PENGEMBANGAN MODEL PEMBELAJARAN MATERNAL REFLEKTIF DALAM BAHASA INDONESIA
DI SLB. B (ANAK TUNARUNGU)
TESIS
Diajukan Kepada Panitia Ujiart Tesis Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan. Untulc MemehuW Sebagian Dari Syarat Ujia« S2
Program Studi Pengembangan Kurikulum
Oleh :
ENDANG RUSYA. NIM : 9596140
PROGRAM PASCASARJANA IKIP BANDUNG
PERSETUJUAN/PENGESAHAN OLEH PEMBIMBING UNTUK UJIAN TAHAP II
Pembimbing I
R H. ROCHMAN NATAWTDJAJ A
Pembimbing II
DR R IBRAHIM, MA.
PROGRAM PASC ASARJANA HOP BANDUNG
DAFTAR ISI
Halaman
LEMBAR PERSETUJUAN
UCAPAN TERIMA KASIH i
RATA PENGANTAR iv
DAFTAR ISI vi
DAFTAR TABEL vii
DAFTAR GAMBAR viii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah 1
B . Permasalahan 6
C . Pembatasan Masalah 10
D . Definisi Operasional 12
E . Fokus Penelitian 13
F . Kerangka Pemikiran 14
G. Tujuan dan Manfaat Penelitian 15
BAB II DASAR-DASAR TEORI PEMBELAJARAN MATERNAL REFLEK
TIF BAHASA INDONESIA UNTUK ANAK TUNARUNGU.
A. Permasalahan Anak Tunarunmgu 17
B. Tujuan Pembelajaran Bahasa Anak Tunarungu..21
C. Metode Maternal Reflektif 22
D. Dasar-Dasar Pengembangan Model Program
Pembelajaran -31
E. Langkah-Langkah Pengembangan Model 33 F. Strategi Model Pembelajaran Maternal Re
flektif Dalam Bahasa Indonesia 43
BAB III METODE PENELITIAN
A. Metode dan Tahapan Penelitian 49
B . Lokasi dan Sumber Data 54
C. Analisis Data Ujicoba 54
BAB IV HASIL PENELITIAN
A. Kondisi Umum Lokasi Penelitian 58 B. Deskripsi Data Pelaksanaan Ujicoba Pro
gram Pembelajaran 73
C. Interpretasi Data Ujicoba Program Pem
belajaran 106
D . Pembahasan li9
BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
A. Kesimpulan 139
B . Rekomendasi 141
DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1 : Rekapitulasi Hasil Tes Lisan Tentang
Percakapan Lingkungan (Pertemuan I) 77
Tabel 2 : Rekapitulasi Hasil Tes Perbuatan Tentang
Percakapan Lingkungan (Pertemuan II) 85
Tabel 3 : Rekapitulasi Hasil Tes Lisan Tentang Per
cakapan Lingkungan (Pertemuan III) 92
Tabel 4 : Rekapitulasi Hasil Tes Melalui Pengamatan
(Pertemuan IV) "
Tabel 5 : Rekapitulasi Hasil Tes Lisan Tentang Per
cakapan Lingkungan (Pertemuan V) 104
Tabel 6 : Rekapitulasi Komversi Hasil Pengamatan 151
Tabel 7 : Perbandingan Unjuk Kerja Guru dan Siswa
Dalam Penerapan Model Pembelajaran Bahasa
Indonesia Dengan Menggunakan MMR 151
Gambar 1 Gambar 2 Gambar 3 Gambar 4 Gambar 5
Gambar 6 Gambar 7
DAFTAR GAMBAR
Halaman
: Faktor Penentu Keberhasilan PBM Bahasa 9
: Model Pembelajaran Glasser 33
: Pengembangan Model Pembelajaran Glasser.... 34
: Model Pembelajaran PPSI 36
: Model Program Pembelajaran Metode Mater
nal Reflektif Bahasa Indonesia .39
: Rekapitulasi Unjuk Kerja Guru Siswa 108
: Model Program Pembelajaran Maternal
Reflektif Bahasa Indonesia Untuk Anak
Tunarungu H°
BAB I
P E N D A H U L U A N
A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan dewasa ini menghendaki pendidikan yang
lenkap, bulat, menyeluruh dan seimbang, yaitu pendidikan yang
dapat
mengembangkan
potensi peserta didik
secara
optimal,
sehingga dapat menghasilkan manusia yang
taqwa,berpengeta-huan,
trampil, sehat jasmani dan rokhaninya
serta
memiliki
pribadi
yang
mantap
dan mampu
memberikan
andil
terhadap
kesejahteraan
dirinya
dan
kesejahteraan
orang
lain.
Hal
tersebut sejalan yang dikemukakan dalam Undang Undang SPN
tahun 1989 fasal 4, yaitu: "Pendidikan nasional bertujuan
mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan
bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti
luhur, memiliki pengetahuan, dan ketrampilan, kesehatan
jasmani dan rokhani, kepribadian yang man tap dan
mandiri
serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan .
Mencapai tujuan di atas, pemerintah dan masyarakat
men-dirikan lembaga-lembaga pendidikan, pada lembaga pendidikan
inilah manusia Indonesia dididik, baik dilakukan di lembaga
pendidikan formal, seperti di sekolah-sekolah dan
madrasah,
maupun pada lembaga pendidikan non formal, seperti
kursus-kursus, pondok pesantren.
Pemerintah maupun masyarakat tidak hanya menyediakan
lembaga pendidikan bagi manusia yang normal, menyediakan juga
warga negara berhak mendapatkan pengajaran" .(WD
pasal 31)
Anak-anak tunarungu sebagai penyandang
kelainan
pende-ngaran,
merupakan
bagian dari
masyarakat
Indonesia yang
memiliki
hak
dan kewajiban yang sama
dengan
manusia
yang
tidak
mengalami
kelainan, mereka juga memiliki
hak
untuk
mendapatkan pengajaran.
Lembaga pendidikan
yang
menyelenggarakan
pendidikan
secara khusus untuk orang-orang yang mengalami ketunarunguan,
yakni
Sekolah Luar Biasa Bagian B,
dimana di sekolah tersebut
pelayanan,
sarana dan prasarana serta tenaga pendidiknya
disiapkan
sesuai
dengan kebutuhan dan
jenis
kelinan
yang
disandangnya. Penyelenggaraan pendidikan demikian,
dimaksud-kan para peserta didik lebih dapat mengembangdimaksud-kan pengetahuan,
sikap dan
ketrampilannya agar menjadi
manusia
yang
utuh,
seperti yang dicanangkan dalam tujuan pendidikan nasional.
