• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan Nyeri Kepala Dengan Tekanan Darah Pada Lansia di Poliklinik Neurologi RSUP Haji Adam Malik, Medan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Hubungan Nyeri Kepala Dengan Tekanan Darah Pada Lansia di Poliklinik Neurologi RSUP Haji Adam Malik, Medan"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Nyeri Kepala 2.1.1. Definisi

Nyeri kepala adalah rasa nyeri atau rasa tidak mengenakkan pada seluruh daerah kepala dengan batas bawah dari dagu sampai ke daerah belakang kepala (daerah oksipital dan sebahagian daerah tengkuk) (Sjahrir,2008).

Dorland’s Pocket Medical Dictionary (2004) menyatakan bahwa nyeri kepala adalah nyeri di kepala yang ditandai dengan nyeri unilateral dan bilateral

disertai dengan flushing dan mata dan hidung yang berair.

Nyeri kepala juga diartikan sebagai nyeri yang timbul sebagai hasil perangsangan terhadap bagian tubuh di wilayah kepala dan leher yang peka terhadap nyeri atau bisa dikatakan nyeri atau diskomfortasi antara orbital dan oksiput yang berawalan dari pain-sensitive structure (Victor, 2002).

2.1.2. Etiologi nyeri kepala

Nyeri kepala dapat dibagi kepada tiga kelompok berdasarkan onsetnya yaitu nyeri kepala akut, subakut dan kronik. Nyeri kepala akut ini bisanya disebabkan oleh subarachnoid haemorrhage, penyakit-penyakit serebrovaskuler, meningitis atau encephalitis dan juga ocular disease. Selain itu, nyeri kepala ini juga bisa timbul disebabkan kejang, lumbal punksi dan karena hipertensi ensefalopati. Bagi nyeri kepala subakut, nyerinya biasa timbul karena giant cell arteritis, massa intracranial, neuralgia trigeminal, neuralgia glossofaringeal dan hipertensi. Nyeri kronik timbul karena migren, nyeri kepala klaster, nyeri kepala tipetegang, cervical spine disease, sinusitis dan dental disease (Greenberg,2002).

(2)

Selain itu, cough headache dan psychogenic headache juga dapat menimbulkan nyeri kepala. Sefalgia lebih sering terjadi pada gangguan tidur OSA (Obstructive Sleep Apnea); (Cermin Dunia Kedokteran, 2009).

2.1.3. Klassifikasi Nyeri Kepala

Berdasarkan klassifikasi Internasional Nyeri Kepala Edisi 2 dari Internasional Headache Society (IHS):

a. Nyeri kepala primer : 1. Migraine

2. Tension Type Headache

3. Nyeri kepala klaster dan sefalalgia trigeminal-otonomik yang lain

4. Nyeri kepala primer lainnya b. Nyeri kepala sekunder :

1. Nyeri kepala yang berkaitan dengan trauma kepala dan/atau leher

2. Nyeri kepala yang berkaitan dengan kelainan vaskuler kranial atau servikal

3. Nyeri kepala yang berkaitan dengan kelainan non-vaskuler intracranial 4. Nyeri kepala yang berkaitan dengan substansi atau withdrawalnya 5. Nyeri kepala yang berkaitan dengan infeksi

6. Nyeri kepala yang berkaitan dengan kelainan homeostasis

7. Nyeri kepala atau nyeri vaskuler yang berkaitan dengan kelainan kranium, leher, mata, telinga, hidung, sinus, gigi, mulut, atau struktur facial atau kranial lainnya.

8. Nyeri kepala yang berkaitan dengan kelainan psikiatrik

9. Neuralgia kranial, sentral atau nyeri facial primer dan nyeri kepala lainnya

10.Neuralgia kranial dan penyebab sentral nyeri facial

11.Nyeri kepala lainnya, neuralgia kranial, sentral atau nyeri facial primer

2.1.4. Skala Verbal Derajat Keparahan Nyeri Kepala

Skala verbal derajat keparahan nyeri kepala terutama intensitas dan kemampuan fungsional menurut IHS.

(3)

1= mild headache, dapat melakukan pekerjaan sehari-hari/aktivitas normal.

2= moderate headache, aktivitas terganggu tetapi tidak sampai menghalangi kegiatan aktivitas normal sehari-hari (tidak membutuhkan istirahat).

