• Tidak ada hasil yang ditemukan

DALAM POKOK BAHASAN HUKUM III NEWTON ( SEBUAH STUDI KASUS )

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "DALAM POKOK BAHASAN HUKUM III NEWTON ( SEBUAH STUDI KASUS )"

Copied!
196
0
0

Teks penuh

(1)

PEMAHAMAN, MISKONSEPSI DAN PERUBAHAN PEMAHAMAN

SISWA KELAS XB SMA PANGUDI LUHUR SEDAYU BANTUL

DALAM POKOK BAHASAN HUKUM III NEWTON

( SEBUAH STUDI KASUS )

Skripsi

Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat Dalam pengajuan skripsi

Oleh :

Albertus Idang Indrianto

NIM : 021424013

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN FISIKA

JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN IPA

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

(2)
(3)
(4)

Motto dan Persembahan

Motto :

Keajaiban dan mukjijat akan datang kepada siapa saja yang mau berusaha dengan keras dan berdoa dengan tekun”

Persembahan :

(5)
(6)

ABSTRAK

Albertus Idang Indrianto, Pemahaman, Miskonsepsi dan Perubahan

Pemahaman Siswa Kelas XB SMA Pangudi Luhur Sedayu Bantul Dalam Pokok

Bahasan Hukum III Newton (Sebuah Studi Kasus)

Program Studi Pendidikan Fisika, Jurusan Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta (2007).

Penelitian ini bertujuan untuk membantu siswa merubah konsepsinya melalui percobaan dan wawancara terbimbing dalam pokok bahasan hukum III Newton. Instrumen yang digunakan dalam percobaan ini adalah soal pretest, percobaan, wawancara dan posttest.

Penelitian ini diawali dengan pemberian pretest pada siswa kelas XB SMA Pangudi Luhur Sedayu Bantul. Dari hasil pretest ini dipilih 6 orang siswa dengan miskonsepsi paling tinggi. Keenam siswa yang telah terpilih kemudian diwawancarai untuk mengetahui pemahaman siswa lebih dalam. Setelah siswa diwawancarai, siswa diberikan treatmen berupa pengajaran dengan metode percobaan dan wawancara terarah. Setelah treatmen dilakukan siswa diberikan posttest.

(7)

ABSTRACT

Albertus Idang Indrianto, Undrstanding, Misconceptions and

Understanding Change XB Class in SMA Pangudi Luhur Sedayu Bantul in

Fundamental Discussion The 3rd

Newton’s Law (a case study).

Physics Education Study Program,Departement of Mathematics and Science Education, Faculty of Teacher Training and Education, Sanata Dharma University, Yogyakarta (2007).

The aim of this research was help to change student conception through attempt and interview guided in Fundamental Discussion The 3rd

Newton’s Law. Instrument’s in this research are pretest, attempt, interview and posttest.

This research early with the give pretest at XB Class in SMA Pangudi Luhur Sedayu Bantul. From this result pretest, selected six student with highest misconception. Student which have selected then interview to know the deeper student understanding.

After student interview, student given by treatmen in the form of instruction with the method of directional interview and attempt. After treatmen, student do the posttest.

(8)

KATA PENGANTAR

Puji syukur saya ucapkan kehadirat Allah Bapa disurga yang hanya atas karena segala kurnia,rahmat, cinta dan bimbingan-Nya sehingga skripsi yang berjudul “PEMAHAMAN, MISKONSEPSI DAN PERUBAHAN PEMAHAMAN SISWA KELAS XB SMA PANGUDI LUHUR SEDAYU BANTUL DALAM POKOK BAHASAN HUKUM III NEWTON” ini dapat terselesaikan.

Adapun maksud dari penyusunan skripsi ini guna memenuhi memperoleh gelar sarjana pendidikan di FPMIPA Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Penulisan skripsi ini dapat terselesaikan berkat bantuan, dukungan, saran dan gagasan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terimakasih kepada:

1. Bapak Drs. T. Sarkim M.Ed.,Ph.D., selaku dosen pembimbing yang telah banyak memberikan waktu untuk membimbing dengan penuh kesabaran. 2. Bapak Drs. Domi Saverius, M.Si selaku kaprodi.

3. Ibu Dra. Maslichah Asy’ari M.Pd. selaku dosen pembimbing akademik 4. Bapak Drs. F Sinaradi, M. Pd. Terimakasih atas segala bantuan dan

dukungannya.

5. Keluarga besar SMA Pangudi Luhur Sedayu Bantul, terimakasih untuk semua bantuan dan kerjasamanya.

6. Dosen–dosen Pendidikan Fisika, terimakasih untuk ilmu yang telah diberikan kepada saya.

(9)

8. Bapak dan Ibu, terimakasih untuk segala kasih sayng, doa, pengorbanan, kepercayaan, kesabaran dan dukungannya sehingga saya dapat menyelesaikan studi ini dan menjadi seperti sekarang ini.

9. Keluarga kakakku atas segala bantuan dorongan dan kasih sayangnya. 10. Keluarga bapak Suprapto di Bantul atas pinjaman Kemeranya.

11. Buat Om dan Bulek serta Patris atas bantuan dan dorongannya.

12. Biyo, Janem, Kodok, Pak Guru, Wisnu, Boos, Pak Lurah, Pok Minah, Nitnot, Nonong, Culis dan semua teman-teman yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu, terimakasih atas segala bantuan dan dukungannya. 13. Dan semua pihak yang tidak dapat saya sebutkan disini

Semoga penelitian ini dapat memberikan sumbangan manfaat bagi perkembangan pendidikan dan ilmu pengetahuan. Penulis sangat menyadari skripsi ini masih jauh dari sempurna, maka masukan, saran, kritik dari pembaca yang sifatnya membangun saya harapkan demi kesempurnaan skripsi ini.

Yogyakarta, 22 Februari 2007

(10)

DAFTAR ISI hal

Halaman Judul ………...……i

Hal Pernyataan Keaslian Karya ………. ii

Abstrak ……….. iii

Abstract ………...………... iv

Kata Pengantar ………...…...…. v

Daftar Isi ………. vii

Daftar Tabel ………..…….…. xi

Daftar Gambar……….. xiii

Daftar Lampiran ………...………...……… xiv

BAB I PENDAHULUAN ……….…….. 1

A. Latar Belakang Masalah ………...………….…... 1

B. Dasar Teori ……….…. 2

B.1. Konsep, Konsepsi dan Miskonsepsi ….………..…. 2

B.2. Tingkat Pemahaman Konsep Siswa………..……….... 5

B.3 Perubahan Konsep……….. 8

B.4. Struktur Pembelajaran dengan Pendekatan Perubahan Konsep …... 12

B.5. Metode Pembelajaran Fisika yang Dapat Membantu Perubahan Konsep………... 14

B.5.1. Simulasi Komputer……….. 14

B.5.2 Peta Konsep………. 15

(11)

B.5.4. Eksperimen……….. 16

B.5.5 Metode yang Digunakan Dalam ……….……….... 18

B.6. Certainty Of Response Index (CRI)………. 19

B.7. Hukum III Newton……… 19

B.7.1 Gaya………. 19

B.7.2 Hukum III Newton………... 20

C. Batasan Masalah ……….………….. 23

D. Rumusan Masalah……….. 23

E. Tujuan Penelitian ……….. 23

F. Manfaat Penelitian ………. 24

BAB II. METODOLOGI PENELIAN …..………..……… 25

A. Jenis Penelitian ………..…….………….. 25

B. Metode Menentukan Subjek……….. 25

B.1. Populasi……….…... 26

B.2. Sampel……….. 26

C. Variabel Penelitian……… 26

C.1. Variabel Bebas……….. 27

C.2. Variabel Terikat………. 27

D. Desain Penelitian ………..……… 27

E. Instrumen Penelitian……….. 29

(12)

E.3. Wawancara……… 30

F. Uji Keandalan Instrumen ………..……… 30

G. Treatmen…………..………...……….. 30

H. Metode Analisis Data ………..………..……….. 32

H.1. Data Pretest dan Posttest ….…..……….. 32

H.2. Data Wawancara………... 35

BAB III. DATA, ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN ………... 35

A. Pelaksanaan Penelitian ……….……….. 35

B. Pretest………….………. 36

B.1. Pretest Pada Siswa Kelas XB……… 36

B.2. Pemilihan Enam Orang Siswa untuk Wawancara……… 47

C. Wawancara I………... ………...……...……….. 49

C.1. Pemahaman Siswa Mengenai Gaya………. 49

C.2. Pemahaman Siswa Mengenai Gaya Aksi Reaksi………. 55

D. Percobaan dan Wawancara Terarah (Wawancara II)……….. 60

D. 1. Percobaan I……….……… 60

D.2. Percobaan II………. ……….. 70

D.3. Percobaan III ………... ……….. 73

D.2.2. Percobaan IV……….……...… 76

E. Perbandingan Pretest dan Posttest pada Keenam Siswa ………...…….. 85

E.1. Pada Siswa dengan Kode Siswa 3 (S3) ……….. 92

(13)

E.3. Pada Siswa dengan Kode Siswa 18 (S18) ……….. 94

E.4. Pada Siswa dengan Kode Siswa 21 (S21) ……….. 94

E.5. Pada Siswa dengan Kode Siswa 25 (S25) ……….. 95

E.6. Pada Siswa dengan Kode Siswa 30 (S30) ……….. 96

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN …….………..……. . 97

A. Kesimpulan ……… 97

B. Saran ……….………. 98

Daftar Pustaka ……… 99

(14)
(15)
(16)

