• Tidak ada hasil yang ditemukan

PROFIL ANAK PROVINSI BANTEN TAHUN 2014 (DATA TERPILAH GENDER)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PROFIL ANAK PROVINSI BANTEN TAHUN 2014 (DATA TERPILAH GENDER)"

Copied!
130
0
0

Teks penuh

(1)
(2)
(3)

PROFIL ANAK

PROVINSI BANTEN

TAHUN 2014

(DATA TERPILAH GENDER)

BADAN PUSAT STATISTIK

PROVINSI BANTEN

(4)

PROFIL ANAK PROVINSI BANTEN TAHUN 2014

ISBN : 978-602-0932-44-6

No Publikasi

: 36000.1562

Katalog BPS

: 4103013.36

Ukuran Buku

: 18,2 cm x 25,7 cm

Jumlah Halaman

: xiv+112 halaman

Naskah :

Bidang Statistik Sosial

Gambar Kulit :

Bidang Statistik Sosial

Diterbitkan Oleh :

Badan Pusat Statistik Provinsi Banten

Dicetak Oleh :

CV. Dharmaputra

“Dilarang mengumumkan, mendistribusikan, mengomunikasikan, dan/atau

menggandakan sebagian atau seluruh isi buku ini untuk tujuan komersial tanpa

izin tertulis dari Badan Pusat Statistik”

(5)

iii Profil Anak Provinsi Banten Tahun 2014

KATA PENGANTAR

Berdasarkan Proyeksi Penduduk Indonesia 2010 – 2035, pada tahun 2014 penduduk Banten tercatat sebesar 11,7 juta jiwa dan lebih dari sepertiganya (34,22 persen) adalah anak-anak usia 0-17 tahun. Besarnya proporsi jumlah anak memerlukan perhatian khusus semua pihak karena keberlanjutan suatu bangsa sangat tergantung dari kualitas anak yang dihasilkan.

Pemenuhan hak-hak anak menjadi suatu hal yang mutlak agar anak dapat tumbuh dan berkembang dengan baik, sehingga menghasilkan generasi penerus yang berkualitas. Untuk mengetahui sejauh mana pemenuhan hak-hak anak di Provinsi Banten, BPS Provinsi Banten menyusun publikasi “Profil Anak Provinsi Banten Tahun 2014 (Data Terpilah Gender)”.

Pada publikasi ini disajikan pemenuhan hak-hak anak berdasarkan 5 kluster Hak-hak anak yang ditetapkan dalam Konvensi Hak-Hak Anak (KHA) Tahun 1989. Data yang disajikan berupa indikator-indikator dalam bentuk tabel dan grafik.

Kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian publikasi ini, disampaikan penghargaan dan terima kasih.

Semoga bermanfaat.

Serang, Desember 2015 Kepala,

(6)
(7)

v Profil Anak Provinsi Banten Tahun 2014

DAFTAR ISI

Halaman Halaman Judul Katalog i ii

KATA PENGANTAR iii

DAFTAR ISI v

DAFTAR GAMBAR vii

DAFTAR TABEL xi BAB I PENDAHULUAN 1 1.1 Latar Belakang 1 1.2 Tujuan 4 1.3 Sumber Data 4 1.4 Sistematika Penyajian 4

BAB II STRUKTUR PENDUDUK USIA 0-17 TAHUN 7

2.1 Jumlah dan Perubahan Penduduk Usia 0-17 Tahun 7

2.2 Persebaran Penduduk Usia 0-17 Tahun 8

2.3 Struktur Umur dan Komposisi Umur 9

BAB III HAK SIPIL DAN KEBEBASAN 15

3.1 Kepemilikan Akte Kelahiran 15

3.2 Akses Terhadap Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) 22 BAB IV LINGKUNGAN KELUARGA DAN PENGASUHAN ALTERNATIF 27

4.1 Anak dan Keluarga yang Tinggal Bersama 27

4.2 Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) 29

4.3 Perkawinan Anak Usia Dini 33

BAB V KESEHATAN DASAR DAN KESEJAHTERAAN 39

5.1 Penolong Kelahiran 40

5.2 Air Susu Ibu (ASI) 42

5.3 Imunisasi 49

5.4 Keluhan Kesehatan 53

5.5 Fasilitas Pelayanan Kesehatan 56

5.6 Tingkat Kunjungan 58

BAB VI PENDIDIKAN 61

(8)

vi Profil Anak Provinsi Banten Tahun 2014 6.2 Angka Partisipasi Sekolah (APS), Angka Partisipasi Murni (APM)

dan Angka Partisipasi Kasar (APK)

65

6.2.1 Angka Partisipasi Sekolah (APS) 66

6.2.2 Angka Partisipasi Murni (APM) 68

6.2.3 Angka Partisipasi Kasar (APK) 70

6.3 Angka Putus Sekolah 72

6.4 Alasan Tidak Sekolah 77

6.5 Angka Buta Huruf 80

6.6 Sarana Ke sekolah 83

BAB VII PERLINDUNGAN KHUSUS 87

7.1 Anak Bermasalah Hukum 88

7.1.1 Anak Pelaku Tindak pidana 90

7.1.2 Anak Korban Tindak pidana 94

7.2 Anak Terlantar 98

7.3 Anak Jalanan 99

7.4 Anak dengan Kesulitan Fungsional 101

7.4.1 Kesulitan Melihat 103

7.4.2 Kesulitan Mendengar 103

7.4.3 Kesulitan Berjalan/Naik Tangga 104

7.4.4 Kesulitan Mengingat/Berkonsentrasi/Berkomunikasi 105

7.4.5 Kesulitan Mengurus Diri Sendiri 106

7.5 Anak 10-17 Tahun yang Bekerja 107

7.5.1 Komposisi Kegiatan Anak Usia 10-17 ahun 107 7.5.2 Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja Anak 10-17 Tahun 108

7.5.3 Karakteristisk Anak Bekerja 110

7.5.4 Anak Usia 10- 17 Tahun yang Bekerja Menurut Jam Kerja pada Pekerjaan Utama

(9)

vii Profil Anak Provinsi Banten Tahun 2014

DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar 3.1 Persentase Balita Menurut Kepemilikan Akte Kelahiran dan

Jenis Kelamin di Provinsi Banten, 2014

17 Gambar 3.2 Persentase Penduduk 0-4 Tahun yang Memiliki Akte

Kelahiran Menurut Kabupaten/Kota di Provinsi Banten, 2014

19 Gambar 3.3 Persentase Penduduk 0-4 Tahun yang Tidak Memiliki Akte

Kelahiran Menurut Alasan di Provinsi Banten, 2014

20 Gambar 3.4 Persentase Penduduk 0-4 Tahun yang Tidak Memiliki Akte

Kelahiran Menurut Alasan dan Kabupaten/Kota di Provinsi Banten, 2014

21

Gambar 4.1 Persentase Anak yang Tinggal Serumah dengan Ibu Kandung Menurut Jenis Kelamin dan Tipe Daerah di Provinsi Banten, 2014

28

Gambar 4.2 Persentase Anak yang Tinggal Serumah dengan Ibu Kandung Menurut Kabupaten/Kota di Provinsi Banten, 2014

29 Gambar 4.3 Persentase Anak Perempuan 10-17 Tahun yang Kawin dan

Pernah Kawin Menurut Kabupaten/Kota di Provinsi Banten, 2014

35

Gambar 4.4 Persentase Anak Perempuan 10-17 Tahun Menurut Status Perkawinan di Provinsi Banten, 2014

37 Gambar 4.5 Persentase Anak Perempuan 10-17 Tahun yang Berstatus

Kawin dan Pernah Kawin Menurut Umur Kawin Pertama di Provinsi Banten, 2014

38

Gambar 5.1 Persentase Balita Menurut Penolong Kelahiran Terakhir dan Jenis Kelamin di Provinsi Banten, 2014

41 Gambar 5.2 Persentase Balita Menurut Penolong Kelahiran Terakhir dan

Kabupaten Kota di Provinsi Banten, 2014

42 Gambar 5.3 Persentase Balita yang Pernah Diberi ASI Menurut Jenis

Kelamin dan Tipe Daerah di Provinsi Banten, 2014

44 Gambar 5.4 Persentase Balita yang Pernah Diberi ASI Menurut

Kabupaten/Kota dan Jenis Kelamin di Provinsi Banten, 2014

45 Gambar 5.5 Rata-rata Lama Pemberian ASI (Bulan) bagi Balita Menurut

Tipe Daerah dan Jenis Kelamin di Provinsi Banten, 2014

(10)

viii Profil Anak Provinsi Banten Tahun 2014 Gambar 5.6 Rata-rata Lama Pemberian ASI (Bulan) Tanpa Makanan

Tambahan dan ASI dengan Makanan Tambahan bagi Balita Menurut Tipe Daerah di Provinsi Banten, 2014

47

Gambar 5.7 Persentase Balita Berumur 2-4 Tahun yang Memiliki Riwayat Mendapat ASI Ekslusif (6 Bulan) Menurut Jenis Kelamin dan Tipe Daerah di Provinsi Banten, 2014

48

Gambar 5.8 Persentase Balita yang Pernah Diberi Imunisasi Menurut Jenis Kelamin dan Tipe Daerah di Provinsi Banten, 2014

49 Gambar 5.9 Persentase Balita yang Pernah Diberi Imunisasi Menurut

Jenis Imunisasi dan Jenis Kelamin di Provinsi Banten, 2014

50 Gambar 5.10 Persentase Balita Berumur 1-4 Tahun yang Mendapat

Imunisasi Lengkap Menurut Jenis Kelamin dan Tipe Daerah di Provinsi Banten, 2014

51

Gambar 5.11 Persentase Balita Berumur 1-4 Tahun yang Mendapat Imunisasi Lengkap Menurut Kabupaten Kota dan Jenis Kelamin di Provinsi Banten, 2014

52

Gambar 5.12 Persentase Anak yang Sakit Menurut Tipe Daerah dan Jenis Kelamin di Provinsi Banten, 2014

53 Gambar 5.13 Persentase Anak yang Mempunyai Keluhan Kesehatan

Menurut Jenis Keluhan Terbesar dan Jenis Kelamin di Provinsi Banten, 2014

54

Gambar 5.14 Persentase Anak yang Mempunyai Keluhan Kesehatan dan Mengobati Sendiri Menurut Daerah Tempat Tinggal dan Jenis Kelamin di Provinsi Banten, 2014