Tujuan
pendidikan
luar
biasa merupakan
bagian
dari
tujuan pendidikan nasional, bertujuan
"membantu peserta didik
yang menyandang kelainan fisik dan/atau mental agar mampu
mengembangkan sikap, pengetahuan dan
/•"«*Pii«» "J^g"
pribadi maupun anggota masyarakat dalam
^*ad?**"
Au^-ngan
timbal balik dengan lingkungan sosial,
budaya dan
alam
sekitar serta dapat mengembangkan
kemampuan
dalam
dunia
kerja atau mengikuti pendidikan lanjutan
(pasal
2
PPRI Nomor 72 tahun 1991 tentang Pendidikan Luar Biasa)Upaya mencapai tujuan itu, secara khusus dalam pendidi
kan anak tunarungu, baik dalam perencanaan maupun pelaksanaan
mendengar mengakibatkan mengalami kesulitan dalam melakukan
komunikasi secara wajar dengan lingkungannya, terutama sekali
dalam melakukan berkomunikasi secara lisan.
Bahasa lisan sebagai medium komunikasi memegang peranan
penting,
karena bahasa lisan merupakan alat perhubungan
rohani
dengan
kata-kata
langsung
antara
penyampai
pesan
dengan penerima pesan. Ag.
Soejono,
(1983) mengemukakan,
"bahasa
lisan menunjukkan perhubungan
rokhani
langsung,
karena para orang yang bicara langsung berhadapan satu sama
lain".
Anak tunarungu yang memiliki kemampuan
berkomunikasi
dengan menggunakan bahasa lisan, memperlancar interaksi dalam
proses pendidikannya, sehingga tujuan pendidikan dapat
diwu-judkan.
Anak tunarungu perkembangan bahasanya terhambat,"
hear
ing impairment is a great barrier to the normal development
of language",
(Hallahan & Kauffman: 1982),
terutama sekali
anak
tunarungu
yang memiliki tingkat
kehilaitgan
kemampuan
pendengaran berat (dMf), karena
"pendengaran merupakan alat
sensords utama untuk berbicara dan berbahasa
(Rochman
Nata-widjaya dan Zaenal Alimin: 1996),
bahkan kalau tidak
dita-ngani secara dini dapat menyebabkan kegaguan.
Upaya mengoptimalkan potensi mereka, diperlukan terlebih
dahulu
mengatasi akibat-akibat ketunarunguannya,
yaitu
me
ngembangkan kemampuan berbahasa secara lisan, karena bahasa
di sekolah-sekolah pada umumnya.
Pendekatan
pembelajaran di SLB Bagian B.,
dikenal
ada
tiga pendekatan pembelajaran, yakni pendekatan
pembelajaran
lisan,
manual (finger-spelling, sign language, sign
system,
combined system) dan komunikasi total. Dari ketiga pendekatan
pembelajaran
tersebut,
ada sekolah yang menggunakan
satu
pendekatan dan ada yang menggunakan lebih dari satu atau dua
pendekatan pembelajaran (pendekatan pembelajaran
campuran).
Pemilihan
pendekatan pembelajaran yang dipilih oleh
sekolah
didasari oleh keyakinan sekolah masing-masing.
Pendekatan yang diprioritaskan oleh Depdikbud,
pendeka
tan
pembelajaran
lisan, karena"...
mereka
adalah anggota
masyarakat yang pada akhirnya nanti berkarya di sana sehingga
penguasaan bahasa lisan dan kemampuan bicara lebih
diutama-kan"(Depdikbud:
1996).
Disamping itu, secara umum manusia
dalam melakukan interaksi dengan manusia lainnya
menggunakan
bahasa
lisan,
karena
bahasa lisan
merupakan
bahasa
yang
paling
lengkap,
"language is most completely expressed in
speech".(Lado:1983),
juga dapat mengembangkan cara berpikir.
Anak
tunarungu
sebagai
anggota
masyarakat,
tentunya
tidak
dapat mengisolasi diri, mereka harus mampu
mengadakan
kontak dengan lingkungannya dengan menggunakan bahasa lisan.
Salah satu cara agar anak tunarunguy^ppg^grbahasa
bahasa
ibu yang digunakan, yaitu:
"Proses perkembangan
anak
belajar
bahasa
adalah sewajarnya, sebabnya
adalah
(a)
anak
belajar bahasa ibu sejak kecil, (b) kata-kata
yang
ia pilih sesuai dengan perhatian dan kebutuhan
hidupnya-Sebaliknya kata-kata yang tidak ia P^Man tidakia
pelajari.
Ia belajar bebas. (c) seluruh lingkungan
mem-bantunya: lingkungan keluarga, kampung, masyarakat anak.
(Soejono:1983)Pengajaran
bahasa
memegang
peranan
penting
dalam
mengembangkan kemampuan berbahasa anak tunarungu, baik secara
lisan maupun tulisan.
Semenjak anak tunarungu memasuki seko
lah seluruh waktunya digunakan untuk mengembangkan
kemampuan
berbahasa
dan
kemampuan berkomunikasi,
terutama
kemampuan
berkomunikasi
secara
lisan. Hal
tersebut
didasari
suatu
fakta
"kesulitan lain yang dialami anak tunarungu pada
umum-nya
ialah kesulitan dalam menyatakan pikiran dan keinginan
kepada
orang lain secara lisan",
(Rochman
Natawidjaya dan
Zaenal Alimin: 1996)
Pelaksanaan pembelajaran di SLB bagian B dengan menggu
nakan metode maternal reflektif dalam mengembangkan kemampuan
berbahasa
dan
kemampuan
berkomunikasi
mengalami
beberapa
hambatan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa,
"faktor
peng-hambat
dalam pengajaran bahasa
dengan menggunakan
metode
maternal reflektif lebih bersifat pada pembuatan administrasi
dan dari karakteristik anak tunarungu."
(Asep Saepulah
1988:
152).
Lebih
jauh Asep Saepulah dalam
hasil
penelitiannya
mengemukakan,
"hambatan dalam hal administrasi
yakni
guru
baku,
dan
mengalami kesulitan mengatur
waktu
dalam
tahap
percakapan, sedangkan hambatan dari pihak anak, yakni mengal
ami
kesulitan
dalam memahami beberapa
konsep
dasar kata
abstrak."
Hambatan
lain, yakni
faktor
keberadaan
tingkat
kehilangan
kemampuan mendengar dan kemampuan awal anak
yang
bervariasi.
Bertitik
tolak dari hasil penelitian di atas
dan
dari
tujuan
institusional sebagai bagian dari
tujuan
pendidikan
nasional,
maka kemampuan berbahasa lisan sebagai salah
satu
sarana
pendekatan
dalam pembelajaran anak
tunarungu
perlu
mendapat
perhatian. Hal inilah yang
melatarbelakangi
untuk
mengangkat model pembelajaran maternal reflektif dalam bidang
studi bahasa Indonesia di S L B bagian B.
B. Permasalahan
Penguasaan
bahasa lisan mutlak dibutuhkan
oleh
setiap
orang
dalam
kehidupan
sehari-hari,
termasuk
mereka
yang
tunarungu.
Peningkatan kemampuan tersebut, harus
mendapat
prioritas
utama dan dilakukan semenjak dini
(semenjak anak
cukup
matang
untuk belajar berbahasa lisan),
apalagi
anak
tunarungu
yang
nyata-nyata
mengalami
hambatan
dalam
hal
berbahasa lisan. Dimilikinya kemampuan berbahasa secara
lisan, kecenderungan anak tunarungu dapat melakukan
sosialis-asi dengan lingkungannya secara baik, baik dengan
lingkungan
yang lebih luas, walaupun masih dalam batas-batas tertentu.
