• Tidak ada hasil yang ditemukan

EVALUASI PROGRAM SATU KECAMATAN SATU MILYAR DI KECAMATAN JOMBANG KOTA CILEGON

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "EVALUASI PROGRAM SATU KECAMATAN SATU MILYAR DI KECAMATAN JOMBANG KOTA CILEGON"

Copied!
172
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

Diajukan sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Ilmu Sosial pada Konsentrasi Ilmu Kebijakan Publik

Program Studi Ilmu Administarasi Negara

Oleh: ANINDITA. M NIM. 6661082028

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA

(2)
(3)
(4)
(5)

Kecamatan Satu Milyar di Kecamatan Jombang Kota Cilegon. Program Studi Ilmu Administrasi Negara. Fakultas Universitas Sultan Ageng Tirtayasa. Pembimbing I Listyaningsih, M.Si. Pembimbing II Arenawati, M.Si

Program Satu Kecamatan Satu Milyar merupakan satu dari empat fase program Pro Rakyat Pemerintah Kota Cilegon, berupa bantuan modal bagi masyarakat yang hendak menjadi wirausahawan. Program ini merupakan kerja sama dengan PT. Krakatau Steel yang ditargetkan untuk Rumah Tangga Sasaran (RTS) dan bertujuan untuk mengurangi angka kemiskinan di Kota Cilegon melalui entrepeneurship. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui sejauh mana keberhasilan Program Satu Kecamatan Satu Milyar di Kecamatan Jombang kota Cilegon dengan metode penelitian kualitatif dan menggunakan teori evaluasi kebijakan publik Hanif Nurcholis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Program Satu Kecamatan Satu Milyar di Kecamatan Jombang Kota Cilegon belum berhasil sebagaimana tujuan awal ditetapkannya program. Kualitas SDM, sarana dan prasarana tidak mendukung keberhasilan program. Tidak ada jadwal sosiasilasi serta tidak ada waktu tunggu yang jelas bagi mitra binaan. Pemerintah Kota Cilegon tidak menyediakan fasilitas lanjutan bagi mitra binaan. Saran peneliti adalah agar pemerintah lebih konsisten dalam mencapai tujuan program.

(6)

Billionaire in Jombang Cilegon. Program study of Public Administration. Faculty of Social and Public Science. University of Sultan Ageng Tirtayasa. Advisor I Listyaningsih, M.Si. Advisor II Arenawati, M.Si.

One district one billionaire is one of four phases of Cilegon City Government’s Pro Rakyat Program in the form of capital assistance for people who want to become entrepreneurs. This program is a collaboration with PT. Krakatau Steel, targeted for Rumah Tangga Sasaran (RTS) and aimed to reduce Cilegon’s poverty rate through entrepeneurship. The purpose of this research was to determine the extent of this program evaluation using qualitative research mode and Hanif Nurcholis’s theory of evaluation of public administration. The result of this research showed that, this one district one billionaire program has not been successful as its goals. The quality of human resources, facilities dan infrastructure does not support the success of the program. There is no socialization’s schedule and no certainly waiting time for mitra binaan. Cilegon city government also not providing any advanced facilities for mitra binaan to expand their business. Reasearcher’s suggestion is the government must be more consistent in achieving this program’s goal

(7)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan atas kehadiran Allah SWT, yang telah memberikan kenikmatan yang terhingga termasuk nikmat sehat. Shalawat serta salam semoga tetap tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW, keluarganya, para sahabat dan pada seluruh umatnya. Syukur Alhamdulillah, dengan izin Allah SWT pembuatan skripsi dengan judul “EVALUASI PROGRAM SATU

KECAMATAN SATU MILYAR” dapat diselesaikan.

Skripsi ini tentunya tidak terlepas dari bantuan banyaj pihak yang selalu mendukung peneliti baik dukungan moril maupun materil. Maka dengan ketulusan hati, peneliti mengucapkan banyak terimakasih kepada pihak-pihak sebagai berikut:

1. Prof. DR. Sholeh Hidayat, M.Pd selaku Rektor Universitas Sultan Ageng Tirtayasa;

2. DR. Agus Sjafari, S.Sos,. M.Si selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa

3. Kandung Sapto Nugroho S.Sos., M.Si selaku Wakil Dekan I Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa 4. Mia Dwianna W M.I.Kom selaku Wakil Dekan II Fakultas Ilmu Sosial

dan Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa

(8)

6. Rachmawati S.Sos., M.Si selaku Ketua Prodi Ilmu Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa

7. Ipah Ema Jumiati S.IP., M.Si selaku Sekretaris Prodi Ilmu Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa

8. Listyaningsih S.Sos., M.Si selaku Pembimbing I dalam penyusunan skripsi. Yang telah dengan sabar membantu dan membimbing peneliti dalam menyelesaikan skripsi. Terimakasih ibu atas semua arahan, masukan dan pembelajaran selama proses penyusunan skripsi ini 9. Arenawati S.Sos., M.Si selaku Pembimbing II dalam penyusunan

skripsi. Yang telah dengan sabar membantu dan membimbing peneliti dalam menyelesaikan skripsi. Terimakasih ibu atas semua arahan, masukan dan pembelajaran selama proses penyusunan skripsi ini 10.Semua Dosen jurusan Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial dan

Ilmu Politik yang telah memberikan dan membekali banyak ilmu pada penulis

11.Semua Staff jurusan Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik yang telah banyak membantu dalam proses administrasi selama perkuliahan

(9)

13.Ibu Eka Patria SE selaku Kepala Unit Pemberdaya Ekonomi Masyarakat (UPT PEM) Kota Cilegon

14.Bapak Amali Azhar S.Sos selaku Koordinator sub-unit UPT PEM Kecamatan Jombang Kota Cilegon

15.Bapak Eka Setya selaku Bagian Survey dan Seleksi Pinjaman di UPT PEM Kecamatan Jombang Kota Cilegon

16.Untuk kedua orang tuaku tercinta yang telah memberikan motivasi dan sabar menunggu hingga skripsi ini selesai

17.Untuk adikku Maslachatus Shofi yang mau menemani selama proses penelitian dan bimbingan

18.Untuk adikku Safira Wulandari dan Annisa Fathunnida yang mau menemani bergadang dalam menyelesaikan skripsi

19.Untuk Ichy Rizki yang selalu ada dibagian terdepan memotivasi dan siap sedia menjadi teman berbagi dan berkeluh kesah

20.Untuk Gembul, Nyunying, Item, Nunu, Lala, Cuning, Belang, Tompel, Bono, Boni, Cuput, Belcil, Uban dan Gondong yang selalu ada menjadi penghibur

21.Sahabat dan teman-temanku Administrasi Negara 08 yang sudah lulus maupun yang masih berjuang untuk lulus

22.Semua pihak yang membantu peneliti dalam menyelesaikan skripsi ini.

(10)

sebesar-besarnya apabila ada kesalahpahaman yang kurang berkenan selama proses penyusunan skripsi dan semoga penelitian ini dapat bermanfaat bagi banyak pihak serta dapat menambah pengetahuan kepada yang membaca. Demikian yang disampaikan, peneliti mengucapkan banyak terimakasih.

Cilegon, Juli 2015

(11)

DAFTAR ISI

LEMBAR PERNYATAAN ORISINALITAS LEMBAR PERSETUJUAN

LEMBARPENGESAHAN MOTTO

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR ... ix

BAB I PENDAHULUAN 1.1Latar Belakang Masalah ... 1

1.2Identifikasi Masalah ... 16

1.3Pembahasan dan Pemusan Masalah ... 17

1.4Tujuan Penelitian ... 17

1.5Manfaat Penelitian ... 17

1.6Sistematika Penulisan ... 18

BAB II DESKRIPSI TEORI 2.1Deskripsi teori ... 22

2.2Konsep Kebijakan Publik ... 24

2.3Tahapan Kebijakan Publik ... 34

2.4Evaluasi Kebijakan... 43

2.5 Konsep Pemberdayaan Masyarakat ... 61

2.6Kajian Program Satu Kecamatan Satu Milyar 64 2.7 Kerangka berfikir ... 72

(12)

3.2Ruang lingkup/Fokus penelitian ... 75

3.3Lokasi Penelitian ... 76

3.4variabel Penelitian ... 77

3.5Instrumen penelitian ... 78

3.6Informan Penelitian ... 80

3.7Teknik Pengolahan dan Analisis Data ... 83

BAB IV PEMBAHASAN 4.1Deskripsi Objek Penelitian ... 88

4.2Informan Penelitian ... 97

4.3Deskripsi dan Analisis Data ... 98

4.4Program Satu Kecamatan Satu Milyar di Kecamatan Jombang Kota Cilegon ... 109

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ... 141

(13)

DAFTAR TABEL

Tabel 1 1 Persentase penduduk miskin menurut kabupaten/kota di

habhjbsajProvinsi Banten ... 4

Tabel 1.2 Jumlah mitra binaan periode Juli 2011 – Februari 2012 ……… 13

Tabel 1.3 Perbandingan Jumlah Masyarakat Miskin di Kota Cilegon kankalcka jbajbxkkaTahun 2011 dengan mitra binaan RTS ………... 14

Tabel 1.4 Perbandingan jumlah masyarakat miskin di Kecamatan jbdakb kabcak kbakjcbja Tahnu 2009-2014……… 15