Daftar Gambar hal

Gambar 1.1 Tetrahedral Pemahaman Siswa…...………. 7

Gambar 1.2 Amir Mendorong Dinding……….. …..……...……….….. 20

Gambar 1.3 Gaya Aksi Reaksi Pada Gaya-gaya Jarak Jauh ……….….. 22

Gambar 2.1 Desain Penelitian……….. 27

Gambar 2.2 Menarik dan Mendorong Balok...………. 31

Gambar 2.3 Mendorong Dinding……….. 31

Gambar 2.4 Menaril Newtonmeter……… 32

Gambar 2.5 Menarik Balok dengan Newtonmeter……… 32

Gambar 3.1 Tetrahedral Pengertian Gaya……….. 51

Gambar 3.2 Tetrahedral Pemahaman Besaran….……….. 53

Gambar 3.3 Tetrahedral Pemahaman pada Benda Diam diatas Meja..………….. 55

Gambar 3.4 Tetrahedral Pengertian Gaya Aksi Reaksi ……….. 58

Gambar 3.5 Tetrahedral Penerapan Gaya Aksi Reaksi pada Peristiwa Orang Mendorong Mobil……….. 59

Gambar 3.6 Balok Diatas Menja………. 60

Gambar 3.7 Tetrahedral Pengertian Gaya……… 64

Gambar 3.8 Pengertian Besaran Vektor dan Skalar………. 70

Gambar 3.10 Menarik Newtonmeter……… 73

Gambar 3.11 Menarik Balok dengan Newtonmeter………. 77

(17)

Daftar Lampiran hal

Lampiran 1 Soal dan Jawaban Pretest dan Postest…..……...……….….. 101

Lampiran II Contoh Hasil Tes Siswa...………...………... 114

Lampiran III Contoh Hasil Gambar Siswa……… 127

Lampiran IV Tabel 1 Skor, Alasan dan CRI (Pretest)…… …………...……….. 128

Lampiran V Tabel 2 Skor, Alasan dan CRI (Posttest)…… ………...….. 136

Lampiran VI Tabel 3 Daftar Nilai Ulangan Harian Siswa Kelas XB …....…….. 138

Lampiran VII Tabel 4 Frekuensi Nilai Rata-rata Ulangan Harian Siswa…....…. 140

Lampiran VIII Wawancara I……… 142

Lampiran IX Wawancara II ………. 152

Lampiran X Surat Pelaksanaan Penelitian……….…..………. 176

(18)
(19)

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Kekayaan sumber daya alam yang bersifat fisik, kini bukan lagi menjadi satu-satunya sumber kesejahteraan suatu bangsa, tetapi juga pada kemampuan intelektual dan kredibilitas untuk mengolahnya dengan baik. Untuk dapat mengolah sumber daya alam dengan baik diperlukan pengembangan sains secara terus menerus untuk mendapatkan sumber daya manusia yang berkualitas. Di era globalisasi seperti saat ini, mutu pendidikan tidak cukup diukur dengan standar lokal saja sebab perubahan global akan sangat mempengaruhi kondisi ekonomi bangsa.

Abad XXI dikenal sebagai abad globalisasi dan abad teknologi informasi. Perubahan yang sangat cepat dan dramatis dalam bidang ini merupakan fakta dalam kehidupan siswa. Perkembangan kemampuan siswa dalam bidang sains, khususnya bidang fisika merupakan salah satu kunci keberhasilan peningkatan kemampuan dalam menyesuaikan diri dengan perubahan dan memasuki dunia teknologi, termasuk teknologi informasi (Depdiknas, Balitbang, Mata Pelajaran Fisika SMA dan Madrasah Aliyah, 2003).

(20)

menjadi konsepsi yang benar atau yang sesuai dengan konsep yang disepakati para ahli fisika (Suparno, 2000 : 15).

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas penulis ingin mengetahui perkembangan pemahaman, miskonsepsi dan perubahan pemahman siswa SMA kelas XB SMA Pangudi Luhur Sedayu Bantul dalam pokok bahasan Hukum III Newton.

B. DASAR TEORI

B.1. Konsep, Konsepsi dan Miskonsepsi

(21)

konsep spontan dan konsep saintifik. Konsep spontan adalah konsep yang dipunyai siswa karena pergaulannya setiap hari pada situasi tertentu tanpa struktur yang sistematik. Sedangkan konsep saintifik didapat di bangku sekolah secara sistematik struktral. Kedua konsep itu saling mempengaruhi. Dalam proses pembelajaran konsep yang spontan perlahan-lahan diubah menjadi lebih saintifik. Dan yang saintifik nanti mempengaruhi konsep spontan seseorang menjadi lebih maju dan lengkap. Dengan demikian konsep seseorang akan sesuatu akan terus berkembang ( Suparno, 1996).

Dalam pelajaran fisika yang kita hadapi adalah konsep-konsep fisika. Siswa yang belajar fisika mencoba untuk menangkap dan menafsirkan makna dari konsep-konsep yang sedang dipelajari. Tafsiran tersebut untuk setiap orang dapat berbeda-beda. Satu konsep dapat memiliki beberapa difinisi. Perbedaan tersebut disebabkan oleh perbedaan proses pembentukan, tingkat pendidikan, aspek yang ditonjolkan dan konsep lain yang melatarbelakanginya (Kartika Budi, 1998). Tafsiran seseorang akan konsep dinamakan konsepsi.

(22)

kekacauan konsep-konsep yang berbeda, dan hubungan hirarkis konsep – konsep yang tidak benar.

Menurut Kartika Budi (1991) sumber-sumber penyebab terjadinya miskonsepsi pada siswa ada empat kemungkinan. Adapun kemungkinan sumber miskonsepsi yaitu: (1) guru (dosen), (2) proses belajar mengajar, (3) siswa (mahasiswa), dan (4) buku pegangan. Dari kemungkinan-kemungkinan itu menurut Clement (1987), jenis miskonsepsi yang paling banyak terjadi adalah bukan pada pengertian yang salah selama proses belajar mengajar, tetapi suatu konsepsi awal (prakonsepsi) yang dibawa siswa ke kelas formal. Hal ini dapat terjadi karena pengalaman-pengalaman praktis dalam kehidupan sehari-hari dapat menimbulkan miskonsepsi. Sebagai contoh, dalam kehidupan sehari-hari dijumpai berbagai peristiwa yang menunjukkan bahwa benda yang lebih berat jatuh lebih cepat dari benda yang ringan. Kejadian seperti ini sering menyebabkan anak mengalami miskonsepsi dan sulit diyakinkan bila kecepatan jatuh benda (bila gesekan udara diabaikan) tidak dipengaruhi oleh massa atau berat benda. Meskipun demikian, menurut Euwe Van Den Berg (1991) tidak semua pemahaman siswa itu salah meskipun konsepsi siswa itu berbeda dengan konsepsi fisikawan. Konsepsi siswa tidak dapat dikatakan salah jika konsepsi siswa itu sama dengan konsepsi fisikawan yang disederhanakan. Hanya konsepsi siswa yang bertentangan dengan konsepsi para pakar fisika saja yang dikatakan sebagai miskonsepsi.

Miskonsepsi pada siswa hanya dapat diremidiasi dan berusaha agar kesalahan-kesalahan yang sama dapat dihindari atau dikurangi bila diketahui secara tepat miskonsepsinya. Oleh karena itu sangat penting untuk melakukan deteksi miskonsepsi. Menurut Kartika Budi (1992) salah konsepsi dapat dideteksi dengan cara:

(23)

4. Setelah tes dilaksanakan (dapat secara lisan ataupun tertulis), hasil dianalisis untuk mengetahui secara tepat kesalahan-kesalahan yang sungguh terjadi.

B.2. Tingkat Pemahaman Konsep Siswa

Pada tahun 1976, dengan diilhami pemikiran dari Stieg Melin-Olsen, Richard Skemp mengajukan gagasannya tentang tingkatan-tingkatan pemahaman (the levels of understanding) siswa pada pembelajaran matematika. Skemp (Skemp dalam Wahyudi, 1999) membedakan tingkatan pemahaman siswa terhadap matematika menjadi dua.

1. Tingkatan pemahaman pertama (instructional understanding). Pada tingkat instructional understanding atau pemahaman instruksional ini siswa baru berada pada tahap tahu atau hafal suatu rumus dan dapat menggunakannya untuk menyelesaikan suatu soal dalam matematika atau sains, tetapi siswa belum atau tidak tahu mengapa rumus tersebut dapat digunakan. Siswa pada tahapan ini juga belum atau tidak bisa menerapkan rumus tersebut pada keadaan baru yang berkaitan.

2. Tingkatan pemahaman kedua (relational understanding). Pada tingkat relational understanding atau tingkat pemahaman relasional Pada tahapan tingkatan ini, menurut Skemp, siswa tidak hanya sekedar tahu dan hafal tentang suatu rumus, tetapi dia juga tahu bagaimana dan mengapa rumus itu dapat digunakan. Pada tahapan ini siswa dapat menggunakan rumus untuk menyelesaikan masalah-masalah yang terkait pada situasi lain.

(24)

pemahaman intuitif, begitu pula sebelum sampai pada tingkatan pemahaman relasional, biasanya mereka akan melewati tingkatan pemahaman antara yang disebut dengan pemahaman formal. Berikut ini tahap-tahap pemahaman siswa menurut Byers dan Herscovics (Byers dan Herscovics dalam Inchul jung, 2002):

1. Pemahaman intuitif (intuitive understanding). Pada tingkat pemahaman ini seorang siswa sering menebak jawaban berdasarkan pengalaman-pengalaman sehari-hari dan tanpa melakukan analisis terlebih dahulu.Akibatnya, meskipun siswa dapat menjawab suatu pertanyaan dengan benar, tetapi dia tidak dapat menjelaskan alasan dari jawaban tersebut.

2. Pemahaman instruksional (instrumental understanding). Pada tingkatan ini seorang siswa sudah mampu menerapkan rumus atau aturan yang telah mereka miliki untuk memecahkan permasalahan namun tidak mengetahui mengapa rumus atau aturan itu digunakan 3. Pemahaman formal (formal understanding). Pada tingkatan ini

siswa sudah mampu untuk memahami atau menguasai simbol-simbol dan notasi-notasi yang digunakan dalam matematika atau sains, kemudian menghubungkannya dengan konsep-konsep yang relevan di dalam matematika atau sains, dan menggabungkannya ke dalam rangkaian pemikiran yang logis.