Pendekatan pembelajaran
anak tunarungu di SLB bagian B.,
ada
tiga, yaitu:
pendekatan
lisan,
manual
(fingerspelling,
sign
system, sign language, combined system), dan
komunikasi
total.
Ketiga
pendekatan tersebut sangat
berlainan,
karena
dilandasi
oleh dasar filsafat yang berbeda,
namun
ketiganya
memiliki
misi yang sama, yaitu ingin memberikan yang
terbaik
dalam
upaya mengembangkan potensi anak
tunarungu,
khususnya
dalam
upaya meningkatkan kemampuan berkomunikasi.
Metode maternal reflektif adalah cara menyiasati
pengua-saan bahasa anak tunarungu melalui cara-cara yang biasa
dila-kukan
anak normal menguasai bahasa ibunya dengan
menggunakan
metode tangkap dan peran ganda, seperti percakapan sehari-hari
seorang ibu dengan anaknya yang belum menguasai bahasa.
Ciri
utama percakapan dalam metode
maternal
reflektif,
yakni
menggunakan
bahasa yang
lazim,
bahasa penghayatan,
bahasa
sehari-hari, spontan, ada pertukaran pikiran,
fleksi-bel,
topik
meluas aktual dan situasional.
Pendekatan
lisan
dalam
pembelajaran,
menggunakan bahasa yang
lazim
seperti
dalam metode maternal reflektif, hal tersebut
mengindikasikan
bahwa
pendekatan lisan sesuai dengan matode maternal
reflek
tif. Dengan demikian kedudukan metode maternal reflektif dalam
pendekatan lisan, memiliki kedudukan yang sentral dalam pembe
lajaran bahasa anak tunarungu, karena metode maternal
reflek
Pengajaran
bahasa Indonesia di SLB bagian B (tunarungu)
bertujuan mengembangkan kemampuan berkomunikasi dan berbahasa,
kondisi faktual menunjukkan, dampak utama ketunarunguan
yakni
mengalami hambatan dalam perkembangan komunikasi dengan
baha
sa,
terutama sekali kemampuan
berkomunikasi dengan
bahasa
lisan.
Metode
maternal
reflektif
sebagai
metode
pengajaran
bahasa anak tunarungu menekankan penggunaan bahasa lisan dalam
pendekatannya,
yakni
dengan
menggunakan
percakapan
secara
wajar
dengan
cara tangkap (seizing method) dan
peran
ganda
dari
guru, seperti percakapan sehari-hari seorang ibu
dengan
anaknya yang belum mengusai bahasa.
Bertolak
dari tujuan pengajaran bahasa di SLB
bagian
B
dan karakteristik pendekatan pembelajaran serta
karakteristik
metode
maternal reflektif, mengindikasikan perlu
adanya
im-plikasi
model
pembelajaran maternal reflektif
dalam bahasa
Indonesia
untuk
anak tunarungu. Apa
dan
bagaimana
faktor-faktor
penentu
keberhasilan proses belajar
mengajar
bahasa
anak
tunarungu
dalam
meningkatkan
kemampuan
berkomunikasi
secara
optimal.
Optimalisasi kemampuan
berkomunikasi
tidak
akan
dapat diwujudkan tanpa dibarengi dukungan-dukungan
dari
berbagai
faktor,
baik
faktor
pengajar,
faktor
pembelajar
maupun faktor sistem.
Panduan
konseptual yang dijadikan kerangka kerja
dalam
daan
variabel yang terkait dalam proses pembelajaran
antara
satu dengan lainnya
saling berhubungan dan saling
ketergan-tungan.
Hal tersebut menunjukkan
bahwa kemampuan
berbahasa
anak
tuna-rungu
merupakan hasil
dari
proses
pembelajaran
yang
memanfaatkan
pembelajaran
maternal
reflektif
yang
dipengaruhi oleh faktor siswa dan dan faktor di luar siswa.
Berpangkal dari pemikiran tersebut, inti kajian
peneli
tian ini diarahkan
pada,
Model pembelajaran maternal reflek
tif bahasa Indonesia yang bagaimanakah yang tepat
dikembang-kan untuk anak tunarungu
. Penggunaan metode maternal reflek
tif
dalam
proses pembelajaran bahasa anak
tunarungu,
pada
dasarnya
pengunaan teknik-teknik menyiasati
anak
tunarungu
untuk berkomunikasi secara efektif. Apabila penggunaan metode
maternal reflektif dilakukan secara benar, artinya mengacu
kepada aturan-aturan, kecenderungan akan memberikan peningka
tan
yang
berarti, dalam arti
dapat
meningkatkan
prestasi
belajar
bahasa
secara optimal, sehingga
akan
meningkatkan
kemampuan berbahasa dan berkomunikasi anak tunarungu.
C. Pembatasan Masalah
Penggunaan model pembelajaran maternal reflektif
bahasa
Indonesia
di kelas dasar dipengaruhi oleh
faktor
pengajar,
yakni
kompetensi
profesionalisasi,
pandangan
dan
sikap,
faktor
pembelajar, intensitas pengajaran, kurikulum,
sarana
dan organisasi serta tujuan.
Pengkajian
terhadap seluruh faktor yang
mempengaruhi
pembelajaran, akan memberikan sumbangan informasi yang menye
luruh.
Dalam
penelitian ini, tidak
akan
mengkaji
seluruh
faktor
penentu tersebut mengingat beberapa pertimbangan
dan
keterbatasan
peneliti,
maka pengkajian
ini
akan
dibatasi
terhadap hal-hal sebagai berikut :
- Karakteristik kondisi pembelajar bagaimanakah yang mempe
ngaruhi penerapan pembelajaran maternal
reflektif
bahasa
Indonesia di di kelas D.l (dasar satu) ?
- Karakteristik kondisi pengajar bagaimanakah yang mempenga
ruhi penerapan pembelajaran maternal reflektif bahasa Indo
nesia di kelas D.l ?
- Karakteristik kondisi sistem bagaimanakah yang mempengaru
hi penerapan pembelajaran maternal reflektif bahasa Indone
sia di kelas D.l?
- Perencanaaan model pembelajaran maternal reflektif
bahasa
Indonesia bagaimanakah yang tepat dikembangkan di kelas D.l
- Kegiatan belajar mengajar model pembelajaran maternal
re
flektif bahasa Indonesia bagaimanakah yang tepat dikembang
kan di kelas D.l ?
- Penilaian model pembelajaran maternal reflektif bahasa
In
donesia bagaimanakah yang tepat dikembangkan di kelas D.l ?
- Persiapan mengajar
model
pembelajaran
maternal reflektif
Bahasa Indonesia bagaimanakah
yang tepat
dikembangkan
di
kelas D.l
D. Definisi Operasional
Untuk meluruskan penafsiran yang dikandung maksud dalam
penelitian
ini,
berikut
ini
akan
dijelaskan
pengertian-pengertian secara operasional.