Tabel 2.1 Kriteria Evaluasi Menurut Dunn ……… 52

Tabel 3.1 Daftar informan penelitian ………...…80

Tabel 4.1 Jumlahj Penduduk Berdasarkan jenis kelamin ……….….. 89

Tabel 4.2 Jumlah penduduk Kecamatan Jombang berdasarkan tingkat Pendidikan ……….…...90

Tabel 4.3 Jumlah penduduk kecamatan jombang Berdasartkan Mata Pencaharian ……….….. 90

Tabel 4.4 Jumlah Penduduk Penerima Raskin dan jumlah penduduk Penerima JAMKESMAS/JAMKESDA ……….…….91

Tabel 4.5 Jumlah sarana pendidikan dan keagamaan ……….…...91

Tabel 4.6 Jumlah sarana kesehatan ……….……….. 92

Tabel 4.7 Jumlah perusahaan ……….………92

Tabel 4.8 Tingkat pendidikan masyarakat Cilegon ……….……….109

Tabel 4.9 jumlah penduduk Kecamatan Jombang berdasarkan Mata pencaharian ……….….…111

(14)

Tabel 4.11 jumlah warung kaki lima di Kecamatan Jombang tahun

2009-2014 ………. 132

Tabel 4.12 Jumlah toko di Kecamatan Jombang tahun 2009-2014 ………... 132 Tabel 4.13 perbandingan jumlah masyarakaty miskin di Kecamatan

(15)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1 Alur pengajuan pinjaman ……… 7

Gambar 2.1 Kebijakan sebagai suatu proses ……….. 29

Gambar 2.2 Siklus skematik Kebijakan Publik ……….. 32

Gambar 2.3 Siklus Imlementasi Kebijakan ……… 37

Gambar 2.4 Derivat Kebijakan Publik ……….40

Gambar 2.5 Model Sederhana Evaluasi Kebijakan ……… 59

Gambar 2.6 kerangka berfikir ………. 72

Gambar 4.1 Struktur Organisasi UPT PEM Kota Cilegon ………. 95

(16)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Sejak diproklamirkannya kemerdekaan Republik Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945, pada saat itulah Bangsa Indonesia mulai melakukan pembangunan pada berbagai aspek dan bidang. Hingga saat ini proses pembangunan masih terus berlanjut di hampir seluruh provinsi dan kabupaten. Pembangunan merupakan suatu proses perubahan di segala bidang kehidupan yang dilakukan secara sengaja berdasarkan suatu rencana tertentu. Sejak diberlakukanya Undang-Undang Otonomi Daerah yang tercantum dalam UU No 32 tahun 2004, pemerintahan Indonesia menganut sistem desentralisasi dimana setiap daerah yang ada di Indonesia diberikan hak otonomi oleh pemerintah pusat untuk mengurusi urusan rumah tangganya sendiri, memenuhi kebutuhan daerahnya sendiri serta mengelola seluruh potensi dan sumber daya yang dimiliki untuk memajukan daerah dan mensejahterakan masyarakatnya. Setiap pemerintahan di suatu daerah memiliki unsur pelaksana pemerintahan daerah yang dibagi menjadi beberapa bidang atau sering disebut dengan dinas.

(17)

bagi penduduk suatu negara (Bannock :2004 dalam www.wikipedia.com di akses pada 5 Juli 2014). Pembangunan yang dilaksanakan oleh pemerintah dimaksudkan untuk meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan masyarakat suatu daerah. Oleh karena itu, masyarakat merupakan komponen utama dalam pembangunan. Komponen selanjutnya adalah sumber daya alam, bagaimana caranya sumber daya alam suatu daerah dapat bermanfaat semaksimal mungkin dalam proses mensejahterakan masyarakatnya. Begitu pula dengan pembangunan yang sedang gencar dilakukan oleh pemerintah Kota Cilegon, dalam bidang ekonomi khususnya.

(18)

Penanaman Modal Asing (PMA) dan 43 perusahaan Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) (http://www.cilegon.go.id diakses pada 5 Juli 2014 )

Kota Cilegon sebagai daerah tujuan investasi memiliki daya tarik bagi investor dalam dan luar negeri, hal ini dapat dilihat dari tingginya minat investor yang menanamkan modalnya di kota Cilegon yang berasal dari Amerika, Perancis, Jepang, Australia, Jerman, Inggris, Argentina, Austria dan Korea. Dalam jangka panjang, arah kebijakan yang telah dirumuskan Pemerintah Kota Cilegon adalah mewujudkan Kota Cilegon sebagai kota industri dan jasa terdepan di pulau Jawa. Visi tersebut lebih didasari pada berbagai potensi daerah dan kondisi geografisnya.

Peningkatan investasi Kota Cilegon sebagaimana disebutkan oleh Badan Perizinan Terpadu Nasional Penanaman Modal (BPTNPM) pada tahun 2011 PMA (Penanaman Modal Asing) di Cilegon mencapai 40 proyek dengan nilai 1.17 milyar US$, 2012 sebanyak 56 proyek dengan nilai 1.58 milyar US$, 2013 85 proyek dengan nilai 2.07 milyar US$. Pada tahun 2014 triwulan pertama, Kota Cilegon menduduki peringkat 2 dengan 30 proyek dengan nilai 1.6 triliun

(19)

Tabel 1.1

Persentase Penduduk Miskin Menurut Kabupaten/Kota di Provinsi Banten

Kabupaten/Kota Persentasi Penduduk Miskin

2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 Sumber : www.banten.bps.go.id (diakses pada 25 Februari 2015)

Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa angka kemiskinan di Kota Cilegon, tidak mengalami penurunan yang signifikan dari tahun ke tahun bahkan setelah program Pro Rakyat yang salah satunya berfokus pada pengentasan kemiskinan dan pengangguran telah berjalan hampir lima tahun. Angka kemiskinan justru terlihat berkurang pada tahun 2007-2008 sebelum program Pro Rakyat, Satu Kecamatan Satu Milyar dilaksanakan. Hal ini menarik peneliti untuk meneliti lebih lanjut tentang program Pro Rakyat dan berfokus pada Program Satu Kecamatan Satu Milyar di Kecamatan Jombang Kota Cilegon.

(20)

Pola Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum Daerah pada Unit Pelaksana Teknis Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Kota Cilegon, Perjanjian antara Pemerintah Kota Cilegon dengan PT Krakatau Steel (Persero) Tbk. Nomor 500/84-Huk/2011 dan 19/C/DU-KS/Kontr/2011 tentang Pelaksanaan Program Kemitraan dan Bina Lingkungan PT Krakatau Steel (Persero) Tbk. serta tercantum dalam kerangka otonomi daerah bahwa penyelenggaraan pembangunan daerah termasuk pemberdayaan usaha mikro dan kecil (UMKK) sebagian besar menjadi tanggung jawab daerah. Selain itu, dalam Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah (SKPD) kota Cilegon tahun 2011 – 2015 salah satu isu utamanya adalah pengembangan dan menjamin keberlanjutan UMK. Usaha mempercepat pemberantasan kemiskinan dan pengangguran telah menajadi komitmen Pemerintah Kota Cilegon melalui program pro rakyat. (Buku Panduan Program Satu Kecamatan Satu Milyar)

Program Pro Rakyat yang digulirkan oleh Pemerintah Kota Cilegon merupakan program yang berpihak pada rakyat dan langsung dapat dirasakan manfaatnya oleh rakyat, terutama masyarakat miskin atau disebut Rumah Tangga Sasaran (RTS). Progam Pro Rakyat dilaksanakan sebagai bagian dari salah satu upaya penguatan dalam sektor ekonomi. Program ini terdiri dari empat fase yang salah satu di antaranya adalah program One District One Billion Toward Enterpreneurship (Satu Kecamatan Satu Milyar Untuk Mendukung Wirausaha).

(21)

masyarakatnya dengan jalan pemberian bantuan yang memancing masyarakat menjadi masyarakat yang produktif. Program Satu Kecamatan Satu Milyar adalah dana bergulir yang ditujukan kepada calon wirausaha baru, serta pelaku usaha ekonomi mikro dan kecil yang tengah meretas jalan untuk membuka usaha, mereka yang ingin mengembangkan ekonomi keluarga, dan juga mereka yang ingin mengembangkan kapasitas usahanya serta penguatan koperasi.

Pemerintah Kota Cilegon menargetkan setiap tahun lahir 100 wirausahawan baru di setiap kecamatan. Program Satu Kecamatan Satu Miliar ini merupakan program kerja sama antara Pemerintah Kota Cilegon dengan PT Krakatau Steel, yang diluncurkan pada pertengahan Juni 2011 dan efektif dilaksanakan Juli 2011.

Pemerintah Kota Cilegon mengalokasikan dana sebesar 9 miliar Rupiah yang bersumber dari APBD Kota Cilegon 5 miliar Rupiah dan PT Krakatau Steel sebesar 4 miliar rupiah. Masing-masing dari 8 kecamatan dialokasikan sebesar 1 miliar Rupiah dan sisanya digunakan untuk biaya operasional.

Program Satu Kecamatan Satu Milyar bertujuan untuk: meningkatkan pendapatan masyarakat miskin (RTS), meningkatkan minat masyarakat untuk berusaha, mewujudkan UMK dan koperasi yang tangguh, meningkatkan kepedulian perusahaan (BUMN/S) termasuk perbankan dalam pemanfaatan dana CSR yang terintegrasi dengan program pemerintah Kota Cilegon (Petunjuk teknis pemberdaya ekonomi masyarakat berbasis kecamatan hal. 3).