4. Pemahaman relasional (relational understanding). Pada tingkatan ini siswa telah memiliki kemampuan untuk menyimpulkan aturan atau prosedur secara spesifik dari hubungan matematika atau sains yang lebih umum.

(25)

pemahaman relasional sebagai tingkatan pemahaman yang paling tinggi berada pada puncak tetrahedral. Namun demikian, Byers dan Herscovics menyadari dan sangat hati-hati untuk tidak secara spesifik menunjuk tingkatan pemahaman mana yang harus diutamakan di dalam proses belajar mengajar. Secara lebih arif mereka menyarankan agar guru menggunakan pendekatan selama dalam proses pembelajaran dimana keempat tingkatan pemahaman tersebut digunakan secara runtut dan berulang-ulang menuju ke tingkatan yang lebih tinggi.

Gambar 1.1

Hal senada dengan Byers dan Herscovics juga dikemukakan oleh Buxton (Wahyudi, 1999) Buxton berpendapat bahwa tingkat pemahan dapat dibagi menjadi empat tingkatan.

1. Tingkatan pertama disebut pemahaman meniru(rote learning). Pada tingkatan ini siswa dapat mengerjakan suatu soal tetapi tidak tahu mengapa dia harus menggunakan rumus tersebut.

Relational understanding

Formal understanding

Instrumental understanding

(26)

lebih mengerti setelah melihat adanya suatu pola atau kecenderungan.

3. Tingkat pemahaman ketiga disebut pemahaman pencerahan (insightful understanding). Sebagai ilustrasi, ada seorang siswa yang mampu menjawab soal-soal dengan baik dan tepat, tetapi baru kemudian menyadari mengapa dan bagaimana dia dapat menyelesaikannya setelah berdiskusi ulang atau mempelajari ulang materinya.

4. Tingkatan keempat adalah tingkatan pemahaman relasional (relational understanding). Sama dengan yang dikemukakan Skemp, hanya saja Buxton menambahkan bahwa pada tingkatan pemahaman ini, siswa tidak hanya tahu tentang penyelesaian suatu masalah, melainkan dia juga dapat menerapkannya pada situasi lain, baik yang relevan maupun yang lebih kompleks.

B.3 Perubahan Konsep

Pada awal tahun 1980-an kelompok peneliti pendidikan sains dan filsafat sains dari Universitas Cornell mengembangkan teori perubahan konsep. Teori ini didasaari oleh gagasan disequilibration dan akomodasi Piaget serta revolusi sains Thomas Kuhn (Davis, 2001).

Perubahan konsep secara umum didefinisikan sebagai belajar yang mengubah kosepsi yang sudah ada (seperi kepercayaan, ide, jalan berpikir). Belajar dengan perubahan konsep tidak hanya mengumpulkan fakta dan ketrampilan baru (Davis, 2001). Namun juga harus mengkonfrontasikan ketidak konsistenan teori yang dimiliki dengan pengalamannya (Wetson, Bruce, Richard Kopenicek, 1990).

(27)

gagasan mereka untuk semakin maju. Sehingga dengan demikian jelas bahwa rasionalitas manusia lebih dipandang sebagai gerak untuk mencari sesuatu yang lebih sempurna, bukan hanya statis dangan apa yang telah dicapai.

Phosner, Kuhn, Strike, Hewston dan Gertzog menjelaskan adanya dua langkah yang tidak dapat dipisahkan dari filsafat sains :

1. Sentral komitmen yaitu para ilmuwan mendefinisikan persoalan, strategi dan menentukan kriteria untuk menyelesaikan persoalan.

2. Perubahan sentral komitmen harus dilakukan bila definisi, strategi dan kriteria yang digunakan menghasilkan akibat yang berlawanan dengan anggapan para ilmuwan serta perubahan dapat pula dilakukan apabila definisi, strategi maupun kriteria yang digunakan tidak dapat menyelesaikan persoalan yang dihadapi.

Dalam proses belajar perubahan konsep kedua tahap di atas mirip dengan proses asimilasi dan akomodasi yang ada dalam teori adaptasi Piaget. Perubahan pada tahap pertama disebut asimilasi sedangkan perubahan tahap yang kedua disebut akomodasi (Suparno,2000:16). Asimilasi terjadi bila suatu gejala atau fenomena yang baru dengan sedikit perubahan atau penyesuian dapat hadapi dengan konsepsi yang telah ada. Di dalam akomodasi siswa harus merubah seluruh konsepsi yang telah dimiliki atau ada karena konsepsi yang baru atau telah ada tidak dapat lagi di gunakan menghadapi fenomena atau gejala baru.

Posner,dkk. (Suparno, 1996:167) menjelaskan bahwa proses akomodasi memerlukan suatu kondisi tertentu:

1. Harus ada ketidak puasan terhadap konsepsi yang ada. Siswa merubah konsepsinya bila mereka percaya konsepsi yang sudah mereka punyai tidak dapat lagi digunakan dalam menghadapi situasi, pengalaman atau fenomena baru.

(28)

3. Konsepsi yang baru harus dapat diterima akal yaitu memiliki kemampuan untuk memecahkan masalah yang dimunculkan pendahulu dan harus konsisten dengan teori atau pengetahuan lain dan pengalaman yang telah lama ada.

4. Konsepsi yang baru harus bermanfaat untuk riset dan mempunyai potensi untuk dikembangkan dan membuka penemuan baru.

Menurut Posner salah satu penyebab utama perubahan konsepsi dapat terjadi adalah karena adanya peristiwa anomali. Yaitu suatu peristiwa dimana siswa tidak dapat menggunakan konsepsi-konsepsi yang telah dimiliki untuk memahami fenomena baru. Misalnya bagi siswa yang beranggapan bahwa benda yang memiliki massa lebih besar bila bergerak jatuh bebas akan memiliki percepatan yang lebih besar daripada benda yang massanya lebih kecil, ketika mereka menyaksian bahwa percepantanya sama mereka menjadi bingung. Kejadian semacam ini akan menantang siswa berpikir dan mempersoalkan kembali konsepsi awal mereka (Suparno,1997:51). Menurut Chinn ada beberapa macam sikap yang diambil oleh para ilmuwan ataupun siswa pada saat menghadapi data anomali. Adapun sikap itu adalah sebagai berikut:

1. Mengabaikan atau menolakya.

2. Memberikan pengecualian data anomali dari data yang telah ada. 3. Mengartikan kembali data itu.

4. Mengartikan dan sedikit melakukan perubahan pada teori atau konsepnya.

5. Menerima data dan merubah teori atau konsep sebelumnya.

(29)

inipun harus lebih akurat, lebih luas dari teori yang sudah ada dan segala penjelasan yang ada dalam teori tersebut harus konsisten satu dengan yang lainnya sebab mengulangi dan membiarkan orang untuk mengamati secara langsung, menggunakan data yang telah dimengerti orang akan membuat data lebih dipercaya (Suparno, 2000: 17-18).

Corey menguraikan bahwa ada dua perubahan konsepsi yaitu rekonstruksi kuat dan rekonstruksi lemah. Pada rekonstruksi kuat seseorang akan merubah konsepsi yang telah mereka punyai, sedangkan pada rekonstruksi lemah orang hanya akan memperluas konsepsinya saja. Bila diamati pada rekonstruksi kuat kejadiannya mirip dengan akomodasi, sedangkan pada rekonstruksi lemah mirip dengan asimilasi.Untuk dapat membuat rekonstruksi kuat perlu metode pengajaran yang dapat merubah konsep, yaitu dengan menciptakan ketidak seimbangan (disekuilibrium) dalam pikiran siswa (Suparno,1997).

Dykstra, Boyle, dan Monarch mengelompokkan perubahan konsep dalam suatu taksonomi non hirarkis. Menurut mereka ada tiga tipe perubahan konsep diferensiasi, kelas extensi dan rekonseptualisasi. Diferensiasi akan muncul bila konsep-konsep baru muncul dari konsep-konsep yang sudah ada yang lebih umum. Misalnya, kecepatan dan percepatan muncul dari gagasan umum tentang gerak. Ekstensi terjadi bila konsep yang kelihatan bebeda, ternyata adalah suatu kasus dari konsep sebelumnya. Contohnya, diam dan bergerak dengan kecepatan tetap bila dilihat dari kacamata Newton akan terlihat sama. Rekonseptualisasi terjadi bila perubahan signifikan dalam sifat dan hubungan antara konsep-konsep terjadi. Misalnya, dari gaya menyebabkan gerak menjadi gaya menyebabkan percepatan (Suparno,2000:18).

(30)

dan diasimilasikan siswa, sehingga konsepsi siswa akan terus berkembang. Hal ini senada dengan yang dikatakan Davis (2001), menurutnya hal utama dalam mengajar dengan perubahan kosep meliputi:

1. Penemuan siswa mengenai kosepsi awal terutama tentang topik atau peristiwa.

2. Menggunakan berbagai teknik untuk membantu siswa merubah kerangka konsepsinya (Davis, 2001). Perubahan itu dapat dalam arti siswa memperluas konsepsi dari yang belum lengkap menjadi lebih lengkap, dari belum sempuna menjadi sempurna. Dapat pula perubahan itu terjadi dari konsepsi yang salah menjadi konsepsi yang benar (Suparno, 2000 :18).

Perubahan konsepsi yang dialami siswa, sangat berpengaruh pada proses siswa untuk menuju tingkatan pemahaman yang lebih tinggi. Melalui proses asimilasi dan akomodasi menurut Piaget atau rekonstruksi kuat dan rekonstruksi lemah Corey, konsepsi yang dimiliki siswa akan menjadi lebih luas dan lebih sempurna. Dengan semakin luas dan sempurnanya konsep yang dimiliki siswa maka akan membawa mereka pada tingkat pemahaman yang lebih tinggi.

