eksakta.

b. Izin diperoleh di sekitar diselenggarakannya Pemilihan

Umum. (Lamp. 3)

Dari Kanwil diperoleh keterangan bahwa Kantor Gubernur

Propinsi Jawa Barat sekitar sebulan sebelum pemilu, da

lam bulan pemilu dan sebulan sesudahnya tidak

mengeluar-kan izin untuk survey bagi mahasiswa.

c. Adapun sekolah-sekolah yang diperoleh

dengan

perbandingan antara lulusan IKIP dan non-Keguruan ada

16 buah, tiga SMA Negeri dan 13 SMA Swasta (Lamp..5)

perbandingan yang diperoleh adalah sekitar 0,95 : 0,05.

Dengan perkiraan berdasarkan perbandingan tersebut di

(44)

o5

"z.

-2

sampel menurut Sudjana: n\ pq —^tp

(Sudjana,

. 1975; 211).

d. Penulis memohon saran dari Kabid Dikmenum untuk

meng-atasi stagnasi itu. Kabid Dikmenum mengatakan bahwa

sepengetahuan beliau memang hanya sedikit sekolah yang

memiliki banyak lulusan non-Keguruan di Kodya Bandung

ini.

Sepengetahuan beliau selama ini, sekolah-sekolah

tersebut antara lain SMA Negeri 6, BPPK, Taruna Bhakti

i

dan Nasional yang memiliki banyak guru lulusan hon-•

Keguruan. Disertai pula pesan lisan beliau kepada se

kolah yang bersangkutan agar menilpun beliau apabila

diperlukan, dalam hal ini menyangkut penyebaran angket.

e. Kepala-Kepala Sekolah yang bersangkutan bersedia

mem-beri izin bagi penulis untuk menyebarkan angket terse

but.

Dengan demikian terlaksanalah pengumpulan data

beberapa mulai akhir Agustus 1987. Pengolahan hasil

penelitian tertunda beberapa lama karena kesulitan

yang penulis alami. Barulah awal Januari 1988 pengo

lahan dapat diteruskan.

E. Populasi dan Sampel

Diduga banyaknya jumlah guru yang berasal dari

Universitas dan Institut bukan Keguruan, yang mengajar

di SMA, tidaklah melebihi

5%

dari jumlah populasi Guru

(45)

Dengan demikian penentuan ukuran sampel penelitian

inipun ditentukan berdasarkan dugaan di atas, yakni sbb.:

12

»>

pq

Apabila diperkirakan tingkat kemelesetan dugaan

tersebut tidak pula melebihi 0,05 pada tingkat kepercaya-an pengujikepercaya-an 0,95 maka:

-, 2 n> (0,95)(0,05) 1,96

n > 72,99

-$ diambil 90

Berdasarkan kenyataan yang ada pada sekolah obyek

penelitian, jumlah guru berasal dari Universitas dan Ins

titut bukan keguruan adalah sebanyak 30 orang.

Oleh karena itu, dengan mengacu pada ukuran anggota

sampel yang telah ditentukan di atas, maka jumlah guru subyek penelitian yang berasal dari IKIP adalah sebanyak

60.

Perinciannya adalah sebagai berikut. Tabel 9

Universitas serta Institut bukan

Keguruan

Institut Keguruan

dan Ilmu Pendidikan

(IKIP)

Mengajar Ilmu-Ilmu Mengajarkan Ilmu-Ilmu

Sosial Eksakta Sosial Eksakta

[image:45.595.61.523.166.680.2]
(46)
(47)

DISKUSI, KBSIMPULAN, DAN IMPLIKASI

HASIL-HASIL PENELITIAN

A. Pendahuluan

Setelah menguraikan hasil pengolahan dari data yang diperoleh berupa sejumlah fakta yang menamp'ilkan persamaan dan perbedaan persepsi keguruan dari kedua jenis lulusan lembaga pendidikan tinggi yang mengajar pada SMA, maka ki ranya dianggap perlu pula membahas hasil-hasil penelitian ini disehadapkan dengan berbagai ulasan yang ada di dalam masyarakat. Dengan demikian diharapkan agar hasil peneliti an ini dapat menjangkau wawasan yang lebih luas, liputan -nya. Bahasan tersebut diambil dari sejumlah masmedia yang terjangkau oleh penulis dan aktual sifatnya dalam

hubung-annya dengan penelitian ini.