55

Gambar 5.15 Persentase Anak yang Mempunyai Keluhan Kesehatan dan Penggunaan Obat Menurut Jenis Kelamin dan Tipe Daerah di Provinsi Banten, 2014

56

Gambar 5.16 Persentase Anak yang Berobat Jalan ke Fasilitas Medis Menurut Kabupaten/Kota dan Jenis Kelamin di Provinsi Banten, 2014

58

Gambar 5.17 Tingkat Kunjungan Anak ke Fasilitas Kesehatan di Provinsi Banten, 2014

59 Gambar 6.1 Persentase Anak Berumur 5-17 Tahun Menurut

Kabupaten/Kota dan Partisipasi Sekolah di Provinsi Banten, 2014

65

Gambar 6.2 Angka Partisipasi Sekolah (APS) Anak Usia 7-17 Tahun Menurut Jenis Kelamin di Provinsi Banten, 2014

(11)

ix Profil Anak Provinsi Banten Tahun 2014

Gambar 6.3 Angka Partisipasi Sekolah (APS) Anak Usia 7-17 Tahun Menurut Kabupaten/Kota di Provinsi Banten, 2014

68 Gambar 6.4 Angka Partisipasi Murni (APM) Anak Usia 7-18 Tahun

Menurut Jenis Kelamin di Provinsi Banten, 2014

69 Gambar 6.5 Angka Partisipasi Murni (APM) Anak Usia 7-18 Tahun

Menurut Kabupaten/Kota di Provinsi Banten, 2014

70 Gambar 6.6 Angka Partisipasi Kasar (APK) Anak Usia 7-18 Tahun

Menurut Jenis Kelamin di Provinsi Banten, 2014

71 Gambar 6.7 Angka Partisipasi Kasar (APK) Anak Usia 7-18 Tahun

Menurut Kabupaten/Kota di Provinsi Banten, 2014

72 Gambar 7.1 Jumlah Persidangan Kasus Tindak Pidana dengan Terdakwa

Anak di Provinsi Banten Periode Januari-Desember 2014

91 Gambar 7.2 Persentase Korban Kejahatan di Provinsi Banten Menurut

Kelompok Usia dan Jenis Kelamin Selama Tahun 2014

95 Gambar 7.3 Persentase Kasus Kekerasan Terhadap Anak di Provinsi

Banten Periode Januari-Desember 2014

98 Gambar 7.4 Jumlah Anak Jalanan Menurut Jenis Kelamin di Provinsi

Banten, 2011-2014

100 Gambar 7.5 Jumlah Anak Jalanan Menurut Kabupaten/Kota di Provinsi

Banten, 2014

101 Gambar 7.6 Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) dan Tingkat

Pengangguran Terbuka (TPT) Anak Umur 10-17 Tahun menurut Jenis Kelamin di Provinsi Banten, 2014

107

Gambar 7.7 Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) dan Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) Anak Umur 10-17 Tahun menurut Kelompok umur di Provinsi Banten, 2014

108

Sumber : Susenas 2013 Sumber : Susenas 2013

Sumber : Susenas 2013 Sumber : Susenas 2013

(12)
(13)

xi Profil Anak Provinsi Banten Tahun 2014

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 2.1 Penduduk Provinsi Banten, Penduduk Usia 0-17 Tahun

Menurut Jenis Kelamin dan Persentase Penduduk Usia Anak, 2010-2014

8

Tabel 2.2 Jumlah Total Penduduk Provinsi Banten, Jumlah Penduduk Usia 0-17 Tahun, Persentase terhadap Total dan Persentase terhadap Provinsi Banten Menurut Kabupaten/Kota, 2014

9

Tabel 2.3 Penduduk Provinsi Banten Menurut Kelompok Umur dan Kabupaten/Kota, 2014

10 Tabel 2.4 Penduduk Provinsi Banten Menurut Kabupaten/Kota dan

Rasio Jenis Kelamin, 2014

11 Tabel 2.5 Struktur Umur dan Angka Ketergantungan Provinsi Banten

Menurut Kabupaten/Kota, 2014

12 Tabel 3.1 Proporsi Anak Berusia 5-17 tahun yang Mengakses Internet

dalam 3 Bulan Terakhir Menurut Kelompok Umur dan Jenis Kelamin di Provinsi Banten, 2014

24

Tabel 3.2 Proporsi Anak Berusia 5-17 tahun yang Mengakses Internet dalam 3 Bulan Terakhir Menurut Partisipasi Sekolah dan Jenis Kelamin di Provinsi Banten, 2014

25

Tabel 4.1 Persentase Anak Usia 0-6 Tahun yang Sedang Mengikuti PAUD Menurut Tipe Daerah, Jenis Kelamin, dan Kelompok Umur di Provinsi Banten, 2014

31

Tabel 4.2 Persentase Anak Usia 0-6 Tahun yang Sedang Mengikuti PAUD Menurut Tipe Daerah, Jenis Kelamin dan Jenis PAUD di Provinsi Banten, 2014

33

Tabel 4.3 Persentase Anak Perempuan 10-17 Tahun Menurut Status Perkawinan dan Tipe Daerah di Provinsi Banten, 2014

36 Tabel 5.1 Persentase Anak yang Berobat Jalan Menurut Jenis Fasilitas

Kesehatan dan Jenis Kelamin di Provinsi Banten, 2014

57 Tabel 6.1 Persentase Anak Berumur 5-17 Tahun Menurut Tipe Daerah,

Jenis Kelamin dan Partisipasi Sekolah di Provinsi Banten, 2014

63

Tabel 6.2 Persentase Anak Berumur 5-17 Tahun Menurut Kelompok Umur dan Partisipasi Sekolah di Provinsi Banten, 2014

(14)

xii Profil Anak Provinsi Banten Tahun 2014 Tabel 6.3 Persentase Penduduk Berumur 7-17 Tahun yang

Pernah/Sedang Sekolah Menurut Tipe Daerah dan Jenis Kelamin di Provinsi Banten, 2014

74

Tabel 6.4 Angka Putus Sekolah Penduduk Menurut Tipe Daerah, Jenis Kelamin dan Kelompok Umur Sekolah di Provinsi Banten, 2014

75

Tabel 6.5 Angka Putus Sekolah Penduduk Berumur 7-17 Tahun Menurut Tipe Daerah, Jenis Kelamin dan Jenjang Pendidikan di Provinsi Banten, 2014

76

Tabel 6.6 Persentase Penduduk Berumur 7-17 Tahun yang Tidak/Belum Pernah Sekolah/Tidak Bersekolah Lagi Menurut Alasan Tidak/Belum Pernah Sekolah/Tidak Bersekolah Lagi, Tipe Daerah, dan Jenis Kelamin di Provinsi Banten, 2014

79

Tabel 6.7. Angka Buta Huruf Anak Berumur 5-17 Tahun Menurut Tipe Daerah, Jenis Kelamin dan Kelompok Usia Sekolah di Provinsi Banten, 2014

82

Tabel 6.8 Persentase Penduduk Berumur 7-17 Tahun yang Masih Sekolah Menurut Sarana Angkutan ke Sekolah, Tipe Daerah, dan Jenis Kelamin di Provinsi Banten, 2014

84

Tabel 6.9 Persentase Penduduk Berumur 7-17 Tahun ke Atas yang Masih Sekolah Menurut Sarana Angkutan ke Sekolah dan Jenjang Pendidikan di Provinsi Banten, 2014

85

Tabel 7.1 Jumlah Narapidana dan Tahanan Menurut Kelompok Usia dan Jenis Kelamin pada Lapas dan Rutan di Provinsi Banten, Desember 2014

92

Tabel 7.2 Jumlah Narapidana dan Tahanan Menurut Kelompok Usia pada Lapas dan Rutan di Provinsi Banten, Desember 2014

94 Tabel 7.3 Jumlah Anak Usia 10-17 Tahun Menurut Jenis dan Tingkat

Kesulitan di Provinsi Banten, 2010

102 Tabel 7.4 Persentase Anak usia 10-17 Tahun Menurut Kelompok Umur

dan Tingkat Kesulitan Melihat di Provinsi Banten, 2010

103 Tabel 7.5 Persentase Anak Usia 10-17 Tahun Menurut Kelompok Umur

dan Tingkat Kesulitan Mendengar di Provinsi Banten, 2010

104 Tabel 7.6 Persentase Anak usia 10-17 Tahun Menurut Kelompok Umur

dan Tingkat Kesulitan Berjalan/Naik Tangga di Provinsi Banten, 2010

(15)

xiii Profil Anak Provinsi Banten Tahun 2014

Tabel 7.7 Persentase Anak usia 10-17 Tahun Menurut Kelompok Umur

dan Tingkat Kesulitan

Mengingat/Berkonsentrasi/Berkomunikasi di Provinsi Banten, 2010

105

Tabel 7.8 Persentase Anak usia 10-17 Tahun Menurut Kelompok Umur dan Tingkat Kesulitan Mengurus Diri Sendiri di Provinsi Banten, 2010

106

Tabel 7.9 Anak Umur 10-17 Tahun Menurut Kelompok Umur, Jenis Kelamin, dan Jenis Kegiatan Utama Seminggu yang Lalu di Provinsi Banten, 2014

108

Tabel 7.10 Persentase Anak yang Bekerja Menurut Lapangan Pekerjaan Utama dan Status Pekerjaan Utama di Provinsi Banten, 2014

111 Tabel 7.11 Persentase Anak yang Bekerja Menurut Jam Kerja,

Partisipasi Sekolah dan Status Pekerjaan di Provinsi Banten, 2014

(16)
(17)

1 Profil Anak Provinsi Banten Tahun 2014

1.1 Latar Belakang

Anak adalah tunas, potensi, dan generasi muda penerus cita-cita perjuangan bangsa, memiliki peran strategis dan mempunyai ciri dan sifat khusus yang menjamin langsungan eksistensi bangsa dan negara pada masa depan. Untuk mewujudkan hal tersebut, maka diundangkanlah UU nomor 23 tahun 2002 tetang Perlindungan Anak. Yang dimaksud dengan anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan. Dalam undang-undang tesebut dinyatakan bahwa setiap anak berhak untuk dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara wajar sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi. Disampaing itu, dijelaskan pula bahwa penyelenggaraan perlindungan anak adalah orang tua, keluarga, pemerintah dan negara.