B.4 Struktur Pengajaran dengan Pendekatan Perubahan Konsep

(31)

merupakan alat yang effektif dalam pengajaran dengan perubahan konsep (Duit dalam Davis, 2001). Di dalam strategi ini diciptakan situasi dimana konsepsi siswa mengenai suatu masalah tertentu dinyatakan secara eksplisit kemudian ditantang untuk menciptakan konflik kognitif atau disequilibrium. Aspek konstruktivistik, asimilasi dan akomodasi merupakan bagian dalam tahapan perubahan konsepsi

Konflik kognitif merupakan dasar untuk mengembangkan model atau strategi pengajaran dengan perubahan konsepsi. Walaupun model atau strategi pendekatan pengajaran dengan perubahan konsepsi yang dikembangkan berbeda-beda, namun secara struktur memiliki kesamaan dengan model pengajaran yang dikemukakan Novick (Nussbaum and Novick dalam Davis, 2001). Adapun struktur pengajaran dengan perubahan konsepsi adalah sebagai berikut:

1. Mengungkapkan konsepsi awal siswa

Langkah dalam proses perubahan konsepsi adalah siswa mengungkapkan konsepsi awal mereka atau gagasan mereka sendiri tentang topik yang ada. Menurut Angie Garcia (2002) dalam beberapa peristiwa, siswa tidak mengetahui konsepsi awal mereka oleh karena itu perlu dilakukan pengungkapan untuk meralisasikan konsepsi mereka. Ada dua jenis peristiwa pengungkapan. Peristiwa pertama, situasi dimana konsepsi awal siswa tidak diketahui dan guru meminta siswa untuk memprediksi dan menjelaskan alasan yang mendasari prediksinya. Peristiwa kedua adalah konsepsi awal siswa telah diketahui, namun siswa tetap harus mengungkapkan dasar pemikiran dari konsepsi awal mereka. Konsepsi awal siswa juga dapat dinyatakan dalam berbagai bentuk seperti : presentasi dengan Power Point, mendeskripsi tertulis atau lisan, gambaran atau ilustrasi, membuat model, desain, cerita, peta konsep ataupun kombinasinya.

2. Diskusi dan evaluasi

(32)
(33)

mengamatinya secara langsung, maka disini simulasi komputer dapat menjembatani kesulitan yang terjadi. Lebih lanjut Steindberg menjelaskan bahwa dengan simulasi komputer siswa diberi kebebasan untuk memilih yang terbaik karena komputer memiliki berbagai tingkatan petunjuk, umpan balik dan perbaikan informasi untuk menolong siswa. Dalam simulasi dengan menggunakan komputer siswa juga dapat memanipulasi data, mengumpulkan data, menganalisis data, dan mengambil kesimpulan. Bila dalam simulasi siswa menemukan data yang berbeda dengan konsepsi mereka sebelumnya, maka siswa akan mengalami konflik dalam pikirannya. Konflik inilah yang mendorong anak berusaha menemukan penjelasan mengapa hal ini dapat terjadi. Didalam upaya menemukan penjelasan inilah siswa mengalami perubahan konsepsi dari yang tidak benar mejadi benar atau dari yang kurang lengkap menjadi lebih lengkap.

B.5.2 Peta Konsep

Peta konsep juga dapat digunakan untuk mamabantu mengatasi miskonsepsi. Peta konsep adalah gambaran skematis untuk mempresentasikan suatu rangkaian konsep dan kaitannya antar konse-konsep tersebut. Peta konsep mengungkapkan hubungan-hubungan yang berarti antara konsep-konsep dan menekankan gagasan-gagasan pokok (Novak & Gowin, 1984; Feldsine, 1987; Flower, 1987; Moreira.1987 dalam Kartika Budi 1992). Dengan mengetahui peta konsep yang dimiliki siswa, dapat diketahui pula apakah siswa mengalami miskonsepsi atau tidak. Bila siswa mengalami miskonsepsi, maka konsepsi siswa yang salah tadi perlu ditantang supaya terjadi konflik kognitif sehingga siswa dapat didorong untuk melakukan perubahan terhadap konsepsinya sehingga konsepsi siswa menjadi benar atau lebih lengkap.

B.5.3 Wawancara

(34)

yang dilakukan dapat berbentuk wawancara bebas ataupun terstruktur. Dalam wawancara bebas, guru bebas bertanya kepada siswa dan siswa dapat dengan bebas menjawab. Apa yang hendak ditanyakan dan urutan pertanyaan dalam wawancara itu tidak perlu dipersiapkan. Sedangkan dalam wawancara terstruktur, pertanyaan sudah dipersiapkan dan urutannya secara garis besar sudah tersusun. Keuntungan wawancara terstruktur adalah guru dapat secara sistematis bertanya dan mengorek pemikiran siswa. Model wawancara ini memang hanya dapat dilakukan secara personal karana kesulitan dan miskonsepsi siswa dapat berlainan. Maka, membutuhkan waktu yang cukup banyak bagi guru atau peneliti untuk memahami miskonsepsi dan mencari penyebabnya.

B.5.4 Eksperimen

Menurut Sujanti (1999), eksperimen adalah suatu kegiatan menggunakan alat-alat sains dengan tujuan untuk mengetahui sesuatu yang baru (setidak-tidaknya bagi orang itu sendiri, meskipun tidak baru lagi bagi orang lain) atau untuk mengetahui apa yang tejadi kalau diadakan suatu proses tertentu. Sedangkan menurut Rohandi (1998) eksperimen merupakan percobaan yang dilakukan untuk memperoleh data sehingga proses analisis dan kesimpulannya dapat berlangsung.

Eksperimen bertujuan membantu siswa dalam mengkonstruksi pengetahuannya dan menyesuaikan dengan pengalamannya, membantu siswa lebih aktif dalam belajar, melatih siswa untuk berpikir secara ilmiah (melatih siswa untuk mengamati, menalar, mengenal hasil percobaan, merumuskan kesimpulan, dan menjelaskan hasil eksperimen), menghidupkan pelajaran dan mendorong siswa dalam belajar, meningkatkan daya pemahaman dan meningkatkan daya ingat siswa, menanamkan pengertian tentang konsep, prinsip, hukum, teori dan fakta, melatih siswa untuk bekarja dengan tekun, teliti dan bersifat positif (jujur, tidak putusasa, dll) dalam melakukan eksperimen, meningkatkan siswa untuk berpikir kritis dalam melakukan eksperimen, dan menanamkan cara kerja dan berpikir ilmiah.

(35)

objek atau kejadian (Sinaradi, 1998). Hal senada juga dikemukakan Sumaji (196), menurutnya melalui eksperimen siswa dapat memecahkan berbagai masalah dan menguji bermacam-macam hipotesis.

Melihat manfaat-manfaat dari eksperimen dalam pembelajaran khususnya matapelajaran Fisika. Eksperimen memiliki beberapa kelebihan antara lain : siswa dapat mengorganisasikan cara berpikir, siswa dapat membuat hubungan yang cocok antara berbagai ide yang mereka miliki dengan berbagai konsep ilmiah (Rohandi, 1998), dengan metode eksperimen siswa lebih terlibat karena mereka sendiri yang melaksanakan kegiatan, dengan esperimen siswa dapat trampil menggunakan alat, siswa dapat aktif terlibat mengumpulkan fakta, informasi, data yang diperlukan melalui eksperimen, siswa mendapat kesempatan untuk menguji kebenaran hipotesis dengan eksperimen yang dilakukan.

Metode eksperimen ini memang banyak menguntungkan siswa, tetapi juga terdapat kelamahan pada metode eksperimen ini. Adapun kelemahan dari pembelajaran dengan eksperimen adalah memerlukan sejumlah set alat sesuai dengan jumlah kelompok atau siswa, sehingga memerlukan biaya yang cukup mahal untuk membelinya, memerlukan ruangan khusus dan waktu khusus untuk mempersiapkan, melakukan dan pengemasan alat yang digunakan untuk melakukan eksperimen (Kartika Budi, 1998). Kegagalan atau kesalahan dalam eksperimen dapat mengakibatkan salah informasi bagi siswa (Rinawati, 2000:22).

Eksperimen sebagai salah satu metode belajar yang dapat dimanfaatkan oleh guru fisika untuk pengajaran tertentu. Agar kegiatan belajar lancar dan mendapatkan hasil yang optimal maka diperlukan langkah-langkah sebagai berikut :

1. Peneliti menerangkan dan menjelaskan tujuan dari diadakannya eksperimen, misalnya agar siswa mengetahui proses apa yang terjadi, benar tidaknya hipotesis. Siswa diminta merumuskan hipotesisnya (hasil pretest).

(36)

3. Peneliti dan siswa mendiskusikan urutan langkah-langkah dalam mempertunjukkan atau mencobakan sesuatu, hal-halyang perlu diamati dan dicatat selama eksperimen.

4. Siswa melakukan eksperimen sendiri, dan mengambil data untuk melihat kebenaran hipotesi yang mereka buat. Peneliti membantu dan membimbing dan mengawasi eksperimen yang dilakukan siswa.

5. Siswa mencatat data dan menyimpulkan hasil eksperimen.

6. Siswa dan peneliti melakukan diskusi singkat menegenai hal-hal yang siswa peroleh dan kerjakan selama eksperimen

B.5.5 Metode Yang Digunakan Dalam Penelitian

Berdasarkan teori diatas, dalam penelitian ini akan digunakan metode percobaan dan wawancara untuk membantu siswa merubah konsepsinya dan mendorong siswa untuk mencapai tingkat pemahaman yang lebih tinggi. Oleh peneliti metode ini diberinama percobaan dan wawancara terarah.