Adapun bahasan-bahasan tersebut adalah sebagai ber ikut ini. (1) Diskusi Hasil Penelitian, (2) Diskusi ten tang mutu dan Eksistensi IKIP, (3) Kesimpulan, dan (4)

Im-plikasi Hasil Penelitian.

Kesemuanya ini menyangkut segi-segi teoritis maupun

praktis yang diharapkan dapat memberikan informasi yang di

perlukan dan seyogianya mendapatkan perhatian. Perhatian

ini diharapkan dari masyarakat ramai dan terutama bagi IKIP

yang selarua ini sarat memikul beban harapan dari masyarakat

(48)

ro:

yang mendambakan peranannya yang berarti dalam dunia pen didikan.

B. Diskusi Hasil-Hasil Penelitian

1. Hasil-hasil penelitian ini memberikan garnbaran

bahwa kelompok guru yang berasal dari lulusan bukan kegu

ruan yang mengajarkan Ilmu-ilmu Sosial dan Ilmu-ilmu . Ek

sakta memiliki persepsi keguruan yang lebih rendah dari

pada guru lulusan IKIP. Lulusan IKIP lebih unggul dalam

tarap yang cukup berarti ( o£_ = 0,05).

Jika pendapat atau pandangan ini adalah refleksi

diri guru yang dikehendakinya sendiri seperti demikian, yang diresapi oleh teori-teori kependidikan dan keyakinan yang dimilikinya, maka ini merupakan tanda bahwa kelompok

IKIP menyimpan kadar potensi yang rata-rata lebih kuat dalam memenuhi kompetensinya sebagai guru.

Jika potensi itu memang ada,' setelah yang bersang

kutan lulus dari IKIP, selayaknyalah pembinaan

potensi

itu, yang masih terpendam itu, dibangkitkan oleh dan di

dalam lingkungan tugasnya, suatu lingkungan yang kondusif

dan mendorong ke arah perbaikan mutu profesinya.

Lingkungan ini ada di' sekolah di tempat ia

bertu-gas, oleh Kepala Sekolah yang bersangkutan, dalam

hubung-annya dengan fungsi pembinaan selanjutnya terhadap tenaga

pengajar di sekolahnya.

(49)

ini berlandaskan persepsi keguruan yang dimilikinya, se-mata-mata ditimpakan kepada IKIP. Lebih tepat kepada Se kolah dan Pimpinannya yang mengayominya.

Jika ada yang menyatakan bahwa IKIP hanya mampu untuk menghasilkan guru-guru SD dan SLP saja, pendapat

inipun hendaknya didukung oleh hasil penelitian yang

ob-yektif, terbuka, kritis, dan adil, seperti yang

dikemuka-kan oleh Prof. Dr. A. Sanusi di muka.

2. Hasil penelitian ini menyebutkan bahwa persepsi

para guru yang mengajarkan Ilmu-Ilmu Sosial lulusan

non-keguruan dan lulusan IKIP tidak menunjukkan perbedaan.

Demikian pula persepsi keguruan para guru yang

mengajarkan Ilmu-Ilmu Eksakta lulusan non-keguruan dan

lulusan IKIP bila diperbandingkan, tidak menunjukkan per

bedaan. Ini dilihat dari tingkat kepercayaan 0.05 (aC =

0,05).

Dari sini anggapan yang dilemparkah orang kepada

IKIP yang menilai

kemampuan

para guru lulusannya

kurang

berketnampuan dalam mengajar, dilihat dari potensi yang

ditunjukkan oleh adanya persepsi keguruan yang dimiliki

nya, tidak berbeda dari lulusan non-keguruan.

Di satu pihalc potensi yang tidak banyak berbeda

itu menyatakan bahwa keduanya memerlukan pembinaan lebih lanjut agar potensi itu bisa tampil secara optimal. Ten

tunya melalui upaya yang meminta v/aktu, mungkin bukan

(50)

104

Tidaklah benar kalau dikatakan bahwa lulusan IKIP

inferior dalan segala hal sebagai guru, dibandingkan de ngan lulusan bukan keguruan, paling tidak dalam persepsi

keguruannya.