3= severe headache,tidak dapat melakukan/meneruskan aktivitas kerja normal sehari-hari (memerlukan istirahat tidur,kalau perlu rawat inap di rumah sakit).

2.1.5. Diagnosis dan Pemeriksaan Penunjang 1. Anamnesis khusus atau spesifik meliputi:

a. Lamanya Menderita Sakit.

Bersifat akut, subakut atau kronis. Nyeri kepala berat timbul

mendadak untuk pertama kalinya, disertai gangguan kesadaran atau defisit neurologis lainnya maka akan memberi kecurigaan adanya perdarahan subarahnoid atau meningitis. Nyeri kepala sudah berlangsung lama, maka akan memberi kecurigaan adanya nyeri vaskuler, nyeri kepala tipe tegang, atau karena tumor otak.

b. Frekuensi Nyeri Kepala.

Untuk nyeri kepala yang berulang: nyeri kepala tipe klaster, migren, neuralgia trigeminus, nyeri kepala tipe tegang.

c. Lamanya serangan nyeri kepala.

Berapa jam sampai dengan berapa hari saat terjadi serangan nyeri kepala.

d. Lokasi nyeri kepala.

(4)

e. Kualitas nyeri.

Nyeri kepala berdenyut menunjukkan nyeri kepala vaskuler, misalnya pada migren, hipertensi, atau pada demam. Nyeri kepala konstan terdapat pada nyeri kepala tipe tegang. Nyeri kepala seperti ditusuk-tusuk adalah pada neuralgia trigeminal.

f. Kuantitas nyeri kepala.

Nyeri kepala mempengaruhi kegiatan hidup sehari-hari pasien atau tidak.

g. Intensitas nyeri kepala.

Nyeri kepala diukur derajad ringan, sedang, beratnya nyeri.

h. Saat timbulnya nyeri kepala. Nyeri kepala klaster dapat timbul siang atau malam hari, dan sering membangunkan pasien pada 1-2 jam setelah tidur. Migren timbul saat bangun pagi atau membangunkan pasien pada dini hari.

i. Gejala yang mendahului.

Pada migren klasik, terdapat gejala prodromal berupa gangguan visus, gangguan lapang pandang, skotoma, atau gangguan neurologis lainnya seperti parestesi.

j. Faktor pencetus.

Area wajah yang diusap atau disentuh, berbicara, mengunyah, menelan, tiupan angina dapat cetuskan nyeri neuralgia trigeminal. Nyeri kepala tipe tegang dan migren dicetuskan oleh cahaya yang menyilaukan, suara keras, makanan tertentu seperti coklat, keju, dan jeruk.

k. Gejala yang menyertai.

Migren sering disertai anoreksia, muntah, dan fotofobia. Nyeri kepala klaster disertai gangguan vegetative ipsilateral seperti keluar air mata, lendir dari hidung, dan hidung tersumbat.

l. Faktor yang memperberat. Nyeri kepala vaskuler apapun sebabnya akan makin berat dengan goncangan, gerakan kepala mendadak,

(5)

m. Faktor yang memperingan.

Pasien migren cenderung mematikan lampu dan berada di ruang yang tenang. Pasien nyeri kepala klaster justru gelisah dengan berjalan berkeliling ruangan.

1. Anamnesis umum, meliputi :

a. Kesehatan umum pasien, yaitu tingkat kesadaran pasien, dan status gizi.

b. Tinjauan sistemik, yaitu adakah kelainan di setiap system tubuh yang dapat menyebabkan nyeri keluhan kepala misalnya dari bidang mata,

gigi, telinga, hidung, maupun tenggorok.

c. Riwayat penyakit dahulu, yaitu riwayat trauma kepala, riwayat muntah dan mabuk perjalanan yang mendasari migren.

d. Riwayat keluarga, yaitu pada migren dan nyeri kepala tipe tegang biasanya didapatkan juga pada keluarga pasien.

e. Latar belakang pasien berupa:

i) Pekerjaan yaitu adakah kontak dengan zat-zat kimia toksik yang dapat menyebabkan nyeri kepala.

ii) Masalah pribadi atau keluarga yang menjadi stressor pada pasien. iii)Kebiasaan pasien yaitu adakah pasien tidak tahan terhadap

makanan tertentu yang dapat menyebabkan nyeri kepala.

iv)Emosi yaitu adakah keadaan depresi pada pasien dan keadaan apa yang mendasari depresi tersebut.