Pada tahun 2014, berdasarkan hasil Proyeksi Penduduk Indonesia 2010-2035, jumlah anak di Indonesia sekitar 82,8 juta jiwa atau sekitar 32,85 persen dari total penduduk Indonesia. Di Banten, jumlah sekitar 4 juta jiwa (34,22 persen). Dengan kata lain sekitar 4,83 persen anak di Indonesia tinggal di Provinsi Banten.

Berdasarkan berita tentang kasus perlindungan anak, memberikan gambaran bahwa pemangku kepentingan dalam penyelenggaraan perlindungan anak belum berperan secara maksimal. Kasus-kasus penelantaran anak, anak-anak yang kekurangan gizi, tindak kekerasan terhadap anak-anak, eksploitasi anak-anak dan lain sebagainya merupakan kasus-kasus tidak terlaksanakannya perlindungan anak secara maksimal.

(18)

2 Profil Anak Provinsi Banten Tahun 2014 Gambaran kondisi anak saat ini menjadi dasar yang penting bagi pengambilan kebijakan yang tepat bagi anak. Dapat dikatakan bahwa inventasi terhadap anak di masa kini merupakan investasi besar untuk bangsa di masa datang. Dalam publikasi ini akan diuraikan tentang kondisi anak terpilah gender berdasarkan 5 kluster perlindungan anak yang mengacu pada Konvensi Hak-hak Anak 1989. Lima kluster tersebut adalah hak sipil dan kebebasan; lingkungan keluarga dan pengasuhan alternatif; kesehatan dasar dan kesejahteraan; pendidikan, pemanfaatan waktu luang dan kegiatan seni budaya, dan perlindungan khusus.

Dalam hak sipil dan kebebasan, masalah yang dikedepankan akan kepemilikan akte kelahiran bagi anak khususnya anak di bawah usia 5 tahun (balita). Berdasarkan data Susenas 2013, persentase balita yang mempunyai akte kelahiran baru mencapai 66 persen. Masih tersisa 34 persen anak yang belum memiliki akte kelahiran. Akte kelahiran adalah sesuatu hal yang mutlak diperlukan sebagai pengakuan dari Pemerintah. Tidak dimilikinya akta kelahiran menyebabkan ketidakjelasan identitas anak, yang akan membawa sejumlah implikasi seperti diskriminasi, tidak memiliki akses terhadap pelayanan dasar pendidikan dan kesehatan, rawan menjadi korban perdagangan manusia, mudah dijadikan pekerja anak, rawan menjadi korban kejahatan seksual, dan lain-lain.

Dari aspek pendidikan, berdasarkan Susenas 2013, cukup banyak anak usia 5-17 yang mengenyam pendidikan atau sekitar 82,5 persen anak masih bersekolah. Pada kelompok usia yang sama, persentase anak yang belum pernah bersekolah sekitar 12,1 persen dan yang tidak bersekolah lagi sekitar 5,4 persen. Penyebab utama tidak terpenuhi hak anak dari aspek pendidikan adalah masalah ekonomi, yaitu ketidakmampuan orang tua/wali anak untuk memberikan pendidikan. Dampak dari tidak terpenuhinya hak anak dari aspek pendidikan yaitu semakin banyak anak yang harus bekerja.

Jumlah anak usia 10-17 tahun yang bekerja berdasarkan hasil Sakernas Agustus 2013 adalah sebesar 68,1 ribu anak. Sebagian besar dari mereka bekerja

(19)

3 Profil Anak Provinsi Banten Tahun 2014

di sektor perdagangan dengan status sebagai buruh ataupun pekerja tidak dibayar. Keadaan ini merupakan salah satu gambaran terjadinya eksploitasi terhadap anak.

Hak anak lainnya yang perlu mendapat perhatian adalah hak untuk mendapat kesehatan yang baik. Kesehatan merupakan kebutuhan dasar yang harus dipenuhi agar dapat mewujudkan anak yang berkualitas. Hasil Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) 2012 menunjukkan bahwa angka kematian bayi (AKB) di Provinsi Banten adalah 32 bayi per 1.000 kelahiran hidup. Angka tersebut jauh dari target MDGs (23 kematian bayi per 1.000 kelahiran hidup) yang ingin dicapai pada tahun 2015. Sementara pada tahun yang sama, Angka Kematian Balita adalah sebesar 38 per 1.000 kelahiran hidup, sedangkan target MDGs pada tahun 2015 adalah 32 kematian balita per 1.000 kelahiran hidup. Indikator lainnya adalah status gizi anak, dimana berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2013, prevalensi Balita Kurang Gizi (BKG) pada tahun 2012 di Provinsi Banten adalah sebesar 17,2 persen yang terdiri dari 4,3 persen gizi buruk dan 12,9 persen gizi kurang.

Pada tahun 2013, terdapat 23 laporan kasus kekerasan terhadap anak yang masuk ke Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Banten. Kasus kekerasan terhadap anak adalah fenomena gunung es dimana kasus-kasus yang tidak dilaporkan jauh lebih besar dibandingkan dengan kasus-kasus yang dilaporkan. Oleh karena itu perlu diwaspadai tentang kasus kekerasan terhadap anak ini.

Berkaitan dengan kondisi tersebut, maka diperlukan adanya data profil anak sebagai gambaran keadaan anak-anak di Provinsi Banten secara menyeluruh diberbagai bidang. Oleh karena itu Badan Pusat Statistik Provinsi Banten melakukan suatu kajian analisis deskriptif mengenai situasi dan kondisi anak-anak di Banten. Penyusunan profil dalam jangka pendek menjadi sangat penting untuk disusun dan dikembangkan sebagai basis data dan masukan dalam upaya pemenuhan hak-hak anak.

(20)

4 Profil Anak Provinsi Banten Tahun 2014 1.2 Tujuan

Publikasi ini bertujuan untuk memberikan gambaran dan informasi tentang kondisi anak-anak Indonesia yang diamati dari aspek lingkungan keluarga, pendidikan, kesehatan, dan perlindungan anak baik terhadap masalah sosial, hukum, kekerasan, anak bekerja dan anak cacat.

1.3 Sumber Data

Publikasi ini menggunakan berbagai macam sumber data yaitu:

a.

Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas) 2014

b.

Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) 2014

c.

Sensus Penduduk 2010 dan Proyeksi Penduduk

d.

Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) 2012

e.

Lembaga Pemasyarakatan Republik Indonesia

f.

Bareskrim, Mabes Polri

1.4 Sistematika Penyajian

Secara sistematis publikasi ini disajikan dalam tujuh bab. Pemilihan bab dalam penyusunan Profil Anak disesuaikan dengan lima kluster hak anak pada Konvensi Hak Anak (KHA) yakni: hak sipil dan kebebasan; lingkungan keluarga dan pengasuhan alternatif; kesehatan dasar dan kesejahteraan; pendidikan, pemanfaatan waktu luang dan kegiatan seni budaya, dan perlindungan khusus. Pengelompokan tentang isi KHA ke dalam lima kluster oleh Komisi Hak Anak PBB dilakukan dengan pertimbangan mempermudah pemahaman publik serta mempermudah dalam penyusunan laporan implementasinya kepada PBB. Dalam setiap kluster telah ditentukan indikator rinci, meskipun demikian karena keterbatasan data, tidak semua indikator tersebut disajikan dalam publikasi ini. Bab pertama menyajikan pendahuluan yang berisi latar belakang penyusunan publikasi, tujuan, sumber data serta sistematika publikasi. Bab ke-dua menyajikan

(21)

5 Profil Anak Provinsi Banten Tahun 2014

tentang Struktur Penduduk 0-17 tahun. Bab ke-tiga menyajikan tentang Hak Sipil dan Kebebasan. Bab ke-empat tentang Lingkungan Keluarga dan Pengasuhan Alternatif, bab ke-lima Kesehatan Dasar dan Kesejahteraan, Bab ke-enam Pendidikan, Pemanfaatan Waktu Luang dan Kegiatan Seni budaya, sedangkan bab ke-tujuh Perlindungan Khusus yang berisi tentang anak bermasalah hukum, anak bermasalah sosial, anak bekerja dan anak cacat.

(22)
(23)

7 Profil Anak Provinsi Banten Tahun 2014

STRUKTUR PENDUDUK USIA 0-17 TAHUN

Anak menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Pasal (1) Ayat (1) adalah seseorang yang belum berusia 18 tahun. Anak pada masa kini merupakan cikal bakal lahirnya suatu generasi baru yang merupakan penerus bangsa dan sumber daya manusia bagi pembangunan nasional. Pemenuhan kebutuhan pangan, sandang, papan, pendidikan dan kebutuhan sosial ekonomi lainnya diperlukan untuk membentuk anak tumbuh menjadi manusia berkualitas. Kebutuhan anak yang tidak terpenuhi dengan baik dikhawatirkan akan menyebabkan turunnya kualitas hidup anak atau timbulnya berbagai masalah sosial pada diri anak. Untuk menunjang perencanaan pembangunan khususnya anak usia 0-17 tahun diperlukan data dan informasi kependudukan yang mencakup jumlah dan pertumbuhan penduduk usia 0-17 tahun, komposisi penduduk usia 0-0-17 tahun, dan karakteristik lainnya.

2.1 Jumlah dan Perubahan Penduduk Usia 0-17 Tahun

Jumlah penduduk pada waktu tertentu dipengaruhi oleh perubahan komponen penduduk waktu sebelumnya. Perubahan dapat terjadi dalam hitungan detik dan terus berlangsung. Jumlah penduduk pada waktu tertentu diperlukan sebagai pedoman dalam berbagai macam kebijakan pembangunan.

Jumlah penduduk Provinsi Banten setiap tahun terus meningkat sekitar 22-23 persen. Namun demikian, jumlah anak terhadap total penduduk terus mengalami penurunan. Pada tahun 2014 tercatat jumlah anak sebanyak 4.005.137 jiwa atau sebesar 34,22 persen dari seluruh penduduk Provinsi Banten.