Di lain pihak, secara ideal memang selayaknya lu lusan IKIP memiliki persepsi keguruan yang lebih unggul, karena ia memang dipersiapkan untuk menjadi guru,sedang-kan mereka yang lulusan lembaga non-keguruan tidak.

"Namun dari pengamatan yang sangat umum, dari satu dua kasus yang sempat diteliti intensif, ada kesan

yang cukup kuat bahwa umumnya hingga dewasa ini

pe-ranan IKIP dalam segi-segi tersebut tadi termasuk

datar-datar saja. Kecenderungannya sesuai dengan kurva norraal, di mana sekitar 16 persen dari lulus an IKIP tergolong hebat, sekitar 16 persen lagi ter golong buruk, dan sekitar 68 persen tergolong datar datar (flat and peripherial) saja, tidak terlalu baik, maupun terlalu jelek". (A. Sanusi, 1968:2)

Secara statistik penyebaran ini wajar dan.normal jika hanya dalam perbandingan antar lulusan IKIP secara keseluruhan.

Akan tetapi yang menjadi persoalan di sini bukan lagi perbandingan antar lulusan IKIP saja, melainkan an

tara lulusan IKIP dengan lulusan non-IKIP. Dalam hal ini

ialah mengenai aspek-aspek persepsi Keguruannya.

3. Selanjutnya hasil penelitian ini menyatakan

bahwa para guru yang mengajarkan Ilmu-Ilmu Sosial yang

lulusan bukan keguruan dibandingkan dengan lulusan IKIP dirinci dalam aspek-aspek kompetensi keguruan, sesuai

dengan PGBK, tidak menunjukkan perbedaan, ditinjau pada

tingkat kopercayaan 0,05 (0<C= 0,05).

Kamun lulusan IKIP memiliki keunggulan dalam hal:

(51)

2. Landasan Kependidikan.

Jika ditinjau lebih lanjut, bahwa mahasiswa lulus

an IKIP memang diberikan bekal dalara mata-mata kuliah

keguruan, hal ini telah selayaknyalah demikian.

Bahkan diharapkan pada sebagian besar aspek-aspek

yang bertumpu pada keguruan, selayaknya para guru lulus

an IKIP memiliki persepsi yang lebih baik.

Akan tetapi kenyataan ini dapat dikembalikan kepa

da pendapat Prof. A. Sanusi yang disebut di muka. Lulusan

IKIP pada sebagian besar "flat and-peripherial".

Pendapat ini ditunjang pula oleh pendapat Dr. Aziz

V/ahab yang berbunyi demikian.

"I.lasukan (para mahasiswa) suatu LPTK amatlah

bervari-asi, namun sudah dapat did,uga bahwa pada umumnya ber

asal dari lingkungan sosial yang rendah atau sedang .

... Masukan itu sendiri dapat diklasifikasikan dalam

paling tidak tiga kelompok, yaitu :kelompok

pertama

adalah kelompok yang memang jauh sebelum menamatkan

pendidikannya pada tingkat sekolah raenengah telah

me-netapkan pilihannya untuk mengabdi kepada profesi guru.

i<.elo;npok kedua adalah mereka yang- memasuki lembaga

oen-ciidizran keguruan dan tenaga kependidikan, karena ke^iung

.cinan untuk diangkat menjadi guru lebih besar terutama

dalam masa sulit seperti sekarang ini, dan kelompok

ke-oiga adalan mereka yang masuk LPTK oleh karena terbawa

arus tidal: borcita-cita untuk menjadi seorang guru,per

sepsi seperti ini akan raempengaruhi pula motivasi bel

ajar para mahasiswa". (Aziz V/ahab, 1988; 7)

4. Hasil penelitian ini memberikan pula informasi

tentang persepsi keguruan para guru yang mengajarkan

Ilmu-Ilmu Eksakta, baik lulusan non-keguruan maupun lulusan IKIP,

yang kalau diperbandingkan, tidak menunjukkan perbedaan

yang berarti ( cC = 0,05).