2. Pemeriksaan fisik neurologis dalam menegakkan diagnosa nyeri kepala meliputi:

a. Pemeriksaan mata yaitu ukuran pupil, bentuknya, dan reaksinya terhadap cahaya, pemeriksaan visus dan lapang pandang penglihatan, serta pemeriksaan gerakan bola mata.

b. Pemeriksaan funduskopi untuk menentukan oedema pada papil nervus optikus atau atrofi papil nervus optikus et causa papil oedema

(6)

c. Pemeriksaan saraf kranialis yang lain.

d. Pemeriksaan motorik yaitu gerak, kekuatan, tonus, trofi, reflex fisiologis, reflex patologis, klonus.

e. Pemeriksaan sensibilitas

3. Pemeriksaan penunjang yang perlu dilakukan adalah :

a. Spesimen darah bila ada indikasi kecurigaan ke arah penyakit sistemik sebagai penyebab nyeri kepala.

b. Specimen CSS bila ada indikasi kecurigaan perdarahan subarahnoid atau infeksi susunan saraf pusat.

c. Electroencephalography (EEG) dengan indikasi berupa : i) Adanya kecurigaan neoplasma intrakranial.

ii) Adanyan nyeri kepala pada satu sisi yang menetap disertai kelainan visual, motorik, atau sensibilitas atau sensibilitas sisi kontralateral.

iii)Adanya defek lapang pandang, defisit motorik, atau sensibilitas yang menetap.

iv)Adanya serangan migren disertai sinkope.

v) Adanya perubahan intensitas, lamanya dan sifat nyeri kepala. 4. Pemeriksaan radiologik berupa :

a. Rontgen polos kepala dengan indikasi bila nyeri kepala tidak termasuk nyeri kepala seperti neoplasma intrakranial, hidrosefalus, perdarahan intrakranial.

b. Rontgen vertebrae servikal dengan indikasi bila ada nyeri oksipital atau suboksipital yang bukan disebabkan oleh nyeri kepala tipe tegang.

c. Arteriografi dengan indikasi bila ada kecurigaan aneurisme, angioma, atau perdarahan pada proses desak ruang.

d. CT scan kepala dengan indikasi bila ada kecurigaan gangguan struktural otak seperti neoplasma, perdarahan intrakranial, dan

(7)

2.1.6. Penatalaksanaan

Nyeri kepala dapat diobati dengan preparat asetilsalisilat dan jika nyeri kepala sangat berat dapat diberikan preparat ergot (ergotamin atau dihidroergotamin). Bila perlu dapat diberikan intravena dengan dosis 1mg dihidroergotaminmetan sulfat atau ergotamine 0,5 mg. Preparat Cafergot (mengandung kafein 100 mg dan 1 mg ergotamine) diberikan 2 tablet pada saat timbul serangan dan diulangi ½ jam berikutnya.

Pada pasien yang terlalu sering mengalami serangan dapat diberikan preparat Bellergal (ergot 0,5 mg; atropine 0,3 mg; dan fenobarbital 15 mg) diberikan 2-3 kali sehari selama beberapa minggu. Bagi mereka yang refrakter

dapat ditambahkan pemberian ACTH (40u/hari) atau prednisone (1mg/KgBB/hari) selama 3-4 minggu.

Preparat penyekat beta, seperti propanolol dan timolol dilaporkan dapat mencegah timbulnya serangan migren karena mempunyai efek mencegah vasodilatasi kranial. Tetapi penyekat beta lainnya seperti pindolol, praktolol, dan aprenolol tidak mempunyai efek terapeutik untuk migraine, sehingga mekanisme kerjanya disangka bukan semata-mata penyekat beta sahaja Preparat yang efektif adalah penyekat beta yang tidak memiliki efek ISA (Intrinsic Sympathomimetic Activity).

Cluster headache umumnya membaik dengan pemberian preparat ergot. Untuk varian cluster headache umumnya membaik dengan indometasin. Tension- typeheadache dapat diterapi dengan analgesik dan/atau terapi biofeedback yang dapat digunakan sebagai pencegahan timbulnya serangan.