(24)

8 Profil Anak Provinsi Banten Tahun 2014 Tabel 2.1 Penduduk Provinsi Banten, Penduduk Usia 0-17 Tahun Menurut

Jenis Kelamin dan Persentase Penduduk Usia Anak, 2010 - 2014

Tahun

Penduduk Penduduk Usia 0-17 Tahun

Persentase Penduduk Usia 0-17 terhadap Seluruh Penduduk Laki-laki Perempuan Total Laki-laki Perempuan Total

(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) 2010 5.458.452 5.230.148 10.688.600 1.961.620 1.858.432 3.820.052 35,74 2011 5.587.470 5.356.312 10.943.782 1.985.395 1.881.876 3.867.271 35,34 2012 5.716.156 5.482.440 11.198.596 2.009.070 1.905.463 3.914.533 34,96 2013 5.844.195 5.608.296 11.452.491 2.032.324 1.928.868 3.961.192 34,59 2014 5.971.296 5.733.581 11.704.877 2.053.666 1.951.471 4.005.137 34,22

Sumber: Proyeksi Penduduk Indonesia 2010-2035

2.2 Persebaran Penduduk Usia 0-17 Tahun

Dari Tabel 2.2 dapat dilihat bahwa sekitar 28 persen anak tinggal di Kabupaten Tangerang, hal ini sejalan dengan jumlah penduduk Kabupaten Tangerang yang menempati urutan pertama jumlah penduduk terbesar di Provinsi Banten. Namun jika dibandingkan dengan jumlah seluruh penduduk di masing-masing Kabupaten Kota, Kabupaten Lebak memiliki persentase jumlah anak paling tinggi dibanding Kabupaten/Kota lain, yaitu sebesar 37,65 persen.

(25)

9 Profil Anak Provinsi Banten Tahun 2014

Tabel 2.2 Jumlah Total Penduduk Provinsi Banten, Jumlah Penduduk Usia 0-17 Tahun, Persentase terhadap Total dan Persentase terhadap Provinsi Banten Menurut Kabupaten/Kota, 2014

Kabupaten/Kota Jumlah Total

Jumlah Penduduk Usia 0-17 Persentase Usia 0-17 terhadap Jumlah Total Persentase Usia 0-17 terhadap Penduduk Usia 0-17 Provinsi Banten (1) (2) (3) (4) (5) Kab. Pandeglang 1.188.405 435.382 36,64 10,87 Kab. Lebak 1.259.305 474.111 37,65 11,84 Kab. Tangerang 3.264.776 1.125.391 34,47 28,10 Kab. Serang 1.463.094 535.170 36,58 13,36 Kota Tangerang 1.999.894 607.856 30,39 15,18 Kota Cilegon 405.303 137.801 34,00 3,44 Kota Serang 631.101 234.216 37,11 5,85 Kota Tangsel 1.492.999 455.210 30,49 11,37 Provinsi Banten 11.704.877 4.005.137 34,22 100,00

Sumber: Proyeksi Penduduk Indonesia 2010-2035

2.3 Struktur Umur dan Komposisi Umur

Perubahan komponen penduduk akan mempengaruhi komposisi penduduk. Komponen penduduk biasanya dilihat dari struktur umur dan rasio jenis kelamin. Penduduk menurut kelompok umur sangat diperlukan oleh pemerintah dan dunia usaha sebab kebutuhan penduduk terhadap suatu pelayanan atau produk tertentu sangat bervariasi menurut umur. Pemenuhan kebutuhan dasar untuk anak-anak di bidang pendidikan dasar, kesehatan, prasarana lingkungan dasar, dan sebagainya merupakan kewajiban bagi pemerintah.

Usia bayi maupun balita merupakan masa-masa kritis dimana mereka masih sangat rentan terhadap berbagai jenis penyakit sehingga membutuhkan

(26)

10 Profil Anak Provinsi Banten Tahun 2014 layanan kesehatan yang baik. Pada tahun 2014, di Provinsi Banten terdapat sebanyak 1,22 juta penduduk berusia balita. Hampir sepertiga penduduk usia anak berada pada kelompok usia balita. Di bidang kesehatan, pemerintah telah berupaya meningkatkan kualitas kesehatan anak dengan layanan imunisasi, pemberian vitamin dan makanan tambahan. Peran serta orang tua untuk akses kepada pelayanan kesehatan mutlak diperlukan guna mengurangi angka kesakitan dan angka kematian pada bayi, balita dan anak.

Tabel 2.3 Penduduk Provinsi Banten Menurut Kelompok Umur dan Kabupaten/Kota, 2014 Kabupaten/Kota Kelompok Umur 0-4 5-6 7-12 13-15 16-17 Jumlah Usia 0-17 (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) Kab. Pandeglang 123.211 38.193 173.588 63.253 37.137 435.382 Kab. Lebak 135.547 54.729 157.038 78.871 47.926 474.111 Kab. Tangerang 349.167 132.244 340.758 176.890 126.332 1.125.391 Kab. Serang 152.823 61.629 175.003 89.337 56.378 535.170 Kota Tangerang 204.524 74.494 176.012 87.482 65.344 607.856 Kota Cilegon 43.105 16.076 42.137 21.658 14.825 137.801 Kota Serang 69.995 27.405 73.614 37.731 25.471 234.216 Kota Tangsel 144.063 55.592 136.846 68.517 50.192 455.210 Provinsi Banten 1.222.435 460.362 1.274.996 623.739 423.605 4.005.137

Sumber: Proyeksi Penduduk Indonesia 2010-2035

Pemenuhan kebutuhan pendidikan anak juga tidak kalah penting. Pendidikan merupakan sarana untuk membentuk generasi bangsa yang berkualitas. Disamping pendidikan keluarga yang telah diberikan oleh orang tua, pendidikan formal yang diselenggarakan pemerintah mutlak diperlukan.

Dari 11,70 juta orang penduduk Provinsi Banten tercatat sebanyak 1,27 juta orang berada pada kelompok usia pendidikan dasar yaitu 7-12 tahun, sebanyak 1,05 juta orang berada pada kelompok pendidikan usia menengah (13-17 tahun),

(27)

11 Profil Anak Provinsi Banten Tahun 2014

dan sebanyak 1,68 juta orang berada pada kelompok usia pendidikan pra sekolah (0-6 tahun).

Dengan melihat besarnya jumlah penduduk muda yang memerlukan pendidikan ini, pemerintah sebagai penyelenggara negara berkewajiban untuk menyediakan akses pendidikan yang adil dan merata dan perluasan kesempatan belajar bagi seluruh anak usia sekolah sehingga pendidikan dapat dinikmati oleh seluruh lapisan masyarakat.

Komposisi penduduk juga dapat dilihat menurut rasio jenis kelamin. Rasio jenis kelamin adalah perbandingan antara penduduk laki-laki dengan penduduk perempuan. Informasi tentang rasio jenis kelamin penting untuk perencanaan kebutuhan pelayanan berdasarkan gender mengingat kebutuhan untuk penduduk laki-laki berbeda dengan penduduk perempuan.

Tabel 2.4 Penduduk Provinsi Banten Menurut Kabupaten/Kota dan Rasio Jenis Kelamin, 2014

Kabupaten/Kota

Jumlah Total Jumlah Usia 0-17 Rasio Jenis

Kelamin L P L P Jumlah Total Jumlah Usia 0-17 (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) Kab. Pandeglang 607.304 581.101 224.784 210.598 104,51 106,74 Kab. Lebak 645.703 613.602 246.359 227.752 105,23 108,17 Kab. Tangerang 1.671.390 1.593.386 575.615 549.776 104,90 104,70 Kab. Serang 742.298 720.796 276.124 259.046 102,98 106,59 Kota Tangerang 1.021.298 978.596 308.972 298.884 104,36 103,38 Kota Cilegon 207.002 198.301 70.489 67.312 104,39 104,72 Kota Serang 323.701 307.400 120.043 114.173 105,30 105,14 Kota Tangsel 752.600 740.399 231.280 223.930 101,65 103,28 Provinsi Banten 5.971.296 5.733.581 2.053.666 1.951.471 104,15 105,24

Sumber: Proyeksi Penduduk Indonesia 2010-2035

Pada Tabel 2.4 dapat dilihat bahwa rasio jenis kelamin penduduk Provinsi Banten tahun 2014 sebesar 104,15. Sementara itu, rasio jenis kelamin penduduk

(28)

12 Profil Anak Provinsi Banten Tahun 2014 kelompok umur 0-17 tahun sebesar 105,24 yang artinya pada tahun 2014 penduduk berumur 0-17 tahun lebih banyak berjenis kelamin laki-laki dari pada yang perempuan. Meskipun penduduk laki-laki lebih banyak dari pada perempuan, hal ini tidak mempengaruhi pemerintah dalam mewujudkan kesetaraan gender bidang pendidikan dan kesehatan.

Dari struktur umur dapat dilihat pula dependensi rasio. Dependensi rasio atau angka beban tanggungan merupakan jumlah penduduk yang tidak produktif per seratus penduduk yang produktif. Penduduk yang tidak produktif dibagi dua yaitu penduduk tidak produktif ”muda” usia 0 - 14 tahun dan penduduk tidak produktif ”tua” usia 65 tahun dan lebih. Gabungan keduanya merupakan total dari penduduk yang tidak produktif. Angka beban tanggungan dapat menggambarkan beban tanggungan ekonomi kelompok usia produktif (15 – 64 tahun) terhadap kelompok usia muda (kurang dari 15 tahun) dan usia tua (65 tahun atau lebih).

Tabel 2.5 Struktur Umur dan Angka Ketergantungan Provinsi Banten Menurut Kabupaten/Kota, 2014

Kab/Kota

Struktur Umur (%) Angka Ketergantungan (%) Muda

(0-14)

Produktif (15-64)

Lanjut

(65+) Total Muda Tua

(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) Kab. Pandeglang 376.762 757.281 54.362 56,93 49,75 7,18 Kab. Lebak 401.119 807.509 50.677 55,95 49,67 6,28 Kab. Tangerang 938.886 2.239.677 86.213 45,77 41,92 3,85 Kab. Serang 450.011 962.030 51.053 52,08 46,78 5,31 Kota Tangerang 512.307 1.442.484 45.103 38,64 35,52 3,13 Kota Cilegon 115.753 279.199 10.351 45,17 41,46 3,71 Kota Serang 196.210 419.353 15.538 50,49 46,79 3,71 Kota Tangsel 381.461 1.070.837 40.701 39,42 35,62 3,80 Provinsi Banten 3.372.509 7.978.370 353.998 46,71 42,27 4,44

(29)

13 Profil Anak Provinsi Banten Tahun 2014

Dari Tabel 2.5 dapat dilihat bahwa angka beban ketergantungan Provinsi Banten sebesar 46,71 yang artinya setiap seratus orang penduduk usia produktif menanggung sebanyak 46 hingga 47 orang penduduk tidak produktif yang terdiri dari 42 hingga 43 orang penduduk muda (usia 0-14 tahun) dan 4 hingga 5 orang penduduk tua (usia 65 tahun ke atas). Angka beban ketergantungan tertinggi adalah di Kabupaten Pandeglang, kemudian disusul Kabupaten Lebak dengan selisih yang tidak signifikan. Di kedua kabupaten ini, setiap 100 orang penduduk produktif menanggung sebanyak 49 hingga 50 penduduk usia tidak produktif.