1. Metode maternal reflektif (MMR) adalah cara yang digunakan
oleh guru-guru SLB Bagian B (untuk anak tunarungu)
dalam
kegiatan belajar mengajar bahasa Indonesia dengan menggu
nakan percakapan sehari-hari, seperti percakapan seorang
ibu dengan anaknya yang belum memiliki bahasa
2. Anak tunarungu adalah peserta didik yang
kerena
berbagai
hal sehingga mengalami kehilangan/kekurangmampuan
mende-dengar dan berdampak kepada kekurangmampuan dalam
melaku-kankomunikasi secara wajar, sehingga memerlukan pelayanan
khusus dalam mengembangkan potensinya.
3. Pembelajaran adalah kegiatan guru yang direncanakan
dalam
rancangan pengajaran, untuk membuat siswa belajar secara
aktif, yang menekankan kepada sumber belajar.
4. Model program pembelajaran adalah suatu program yang
disu-sun oleh guru dengan cara yang sistematis, yaitu analisis
tujuan, identifikasi kebutuhan pengajaran,
pengembangan
strategi dan pengajaran, serta penilaian keberhasilan.
5. Percakapan adalah kegiatan tukar menukar pikiran, gagasan,
perasaan
antara dua atau lebih individu secara bergantian
melalui ujaran yang dikeraskan menurut irama yang sesuai.
E. Fokus Penelitian
Mengacu kepada kerangka pemikiran di atas,
maka permasa
lahan
yang
menjadi kajian ini dirumuskan
dalam
pertanyaan
sebagai berikut :
1. Bagaimanakah karakteristik kondisi-kondisi yang bisa
mem
pengaruhi penerapan model pembelajaran maternal
reflektif
bahasa Indonesia untuk anak tunarungu.
Dalam
hal ini :
- Karakteristik kondisi siswa yang mempengaruhi penerapan
model pembelajaran maternal reflektif Bahasa Indonesia.
- Karakteristik kondisi pengajar yang mempengaruhi penera
pan
model pembelajaran
maternal reflektif Bahasa
Indo
nesia
- Karakteristik kondisi intensitas pengajaran,
kurikulum,
sarana dan organisasi serta tujuan yang mempengaruhi
pe
nerapan pembelajaran maternal reflektif Bahasa Indonesia
2. Mengacu pada kondisi-kondisi tersebut, model yang
bagaima-kah yang cocck bagi pembelajaran maternal reflektif
Bahasa
Indonesia untuk anak tunarungu kelas D.l. di SLB-B:
- Bagaimana mengembangkan tujuan pembelajaran ?
- Bagaimana mengembangkan bahan pembelajaran ?
- Bagaimana mengembangkan kegiatan belajar mengajar ?
- Bagaimana mengembangkan media pembelajaran ?
- Bagaimana mengembangkan alat evaluasi ?
E. Kerangka Pemikiran
Asumsi-asumsi yang mendasari penelitian ini adalah
sebagai berikut:
1. Medium yang digunakan dalam penyampaian pembelajaran
untuk anak tunarungu di sekolah-sekolah luar biasa (SLB-B)
yaitu medium lisan, isyarat
(bahasa isyarat, abjad
jari, isyarat bahasa) dan komunikasi total.
2. Pembelajaran yang menggunakan medium oral salah satunya
menggunakan metode maternal reflektif.
3. Tujuan metode maternal reflektif yaitu:
- Memberikan bimbingan kepada anak tunarungu agar mereka
makin menyadari adanya berbagai gejala bahasa.
- Memberikan bimbingan kepada anak tunarungu agar mereka
mampu menemukan hukum-hukum bahasa sendiri.
- Memberikan bimbingan kepada anak tunarungu agar mereka
mampu mengadakan kontrol terhadap bahasa
yang
mereka
pergunakan sendiri dan yang dipergunakan oleh lingkungan
5. Pendekatan pembelajaran
kurikulum 94
untuk
bidang studi
bahasa Indonesia menggunakan pendekatan komunikasi (ke
trampilan berbahasa)
dengan
pendekatan
kegiatan belajar
mengajar melatih ketrampilan berbahasa.
6. Percakapan
dalam
pembelajaran maternal reflektif
seba
gai poros perkembangan bahasa.
F. Tujuan dan Manfaat Pengembangan
1. Tujuan Pengembangan.
Tujuan yang ingin dicapai dalam pengembangan ini adalah
mendapatkan
model
program pembelajaran
maternal
reflektif
bahasa Indonesia di SLB-B.
Secara khusus tujuan penelitian pengembangan model ini,
a. Menemukan kondisi-kondisi yang mempengaruhi penerapan mo
del program pembelajaran maternal reflektif bahasa Indone
sia di kelas D.l SLB-B.
b. Menghasilkan suatu rancangan
model
program
pembelajaran
maternal reflektif bahasa Indonesia di kelas D.l SLB-B.
dengan draf-draf sebagai berikut:
- Menghasilkan model perencanaan pembelajaran maternal
reflektif bahasa Indonesia di kelas D.l SLB-B.
- Menghasilkan model pelaksanaan pembelajaran maternal
reflektif bahasa Indonesia di kelas D.l SLB-B.
- Menghasilkan
model
evaluasi pembelajaran maternal
reflektif bahasa Indonesia di kelas D.l SLB-B.
2. Manfaat Pengembangan
Beberapa manfaat yang diharapkan dari model program
pembelajaran
maternal reflektif bahasa Indonesia yang dikem
bangkan
pengembang, yaitu : memperbaiki
kelemahan-kelemahan
atau kekurangan-kekurangan pelaksanaan pembelajaran bahasa
di
SLB
yang diteliti, khususnya di kelas D.l (dasar
satu),
di-samping
memperbaiki kekurangan-kekurangan pada SLB yang
ber-sangkutan, hasil pengembangan ini, diharapkan dapat
dijadikan
model alternatif dalam program pembelajaran bahasa bagi
seko-lah-sekolah atau guru-guru SLB-B. yang mau menggunakan
metode
maternal relektif.
Pengembangan program ini sebagai salah satu upaya
sosia-lisasi model, karena baru sebagian SLB-B yang telah mengguna
kan metode maternal relektif sebagai medium peningkatan kemam
puan berkomunikasi anak tunarungu secara lisan.
Nilai
manfaat lain yang diharapkan, yaitu sebagai
salah
satu upaya meningkatan kualitas pendidikan luar biasa, khusus
nya pendidikan anak tunarungu.
BAB III
METODE PEHELITIAN
A. Metode Dan Tahapan Penelitian
Saat ini, para guru di SLB-B (SDLB tunarungu), khusus
nya di SLB Negeri Pembina tingkat Propinsi Jawa Barat,
belum memiliki model pembelajaran bahasa Indonesia yang
cocok dengan kondisi yang ada. Berdasarkan kenyataan itu,
penulis melakukan kolaborasi dengan guru kelas untuk
mencoba mengangkat beberapa alternatif model pembelaja
ran.