(8)

2.2. Tekanan darah

2.2.1. Definisi tekanan darah

Tekanan darah adalah desakan darah terhadap dinding-dinding arteri ketika darah tersebut dipompa dari jantung ke jaringan. Tekanan darah mirip dengan tekanan dari air (darah) di dalam pipa air (arteri). Makin kuat aliran yang keluar dari keran (jantung) makin besar tekanan dari air terhadap dinding pipa. Jika pipa tertekuk atau mengecil diameternya (seperti pada atherosklerosis), maka tekanan akan sangat meningkat.

Pada umumnya tekanan darah bergantung pada beberapa faktor berikut :

a. Banyaknya darah yang dialirkan b. Banyaknya darah yang ada di perifer c. Elastisitas pembuluh darah

d. Kepekatan darah (viskositas) e. Tekanan darah di perifer

Tekanan darah berubah-ubah sepanjang hari, sesuai dengan situasi. Tekanan darah akan meningkat dalam keadaan gembira, cemas, atau sewaktu melakukan aktivitas fisik. Setelah situasi ini berlalu, tekanan darah akan kembali menjadi normal. Apabila tekanan darah tetap tinggi, maka disebut sebagai hipertensi atau tekanan darah tinggi.

Sesuai dengan kebiasaan yang dikerjakan di praktek klinik dan laboratorium, maka tekanan darah diukur dengan manometer air raksa dalam satuan millimeter air raksa atau mmHg. Pengukuran tekanan darah menggunakan alat yang disebut sfignomanometer. Manset dari sfignomanometer diletakkan di atas arteri brakialis. Stetoskop juga digunakan untuk mendengar denyut. Tekanan dinaikkan hingga tidak terdengar denyut lagi. Hal ini terjadi karena tekanan manset melebihi tekanan darah sehingga arteri terjepit dan tidak ada darah yang mengalir di dalamnya. Kemudian, secara perlahan-lahan tekanan manset dikurangi sehingga terdengar bunyi “dup” pertama (Korotkoff I). Denyut pertama ini menggambarkan tekanan darah sistolik dan pada saat ini pembuluh darah yang

(9)

terdengar disebabkan penyempitan pembuluh darah mengakibatkan aliran laminar/ turbulen dari darah yang perlahan memasuki pembuluh darah. Ketika tekanan manset terus diturunkan secara perlahan, bunyi denyut juga akan terdengar menurun sehingga akhirnya menghilang. Bunyi denyut terakhir menggambarkan tekanan darah diastolik (Korotkoff V). Bunyi denyut akhirnya menghilang karena tekanan manset telah turun di bawah tekanan pembuluh darah sehingga tidak ada tahanan lagi. Tekanan darah ini sangat penting dalam sistem sirkulasi darah dan selalu diperlukan untuk daya dorong mengalirnya darah di dalam arteri, arteriola, kapiler, dan sistem vena sehingga terbentuklah suatu aliran darah yang menetap.

Tekanan normal darah pada orang dewasa sangat bervariasi. Tekanan darah terdiri dari tekanan sistolik yang berkisar antara 95 sampai dengan 140 mmHg, dan tekanan ini dapat meningkat dengan bertambahnya usia. Di lain pihak tekanan diastolik berkisar antara 60 sampai dengan 90 mmHg. Walaupun demikian tekanan darah pada umumnya berkisar pada rata-rata nilai normal sekitar 120 mmHg untuk tekanan sistolik dan 80 mmHg untuk tekanan diastolik. Kedua tekanan tersebut merupakan tekanan yang dihasilkan oleh aktivitas kerja jantung sebagai pompa dan menyebabkan darah mengalir di dalam sistem arteri secara terus-menerus tiada henti-hentinya.

Terdapat dua macam kelainan tekanan darah, antara lain dikenal sebagai hipertensi atau tekanan darah tinggi dan hipotensi atau tekanan darah rendah. Pada umumnya yang lebih banyak dihubungkan dengan kelainan tekanan darah adalah hipertensi, sedangkan hipotensi sering kali dihubungkan dengan kasus syok.