(30)
(31)

15 Profil Anak Provinsi Banten Tahun 2014

3.1 Kepemilikan Akte Kelahiran

Pencatatan kelahiran merupakan hak asasi manusia yang mendasar1. Fungsinya yang esensial adalah untuk melindungi hak anak menyangkut identitasnya. Pendaftaran kelahiran menjadi satu mekanisme pencatatan sipil yang efektif karena ada pengakuan eksistensi seseorang secara hukum. Pencatatan ini memungkinkan anak mendapatkan akte kelahiran. Dalam kerangka hukum Hak Asasi Manusia (HAM) internasional, hak atas kewarganegaraan merupakan hak asasi setiap manusia. Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (DUHAM) dalam Pasal 15 huruf a menegaskan bahwa setiap orang mempunyai hak untuk memperoleh suatu kewarganegaraan. Kemudian Kovenan Hak-Hak Sipil dan Politik, hak atas kewarganegaraan diatur dalam Pasal 24 ayat 3. Karena setiap anak yang lahir harus didaftarkan sebagai bukti awal kewarganegaraannya, maka

Convention on the Rights of the Child (CRC) yang secara spesifik mengatur kebutuhan anak menjadi acuan yuridis untuk menganalisis persoalan ini. Pasal 7 C menyatakan anak akan didaftarkan segera setelah kelahiran dan berhak memperoleh kewarganegaraan. Selanjutnya Pasal 8 menegaskan bahwa negara menghormati hak anak atas kewarganegaraannya2.

Hak identitas bagi seorang anak dinyatakan tegas dalam pasal 5 UU No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Pasal tersebut menyebutkan bahwa “Setiap anak berhak atas suatu nama sebagai identitas diri dan status kewarganegaraan”. Kemudian hal ini juga ditegaskan pada pasal 27 ayat (1) dan (2) yang menyatakan, ayat (1) “Identitas diri setiap anak harus diberikan sejak

1

http://www.unicef.org/indonesia

2

http://www.kpai.go.id/artikel/pemenuhan-hak-anak-atas-akta-kelahiran-merupakan-bagian-dari-hak-sipil-yang-harus-dilindungi-konstitusi/

HAK SIPIL DAN

(32)

16 Profil Anak Provinsi Banten Tahun 2014 kelahirannya”, dan ayat (2) berbunyi “identitas sebagaimana dimaksud ayat (1) dituangkan dalam akte kelahirann”.

Sementara itu UUD 1945 Pasal 28 D ayat (1) menyatakan bahwa“setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum”. Selain itu UUD 1945 juga memberikan jaminan atas status kewarganegaraan sebagaimana diatur dalam 28 D ayat (4) yang menyatakan, “setiap orang berhak atas status kewarganegaraan”.

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2013 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan, dinyatakan bahwa pengurusan dokumen kependudukan tidak dipungut biaya, termasuk didalamnya pengrurusan akte kelahiran. Undang-undang ini menjamin salah satu hak anak bahwa setiap warga negara berhak atas identitas dirinya.

Pencatatan kelahiran merupakan hal yang sangat penting bagi orang yang bersangkutan maupun bagi negara, karena dengan adanya pencatatan kelahiran yang teratur maka berbagai persoalan dapat diselesaikan, misalnya dapat diketahui pertambahan penduduk, hal ini akan membantu pemerintah dalam menetapkan kebijaksanaan yang berhubungan dengan masalah kependudukan. Ada tiga alasan mengapa pencatatan kelahiran itu penting 3 :

1. Pencatatan kelahiran adalah pengakuan formal mengenai keberadaan seorang anak, secara individual terhadap negara dan status anak dalam hukum.

2. Pencatatan kelahiran adalah elemen penting dari perencanaan nasional. Untuk anak-anak, memberikan dasar demografis agar strategis yang efektif dapat dibentuk.

3. Pencatatan kelahiran adalah cara untuk mengamankan hak anak lain, misalnya identifikasi anak sesudah berperang, anak ditelantarkan atau diculik, agar anak dapat mengetahui orang tuanya (khususnya jika lahir diluar nikah), sehingga mereka mendapat akses pada sarana atau prasarana dalam

3

(33)

17 Profil Anak Provinsi Banten Tahun 2014

perlindungan negara dalam batas usia hukum (misalnya : pekerjaan, rekruitment ABRI, dalam sistem peradilan anak) serta mengurangi atau kemungkinan penjualan bayi.

Peran aktif masyarakat dibutuhkan dalam pencatatan kelahiran atau yang disebut akte kelahiran. Akte kelahiran adalah bukti catatan kewarganegaraan seseorang atau sebuah sertifikasi formal/resmi mengenai identitas dan keluarga seseorang yang diterbitkan oleh pemerintah setempat. Akte kelahiran seharusnya dimiliki oleh setiap warga, dan keberadaan akte ini sangat penting sekali untuk dipergunakan dalam berbagai keperluan. Sampai saat ini masih banyak anak di Banten yang identitasnya tidak atau belum tercatat dalam akta kelahiran, sehingga secara de jure keberadaannya dianggap tidak ada oleh negara. Hal ini mengakibatkan anak yang lahir tersebut tidak tercatat namanya, silsilah dan kewarganegaraannya serta tidak terlindungi keberadaanya. Semakin tidak jelas identitas seorang anak, maka semakin mudah terjadi eksploitasi terhadap anak, seperti anak menjadi korban perdagangan bayi dan anak, tenaga kerja dan kekerasan.

Gambar 3.1

Persentase Balita Menurut Kepemilikan Akte Kelahiran dan Jenis Kelamin di Provinsi Banten, 2014

65,97 63,78 64,86

34,03 36,22 35,14

0,67 0,59 0,63 Laki-laki Perempuan Laki-laki + perempuan

Punya Tidak punya Tidak tahu Sumber : Susenas 2014, BPS Provinsi Banten

(34)

18 Profil Anak Provinsi Banten Tahun 2014 Pada Gambar 3.1, dari hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) tahun 2014 menunjukkan bahwa hampir 2/3 anak balita di Provinsi Banten mempunyai akte kelahiran (64,86 persen). Sisanya tidak mempunyai akte (34,51 persen) atau pun tidak mengetahui tentang kepemilikan akte anak tersebut (0,63 persen). Apabila dilihat berdasarkan jenis kelamin anak balita, tidak ada perbedaan nyata dalam kepemilikan akte kelahiran. Meningkatnya kesadaran masyarakat akan pentingnya akte kelahiran dan kemudahan dalam pengurusan akte kelahiran sangat berperan terhadap peningkatan persentase kepemilikan akte kelahiran pada balita.

Apabila dilihat berdasarkan kabupaten/kota, ada perbedaan yang sangat nyata antara daerah yang bertipe perdesaan dan perkotaan dalam hal kepemilikan akter kelahiran untuk anak balita. Untuk daerah kabupaten yang tipikal perdesaan kecuali Kabupaten Tangerang, persentase anak balita yang memiliki akte kelahiran cukup rendah. Di Kabupaten Lebak, tercatat hanya 42,03 persen anak balita yang memiliki akte kelahiran. Persentase yang hampir sama terjadi di Kabupaten Pandeglang, sekitar 43,30 persen anak balita yang mempunyai akte kelahiran. Kabupaten lainnya yang mempunyai persentase yang rendah adalah Kabupaten Serang dimana hanya 54,38 anak balita yang mempunyai akte kelahiran. Daerah lain yang mempunyai persentase lebih rendah dari angka Provinsi adalah Kota Serang. Di kota ini, baru sekitar 65,66 persen anak balita yang mempunyai akte kelahiran. Sungguh disayangkan, Kota Serang sebagai ibu kota Provinsi Banten yang seharusnya menjadi cermin kemajuan Provinsi Banten ternyata masih tertinggal dibandingkan dengan daerah Tangerang maupun Cilegon. Kota Tangerang Selatan mempunyai persentase tinggi untuk anak balita yang memiliki akte kelahiran yaitu 93,78 persen kemudian diikuti oleh Kota Cilegon (86,73 persen) dan Kota Tangerang (84,54 persen) dan Kabupaten Tangerang (62,51 persen) (Gambar 3.2).

(35)

19 Profil Anak Provinsi Banten Tahun 2014

Gambar 3.2

Persentase Penduduk 0-4 Tahun yang Memiliki Akte Kelahiran Menurut Kabupaten/Kota di Provinsi Banten, 2014

Kemudahan akses yang diberikan terhadap pengurusan akte kelahiran dan sosialisasi/himbauan tetntang pentingnya akte kelahiran berhasil meningkatkan kesadaran dan pengetahuan masyarakat akan pentingnya akte kelahiran. Hal ini telah dibuktikan salah satunya di Kota Tangerang Selatan dengan dilakukannya pelayanan akte keliling ke tingkat kecamatan dan sosialisai/himbauan kepada masyarakat tentang akte kelahiran telah meningkatkan capaian terhadap balita yang telah memiliki akte sebesar 93,78 persen. Beberapa program serupa juga telah dilaksanakan di kota lain.