Langkah-langkah yang ditempuh dalam upaya mengatasi
persoalan tersebut, penulis dengan guru-guru senior di
sekolah tersebut menempuh beberapa kegiatan, yakni:
1. Mendiskusikan kondisi-kondisi yang dihadapi anak
tunarungu dan kondisi-kondisi di luar diri anak (kondisi
guru, bahan belajar, media, kondisi asrama/lingkungan
keluarga, dan lain- lain)
2. Hasil diskusi sepakat bahwa, pembelajaran bahasa
merupakan hal penting yang harus diprioritaskan untuk
segera dilakukan pemecahan, mengingat permasalahan utama
anak-anak tunarungu mengalami hambatan dalam perkembangan
bahasanya.
3. Setelah ditemukan masalah pembelajaran bahasa yang
harus segera dilakukan pemecahan,penulis bersama 3 orang
guru senior mencoba merancang beberapa alternatif model
pembelajaran.
4. Mendiskusikan hasil rancangan-rancangan model yang
dibuat penulis dan guru senior dengan kepala sekolah.
Hasil diskusi menetapkan model pembelajaran maternal
reflektif sebagai model yang akan diujiicobakan di kelas
D. 1 (Dasar satu )
4. Setelah menetapkan satu rancangan model yang akan
dikembangkan, satu orang guru kelas yakni guru kelas D.l
mengujicobakannya di kelas sasaran. Penulis dan dua orang
guru senior bertindak sebagai pengamat.
Penelitian yang dilaksanakan secara kolaborasi ini
bertujuan mengembangkan suatu model program pembelajaran
bahasa anak tunarungu dengan menggunakan metode maternal
reflektif. Sesuai dengan karakteristik masalah yang akan
dikaji, yakni" mengembangkan ketrampilan-ketrampilan baru
atau cara pendekatan baru dan untuk memecahkan masalah
dengan penerapan langsung di dunia kerja atau dunia
aktual yang lain" (Sumadi Suryabrata: 35). Penelitian
ini diawali dengan mengadakan" perencanaan > melakukan
tindakan ---> mengamati > merefleksikan" (Rochman
Natawidjaja: 1997). Karena itulah penelitian pengembangan
ini dikatagorikan dalam penelitian tindakan (action
research).
1. Perencanaan.
Tahap perencanaan, yakni menjaring data awal yang
diperlukan untuk mengembangkan program pembelajaran
bahasa anak tunarungu dengan menggunakan metode maternal
reflektif, pada tahap ini dilakukan pra survey. Dalam
kegiatan pra survey ini aspek-aspek yang dihimpun yaitu:
faktor pengajar, faktor pembelajar dan faktor sistem.
Berdasarkan informasi yang diperolrh dari kegiatan
pra
surpey
tersebut, peneliti bersama-sama
guru
kelas
ujicoba menyusun suatu model program pembelajaran
alter-natif dengan menggunakan metode maternal reflektif.
Program pembelajaran yang dikembangkan ini mengacu kepada
kurikulum yang berlaku di sekolah tersebut yaitu kuriku
lum bahasa Indonesia untuk anak tunarungu tahun 1994.
Pengembangan model program pembelajran ini dipilih
kelas satu, dengan pertimbangan-pertimbangan sebagai
berikut: (1) membiasakan anak belajar menemukan sendiri
konsep dan kaidah- kaidah bahasa secara dini akan memban
tu mempermudah pengembangan bahasa selanjutnya, (2)
pembiasaan melakukan percakapan semenjak dini dapat
menghindari dari kebisuan dan melatih otot-otot bicara
serta meningkatkan kemampuan aural, (3) pembiasaan meng
gunakan percakapan semakin dini membantu proses
sosialis-asi anak dengan lingkungannya yang lebih luas, (4) pada
kelas satu unsur-unsur bidang ajaran yang diajarkan pada
dasarnya terintegrasi dalam program pengembangan bahasa
dan komunikasi.
Untuk mengumpulkan data-data yang diperlukan membu
tuhkan alat bantu (intrumen pengumpul data), adapun
instrumen yang digunakan dalam tahap perencanaan ini,
yaitu: wawancara, observasi dan studi dokumenter. Untuk
memperoleh data-data secara langsung dari responden
dilakukan dengan wawancara, aspek-aspek yang dikumpulkan
melalui wawancara yaitu: motivasi pembelajar, minat
pembelajar, harapan-harapan pembelajar, persepsi guru,
dukungan lingkungan, sedangkan observasi digunakan untuk
mengamati unjuk kerja .guru dan siswa (intensitas) dalam
pembelajaran, sa*ana dan prasarana penunjang pembelaja
ran, kondisi fisik (kelengkapan organ bicara)
Pengumpulan data-data yang berhubungan dengan
prestasi siswa, tingkat kehilangan pendengaran siswa
dilakukan dengan studi dokumenter.
Rancangan program pembelajaran yang dikembangkan
oleh peneliti dan guru kelas, sebelum diujicobakan kepada
subyek sasaran, dikonsultasikan terlebih dahulu dengan
Kepala Sekolah, guru senior dan kepada pembimbing.
2. Tahap Pelaksanaan Dan Pengamatan.
Setelah rancangan selesai dan telah disetujui
pembimbing, tahapan selanjutnya yaitu pelaksanaan tinda
kan dan pengamatan. Pada tahap ini, guru kelas mulai
mendemontrasikan model program yang telah dirancang terse
but. Dalam kegiatan ujiccoba ini, peneliti selaku
inova-tor memberikan pengarahan-pengarahan terhadap jalannya
kegiatan
pembelajaran,
serta
memberikan
dorongan
dan
rangsangan-rangssangan
kepada
guru
dalam
melaksanakan
tindakan, sebagaimana yang ditentukan dalam rancangan
model
pembelajaran
dengan menggunakan
metode
maternal
reflektif.
Dalam pelaksanaan ujicoba model tersebut, dilakukan
pengatan-pengamatan, agar memperoleh masukan yang lengkap
disertakan beberapa pengamat pembantu, yaitu: Kepala
Sekolah, guru senior, dan peneliti sendiri. Tugas para
pengamat
adalah, mengamati setiap aspek
yang
dipandang
masih lemah dan yang perlu mendapatkan
perbaikan-perbai-kan atau penyempurnaan -penyempurnaan. Dengan
perbaikan-perbaikan
tersebut
diharapkan pada
akhirnya
diperoleh
suatu model program pembelajaran yang sesuai dengan
setting kelas tersebut.
3. Tahap Refleksi.
Hasil-hasil yang diperoleh melalui kegiatan penga
matan yang telah dilakukan, kemudian didiskusikan
dengan
guru kelas untuk dilakukan analisis, sintesis,
pemaknaan
dan memberikan kesimpulan-kesimpulan dari data yang telah
dihimpun
melalui
pengamatan.
Hasil
diskusi
tersebut
untuk melakukan perencanaan ulang yang akan dilakukan
pada tampilan berikutnya.