Para guru lulusan IKIP hanya unggul dalam

aspek-aspek :

(52)

106 2. Interaksi Belajar-Mengajar,

3. Program Bimbingan dan Penyuluhan.

Yang tiga ini pun telah selayaknya pula, karena memang lulusan IKIP telah memperolehnya dalara mata-mata kuliah keguruan. Kesemuanya ini memberikan bukti bahwa sesungguhnya, dalam hal persepsi keguruan, lulusan IKIP

tidak inferior dari pada lulusan bukan keguruan.

Adanya persepsi keguruan yang lebih baik,

meng-isyaratkan bahwa kemungkinan dikembangkannya menjadi ke

mampuan yang aktual sudah tersedia.

Kualitas guru lulusan IKIP serta-merta dihubungkan

orang dengan kualitas IKIP sendiri, adalah kurang

bijak-sana. Memang persepsinya tidak menonjol berarti,

namun

tidak inferior dibandingkan dengan yang bukan lulusan

IKIP.

Ternyata pada aspek-aspek tertentu masih menunjuk

kan kelebihannya.

C. Diskusi Mutu dan Eksistensi IKIP

Rupanya orang banyak serentak raengaitkan rendahnya

mutu lulusan SMA dengan rendahnya mutu lembaga pendidikan

tinggi yang menghasilkannya.

Karena sebagian besar guru di SMA adalah lulusan

IKIP, maka guru lulusan IKIP-lah yang menjadi sasaran

ke-kurangan itu. Tak ayal lagi IKIP-pun mendapatkan sorotan

(53)

Seiring dengan itu muncullah pula program D-3

yang dibuka untuk mendidik guru SMA, yang dibuka pada

sejumlah Universitas dan Institut bukan keguruan, selain

IKIP yang sudah terhituag lama menjalankan tugasnya.

Selanjutnya munoul pula gagasan dan isyu bahwa

IKIP sebaiknya dilebur saja ke dalam universitas atau

institut non-keguruan.

Pendapat itu dijawab secara tandas oleh Prof. A.

Sabusi demikian.

itu ? Jikl untile bebefaoa afi? ^^3ar lulusan'IKIP

tertentu, mutu haall hiff?

S* dan menurut ukuran

alias ^iekfdapa^ah^^aka^KJ''t^ „rendah

besar terhadap racrnf Z. ^

IP telah berdosa

tepat dalam Knfisi reL d?mi1 ldon^ia ?Betulkah

IKIP,atau menginllgrasikann™ ^ UntUk menSUbur

tinggi lain AproTT sKif^,!^^^

di DPR rTTS drSBn dlbahaSnya RUU Pendidikan Nasional

DPR RI, yang baru sampai marine! apa dan siapa guru

itu, tetapi b.i™ menyebutkan tentang kriterianya beser

ta persyaratan untuk menjadi guru yang dituangkan

,s

da-1-.. RUU tersebut, masyarakat sudah mula,membahasnya.

(Kompas;26-8-1988).

Di dalam pembahasan itu, ada miln ,rOM

"u, aaa pula yang

mengaitkan-nya dengan ketidakberhasilan

tktv

,iq1

lan IKIP dal«m menyiapkan guru

SMA yang baik.

Malahan dikatakan bahwa proses pendidikan di IKIP

(54)

108

dan SLTP.

"Proses pendidikan di perguruan tinggi tersebut,

seharusnya ditingkatkan, terutama untuk kurikulum

yang berkaitan dengan mata pelajaran khusus, Bagai

mana pun juga untuk mencetak tenaga guru, IKIP ma sih sangat dibutuhkan. (Drost S.J., Kompas

25-8-1988).

Lebih lanjut Drost menyatakan keprihatinannya lu lusan IKIP yang mengajar ditingkat SLTA, karena ada IKIP

tertentu yang bobot kurikulumnya lebih banyak memberikan teori pendidikan daripada materi utama jurusan.

