• Tidak ada hasil yang ditemukan

HUBUNGAN ANTARA KONSUMSI PROTEIN DAN ZAT BESI DENGAN KADAR HEMOGLOBIN PADA WANITA USIA SUBUR (WUS) DI KECAMATAN CANGKRINGAN KABUPATEN SLEMAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "HUBUNGAN ANTARA KONSUMSI PROTEIN DAN ZAT BESI DENGAN KADAR HEMOGLOBIN PADA WANITA USIA SUBUR (WUS) DI KECAMATAN CANGKRINGAN KABUPATEN SLEMAN"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

HUBUNGAN ANTARA KONSUMSI PROTEIN DAN ZAT BESI DENGAN KADAR HEMOGLOBIN PADA WANITA USIA SUBUR (WUS) DI KECAMATAN

CANGKRINGAN KABUPATEN SLEMAN

NASKAH PUBLIKASI SKRIPSI

Disususn Oleh:

YULIANINGSIH J 310 060 011

PROGRAM STUDI S1 GIZI FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2013

(2)
(3)

HUBUNGAN ANTARA KONSUMSI PROTEIN DAN ZAT BESI DENGAN KADAR HEMOGLOBIN PADA WANITA USIA SUBUR (WUS) DI KECAMATAN

CANGKRINGAN KABUPATEN SLEMAN

Yulianingsih J 310 060 011

Program S1 Gizi, Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Surakarta Jl. A. Yani Tromol Pos I Pabelan Surakarta 57102 Telp: 0271-717417 ext 453 (office) 08156718444 (mobile)

ABSTRACK

Background : The Nutrition is one determinant factor that used to measure quality of human resources. Malnutrition will cause the failure of physical growth and intellectual development, work productivity and immune system lower, resulting in increased morbidity and mortality. Level of food consumption is one distinguising factor to measure person's nutritional status. Protein and iron intake is strong associated with haemoglobin. Protein has important role on iron transport in the body. Therefore, lack of protein intake will cause the hampered of iron transport then resulting, also level of haemoglobin in deficiency of iron.

Purpose : The aims of study is to investigate the correlation between protein and iron consumption with haemoglobin on childbearing women in Cangkringan District Sleman Regency.

Methods : This research uses analytic survey with cross sectional approach. The subjects of study were 26 selected by multi-stage random sampling method. Consumption of protein and iron were collected through interviews with 3x24 hour recall questionnaire method. Cyanmethemoglobin methode was used to blood sampling. The significances statistic data was analysed by fisher exact test.

Results : Based on univariate analysis, in protein consumption 15 subject (57,7%) were included in category less, while category in iron consumption 22 subject (84,6%) were included in less moreover based on haemoglobin level, most subjects as 17 subjects (65,4%) were included in normal categories.

Conclusion: Overall there was no correlation between protein and iron consumption with haemoglobin on women of childbearing age in Cangkingan District Sleman Regency. It is expected that people can pay attention to the pattern of food consumption according to the number of nutrient adequacy.

Keywords : protein consumption, iron intake, haemoglobin level, woman of childbearing age.

(4)

ABSTRAK

Pendahuluan : Gizi merupakan salah satu penentu kualitas sumber daya manusia. Kekurangan gizi akan menyebabkan kegagalan pertumbuhan fisik dan perkembangan kecerdasan, menurunkan produktivitas kerja dan menurunkan daya tahan tubuh, yang berakibat meningkatnya angka kesakitan dan kematian. Tingkat konsumsi makanan merupakan salah satu penentu status gizi seseorang, konsumsi protein dan zat besi sangatlah berhubungan dengan kadar hemoglobin. Protein berperan penting dalam transportasi zat besi di dalam tubuh. Oleh karena itu, kurangnya asupan protein akan mengakibatkan transportasi zat besi terhambat sehingga akan terjadi defisiensi besi. Disamping itu kekurangan zat besi juga menurunkan kadar hemoglobin.

Tujuan : Mengetahui hubungan antara konsumsi protein dan zat besi dengan kadar hemoglobin pada Wanita Usia Subur (WUS) di Kecamatan Cangkringan Kabupaten Sleman.