(37)

pemahaman siswa. Pertanyaan menantang pemahaman siswa dapat menimbulkan konflik kognitif dalam diri anak dan mencipatakan disequlibrium sehingga perubahan konsepsi dapat terjadi. Pertanyaan yang bersifat mengarahakan berguna untuk mengarahkan siswa dalam membangun pemahamannya serta mengarahkan proses jalannya perubahan konsepsi sehingga pemahaman dan konsepsi yang akan terbetuk merupakan pemahaman dan konsepsi yang benar atau sesuai dengan konsep para ilmuwan.

B.6 Certainty Of Response Index (CRI)

Untuk membedakan jawaban tes diagnostik yang berbentuk multiple coice antara siswa yang kekurangan pengetahuan (a lack of knowledge) dengan miskonsepsi adalah dengan certainty of response index (CRI). Menurut Hasan (Hasan dalam Marsil, N. Asma, 2002) jika derajat kepastian rendah (skala CRI 0 ~ 2) ini menunujkkan bahwa penentuan jawaban jawaban lebih signifikan dengan cara kira-kira (guesswork) baik jawaban itu benar atau salah, yang pasti ini disebabkan karena kekurangan pengetahuan mereka. Jika CRI-nya tinggi (3 ~ 5) respoden ini menunjukkan kepercayaa yang tinggi pada hukum dan metode yang digunakan untuk sampai pada jawaban mereka. Kalau jawaban itu salah, ini menunjukan kesalahan menerapkan pengetahuan dalam penyelesaian masalah yang dihadapi. Kesalahan menerapkan hukum atau metode sehubungan dengan pertanyaan yang diberikan ini menunjukan indikasi adanya miskonsepsi. Dengan menggunakan CRI ini memungkinkan kita membedakan jawaban sebuah pertanyaan sebagai kekurangan pengetahuan (a lack of knowledge) dari miskonsepsi. Pada CRI ini seorang responden diminta memberikan derajat kepastian (the degree of certainty) mereka dalam menyeleksi dan memanfaankan pengetahuan, konsep atau hukum untuk menjawab suatu item soal. Dengan demikian keberadaan miskonsepsi dapat diketahui

(38)

B.7. Hukum Newton III

B.7.1 Gaya

Gaya didefinisikan sebagai suatu bentuk interaksi antara dua benda (Alonso dan Finn, 1990) yang dirasakan sebagai tarikan atau dorongan. Gaya dapat mempercepat dan memperlambat gerak benda. Gaya juga mengubah gerak benda. Gaya juga dapat mengubah gerak benda, misalnya gaya sentripetal yang setiap saat mengubah arah gerak benda sehingga benda dapat berbelok mengikuti lintasan lingkaran.

Gaya memiliki arah dan besar, dan merupakan besaran vektor yang mengikuti aturan penjumlahan vektor. Setiap gaya dapat dinyatakan pada diagram dengan suatu anak panah. Arah anak panah menunujukkan arah dorongan atau tarikan sedangkan panjangnya digambarkan sebanding dengan besar atau kuatnya gaya.

B.7.2 Hukum III Newton

Gambar 1.2 Amir mendorong Dinding

Hukum III Newton atau sering juga disebut hukum aksi-reaksi menjelaskan tentang interaksi antara dua benda. Sebagai contoh, pada gambar diatas, Amir sedang mendorong dinding dengan gaya F. Amir merasa bahwa tangannya didorong oleh

F1

F

(39)

dinding dengan gaya F1

. Gaya F1

disebut gaya reaksi karena gaya ini timbul setelah F dikerjakan pada tembok. Jadi F adalah gaya yang dikerjakan Amir pada tembok dan F1 adalah gaya yang dikerjakan tembok pada Amir. Newton menjelaskan peristiwa ini dengan pernyataan: Jika benda A mengerjakan gaya pada benda B (gaya aksi FAB), maka benda B akan mengerjakan gaya pada benda A (gaya reaksi, FBA). Pernyataan inilah yang kita kenal sebagai Hukum III Newton. Secara matematis hukum II Newton dapat ditulis: F = - F1

atau FAB = - FBA

Dari uraian di atas dapat disimpulkan syarat-syarat gaya aksi reaksi yaitu: 1. Arahnya berlawanan.

2. Besarnya sama.

3. Bekerja pada benda yang berbeda (F atau FAB pada tembok dan F1 atau FBA pada Amir).

Hal penting lainnya yang perlu diperhatikan dari pasangan gaya aksi-reaksi ialah titik tangkap Gaya F dan F1

. Pada gambar 1 nampak bahwa titik tangkap F dan F1 berimpit di titik P pada bidang sentuh. Ini berarti bahwa gaya aksi-reaksi juga merupakan gaya kontak. Jadi gaya aksi-reaksi termasuk gaya kontak.

(40)

Gambar 1.3 Gaya aksi-reaksi pada gaya-gaya jarak jauh.

Sebuah bola besi diletakkan di atas meja. Gaya kontak yang terjadi antara bola besi dan meja adalah gaya normal N sebagai gaya reaksi, dan N1 adalah gaya aksi. Karena bola besi memberikan gaya tekan pada meja, jadi :

N1

= - N

Tetapi bola besi memiliki berat w yang ditimbulkan oleh gravitasi bumi. Ini berarti bumi mengerjakan gaya aksi pada bola besi yaitu gaya w, maka bola besi juga mengerjakan gaya pada bumi yaitu w1. Jadi w gaya aksi dan w1 gaya reaksi, hal ini dapat dituliskan sebagai:

(41)

Bila diperhatikan bahwa titik tangkap gaya w pada bola besi dan titik tangkap gaya w1 pada bumi. w dan w1

merupakan pasangan gaya aksi-reaksi dari gaya jarak jauh.Contoh lain gaya aksi-reaksi jarak jauh dalam kejadian sehari-hari misalnya:

• Gaya tarik menarik kutub Utara dengan kutub Selatan magnet. • Gaya tarik menarik bumi dengan bulan.

• Gaya tolak menolak antara muatan listrik muatan positif dengan muatan positif, muatan negatif dengan muatan negatif.

C. BATASAN MASALAH

Berdasarkan identifikasi masalah diatas, penulis menetapkan penelitian ini dibatasi pada:

1. Perubahan konsepsi yang terjadi hanya pada 6 orang siswa dengan miskonsepsi paling tinggi yang diperoleh melalui pretest pada siswa kelas X SMA Pangudi Luhur Sedayu dalam pokok bahasan Hukum III Newton.

2. Jenis kelamin dan latar belakang keluarga dianggap sama karena sampel diambil dari kelas dan sekolah yang sama

D. RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan pada batasan masalah di atas maka rumusan masalah penelitian ini adalah:

1. Bagaimanakah pemahaman siswa tentang hukum III Newton sebelum pembelajaran dengan metode percobaan dan wawancara terarah?

2. Bagaimanakah pemahaman siswa tentang hukum III Newton sesudah pembelajaran dengan metode percobaan dan wawancara terarah?

(42)

E. TUJUAN PENELITIAN

Berdasarkan masalah yang telah dirumuskan di atas, maka penelitian ini bertujuan untuk membantu siswa merubah konsepsinya dan mendorong siswa mencapai tingkat pemahaman yang lebih tinggi mengenai hukum III Newton

F. MANFAAT PENELITIAN

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan dalam bidang pendidikan, khususnya pendidikan fisika di SMA dan juga memberi masukan bagi pihak-pihak yang tertarik dengan masalah yang dibahas dalam penelitian ini. Selain itu, penelitian ini diharapkan dapat menjadi umpan balik bagi pihak-pihak yang terkait untuk menjadi pertimbangan.

1. Mahasiswa

Sebagai mahasiswa pendidikan fisika dan calon guru fisika, diharapkan dapat memberikan informasi kemampuan siswa dalam memahami peruhukum III Newton dan proses perubahan konsepsi yang terjadi selama proses mempelajari hukum III Newton

2. Guru

(43)

BAB II

METODOLOGI PENELITIAN

Metodologi penelitian sangat penting dalam proses pengumpulan data. Metodologi penelitian akan memberikan petunjuk dalam pelaksanaan penelitian. Kata metodologi berasal dari bahasa latin yaitu methos dan logos. Methos berarti jalan atau cara, sedangkan logos berarti ilmu, sehingga metodologi dapat diartikan sebagai ilmu yang membicarakan tetang jalan atau cara yang ditempuh untuk menuju kebenaran ilmu pengetahuan.

A. JENIS PENELITIAN

Jenis penelitian yang akan dilakukan bersifat diskriptif kualitatif, eksploratif dan kuantitatif. Dalam penelitian ini akan memberikan penjelasan dan mendiskripsikan keadaan subyek yang diteliti khususnya pemahaman siswa tentang Hukum III Newton dan perubahan konsepsi yang terjadi. Penelitian ini lebih dahulu akan mengungkap pemahaman awal siswa, mengelompokkan konsepi-konsepsi siswa, melihat tingkat pemahaman dan miskonsepsi yang terjadi. Peneliti akan cenderung menganalisa data secara induktif serta tidak mencari data atau bukti untuk membuktikan atau tidak membuktikan hipotesa yang dipunyai sebelumnya. Data yang diperoleh akan berupa kata-kata, gambar-gambar, keadaan, hasil tes. Yang termasuk data yaitu hasil tes tertulis, transkip wawancara, fieldnotes. Data juga akan dianalisis secara statistik seperti dengan menyatakan modus, median, mean dari data

B. METODE MENENTUKAN SUBJEK

(44)

B.1. Populasi

Menurut Suharsimi Arikunto (1999) populasi adalah keseluruhan subjek penelitian. Sementara itu menurut Hadi (1987) populasi merupakan sejumlah individu yang setidaknya memiliki satu ciri sama. Dari populasi diambil contoh atau sampel yang diharap mewakili populasi. Dalam hal ini populasi penelitian adalah siswa SMU Panggudi Luhur Sedayu, Bantul, Yogyakarta kelas XB.