(10)

2.2.2. Klasifikasi tekanan darah

Table 2.1 Klasifikasi tekanan darah menurut JNC VII Klasifikasi tekanan

darah

Tekanan darah sistolik (mmHg)

Tekanan darah diastolic (mmHg)

Normal > 120 dan < 80

Prehipertensi 120-139 atau 80-89 Hipertensi tahap 1 140-159 atau 90-99

Hipertensi tahap 2 > 160 atau >100

Sumber : WHO Regional 2005

2.2.3. Faktor resiko

Para ahli membagi dua kelompok faktor resiko pemicu timbulnya hipertensi, yaitu faktor yang tidak dapat dikontrol dan faktor yang dapat dikontrol. 1. Faktor yang tidak dapat dikontrol

a. Keturunan

Sekitar 70-80% penderita hipertensi essensial ditemukan riwayat hipertensi

di dalam keluarga.Hipertensi juga banyak dijumpai pada penderita yang kembar monozigot (satu telur) apabila salah satunya menderita hipertensi. Dugaan ini menyokong bahwa faktor genetik mempunyai peran dalam terjadinya hipertensi.

b. Jenis Kelamin

(11)

berubah kuantitasnya sesuai dengan umur wanita secara alami, yang umumnya mulai terjadi pada wanita umur 45-55 tahun.

c. Usia

Insidensi hipertensi meningkat seiring dengan pertambahan umur. Pasien yang berumur di atas 60 tahun, 50 – 60% mempunyai tekanan darah lebih besar atau sama dengan 140/90 mmHg. Hal ini merupakan pengaruh degenerasi yang terjadi pada orang yang bertambah usianya. Pada umumnya, hipertensi menyerang pria pada usia di atas 31 tahun, sedangkan pada wanita terjadi setelah usia 45 tahun (menopause). Setelah umur 45 tahun, dinding arteri akan mengalami penebalan oleh karena adanya

penumpukan zat kolagen pada lapisan otot, sehingga pembuluh darah akan berangsur-angsur menyempit dan menjadi kaku. Tekanan darah sistolik meningkat karena kelenturan pembuluh darah besar yang berkurang pada penambahan umur sampai dekad ketujuh sedangkan tekanan darah diastolik meningkat sampai dekad kelima dan keenam kemudian menetap atau cenderung menurun.

Peningkatan umur akan menyebabkan beberapa perubahan fisiologis, pada usia lanjut terjadi peningkatan resistensi perifer dan aktivitas simpatik. Pengaturan tekanan darah yaitu refleks baroreseptor pada usia lanjut sensitivitasnya sudah berkurang, sedangkan peran ginjal juga sudah berkurang dimana aliran darah ginjal dan laju filtrasi glomerulus menurun. 2. Faktor yang dapat dikontrol

a. Kegemukan (obesitas)

(12)

b. Konsumsi garam berlebihan

Natrium bersama klorida dalam garam dapur sebenarnya membantu tubuh mempertahankan keseimbangan cairan tubuh dan mengatur tekanan darah. Namun, natrium dalam jumlah berlebih dapat menahan air (retensi), sehingga meningkatkan jumlah volume darah. Akibatnya jantung harus bekerja lebih keras untuk memompanya dan tekanan darah menjadi naik. Selain itu natrium yang berlebihan akan menggumpal di dinding pembuluh darah dan mengikisnya sehingga terkelupas. Kotoran tersebut akan menyumbat pembuluh darah. WHO merekomendasikan pola konsumsi garam yang dapat mengurangi risiko terjadinya hipertensi. Kadar sodium

yang direkomendasikan adalah tidak lebih dari 100 mmol (sekitar 6 gram atau satu sendok teh) perhari.

c. Kurang olahraga

Olahraga seperti bersepeda, joging, dan aerobik yang teratur dapat memperlancar peredaran darah sehingga dapat menurunkan tekanan darah. Orang yang kurang olahraga cenderung mengalami kegemukan. Olahraga juga dapat mengurangi atau mencegah obesitas serta mengurangi asupan garam ke dalam tubuh. Garam akan keluar dari dalam tubuh bersama keringat.

d. Merokok

Hasil penelitian menunjukkan bahwa nikotin dapat meningkatkan penggumpalan darah dalam pembuluh darah. Selain itu, nikotin juga dapat menyebabkan terjadinya pengapuran pada dinding pembuluh darah.

e. Konsumsi alkohol

Efek dari konsumsi alkohol juga merangsang hipertensi karena adanya peningkatan sintesis catecholamines yang dalam jumlah besar dapat memicu kenaikkan tekanan darah (Suheni, 2007).