(22)

badan ini membentuk Unit Pelaksana Teknik Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat (UPT PEM) di tiap-tiap kecamatan. UPT PEM di tiap kecamatan ini diberikan wewenang untuk melaksanakan proses rekruitasi calon mitra binaan hingga pendampingan/monitoring.

UPT Kecamatan Jombang mendapat kewenangan untuk menangani program satu kecamatan satu miliar di Kecamatan Jombang, mulai dari proses rekruitmen sampai tahap pendampingan. Jenis pinjaman yang diberikan antara lain adalah pinjaman untuk perintisan usaha yang ditujukan terutama untuk RTS (Rumah Tangga Sasaran), pinjaman untuk penguatan usaha yang ditujukan untuk UMK dan non RTS termasuk koperasi, serta pinjaman untuk pengembangan usaha yang ditujukan untuk UMK dan koperasi (buku panduan program satu kecamatan satu milyar)

Tahap pemberian pinjaman berdasarkan buku petunjuk teknis Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Berbasi Kecamatan, yaitu :

Gambar 1.1

Alur Pengajuan pinjaman

Sumber : buku panduan program Satu kecamatan satu milyar (2011) Rekruitasi Seleksi

Analisa Pinjaman

Pemutusan

Kelayakan Pinjaman

Survai Usaha

(23)

Rekruitasi adalah tahapan dimana calon mitra binaan mengajukan permohonan pinjaman pada pihak UPT PEM dengan menyerahkan fotokopi Kartu Tanda Penduduk (KTP) dan Kartu keluarga (KK), foto peminjam beserta ahli warisnya, dan proposal pengajuan pinjaman yang berisi tentang keterangan jelas usahanya. Selanjutnya tahapan seleksi adalah tahapan dimana pihak UPT PEM kecamatan melakukan audit terhadap proposal yang masuk. Selanjutnya pihak UPT PEM melakukan survey mengenai kebenaran dan kelayakan usaha calon mitra binaan yang lolos proses auditing. Survey dilakukan oleh satu orang perwakilan UPT PEM Kecamatan dan satu orang pendamping dari masing-masing Kelurahan.

Pihak UPT PEM mewajibkan calon peminjam memberikan jaminan sebagai tanggung jawab peminjam terhadap kewajiban yang harus diselesaikan sesuai perjanjian. Pemberian jaminan ini ditujukan bagi calon peminjam yang sedang menguatkan dan mengembangkan usahanya. Jaminan tersebut dapat berupa Bukti Pemilik Kendaraan Bermotor (BPKB), sertifikat tanah atau surat-surat berharga lainnya. Bunga pinjaman diberikan berbeda bagi mitra binaan yang berasal dari kalangan RTS dan baru akan memulai usaha dengan mitra binaan yang berasal dari non RTS yan akan mengembangkan kapasitas usahanya. Bagi RTS bunga yang dibebankan yaitu sebesar 0-3% sedangkan bagi non RTS sebesar 6%.

(24)

sebelum pencairan dana, pembekalan dilakukan oleh bagian manajemen konseling. Setelah dana cair UPT PEM melakukan pendampingan dan monitoring, memastikan apakah dana digunakan sebagaimana mestinya.

Namun, sebagaimana sebuah kebijakan pemerintah pada umunya, berdasarkan observasi dan wawancara awal peneliti dengan pihak UPT PEM dan beberapa RTS serta masyarakat (wawancara dilaksanakan dilaksanakan bertahap mulai tanggal 4 sampai 27 Februari 2014), peneliti menemukan beberapa masalah teknis dalam pelaksanaan program Satu Kecamatan Satu Milyar selain belum tercapainya tujuan program walaupun telah berjalan selama 4 tahun.

(25)

Kedua, Selain jumlah pegawai yang terlalu sedikit, UPT PEM Kecamatan

Jombang juga tidak memiliki fasilitas yang memadai. Hanya ada satu komputer dalam satu gedung, bahkan kasir yang bertugas mencacat ketika ada mitra binaan mencicil, dilakukan secara manual, hanya menggunakan pulpen dan buku. Kemudian, gedung UPT PEM yang berpindah-pindah juga menyulitkan mitra binaan yang akan membayar cicilan atau calon mitra binaan yang akan mengajukan proposal karna gedung baru berada di tempat yang kurang strategis. Selain itu, berpindahnya gedung menyebabkan beberapa arsip dan dokumen hilang. Diperburuk dengan adanya kebijakan rolling atau perputaran petugas UPT PEM di tiap-tiap kecamatan mengakibatkan petugas tidak’ bisa terfokus pada satu tempat.

Ketiga, Tidak adanya standar waktu dalam buku panduan pelaksana

program satu kecamatan satu milyar menyebabkan tidak adanya kepastian waktu berapa lama mitra binaan harus menunggu. Berdasarkan wawancara awal peneliti dengan pihak UPT PEM dan beberapa mitra binaan, mulai dari masuknya proposal sampai dengan pencairan dana membutuhkan waktu antara 3 minggu hingga 1 tahun 3 bulan

Keempat, pola pikir masyarakat. Sulitnya mengubah pola pikir masyarakat

(26)

Kelima, kurangya pemahaman masyarakat didukung oleh kurangnya sosialisasi yang diberikan oleh pihak UPT PEM baik pusat maupun UPT PEM Kecamatan. Sosialisasi hanya dilakukan sekali ketika program satu kecamatan satu miliar di-launching pada juni 2011. Berdasarkan wawancara awal dengan beberapa pihak kelurahan UPT PEM mengandalkan masing-masing kelurahan untuk melakukan sosialisasi tapi tidak memberikan jadwal yang pasti kapan sosialisasi harus dilaksanakan dan kelurahan mengandalkan masing-masing ketua RW atau RT. Kurangnya sosialisasi menyebabkan penyebaran info tidak merata yang berakibat kurang fahamnya masyarakat akan program satu kecamatan satu miliar. Beberapa mitra binaan mengaku mengetahui program ini dari mulut ke mulut bukan melalui sosialisasi (sumber: wawancara dengan beberapa mitra binaan)

Keenam, tidak ditetapkannya sanksi yang jelas dalam buku panduan

pelaksanaan program bagi mitra binaan yang telat membayar angsuran. Pihak UPT PEM Kota Cilegon (wawancara awal dengan Kepala UPT PEM) mengakui, masih kesulitan menetapkan sanksi bagi mitra binaan yang tidak membayar angsuran. Hal ini membuat pihak UPT PEM kurang mempercayai calon mitra binaan dari kalangan RTS dan merugikan RTS yang benar-benar ingin mencoba berwirusaha.

Ketujuh, tidak ada fasilitas bagi mitra binaan. Pemerintah Kota Cilegon

(27)

program berjalan, Pemerintah hanya menyediakan sedikit tempat, di lantai dasar gedung pemerintahan Kota Cilegon (eks. Matahari lama) yang sebagian besar diisi dengan produk batik dari “Ratu Collection” milik keluarga Walikota.

Kedelapan, tidak ada konseling bagi RTS untuk meningkatkan minat berwirausaha dan konseling/pelatihan keterampilan dan kreatifitas bagi mitra binaan yang mampu membantu kemajuan usaha mereka. Koseling hanya diberikan sekali ketika proposal pengajuan dana mitra binaan disetujui oleh UPT PEM. Sehingga banyak usaha mitra binaan terutama yang berasal dari kalangan RTS berhenti ditengah jalan, kurangnya pengetahuan, kreatifitas dan keterampilan, media pemasaran menjadi penyebab utamanya.

Kesembilan, Program satu kecamatan satu miliar merupakan salah satu program pengentasan kemiskinan di Kota Cilegon dan membentuk masyarakat yang mandiri dengan berwirausaha yang sasaran utamanya adalah Rumah Tangga Sasaran atau RTS, namun data di lapangan menunjukkan sebaliknya. Pihak UPT PEM Kecamatan Jombang hampir tidak pernah meloloskan proposal permohonan pinjaman calon mitra binaan yang berasal dari kalangan Rumah Tangga Sasaran yang belum mempunyai usaha atau baru akan memulai usahanya. (sumber: wawancara dengan pihak UPT PEM Kecamatan Jombang)

(28)

semestinya atau akan terjadi penunggakan dalam pembayaran cicilan karena tidak adanya pemasukan yang dapat menjamin kelancaran pembayaran cicilan.

Tabel 1.2 dibawah ini merupakan perbandingan jumlah keseluruhan mitra binaan dengan jumah mitra binaan yang berasal dari kalangan Rumah Tangga Sasaran (RTS) pada saat program diluncurkan periode Juli 2011-Februari 2012.

Tabel 1.2

(29)

Tabel 1.3

Perbandingan Jumlah Masyarakat Miskin di Kota Cilegon Tahun 2011 Dengan Mitra Binaan yang Berasal Dari RTS

Kecamatan Hampir

Sumber : Cilegon dalam angka (2012:13)

Dari tabel 1.3 dan keterangan di atas di atas dapat dilihat bahwa ketika program satu Kecamatan Satu Milyar diluncurkan, program belum berjalan sebagaimana mestinya. Target atau sasaran dibuatnya program, yaitu untuk masyarakat miskin tidak banyak tersentuh, karena sebagian besar penerima bantuan bukan berasal dari kalangan Rumah Tangga Sasaran (RTS). Hal itu dapat dilihat dari tidak sebandingnya jumlah mitra binaan yang berasal dari masyarakat miskin (RTS) dengan total keseluruhan jumlah mitra binaan.