"Akibatnya ketika mereka berdiri di depan kelas,

•tidak menguasai bahan dan tidak tahu harus mengajar

apa ... . Sementara untuk (guru) tingkat SLTA ber

asal dari lulusan universitas yang telah menroeroleh

tambahan pendidikan pedagogi.atau akta mengajar.Ta

pi siapakah lulusan universitas yang mau jadi gu^u9"

(Drost S.J. Kompas, 25-8-1988)

Sejalan dengan pendapat itu Dirjen Dikdasmen,

Prof.Dr. Hasan Walinono menyatakan sebagai berikut.

"Untuk guru sekolah dasar (SD) dalam perjalanan

se-lama Pelita V nanti mulai ditentukan minimal mereka

adalah lulusan SLTA dengan tambahan belajar bebera

pa tahun di Lembaga Pendidikan Tenaga Keoendidikan

LPTK" (Kompas, 23-9-1988)

Jelaslah bagi kita bahwa sudah ada kemauan

poli-tik dari pemerintah untuk menutup SPG dan SGO, dimulai

dengan tidak menerima siswa baru lagi dan hanya

menyele-saikan sampai kelas tiganya menyelemenyele-saikan studinya

(Supriyoko, Kompas, 25-8-1988)

(55)

"Pada tahun yang lalu saja jumlah.lulusan sekolah

meuengah keguruan di pulau Jawa yang masih

'meng-anggur' dalam artian belum mendapat pekerjaan yan.?

sesuai dengan profesinya, konon sudah

mencapai"

09.000 orang, mereka terdiri dari lulusan SPG se kitar 61.000 orang dan lulusan SGO sekitar 8.000

orang. Sementara itu formasi kerja yang terjadi

hanya 5.180 »meja* (aupriyoko, Kompas, 25-8-1988)

Pendapat Drost, Vembriato, dan Hasan Walinono dapat di

simpulkan sebagai berikut ini.

1. Pada saat ini IKIP baru mampu memenuhi kebu

tuhan pendidikan guru pada tingkat SD dan SLTP.

2. Proses pendidikan di IKIP seharusnya

diting-katkan, terutama untuk kurikulum yang berkaitan dengan

mata pelajaran khusus (materi suatu disiplin ilmu).

3. Guru SLTA berasal dari lulusan Universitas

atau Institut yang memperoleh tambahan pendidikan

peda-gogi atau akta mengajar.

4. Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK)

bisa jadi.: a) IKIP, atau b) bukan IKIP, yang diserahi

tugas mendidik calon guru SLTA.

Dua LPTK yang berbeda

landasan awalnya diberi tugas sama-sama

menghasilkan

calon guru SLTA.

Bagaimanapun pendapat masyarakat dan kebijakan

pemerintah terhadap IKIP, semua upaya itu adalah meru

pakan tugas mulia yang diemban oleh IKIP untuk membenahi

diri agar menjadi LPTK yang dapat diandalkan untuk

meng-hadapi tuntutan masa sekarang, bahkan untuk masa yang

(56)

110

Dalam pembenahan diri inilah diperlukan peninjau-an kembali tentpeninjau-ang lpeninjau-andaspeninjau-an kegurupeninjau-an pada IKIP ypeninjau-ang di

ambil dari Competence Based Teacher Education atau

di-indonesiakan menjadi Pendidikan Guru Berdasarkan Kom

petensi.

Jika digali pengertian Guru yang ada dalam

wawas-an budaya Indonesia ywawas-ang sejak lama ada, adalah sebagai

berikut ini.

Guru

Masyarakt Indonesia memandang guru sebenarnya

bukan hanya sebagai pengajar, "teacher", "onderwijzer",

atau pun "instructor".

Perkataan guru berasal dari bahasa Sansekerta

yang artinyn oranp; yang mengajarkan tentang kelepasan

dari sengsara. Petunjuknya dinatuhi (Mulia, S.T.G.,

1958).

Poedjawijatna mengupasnya lebih jauh melalui pan

dangan hidup orang Jawa.

"Jadi dalam kalangan Jawa guru dimasukkan golongan

yang penting, terkemuka, daripada itu terhorrnat.