Metode Penelitian : Penelitian ini menggunakan jenis penelitian survei analitik dengan pendekatan cross sectional. Jumlah subjek penelitian sebanyak 26 dipilih dengan metode multi stage random sampling. Data konsumsi protein dan zat besi dikumpulkan melalui wawancara dengan metode recall 3x24 jam dan pengambilan sampel darah untuk pemeriksaan kadar hemoglobin dengan cyanmethemoglobin. Analisis data dengan uji statistik fisher exact test.

Hasil : Berdasarkan analisis univariat tingkat konsumsi protein subjek sebanyak 15 subjek (57,7%) termasuk dalam kategori konsumsi protein kurang sedangkan konsumsi zat besi subjek sebanyak 22 subjek (84,6%) termasuk dalam kategori konsumsi zat besi kurang dan sebagian besar kadar hemoglobin subjek sebanyak 17 subjek (65,4%) termasuk dalam kategori hemoglobin normal.

Kesimpulan : Hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat hubungan antara konsumsi protein dan zat besi dengan kadar hemoglobin pada Wanita Usia Subur (WUS) di Kecamatan Cangkringan Kabupaten Sleman. Hal ini diharapkan masyarakat dapat memperhatikan pola konsumsi makan sesuai angka kecukupan gizi (AKG).

Kata Kunci : konsumsi protein, konsumsi zat besi, kadar hemoglobin, wanita usia subur (WUS).

A. PENDAHULUAN

Gizi merupakan salah satu penentu kualitas sumber daya manusia. Kekurangan gizi akan menyebabkan kegagalan pertumbuhan fisik dan

perkembangan kecerdasan,

menurunkan produktivitas kerja dan menurunkan daya tahan tubuh, yang berakibat meningkatnya angka kesakitan dan kematian. Kecukupan zat besi sangat diperlukan oleh setiap individu. Sejak janin yang masih di

(5)

dalam kandungan, bayi, anak-anak, masa remaja, dewasa sampai usia lanjut. Ibu atau calon ibu merupakan kelompok rawan gizi, karena ibu atau calon ibu membutuhkan gizi yang cukup untuk mempersiapkan masa kehamilan sehingga harus dijaga status gizi dan kesehatannya, agar dapat melahirkan bayi yang sehat (Depkes, 2008).

Secara Nasional prevalensi anemia sebesar 14,8% (menurut acuan SK Menkes) dan sebesar 11,9% menurut acuan Riskesdas (Riskesdas, 2007). Pada tahun 2001 prevalensi anemia pada wanita usia subur adalah 27,9% (Depkes, 2006). Prevalensi anemia gizi yang dianggap tidak merupakan masalah kesehatan masyarakat adalah sebesar 15% (Depkes,1996).

Menurut Gibson (2005) beberapa faktor yang mempengaruhi kadar hemoglobin diantaranya adalah

jenis kelamin, pada wanita mempunyai kadar hemoglobin lebih rendah dibandingkan seorang laki-laki. Anemia defisiensi besi merupakan stadium ketiga dari defisiensi besi yang disebabkan habisnya simpanan besi sehingga kadar hemoglobin menurun. Infeksi parasit dan infeksi penyakit menyebabkan kadar hemoglobin rendah yang timbul pada infeksi kronik dan peradangan. Keberadaan seseorang dari permukaan laut (ketinggian), seseorang yang berada pada ketinggian tertentu mempunyai respon yang tinggi untuk membangkitkan respon terhadap penyesuaian diri untuk menurunkan tekanan darah parsial oksigen dan mengurangi saturasi oksigen dalam darah. Kadar hematokrit dan hemoglobin seseorang meningkat secara bertahap seiring dengan ketinggian yang semakin tinggi.

(6)

Protein berperan penting dalam transportasi zat besi di dalam tubuh. Oleh karena itu, kurangnya asupan protein akan mengakibatkan transportasi zat besi terhambat sehingga akan terjadi defisiensi besi. Menurut penelitian Maesaroh (2007) menunjukkan bahwa tingkat konsumsi protein memiliki hubungan yang paling kuat dengan kadar hemoglobin. Di samping itu makanan yang tinggi protein terutama yang berasal dari hewani banyak mengandung zat besi. Transferin adalah suatu glikoprotein yang disintesis di hati. Protein ini berperan sentral dalam metabolisme besi tubuh sebab transferin mengangkut besi dalam sirkulasi ke tempat-tempat yang membutuhkan besi, seperti dari usus ke sumsum tulang untuk membentuk hemoglobin yang baru. Feritin adalah protein lain yang penting dalam metabolisme besi. Pada kondisi

normal, feritin meyimpan besi yang dapat diambil kembali untuk digunakan sesuai kebutuhan (Purwitaningtyas, 2011).