2.2.4. Patofisiologi

Mekanisme yang mengontrol konstriksi dan relaksasi pembuluh darah

(13)

bermula jaras saraf simpatis, yang berlanjut ke bawah ke korda spinalis dan keluar dari kolumna medula spinalis ke ganglia simpatis di toraks dan abdomen. Rangsangan pusat vasomotor dihantarkan dalam bentuk impuls yang bergerak ke bawah melalui saraf simpatis ke ganglia simpatis. Pada titik ini, neuron preganglion melepaskan asetilkolin, yang akan merangsang serabut saraf pasca ganglion ke pembuluh darah, dimana dengan dilepaskannya norepinefrin mengakibatkan konstriksi pembuluh darah. Berbagai faktor seperti kecemasan dan ketakutan dapat mempengaruhi respon pembuluh darah terhadap rangsang vasokontriktor. Individu dengan hipertensi sangat sensitif terhadap norepinefrin, meskipun tidak diketahui dengan jelas mengapa hal tersebut bisa terjadi

(Corwin,2001)

Pada saat bersamaan dimana sistem saraf simpatis merangsang pembuluh darah sebagai respon rangsang emosi, kelenjar adrenal juga terangsang mengakibatkan tambahan aktivitas vasokontriksi. Medula adrenal mensekresi epinefrin yang menyebabkan vasokontriksi. Korteks adrenal mengsekresi kortisol dan steroid lainnya, yang dapt memperkuat respon vasokontriktor pembuluh darah.Vasokontriksi yang mengakibatkan penurunan aliran darah ke ginjal, menyebabkan pelepasan renin. Renin merangsang pembentukan angiotensin I yang kemudian diubah menjadi angiotensin II, suatu vasokonstriktor kuat, yang pada gilirannya merangsang sekresi aldosteron oleh korteks adrenal. Hormon ini menyebabkan retensi natrium dan air oleh tubulus ginjal, menyebabkan peningkatan volume intravaskuler. Semua faktor tersebut cenderung mencetus keadaan hipertensi (Dekker, 1996).

(14)

mengakibatkan penurunan curah jantung dan peningkatan tahanan perifer (Corwin, 2001).

2.2.5. Gejala klinis

Individu yang menderita hipertensi kadang tidak menunjukkan gejala sampai bertahun-tahun. Oleh karena itulah hipertensi dikenal sebagai silent killer. Pada pemeriksaan fisik, tidak dijumpai kelainan apapun selain tekanan darah yang tinggi, tetapi dapat pula ditemukan perubahan pada retina, seperti pendarahan, eksudat (kumpulan cairan), penyempitan pembuluh darah, dan pada kasus berat akan mengalami edema pupil.

Menurut Corwin (2001) bahwa sebagian besar gejala klinis timbul setelah

mengalami hipertensi bertahun-tahun berupa nyeri kepala saat terjaga, kadang-kadang disertai mual dan muntah, akibat peningkatan tekanan darah intrakranial, penglihatan kabur akibat kerusakan retina akibat hipertensi, ayunan langkah yang tidak mantap karena kerusakan susunan saraf pusat, nokturia karena peningkatan aliran darah ginjal dan filtrasi glomerolus, edema dependen dan pembengkakan akibat peningkatan tekanan kapiler.

Gejala lainnya yang umumnya terjadi pada penderita hipertensi yaitu pusing, muka merah, sakit kepala, keluarnya darah dari hidung secara tiba-tiba, tengkuk terasa pegal, telinga berdengung dan mata berkunang-kunang (Wiryowidagdo,2002).

2.2.6. Diagnosa

Hipertensi biasanya didiagnosis selama pemeriksaan fisik umum check up, atau kunjungan ke dokter untuk beberapa keluhan lain kadang-kadang seseorang mungkin didiagnosis mengalami stroke atau serangan jantung dan kemudian ditemukan memiliki tekanan darah tinggi. Tekanan darah diukur adalah dengan menggunakan alat yang disebut sphygmomanometer, yang memiliki manset karet yang dibungkus di sekitar lengan atas dan ditiup dengan udara melalui bola karet yang berulang kali diperas. Ketika tekanan dalam manset mendapat cukup tinggi, itu memotong aliran darah pada arteri utama dari lengan atas - udara ini kemudian perlahan-lahan dilepaskan dari manset melalui katup dan sebagai tekanan dalam

(15)

ditempatkan di atas arteri. Tekanan di mana pertama kali mendengar suara seperti manset dilepaskan adalah tekanan sistolik dan tekanan di mana suara terakhir adalah mendengar seperti darah kembali ke alirannya diam, tanpa hambatan adalah tekanan diastolik. Otomatis alat ukur elektronik melakukan hal yang sama tetapi lebih akurat, lebih mudah digunakan, dan dapat digunakan oleh pasien untuk pemantauan tekanan darah di rumah.