Berdasarkan sensus yang dilakukan oleh BPS Kota Cilegon. Pada saat program Satu Kecamatan Satu Milyar diluncurkan, jumlah masyarakat miskin di Kecamatan Jombang sebanyak 1684 berdasarkan sensus yang dilakukan oleh BMKB, namun hanya sebanyak 106 orang yang menjadi mitra binaan program ini.

(30)

jumlah masyarakat miskin semakin meningkat dibandingkan dengan sebelum adanya program. Seperti yang digambarkan dalam tabel 1.4 di bawah ini

Tabel 1.4

Perbandingan jumlah masyarakat miskin di Kecamatan Jombang tahun 2009-2014

Kelurahan 2009 2010 2011 2012 2013 2014

Jombang wetan 249 573 626 701 532 806

Masigit 187 388 439 491 401 565

Panggung rawi 82 193 225 258 189 297

Gedong dalem 94 155 195 224 359 258

Sukmajaya 116 283 357 399 325 459

Jumlah 728 1592 1842 2073 1797 2.385

Sumber: Kecamatan Jombang dalam angka (2010-2014)

Dari tabel 1.4 di atas dapat dilihat jumlah masyarakat miskin yang justru semakin meningkat dari tahun ke tahun, padahal program Satu Kecamatan Satu Milyar sudah berjalan hampir 5 tahun, bahkan meningkat jauh dibandingkan dengan tahun 2009 ketika program belum dilaksanan. Walaupun pada tahun 2013 angka kemiskinan pengalami penurunan, hal tersebut bukan pertanda bahwa program Satu Kecamatan Satu Milyar telah berjalan sesuai dengan yang telah direncanakan.

Berdasarkan masalah-masalah yang telah dijabarkan di atas, peneliti tertarik untuk memfokuskan dan meneliti lebih jauh mengenai :

(31)

1.2 Identifikasi Masalah

1. Sumber Daya Manusia, Sarana dan Prasarana yang kurang mendukung keberhasilan pelaksanaan Program Satu Kecamatan Satu Milyar di Kecamatan Jombang Kota Cilegon.

2. Tidak adanya kepastian waktu dalam panduan pelaksanaan program yang mendukung program. berjalan tidak tepat waktu dan menyebabkan ketidakpastian berapa lama calon mitra binaan harus menunggu proposalnya disetujui.

3. Pola fikir masyarakat yang salah tentang program dan menganggap dana dari pemerintah adalah hibah.

4. Kurangnya sosialisasi dari pemerintah pada masyarakat tentang program Satu Kecamatan Satu Milyar.

5. Tidak ditetapkannya sanksi yang pasti dalam buku panduan pelaksanaan program bagi mitra binaan yang bermasalah ditengah-tengah angsuran. 6. Tidak ada fasilitas pendukung usaha dari Pemerintah Kota Cilegon bagi

masyarakat yang telah menjadi mitra binaan. Baik itu berupa fasilitas fisik maupun pelatihan.

7. Program kurang tepat sasaran, sebagian besar mitra binaan bukan berasal dari kalangan Rumah Tangga Sasaran (RTS).

8. Tujuan utama program pengentasan kemiskinan dan peningkatan jumlah wirausahawan serta minat berwirausaha terutama dari kalangan RTS, tidak terealisasikan

(32)

1.3 Pembatasan dan Perumusan Masalah 1.3.1 Pembatasan Masalah

Dalam penelitian ini, karena keterbatasan waktu dan sumber daya, peneliti membatasi penelitian hanya pada pelaksanaan program satu kecamatan satu miliar di Kecamatan Jombang Kota Cilegon sebagai Kecamatan yang memiliki mitra binaan terbanyak pada saat launching. Apakah implementasinya berhasil dan berdayaguna untuk masyarakat Kecamatan Jombang sesuai dengan pernyataan narasumber atau sebaliknya. 1.3.2 Perumusan Masalah

Dengan melihat latar belakang yang telah dijabarkan di atas Peneliti merumuskan masalahnya adalah

“Bagaimana keberhasilan pelaksanaan Program Satu Kecamatan Satu Milyar

di Kecamatan Jombang Kota Cilegon?”

1.4 Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana evaluasi program Satu Kecamatan Satu Miliar di Kecamatan Jombang Kota Cilegon.

1.5 Manfaat Penelitian

Manfaat yang penulis harapkan dari penelitian ini adalah

a. Manfaat teoritis

(33)

2. Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi perkembangan ilmu administrasi negara khususnya mengenai kendala dalam mengimplementasikan suatu kebijakan publik.

3. Menambah wawasan penulis mengenai kebijakan publik dan evaluasi. 4. Dapat dijadikan bahan referensi untuk penelitian selanjutnya

b. Manfaat praktis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi sumbangan sara pada pihak UPT PEM Kecamatan Jombang khususnya dan UPT PEM Kota Cilegon pada umumnya mengenai pelaksanaan program satu kecamatan satu miliar agar berhasil dengan baik sehingga memberikan manfaat yang optimal bagi masyarakat Kecamatan Jombang dan Kota Cilegon sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan sejak awal.

1.6 Sistematika Penulisan BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Latar belakang masalah menerangkan ruang lingkup dan kedudukan masalah yang akan diteliti dalam bentuk deduktif, dari lingkup yang paling umum sehingga menukik ke masalah yang paling spesifik dan menjelaskan mengapa peneliti mengambil judul penelitian tersebut. 1.2 Identifikasi Masalah

(34)

masalah. Untuk mengidentifikasi masalah peneliti biasanya melakukan observasi terlebih dahulu.

1.3 Batasan dan Rumusan Masalah

Batasan dan rumusan masalah dari hasil identifikasi tersebut ditetapkan masalah yang paling berkaitan dengan judul penelitian dan berbentuk dalam kalimat pertanyaan.

1.4 Tujuan Penelitian

Maksud tujuan penelitian dalam hal ini mengungkapkan tentang sasaran yang ingin dicapai dengan dilaksanakan penelitian.

1.5 Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian menjelaskan manfaat yang teoritis dan praktis dari penelitian yang akan diteliti.

1.6 Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan yang menjelaskan isi dari bab per bab yang termuat dalam penelitian.

BAB II

DESKRIPSI TEORI DAN ASUMSI DASAR 2.1 Deskripsi teori

Memaparkan kembali teori-teori yang berhubungan dengan penelitian 2.2 Kerangka Berfikir

(35)

2.3 Asumsi Dasar

Menggambarkan asumsi atau pemikiran dasar peneliti yang digunakan untuk mengambil keputusan atau bertindak dalam proses penelitian

BAB III METODE PENELITIAN

Berisi tentang metode penelitian yang digunakan peneliti mencakup beberapa uraian yaitu : teknik pengumpulan data penelitian, instrument penelitian, informan penelitian, analisis dan olah data yang telah peneliti kumpulkan dari lapangan, serta waktu dan tempat penelitian dilaksanakan

(36)

BAB II

DEKSRIPSI TEORI

2.1 Deskripsi Teori

Deskripsi teori merupakan kajian berbagai teori dan konsep-konsep yang relevan dengan permasalahan penelitian yang disusun secara sistemis. Dengan mengkaji berbagai teori dan konsep-konsep maka peneliti akan memiliki konsep yang jelas.

Penggunaan teori dalam penelitian akan memberikan acuan bagi peneliti dalam melakukan analisis terhadap masalah sehingga dapat menyusun pertanyaan dengan rinci untuk penyelidikan sehingga memperoleh temuan lapangan yang menjadi jawaban atas masalah yang telah dirumuskan. Oleh karena itu, pada bab ini peneliti akan menjelaskan beberapa teori yang berkaitan dengan masalah peneliti.

Menurut Erwan dan Diah (2007) teori adalah serangkaian konsep yang memiliki hubungan sistematis untuk menjelaskan suatu fenomena sosial tertentu (www.arrosydi.wordpress.com diakses pada 12 Juni 2014). Teori merupakan dasar yang harus dipahami oleh peneliti. Karena teori yang ada, peneliti dapat merumuskan dan mengetahuai ada masalah dalam sebuah kehidupan sosial.

(37)

www.wikipedia.com (diakses pada 12 Juni 2014) mendefinisikan teori sebagai ide pemikiran “pemikiran teoritis” yang mereka definisikan sebagai “menentukan”

bagaimana dan mengapa variabel-variabel dan pernyataan hubungan dapat saling berhubungan

Kata teori memiliki arti yang berbeda-beda pada bidang pengetahuan yang berbeda pula tergantung pada metodologi dan konteks diskusi. Secara umum, teori merupakan analisis hubungan antara fakta yang satu dengan fakta yang lain pada sekumpulan fakta-fakta. Sedangkan secara lebih spesifik di dalam ilmu sosial, terdapat pula teori sosial. Neuman mendefinisikan teori sosial adalah sebagai sebuah sistem dari keterkaitan abstraksi atau ide-ide yang meringkas dan mengorganisasikan pengetahuan tentang dunia sosial Teori memiliki elemen yang berfungsi untuk mempersatukan variabel-variabel yang ada di dalam teori tersebut. Elemen tersebut adalah:

a. Konsep, adalah suatu ide yang diekspresikan dengan symbol dan kata. b. Scope, dalam teori seperti yang telah dijelaskan di atas memiliki

konsep. Konsep ini ada yang bersifat abstrak ada juga yang bersifat konkret. Teori dengan konsep-konsep yang abstrak dapat diaplikasikan terhadap fenomena sosial yang lebih luas, disbanding dengan teori yang memiliki konsep konkret.