Zat besi mempunyai beberapa fungsi esensial di dalam tubuh yaitu sebagai alat angkut oksigen dari paru-paru ke jaringan tubuh, alat angkut elektron di dalam sel dan sebagai bagian terpadu berbagai reaksi enzim di dalam jaringan tubuh (Almatsier, 2004). Pada tubuh orang dewasa mengandung zat besi (Fe) antara 2,5 - 4g, yang kurang lebih 2,5g tersebut terdapat dalam sirkulasi yaitu dalam sel darah merah, sebagai komponen hemoglobin (Linder, 2006). Kekurangan zat besi dapat menimbulkan gangguan atau hambatan pada pertumbuhan, baik sel tubuh maupun sel otak, bahkan penderita kekurangan zat besi akan mengalami penurunan daya tahan tubuh, disamping itu kekurangan zat besi juga menurunkan kadar

(7)

hemoglobin. Menurut penelitian Dewi (2011) menunjukkan ada hubungan antara asupan zat besi (Fe) dengan kadar hemoglobin. Kekurangan kadar hemoglobin dalam darah dapat menimbulkan gejala lesu, lemah, letih, lalai dan cepat capai.

Berdasarkan uraian diatas maka penulis ingin mengetahui hubungan antara konsumsi protein dan zat besi dengan kadar hemoglobin pada Wanita Usia Subur (WUS) di Kecamatan Cangkringan Kabupaten Sleman. Alasan pemilihan lokasi yaitu karena hasil survei menunjukkan bahwa prevalensi anemia pada wanita usia subur 51,33 % (Dinkes Sleman, 2008). B. TUJUAN

Mengetahui hubungan antara konsumsi protein dan zat besi dengan kadar hemoglobin pada wanita usia subur (WUS) di Kecamatan Cangkringan, Sleman.

C. METODE

Penelitian ini menggunakan jenis penelitian survei analitik dengan pendekatan cross sectional, yaitu penelitian yang mempelajari hubungan antara variabel bebas (protein dan zat besi) dengan variabel terikat (kadar hemoglobin), penelitian ini dilakukan dengan cara observasi atau pengumpulan data sekaligus pada suatu saat. Pada penelitian ini semua objek penelitian yaitu variabel bebas (protein dan zat besi) harus dilakukan penelitian pada saat yang bersamaan tetapi untuk variabel terikat (kadar hemoglobin) dilakukan pengambilan data hanya satu kali saja.

Analisis univariat dilakukan untuk mengetahui gambaran data yang telah terkumpulkan kemudian dilakukan analisa secara deskriptif dalam bentuk frekuensi dan persentase.

Analisis bivariat dilakukan berdasarkan skala data. Pada uji ini

(8)

dilakukan uji kenormalan data, yaitu untuk mengetahui data konsumsi protein, konsumsi zat besi dan kadar hemoglobin Wanita Usia Subur (WUS) berdistribusi normal atau tidak normal.

Data berdistribusi normal dan berskala nominal maka data konsumsi protein, konsumsi zat besi dan kadar hemoglobin Wanita Usia Subur (WUS) menggunakan uji statistik fisher exact test karena jumlah sel mempunyai nilai expected kurang dari 5.

D. PEMBAHASAN

1. Karakteristik Subjek Penelitian Subjek dalam penelitian ini adalah Wanita Usia Subur (WUS) di masing-masing Desa di Kecamatan Cangkringan yang berjumlah 26 orang. Karakteristik subjek penelitian terdiri dari usia, pendidikan dan pekerjaan dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1

Karakteristik Subjek Penelitian

Variabel Kategori Jumlah (n) Persentase (%)

Usia 20-35 Tahun 17 65,4 > 35 Tahun 9 34,6 Jumlah 26 100 Pendidikan SD 3 11,5 SMP 7 26,9 SMA 12 46,2 Perguruan Tinngi 4 15,4 Jumlah 26 100

Pekerjaan Ibu Rumah Tangga 11 42,3

Petani 4 15,4

Wiraswasta 4 15,4

PNS 2 7,7

Swasta 5 19,2

Jumlah 26 100

Berdasarkan Tabel 1 diketahui bahwa usia subjek penelitian dengan persentase tertinggi yang berusia 20 sampai 35 tahun sebesar 65,4%.