Pemeriksaan Laboratorium :

- Hb/Ht : untuk mengkaji hubungan dari sel-sel terhadap volume cairan (viskositas) dan dapat mengindikasikan faktor resiko seperti :

hipokoagulabilitas, anemia.

- BUN / kreatinin : memberikan informasi tentang perfusi / fungsi ginjal.

- Glukosa : Hiperglikemi (DM adalah pencetus hipertensi) dapat diakibatkan oleh pengeluaran kadar ketokolamin.

- Urinalisa : darah, protein, glukosa, mengisyaratkan disfungsi ginjal dan ada DM.

- CT Scan : Mengkaji adanya tumor cerebral, ensefalopati.

- EKG : Dapat menunjukan pola regangan, dimana luas, peninggian gelombang P adalah salah satu tanda dini penyakit jantung hipertensi.

- IUP : mengidentifikasikan penyebab hipertensi seperti : Batu ginjal,perbaikan ginjal.

- Photo dada : Menunjukan destruksi kalsifikasi pada area katup,pembesaran jantung.

2.2.7. Penatalaksanaan

Menurut Ganiswarna (2007), penatalaksanaan penyakit hipertensi ini memerlukan terapi dalam pengobatannya. Tujuan terapi hipertensi adalah mencapai dan mempertahankan tekanan darah sitolik di bawah 140 mmHg dan tekanan darah diastolik di bawah 90 mmHg dan mengontrol faktor resiko. Menurut Katzung & Bertram (2007), ada dua terapi yang dilakukan untuk mengobati hipertensi. Terapi yang diberikan pada penderita hipertensi yaitu terapi farmakologis dan terapi nonfarmakologis.

(16)

Manajemen pengobatan hipertensi berdasarkan klasifikasi hipertensi. Individu dengan tekanan darah normal cukup dianjurkan melakukan perubahan gaya hidup, sedangkan pada penderita hipertensi grade I obat antihipertensi diberikan bila dalam pemantauan selama 3 bulan, tekanan darah tetap tinggi setelah melakukan modifikasi gaya hidup. Pada hipertensi grade I dapat diberikan monoterapi (1 macam obat) dulu golongan diuretik, penyekat ACEIs (Angiotensin Converting Enzymes), penyekat beta (beta blockers), penyekat reseptor Angiotensin dan penyekat Calsium Channel Bloker atau dimungkinkan kombinasi obat (Hakim, 2006). Penderita hipertensi grade II, sangat dianjurkan untuk memberikan terapi kombinasi karena berdasarkan

suatu penelitian hampir jarang mencapai tekanan darah diinginkan dengan menggunakan monoterapi. Sebagian besar tekanan darah baru mencapai tahap yang diinginkan dengan kombinasi 2-4 macam kombinasi obat (Hakim, 2006). b. Terapi nonfarmakologis

Terapi ini meliputi perubahan gaya hidup yang merupakan kunci utama dalam pengendalian penyakit hipertensi. Terapi yang menerapkan gaya hidup sehat bagi setiap orang dan melakukan modifikasi gaya hidup yang terbukti dapat menurunkan tekanan darah, mempertinggi kinerja obat-obat antihipertensi dan mengurangi resiko terserang penyakit kardiovaskuler (Chobanian et al., 2003). Modifikasi gaya hidup yang dapat menurunkan tekanan darah meliputi: mengurangi berat badan untuk individu yang obes atau gemuk, perencanaan pola makan DASH (Dietary Approaches to Stop Hypertension) yang kaya akan potassium dan kalsium, diet rendah natrium, mengkonsumsi alkohol seperlunya, olahraga aerobik secara teratur minimal 30 menit/hari seperti jogging, berenang, jalan kaki, dan menggunakan sepeda, menghentikan rokok, mempelajari cara mengendalikan diri/ stres seperti melalui relaksasi atau yoga (Ayu, 2008).