(38)

Dalam penelitian ini, peneliti mengklasifikasikan teori ke dalam beberapa teori, yakni: Konsep Kebijakan publik, tahapan kebijakan publik, evaluasi kebijakan public, konsep pemberdayaan masyarakat, kajian Program Satu Kecamatan Satu Milyar.

2.2 Konsep Kebijakan Publik

Kata kebijakan atau policy menurut Poerwadarminta dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia (1984:138) diartikan dalam beberapa makna, diantaranya adalah pimpinan dan cara bertindak mengenai pemerintahan, kepandaian, kemahiran dan kebijaksanaan. Berdasarkan definisi yang terdapat dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia kebijakan diartikan sebagai

“Kebijakan adalah rangkaian konsep dan asas yang menjadi garis besar dan dasar rencana dalam pelaksanaan suatu pekerjaan, kepemimpinan dan cara bertindak (pemerintah, organisasi dan sebagainya): pernyataan cita-cita, tujuan, prinsip atau maksud sebagai garis pedoman untuk manajemen dalam usaha mencapai sasaran”

Menurut Heelo dalam Parsons (2001:14) kebijakan (policy) adalah istilah yang tampaknya banyak disepakati bersama. Dalam penggunaannya yang umum, istilah kebijakan dianggap berlaku untuk sesuatu yang lebih besar ketimbang keputusan tertentu, tetapi kecil ketimbang gerakan sosial

Sedangkan dalam Wicaksono (2006:53) makna kebijakan dalam Bahasa Inggris modern adalah “a course of action or plan, a set of political purposes as

opposed to administration” (seperangkat aksi atau rencana yang mengandung

(39)

Berbeda dengan pandangan Dunn dalam bukunya pengantar analisis kebijakan publik (2003:51), beliau mendefinisikan kata kebijakan dari asal katanya. Secara etimologis, istilah policy (kebijakan) berasal dari bahasa Yunani, Sansekerta yaitu polis (Negara-Kota) dan pur (Kota).

Dalam buku Policy Analysis For The real World yang diterbitkan tahun 1984 dan telah direvisi tahun 1990, Hogwood dan Gun dalam Wicaksono (2006:53) menyebutkan sepuluh penggunaan istilah kebijakan dalam pengertian modern, diantaranya adalah:

a. Sebagai lebel untuk sebuah bidang aktivitas (as a label for a field of activity).

Contohnya : statemen umum pemerintah tentang kebijakan ekonomi, kebijakan industry atau kebijakan hukum dan keadilan.

b. Sebagai ekspresi tujuan umum atau aktivitas negara yang diharapkan (as ekspression of general pupose or desired stated affairs).

Contohnya : Untuk menciptakan lapangan kerja seluas mungkin atau mengembangan demokrasi melalu desentralisasi.

c. Sebagai proposal yang spesifik (as a specific proposal).

Contohnya : membatasi pemilik lahan pertanian hingga 10 hektar atau menggratiskan biaya pendidikan.

d. Sebagai keputusan pemerintah (as a decision of government).

Contohnya : Keputusan kebijakan sebagaimana yang diumumkan Dewan Perwakilan Rakyat atau Presiden.

e. Sebagai otorisasi firmal (as a formal authorization).

Contohnya : Tindakan-tindakan yang diambil oleh parlemen atau lembaga-lembaga pembuat kebijakan lainnya.

f. Sebagai sebuah program (as a programme).

Contohnya : sebagai ruang aktivitas pemerintah yang sudah didefinisikan, seperti program reformasi agrarian atau program peningkatan kesehatan perempuan.

g. Sebagai output (as output).

Contohnya : Apa yang secara actual telah disediakan, seperti sejumlah lahan yang telah dideristribusikan dalam program reformasi agrarian dan jumlah penyewa yang terkena dampaknya.

h. Sebagai hasil (as outcome).

(40)

i. Sebagai teori atau model (as a theory or model).

Contohnya : Apalabila kamu melakukan x maka akan terjadi y, misalnya apabila kita meninggalkan intensif kepada industri manufaktur, maka output industri akan berkembang.

j. Sebagai sebuah proses (as a process).

Sebagai sebuah proses yang panjang yang dimulai dengan issues lalu bergerak melalui tujuan yang sudah di (setting), pengambilan keputusn untuk evaluasi dan implementasi.

Kebijakan dan politik menjadi istilah yang sama sekali berbeda. Bahasan serta retorika kebijakan menjadi instrumen utama rasionalitas publik. Hal ini seperti yang dikemukakan oleh Laswell dalam Wicaksono (2006:58)

“The word policy commonly use to designate the most important choices made either in organized or in private life. Policy is free for money undesirable connotation clustered about the word political, which is often believed to imply participantship or corruption”

Pada dasarnya, terdapat perbedaan konsep antara “kebijakan” dengan

“kebijaksanaan”. Kebijakan merupakan rangkaian alternatif yang siap dipilih

berdasarkan prinsip-prinsip tertentu. Sedangkan kebijaksanaan berkenaan dengan suatu keputusan yang memperbolehkan sesuatu yang sebenarnya dilarang berdasarkan alasan-alasan tertentu seperti pertimbangan kemanusiaan, keadaan gawat dan lain-lain. Kebijaksanaan merupakan hasil suatu analisis yang mendalam terhadap berbagai analisis yang bermuara terhadap keputusan tentang alternatif terbaik. Sedangkan kebijaksaan selalu mengandung makna melanggar sesuatu yang telah ditetapkan karena alasan tertentu.

(41)

tujuan, nilai-nilai dan praktek yang terarah berdasarkan konsistensi dan pengulangan tingkah laku dari mereka yang mematuhi keputusan tersebut.

Sedangkan kebijakan publik Secara konseptual dapat dilihat dari kamus adminsitrasi publik Chandler dan Plano dalam Pasolong (2010:38), mengatakan bahwa kebijakan publik adalah pemanfaatan strategis terhadap sumber-sumber daya untuk memecahkan msalah publik atau pemerintahan. Kebijakan publik menurut Dunn dalam Pasolong diartikan sebagai berikut:

“Kebijakan publik adalah suatu rangkaian pilihan-pilihan yang saling berhubungan yang dibuat oleh lembaga atau pejabat pemerintah pada bidang-bidang yang menyangkut tugas pemerintahan, seperti pertahanan keamanan, energy, kesehatan, pendidikan, kesejahteraan masyarakat, kriminalitas, perkotaan dan lain-lain”

Dalam bukunya Pasolong juga menuliskan pengertian administrasi publik menurut Dye dan Nasucha. Dye berpendapat bahwa kebijakan publik adalah apapun yang yang dipilih pemerintah untuk dilakukan atau tidak dilakukan. Nasucha mengartikan kebijakan publik sebagai:

“kebijakan publik merupakan kewenangan pemerintah dalam pembuatan suatu kebijakan yang digunakan ke dalam perangkat peraturan hukum. Kebijakan tersebut bertujuan untuk menyerap dinamika sosial dalam masyarakat, yang akan dijadikan acuan perumusan kebijakan agar tercipta hubungan sosial yang harmonis”

Sedangkan menurut Friedrich dalam Agustino (2006:7) kebijakan adalah:

“Serangkaian tindakan atau kegiatan yang diusulkan oleh seseorang, kelompok, atau pemerintah dalam suatu lingkungan tertentu dimana terdapat hambatan-hambatan (kesulitan-kesulitan_ dan kemungnan-kemungkinan dimana kebijakan tersebut diusulkan agar berguna mengatasinya untuk mencapai tujuan yang dimaksud”.

Menurut Easton dalam Agustino (2006:8):

(42)

publik adalah bahwa setiap keputusan politik tersebut dirumuskan sebagai „otoritas‟ dalam sistem politik, yaitu: „para senior, kepala tertinggi, eksekutif, legislatif, para hakim, administrator, penasehat, para raja, dan sebagainya. Selain itu, Easton mengatakan bahwa mereka-mereka yang berotoritas dalam sistem formulasi dalam rangka formulasi kebijakan publik adalah orang-orang yang terlibat dalam urusan sistem politik sehari-hari dan mempunyai tanggung jawab dalam suatu masalah tertentu dimana pada satu titik mereka diminta untuk mengambil kemudian hari kelak diterima serta mengikat sebagian besar anggota masyarakat selama waktu tertentu”

Definisi berbeda disampaikan oleh Nugroho (2004:3), kebijakan publik menurutnya adalah

“Suatu aturan yang mengatur kehidupan bersama yang harus ditaati dan berlaku mengikat seluruh warganya. Setiap pelanggaran akan dberi sanksi sesuai dengan bobot pelanggarannya yang dilakukan dan sanksi dijatuhkan di depan masyarakat oleh lembaga yang mempunyai tugas menjatuhkan sanksi”

Selain itu, definisi lain mengenai kebijakan publik seperti yang diungkapkan oleh Anderson dalam Islamy (1998:7), Kebijakan publik sebagai kebijakan yang ditetapkan oleh badan-badan dan aparat pemerintah. Beliau menjelaskan bahwa :

“Kebijakan publik adalah serangkaian kegiatan yang mempunyai maksud atau tujuan tertentu yang diikuiti dan dilaksanakan oleh seorang aktor atau sekelompok aktor yang berhubungan dengan suatu permasalahan atau suatu hal yang diperhatikan”

Menurut Rose dalam Wicaksono (2006:64) mendefinisikan kebijakan publik adalah pola ketergantungan yang kompleks dari pilihan-pilihan kolektif yang saling tergantung, termasuk keputusan-keputusan untuk tidak bertindak, yang dibuat oleh badan atau kantor pemerintah.