Pada pendidikan diketahui bahwa pendidikan subjek penelitian dengan persentase tertinggi pada pendidikan terakhir SMA yaitu 46,2%. Sedangkan

(9)

untuk pekerjaan subjek penelitian sebagian besar adalah sebagai Ibu rumah tangga yaitu sebesar 42,3%. 2. Konsumsi Protein

Konsumsi protein subjek penelitian berdasarkan nilai parameter statistik menunjukkan bahwa nilai rata-rata konsumsi protein WUS sebanyak 84,2 ± 21,9% dengan nilai minimum 51% dan nilai maksimum konsumsi protein WUS sebanyak 139,6%. Distribusi konsumsi protein secara lengkap dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2

Konsumsi Protein Subjek Penelitian Kategori Konsumsi Protein Jumlah (n) Persentase (%) Cukup Kurang 11 15 42,3 57,7 Total 26 100

Berdasarkan Tabel 2 konsumsi protein subjek penelitian dapat diketahui bahwa mayoritas kategori konsumsi protein subjek penelitian

adalah kurang, yaitu sebanyak 15 orang atau 57,7%. Subjek penelitian yang mengkonsumsi lauk nabati seperti tahu dan tempe lebih banyak dibandingkan dengan lauk hewani seperti daging ayam, telur dan daging sapi disebabkan karena lauk nabati harganya lebih murah dan mudah diperoleh, sehingga subjek penelitian lebih sering mengkonsumsi lauk nabati dibandingkan lauk hewani. Hal ini sesuai dengan pendapat Muchtadi (2010) bahwa lauk protein nabati lebih banyak dikonsumsi karena harganya yang lebih murah dibandingkan dengan protein hewani. Jika hal ini terjadi dapat menyebabkan jumlah zat besi didalam tubuh akan berkurang karena kurang mengkonsumsi makanan mengandung tinggi zat besi yang banyak bersumber dari protein hewani.

(10)

3. Konsumsi Zat Besi

Konsumsi zat besi subjek penelitian berdasarkan nilai parameter statistik menunjukkan bahwa nilai rata-rata konsumsi zat besi WUS sebanyak 46,6 ± 20,0% dengan nilai minimum 19,6% dan nilai maksimum konsumsi zat besi WUS sebanyak 92%. Distribusi konsumsi protein secara lengkap dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3

Konsumsi Zat Besi Subjek Penelitian Kategori Konsumsi Zat Besi Jumlah (n) Persentase (%) Cukup 4 15,4 Kurang 22 84,6 Jumlah 26 100

Berdasarkan Tabel 3 konsumsi zat besi subjek penelitian dapat diketahui bahwa mayoritas kategori konsumsi protein subjek penelitian adalah kurang, yaitu sebanyak 22 orang atau 84,6%. Zat besi memiliki fungsi utama yang berhubungan

dengan anemia yaitu membantu dalam pembentukan atau peningkatan dalam sel-sel darah merah (Soehardi, 2004). Asupan zat besi yang tidak memadai akan berpengaruh terhadap peningkatan absorbsi besi dari makanan, memobilisasi simpanan zat besi dalam tubuh, dan mengurangi transportasi besi ke sumsum tulang, serta akan menurunkan kadar hemoglobin sehingga akan mengakibatkan terjadinya anemia karena defisiensi zat besi (Gibney, 2009).

4. Kadar Hemoglobin

Kadar hemoglobin subjek penelitian menunjukkan bahwa nilai rata-rata kadar hemoglobin adalah 12,3 ± 1,07 g/dl, dengan nilai minimum 10,52 g/dl dan nilai maksimum kadar hemoglobin sebanyak 14,83 g/dl. Distribusi kadar

(11)

hemoglobin secara lengkap dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4

Kadar Hemoglobin Subjek Penelitian

Kategori

Hemoglobin Jumlah (n) Persentase (%)

Normal 17 65,4

Tidak

Normal 9 34,6

Jumlah 26 100

Berdasarkan tabel 4 kadar hemoglobin subjek penelitian mayoritas normal yaitu 65,4%. Menurut Supariasa (2002) menyatakan bahwa kategori kadar status anemia dinyatakan normal jika ≥12 g/dl dan dinyatakan tidak normal <12g/dl.