B. Lokasi Penelitian dan Sumber Data.
Penelitian ini, dilaksanakan di SLB-B Pembina
Tingkat Propinsi, yaitu di Kabupaten Sumedang. Di SLB
tersebut para gurunya telah banyak yang diikutertakan
dalam penataran metode maternal reflektif.
Kelas yang dijadikan ujicoba program pembelajaran
untuk pengambilan sumber datanya, yaitu kelas satu pada
cawu tiga. Ada beberapa alasan yang dijadikan
pertimban-gan menggunakan SLB-B tersebut, yaitu:
(1). Sekolah tersebut merupakan sekolah yang ideal
dilihat dari segi sarana dan prasarana serta
fasi-litas lainnya.
(2). Sekolah tersebut sebagai sekolah pembina untuk SLB
-SLB di lingkungan Kantor Wilayah Depdikbud Propinsi
Jawa Barat.
(3). Guru-guru di Sekolah tersebut telah banyak yang
di-tatar metode maternal reflektif.
D. Analisis Data Ujicoba
Dalam penelitian ini agak berbeda dengan
peneli-tian-penelitian pada umumnya, karena pada penelitian ini
analisis datanya dimulai sejak peneliti melakukan pra
survey,
yaitu sewaktu peneliti memasuki
lapangan
untuk
mendapatkan
masukan-masukan mengenai situasi
awal
yang
terdapat di sekolah sasaran, sehingga peneliti memutuskan
untuk mengambil salah satu kelas yang ada, untuk
dijadi
kan
sebagai
tempat ujicoba model
program
pembelajaran
versi peneliti.
Seperti telah dikemukakan di atas, sebelum
penulis
memutuskan untuk mengangkat model program pembelajaran
maternal
reflektif,
penulis menawarkan
beberapa
model
alternatif
lainnya,
seperti
model
Struktural-Oral-Situasional
dan
model
Metode
Langsung
(Direct
Method).Setelah
model-model
tersebut
ditawarkan
dan
dikemukakan kelebihan dan kekurangannya, ternyata
guru-guru senior yang diajak kolaborasi tersebut merasa
keber-atan, dengan alasan:
1.
Mereka belum pernah ada yang ditatar mengenai
metode
tersebut.
2. Tingkat kehilangan pendengaran anak-anak di sekolahnya
umumnya berat.
Akhirnya
penulis dan guru senior memutuskan
model
pembelajaran maternal reflektif yang dikembangkan
dengan
mengambil
salah
satu pokok bahasan
tentang
Percakapan
sesuai dengan pokok bahasan pada minggu dan bulan yang
sedang berjalan waktu itu (catur wulan III).
Dalam menganalisis data-data yang dihimpun,
ti mengikuti langkah-langkah yang biasa digunakan, yaitu
(1) reduksi data, (2) sajian data, (3) mengambil
kesimpu-lan dan verifikasi (Nasution, 1992: 129).
1. Reduksi Data.
Data-data yang terkumpul dari lapangan, kemudian
dilakukan seleksi, pemokusan, penyederhanaan dan
abstrak-si sehingga data mentah yang berhasil dikumpul tersebut
melalui kegiatan reduksi ini dapat dipilah dan dipilih
mana yang dianggap penting kemudian disusun secara
siste-matis sehingga mudah dikendalikan.
2. Sajian Data.
Data yang telah direduksi tersebut yang berhubungan
.dengan fokus masalah kemudian disajikan dalam bentuk
q»atrik dan narasi-narasi singkat untuk mempermudah
pema-haman terhadap aspek-aspek yang terdapat dalam penelitian
ini.
3. Mengambil Kesimpulan dan verifikasi.
Data-data yang disajikan dalam bentuk matrik-matrik
dan narasi tersebut, disimpulkan dan dilakukan verifikasi
untuk memahami makna yang menjadi permasalahan dalam
penelitian
ini.
Melalui kesimpulan dan
verifikasi
ini
data
yang
belum jelas maknanya,
diharapkan
memperoleh
temuan-temuan yang dianggap representatif.
Hasil-hasil yang diperoleh melalui kegiatan anali
sis dalam ujicoba model program pembelajaran dengan
menggunakan metode maternal reflektif, dimaksudkan
sebagai masukan yang sangat berarti untuk menyempurnakan
BAB V
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
Bab ini akan mengetengahkan mengenai intisari hasil
penelitian serta beberapa saran perbaikan untuk pihak
terkait setelah mendapatkan kejelasan dari hasil peneli
tian .
A. Kesimpulan.
Memperhatikan hasil-hasil yang diperoleh selama
pelaksanaan penelitian mengenai pengembangan model pembe
lajaran maternal reflektif bahasa Indonesia di kelas
dasar 1 (D.l) SLB Bagian B. (tunarungu).
Kesimpulan-kesimpulan yang dapat ditarik adalah sebagai berikut:
1. Penerapan metode maternal reflektif dalam Pengajaran
bahasa Indonesia di SLB B sudah diterapkan walaupun belum
terpola dan penyajiannya belum sistematis. Ini disebabkan
guru belum memiliki rujukan secara khusus yang dapat
digunakan sebagai acuan.
2. Pengalaman, kemauan dan kompetensi profesionalisasi
guru, heterogenitas kemampuan dan karakteristik ketuna
runguan, motivasi dan harapan siswa sasaran, kurikulum,
intensitas pengajaran dan optimalisasi prasarana dan
sarana yang tersedia memberikan kontribusi yang sangat
berarti untuk mewujudkan model program pembelajaran
maternal reflektif bahasa Indonesia.
3. Model program pembelajaran maternal reflektif bahasa
Indonesia yang dikembangkan, efektif di kelas dasar 1
(D.l) SLB Bagian B (tunarungu). Walaupun demikian,
hasil
ini belum merupakan informasi yang lengkap, karena dalam
ujicoba penerapan model tersebut tampa menggunakan kon
trol.
4. Unjuk kerja guru dalam menyajikan model program pembe
lajaran selama pelaksanaan ujicoba berlangsung, menunjuk
kan peningkatan-peningkatan dari setiap pertemuannya.
Kelemahan-kelemahan yang terjadi pada aspek yang ditetap
kan segera diperbaiki untuk meningkatkan pada kondisi
berikutnya. Beberapa aspek yang memerlukan perbaikan
meliputi: kemampuan menggunakan media komunikasi dalam
percakapan,
kemampuan
menggunakan
metode
tangkap
dan
peran ganda, kemampuan merespon ungkapan siswa yang
bervariasi, ketrampilan memvisualisasikan, ketrampilan
menyusun deposit dan kemampuan menjelaskan deposit serta
kemampuan memberikan layanan individual.