(43)

Dunn dalam bukunya yang berjudul “Pengantar Analisis kebijakan Publik” (2003:542) mengungkapkan bahwa kebijakan merupakan sebagai suatu proses, yang digambarkan seperti dalam tgambar 2.1 di bawah ini

Gambar 2.1

Kebijakan Sebagai Suatu Proses Sumber: William N. Dunn. 2003

Dari definisi kebijakan yang diungkapkan oleh Dunn seperti dalam tabel di atas menggunakan kata input, proses, output, outcome dan umpan balik. Input merupakan bahan baku yang digunakan sebagai masukan dalam sebuah sistem kebijakan publik, input tersebut dapat berupa sumber daya manusia, finansial, tuntutan-tuntutan serta dukungan dari masyarakat. Sedangkan proses merupakan adanya keterlibatan analis kebijakan dalam menentukan masalah, dalam proses terjadi adanya kekuatan negosiasi antar pembuat kebijakan dengan memperhatikan isi dari kebijakan tersebut. Kebijakan yang telah diambil maka dilaksanakan oleh unit-unit administrasi yang menggerakkan sumber daya manusia dan finansial. Selain itu, output merupakan keluaran dari sebuah sistem

Proses

Input Output Outcome

(44)

kebijakan, sedangkan outcome dan umpan balik yaitu suatu hasil kebijakan dalam jangka waktu tertentu yang berdampak pada masyarakat sebagai konsekuensi adanya kebijakan yang diimplementasikan dan apakah hasil kebijakan memuaskan dengan memperhatikan responsivitas dari elemen-elemen masyarakat sebagai objek dari kebijakan tersebut.

Sedangkan menurut Hogwood dan Gunn dalam Suharto (2005:4) menyatakan bahwa kebijakan publik adalah “seperangkat tindakan pemerintah

yang didesain untuk mencapai hasil-hasil tertentu”. Mengacu pada definisi yang dikemukakan Hogwood dan Gunn kebijakan publik mencakup beberapa hal, yaitu:

1. Bidang kegiatan sebagai ekspresi dari tujuan umum pernyataan-pernyataan yang ingin dicapai.

2. Proposal tertentu yang mencerminkan keputusan-keputusan pemerintah yang dipilih.

3. Kewenangan formal seperti undang-undang atau peraturan pemerintah.

4. Program, yakni seperangkat kegiatan yang mencakup rencana penggunaan sumber daya lembaga dan strategi pencapaian tujuan. 5. Keluaran (output), yaitu apa yang nata telah disediakan oleh

(45)

Menurut Agustino (2006:42) menyebutkan beberapa karakteristik utama dari kebijakan publik, yaitu:

1. Pada umumnya kebijakan publik perhatiannya ditujukan pada tindakan yang mempunyai maksud dan tujuan tertentu daripada perilaku yang berubah atau acak.

2. Kebijakan Publik pada dasarnya mengandung bagian atau pola kegiatan yang dilakukan oleh pejabat pemerintah daripada keputusan yang terpisah-pisah. Misalnya, suatu kebijakan tidak hanya meliputi keputusan umtuk mengeluarkan suatu peraturan tertentu, tetapi juga keputusan berikutnya yang berhubungan dengan penerapan dan pelaksanaannya.

3. Kebijakan publik merupakan apa yang sesungguhnya dikerjakan pemerintah dalam mengatur perdagangan, mengontrol inflasi atau menawarkan perumahan rakyat, bukan apa yang maksud dikerjakan atau yang akan dikerjakan.

4. Kebijakan publik dapat berbentuk positif maupun negatif. Secara positif, kebijakan melibatkan beberapa tindakan pemerintah yang jelas dalam menangani seuatu permasalahan. Secara negatif, kebijakan publik dapat melibatkan suatu keputusan pejabat pemerintah untuk tidak melakukan suatu tindakan atau tidak mengerjakan apapun padahal dalam konteks tersebut keterlibatan pemerintah amat diperlukan.

5. Kebijakan publik, paling tidak secara positif, didasarkan pada hukum dan merupakan tindakan yang bersifat memerintah.

(46)

Adapun siklus skematik dari kebijakan publik adalah sebagai berikut

Gambar 2.2

Siklus Skematik Kebijakan Publik Sumber: Nugroho (2003:73)

Dalam gambar tersebut dapat dijelaskan dalam sekuensi sebagai berikut:

1. Terdapat isu atau masalah politik. Disebut isu apabila masalahnya bersifat strategis, yakni bersifat mendasar, menyangkut banyak orang atau bahkan keselamatan bersama, (biasanya) berjangka panjang, tidak bisa diselesaikan oleh orang-seorang dan memang harus diselesaikan. Isu ini diangkat sebagai agenda politik untuk diselesaikan.

2. Isu ini kemudian menggerakkan pemerintah untuk merumuskan

kebijakan publik dalam rangka menyelesaikan masalah tersebut. Rumusan kebijakan ini akan menjadi hukum bagi seluruh negara dan warganya termasuk pimpinan negara.

Perumusan kebijakan publik Isu/ masalah

politik

Implementasi kebijakan publik

Evaluasi kebijakan publik Output

(47)

3. setelah dirumuskan kemudian kebijakan publik ini dilandaskan baik oleh pemerintah, masyarakat atau pemerintah bersama-sama dengan masyarakat.

4. Namun, di dalam proses perumusan, pelaksanaan dan pasca pelaksanaan, diperlukan tindakan evaluasi sebagai sebuah siklus baru selain penilaian apakah kebijakan tersebut sudah dirumuskan dengan baik dan benar dan diimplementasikan dengan baik dan benar pula. 5. Implementasi kebijakan bermuara pada output yang dapat berupa

kebijakan itu sendiri maupun manfaat langsung yang dapat dirasakan oleh pemanfaat.

6. Di dalam jangka panjang kebijakan tersebut menghasilkan outcome dalam bentuk impak kebijakan yang diharapkan semakin meningkatkan tujuan yang hendak dicapai dengan kebijakan tersebut.

Dengan melihat skema di atas kita melihat bahwa terdapat tiga kegiatan pokok yang berkenaan dengan kebijakan publik seperti yang ditulis oleh Nugroho (2003:73-74) yaitu: (1) Perumusan kebijakan, (2) Implementasi kebijakan, (3) Evalusi kebijakan. Sedangkan menurut Anderson dalam buku Subarsono (2005:12) proses kebijakan publik terdiri atas tahapan-tahapan sebagai berikut: (1) Problem formulation, (2) Formulation, (3) Adaptation, (4) Implementation, (5)

Evaluation

(48)

terdapat disuatu negara yang mempunyai tujuan tertentu dengan menggunakan tiga kegiatan pokok, yaitu perumusan, implementasi dan evaluasi kebijakan dngan tujuan menciptakan kesejahteraan bagi orang banyak. Untuk itu kebijakan publik adalah keputusan yang diambil pemerintah mengenai pedoman tindakan yang dilakukan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya pada perumusan kebijakan.

Kebijakan publik yang telah ditetapkan oleh pemerintah dan telah mendapatkan legitimasi dari lembaga legislatif telah memungkinkan birokrasi untuk bertindak. Kebijakan publik dirumuskan untuk mengakomodasi beragam tuntutan masyarakat, berarti bahwa kebijakan publik memiliki tujuan untuk menciptakan suatu kondisi di masa depan guna memuaskan berbagai tuntutan tersebut. Dan di tingkat pemerintah daerah, bentuk kebijakan publik dibuat dalam bentuk Peratuan Daerah (PERDA).

2.3 Tahapan Kebijakan Publik

(49)

Sedangkan tahapan kebijakan publik dalam Abidin (2012:73)

1. Identifikasi dan perumusan masalah 2. Proses perumusan kebijakan publik 3. Pelaksanaan kebijakan publik 4. Evaluasi kinerja kebijakan publik

Identifikasi dan perumusan masalah merupakan salah satu ciri penting dari kebijakan publik. Alasan pengadaan kebijakan adalah karena ada suatu masalah yang hendak dipecahkan. Disini, kebijakan merupakan salah satu alat atau cara untuk memecahkan masalah yang sudah ada. Dalam hal ini, yang menjadi dasar pembuatan kebijakan adalah karena adanya masalah. Tanpa ada masalah tidak perlu adanya kebijakan baru.

Masalah dapat diamati melalui kondisi negatif yang tampak atau yang dapat dirasakan. Masalah dapat dianggap sebagai penyebab terjadinya gangguan atau hambatan terhadap kelangsungan sesuatu kondisi yang normal. Kondisi negatif yang ditimbulkannya merupakan gejala yang jika dikaji lebih jauh, akan dapat ditemui adanya penyebab/masalah itu sendiri.

(50)

Sejauh mana suatu kebijakan berhasil dalam masyarakat sangat ditentukan oleh perumusan kebijakan ini. Menurut Abidin (110:2012) ada dua faktor yang menentukan keberhasilan suatu kebijakan. Pertama, mutu dari kebijakan dilihat dari substansi kebijakan yang dirumuskan. Hal ini dapat dilihat dengan mengidentifikasikan masalah dengan tepat. Identifikasi masalah secara tepat artinya masalah yang diidentifikasikan itu tidak hanya sekedar benar dalam artian masuk akal (plausible) tetapi juga dapat ditangani (actionable). Kedua, ada dukungan terhadap strategi kebijakan yang dirumuskan. Tanpa dukungan yang cukup, kebijakan tidak akan terwujud.