Hemoglobin juga berguna untuk membawa karbondioksida dari jaringan-jaringan tubuh sebagai hasil metabolisme ke paru-paru untuk di buang, untuk mengetahui apakah

seseorang itu kekurangan darah atau tidak, dapat diketahui dengan pengukuran kadar hemoglobin. Penurunan kadar hemoglobin dari normal berarti kekurangan darah yang disebut anemia. Menurut Supariasa (2002) menyatakan bahwa kadar hemoglobin adalah parameter yang digunakan secara luas untuk menetapkan prevalensi anemia.

5. Hubungan Konsumsi Protein dengan Kadar Hemoglobin

Hasil uji korelasi konsumsi protein dengan kadar hemoglobin dapat dilihat pada Tabel 5 sebagai berikut :

Tabel 5

Distribusi Konsumsi Protein dengan Kadar Hemoglobin Konsumsi Kadar hemoglobin p

protein Normal Tidak Normal Total N % N % N %

Kurang 9 60 6 40 15 100 0,683 Cukup 8 72,7 3 27,2 11 100

(12)

Berdasarkan tabel 5 diatas menunjukkan bahwa pada subjek yang memiliki kadar hemoglobin normal dengan konsumsi protein kurang sebesar 60% sedangkan pada subjek yang memiliki kadar hemoglobin normal dengan konsumsi protein cukup sebesar 72,7%. Hasil uji statistik dengan menggunakan uji fisher exact diperoleh nilai p = 0,683 hal ini menunjukkan p > 0,05 yang dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan antara konsumsi protein dengan kadar hemoglobin. Hal ini

disebabkan karena kadar hemoglobin darah seseoang dipengaruhi oleh banyak faktor, sesuai dengan pendapat Gibson (2005) antara lain disebabkan karena kekurangan mikronutrien lain, infeksi parasit maupun berbagai status penyakit.

6. Hubungan Konsumsi Zat Besi dengan Kadar Hemoglobin

Hasil uji korelasi konsumsi zat besi dengan kadar hemoglobin dapat dilihat pada Tabel 6 sebagai berikut :

Tabel 6

Distribusi Konsumsi Zat Besi dengan Kadar Hemoglobin Konsumsi Kadar hemoglobin p Zat Besi Normal Tidak Normal Total

N % N % N %

Cukup 4 100 0 0 4 100 0,263 Kurang 13 59,09 9 40,9 22 100

Berdasarkan tabel 6 menunjukkan bahwa pada subjek yang memiliki kadar hemoglobin normal dengan konsumsi zat besi

cukup sebesar 100%, sedangkan pada subjek yang memiliki kadar hemoglobin normal dengan konsumsi zat besi kurang sebesar 59,09%. Hasil uji statistik dengan menggunakan uji

(13)

fisher exact diperoleh nilai p = 0,263 berarti tidak ada hubungan antara konsumsi zat besi dengan kadar hemoglobin. Ketidakcukupan asupan makanan sumber zat besi pada wanita usia subur dapat disebabkan karena rendahnya tingkat pendapatan keluarga atau daya beli, pengetahuan gizi yang rendah, perilaku makan yang salah dan kurangnya kombinasi dari makanan yang dikonsumsi dan salah satu penyebab lainnya adalah karena subjek dengan kebiasaan minum teh setelah makan, karena teh salah satu faktor yang dapat menghambat penyerapan zat besi dalam tubuh. Perubahan kebiasaan minum teh dapat dilakukan dengan cara mengurangi konsumsi teh menjadi tidak setiap hari atau minum 2-3 jam setelah makan seperti yang dianjurkan oleh Hartoyo (2003).