Menurut Astawan (2002), adapun cakupan modifikasi gaya hidup antara lain berhenti merokok, mengurangi kelebihan berat badan, menghindari alkohol, modifikasi diet serta yang mencakup psikis antara lain mengurangi stres,

(17)

2.3. Hubungan Nyeri Kepala dengan Tekanan Darah

Tekanan darah tinggi biasa ditemui pada pasien yang sudah berusia lanjut (lansia). Hal ini erat hubungannya dengan proses menua pada seseorang. Di sini terjadi perubahan berupa berkurangnya elastisitas pembuluh darah, sehingga terjadi kekakuan pembuluh darah.Tekanan darah tinggi pada lansia yang sering tampak adalah bagian sistol, atau yang terekam paling atas dari alat pengukur tekanan darah.

Menurut Puspita (2002), tekanan darah tinggi tidak memberikan gejala atau symptom pada tingkat awal. Kebanyakkan orang menganggap bahwa nyeri

kepala terutama pada pagi hari merupakan gejala dari tekanan darah tinggi. Namun tanda tersebut sebenarnya dapat terjadi pada tekanan darah normal bahkan sering kali tekanan darah relatif tinggi tidak memiliki tanda-tanda atau gejala tersebut. Tekanan darah tinggi yang sudah mencapai tahap lanjut, yang berarti telah berlangsung beberapa tahun dapat menyebabkan nyeri kepala.

Menurut National Headache Foundation (NHF), tekanan darah tinggi dapat menyebabkan sakit kepala sesekali, tetapi secara umum tidak menghasilkan sakit kepala berulang. Namun, berulang atau memburuk sakit kepala sering membuat dokter menduga tekanan darah tinggi. Menariknya, beberapa obat tekanan darah tinggi juga bisa menyebabkan sakit kepala. NHF menggambarkan sakit kepala hipertensi sebagai penyebab umum atau sakit tipe "hairband". Sakit kepala tipe ini paling parah pada pagi hari dan berkurang serta menghilang menjelang hari.

The Mayo Clinic melaporkan bahwa sakit kepala karena tegang, jenis yang paling umum dari sakit kepala, menyebabkan nyeri ringan sampai nyeri sedang yang terasa seperti tekanan atau berdenyut. Sakit kepala ini mempengaruhi bagian depan, atas atau sisi kepala, mulai secara bertahap dan sering terjadi pada tengah hari. Hal ini juga diketahui bahwa situasi stres dapat meningkatkan tekanan darah. Oleh karena itu, banyak orang dengan tekanan darah tinggi kemungkinan besar akan memiliki sakit kepala ketegangan pada beberapa titik

Gambar

Table 2.1 Klasifikasi tekanan darah menurut JNC VII

Referensi

Dokumen terkait

Simbol Aljabar p pada contoh-1, U pada contoh-2, dan a pada contoh-3 di atas adalah contoh variabel karena p mewakili banyak pohon yang mungkin dimiliki Pak Amir, U

Penelitian dilaksanakan pada Sekolah Dasar Kota Padang, dengan sampel Sekolah Dasar Negeri Percobaan Kota Padang (Rintisan Sekolah Berstandar Internasional), Sekolah

sil-sej-kesenian-oke silabi-kepariwisataan-oke silabi-metode-sejarah-oke silabi-pengembangan-lab-oke silabi-teori-budaya-oke silabus-kewirausahaan-oke

Sehubungan dengan pelaksanaan Evaluasi Penawaran dari perusahaan yang saudara/i pimpin, maka dengan ini kami mengundang saudara/I dalam kegiatan Pembuktian Kualifikasi dan

[r]

Berdasarkan beberapa pendapat para ahli yang telah dikemukakan sebelumnya, maka dapat diambil disimpulkan bahwa pendekatan Inquiry adalah pendekatan yang

Di dalam penelitian ini, di bahas tentang tata cara pelaksanaan kesenian bordah dan fungsi yang terdapat pada adat perkawinan Melayu di Desa Teluk Binjai, Kecamatan Kualuh

Sekuen ITS beserta 5.8S rDNA tidak dapat memisahkan semua sampel, baik berasal dari rumput maupun padi yang digunakan pada penelitian ini. Oleh karena itu, data tersebut