Tahapan selanjutnya dalam kebijakan publik adalah pelaksanaan/implementasi kebijakan. Kajian implementasi merupakan suatu proses merubah gagasan atau program mengenai tindakan dan bagaimana kemungkinan cara menjalankan perubahan tersebut. Impementasi kebijakan juga merupakan suatu proses dalam kebijakan publik yang mengarah pada pelaksanaan dan kebijakan yang telah dibuat. Pada hakekatnya, merupakan upaya pemahaman apa yang seharusnya terjadi setelah sebuah program dilaksanakan. Sedangkan pada praktiknya, implementasi kebijakan merupakan suatu proses yang begitu komples bahkan tidak jarang bermuatan politis karena adanya intervensi dari berbagai kepentingan. Eugene dalam Agustino (2006:153) mengungkapkan kerumitan dalam proses implementasi adalah sebagai berikut:

(51)

Dan lebih sulit lagi untuk melaksanakannya dalam bentuk yang memuaskan semua orang”

Menurut Press dan Wildavsky dalam parson (2001:468) implementasi kebijakan adalah:

“Menjadikan orang melakukan apa-apa yang diperintahkan dan mengontrol urutan tahap dalam sebuah sistem dan implementasi adalah soal mengembangkan sebuah program kontrol yang meminimalkan konflik dan deviasi dari tujuan yang ditetapkan oleh hipotesis kebijakan”

Tujuan kebijakan pada prinsipnya adalah melakukan intervensi. Oleh karena itu, implementasi kebijakan sebenarnya adalah tindakan (action) intervensi itu sendiri, Mazmanian dan Sabatier dalam Nugroho (2003:161) memberikan gambaran bagaimana melakukan intervensi atau implementasi kebijakan dalam langkah beruntun sebagai berikut:

Gambar 2.3

Siklus implementasi kebijakan Sumber : Nugroho (2002:162)

Implementasi seringkali dipandang sebagai tahap kedua setelah penetapan suatu kebijakan yang mengarah pada pelaksanaan kebijakan. Implementasi juga

Identifikasi masalah yang harus diintervensi

Menegaskan tujuan yang hendak dicapai

(52)

dipandang sebagai suatu proses, output juga sebagai outcome. Menurut Winarno (2007:144), implementasi dikonseptualisasikan sebagai suatu proses, atau serangkaian keputusan atau tindakan yang ditujukan agar keputusan-keputusan yang diterima oleh lembaga legislatif dapat dijalankan.

Hakekat dari implementasi merupakan rangkaian kegiatan yang terencana dan bertahap yang dilakukan oleh instansi pelaksana dengan didasarkan pada kebijakan yang telah ditetapkan oleh otoritas berwenang. Hal ini seperti yang diungkapkan oleh Mazmanian dan Sabatier dalam bukunya Implementation and Public Policy yang diterbitkan pada tahun 1983 dalam Agustino (2006:153)

mendefinisikan implementasi kebijakan sebagai:

“Pelaksanaan keputusan kebijakan dasar, biasanya dalam bentuk undang-undang, namundapat pula berbentuk perintah-perintah atau keputusan-keputusan eksekutif yang penting atau keputusan-keputusan badan peradilan. Lazimnya, keputusan tersebut mengidentifikasikan masalah yang akan diatasi, menyebutkan secara tegas tujuan atau sasaran yang ingin dicapai, dan berbagai cara untuk menstrukturkan atau mengatur proses implementasinya”

Sedangkan menurut Ripley dan Franklin dalam Wibawa (2004:115), implementasi merupakan tahap yang sangat menentukan dalam proses kebijakan publik. Artinya hal atau langkah awal yang paling penting dilakukan untuk menjalankan suatu kegiatan dari awal hingga akhir penyelenggaraan karena akan berpengaruh pada tingkat keberhasilan dan kegagalan dari penyelenggaraan kegiatan tersebut.

(53)

”Pengukuran keberhasilan implementasi dapat dilihat dari prosesnya, dengan mempertanyakan pelaksanaan program sesuai dengan yang telah ditentukan yaitu melihat action program dari individual project dan yang kedua apakah tujuan program tersebut tercapai.”

Dalam bukunya Agustino juga menyebutkan definisi implementasi kebijakan menurut Meter dan Horn

Policy implementation encompasses those action by public and private individuals (and group) that are directed the achievement of goals and objectives set forth imprior policy decision”

(Tindakan-tindakan yang dilakukan baik oleh individu-individu atau pejabat-pejabat atau kelompok-kelompok pemerintah atau swasta yang diarahkan pada tercapainya tujuan-tujuan yang telah digariskan dalam keputusan kebijaksanaan)

Santoso (2008:43) memberikan definisi implementasi kebijakan dengan lebih singkat yaitu aktivitas-aktivitas yang dilakukan untuk melaksanakan sesuatu kebijakan secara efektif.

(54)

Gambar 2.4

Derivat Kebijakan Publik Sumber : Nugroho (2003:159)

Gambar 2.5 diatas menjelaskan bahwa kebijakan publik dalam bentuk Undang-Undang atau Perda adalah jenis kebijakan publik yang memerlukan kebijakan publik penjelas atau yang sering diistilahkan sebagai Peraturan Pelaksanaan. Kebijakan publik yang bisa langsung operasional antara lain Keppres, Inpres, Kepmen, Keputusan Keplaa Daerah, Keputusan Kepala Dinas,

dan lain-lain.

Rangkaian implementasi kebijakan, dari gambar 2.5, dapat dilihat dengan jelas, yaitu dimulai dari program, ke proyek, dan kegiatan. Model tersebut mengadaptasi mekanisme yang lazim di dalam manajemen, khususnya manajemen sektor publik sebagaimana digambarkan berikut ini

Kebijakan publik

Kebijakan publik penjelas

Publik/masyarakat/ beneficiaries Kegiatan intervensi

(55)

Kebijakan publik – sejak formulasi hingga implementasi – perlu mengikuti kaidah-kaidah tersebut karena memang kaidah tersebut bersifat given atau tidak dapat ditolak.

Dari beberapa uraian di atas dapat disimpulkan bahwa implementasi menyangkut : (1) Pelaksanaan setelah sasaran dan tujuan kebijakan dibuat, (2) Adanya aktivitas atau kegiatan yang dilakukan untuk mencapai sasaran dan tujuan tersebut, (3) Adanya output yang dihasilkan dari kegiatan atau aktivitas yang dilakukan.

Dalam sejarah studi implementasi kebijakan terdapat dua pendekatan dalam memahami implementasi kebijakan, kemudian di antara pengikut pendekatan ini terdapat perbedaan-perbedaan sehingga melahirkan pendekatan bottom-up.

Misi

Strategi

Program

Umpan balik Rencana

Proyek Visi

(56)

Dalam pendekatan top-down menurut Agustino (2006:140-141), implementasi kebijakan yang dilakukan tersentralisir dan mulai dari aktor tingkat pusat, dan keputusannya pun diambil dari tingkat pusat. Pendekatan top-down bertitik tolak dari perspektif bahwa keputusan-keputusan politik (kebijakan) yang telah ditetapkan oleh pembuat kebijakan harus dilaksanakan oleh administrator-administrator atau birokrat-birokrat pada level bawahnya. Jadi inti pendekatan top-down adalah sejauh mana tindakan para pelaksana sesuai dengan prosedur

serta tujuan yang telah digariskan oleh para pembuat kebijakan ditingkat pusat. Selain itu juga diketahui bahwa implementasi kebijakan membicarakan (minimal) 3 hal, yaitu:

1. Adanya tujuan atau sasaran kebijakan yang akan dicapai dengan adanya penerapan kebijakan tersebut.

2. Adanya aktivitas atau kegiatan pencapaian tujuan yang dijewantahkan dalam proses implementasi.

3. Adanya hasil kegiatan, idealnya adalah tercapainya tujuan dari kebijakan tersebut.

(57)

2.4 Evaluasi Kebijakan

Evaluasi sering dipandang sebagai bagian akhir dalam suatu prosees kebijakan. Umumnya ketika berbicara tentang evaluasi pikiran kita tertuju pada kebijakan yang telah diimplementasikan. Padahal sebenarnya evaluasi juga membahas persoalan perencanaan, isi, implementasi dan efek atau dampak kebijakan. Menurut Lester dan Stewart dalam Agustino (2006:140-141) evaluasi ditujukan untuk melihat sebagian-sebagian kegagalan suatu kebijakan dan untuk mengetahui apakah kebijakan yang telah dirumuskan dan dilaksanakan dapat menghasilkan dampak yang diinginkan. Agustino (2006:55) dalam bukunya yang berjudul Politik dan Kebijakan Publik menyatakan bahwa

“Evaluasi kebijakan adalah rangkaian aktivitas fungsional yang berusaha untuk membuat penilaian melalui pendapat mengenai manfaat atau pengaruh dari kebijakan, program dan proyek yang tengah dan/atau telah dilaksanakan”

Evaluasi menurut Abidin (2012:165) mencakup 3 pengertian

1. Evaluasi awal, proses perumusan kebijakan sampai saat sebelum diimplmenetasikan

2. Evaluasi dalam proses implementasi/monitoring

3. Evaluasi akhir yang dilakukan setelah proses implementasi kebijakan

(58)

perubahan-perubahan yang tak terduga dipalangan diharapkan segera dapat diperbaiki dan disesuaikan, kelemahan yang diidentifikasi melalui monitoring adalah kesalahan pelaksana dari manusia karena asumsi yang dipakai disini adalah rencana suatu kebijakan telah dirumuskan dengan sempurna. Monitoring tidak bertujuan untuk mengubah kebijakan, tetapi hanya mengadakan penyesuaian

Monitoring ditujukan untuk mengetahui bagaimana implementasi sebuah kebijakan sesuai dengan target yang direncanakan. Monitoring berakhir saat target output tercapai. Penilaiannya ddasarkan pada efisiensi dan ketepatan dalam pemanfaatan keseluruhan faktor pendukung yang ada dalam proses impementasi

Evaluasi akhir diperlukan untuk mengidentifikasikan berbagai kelemahan secara menyeluruh dari suatu kebijakan, baik yang berasal dari kelemahan strategi kebijakan sendiri, maupun karena kelemahan dalam implementasi. Tujuan dari evaluasi akhir ini adalah untuk membangun dan menyempurnakan kebijakan, sehingga fokusnya tidak hanya pada suatu tahap dalam proses kebijakan, tetapi juga pada keseluruhan proses. Oleh karena itu, objek yang diidentifikasikan bukan hanya pada kegagalan, melainkan juga pada keberhasilan. Kegagalan menjadi sasaran untuk diperbaiki, sedangkan keberhasilan menjadi contoh untuk dikembangkan.