E. KESIMPULAN

1. Tingkat konsumsi protein sebagian besar Wanita Usia Subur (WUS) di

Kecamatan Cangkringan Kabupaten Sleman adalah kurang

yaitu 57,7%

2. Tingkat konsumsi zat besi sebagian besar Wanita Usia Subur (WUS) di Kecamatan Cangkringan Kabupaten Sleman adalah kurang yaitu 84,6%

3. Kadar hemoglobin sebagian besar Wanita Usia Subur (WUS) di

Kecamatan Cangkringan Kabupaten Sleman adalah normal

yaitu 65,4%

4. Berdasarkan uji statistik, tidak ada hubungan antara konsumsi protein dengan kadar hemoglobin pada Wanita Usia Subur (WUS) di

Kecamatan Cangkringan Kabupaten Sleman

(14)

5. Berdasarkan uji statistik, tidak ada hubungan antara konsumsi zat besi dengan kadar hemoglobin pada Wanita Usia Subur (WUS) di

Kecamatan Cangkringan Kabupaten Sleman

F. SARAN

1. Meningkatkan konsumsi makanan sesuai dengan angka kecukupan gizi (AKG)

2. Memperhatikan bahan makanan yang dikonsumsi terutama yang mengandung zat gizi yang sesuai dan bermanfaat bagi kesehatan tubuh.

3. Dapat lebih memantau kesehatan masyarakat khususnya dalam pola konsumsi makan masyarakat dengan memberikan penyuluhan tentang konsumsi makanan yaitu protein dan zat besi sesuai dengan kecukupan gizi.

DAFTAR PUSTAKA

Adi M, Etisa. 2011. Jurnal Asupan Mikronutrien, Kadar Hemoglobin dan Kesegaran Jasmani Remaja Putri. FK Universitas Diponegoro. Semarang.

Almatsier, S. 2003. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Almatsier, S. 2004. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Almatsier, S. 2005. Penuntun Diet. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Angka Kecukupan Gizi. 2004. Jakarta : Persatuan Ahli Gizi Nasional. Anonim, 2007. Manfaat Protein dalam

Kehidupan Sehari-hari.

(http://www.gizi.net/cgi-bin/berita/fullnews.cgi?newsid) diakses tanggal 12 Oktober 2011.

Arikunto, Suharsimi. 2002. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Rineka Cipta. Jakarta.

Arisman. 2009. Gizi Dalam Daur Hidup. Jakarta : EGC.

Astari. 2008. Refleksi Hari Ibu. (http://www.gizi.net/) diakses : tanggal 12 Desember 2011.

Chuningham, F Gary. 2005.Obstetry Williams. Jakarta : EGC. 252-6,24-111

(15)

Depkes RI. 1996. Pedoman pengukuran dan pemeriksaan. Badan penelitian dan Pengembangan Kesehatan Departemen Kesehatan RI : Jakarta.

Depkes RI. 2005. Petunjuk Teknis Standar Pelayanan Minimal (SPM) penyelenggaraan Perbaikan Gizi Masyarakat. Dirjen Bina Kesehatan Mayarakat, Direktorat Gizi Masyarakat. Jakarta.

Depkes RI. 2006. Pedoman pengukuran dan pemeriksaan. Badan penelitian dan Pengembangan Kesehatan Departemen Kesehatan RI : Jakarta.

Dewi A, Shintiana. 2011. Hubungan Antara Asupan Zat Besi (Fe) dan Vitamin C dengan Kadar Hemoglobin Pada Siswi Kelas X Dan XI Di SMA Futuhiyyah Mranggen Kabupaten Demak. Skripsi Program Studi S1 Kesehatan Masyarakat.

Dinkes Kabupaten Sleman. 2008. Survei Anemia Pada Wanita Usia Subur Di Kabupaten Sleman. Sleman.

Ganong, William.F. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 22. EGC: Jakarta. 2008.  

Gibney dkk. 2009. Gizi kesehatan masyarakat. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Gibson, R, S. 2005. Principle of Nutritional Assesment. Oxford

University Press. New Zealand : 446-447.

Hardinsyah, Dodik B, Retnaningsih, Tin, H. 2004. Modul Pelatihan Ketahanan Pangan “Analisis Kebutuhan Konsumsi Pangan”. Pusat Studi Kebijakan Pangan dan Gizi Lembaga Penelitian dan Pemberdayaan Masyarakat Institut Pertanian Bogor. Bogor. Hartoyo, A. 2003. The dan Khasiatnya

Bagi Kesehatan. Kanisius. Jogjakarta.