B.2. Sampel

Proses mengambil subjek atau objek yang ada pada populasi disebut dengan sampel. Tentang sampel Arikunto mengemukakan bahwa sampel adalah sebagian atau wakil dari populasi (Arikunto,1999). Sempel harus representatif dalam arti karakteristik dan sifat sampel menggambarkan sifat dan karakteristik populasinya.

Jadi, metode sampel adalah cara menentukan subjek dengan mengambil sebagian dari popuasi yang memiliki karakteristik dan sifat yang menggambarkan atau dapat mewkili seluruh populasi. Dalam pengambilan sampel harus diusahakan agar diperoleh sampel yang benar-benar dapat berfungsi sebagai sampel atau dapat menggambarkan keadaan yang sebenarnya. Dalam penelitian ini akan diambil 6 orang yang memiliki miskonsepsi terbanyak sebagai sampel.

C. VARIABEL PENELITIAN

Variabel merupakan sesuatu yang menjadi objek penelitan atau faktor-faktor yang memegang peranan penting dalam suatu penelitian. Variabel dalam penelitian yakni:

C.1. Variabel Bebas

(45)

C.2. Variabel Terikat

Variabel terikat adalah perilaku atau tanggapan yang diukur (Coolican,1994). Hal yang menjadi variabel terikat dalam penelitian ini adalah miskonsepsi yang terjadi dan perubahan pemahaman yang terjadi dalam Hukum III Newton.

A. DESAIN PENELITIAN

Gambar 2.1 Desain penelitian

(46)

selama kurang lebih 60 – 75 menit. Hasil wawancara juga direkam menggunakan tape recorder guna memudahkan dalam analisis.

Setelah mengetahui pemahaman awal siswa dan salah konsep yang dimiliki siswa, maka beberapa siswa yang dipilih sebagai partisipan yang diwawancara diberikan treatmen pembelajaran dengan metode percobaan dan wawancara terarah. Percobaan dan wawancara terarah akan dilakukan kurang lebih 60 menit dan direkam untuk mempermudah dalam melakukan analisis. Percobaan dalam penelitian ini digunakan untuk mengkontraskan konsepsi yang telah dimiliki siswa dengan kenyataan yaitu hasil percobaan. Dengan mengkontraskan konsepsi siswa dengan kenyataan maka konsepsi yang telah dimiliki siswa akan ditantang untuk diuji kebenarannya. Jika konsepsi siswa benar menurut Davis (2001), konsepsi tersebut akan memiliki status yang lebih tinggi dalam diri siswa, jika salah maka akan terjadi penurunan status pada konsepsi yang telah dimiliki siswa dan mendorong terbentuknya 4 kondisi yang diperlukan untuk terjadinya perubahan konsepsi. Wawancara terarah digunakan dalam penelitian ini untuk membantu siswa menyadari kesalahannya, membantu siswa membangun pemahamannya dan mengarahkan proses perubahan konsep yang terjadi dalam diri siswa supaya tidak terjadi miskonsepsi. Wawancara ini dilakukan dengan memberikan pertanyaan-pertanyaan kepada siswa, sebab menurut Clarence H. Benson pertanyaan merupakan pintu dan jendela untuk menambah pengetahuan (Benson, 1986 dalam e-Bina Anak). Pertanyaan yang diberikan dalam wawancara terarah bersifat menantang pemahaman siswa dan mengarahkan pemahaman siswa. Pertanyaan menantang pemahaman siswa dapat menimbulkan konflik kognitif dalam diri anak dan mencipatakan disequlibrium sehingga perubahan konsepsi dapat terjadi. Pertanyaan yang bersifat mengarahakan berguna untuk mengarahkan siswa dalam membangun pemahamannya serta mengarahkan proses jalannya perubahan konsepsi sehingga pemahaman dan konsepsi yang akan terbetuk merupakan pemahaman dan konsepsi yang benar atau sesuai dengan konsep para ilmuwan.

(47)

pemahaman akhir siswa setalah mengikuti kegiatan pembelajaran dengan metode percobaan dan wawancara terarah. Dari data pemahaman awal siswa, perkembangan pemahaman konsep siswa selama treatmen dan pemahaman akhir siswa, akan dibuat sebuah diskripsi bagaimana anak mengalami perubahan konsepsi dan apakah masih terjadi salah konsepsi pada hal yang sama.

B. INSTRUMEN PENELITIAN

E.1. Pretes dan Posttes

Soal pretes dan posttes masing masing terdiri dari 20 soal pilihan ganda disertai alasan jawaban yang lebih bersifat konseptual tentang Hukum III Newton yang dibuat sendiri oleh peneliti. Untuk untuk membedakan jawaban tes pilihan ganda antara siswa yang kekurangan pengetahuan (a lack of knowledge) dengan miskonsepsi, maka untuk setiap item soal siswa diminta mengisi skala CRI (Certainty of Response Index) ditempat yang telah disediakan. Soal pretes akan diberikan sebelum siswa menerima treatmen, sedangkan soal posttes diberikan setelah siswa menerima treatmen. Adapun kisi-kisi soal yang digunakan dalam penelitian ini sebagai berikut :

Tabel 2.1

Kisi-kisi Soal

No No Soal Konsep

1 No 1, No 2 Pengertian hukum III Newton 2 No 3, No 4, No 5,

No 6

Menganalisis gambar gaya-gaya yang bekerja pada suatu sistem

3 No 7 Contoh gaya Aksi-reaksi dalam kehidupan sehari-hari

4 No 8, No 10, No 17, No18

Analisis dan penerapan Hukum III Newton dalam kehidupan sehari-hari yang berkaitan dengan tumbukan

5 No 9, No 11, No 12, No 13, No 14, No 15 No 16, No 19

(48)

kehidupan sehari-hari yang berkaitan dengan gerak melingkar

E.2 Percobaan

Percobaan digunakan untuk memberikan treatmen kepada 6 siswa yang terpilih menjadi sampel untuk mendorong mereka merubah konsepsinya menjadi lebih lengkap atau benar sesuai dengan konsep para ilmuwan dan untuk mendorong siswa mencapai tingkat pemahaman yang lebih tinggi. Didalam simulasi ini diperlukan peralatan seperti tali, Newtonmeter dan balok.

E.3. Wawancara

Wawancara yang akan dilakukan bersifat bebas terstruktur yaitu bebas berarti peneliti bebas menanyakan apa saja yang diperlukan dan siswa dapat dengan bebas menjawab, sedangkan terstruktur berarti pertanyaan sudah dipersiapkan dan urutannya secara garis besar telah dipersiapkan lebih dahulu sehingga peneliti dapat secara sistematis mengarahkan konsepsi siswa, bertanya dan mengungkap pemikiran siswa. Hasil wawancara juga akan direkam menggunakan tape recorder untuk memudahkan dalam analisis nantinya.

C. UJI KEANDALAN INSTRUMEN

Untuk keandalan instrumen dilakukan dengan metode “expert justification”, yaitu dengan mengkonsultasikan treatmen yang digunakan kepada orang yang peneliti anggap lebih ahli membuat dan menyusun instrument yaitu dosen pembimbing. Berdasarkan kritik, saran serta petunjuk yang diberikannya, instrumen ini diperbaiki dan dinyatakan dapat digunkan.

D. TREATMEN

Tretmen adalah perlakuaan peneliti kepada apa yang mau diteliti agar nantinya mendapatkan data yang di inginkan (Suparno,2000:23). Treatmen yang diberikan kepada siswa berupa pengajaran dengan metode percobaan dan wawancara terarah.

(49)

yaitu gaya dorong dan gaya tarik. Dari pemberian gaya dorong dan gaya tarik pada blok ini diharapkan siswa dapat membangun konsepnya mengenai pengertian gaya.

Gambar 2.2 Menarik dan mendorong balok

Pada percobaan II, siswa diminta untuk mendorong dinding (gambar 2.3) dan merasakan gaya yang reaksi yang dilakukan dinding pada telapak tangan mereka sebagai reaksi atas gaya yang mereka lakukan pada dinding.

Gambar 2.3 Mendorong dinding

Percobaan III ini terbagi dalam dua sesi. Sesi pertama siswa diminta untuk menarik sebuah newtonmeter, dan kemudian menganalisis arah gayanya. Sesi kedua siswa diminta untuk menyambung newtonmeter kemudian menarik salah satu ujungnya dan menganalisis arah, letak dan besar gaya-gaya yang bekerja pada newtonmeter.

balok

(50)

Gambar 2.4 Menarik newtonmeter

Percobaan IV ini terdiri dari 2 sesi. Sesi pertama siswa diminta untuk memprediksi serta membuktikan besarnya gaya aksi-reaksi pada peristiwa orang yang mendorong mobil namun mobil belum sampai bergerak. Pada sesi kedua siswa diminta untuk memprediksi serta membuktikan besarnya gaya aksi-reaksi pada peristiwa orang yang mendorong mobil sampai bergerak. Baik pada sesi pertama maupun sesi kedua, sebagai model dari mobil akan digunakan balok dan untuk mengukur besarnya gaya akan digunakan newtonmeter.

Gambar 2.5. Menarik balok dengan menggunakan Newtonmeter

H. METODE ANALISIS DATA

H.1. Data Pretest dan Posttes

Setelah data pretest dan posttes terkumpul, maka dilakukan anlisis terhadap hasil jawaban siswa. Kriteria pensekoran untuk menentukan baik atau kurang baiknya tingkat pemahaman anak serta untuk menentukan apakah pemahaman siswa berdasarkan kriteria Skemp. Kriteria menurut Skemp dipilih karena pada kriteria ini

(a)

(b)

Newtonmeter

(51)

pemahaman siswa di klasifikasikan berdasarkan kemampuannya dalam memberikan alasan, sebab pada soal test tertulis sulit untuk menentukan pemhaman siswa secara lebih detil. Dalam kriteria Skemp pemahaman siswa dibagi menjadi dua tingkatan yaitu

instructional understanding atau relational understanding. Adapun kriterianya pensekoran untuk stiap soal sebagai berikut:

Skor = 0, jika pilihan jawaban siswa salah

Skor = 1, jika pilihan jawaban siswa benar dan alasan kosong atau salah. Skor = 2, jika pilihan jawaban siswa benar dan alasan benar

Jadi skor maksimal untuk siswa adalah 40 dan minimal adalah 0. Untuk menentukan baik dan kurang baiknya jawaban siswa maka skor dinyatakan dalam persentase skor.