(59)

monitoring dengan evaluasi akhir juga terdapat pada informasiyang dihasilkan. Monitoring menurut Dunn menghasilkan informasi yang bersifat empiris, berdasarkan fakta-fakta yang ada, sedangkan evaluasi akhir menghasilkan informasi yang bersifat penilaian dalam memenuhi kebutuhan, kesempatan, dan/atau memecahkan permasalahan. Dunn, menunjuk empat aspek dalam evaluasi kebijakan, antara lain:

1. Value artinya evaluasi lebih memusatkan diri pada nilai atau kepatutan dalam pencapaian hasil dari sutau kebijakan

2. Evaluasi memberi tekanan yang sama antara fakta dan nilai. Dilain pihak, keberhasilan suatu kebijakan tidak hanya

3. Orientasi evaluasi tidak hanya pada nilai, tapi juga pada nilai masa lampau.

4. Evaluasi mempunyai dua posisi, yaitu sebagai tujuan, dan sekaligus sebagai alat.

(60)

secara utuh. Juga perlu disadari bahwa kebijakan bukan satu-satunya faktor yang mempengaruhi perubahan pada masyarakat.

Hasil langsung berupa target yang dihasilkan oleh suatu kebijakan disebut dengan output, sedangkan dampak yang diharapkan terjadi pada masyarakat disebut dengan impact/outcome. Sekalipun evaluasi mencakup keseluruhan proses kebijakan, fokusnya adalah pada penilaian terhadap dampak atau kinerja dari suatu kebijakan. Dye mengklasfikasikan dampak suatu kebijakan ke dalam lima komponen

1. Dampak terhadap kelompok sasaran/lingkungan 2. Dampak terhadap kelompok lain

3. Dampak terhadap masa depan 4. Dampak terhadap biaya langsung 5. Dampak terhadap biaya tidak langsung

Menurut Dunn (2003:679) evaluasi ditujukan untuk menilai sejauh mana keefektifan kebijakan publik guna dipertanggungjawabkan kepada konstituennya sejauh mana tujuan dicapai. Evaluasi diperlukan untuk melihat kesenjangan antara harapan dan kenyataan Menurut Jones dalam Soekarno (2003:173) mengemukakan bahwa:

(61)

Evaluasi dapat dibedakan kedalam bentuk-bentuk analisis sebagai berikut:

1. Evaluasi dimaksudkan untuk pembuatan keputusan dan untuk menganalisis problem seperti yang didefinsikan oleh pembuat keputusan, bukan oleh periset.

2. Evaluasi adalah penilaian karakter, riset bertujuan untuk mengevaluasi tujuan program.

Adapun menurut Lester dan Stewart dalam Agustino (2006:185) mengungkapkan, evaluasi ditujukan untuk melihat sebagian-sebagian kegagalan suatu kebijakan dan dilaksanakan dapat menghasilkan dampak yang ia inginkan. Yang artinya bila dapat disimpulkan bahwa dengan adanya evaluasi dapat terlihat segala kesenjangan yang dihadapi dalam suatu proses kebijakan.

Selain itu definisi mengenai evaluasi kebijakan publik seperti yang diungkapkan oleh Islamy (1997) bahwa

“…. Evaluasi kebijakan adalah merupakan suatu aktivitas untuk melakukan penilaian terhadap akibat-akibat atau dampak kebijakan dari berbagai program-program pemerintah. Pada studi evaluasi kebijakan telah dibedakan antara akibat-akbiat dan konsekuensi-konsekuensi yang ditimbulkan dengan dilaksanakannya suatu kebijakan. Adapaun yang dimaksud dengan evaluasi kebijakan adalah dari apa-apa yang telah dihasilkan dengan adanya program pross perumusan kebijakan pemerintah”

Sedangkan Anderson dalam Soekarno (2003:149) mengungkapkan bahwa:

(62)

Berbeda dengan monitoring yang dilakukan hanya pada pertengahan proses implementasi, evaluasi akhir dari suatu kebijakan dilakukan secara menyeluruh dengan menggunakan teknik penilaian surut. Artinya evaluasi dimulai dari ujung, pada hasil akhir suatu kebijakan, menuju ke output, implementasi dan proses perumusan kebijakan pada tahap awal. Dilihat dari proses, penilaian surut ini, ada dua kelompok besar dalam evaluasi. Pertama, evaluasi dengan membandingkan hasil yang telah dicapai dengan tujuan yang ditetapkan. Kedua, evaluasi terhadap berbagai kegiatan dalam proses kebijakan. Anggapan yang melandasi terhadap dua kelompok besar evaluasi itu, antara lain (1) terdapat kemungkinan penyimpangan, (2) kekurangan/ketidakccocokan antara tujuan yang ditetapkan dengan hasil yang dicapai, (3) terdapat kemungkinan keberhasilan yang lebih baik dari yang biasa, dan diharapkan dapat menjadi contoh untuk kebijakan serupa dimasa yang akan datang.

Menurut Abidin (2012:171) Langka pertama dalam mengevaluasi kelompok-kelompok pertama adalah penilaian terhadap tujuan kebijakan yang telah ditetapkan. Hal ini dimaksudkan untuk menilai apakah tujuan tersebut cukup baik diukur berdasarkan berbagai kriteria kelayakan. Beberapa kriteria yang dapat dipakai untuk menimbang ketepatan tujuan itu, antara lain kepatutan, rasional, time horizon, dan penerimaan.

(63)

yang ditetapkan hendaklah tujuan yang rasional, tidak berlebihan, dan tidak pula terlalu rendah dilihat dari sumebr daya yang tersedia, dan kondisi internal dan eksternal. Rasionalitas dari tujuan suatu kebijakan biasanya bersifat relatif. Suatu tujuan yang rasional dan dapat dicapai oleh suatu organisasi, dalam lingkungan tertentu dcengan persediaan sumber daya yang ada, belum tentu rasional menurut organisasi lain. Kesalahan dalam menetapkan tujuan kebijakan pembangunan di negara-negara berkembang tanpa mempertimbangkan kondisi lingkungan dan sumber daya sering kali menjadi penyebab kegagalan pembangunan.

Pertanyaan tentang jangka waktu pencapaian dari tujuan suatu kebijakan. Penetapan jangka waktu pencapaian yang terlalu singkat dapat menimbulkan kesalahan dalam evaluasi. Nilai keberhasikan yang dievaluasi tidak menunjukkan gambaran yang sebenarnya dari kemampuan organisasi. Dalam pembangunan nasional, kesalahan yang demikian terjadi karena tujuan jangka pendek ditetapkan menjadi tujuan jangka panjang.

Gambar

Tabel 1.1
Gambar 1.1 Alur Pengajuan pinjaman
Tabel 1.2
Tabel 1.3
+7

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan latar belakang dan permasalahan tersebut penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul sementara “EVALUASI SUMBER DAYA LAHAN DI KECAMATAN MOJOWARNO

Penelitian ini tidak akan dilakukan pada keseluruhan masalah karena keterbatasan waktu, peneliti membatasi masalah hanya pada Kemahiran Menulis Cerpen melalui

Dalam penelitian ini masih ada beberapa keterbatasan yang dilakukan oleh peneliti, yaitu penelitian ini hanya dilakukan untuk jangka waktu satu tahun yaitu tahun

Namun karena keterbatasan peneliti baik waktu, tenaga dan wawasan maka peneliti hanya membatasi tiga variabel saja dalam penelitian ini untuk diteliti yaitu gaya

Agar tidak menyimpang dari sasaran dan permasalahan serta dikarenakan keterbatasan waktu dan biaya, maka peneliti hanya membatasi masalah penelitian dengan meneliti hubungan

Berdasarkan hasil identifikasi masalah di atas dan dengan keterbatasan peneliti, maka penelitian ini dibatasi pada evaluasi pelaksanaan

Dalam Penelitian ini, peneliti hanya membatasi penelitiannya pada proses evaluasi program pendidikan non formal khususnya kegiatan yang dilaksanakan di kelas literasi dan

keterbatasan itu maka pada penelitian ini peneliti hanya membatasi pada variabel kompensasi, disiplin kerja dan prestasi kerja, serta yang diteliti adalah 6 instansi di