Dari data di atas dapat dilihat bahwa keperdulian orang tua terhadap hak-hak anak khususnya pada aspek hak-hak sipil masih dirasakan kurang. Untuk meningkatkan keperdulian orang tua/wali terhadap hal ini perlu dikaji penyebab mengapa tersebut terjadi. Beberapa faktor dijadikan sebagai penyebab utama mengapa orang tua/wali tidak memenuhi hak anak untuk memperoleh akte kelahiran. Penyebab paling utama adalah ketidak mampuan secara ekonomi

43,30 42,65 62,51 54,38 84,54 86,73 65,66 93,78 64,86 - 20,00 40,00 60,00 80,00 100,00 Pandeglang Lebak Tangerang Serang Kota Tangerang Kota Cilegon Kota Serang Kota Tangsel Banten

(36)

20 Profil Anak Provinsi Banten Tahun 2014 orang tua/wali untuk memperoleh akte kelahiran. Pada Gambar 3.3 dapat dilihat persentase anak balita yang tidak mempunyai akte kelahiran berdasarkan alasan yang dikemukakan oleh orang tua/walinya. Sekitar 53,48 persen beralasan karena biaya mahal/tidak ada biaya. Permasalahan ini perlu mendapat perhatian dari instansi terkait. Beberapa kabupaten/kota di Provinsi Banten sudah menerapkan pembuatan akte kelahiran gratis, menjadi pertanyaan apabila masalah biaya mahal masih menjadi kendala kepemilikan akte lahir di Provinsi Banten. Alasan lainnya adalah ketidaktahuan masyarakat dalam mengurus akte kelahiran (1,97 persen) dan ketidak perdulian masyarakat tentang pentingnya akte kelahiran (tidak merasa perlu) yaitu sebesar 1,86 persen. Perlu upaya sosialisasi dari instansi terkait tentang kemudahan membuat akte kelahiran dan juga penyadaran bagi masyarakat tentang pentingnya kepemilikan akte kelahiran. Di dalam akta kelahiran terdapat Hak Asasi Manusia (HAM) dan sesungguhnya merupakan pelaksanaan amanat UUD 1945.

Gambar 3.3

Persentase Penduduk 0-4 Tahun yang Tidak Memiliki Akte Kelahiran Menurut Alasan di Provinsi Banten, 2014

53,48

1,86 1,97

5,98 6,38 30,33

Perkotaan + perdesaan

Biaya mahal/tidak ada biaya

Perjalanan jauh Tidak tahu kelahiran harus dicatat Tidak tahu cara mengurusnya Tidak merasa perlu Lainnya

(37)

21 Profil Anak Provinsi Banten Tahun 2014

Pada Gambar 3.4, dapat dilihat bahwa kendala biaya menjadi kendala utama dalam kepemilikan akte kelahiran di seluruh kabupaten/kota kecuali di Kota Tangerang dan Kota Tangerang Selatan. Di Pandeglang, sebanyak 73,73 persen anak balita yang tidak punya akte kelahiran terkendala karena biaya mahal. Kendala biaya ini masih menjadi penghalang utama di 5 kabupaten/kota lainnya dengan besaran persentase yaitu 69,18 persen di Kabupaten Lebak; 52,49 persen di Kabupaten Tangerang; 44,06 persen di Kota Serang; 39,13 persen di Kabupaten Serang dan 26,34 persen di Kota Cilegon.

Gambar 3.4

Persentase Penduduk 0-4 Tahun yang Tidak Memiliki Akte Kelahiran Menurut Alasan dan Kabupaten/Kota di Provinsi Banten, 2014

Di Kabupaten Tangerang, sebanyak 8,01 persen balita yang tidak mempunyai akte kelahiran beralasan karena tidak mengetahui cara mengurus akte kelahiran. Sungguh sangat disayangkan, Kabupaten Tangerang yang berdekatan dengan ibu kota Negara, namun informasi mengenai cara pembuatan akte kelahiran tidak sampai ke seluruh lapisan masyarakat. Perlu dilakukan

73,73 69,18 52,49 39,13 21,68 26,34 44,06 11,32 53,48 4,00 4,96 8,01 5,15 7,82 3,78 5,70 5,14 5,98 6,55 3,51 2,06 17,97 1,28 15,76 10,89 - 6,38 0,00 20,00 40,00 60,00 80,00 100,00 Pandeglang Lebak Tangerang Serang Kota Tangerang Kota Cilegon Kota Serang Kota Tangsel Banten

Biaya mahal/tidak ada biaya Tidak tahu cara mengurusnya Tidak merasa perlu

(38)

22 Profil Anak Provinsi Banten Tahun 2014 sosialisasi yang lebih gencar agar seluruh lapisan masyarakat mengetahui tentang bagaimana proses pembuatan akte kelahiran.

Satu hal yang patut disayangkan adalah ketidakperdulian masyarakat tentang pentingnya kepemilikan akte kelahiran. Sebanyak 17,97 persen anak balita yang tidak punya akte kelahiran di Kabupaten Serang disebabkan karena orang tua/wali mereka tidak merasa perlu untuk membuat akte kelahiran. Persentase yang cukup tinggi pun terjadi di Kota Cilegon dan Kota Serang, yaitu 15,76 persen dan 10,89 persen. Perlu upaya yang gencar dalam rangka penyadaran masyarakat tentang hak-hak anak yang terkait dengan hak atas kewarganegaraan. Tanpa memiliki akte kelahiran, orang tua/wali telah merampas hak-hak kewarganegaan si anak. Akte kelahiran sangat diperlukan dalam berbagai urusan salah satunya adalah pendaftaran sekolah.

3.2 Akses Terhadap Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK)

Komunikasi adalah salah satu jembatan agar manusia dapat berinteraksi antar sesama. Dengan komunikasi pula, arus pengetahuan/informasi dapat mengalir dari satu orang ke orang lainnya. Pada awalnya, komunikasi antar sesama manusia dilakukan dengan cara sederhana. Seiiring dengan perubahan jaman, cara komunikasi semakin berkembang. Pada saat ini komunikasi telah didukung oleh pengetahuan teknologi informasi.

Dalam Konvensi Hak-Hak Anak Pasal 17 menyatakan bahwa negara harus menjamin bahwa anak mempunyai akses ke informasi dan bahan dari suatu diversitas sumber-sumber nasional dan internasional; terutama yang ditujukan pada peningkatan kesejahteraan sosial, spiritual dan kesusilaannya dan kesehatan fisik dan mentalnya. Untuk tujuan ini, maka Negara harus : (a) Mendorong media massa untuk menyebarluaskan informasi dan bahan yang mempunyai manfaat sosial dan budaya pada anak; (b) Mendorong kerjasama internasional dalam produksi, pertukaran dan penyebarluasan informasi dan bahan tersebut dari suatu diversitas budaya, sumber-sumber nasional dan internasional; (c)

(39)

23 Profil Anak Provinsi Banten Tahun 2014

Mendorong produksi dan penyebarluasan buku anak-anak; (d) Mendorong media massa agar mempunyai perhatian khusus pada kebutuhan-kebutuhan linguistik anak, yang menjadi anggota kelompok minoritas dan merupakan penduduk asli; (e) Mendorong perkembangan pedoman-pedoman yang tepat untuk perlindungan anak dari informasi dan bahan yang merusak kesejahteraannya.

Pada saat ini, teknologi informasi dan komunikasi yang sangat menunjang kehidupan manusia adalah internet. Dengan internet, tidak ada lagi batasan jarak dan waktu dalam berkomunikasi. Dengan itu, cara manusia berinteraksi antar satu dengan yang lain telah berubah secara drastis menjadi lebih cepat dan mudah. Internet adalah salah satu keajaiban penemuan di dunia. Penemuan internet merubah dunia menjadi lebih dinamis dan serba cepat. Kemajuan internet telah menyentuh banyak sisi kehidupan manusia. Kejadian di belahan dunia lain bisa kita ketahui dengan segera melalui internet. Manusia pun saling berinteraksi melalui internet. Aktifitas perdagangan juga berkembang pesat dengan bantuan internet. Menurut catatan Internet World Statistics, Amerika Utara adalah pengguna akses internet terbesar di dunia dengan penetrasi mencapai 78,6 persen, Australia/Oseania 67,8 persen, Eropa mencapai 63,5 persen, Amerika Latin/Karibia 43 persen, Timur Tengah 40,2 persen, Asia 27,5 persen, dan terakhir adalah Afrika 15,6 persen. Jumlah totalnya mencapai sekitar 2,4 milyar orang atau lebih dari sepertiga penduduk dunia (Profil Anak Indonesia, 2012).

Pengguna internet tidak hanya dibatasi bagi orang dewasa. Pada saat ini, pengenalan internet sudah dilakukan sejak usia dini. Sejak sekolah dasar, anak sudah dikenalkan dengan internet. Sekitar 20,37 persen anak usia 5-17 tahun pernah mengakses internet selama tiga bulan terakhir sebelum tanggal survei. Berdasarkan jenis kelamin, tidak ada perbedaan yang berarti antar pengguna internet anak laki-laki dan anak perempuan. Dilihat berdasarkan kelompok umur, semakin tinggi kelompok umur semakin besar pula persentase anak yang mengakses internet. Pada kelompok usia 5-6 tahun, hanya sekitar 1,80 persen

(40)

24 Profil Anak Provinsi Banten Tahun 2014 anak yang mengakses internet. Pada usia ini, umumnya orang tua mengenalkan anak dengan berbagai aplikasi-aplikasi yang bersifat edukasi. Namun sering kali pula anak mengakses internet terkait dengan permainan yang bersifat online. Pada usia meningkat remaja, 13 tahun ke atas, penggunaan internet semakin marak. Sekitar 35,90 persen anak usia 13-15 tahun mengakses internet, sedangkan anak usia 16-17 tahun yang mengakses internet sebesar 51,54 persen. Semakin meningkatnya usia, semakin tinggi pula kebutuhan untuk mengakses internet. Mengakses internet dapat memberikan peluang bagi anak untuk mengembangkan pengetahuannya. Selain menambah pengetahuan, akses internet dibutuhkan anak remaja untuk dapat berkomunikasi di media sosial. Tabel 3.1 Proporsi Anak Berusia 5-17 tahun yang Mengakses Internet dalam 3

Bulan Terakhir Menurut Kelompok Umur dan Jenis Kelamin di Provinsi Banten, 2014

Kelompok Umur Laki-laki Perempuan Laki-laki+ Perempuan (1) (2) (3) (4) 5-6 2,33 1,13 1,80 7-12 10,39 9,15 9,78 13-15 33,74 38,28 35,90 16-17 46,89 56,47 51,54 Total 19,49 21,32 20,37

Sumber: Susenas 2014, BPS Provinsi Banten

Mudahnya anak untuk mengakses internet merupakan salah satu wujud pemenuhan hak anak terhadap teknologi informasi. Namun demikian, Pemerintah harus melindungi anak agar internet tidak berdampak buruk pada anak.