5. Pengaruh dari penerapan model program pembelajaran
maternal reflektif bahasa Indonesia dapat disimak dari
hasil prestasi belajar yang dicapai siswa. Peningkatan
hasil belajar, baik Secara kuantitas maupun secara kuali
tas selama ujicoba belum menunjukkan perkembangan yang
konsisten pada setiap pertemuannya, walaupun demikian
pada
akhirnya
bersamaan
dengan
meningkatnya
kualitas
unjuk kerja guru, perolehan hasil belajar siswa, terutama
sekali secara kualitas menunjukkan perkembangan yang
berarti. Dilihat dari kemampuan siswa secara individual
yang mempengaruhi perolehan hasil belajar siswa dalam
ujicoba
model
program pembelajaran
maternal
reflektif
bahasa diduga penyebabnya, yakni: tingkat kehilangan
kemampuan mendengar, kondisi mental (kecerdasan), dan
kemampuan awal yang dimiliki setiap siswa.
B. Rekomendasi.
Berdasarkan hasil yang diperoleh dari temuan-temuan
selama penelitian, berikut ini direkomendasikan beberapa
hal yang dapat dimanfaatkan sebagai acuan untuk :
1. Guru.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam
menerap-kan model program pembelajaran maternal reflektif bahasa
Indonesia, yakni :
a. Model program pembelajaran maternal reflektif bahasa
dapat berjalan dengan baik manakala ada saling kepa
cayaan antara siswa dan guru-. Untuk itu, dalam
mengawali
kagiatan pembeiaja-ran guru harus mampu menciptakan kontak
bathin untuk saling mempercayai dan menghargai keberadaan
masing-masing. Strategi yang dapat digunakan dengan cara
ekspresi wajah bercerita, yang menunjukkan ketulusan
dan
kesungguhan untuk membantu mereka, misalnya mimik muka,
senyuman, pandangan, gerak tubuh dan lainnya yang dapat
menimbulkan rasa simphati. Tujuan kegiatan ini adalah
untuk memberikan stimulus agar siswa mau mengungkapkan
perasaan, keinginan, harapan dan gagasan-gagasannya
sebagai dasar untuk dijadikan bahan pelajaran.
b. Dalam model program pembelajaran maternal reflektif
bahasa, percakapan merupakan poros pembelajaran. Untuk
itu, pupuklah iklim percakapan agar berlangsung secara
bebas, spontan dan terarah serta hadirkan sikap emphati
dan fleksibilitas berbahasa, gunakan bahasa yang lazim,
bahasa sehari-hari melalui metode tangkap dan peran ganda
serta mengacu kepada tahapan-tahapan yang dirancang dan
cermati situasi kelas. Karena itulah dalam melakukan
percakapan,
guru
diharapkan dapat
: tanggap
terhadap
suara atau gerak siswa, masuk ke dalam fikiran siswa,
bertukar pikiran dengan siswa (bukan tanya-jawab),
mem-perluas topik percakapan melalui asas kontras (provokasi)
namun tetap aktual dan situasional serta setiap kosakata
atau ungkapan yang muncul dalam percakapan yang belum
difahami siswa, segera visualisasikan, dengan cara :
menuliskan, meragakan dengan bahasa badan, isyarat bahasa
Indonesia (Indonesian sign system) atau dengan ejaan
jari.
Dalam
memvisualisasikan, aktifkan
siswa
melalui
penugasan-penugasan untuk memvisualisasikan sendiri. Misi
kegiatan ini disamping untuk memperjelas antara persepsi
auditoris dengan persepsi visual juga untuk melatih siswa
menulis atau menjelaskan.
c. Agar mendapatkan gambaran yang utuh mengenai pokok
persoalan yang dipercakapkan, susunlah hasil percakapan
menjadi bahan/materi yang lengkap dan utuh dalam suatu
deposit, dengan cara: kosakata, ungkapan-ungkapan, gaga
san-gagasan yang belum lengkap disusun menjadi suatu
cerita yang utuh dengan menggunakan struktur bahasa yang
benar dan tugasi siswa untuk menyalinnya. Misi kegiatan
ini untuk merelevansikan bahan dengan tujuan yang
ditar-getkan, menambah penguasaan kosakata, melatih belajar
membaca teknis dan menangkap maknanya serta melatih
menulis (menyusun) karangan atau cerita.
Untuk memberikan pemahaman terhadap doposit yang telah
disusun, berikan penjelasan-penjelasan dan tanya-jawab.
Dalam memberikan penjelasan, perlu diperhatikan, yakni :
ujaran seritmis-ritmisnya dengan intonasi dan irama
secara wajar dengan menggunakan artikulasi yang tepat,
keterarahsuaraan dan keterarahwajahan waktu menjelaskan.
Kegitan menjelaskan dapat juga dilakukan dengan
tanya-jawab atau menugasi siswa, misalnya menugasi siswa
untuk
membacakan kembali deposit secara klasikal atau individu
al, dan ujaran siswa yang belum sempurna langsung
diko-reksi saat itu.
d. Model program pembelajaran maternal reflektif bahasa,
selain diarahkan terhadap penguasaan materi pengetahuan,
juga untuk mengembangkan ketrampilan berbahasa dan berko
munikasi secara verbal dengan baik dan benar (trampil
bercakap dengan lingkungan, trampil membaca dan menulis,
trampil menangkap ujaran orang lain dan trampil bercerita
dan mengarang) sebagai dasar untuk mempelajari pengeta
huan lain. Untuk itu, diperlukan latihan (pelajaran)
pendukung yakni: latihan bina persepsi bunyi dan irama
(latihan menyimak) dan latihan artikulasi.
e. Media mengajar yang mendukung langsung program pembe
lajaran bahasa dengan menggunakan metode maternal reflek
tif yaitu interaksi insani, lingkungan sekitar, minat dan
pengalaman siswa.
f. Agar mempermudah memberikan layanan, aturlah kursi
siswa membentuk setengah lingkaran dan gunakan alat bantu
mendengar (ABM) kelompok.
2. Kepala Sekolah, Orang tua, Pembina Asrama.
Dukungan positif dan sikap responsif dari kepala
sekolah, orang tua dan pembina asrama terhadap segala
sesuatu yang berkaitan dengan pengembangan ketrampilan
berbahasa dan berkomunikasi anak, khususnya berbahasa
verbal, merupakan faktor yang turut mempengaruhi keber
hasilan anak. Untuk itu, disarankan agar : a). kepala
sekolah memberikan aturan-aturan yang mengharuskan anak
untuk membiasakan menggunakan media komunikasi secara
wajar (lisan) dalam lingkungan sekolah dan memberikan
sanksi-sanksi bagi siswa yang melanggar, b). orang tua
menerima kehadiran mereka dengan segala keberadaannya dan
selalu memberikan bimbingan untuk menyadari ketunaannya
serta selalu memberikan kesempatan yang seluas-luasnya
untuk mela- kukan sosialisasi dalam masyarakat yang lebih
luas (masyarakat mendengar) dan yang tidak kalah
penting-nya selalu melakukan kerjasama dengan pihak sekolah
sehingga terjadi sinkronisasi apa yang didapat sekolah
dengan di rumah, c). pembina asrama sebagai pengganti
orang tua dan penerus program sakolah, agaar mengamankan
setiap- anjuran, a-turawv- budaya-budaya positif sekolah;
memberikan kesempatan untuk berpartisipasi dalam kegiatan
masyarakat di sekitarnya; membantu membimbing dan
mena-namkan rasa percaya diri dan sikap optimistik, membantu
memecahkan masalah-masalah kesulitan yang berkaitan
dengan program sekolah dan lainnya, memonitoring setiap
kemajuan yang berhasil dicapai anak dan
menindaklanjuti-nya.