Persentase skor =

maksimum skor

skor

x 100%

Tabel 2.2 Klasifikasi Pemahaman Siswa Berdasarkan Skor

Prosentase skor (%) Tingkat pemahaman

Tabel 2.3 Klasifikasi Pemahaman Siswa Berdasarkan Kriteria Skemp

Persentase jumlah jawaban dan alasan jawaban siswa yang benar

Tingkat pemahaman ≤ 50% instructional understanding

50% < 100% relational understanding

(52)

Tabel 2.4 Skala CRI

pengetahuan dan pikiran dan yakin akan kebenaran jawabannya

4 Jawaban dengan menggunakan

pengetahuan dan pikiran dan sangat yakin akan kebenaran jawabannya

5 Jawaban dengan menggunakan

pengetahuan dan pikiran dan sangat yakin sekali akan kebenaran jawabannya.

Kurang memahami konsep

Dari data yang diperoleh dibuat analisis setiap soal berdasarkan tabel 2.4 untuk menentukan apakah siswa mengalami miskonsepsi atau tidak.

Tabel 2.5 Kriteria Konsep Benar, Kekurangan Pemahman dan Miskonsepsi

(53)

H.2. Data Wawancara

(54)

BAB III

DATA ANALISIS DAN PEMBAHASAN

A. PELAKSANAAN PENELITIAN

Penelitian mulai dilaksanakan pada awal November sampai dengan awal Desember 2006. Penelitian dimulai dengan observasi kelas. Kelas yang diobservasi adalah kelas XB yang merupakan kelas yang dipilih peneliti dan sekolah sebagai tempat penelitian. Observasi bertujuan agar peneliti dan siswa dapat saling mengenal lebih jauh sehingga peneliti dapat berkomunikasi dengan lancar. Selain itu observasi juga bertujuan agar peneliti dapat menyesuaikan diri dengan lingkunagan kelas. Setelah dilaksanakan observasi, dilakukan pretes. Data yang diperoleh dari pretes digunakan untuk memilih 6 orang siswa yang akan diwawancara untuk diberikan treatmen. Wawancara pertama ini bertujuan untuk mengungkap lebih dalam miskonsepsi anak guna menyusun metode dan bahan treatmen yang sesuai. Metode yang digunakan dalam treatmen adalah metode percobaan dan wawancara terarah. Kegiatan yang dilakukan peneliti:

Observasi : 6 – 7 November 2006

Pretes : 13 November 2006

Wawancara I : 15 – 16 November 2006

Percobaan dan wawancara terarah (wawancara II) : 20 – 21 November 2006

Posttest : 27 November 2006

B. PRETES

B.1. Pretest Pada Siswa Kelas XB

(55)

(lampiran halaman 128). Dari pretest ini diperoleh persentase skor rata-rata pemahaman siswa dan tingkat pemahaman untuk kelas XB dalam hukum III Newton. Dalam melakukan kalasifikasi tingkat pemahaman siswa pada pretes ini digunakan 2 kriteria. Kriteria pertama berdasarkan skor persentase pemahaman siswa yang dinyatakan dalam derajat baik dan kurang baiknya pemahaman siswa (tabel 2.1). Kriteria yang kedua adalah berdasarkan tingkat pemahaman menurut Skemp. Kriteria menurut Skemp dipilih karena untuk soal tes tertulis sangat sulit untuk menentukan secara detil pemahaman siswa. Dalam kriteria Skemp salah satu cara mengklasifikasikan pemahaman siswa adalah berdasarkan pada kemampuan siswa memberikan alasan terhadap jawaban yang diberikan. Adapun kriteria ini membagi pemahaman siswa menjadi 2 yaitu instructional understanding dan relational understanding. Dalam penelitian ini dalam melakukan klasifikasi menurut Skemp tampak pada tabel 2.4.

Dari analisis terhadap jawaban dan alasan siswa utuk setiap soal diperoleh skor rata-rata siswa kelas XB adalah 9,72%, dengan persentase skor tertinggi 25% dan persentase skor terendah 0% (tabel 3.1), sedangkan untuk nilai rata-rata ulangan harian siswa diketahui sebesar 44,65 (tabel 3 lampiran halaman 138). Hasil nilai rata-rata ulangan hartian ini diperoleh dari 3 kali ulangan harian yang telah dilakukan guru sebelum penelitian ini dilaksanakan. Untuk tingkat pemahaman siswa diperoleh hasil data pemahaman siswa kelas XB seluruhnya berada pada tingkat sangat kurang untuk pemahaman berdasarkan skor, sedangkan untuk pemahaman berdasarkan kriteria Skemp pemahaman instruktional understanding (tabel 3.1). Dari pretes ini juga diperoleh informasi memiliki konsep benar, kekurangan pengetahuan dan miskonsepsi untuk setiap siswa dan setiap nomor soal.

(56)

dengan 100%. Contoh perhitungan persentse konsep benar pada kode siswa 4 (lihat tabel 3.3). Konsep benar yang dimiliki siswa kode 4 adalah 1 sedangkan jumlah seluruh soal pretes adalah 20, maka persentase konsep benar siswa kode 4 adalah:

Persentase konsep benar siswa kode 4 = 20

1

x 100% = 5%

Untuk persentase konsep benar, kekurangan pengetahuan dan miskonsepsi pada tiap-tiap soal dihitung dengan cara menjumlahkan seluruh konsep benar, kekurangan pengetahuan dan miskonsepsi siswa untuk setiap nomor soal kemudian membaginya dengan jumlah siswa dan dikalikan dengan 100%. Contoh perhitungan persentse konsep benar pada soal nomor 1 (lihat tabel 3.4). siswa yang memiliki konsep benar pada soal nomor 1 adalah 2 orang sedangkan jumlah seluruh siswa adalah 37, maka persentase konsep benar pada soal nomor 1, adalah:

Persentase konsep pada soal nomor 1 = 37

2

x 100% = 5,4%.

(57)

Tabel 3.1 Persentase Jumlah Skor dan Tingkat Pemahaman

1 0 1 1 2,5% Sangat Kurang instructional understanding

2 0 3 3 7,5% Sangat Kurang instructional understanding

3 1 3 5 12,5% Sangat Kurang instructional understanding

4 1 6 8 20% Sangat Kurang instructional understanding

5 1 2 4 10% Sangat Kurang instructional understanding

6 0 3 3 7,5% Sangat Kurang instructional understanding

7 2 1 5 12,5% Sangat Kurang instructional understanding

8 0 3 3 7,5% Sangat Kurang instructional understanding

9 0 3 3 7,5% Sangat Kurang instructional understanding

10 1 0 2 5% Sangat Kurang instructional understanding

11 0 2 2 5% Sangat Kurang instructional understanding

12 4 2 10 25% Sangat Kurang instructional understanding

13 1 1 3 7,5% Sangat Kurang instructional understanding

14 2 4 8 20% Sangat Kurang instructional understanding

15 0 4 4 10% Sangat Kurang instructional understanding

16 2 2 6 15% Sangat Kurang instructional understanding

17 0 4 4 10% Sangat Kurang instructional understanding

18 0 1 1 2,5% Sangat Kurang instructional understanding

(58)

25 1 6 8 20% Sangat Kurang instructional understanding

26 0 3 3 7,5% Sangat Kurang instructional understanding

27 1 1 3 7,5% Sangat Kurang instructional understanding

28 0 4 4 10% Sangat Kurang instructional understanding

29 1 7 9 22,5% Sangat Kurang instructional understanding

30 0 2 2 5% Sangat Kurang instructional understanding

31 0 1 1 2,5% Sangat Kurang instructional understanding

32 1 4 6 15% Sangat Kurang instructional understanding

33 1 0 2 5% Sangat Kurang instructional understanding

34 2 3 5 12,5% Sangat Kurang instructional understanding

35 1 0 2 5% Sangat Kurang instructional understanding

36 0 4 4 10% Sangat Kurang instructional understanding

37 0 1 1 2,5% Sangat Kurang instructional understanding

(59)

Tabel 3.2 Frekuensi Total Skor Siswa

Persentase Total Skor Frekuensi Frekuensi Komulatif

0% 1 2,70%

2,5% 5 16,2%

5% 7 35,14%

7,5% 7 54,05%

10% 6 70,27%

12,5% 3 78,38%

15% 2 83,78%

17,5% 4 94,59%

20% 1 97,3%

20,5% 1 100%

(60)

Tabel 3.3 Persentase Konsep Benar, Kekurangngan Pengetahuan dan Miskonsepsi Berdasarkan Jawaban Siswa dan CRI

Jumlah Persentase Jumlah Persentase Jumlah Persentase Jumlah Persentase Jumlah Persentase

(61)

29 0 0% 1 5% 7 35% 12 60% 0 0%

30 0 0% 0 0% 2 10% 6 30% 12 60%

31 0 0% 0 0% 1 5% 13 65% 6 30%

32 0 0% 1 5% 4 20% 15 75% 0 0%

33 0 0% 1 5% 0 0% 5 25% 14 70%

34 1 5% 1 5% 3 15% 16 80% 0 0%

35 0 0% 1 5% 0 0% 19 95% 0 0%

36 0 0% 0 0% 4 20% 12 60% 4 20%

37 0 0% 0 0% 1 5% 18 90% 1 5%

Jumlah 50% 75% 470% 2280% 870%

(62)