Pada Tabel 3.2 dapat dilihat proposi anak berusia 5-17 tahun yang mengakses internet selama tiga bulan sebelum survei menurut partisipasi sekolah dan jenis kelamin. Hampir seluruh anak usia 5-17 tahun yang mengakses internet adalah pelajar yaitu sebesar 96,11 persen. Anak yang belum/tidak pernah sekolah

(41)

25 Profil Anak Provinsi Banten Tahun 2014

namun mengakses internet sebesar 0,41 persen, diduga mereka mengakses internet untuk mengakses permainan online. Hanya sekitar 3,48 persen anak yang mengakes internet sudah tidak bersekolah lagi.

Tabel 3.2 Proporsi Anak Berusia 5-17 tahun yang Mengakses Internet dalam 3 Bulan Terakhir Menurut Partisipasi Sekolah dan Jenis Kelamin di Provinsi Banten, 2014

Partisipasi Sekolah Laki-laki Perempuan Laki-laki+ Perempuan

(1) (2) (3) (4)

Belum/Tidak Pernah Sekolah 0,68 0,14 0,41

Masih Sekolah 97,25 94,99 96,11

Tidak Bersekolah Lagi 2,07 4,87 3,48

Total 100,00 100,00 100,00

(42)
(43)

27 Profil Anak Provinsi Banten Tahun 2014

Dalam mukadimah Konvensi Hak Anak disebutkan bahwa anak agar perkembangan kepribadiannya tumbuh secara utuh dan serasi maka anak harus tumbuh kembang dalam lingkungan keluarga dalam suasana kebahagiaan cinta dan pengertian, seperti yang telah disebutkan dalam mukadimah Konvensi Hak Anak. Oleh karena itu, anak sebaiknya tinggal dalam keluarga yang utuh. Namun demikian, tidak tumbuh kembang anak akan lebih optimal apabila anak sudah berinteraksi dengan lingkungan lain di sekitarnya. Dalam bagian ini akan dibahas tentang anak yang tinggal dalam keluarga serta anak yang mengikuti pendidikan usia dini.

4.1 Anak dan Keluarga yang Tinggal Bersama

Di dalam UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 28 dijelaskan bahwa pendidikan anak usia dini pada jalur pendidikan informal berbentuk pendidikan keluarga atau pendidikan yang diselenggarakan oleh lingkungan. Keluarga adalah lingkungan pertama dimana anak berinteraksi, sehingga dari sinilah proses pendidikan dimulai. Lingkungan keluarga juga dikatakan lingkungan yang paling utama, karena sebagian besar kehidupan anak di dalam keluarga, sehingga pendidikan yang paling banyak diterima anak adalah dalam keluarga. Pendidikan keluarga sangat berpengaruh pada perkembangan karakter dan kepribadian anak. Pendidikan keluarga merupakan tanggung jawab orang tua. Peran ibu dalam pendidikan lebih banyak dibanding peran ayah, karena ibu memiliki lebih banyak kesempatan bersama anak sementara ayah biasanya lebih banyak bekerja. Selain itu, ibu memiliki kesempatan yang tidak dimiliki ayah karena ibulah yang mengandung, melahirkan dan menyusui anak. Karena itu, peluang seorang anak tinggal serumah dengan ibu kandung menjadi lebih besar.

LINGKUNGAN KELUARGA

(44)

28 Profil Anak Provinsi Banten Tahun 2014 Dalam pembahasan ini, anak yang tinggal serumah dengan ibu kandung mencakup anak yang tinggal serumah dengan ibu kandung saja, serta anak yang tinggal serumah dengan ibu kandung beserta bapak kandung. Untuk melihat persentase anak yang tinggal dengan ibu kandung, digunakan data Susenas 2014.

Gambar 4.1

Persentase Anak yang Tinggal Serumah dengan Ibu Kandung Menurut Jenis Kelamin dan Tipe Daerah di Provinsi Banten, 2014

Persentase anak yang tinggal serumah dengan ibu kandung mencapai sebesar 92,43 persen, sedangkan 7,57 persen anak tidak tinggal bersama ibu kandungnya. Hal ini dapat dimungkinkan karena ibu kandung telah meninggal atau ibu kandung tinggal di rumah tangga lain. Di daerah perkotaan sebesar 93,08 persen dan di daerah perdesaan 91,16 persen anak yang tinggal bersama ibu kandungnya.

Secara keseluruhan, tidak ada perbedaan yang berarti antara persentase anak laki-laki dan anak perempuan yang tinggal serumah dengan ibu kandung. Persentase anak laki-laki yang tinggal serumah dengan ibu kandung sedikit lebih tinggi (92,73 persen) dibanding anak perempuan (92,11 persen). Di daerah

93,69 90,89 92,73 92,44 91,45 92,11

Perkotaan Perdesaan Perkotaan + perdesaan Laki-laki Perempuan

(45)

29 Profil Anak Provinsi Banten Tahun 2014

perkotaan, persentase anak laki-laki yang tinggal dengan ibu kandungnya lebih tinggi (93,69 persen) dibanding anak perempuan (92,44 persen) dan sebaliknya di daerah perdesaan persentase anak perempuan yang tinggal dengan ibu kandungnya lebih tinggi (91,45 persen) dibanding anak laki-laki (90,89 persen).

Gambar 4.2

Persentase Anak yang Tinggal Serumah dengan Ibu Kandung Menurut Kabupaten/Kota di Provinsi Banten, 2014

Bila dilihat menurut kabupaten/kota, persentase anak yang tinggal dengan ibu kandung yang paling besar adalah di Kota Tangerang Selatan sebesar 95,35persen. Sementara persentase anak yang tinggal dengan ibu kandung yang paling kecil adalah di Kabupaten Pandeglang sebesar 89,07 persen. Hal ini dimungkinkan karena di Kabupaten Pandeglang banyak ibu yang harus bekerja di luar daerah sehingga tidak dapat tinggal bersama anak mereka.

4.2 Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD)

Anak usia dini ialah anak yang berada pada rentang usia 0-6 tahun. Usia dini merupakan masa-masa emas perkembangan anak yang biasa dikenal dengan

89,07 91,10 94,52 90,17 90,46 94,48 95,03 95,35 92,43 Pandeglang Lebak Tangerang Serang Kota Tangerang Kota Cilegon Kota Serang Kota Tangerang Selatan Provinsi Banten

(46)

30 Profil Anak Provinsi Banten Tahun 2014 istilah Golden Age. Masa Golden Age ialah masa anak usia dini untuk mengekplorasi hal-hal yang ingin mereka lakukan, senang bermain dan peka terhadap rangsangan sekitar. Pada masa ini, otak anak-anak berkembang sangat pesat. Pada rentang usia tersebut otak anak akan menerima dan menyerap berbagai macam informasi dari lingkungan sekitarnya, tanpa mengetahui baik dan buruk. Pada rentang waktu itulah terjadi perkembangan mental, fisik maupun spiritual pada anak secara cepat dan signifikan. Anak akan mulai mempelajari segala hal dan karakternya sudah mulai terbentuk. Oleh karena itu, perlu diberikan pendidikan sejak usia dini sebagai langkah persiapan anak menghadapi masa-masa depannya.

Pemberian pendidikan sejak usia dini ini sudah diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Pada Bab I, Pasal I butir 14 Undang-undang tersebut, dinyatakan bahwa Pendidikan Anak Usia Dini adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan bagi anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut. Pada Pasal 28 lebih dijelaskan lagi tentang PAUD, dimana dinyatakan bahwa PAUD diselenggarakan sebelum pendidikan dasar melalui jalur formal, non formal maupun informal. PAUD menyediakan berbagai kegiatan, seperti kognitif, bahasa, emosi, fisik, dan motorik. Kegiatan ini bertujuan untuk menumbuh-kembangkan kemampuan anak baik bersifat motorik maupun non-motorik.

PAUD pada jalur pendidikan formal dapat berupa Taman Kanak-Kanak (TK) atau Raudhatul Athfal (RA) atau yang sederajat dengan rentang usia 4-6 tahun. PAUD pada jalur non-formal dapat berupa Kelompok Bermain (KB) dengan rentang usia 2-4 tahun. Sedangkan PAUD jalur pendidikan informal dapat berupa Taman Penitipan Anak (TPA) dengan rentang usia 3 bulan sampai 2 tahun dan satuan PAUD dengan rentang usia 4-6 tahun.

(47)

31 Profil Anak Provinsi Banten Tahun 2014

Secara umum, Pendidikan Anak Usia Dini ditujukan untuk mengembangkan potensi anak sejak dini sebagai persiapan untuk hidup dan dapat menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Tujuan utama PAUD adalah untuk membentuk anak Indonesia yang berkualitas, yaitu anak yang tumbuh dan berkembang sesuai dengan tingkat perkembangannya sehingga memiliki kesiapan yang optimal di dalam memasuki pendidikan dasar serta mengarungi kehidupan pada masa dewasa. Sementara tujuan penyertanya adalah untuk membantu menyiapkan anak mencapai kesiapan belajar (akademik) di sekolah, sehingga dapat mengurangi usia putus sekolah dan mampu bersaing secara sehat di jenjang pendidikan berikutnya.

Tabel 4.1 Persentase Anak Usia 0-6 Tahun yang Sedang Mengikuti PAUD

Menurut Tipe Daerah, Jenis Kelamin, dan Kelompok Umur di Provinsi Banten, 2014

Tipe Daerah Jenis Kelamin

Kelompok Umur (Tahun)

0-2 3-4 5-6 3-6 0-6 (1) (2) (3) (4) (5) (6) Perkotaan : Laki-laki 0,57 14,44 38,95 27,11 16,84 Perempuan 2,00 17,67 35,40 25,97 15,20 Laki-laki+Perempuan 1,32 16,00 37,40 26,59 16,04 Perdesaan : Laki-laki 0,31 12,55 13,06 12,81 7,65 Perempuan 0,19 13,04 25,59 19,04 10,72 Laki-laki+Perempuan 0,25 12,79 18,89 15,82 9,17 Perkotaan+Perdesaan : Laki-laki 0,48 13,83 30,77 22,56 13,83 Perempuan 1,40 16,12 32,03 23,63 13,70 Laki-laki+Perempuan 0,96 14,95 31,33 23,06 13,76

(48)

32 Profil Anak Provinsi Banten Tahun 2014 Angka partisipasi PAUD diperoleh dari data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) 2014. Partisipasi PAUD anak kelompok umur 0-6 tahun sebesar 13,76 persen. Sementara untuk rentang kelompok umur yang lebih sempit (3-6 tahun) partisipasi PAUD menjadi lebih besar yaitu 23,06 persen.