... karena ia mengajarkan kebenaran,

sekurang-ku-rangnya kebenaran yang diyakininya ... Guru itu

mempunyai tugas sebagai pendidik, mewakili

orang

tua dalam bidang tertentu ... Guru harus diakui

keguruannya, kepentingannya, sebab kalau guru sam

pai kurang baik, maka murid-muridnya juga

tidak

benar." (Prof. Poedjawijatna, 1975; 97-100)

Kesemuanya ini melukiskan pandangan orang Indo

(57)

Demikian pula Perguruan Kebangsaan Taman Siswa.

•yang salah satu prinsipnya menjadi semboyan Depdikbud,

yaitu "Tut wuri handayani", mengungkapkan secara opera

sional dasar-dasar tugas guru dalam profesinya sebagai

guru, dalam Panca Dharma.

Dasar-dasarnya adalah :

1. Keraanusiaan; kemanusiaannya manusia

mewarnai

kehidupan manusia lahir-batin, berisi keterpaduan

penga-ruh pembawaan anak dengan lingkungan.

2. Kebangsaan; semangat berbangsa dan

bertanah

air satu hendaklah mewarnai penyelenggaraan pendidikan

di Indonesia.

3. Kebudayaan; kebudayaan tidak terpisahkan dari

keraanusiaan dan kebangsaan, yang terwujud dalam kepri

badian bangsa.

Pendidikan sebagai upaya kebudayaan, bermaksud

memajukan dan menyesuaikan kebudayaan terhadap kemajuan

zaman. Di sini dikemukakan asas "trikon", yaitu konti

-nuitas kehidupan budaya

, dan konsentrasi yang ber

arti tetap bertitik pusat pada kepribadian Indonesia.

4. Kodrat hidup manusia sebagai arah umum pendi

dikan yang raenuju kepada keserapurnaan hidup manusia,

hingga terlepas dari kebodohan, kemiskinan, kepicikan,

agar mampu memenuhi kebutuhan lahir dan batin.

5. Kemerdekaan yang berarti merdeka batinnya,

(58)

112

Dari bahasan di muka dapatlah disebutkan bahwa

guru itu adalah pengajar dan pendidik, sebagaimana yang

telah dikemukakan penulis.

Guru sebagai pengajar, mengajarkan sesuatu ilmu

pengetahuan yang dapat melepaskan seseorang dari

seng-sara hidup. Orang yang memiliki ilmu akan lebih arif

dan bijaksana dalam merintis keraajuan hidupnya.

Guru sebagai pendidik, selain mengajarkan ilmu

pengetahuan, juga memasukkan

nilai-nilai luhur

budaya bangsa, yang mendorong seseorang untuk

berbuat

kebaikan bagi dirinya dan bagi orang lain. Idealnya do

rongan itu hendaklah datang dari panggilan internalnya,

karena ia merasa sadar bahwa sebagai manusia, selayak

-nyalah ia berperilaku sedernikian. Guru adalah orang yang

selayaknya diteladani, diikuti nasihatnya,

dipatuhi

anjurannya.

Keguruan

Keguruan yang berasal dari kata guru, sesuai de

ngan artinya semula memuat makna pengajar dan pendidik.

Sebagai pengajar lebih tampil kecakapan, kemampuan,yang

semula berupa "kepasitas" (capasity) yang masih

tersim-pan di dalam diri seseorang, dimunculkan menjadi kemam

puan atau "abilitas" (ability) yang nyata empiris.

(Kouwer, B.J., 1952; 28).

(59)

Pendidikan dilakukan oleh manusia terhadap sesama manu

sia.

Secara umum dan sangat mendasar Driyarkara menga takan bahwa :

"Pendidikan adalah karya yang memimpin manusia muda (anak) ke arah keraanusiaan penuh atau kedewasaan.

Dalam tingkat itu manusia harus melaksanakan

hidup-nya sebagai manusia " (Driyarkara, 1967; 47)

Kemudian disebutnya lagi bahwa :

"Pendidikan adalah memanusiakan manusia muda.