Tabel 3.4 Jumlah Persentase Jawaban Siswa untuk Setiap Nomor

No Soal

Konsep Benar Kekurangan Pengetahuan Miskonsepsi

Jumlah Persentase

Jawaban dan Alasan Benar

Jawaban Benar Jawaban Salah

Jumlah Persentase Jumlah Persentase Jumlah Persentase Jumlah Persentase

1 1 2,7% 2 5,4% 2 5,4% 23 62,1% 9 24,3%

2 0 0% 0 0% 11 29,7% 18 48,6% 8 21,6%

3 0 0% 1 2,7% 4 10,8% 29 78,3% 3 8,1%

4 0 0% 0 0% 2 5,4% 30 81% 5 13,5%

5 0 0% 0 0% 5 13,5% 22 59,4% 10 27,0%

6 0 0% 0 0% 2 5,4% 26 70,2% 9 24,3%

7 2 5,4% 2 5,4% 4 10,8% 23 62,1% 6 16,2%

8 0 0% 0 0% 5 13,5% 19 51,3% 13 35,1%

9 3 8,1% 2 5,4% 10 27% 17 45,9% 5 13,5%

10 0 0% 0 0% 9 24,3% 17 45,9% 11 29,7%

11 0 0% 1 2,7% 6 16,2% 22 59,4% 8 21,6%

12 0 0% 0 0% 3 8,1% 17 45,9% 17 45,9%

13 0 0% 0 0% 3 8,1% 23 62,1% 11 29,7%

14 2 5,4% 4 10,8% 1 2,7% 23 62,1% 7 18,9%

15 0 0% 0 0% 1 2,7% 23 62,1% 13 35,1%

16 0 0% 1 2,7% 5 13,5% 24 64,8% 7 18,9%

17 0 0% 1 2,7% 1 2,7% 25 67,5% 10 27,0%

18 0 0% 2 5,4% 7 18,9% 21 56,7% 7 18,9%

19 1 2,7% 1 2,7% 2 5,4% 26 70,2% 7 18,9%

(63)

Dari analisis ini diperoleh hasil pretest siswa seperti terlihat dalam tabel 3.3 dan tabel 3.4. Dari tabel 3.3, diketahui jika dari 20 soal yang diberikan, persentase rata-rata miskonsepsi siswa adalah 23,51% dengan persentase miskonsepsi tertinggi 90% dan terendah 0%, sedangkan persentase rata-rata konsep benar siswa 1,35% dengan persentase tertinggi 10% dan terendah 0%. Untuk kekurangan pemahaman dengan jawaban dan alasan benar, persenatse rata-ratannya adalah 2,03% dengan persenatse tertinggi 15% dan terendah 0%, sedangkan untuk siswa yang mengalami kekurang pemahaman namun dapat memberikan jawaban benar, persentase rata-ratanya adalah 12,70% dengan persentase tertinggi 35% dan terendah 0%. Pada siswa yang mengalami kekurang pemahaman dan tidak dapat memberikan pilihan jawaban yang benar, persentase rata-ratanya adalah 61,62% dengan persentase tertinggi 95% dan terendah 5%.

Dari paparan diatas diketahui jika rendahnya persentase skor siswa dikarenakan tingginya siswa yang mengalami kurang pemahaman dengan pilihan jawaban yang salah yang mencapai angka 61,62%, serta karena tingginya miskonsepsi yang mncapai 23,50%. Dengan menjumlahkan kedua angka ini saja diperoleh 85,12%, dengan kata lain dapat dipastikan tingkat pemahaman siswa sangat kurang. Hal ini juga terlihat pada hasil ulangan harian siswa (tabel 3 lampiran halaman 138). Rata rata ulangan harian siswa kelas XB yang sebesar 44,65. Begitu pula ketika melihat kemampuan siswa untuk memberikan pilihan jawaban dan alasan yang benar. Untuk memberikan pilihan jawaban yang benar saja siswa mengalami kesulitan, ini tergambar pada rendahnya persentase jawaban siswa yang benar yaitu sekitar 12,70% saja, apalagi untuk mengharap pilihan jawaban dan alasan yang benar atau konsaep siswa yang benar. Hal inilah yang menyebabkan tingkat pemahaman siswa berdasarkan klasifikasi yang ditentukan Skemp berada pada tahap instructional understanding.

(64)

Hukum III Newton dalam kehidupan sehari-hari yang berkaitan dengan gerak melingkar. Persentase konsep benar tertinggi terjadi pada soal nomor 9 dengan persentase 8,1%, sedangkan konsep benar terenadah adalah 0%. Soal nomor 9 adalah soal yang berkenaan dengan analisis dan penerapan Hukum III Newton dalam kehidupan sehari-hari yang berkaitan dengan hukum II Newton. Persentase konsep benar 0% ditemui pada 15 nomor soal. Persentase soal dimana siswa mengalami kekurangan pemahaman, namun dapat memberikan pilihan jawaban dan alasan yang benar tertinggi terdapat pada soal nomor 14 yaitu sebesar 10,8% sedangkan persentase terendah adalah 0%. Soal nomor 14 berkaitan dengan analisis dan penerapan Hukum III Newton dalam kehidupan sehari-hari yang berkaitan dengan hukum II Newton, sedangkan perentase kekurangan pemahaman dengan jawaban dan alasan benar terendah ditemui pada 5 nomor soal dengan persentase masing-masing 0%. Persentase kekurangan pemahaman dengan pilihan jawaban benar tertinggi ditemui pada soal nomor 2 yang berkenaan dengan pengertian hukum III Newton dengan persentase mencapai 29,7%, sedangkan persentase terendah adalah 2,7% yang ditemui pada 2 nomor soal yaitu soal nomor 14 dan 15. Kedua nomor soal tersebut adalah soal berkenaan dengan analisis dan penerapan Hukum III Newton dalam kehidupan sehari-hari yang berkaitan dengan hukum II Newton. Pada soal dimana siswa mengalami kekurangan pemahaman dan tidak dapat memberikan alasan jawaban yang benar, persentase tertinggi mencapai 78,3% yaitu pada soal nomor 3, sedangkan persentase terendah adalah 45,9% yang ditemui pada 3 nomor soal.

(65)

akan mengalami kesulitan, tidak dapat menjawab atau malah terjadi miskonsepsi ketika diminta menjawab dan menjelaskannya

B.2. Pemilihan Enam Orang Siswa untuk Wawancara

Dari analisis hasil pretes, diperoleh 6 orang siswa dengan miskonsepsi tertinggi seperti yang terlhat pada tabel 3.3. Kepada ke-6 orang siswa ini akan dilakukan wawancara dan treatmen. Adapun siswa itu adalah siswa:

a. Siswa dengan kode 3 (S3)

Siswa ini memiliki persentase miskonsepsi 50% atau dengan kata lain 10 dari 20 soal yang ia kerjakan ia mengalami miskonsepsi. S3 memiliki miskonsepsi pada soal nomor 1, 5, 8, 10, 12, 13, 14, 15, 16, 17. Persentase skor prest yang diperoleh S3 sebesar 12,5% atau terdapat 70,27% siswa dengan skor pretest dibawah S3. Ini berbeda dengan hasil ulangan harian siswa. Pada ulangan harian siswa, S3 memperoleh nilai 45,3 (tabel 3, lampiran halaman 21) atau terdapat 43,2% siswa dengan nilai dibawah S3 ( tabel 4, lampiran halaman 140).

b. Siswa dengan kode 5 (S5)

S5 memiliki persentase miskopnsepsi mencapai 55% atau 11 dari 20 soal yang ia kerjakan S5 mengalami miskonsepsi. S5 memiliki miskonsepsi pada soal nomor 2, 3, 5, 7, 8, 9, 11, 12, 13, 14, 15, 17. Persentase skor prest yang diperoleh S5 adalah 10% atau terdapat 54,05% siswa dengan skor pretest dibawah S5. Ini hampir sama dengan hasil ulangan harian siswa. Pada ulangan harian siswa, S3 memperoleh nilai 46 (tabel 3, lampiran halaman 138) atau terdapat 54,05% siswa dengan nilai dibawah S3 ( tabel 4, lampiran halaman 140).

c. Siswa dengan kode 18 (S18)

Gambar

Gambar 1.1Hal senada dengan Byers dan Herscovics juga dikemukakan oleh Buxton
Gambar 1.2 Amir mendorong Dinding
Gambar 1.3 Gaya aksi-reaksi pada gaya-gaya jarak jauh.
Gambar 2.1 Desain penelitian
+7

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini akan membahas mengenai bagaimana sistem pengelolaan PLTS di Dusun Yeh Mampeh agar PLTS dapat dimanfaatkan secara optimal dan berkelanjutan. Metode

3) dilaporkan dalam neraca dengan klasifikasi (classification) akun yang tepat dan periode akuntansi yang sesuai dengan terjadinya transaksi (cutoff). Bagian flowchart yang

Tuturan tersebut disampaikan pada acara ‘Islam Itu Indah’ yang dilaksanakan setiap pagi di Studio TransTV. Tuturan disampaikan secara lisan oleh pembicara kepada pendengar

Berdasarkan patofisiologi syok dan perubahan hemodinamik, rasio laju jantung terhadap tekanan darah sistolik (LJ/TDS) yang disebut sebagai indeks syok berkorelasi negatif

adanya inventory dan tidak akan menin&#34;katkan throu&#34;hut sistem; a&#34;asan itu@ kemudian adaah untuk menyinkronkan airan materia seama erada

Berdasarkan hasil dari penelitian tentang hubungan antara kebersyukuran dengan kesejahteraan subjektif pada remaja di panti asuhan Kota Martapura menunjukkan ada

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui seberapa besar tingkat produktivitas, waktu efektif tenaga kerja dan pengaruh tingkat upah harian, pengalaman kerja dan pendidikan serta

Salah satu alat pengeringan yaitu rotary dryer (pengering putar) yang terdiri dari sebuah selongsong berbentuk silinder yang berputar, horisontal, atau agak miring ke bawah ke