Partisipasi PAUD untuk anak kelompok umur 5-6 tahun sebesar 31,33 persen, anak kelompok umur 3-4 tahun sebesar 14,95 persen, dan anak kelompok umur 0-2 tahun sebesar 0,96 persen. PAUD lebih banyak diikuti oleh anak kelompok umur 5-6 tahun dan hanya sedikit diikuti oleh anak kelompok umur 0-2 tahun. Dapat dikatakan bahwa PAUD lebih banyak diikuti oleh anak kelompok umur Taman Kanak-kanak (TK) dibanding kelompok umur lain.Apabila dilihat berdasarkan klasifikasi daerah, ada perbedaan nyata angka partisipasi PAUD anak laki-laki dan anak perempuan. Di daerah perkotaan, angka pertisipasi PAUD anak laki-laki lebih tinggi dibanding yang perempuan. Partisipasi PAUD anak laki-laki di daerah perkotaan sebesar 16,84 persen dan partisipasi PAUD anak perempuan sebesar 15,20 persen. Sebaliknya di daerah perdesaan, partisipasi PAUD anak perempuan sebesar 10,72 persen dan partisipasi anak laki-laki sebesar 7,65 persen. Secara keseluruhan, partisipasi PAUD anak laki-laki tidak berbeda secara signifikan dibanding yang perempuan.

Menurut Undang-Undang (UU) Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pasal 28 ayat (2) PAUD dikelompokkan menjadi lima jenis, yaitu TK/RA/BA, Kelompok Bermain, Taman Penitipan Anak, Pos PAUD/PAUD Terintegrasi BKB/Posyandu, dan satuan PAUD Sejenis Lainnya, seperti PAUD-TAAM, PAUD-PAK, PAUD-BIA, TKQ dan PAUD Lembaga Lainnya.

Jenis PAUD yang paling banyak diikuti oleh anak usia 0-6 tahun adalah TK/RA/BA sebesar 59,64 persen. Kemudian di urutan berikutnya adalah Satuan PAUD lainnya sebesar 18,38 persen dan Pos PAUD/PAUD Terintegrasi BKB/Posyandu sebesar 18,34 persen. Partisipasi PAUD untuk Kelompok Bermain dan Taman Penitipan Anak sangat kecil, masing-masing sebesar 3,19 persen dan 0,45 persen. Menariknya, jenis PAUD Taman Penitipan Anak (TPA) hanya diikuti

(49)

33 Profil Anak Provinsi Banten Tahun 2014

oleh anak di daerah perkotaan, terlihat dari angka partisipasi PAUD untuk Taman pendidikan anak di daerah perdesaan yang sebesar nol persen. Hal ini dapat dimungkinkan karena untuk saat ini penyelenggaraan TPA masih terkonsentrasi di daerah perkotaan yang tujuannya memenuhi kebutuhan ibu-ibu yang bekerja.

Tabel 4.2 Persentase Anak Usia 0-6 Tahun yang Sedang Mengikuti PAUD Menurut Tipe Daerah, Jenis Kelamin dan Jenis PAUD di Provinsi Banten, 2014 Tipe Daerah dan Jenis Kelamin Jenis PAUD TK/RA/ BA Kelompok Bermain Taman Penitipan Anak Pos PAUD/PAUD Terintegrasi BKB/ Posyandu Satuan PAUD Sejenis Lainnya (1) (2) (3) (4) (5) (6) Perkotaan : Laki-laki 69,87 1,63 0,00 12,75 15,75 Perempuan 59,03 5,23 1,24 16,17 18,33 Laki-laki+Perempuan 64,88 3,29 0,57 14,33 16,94 Perdesaan : Laki-laki 39,83 3,40 0,00 37,52 19,25 Perempuan 42,13 2,43 0,00 28,88 26,56 Laki-laki+Perempuan 41,16 2,84 0,00 32,52 23,48 Perkotaan + Perdesaan : Laki-laki 64,43 1,95 0,00 17,24 16,38 Perempuan 54,60 4,50 0,92 19,50 20,49 Laki-laki+Perempuan 59,64 3,19 0,45 18,34 18,38

Sumber: Susenas 2014, BPS Provinsi Banten

4.3 Perkawinan Anak Usia Dini

Menurut Undang-Undang No. 1 Tahun 1974, perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan

(50)

34 Profil Anak Provinsi Banten Tahun 2014 tujuan membina keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Dalam undang-undang perkawinan tersebut, umur menjadi salah satu syarat dalam melaksanakan perkawinan. Dalam undang-undang tersebut telah ditentukan batas minimal usia perkawinan bagi pria adalah 19 tahun dan wanita adalah 16 tahun. Dalam pasal 7 ayat (1), pada usia tersebut baik pria maupun wanita diasumsikan telah cukup matang untuk memasuki gerbang perkawinan dengan segala permasalahannya. Selain itu, penetapan batas usia minimal perkawinan ini dimaksudkan untuk menekan laju pertumbuhan penduduk. Namun pada kenyataannya masih saja terjadi perkawinan yang dilakukan sebelum mencapai batas umur yang ditentukan yang dikenal dengan istilah perkawinan usia dini.

Faktor-faktor penyebab perkawinan usia dini dapat berasal dari dalam diri anak maupun dari luar diri anak. Faktor yang berasal dari dalam diri anak antara lain faktor pendidikan, pemahaman agama, telah melakukan hubungan biologis, dan kehamilan sebelum pernikahan. Faktor yang berasal dari luar diri anak antara lain faktor orang tua, faktor ekonomi, dan faktor sosial budaya.

Perempuan yang melahirkan pada usia muda memiliki resiko yang lebih besar. Belum kuatnya fungsi rahim dan hormonal serta kurang pahamnya perawatan pada masa kehamilan berakibat pada rentannya kehamilan seperti terjadinya tekanan darah tinggi, lahir prematur, berat bayi lahir rendah, serta

tingginya angka kematian ibu dan bayi. Perkawinan usia dini juga sangat

memengaruhi fisik ataupun psikologis anak yang dilahirkan kelak. Ketrampilam mengasuh anak serta pengendalian emosi seorang ibu yang menikah pada usia dini pada umumnya masih kurang. Hal ini menimbulkan resiko anak yang dilahirkan akan mengalami keterlambatan perkembangan, kesulitan belajar, dan gangguan psikologis.

Ditinjau dari sisi sosial, perkawinan dini dapat berdampak negatif yaitu mengurangi harmonisasi keluarga serta meningkatnya kasus perceraian. Hal ini disebabkan emosi yang masih labil, gejolak darah muda, dan cara pola pikir yang

(51)

35 Profil Anak Provinsi Banten Tahun 2014

belum matang. Di samping ego yang tinggi dan kurangnya tanggung jawab dalam kehidupan rumah tangga sebagai suami-istri. Jika dilihat dari segi kependudukan, perkawinan usia dini mengakibatkan tingginya tingkat fertilitas sehingga kurang mendukung pembangunan di bidang kependudukan. Dalam publikasi ini, perkawinan usia dini diartikan sebagai keadaan dimana anak wanita berumur 10-17 tahun telah berstatus kawin atau pernah kawin dengan umur kawin pertama 15 tahun ke bawah.

Gambar 4.3

Persentase Anak Perempuan 10-17 Tahun yang Kawin dan Pernah Kawin Menurut Kabupaten/Kota di Provinsi Banten, 2014

Di Provinsi Banten terdapat sebesar 1,71 persen anak perempuan berumur 10-17 tahun berstatus kawin dan pernah kawin dengan persentase terbesar terdapat di Kabupaten Lebak (4,52 persen) dan persentase terkecil terdapat di Kota Tangerang (0,23 persen).

Persentase anak perempuan berumur 10-17 tahun yang berstatus kawin dan pernah kawin di daerah perdesaan lebih banyak dibanding di daerah perkotaan. Persentase anak perempuan 10-17 tahun yang berstatus kawin dan

1,56 4,32 2,17 0,76 0,23 0,68 0,43 2,02 1,71 Pandeglang Lebak Tangerang Serang Kota Tangerang Kota Cilegon Kota Serang Kota Tangerang Selatan Provinsi Banten

Gambar

Tabel 2.2  Jumlah Total Penduduk Provinsi Banten, Jumlah Penduduk Usia   0-17 Tahun, Persentase terhadap Total dan Persentase terhadap   Provinsi Banten Menurut Kabupaten/Kota, 2014
Tabel 2.3   Penduduk  Provinsi  Banten  Menurut  Kelompok  Umur  dan  Kabupaten/Kota, 2014  Kabupaten/Kota  Kelompok Umur  0-4  5-6  7-12  13-15  16-17  Jumlah  Usia 0-17  (1)  (2)  (3)  (4)  (5)  (6)  (7)  Kab
Tabel 2.4  Penduduk Provinsi Banten Menurut Kabupaten/Kota dan Rasio Jenis  Kelamin, 2014
Tabel 2.5   Struktur Umur dan Angka Ketergantungan Provinsi Banten Menurut   Kabupaten/Kota, 2014
+7

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui dan membuktikan secara empiris pengaruh persepsi kontrol perilaku, pengetahuan pajak dan persepsi wajib pajak mengenai keadilan

Berangkat dari penjelasan ini dalam pemahaman penulis faktor yang menyebabkan masyarakat untuk tidak menggunakan hak pilihnya secara sederhana dapat di klasifikasikan kedalam

Ziarah kubur adalah kunjungan ke tempat pemakaman umum/ pribadi yang dilakukan secara individu atau kelompok, dengan tujuan mendoakan saudara atau keluarga yang telah meninggal

Tujuan dari penelitian tindakan kelas ini adalah untuk mendeskripsikan cara meningkatkan kemampuan mengenal konsep bilangan melalui teknik pembelajaran Make A Match pada

Dengan ini memanjatkan puji serta syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan hidayah nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul “

Mengingat pembukuan merupakan hal yang terpenting dalam penetuan pajak terutang, maka peneliti hanya melakukan penelitian pada sistem pembukuan dengan menekankan

Sehingga kualitas pelayanan rujukan pasien Puskesmas Rowotengah Kecamatan Sumberbaru Kabupaten Jember dapat dikategorikan tidak baik, karena harapan responden terhadap

Rajah 7: Graf Ln nilai kecekapan lawan ketumpatan spesimen pada tenaga berbeza bagi sistem SSG 10 Dari rajah-rajah 1 – 7, boleh diperhatikan bahawa nilai kecekapan untuk alat