3. Rekomendasi kepada peneliti selanjutnya.
Hasil penelitian ini mampu mengembangkan model
program pembelajaran bahasa Indonesia dengan menggunakan
metode maternal reflektif di kelas dasar 1 (D.l) Sekolah
luar biasa bagian B (tunarungu), namun hasilnya belum
bisa digeneralisasikan kedalam lingkup yang lebih luas,
dalam arti model ini hanya berlaku pada kelas ujicoba
atau pada kelas yang memiliki karakteristik yang
sedera-jat
dengan yang diteliti. Ciri-ciri
tersebut
meliputi;
latar belakang pendidikan guru, pernah mengikuti penata
ran metode maternal reflektif, memiliki pengalaman menga
jar
yang cukup di kelas rendah, mampu
menstimuli
siswa
untuk melakukan percakapan, trampil menggunakan asas
kontras dalam percakapan untuk merelevansikan dengan
tujuan yang telah ditetapkan, serta kondisi kemampuan
siswa yang heterogen dari segi ketunarunguan, kecerdasan,
dan motivasi belajarnya.
Meskipun model program yang dirancang oleh peneliti
cukup efektif, namun karena ujicoba penerapannya bersifat
terbatas dan tidak menggunakan kontrol , maka hasilnya
belum dapat memberikan informasi yang lengkap. Untuk itu,
ddisarankan kepada peneliti berikunya untuk melanjutkan
penelitian
ini dalam lingkup yang luas serta subyek
dan
lokasi penelitian ddalam skala besar.
DAFTAR PUSTAKA
Abin Syamsuddin Makmun, (1995),
Psikologi Kependidikan,
Kom
ponen Mata Kuliah Dasar Kependidikan dengan Sistem Pe
ngajaran Modul, Institut Keguruan Dan Ilmu Pendidikan
Bandung.
Asep Saepulah, (1998),
Pelaksanaan Metode Maternal Reflektif
Dalam Mengembangkan Ketrampilan Berbicara Anak Tunarungu di SLB Wonosobo,
Jurusan Pendidikan Luar Biasa
Fa-kultas Ilmu Pendidikan, IKIP Bandung.
Badan Penelitian dan Pengembangan Pendidikan Santi Rama, (1984), Petunjuk Pelaksanaan Kegiatan Belajar Mengajar
Dengan Model Penguasaan Bahasa Ibu Yang Reflektif Un
tuk Guru-Guru SLB/B Santi Rama, Yayasan Santi Rama Ja
karta .
BP-7 Pusat, (1990),
Undang-Undang Dasar,
Pedoman Penghayatan
Dan Pengamalan Pancasila, Jakarta.
Calvert R. Donald & Silverman S. Richard, (1983), Speech and
Deafness, Alexander Graham Bell Association for the
Deaf, Washington,D.C.
Depdikbud, (1996),
Sistem Isyarat Bahasa Indonesia,
Depdikbud
Jakarta.
Depdikbud, (1993), Kurikulum Pendidikan Luar Biasa, SDLB Tuna
rungu, Depdikbud, Jakarta.
Depdikbud, (1992), Himpunan Peraturan Perundang-undangan
Re-publik Indonesia Bidang Pendidikan dan Kebudayaan,
Depdikbud, Jakarta.
Dimyati & Mudjiono, (1994), Belajar dan Pembelajaran, Proyek
Pembinaan dan Peningkatan Mutu Tenaga Kependidikan,
Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi, Depdikbud, Ja
karta .
Emon Sastrawinata, (1979), Pendidikan Anak Tunarungu,
Dikdas-men Depdikbud, Jakarta.
Engkoswara, (1984),
Dasar-Dasar Metodologi Pengajaran,
Bina
Aksara, Jakarta.Hallahan P. Daniel & Kauffman M. James, (1982),
Mcep^ni-Children,
Introduction to Special Education, Prentice
Hall, INC, Englewood Cliffs.
Joice, Bruce & Weil, Marshal
(1980),
Model of Teaching,
Prentice Hall, Inc. Englewood, New Jersey.
Lado Robert, (1983),
Language Teaching,
A Scientific Approach
Tata McGraw-Hill Publishing Co. LTD., Bombay-New
Delhi.
Lani Bunawan, (1997), Komunikasi Total, Latar Belakang Pe ngembangan Sistem Isyarat Bahasa Indonesia, Dikdasmen
Depdikbud, Jakarta.
Mohamad Efendi, (1996), Pengembangan Model Pembelajaran Ber
dasarkan Pendekatan Komunikasi Total Dalam Bidang
Studi Bahasa Indonesia di SLB/B, Pascasarjana IKIP
Bandung.
Mufti Salim, (1984), Orto Paedagogik Anak Tunarungu, Depdik bud , Jakarta.
Nasution,S., (1988), Metode Penelitian Naturalistik
Kualita-tif, Tarsito, Bandung.
Nana Syaodih Sukmadinata, (1988), Prinsip dan Landasan Pe
ngembangan Kurikulum, Depdikbud, Direktorat Jendral
Pendidikan Tinggi, Jakarta.
Oemar Hamalik, (1993), Strategi Belajar Mengajar, Mandar Ma
ju, Bandung.
Power, Des (1993), Komunikasi dan Bahasa, Wicara dan Menyi
mak, Federasi Nasional Kesejahteraan Tunarungu Indo
nesia, Jakarta.
Rochman Natawidjaya & Zaenal Alimin, (1996), Penelitian Pen didikan Luar Biasa, Depdikbud, Jakarta.
Rochman Natawidjaya, (1997), Penelitian Tindakan Kelas, IKIP
Bandung.
Soejono, Ag., (1983), Metodik Khusus Bahasa Indonesia, Bina
Aksara Bandung.
Sumadi, HS., (1983), Ortodidaktik Tunarungu-Wicara, Depdikbud
Jakarta.
Suroso dkk., (1980), Metodik Khusus Pengajaran Bahasa Indone
sia, Tiga Serangkai, Solo.
Tarigan
Henry Guntur, (1989),
Metodologi Pengajaran
Bahasa,
Suatu Penelitian Kepustakaan, Depdikbud Dirjen Dikti Proyek Pengembangan Lembaga Pendidikan Tenaga Kepen didikan, Jakarta.
farmansyah, (1996),
Gangguan Komunikasi,
Depdikbud,
Dirjen
Dikti Proyek Pendidikan Tenaga Guru, Jakarta.
Tonny S., (1997),
Metode Maternal Reflektif,
Makalah Penata
ran dan Lokakarya Pengembangan Bahasa Anak Tunarungu
di Ujungpandang.
Uden, Van (1977^,
A World of Language for Deaf Children,
Ma
ternal Reflective Method, St. Michielsgestel.