Pe-ngangkatan manusia muda ke taraf insani itulah yang

menjelma dalam semua perbuatan mendidik. Dengan sa ngat singkat intisari pendidikan adalah: pemanusia-an mpemanusia-anusia muda" (Akta Mengajar V, 1983; 19)

Dari uraian ini dapatlah ditangkap bahwa "semua

perbuatan mendidik" itu adalah perilaku nyata yang empi ris, kecakapan, kemampuan atau kompetensi. Sedangkan

"pe-raanusiaan manusia muda" merupakan landasan dari perilaku yang sekaligus juga merupakan tujuan yang diresapi oleh

nilai-nilai luhur. Di dalam nilai-nilai luhur itu

tersi-rat pandangan orang Indonesia terhadap tokoh guru. Pan dangan ini telah ada sejak lama dan hingga sekarang.

Pandangan inilah yang nampaknya kurang dituangkan ke dalam Pendidikan Guru Berdasarkan Kompe.tensi.

Ini merupakan kesulitan yang hendaknya diwaspadai dalam langkah-langkah bangsa Indonesia dalam menyerap hasil pemikiran dan kebudayaan yang kita datangkan dari

(60)

114

Menerimanya begitu saja tanpa mengolah dan

men-cernakannya, disesuaikan dahulu dengan nilai-nilai lu

hur yang telah tertanam dalam kehidupan dan pandangan

hidup bangsa Indonesia, bisa jadi mengurangi nilainya

daripada tujuannya semula.

Kurang dihayati arti sesungguhnya dari keguruan

bagi orang dan masyarakat Indonesia, membawa akibat

ku-rangnya kesadaran akan tugas-tugas dan karyanya sebagai

guru dalam perilaku pendidikan, sebagai insan yang

"me-manusiakan manusia muda".

Driyarkara selanjutnya mengatakan demikian.

"Manusia itu berupa dinamika atau punya dinamika

... . Manusia sebagai dinamika tidak pernah berhen-ti, selalu dalam keaktifan ... dan pendidikan, jika

dipandang dari sudut ini bisa kita sebut

pendinami-sasian manusia ... . Pada paparan kita yang dipan

dang hanya dinamika dalam arah horizontal, artinya ke arah sesama dan dunia. Ini belum cukup.

Sebetul-nya dinamika manusia itu (atau lebih baik manusia

sebagai dinamika), mempunyai arah transendental , artinya ke atas. Manusia tidak bisa dipenuhi dengan

sesama dan dunianya. Sebab itu relatif

terbatas.Pa-dahal manusia mencari Yang Mutlak ... . Jadi artinya dinamika kita adalah dinamika ke Tuhan." (Driyarkara,

1969; 47-48)

Di dalan Islam disebut "Hablum minannaas serta

hablum minallah" yang artinya untuk sesama insan dan un

tuk A

Gambar

Tabel1.
Tabel2
Tabel4
Tabel 6
+4

Referensi

Dokumen terkait

Ukuran terbesar kelompok simpai yang ditemui di lokasi pengamatan kedua terdiri dari sebelas individu, terdiri dari satu individu jantan dewasa, satu individu

Pada tataran operasional, penyesuaian sosial peserta didik dalam penelitian ini adalah seberapa baik kemampuan peserta didik kelas X SMK Negeri 9 Bandung Tahun

Dari uraian di atas peneliti merasa perlu untuk melakukan penelitian mengenai pengaruh ekstrak akar senggugu terhadap derajat inflamasi bronkus mencit Balb/C model

kelompok, 1 kelompok terdiri dari 2 orang siswa  Siswa mempraktekkan dengan menggunakan komputer  Dalam kelompok, siswa melaporkan hasil praktek dari kelompok. Pembuktian 

Berdasarkan hasil analisis data dan grafik di atas dapat dilihat bahwa laju resapan biopori dari sejak sampah berumur 7 hari, laju resapan yang terjadi semakin menurun dan

(2017) bahwa jumlah anakan memiliki kaitannya dengan jumlah daun, semakin banyak jumlah anakan yang dihasilkan maka jumlah daun akan meningkat sehingga tanaman

Dalam penelitian eksperimen ini, pengujian hipotesis yang harus dilakukan adalah pengujian tehadap perbedaan efektifitas yang terjadi pada penggunaan metode

Mereka juga kurang percaya diri, kurang bersifat otonom, kurang mandiri, mudah putus asa, memiliki minat dan hubungan sosial yang kurang baik, kurang demokratis