Husaini, dkk. 1989. Study Nutritional Anemia An Assesment of Information Compilation For Supporting And Formulating National Policy And Program. Direktorat Bina Gizi Masyarakat Depkes RI dengan PusLitBang Depkes RI. Jakarta.

Irianto. 2007. Panduan Gizi Lengkap Keluarga dan Olahragawan. Jogjakarta.

Khomsan, A. 1994. Mengapa Wanita Rawan Gizi. Intisari.

Linder, M.C. 2006. Biokimia Nutrisi dan Metabolisme. Universitas Indonesia. Jakarta.

Maesaroh. 2007. Tingkat Konsumsi Energi, Protein dan Zat Besi dan Hubungannya dengan Kadar HB pada Santri Remaja Putri di Ponpes Abirathul Islami Saribari Kaliwungu. Semarang. FK Universitas Diponegoro. Semarang.

(16)

Mary E. Beck. 2000. Ilmu Gizi dan Diet Hubungan dengan penyakit-penyakit untuk Perawat dan Dokter. Yogyakarta : Yayasan Essentia Medica. Yogyakarta. Muchtadi, D, 2010. Pengantar Ilmu

Gizi. Alfabeta. Bandung.

Notoatmodjo. 2002. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta Pusat : Rineka Cipta.

Nursalam. 2003. Konsep Dan Penerapan Metode Pendidikan Ilmu Keperawatan Pedoman Skripsi, Tesis dan Instrumen Penelitian Keperawatan.

Purwitaningtyas K, D. 2011. Hubungan Asupan Zat Gizi dan Pola Menstruasi dengan Kejadian Anemia pada Remaja Putri Di SMA N 2 Semarang. FK

Universitas Diponegoro. Semarang.

Riskesdas, 2007. Laporan Hasil Riset Kesehatan Dasar Nasional 2007. Diakses tanggal13 Desember 2011. http://.www. Riskesdas.litbang.depkes.go.id. Roedjito, D. 1989. Kajian Penelitian

Gizi. Institute Pertanian Bogor. Bogor.

Rosell, MS., Appleby, PN., Spencer,EA., and Key TJ. 2004. Soy intake and blood cholesterol concentrations: a cross-sectional study of 1033 pre- and postmenopausal women in the Oxford arm of the European Prospective Investigation into

Cancer and Nutrition. Am J Clin Nutr. 80:1391– 6.

Suhardjo, 2003. Berbagai Cara Pendidikan Gizi. Jakarta : Bumi Aksara.

Supariasa. dkk. 2001. Penilaian Status Gizi. EGC. Jakarta.

Supariasa. 2002. Penilaian Status Gizi. EGC. Jakarta.

Referensi

Dokumen terkait

Efektivitas kepemimpinan transformasional dan kejelasan desain pekerjaan secara simultan memiliki pengaruh terhadap tingkat motivasi kerja karyawan di Perusahaan Daerah Jasa

Beberapa sumber risiko produksi yang terjadi pada setiap tahapan proses produksi jamur tiram putih di Rimba Jaya Mushroom mulai dari tahap persiapan bahan baku sampai

Penelitian ini bertujuan menentukan konsentrasi enzim dan waktu hidrolisis yang optimum untuk pembuatan pepton jeroan ikan tongkol, karakterisasi pepton yang dihasilkan dari

Analisis data yang dilakukan penulis adalah dengan melakukan pengamatan melalui setiap dialog sinetron, visualisasi gambar, dan tokoh yang terdapat pada sinetron yang

window setting kolom – kolom laporan buku induk Buku induk keuangan perkara memiliki banyak kolom, dengan masing – masing kolom berisi nilai transaksi dalam satu hari yang terjadi

(1) Seksi Olahraga Pendidikan, Sentra Olahraga dan Olahraga Rekreasi, Tradisonal dan Layanan Khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf d angka

Terdapat 5 (lima) faktor eksternal yang teridentifikasi menjadi peluang yaitu : 1) pengembangan kelembagaan pangan masyarakat, dilihat dari potensi

Subjek Tugas Akhir ini adalah bagaimana menyampaikan informasi mengenai keberadaan SBTH secara tepat dan efektif sehingga SBTH menjadi lebih banyak diminati serta